BAB II
Otak dibagi menjadi dua yaitu otak besar (serebrum) dan otak
kecil (serebelum). Otak besar terdiri dari lobus frontalis, lobus
parientalis, lobus oksipitalis danlobus temporalis. Permukaan otak
bergelombang dan berlekuk-lekuk membentuk seperti sebuah lekukan
yang disebut girus. sereberum (otak besar) merupakan pusat dari:
1. Motorik yakni implus yang diterima diteruskan oleh sel saraf
kemudian menuju ke pusat kontraksi otot.
2. Sensorik yakni setiap implus sensorik dihantarkan melalui akson
sel saraf yang selanjutnya akan mencapai otakantara lain ke korteks
serebri.
3. Refleks yakni berbagai kegiatan refleks berpusat di otak dan batang
otak sebagian lain dibagian medula spinalis.
4. Kesadaran yakni bagian batang otak yang disebut formasi
retikularis bersama bagian lain dari korteks serebri menjadi pusat
kesadaran utama.
5. Fungsi luhur yakni pusta berfikir, berbicara berhitung dan lain-lain.
Pada bagian anterior sulkus sentralis merupaka bagian motorik
penggerak otot (Fransisca B. Batticaca, 2008).
6
B. DEFINISI
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang
berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (global) dengan
gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang
menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskular (Muttaqin, 2008).
Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak
yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan
bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja. (Arif Muttaqin, 2008).
9
C. ETIOLOGI
Penyebab stroke hemoragik biasanya diakibatkan dari hemoragi
serebral (pecahnya pembuluh darah serebral dengan pendarahan
kedalam jaringan otak atau seluruh ruang sekitar otak). Akibatnya
adalah penghentian suplai darah ke otak. Hemoragi serebral dapat
terjadi di berbagai tempat yaitu :
1. Hemoragi subakhranoid
2. Hemoragi intraserebral
10
1. Usia
2. Jenis kelamin: pada wanita premonophous lebih rendah, tapi pada
wanita post monophous sama resiko dengan pria
3. Hipertensi
4. Diabetes Melitus
5. Keadaan hiperviskositas berbagai kelainan jantung
6. Koagulopati karena berbagai komponen darah antara lain
hiperfibrinogenia
7. Genetik
8. Hipovolemia dan syook (Aru W, Sedoyo dkk, 2006).
D. EPIDEMIOLOGI
Stroke merupakan masalah kesehatan yang utama bagi
masyarakatmodern saat ini. Dewasa ini, stroke semakin menjadi
masalah serius yang dihadapi hampir diseluruh dunia. Hal tersebut
dikarenakan serangan stroke yang mendadak dapat mengakibatkan
kematian, kecacatan fisik dan mental baik pada usia produktif maupun
usia lanjut (Junaidi, 2011).
Menurut WHO (World Health Organization) tahun 2012, kematian
akibat stroke sebesar 51% di seluruh dunia disebabkan oleh tekanan
darah tinggi. Selain itu, diperkirakan sebesar 16% kematian stroke
disebabkan tingginya kadar glukosa darah dalam tubuh. Tingginya
kadar gula darah dalam tubuh secara patologis berperan dalam
peningkatan konsentrasi glikoprotein, yang merupakan pencetus
beberapa penyakit vaskuler. Kadar glukosa darah yang tinggi pada saat
stroke akan memperbesar kemungkinan meluasnya area infark karena
terbentuknya asam laktat akibat metabolisme glukosa secara anaerobik
yang merusak jaringan otak (Rico dkk, 2008).
Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013, prevalensi penyakit
stroke di Indonesia meningkat seiring bertambahnya umur. Kasus
11
E. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis dari stroke perdarahan ditinjau berdasarkan
jenisnya sebagai berikut.
1. Perdarahan intraserebral
Perdarahan intraserebral ditemukan pada 10% dari seluruh
kasus stroke, terdiri dari 80% di hemisfer otak dan sisanya di
batang otak dan serebelum. Gejala klinisnya sebagai berikut.
a. Onset perdarahan bersifat mendadak, terutama sewaktu
melakukan aktivitas dan dapat didahului oleh gejala prodromal
berupa peningkatan tekanan darah yaitu nyeri kepala, mual,
muntah, gangguan memori, bingung, perdarahan retina, dan
epistaksis.
b. Penurunan kesadaran yang berat sampai koma disertai
hemiplegia/hemiparese dan dapat disertai kejang fokal / umum.
c. Tanda-tanda penekanan batang otak, gejala pupil unilateral,
refleks pergerakan bola mata menghilang dan deserebrasi
12
F. KOMPLIKASI
1. Infark serebri
2. Epistaksis
3. Peningkatan TIK, tonus otot abnormal
4. Kamatian bila tidak dapat mengontrol respon penapasan atau
kardiovaskular.
G. PATOFISIOLOGI
1) Perdarahan intra cerebral.
Pecahnya pembuluh darah otak terutama karena hipertensi
mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk
massa atau hematom yang menekan jaringan otak dan
menimbulkan oedema di sekitar otak. Peningkatan TIK yang
terjadi dengan cepat dapat mengakibatkan kematian yang
13
H. DIAGNOSA MEDIK
Pmeriksaan Penunjang Stroke Hemoragik
1. Angiografi cerebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik
seperti perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk
mencari sumber perdarahan seperti aneurism atau malformasi
vascular.
2. Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan
lumbal menunjukkan adanya hemoragi pada subarakhnoid atau
perdarahan pada intrakranial.
3. CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema,
posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia
dan posisinya secara pasti.
4. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi
dan bsar terjadinya perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area
yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
5. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul
dan dampak dari jaringan yang infrak sehingga menurunnya impuls
listrik dalam jaringan otak.
I. PENATALAKSANAAN
1. Non Medis
Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda
vital dengan melakukan tindakan sebagai berikut:
a. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan
pengisapan lendiryang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan
trakeostomi, membantu pernafasan.
17
5) Exposure
Pada exposure merupakan bagian terakhir dari primary
survey,pasien harus dibuka keseluruhan pakaiannya untuk
melakukan pemeriksaan thoraks kemudian diberikan
selimut hangat, cairan intravena yeng telah dihangatkan dan
ditempatkan pada ruangan cukup hangat ini dilakukan pada
saat dirumah sakit (Musliha, 2010). Periksa punggung
dengan memiringkan pasien dengan cara long roll (Dewi,
2013). Pemeriksaan seluruh bagian tubuh harus segera
dilakukan tindakan agar mencegah terjadinya hiportermia.
Dalam pemeriksaan penunjang ini dilakukan pada
survey primer, yaitu pemeriksaan saturasi oksigen dengan
pulse oxymetri, foto thoraks, dan foto polos abdomen.
Tindakan lainnyaseperti pemasangan monitor EKG, kateter
dan NGT (Pusbankes 118, 2015).
b. Secondary Survey
Pemeriksaan dilakukan setelah pasien dengan keadaan
stabil dan dipastikan airway, breathing dan sirkulasidapat
membaik. Prinsip survey sekunder adalah memeriksa ke
seluruh tubuh yang lebih teliti dimulai dari ujung rambut
sampai ujung kaki ( head to toe) baik pada tubuh dari bagian
depan maupun belakang serta evaluasi ulang terhadap
pemeriksaan tanda vital penderita. Dimulai dengan anamnesa
yang singkat meliputi AMPLE (allergi, medication, past
illness, last meal dan event of injury). Pemeriksaan penunjang
ini dapat dilakukan pada fase meliputi foto thoraks (Pusbankes
118, 2015).
Penanganan klinis mempunyai tahap yang menggunakan
prosedur 5B,menurut Wahjoepramono (2005), yaitu :
28
1) Breathing
Perhatikan adanya frekuensi dan jenis pernafasan,
pembebasan obstruksi jalan nafas, oksigenasi yang cukup,
atau adanya hiperventilasi jika diperlukan.
2) Blood
Pada pengukuran tekanan darah dan pemeriksaan
laboratorium seperti Hb dan leukosit.
3) Brain
Langkah awal penilaian ditentukan pada respon mata,
motorik, dan verbal (GCS). Ketika memburuk perlu
pemeriksaan keadaan pupil serta gerakan bola mata.
4) Bladder
Kandung kemih segera dikosongkan dengan pemasangan
kateter.
5) Bowel
Usus yang penuh cenderung akan meningkatkan tekanan
intrakranial dan pemeriksaan.
c. Re-evaluasi penderita
Penilaian ulang terhadap penderita, dengan mencatat dan
melaporkan setiap adanya perubahan pada kondisi serta respon
terhadap resusitasi, kemudian monitoring tanda-tanda vital
maupun jumlah urin, dan pemakaian analgesik yang tepat.
d. Transfer ke pusat rujukan yang lebih baik.
1) Penderita dapat dirujuk jika rumah sakit tidak mampu
menangani pasien karena adanya keterbatasan SDM
maupun fasilitas serta keadaan pasien yang masih
dimungkinkan untuk dirujuk.
2) Tentukan indikasi rujukan, prosedur rujukan dan kebutuhan
penderita selama dalam komunikasi dengan dokter pada
pusat rujukan yang dituju.
29
2. Diagnosa keperawatan
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral.
b. Hambatan komunikasi verbal.
c. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting.
d. Kerusakan mobilitas fisik .
e. Resiko kerusakan integritas kulit.
f. Resiko Aspirasi.
g. Resiko injuri
dalam memberikan
stimulus pada saraf
dalam memberikan
respon pada sensori dan
motorik.
2) Hambatan 1) Kaji kemampuan 1) Pada pasien yang
komunikasi verbal komunikasi verbal mengalami cedera pada
berhubungan dengan pasien. kepala terutama stroke
perubahan system akan mengalami
syaraf hambatan dalam
berbicara akibat trauma
pada persyarafannya.
dipangkal lidah.
DAFTAR PUSTAKA