Anda di halaman 1dari 30

5

BAB II

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Otak dibagi menjadi dua yaitu otak besar (serebrum) dan otak
kecil (serebelum). Otak besar terdiri dari lobus frontalis, lobus
parientalis, lobus oksipitalis danlobus temporalis. Permukaan otak
bergelombang dan berlekuk-lekuk membentuk seperti sebuah lekukan
yang disebut girus. sereberum (otak besar) merupakan pusat dari:
1. Motorik yakni implus yang diterima diteruskan oleh sel saraf
kemudian menuju ke pusat kontraksi otot.
2. Sensorik yakni setiap implus sensorik dihantarkan melalui akson
sel saraf yang selanjutnya akan mencapai otakantara lain ke korteks
serebri.
3. Refleks yakni berbagai kegiatan refleks berpusat di otak dan batang
otak sebagian lain dibagian medula spinalis.
4. Kesadaran yakni bagian batang otak yang disebut formasi
retikularis bersama bagian lain dari korteks serebri menjadi pusat
kesadaran utama.
5. Fungsi luhur yakni pusta berfikir, berbicara berhitung dan lain-lain.
Pada bagian anterior sulkus sentralis merupaka bagian motorik
penggerak otot (Fransisca B. Batticaca, 2008).
6

Lobus frontalis, merupakan lobus terbesar yang terletak pada fosa


anterior. Area ini mengontrol perilaku individu, membuat keputusan,
kepribadian dan menahan diri. Lobus Parietal, disebut juga lobus
sensorik. Area ini menginterpretasikan sensasi. Sensasi rasa yang tidak
berpengaruh adalah bau. Lobus parietal mengatur individu untuk
mengetahui posisi dan letak bagian tubuhnya. Lobus temporal
berfungsi mengintegrasikan sensasi pengecapan, penciuman, dan
pendengaran. Memori jangka pendek sangat berhubungan dengan
daerah ini. Lobus oksipitalis terletak pada lobus posterior hemisfer
serebri. Bagian ini bertanggung jawab menginterpretasikan
penglihatan.

Sereblum (Otak kecil) merupakan pusat keseimbangan dan


koordinasi gerakan. Pada daerah serebelum terdapat sirkulasi Willisi,
pada dasar otak disekitar kelenjar hipofisis, sebuah lingkaran arteri
terbentuk diatara rangkaian arteri cartoid interna dan verbal, lingkaran
inilah yang disebut sirkulasi Willisi yang dibentuk dari cabang-cabang
arteri karotis interna.

Medula spinalis merupakan pusat refleks, menerus sensorik ke


otak sekaligus tempat masuknya saraf sensorik. menerus implus
motorik dari otak ke saraf sensorik. Pusat pola gerakan sederhana yang
telah lama di pelajari. Saraf somatik merupakan saraf tepi berupa saraf
sensorik dari perifer ke pusat dan saraf motorik dari pusat ke perifer.
Berdasarkan tempat keluarnya dibagi menjadi saraf otak dan saraf
spinal. Saraf otak ada 12 pasang :

1. Saraf olfaktorious untuk penciuman


2. Saraf optikus yaitu saraf penglihatan
3. Saraf okulomotorius adalah saraf motorik penggerak otot bola mata
4. Saraf trokselaris untuk motorik penggerak bola mata
5. Saraf trigeminus merupakan saraf sensorik dan motorik dengan 4
cabang yaitu bagian optical, maksilaris dan mandibularis
7

6. Saraf abdusens untuk motorik penggerak bola mataSaraf fasialis :


sensorik daerah wajah
7. Saraf auditorius berperan sebagai sensorik pendengaran dan
keseimbangan
8. Saraf glosofaringeus brperan sebagai sensorik dan motorik sekitar
lidah dan faring
9. Saraf vagus merupakan saraf otonom terutama pada paru, jantung
lambung, usus halus dan sebagian usus besar
10. Saraf asesorius berfungsi sebagai motorik penggerak otot sekitar
leher
11. Saraf hipoglosus untuk motorik otot lidah.
12. Saraf Spinal, dari medulla spinalis keluar pasangan saraf kiri dan
kanan vertebra: Saraf servikal 8 pasang, saraf torakal 12 pasang,
saraf lumbal 5 pasang, saraf sacrum/sacral 5 pasang, saraf
koksigeal 1 pasang

Saraf spinal mengandung saraf sensorik dan motorik, serat sensorik


masuk medulla spinalis melalui akar belakang dan serat motorik keluar
dari medulla spinalis melalui akar depan kemudian bersatu membentuk
saraf spinal. Saraf ini sebagian berkelompok membentuk pleksus
(anyaman) dan terbentuklah berbagai saraf (nervus) seperti saraf
iskiadikus untuk sensorik dan motorik daerah tungkai bawah.

Saraf Otonom, sistem saraf ini mempunyai kemampuan kerja


otonom, seperti jantung, paru, serta alat pencernaan. Sistem otonom
dipengaruhi saraf simpatis dan parasimpatis. Peningkatan aktifitas
simpatis meperlihatkan: Kesiagaan meningkat, denyut jantung
meningkat, pernafasan meningkat, tonus otot meningkat, gerakan
saluran cerna menurun, metabolisme tubuh meningkat. Semua ini
menyiapkan individu untuk bertempur atau lari, semua itu tampak pada
manusia apabila menghadapi masalah, bekerja, olahrga, cemas dan
lain-lain. Pada keadaan ini terjadi peningkatan penggunaan
energi/katabolisme. Penigkatan aktifitas parasimpatis
memperlihatkan: Kesiagaan menurun, denyut jantung melambat,
8

pernafasan tenang, tonus otot menurun, gerakan saluran cerna


meningkat, metabolisme tubuh menurun.

Hal ini terjadi penyimpanan energi dan terihat apabila individu


sedang istirahat.Pusat saraf simpatis berada di medula spinalis begian
torakal dan lumbal, sedangkan pusat parasimpatis berada di bagian
medula oblongata dan medula spinalis bagian sacral. Pusat ini masih
dipengaruhi oleh pusat yang lebih tinggi yaitu hipotalamus sebagai
pusat emosi.

Fisiologi sistem peredaran darah otak, suplay darah ke otak bersifat


konstan untuk kebutuhan normal otak seperti nutrisi dan metabolisme.
Hampir 1/3 kardiak output dan 20% oksigen dipergunakan oleh otak.
Otak memerlukan suplay darah kira-kira 750 ml/menit. Kekurangan
suplay darah ke otak akan menimbulkan kerusakan jaringan otak yang
menetap. Otak secara umum diperdarahi oleh dua pasang arteri utama
yaituArteri vertebra dan arteri karotis interna. Kedua arteri ini
membentuk jaringan pembuluh darah kolateral yang disebut Circle
Willis. Arteri vertebra memenuhi kebutuhan darah otak bagian
posterior, diensefalon,batang otak, secebelum dan oksipital. Arteri
karotis bagian interna untuk memenuhi sebagian besar hemisfer
kecuali oksipital, basal ganglia dan 2/3 di atas encephalon (Tarwoto,
2013).

B. DEFINISI
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang
berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (global) dengan
gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang
menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskular (Muttaqin, 2008).
Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak
yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan
bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja. (Arif Muttaqin, 2008).
9

Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan


peredaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian
jaringan otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita
kelumpuhan atau kematian. (Fransisca B. Batticaca, 2008).
Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi karena pembuluh
darah di otak pecah sehingga timbul iskhemik dan hipoksia di hilir.
Penyebab stroke hemoragi antara lain: hipertensi, pecahnya aneurisma,
malformasi arteri venosa. Biasanya kejadiannya saat melakukan
aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat.
Kesadaran pasien umumnya menurun (Ria Artiani, 2009).
Stroke hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah
sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes
ke dalam suatu daerah di otak dan kemudian merusaknya (M. Adib,
2009).
Stroke adalah suatu sindroma yang mempunyai karakteristik suatu
serangan yang mendadak, nonkonvulsif yang disebabkan karena
gangguan darah dan otak non traumatik (Tarwoto, 2013).
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa stroke hemoragik adalah
salah satu jenis stroke yang disebabkan karena pecahnya pembuluh
darah di otak sehingga darah tidak dapat mengalir secara semestinya
yang menyebabkan otak mengalami hipoksia dan berakhir dengan
kelumpuhan.

C. ETIOLOGI
Penyebab stroke hemoragik biasanya diakibatkan dari hemoragi
serebral (pecahnya pembuluh darah serebral dengan pendarahan
kedalam jaringan otak atau seluruh ruang sekitar otak). Akibatnya
adalah penghentian suplai darah ke otak. Hemoragi serebral dapat
terjadi di berbagai tempat yaitu :
1. Hemoragi subakhranoid
2. Hemoragi intraserebral
10

Faktor resiko penyakit stroke menyerupai faktor resiko penyakit


jantung iskemik :

1. Usia
2. Jenis kelamin: pada wanita premonophous lebih rendah, tapi pada
wanita post monophous sama resiko dengan pria
3. Hipertensi
4. Diabetes Melitus
5. Keadaan hiperviskositas berbagai kelainan jantung
6. Koagulopati karena berbagai komponen darah antara lain
hiperfibrinogenia
7. Genetik
8. Hipovolemia dan syook (Aru W, Sedoyo dkk, 2006).

D. EPIDEMIOLOGI
Stroke merupakan masalah kesehatan yang utama bagi
masyarakatmodern saat ini. Dewasa ini, stroke semakin menjadi
masalah serius yang dihadapi hampir diseluruh dunia. Hal tersebut
dikarenakan serangan stroke yang mendadak dapat mengakibatkan
kematian, kecacatan fisik dan mental baik pada usia produktif maupun
usia lanjut (Junaidi, 2011).
Menurut WHO (World Health Organization) tahun 2012, kematian
akibat stroke sebesar 51% di seluruh dunia disebabkan oleh tekanan
darah tinggi. Selain itu, diperkirakan sebesar 16% kematian stroke
disebabkan tingginya kadar glukosa darah dalam tubuh. Tingginya
kadar gula darah dalam tubuh secara patologis berperan dalam
peningkatan konsentrasi glikoprotein, yang merupakan pencetus
beberapa penyakit vaskuler. Kadar glukosa darah yang tinggi pada saat
stroke akan memperbesar kemungkinan meluasnya area infark karena
terbentuknya asam laktat akibat metabolisme glukosa secara anaerobik
yang merusak jaringan otak (Rico dkk, 2008).
Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013, prevalensi penyakit
stroke di Indonesia meningkat seiring bertambahnya umur. Kasus
11

stroke tertinggi yang terdiagnosis tenaga kesehatan adalah usia 75


tahun keatas (43,1%) dan terendah pada kelompok usia 15-24 tahun
yaitu sebesar 0,2%. Prevalensi stroke berdasarkan jenis kelamin lebih
banyak laki-laki (7,1%) dibandingkan dengan perempuan (6,8%).
Berdasarkan tempat tinggal, prevalensi stroke di perkotaan lebih tinggi
(8,2%) dibandingkan dengan daerah pedesaan (5,7%). Berdasarkan
data 10 besar penyakit terbanyak di Indonesia tahun 2013, prevalensi
kasus stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan
sebesar 7,0 per mill dan 12,1 per mill untuk yang terdiagnosis
memiliki gejala stroke. Prevalensi kasus stroke tertinggi terdapat di
Provinsi Sulawesi Utara (10,8%) dan terendah di Provinsi Papua
(2,3%), sedangkan Provinsi Jawa Tengah sebesar 7,7%. Prevalensi
stroke antara laki-laki dengan perempuan hampir sama (Kemenkes,
2013).

E. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis dari stroke perdarahan ditinjau berdasarkan
jenisnya sebagai berikut.
1. Perdarahan intraserebral
Perdarahan intraserebral ditemukan pada 10% dari seluruh
kasus stroke, terdiri dari 80% di hemisfer otak dan sisanya di
batang otak dan serebelum. Gejala klinisnya sebagai berikut.
a. Onset perdarahan bersifat mendadak, terutama sewaktu
melakukan aktivitas dan dapat didahului oleh gejala prodromal
berupa peningkatan tekanan darah yaitu nyeri kepala, mual,
muntah, gangguan memori, bingung, perdarahan retina, dan
epistaksis.
b. Penurunan kesadaran yang berat sampai koma disertai
hemiplegia/hemiparese dan dapat disertai kejang fokal / umum.
c. Tanda-tanda penekanan batang otak, gejala pupil unilateral,
refleks pergerakan bola mata menghilang dan deserebrasi
12

d. Dapat dijumpai tanda-tanda tekanan tinggi intrakranial (TTIK),


misalnya papiledema dan perdarahan subhialoid.
2. Perdarahan subarachnoid
Perdarahan subarakhnoid adalah suatu keadaan dimana terjadi
perdarahan di ruang subarakhnoid yang timbul secara primer.
Gejala klinisnya adalah sebagai berikut:
a. Onset penyakit berupa nyeri kepala mendadak seperti meledak,
dramatis, berlangsung dalam 1 – 2 detik sampai 1 menit.
b. Vertigo, mual, muntah, banyak keringat, mengigil, mudah
terangsang, gelisah dan kejang.
c. Dapat ditemukan penurunan kesadaran dan kemudian sadar
dalam beberapa menit sampai beberapa jam. Dijumpai gejala-
gejala rangsang meningen, Perdarahan retina berupa
perdarahan subhialid merupakan gejala karakteristik
perdarahan subarakhnoid, Gangguan fungsi otonom berupa
bradikardi atau takikardi, hipotensi atau hipertensi, banyak
keringat, suhu badan meningkat, atau gangguan pernafasan.

F. KOMPLIKASI
1. Infark serebri
2. Epistaksis
3. Peningkatan TIK, tonus otot abnormal
4. Kamatian bila tidak dapat mengontrol respon penapasan atau
kardiovaskular.

G. PATOFISIOLOGI
1) Perdarahan intra cerebral.
Pecahnya pembuluh darah otak terutama karena hipertensi
mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk
massa atau hematom yang menekan jaringan otak dan
menimbulkan oedema di sekitar otak. Peningkatan TIK yang
terjadi dengan cepat dapat mengakibatkan kematian yang
13

mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intra cerebral sering


dijumpai di daerah putamen, talamus, sub kortikal, nukleus
kaudatus, pon, dan cerebellum. Hipertensi kronis mengakibatkan
perubahan struktur dinding permbuluh darah berupa lipohyalinosis
atau nekrosis fibrinoid.
2) Perdarahan sub arachnoid.
Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau AVM.
Aneurisma paling sering didapat pada percabangan pembuluh
darah besar di sirkulasi willisi. AVM dapat dijumpai pada jaringan
otak dipermukaan pia meter dan ventrikel otak, ataupun didalam
ventrikel otak dan ruang subarakhnoid. Pecahnya arteri dan
keluarnya darah keruang subarakhnoid mengakibatkan tarjadinya
peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur peka
nyeri, sehinga timbul nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai
kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak lainnya.
Peningkatam TIK yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan
subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan
subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah
serebral. Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah
timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan dapat
menghilang setelah minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme diduga
karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan
dilepaskan kedalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri
di ruang subarakhnoid. Vasospasme ini dapat mengakibatkan
disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun
fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia dan lain-lain).
Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel saraf hampir
seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan O2
jadi kerusakan, kekurangan aliran darah otak walau sebentar akan
menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan
glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang
14

dari 20 mg% karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa


sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga
bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala
disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha
memenuhi O2 melalui proses metabolik anaerob,yang dapat
menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak.
15

(Sumber: Nurarif. A. Huda &Kusuma. H. 2013)


16

H. DIAGNOSA MEDIK
Pmeriksaan Penunjang Stroke Hemoragik
1. Angiografi cerebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik
seperti perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk
mencari sumber perdarahan seperti aneurism atau malformasi
vascular.
2. Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan
lumbal menunjukkan adanya hemoragi pada subarakhnoid atau
perdarahan pada intrakranial.
3. CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema,
posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia
dan posisinya secara pasti.
4. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi
dan bsar terjadinya perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area
yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
5. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul
dan dampak dari jaringan yang infrak sehingga menurunnya impuls
listrik dalam jaringan otak.

I. PENATALAKSANAAN
1. Non Medis
Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda
vital dengan melakukan tindakan sebagai berikut:
a. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan
pengisapan lendiryang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan
trakeostomi, membantu pernafasan.
17

b. Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien,


termasuk untuk usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
c. Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.
d. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan
secepat mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan
dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
e. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK dengan
meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala
yang berlebihan.
f. Mengurangi asupan kolesterol dan lemak jenuh
g. Tidak merokok
h. Kontrol diabetes dan berat badan
i. Olahraga teratur dan mengurangi stress
j. Konsumsi makanan kaya serat
k. Pembedahan tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah
cerebral:
1) Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis,
yaitu dengan membuka arteri karotis di leher.
2) Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan
dan manfaatnya paling dirasakan oleh pasien TIA.
3) Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
4) Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada
aneurisma.
2. Medis
a. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara
percobaan, tetapi maknanya: pada tubuh manusia belum dapat
dibuktikan.
b. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid,
papaverin intra arterial.
c. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk
menghambat reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi
sesudah ulserasi alteroma.
18

d. Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/


memberatnya trombosis atau emboli di tempat lain di sistem
kardiovaskuler.

J. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


1. Pengkajian
Menurut Arif Muttaqin, (2008) Asuhan keperawatan pada
pasien stroke dilakukan melalui pengkajian keperawatan stroke
meliputi anamnesis riwayat penyakit, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan diagnostik, dan pengkajian psikososial.
a. Primary Survey (Survey Primer)
Semua prosedur penanganan gawat darurat dengan kejadian
trauma, maka langkah pertama yang dilakukan sejak detik
pertama pasien masuk instalasi gawat darurat adalah
pemeriksaan secara cepat dan efisien disebut sebagai primary
survey. Dasar dari pemeriksaan primary survey adalah ABCD,
yaitu Airway (jalan nafas), Breathing (pernafasan), Circulation
(sirkulasi darah), Disability (status neurologi)
(Wahjoepramono, 2015).
1) Airway ( Menjaga Jalan Nafas) dengan kontrol servikal
AirwayManajemen merupakan suatu hal yang
terpenting dalam melakukan resusitasi dan membutuhkan
ketrampilan khusus dengan penanganan keadaan gawat
darurat. Oleh sebab itu, hal yang pertama harus segera
dinilai adalah kelancaran jalan nafas, meliputi pemeriksaan
jalan nafas yang dapat disebabkan oleh benda asing, fraktur
manibula atau maksila, fraktur laring (Dewi, 2013
dalamSetyawan, 2015).
Adapun gangguan jalan nafas (airway) terjadi
dikarenakan lidah yang jatuh kebelakang. Ketika cedera
tidak ada di daerah cervikal, dengan posisi kepala ekstensi,
jika tidak membantu maka akan dilakukan pemasangan
19

pipa orofaring atau pipa endotrakeal dan dilakukan


pembersihan dibagian mulut dengan adanya lendir, darah,
muntahan, atau gigi palsu (Wahjoepramono, (2005).
Gangguan airway ini juga dapat timbul secara mendadak
dan total, perlahan-lahan dan secara berulang (Dewi, 2013
dalam Setyawan, 2015 ).
Bebasnya jalan nafas paling terpenting bagi
kecukupan ventilasi dan oksigenasi. Ketika penderita tidak
mampu dalam mempertahankan jalan nafas, oleh karena itu,
patensi jalan nafas harus segera dipertahankan dengan cara
buatan, diantaranya : reposisi, chin lift, jaw thrust, atau
melakukan penyisipan airway orofaringeal serta
nasofaringeal (Smith, Davidson, Sue, 2007). Dalam usaha
untuk membebaskan jalan nafas harus segera melindungi
pada vertebra servikal. Hal ini dapat dimulai dengan
melakukan chin lift atau jaw thrust. Pada pasien yang dapat
berbicara, dianggap bahwa jalan nafasnya bersih, walaupun
penilaian terhadap airway harus tetap dilakukan.
Pasiendengan gangguan kesadaran atau Glasgow Coma
Scale< 8 ini memerlukan pemasangan airwaydefinitif.
Adanya gerakan motorik yang tidak bertujuan dalam
mengindikasikan diperlukan pada airway definitif.
Teknik-teknik dalam mempertahankan airway:
a) Head tilt
Ketika pasien tidak sadar, sebaiknya dibaringkan
dalam posisi terlentang dan horizontal, kecuali pada
pembersihan jalan nafas dimana bahu dan kepala
penderita harus segera direndahkan dengan posisi
semilateral untuk memudahkan drainase lendir, muntah
atau benda asing. Kepala diekstensikan dengan cara
meletakkan satu tangan di bawah leher penderita pada
dahi depan penderita sambil mendorong atau
20

menekanke belakang. Posisi ini tetap dipertahankan


dengan berusaha dalam memberikan inflasi bertekanan
positif secara intermittena (Alkatri, 2007).
b) Chin lift
Salah satu tangan pada jari-jemari diletakkan bawah
rahang, dengan hati-hati kemudian diangkat keatas
untuk membawa dagu ke arah depan. Ibu jari yang
sama, dengan ringan akan menekan pada bibir di bagian
bawah untuk membuka mulut, ibu jari juga diletakkan
di belakang gigi seri (incisor)bagianbawah secara
bersamaan, dagu secara hati-hati diangkat. Manuver
chin lift akan menyebabkan hiperekstensi leher.
Manuver dapat berguna pada korban yang mengalami
trauma karena tidak membahayakan oleh pasien dengan
patahnya ruas tulang leher atau mengubah patah tulang
tanpa cedera spinal menjadi patah tulang dengan cedera
spinal.
c) Jaw thrust
Ketika penolong berada disebelah atas kepala
penderita, kedua tangan pada mandibula, jari kelingking
dan manis kanan maupun kiri berada pada angulus
mandibula, jari tengah serta telunjuk kanan maupun kiri
yang berada pada mentum mandibula. Selain itu,
mandibula ini diangkat ke atas melewati molar pada
maxila (Arifin, 2012).
d) Oropharingeal Airway (OPA)
Salah satu pada indikasi yaituAirway orofaringeal
digunakan untuk membebaskan jalan nafas pada pasien
yang kehilangan refleks jalan nafas bagian bawah
(Krisanty, 2009). Diantaranya teknik ini yaitu posisikan
kepala pasien lurus dengan tubuh, pilih ukuran pipa
orofaring sesuai dengan pasien. Dalam hal ini dilakukan
21

dengan cara menyesuaikan ukuran pipa orofaring dari


tragus (anak telinga) sampai ke sudut bibir. Masukkan
pada pipa orofaring dengan tangan kanan.
Pada lengkungan menghadap ke atas (arah terbalik),
kemudian masukkan ke dalam rongga mulut. Setelah
itu, ujung pipa mengenai palatum durum putar pipa ke
arah 180 derajat dan dorong pipa dengan cara
melakukan jaw thrust maupun kedua ibu jari tangan
tersebut menekan sambil mendorong pada pangkal pipa
orofaring secara hati-hati sampai bagian yang keras dari
pipa orofaring. Periksa dan pastikan jalan nafas bebas,
(Lihat, rasa, dengar). Fiksasi pipa orofaring dengan cara
diplester di bagian pinggir atas maupun bawah pangkal
pipa dan rekatkan plester sampai ke pipi pasien (Arifin,
2012).
e) Nasopharingeal Airway
Salah satu pada indikasi airway nasopharingeal ini
disukai dibandingkan dengan airway orofaring pada
pasien dalam memberikan respon, oleh karena itu, dapat
diterima dan lebih kecil kemungkinan dapat
merangsang muntah (ATLS, 2004).Diantaranya teknik
ini yaitu posisikan kepala pasien lurus dengan tubuh,
Pilihlah ukuran pipa nasofaring sesuai dengan cara
menyesuaikan ukuran pada pipa nasofaring dari lubang
hidung sampai tragus (anak telinga). Pada pipa
nasofaring akan diberikan pelicin dengan jelly (gunakan
kasa yang sudah di beri jelly). setelah itu, masukkan
pipa naso-faring dengan cara tangan kanan memegang
pangkal pipa nasofaring, lengkungan menghadap ke
arah mulut bagian bawah. Masukkan ke dalam rongga
hidung secara perlahan sampai batas pangkal pipa
22

dandipastikan jalan nafasnya bebas (lihat, dengar, rasa)


(Arifin, 2012).
Jika pernafasannya membaik, jaga agar jalan nafas
tetap terbuka dan periksa dengan cara harus dinilai Menurut
Pusbankes 118, (2015:
a) Lihat (Look) yaitumelihat pergerakan naik turunnya
dada yang simetris, jika tidak simetris maka perlu dicari
kelainan intra-thorakal atau fail chest. Amati frekuensi
nafas terlalu cepat maupun lambat.
b) Dengar (Listen) yaitu mendengar adanya suara
pernafasan pada auskultasi kedua paru, vesikuler
normal atau suara menghilang, adanya rhonkhi yang
menjadi petunjuk kelainan intra-thorakal.
c) Rasakan (Feel) yaitu merasakan adanya hembusan
nafas.
2) Breathing
Oksigen terpenting bagi kehidupan. Sel-sel tubuh
memerlukan pasokan konstan O2 digunakan untuk
menunjang reaksi kimiawi penghasil energi dan
menghasilkan CO2 yang harus dikeluarkan secara terus
menerus (Dewi, 2013). Terbukanya airway yaitu langkah
awal yang tepenting untuk pemberian oksigenkonsenterasi
tinggi (nonrebreather mask 11-12 liter/menit). Oksigenasi
menunjukkan pengiriman oksigen sesuai ke jaringan ini
untuk memenuhi kebutuhan metabolik, efektivitas ventilasi
dapat dinilai secara klinis (Krisanty, 2009).
Gangguan pernafasan (breathing) terjadi adanya
gangguan bersifat sentral maupun perifer. Kelainan perifer
disebabkan karena akibat dari adanya aspirasi atau trauma
dada yang menyebabkan pneumothorax atau gangguan
gerakan pernafasan. Hal ini terjadi karena kerusakan pusat
napas di otak (Wahjoepramono, 2005).Oleh sebab itu, hal
23

yang pertama harus segera dinilai yaitu perhatikan kontrol


servikal in-line immobilisasi dengan buka leher dan dada
penderita, tentukan dengan laju dan dalamnya pernafasan,
lakukan inspeksi dan palpasi leher dan thoraks untuk
mengenali kemungkinan deviasi trakhea, espansi thoraks
yang simetris, perhatikan pemakaian otot-otot tambahan
dan tanda-tanda cedera, lakukan perkusi thoraks untuk
menentukan redup atau hipersonor dan auskultasi pada
thoraks bilateral (Greenberg 2005 dalam Arsani, 2011).
Disamping itu, nilai PaO2 yang direkomendasikan >75
mmHg dan kadar PaCO2 yaitu 35-38 mmHg (Arifin,
(2013).
Ketika pernafasan tidak adekuat, ventilasi dengan
menggunakan teknik bag-valve-face-maskini cara yang
lebih efektif jika dilakukan oleh dua orang dimana kedua
tangan dari salah satu petugas (ATLAS, 2004)
Adapun cara untuk melakukan pemasangan face-mask
(Arifin, 2012) :
a) Posisikan kepala lurus dengan tubuh
b) Pilih ukuran yang sesuai ketika sungkup muka dapat
menutupi hidung dan mulut pasien, tidak ada kebocoran
c) Letakkan sungkup muka bagian yang lebar di bagian
mulut
d) Jari kelingking tangan kiri penolong diposisikan pada
angulus mandibula, jari manis dan tengah memegang
rumus mandibula, ibu jari dan telunjuk memegang serta
memfiksasi sungkup muka.
e) Gerakan tangan kiri ke penolong untuk
mengekstensikan seikit kepala pasien
f) Pastikan tidak ada kebocoran dari sungkup muka yang
telah dipasangkan
24

g) Jika kesulitan, gunakan dengan kedua tangan secara


bersama-sama (tangan kanan dan kiri memegang
mandibula dan sungkup muka bersama-sama
h) Pastikan jalan nafas bebas (lihat, dengar, rasa)
i) Jika yang digunakan AMBU-BAG, maka tangan kiri
memfiksasi sungkup muka, sedangkan tangan kanan
digunakan untuk memegang bag (kantong) resevoir
sekaligus pompa nafas bantu (squeeze-bag). Pusbankes
118, (2015), Ventilasi dengan bag Valve Mask (BVM)
memiliki konsentrasi oksigen pada pemakaian BVM,
yaitu :
i. (Tanpa tambahan oksigenyaitu oksigen dari udara
kamar (21%)
ii. Tambahkan oksigen yaitu maksimal tergantung
aliran oksigen (50℅)
iii. Kantong cadangan yaitu penderita rusaha bernafas
dengan diberikan nafas bantuan (assisted
ventilation) (100℅).
3) Circulation (kontrol perdarahan)
Perdarahan merupakan salah satu penyebab kematian
setelah truma (Krisanty, 2009). Gangguan sirkulasi
(circulation) terjadi karena cedera otak, dan faktor ekstra
kranial. Gangguan ini terjadi kondisi hipovolemia yang
mengakibatkan pendarahan luar, atau ruptur organ dalam
abdomen, trauma dada, tamponade jantung atau
pneumothoraks dan syok septik. (Wahjoepramono, (2005).
Pada shock hipovolemik ini dibatasi dengan tekanan
darah kurang dari 90 mmHg dan dapat mengalami
penurunan tekanan darah yang berpengaruh terhadap
tingkat kinerja otak (Arifin, 2013) Oleh sebab itu, hal yang
pertama harus segera dinilai adalah mengetahui sumber
perdarahan eksternal dan internal, tingkat kesadaran, nadi
25

dan periksa warna kulit dan tekanan darah (Greenberg 2005


dalam Arsani, 2011& ATLS 2004), yaitu:
a) Tingkat kesadaran yaitu ketika volume darah menurun
perfusi otak juga berkurang yang dapat menyebabkan
penurunan tingkat kesadaran.
b) Warna Kulit, yaitu berupa wajah yang keabu-abuan dan
kulit ekstremitas yang pucat merupakan tanda
hipovolemia.
c) Nadi adalah pemeriksaan nadi yang dilakukan pada nadi
terbesar seperti a. femoralis dan a. karotis (kanan kiri),
untuk kekuatan nadi, kecepatan dan irama.
Dalam keadaan darurat yang tidak tersedia alat-alat,
maka secara cepat dapat memperkirakan tekanan darah
dengan meraba pulsasi (Dewi, 2013), yaitu :
a) Ketika teraba pulsasi pada arteri radial, maka tekanan
darah minimal 80 mmHg sistol
b) Ketika teraba pulsasi pada arteri brachial, maka tekanan
darah minimal 70 mmHg sistol
c) Ketika teraba pulsasi pada arteri femoral, maka tekanan
darah minimal 70 mmHg sistol
d) Ketika teraba pulsasi pada arteri carotid, maka tekanan
darah minimal 60 mmHg sistol
Pengelolaan dalam mengontrol perdarahan, Greenberg
dalam Arsani, 2011 antara lain :
a) Penekanan langsung pada sumber perdarahan eksternal
Perdarahan eksternal segera dihentikan dengan
penekanan pada luka. Cairan resusitasi yang dipakai
yaitu Ringer Laktat atau NaCl 0,9℅ adanya dua jalur
dari intra vena. Pemberian cairan jangan diragukan,
karena cedera sekunder akibat dari hipotensi lebih
berbahaya terhadap cedera otak dibanding edema pada
otak akibat adanya pemberian cairan yang berlebihan.
26

b) Kenali perdarahan internal, kebutuhan untuk intervensi


bedah serta konsultasi pada ahli bedah
c) Pasangkan kateter IV 2 jalur ukuranterbesar sekaligus
mengambil sampel darah untuk pemeriksaan rutin,
kimia darah, tes kehamilan (pada wanita usia subur),
golongan darah dan cross-match serta Analisa Gas
Darah (BGA).
d) Berikan cairan kristaloid telah dihangatkan dengan
tetesan tercepat, pasangkan PSAG/bidai pneumatik
untuk mengontrol perdarahan pada pasien fraktur
pelvis.
e) Fraktur pelvis yang mengancam nyawa, cegah adanya
hipotermia dengan posisi tidur yaitu kepala diposisikan
datar, cegah head down (kepala lebih rendah dari leher)
karena dapat menyebabkan bendungan vena di kepala
serta menaikkan tekanan intracranial.
4) Disability
Menjelang akhir primary survey dilakukan evaluasi
terhadap keadaan neurologis secara cepat (ATLS, 2004).
Selain itu,Pemeriksaan neurologis secara cepat yaitu
dengan menggunakan metode AVPU (Allert, Voice
respone, Pain respone, Unrespone) (Pusbankes 118,
(2015).Hal ini yang dinilai yaitu tingkat kesadaran dengan
memakai skor GCS/PTS, ukuran dan reaksi pupil (Musliha,
(2010). Dalam hal ini, penurunan kesadaran dapat
disebabkan oleh adanya penurunan oksigenasi atau perfusi
ke otak serta trauma langsung (Pusbankes 118, 2015).
Menurut Greenberg, (2005) dalam Arsani (2011), bahwa
nilai pupil dilihat dari besarnya isokor, reflek cahaya, awasi
adanya tanda-tanda lateralisasi, evaluasi maupun Re-
evaluasi airway, oksigenasi, ventilasi serta circulation.
27

5) Exposure
Pada exposure merupakan bagian terakhir dari primary
survey,pasien harus dibuka keseluruhan pakaiannya untuk
melakukan pemeriksaan thoraks kemudian diberikan
selimut hangat, cairan intravena yeng telah dihangatkan dan
ditempatkan pada ruangan cukup hangat ini dilakukan pada
saat dirumah sakit (Musliha, 2010). Periksa punggung
dengan memiringkan pasien dengan cara long roll (Dewi,
2013). Pemeriksaan seluruh bagian tubuh harus segera
dilakukan tindakan agar mencegah terjadinya hiportermia.
Dalam pemeriksaan penunjang ini dilakukan pada
survey primer, yaitu pemeriksaan saturasi oksigen dengan
pulse oxymetri, foto thoraks, dan foto polos abdomen.
Tindakan lainnyaseperti pemasangan monitor EKG, kateter
dan NGT (Pusbankes 118, 2015).
b. Secondary Survey
Pemeriksaan dilakukan setelah pasien dengan keadaan
stabil dan dipastikan airway, breathing dan sirkulasidapat
membaik. Prinsip survey sekunder adalah memeriksa ke
seluruh tubuh yang lebih teliti dimulai dari ujung rambut
sampai ujung kaki ( head to toe) baik pada tubuh dari bagian
depan maupun belakang serta evaluasi ulang terhadap
pemeriksaan tanda vital penderita. Dimulai dengan anamnesa
yang singkat meliputi AMPLE (allergi, medication, past
illness, last meal dan event of injury). Pemeriksaan penunjang
ini dapat dilakukan pada fase meliputi foto thoraks (Pusbankes
118, 2015).
Penanganan klinis mempunyai tahap yang menggunakan
prosedur 5B,menurut Wahjoepramono (2005), yaitu :
28

1) Breathing
Perhatikan adanya frekuensi dan jenis pernafasan,
pembebasan obstruksi jalan nafas, oksigenasi yang cukup,
atau adanya hiperventilasi jika diperlukan.
2) Blood
Pada pengukuran tekanan darah dan pemeriksaan
laboratorium seperti Hb dan leukosit.
3) Brain
Langkah awal penilaian ditentukan pada respon mata,
motorik, dan verbal (GCS). Ketika memburuk perlu
pemeriksaan keadaan pupil serta gerakan bola mata.
4) Bladder
Kandung kemih segera dikosongkan dengan pemasangan
kateter.
5) Bowel
Usus yang penuh cenderung akan meningkatkan tekanan
intrakranial dan pemeriksaan.
c. Re-evaluasi penderita
Penilaian ulang terhadap penderita, dengan mencatat dan
melaporkan setiap adanya perubahan pada kondisi serta respon
terhadap resusitasi, kemudian monitoring tanda-tanda vital
maupun jumlah urin, dan pemakaian analgesik yang tepat.
d. Transfer ke pusat rujukan yang lebih baik.
1) Penderita dapat dirujuk jika rumah sakit tidak mampu
menangani pasien karena adanya keterbatasan SDM
maupun fasilitas serta keadaan pasien yang masih
dimungkinkan untuk dirujuk.
2) Tentukan indikasi rujukan, prosedur rujukan dan kebutuhan
penderita selama dalam komunikasi dengan dokter pada
pusat rujukan yang dituju.
29

2. Diagnosa keperawatan
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral.
b. Hambatan komunikasi verbal.
c. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting.
d. Kerusakan mobilitas fisik .
e. Resiko kerusakan integritas kulit.
f. Resiko Aspirasi.
g. Resiko injuri

K. NURSING CARE MANAGEMEN


DIAGNOSA INTERVENSI RASIONAL
1) Ketidakefektifan 1) Kaji tanda-tanda 1) Tanda-tanda vital
perfusi jaringan vital. merupakan suatu
serebral indikator perubahan
berhubungan dengan perfusi akibat respon
gangguan pertahanan tubuh
transportasi O2 pasien.

2) Kaji tingkat 2) Kesadaran pasien akan


kesadaran pasien. menurun jika kurangnya
suplay nutrisi penting
untuk otak.

3) Kaji adanya keluhan 3) Nyeri kepala


nyeri kepala. merupakan suatu
pertanda
ketidakefektifan perfusi
jaringan serebral karena
peningkatan TIK
maupun karena
kurangnya oksigen di
otak.

4) Anjurkan pasien 4) Aktivitas yang


menghindari berlebihan
aktivitas yang mengakibatkan
berlebihan. ketidakseimbangan
kepala yang memicu
peningkatan TIK.

5) Kaji sensori dan 5) Gangguan pada perfusi


motorik pasien. jaringan serebral akan
mempengaruhi kerja
30

dalam memberikan
stimulus pada saraf
dalam memberikan
respon pada sensori dan
motorik.
2) Hambatan 1) Kaji kemampuan 1) Pada pasien yang
komunikasi verbal komunikasi verbal mengalami cedera pada
berhubungan dengan pasien. kepala terutama stroke
perubahan system akan mengalami
syaraf hambatan dalam
berbicara akibat trauma
pada persyarafannya.

2) Dengarkan setiap 2) Mendengarkan dengan


ucapan klien dengan penuh perhatian
penuh perhatian. memberikan efek
motivasi pada pasien
dalam berbicara.

3) Gunakan kata-kata 3) Dengan kata-kata yang


pendek saat pendek maka pasien
berinteraksi dengan lebih mudah memahami
pasien. maksud yang kita
sampaikan.

4) Failitasi pasien 4) Alat bantu komunikasi


dengan alat bantu dapat memberikan
komunikasi seperti metode komunikasi
papan alfabet, alternatif.
papan tulis kecil,
pena, kertas, atau
papan gambar.

5) Libatkan keluarga 5) Keterlibatan keluarga


untuk membantu akan menambah
memahami / keefektifan
memahamkan keberhasilan intervensi
informasi dari / ke karena pasien akan
klien. termotivasi dan semakin
banyak waktu latihan
bicara karena keluarga
yang paling lama dekat
dengan pasien.
3) Defisit perawatan 1) Kaji kemampuan 1) Dengan mengkaji
diri;mandi, pasien dalam kemampuan pasien
berpakaian, makan melakukan perawatan dalam melakukan
berhubungan dengan dirinya. perawatan diri, maka
31

kelemahan fisik perawat dapat


mengkategorikan
kebutuhan bantuan atau
kemandirian pasien
dalam perawatannya.

2) Kaji kebutuhan 2) Alat-alat bantu dalam


pasien akan alat-alat perawatan diri pasien
bantu dalam dapat memaksimalkan
melakukan perawatan hasil yang didapat
dirinya. dalam tindakan
perawatan diri.

3) Berikan bantuan pada 3) Dengan memberikan


pasien. bantuan kepada pasien
memicu rasa motivasi
pasien.

4) Libatkan keluarga 4) Keluarga adalah orang


dalam pemenuhan terdekat pasien, pasien
kebutuhan perawatan akan merasa aman dan
diri pasien. nyaman dalam
melakukan perawatan
jika didampingi oleh
keluarga.
4) Hambatan mobilitas 1) Kaji kekuatan pasien 1) Pada pasien yang
fisik berhubungan dalam mobilisasi. mengalami cedera pada
dengan gangguan kepala (stroke) sering
neurologis mengalami kelumpuhan
anggota tubuh

2) Ubah posisi pasien 2 2) Mengubah posisi 2 jam


jam sekali. sekali meminimalkan
kerusakan kulit dan
mengurangi tekanan.

3) Kaji kebutuhan 3) Dapat mengetahui alat


pasien akan alat yang pas untuk
bantu mobilisasi. membantu kebutuhan
pasien dalam latihan
mobilisasi.

4) Dorong pasien 4) Dapat memberikan


melakukan latihan motivasi secara psikis
gerak. pasien agar rutin dan
semangat melakukan
mobilisasi.
32

5) Konsultasikan 5) Membantu rehabilitasi


dengan ahli defisit mobilisasi.
fisioterapi dalam
latihan mobilisasi
pasien.
5) Resiko kerusakan 1) Inspeksi keadaan 1) Deteksi dini terhadap
integritas kulit kulit pasien. perubahan kulit dapat
berhubungan dengan mencegah atau
hambatan mobilisasi meminimalkan
fisik kerusakan kulit.

2) Ubah posisi pasien 2 2) Dapat mengurangi


jam sekali. tekanan pada jaringan,
meningkatkan sirkulasi
dan mencegah
kerusakan kulit.

3) Dorong pasien 3) Latihan fisik dapat


melakukan ambulasi. mencegah atrofi otot
dan kontraktur dan
mengurangi penekanan.

4) Gunakan alat atau 4) Mencegah


bahan perawatan ketidaknyaman dan
kulit bantal, busa, kerusakan kulit.
handbody.

5) Pertahankan 5) Mengurangi resiko


kebersihan kulit iritasi atau infeksi pada
pasien. kulit.

6) Lindungi bagian 6) Bagian penonjolan


tonjolan tulang tulang memiliki sedikit
dengan bantal. lemak sehingga rentang
terjadi perusakan atau
memiliki tekanan yang
kuat sehingga perlu
dilindungi agar
meminimalkan tekanan.

7) Jaga linen pasien 7) Linen yang kering,


tetap kering, bersih lembut serta rapi
dan bebas kerutan. mencegah ekskoriasi
atau kerusakan kulit.
6) Resiko aspirasi 1) Kaji tingkat 1) Pasien yang tidak sadar
berhubungan dengan kesadaran pasien. beresiko mengalami
penurunan kesadaran jatuhnya lidah
33

dipangkal lidah.

2) Pelihara jalan napas. 2) Dengan melihat kondisi


jalan napas dapat
memelihara jalan napas
misalnya dengan
mensuction jika ada
sekret yang dapat
memicu aspirasi.

3) Haluskan makanan 3) Makanan ataupun obat


dan obat sebelum yang tidak dihaluskan
pemeberian. memicu tersumbatnya
jalan napas.
4) Cek ketepatan posisi 4) Jika selang NGT tidak
selang NGT jika pas masuk lambung dan
memakai selang. masuk paru-paru, maka
saat pemberian nutrisi
akan aspirasi.
7) Resiko injuri 1) Kaji tingkat resiko 1) Mempertahankan
berhubungan dengan injuri pasien. keselamatan pasien
penekanan sensorik dengan tindakan
patologi intrakranial preventif.

2) Amankan lingkungan 2) Mengurangi resiko


pasien (penerangan injuri.
yang cukup, pasang
pagar pengaman,
jauhkan pasien dari
benda tajam).

3) Dekatkan barang- 3) Mengurangi tenaga atau


barang kebutuhan ambulasi pasien yang
pasien didekat pasien. dapat memicu injuri
pada keadaan pasien
yang kurang stabil.

4) Anjurkan keluarga 4) Pemantauan dari


memantau pasien keluarga yang banyak
atau menemani menghabiskan waktu
pasien. dengan pasien dapat
mengurangi risiko
injuri.
34

DAFTAR PUSTAKA

Adib,M. (2009). Cara Mudah Memahami dan Menghindari Hipertensi,


Jantung dan Stroke. Edisi ke-2.Yogyakarta : Dianloka
Printika.
Artini, Ria. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan
Sistem Persyarafan. Jakarta: EGC
Arif, M. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Bustan, (2007). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Rineka
Cipta.
Fransisca, B.B. (2008). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan
Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Doenges, Marilynn E.dkk. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan &
Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokume ntasian
Perawatan Pasien. Edisi III.Alih Bahasa: I Made
Kriasa.EGC.Jakarta
NANDA. International. 2015. Diagnosis keperawatan (definisi dan
klasifikasi 2015-2017). Jakarta: EGC
Tarwoto. (2013). Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem
Persarafan. Edisi II Jakarta: Sagung seto.

Anda mungkin juga menyukai