Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

CHOLELITHIASIS (BATU EMPEDU)

I. Konsep Penyakit Batu Empedu


A. Definisi
Kolelitiasis adalah inflamasi akut atau kronis dari kandung empedu,
biasanya berhubungand engan batu empedu yang tersangkut pada duktus
kistik, menyebabkan distensi kandung empedu. (Doenges, Marilynn, E.,
1999).

Kolelitiasis adalah (kalkulus atau kalkuli, batu empedu) biasanya terbentuk


dalam kandung empedu dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan
empedu. Batu empedu memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang sangat
bervariasi. (Smeltzer, Suzanne, C. 2001).

Cholelithiasis (kalkuli/kalkulus, batu empedu) merupakan suatu keadaan


dimanaterdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesica fellea)
yang memilikiukuran, bentuk dan komposisi yang bervariasi. Cholelithiasis
lebih sering dijumpaipada individu berusia diatas 40 tahun terutama pada
wanita dikarenakan memilikifactor resiko,yaitu: obesitas, usia lanjut, diet
tinggi lemak dan genetik.

B. Etiologi
Batu-batu (kalkuli) dibuat oleh kolesterol, kalsium bilirubinat, atau
campuran, disebabkan oleh perubahan pada komposisi empedu. Batu
empedu dapat terjdi pada duktus koledukus, duktus hepatika, dan duktus
pankreas. Kristal dapat juga terbentuk pada submukosa kandung empedu
menyebabkan penyebaran inflamasi. Sering diderita pada usia di atas 40
tahun, banyak terjadi pada wanita. (Doenges, Marilynn, E. 1999).

Batu di dalam kandung empedu. Sebagian besar batu tersusun dari pigmen-
pigmen empedu dan kolesterol, selain itu juga tersusun oleh bilirubin,
kalsium dan protein.
Macam-macam batu yang terbentuk antara lain:
1. batu empedu kolesterol, terjadi karena : kenaikan sekresi kolesterol dan
penurunan produksi empedu.

Faktor lain yang berperan dalam pembentukan batu:


 Infeksi kandung empedu
 Usia yang bertambah
 Obesitas
 Wanita
 Kurang makan sayur
 Obat-obat untuk menurunkan kadar serum kolesterol
Kolesterol yang merupakan unsur normal pembentuk empedu bersifat
tidak larut dalam air. Kelarutannya bergantung pada asam-asam empedu
dan lesitin (fosfolipid) dalam empedu. Pada pasien yang cenderung
menderita batu empedu akan terjadi penurunan sintesis asam empedu dan
peningkatan sintesis kolesterol dalam hati; keadaan ini mengakibatkan
supersaturasi getah empedu oleh kolesterol yang kemudian keluar dari
getah empedu, mengendap dan membentuk batu empedu. Getah empedu
yang jenuh oleh kolesterol merupakan predisposisi untuk timbulnya batu
empedu dan berperan sebagai iritan yang menyebabkan perdangan dalam
kandung empedu.

Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan sebagian dalam


pembentiukan batu empedu, melalui peningkatan dikuamasi sel dan
pembentukan mukus. Mukus meningkatkan viskositas dan unsur seluler
dan bakteri dapat berperan sebagi pusat presipitasi. Akan tetapi infeksi
lenih sering menjadi akibat dari pembentukan batu empedu dari pada
sebab pembentukan batu empedu.

2. Batu pigmen empedu , ada dua macam;


 Batu pigmen hitam : terbentuk di dalam kandung empedu dan disertai
hemolisis kronik/sirosis hati tanpa infeksi
Batu pigmen coklat : bentuk lebih besar , berlapis-lapis, ditemukan
disepanjang saluran empedu, disertai bendungan dan infeksi
Kemungkinan akan terbentuk bila pigmen yang tidak terkonjugasi
dalam empedu mengadakan presipitasi (pengendapan) sehingga terjadi
batu. Resiko terbentuknya batu semacam ini semakin besar pada
pasien sirosis, hemolisis dan infeksi percabangan bilier. Batu ini tidak
dapat dilarutkan dan harus dikeluarkan dengan jalan operasi.

3. Batu saluran empedu


Sering dihubungkan dengan divertikula duodenum didaerah vateri.
Ada dugaan bahwa kelainan anatomi atau pengisian divertikula oleh
makanan akan menyebabkan obstruksi intermiten duktus koledokus
dan bendungan ini memudahkan timbulnya infeksi dan pembentukan
batu.

C. Faktor Resiko
Usia : Setelah 20 tahun, kecepatan pembentukan batu empedu meningkat
setiap dekade. Jumlah kolesterol dalam empedu yang seharusnya meningkat
dengan usia,hal ini disebabkan oleh dislipoproteinemia yang menghasilkan
peningkatan linier dalam ekskresi kolesterol ke dalam empedu dan dengan
sintesis asam empedu berkurang karena aktivitas menurun dari enzim
kolesterol 7α-hidroksilase (CYP7A1).Hemoperfusi dari dinding kantung
empedu menurun dengan usia karena karena adanya perubahan sklerotik.
Hal inimemberikan kontribusi terhadap disfungsi kantung emdpedu, infeksi,
dan peradangan dengan eksudasi ke dalam lumen organ.

Gender : jenis kelamin perempuan adalah faktor risiko secara umum penyakit
batu empedu. Pada wanita usia reproduksi, risiko kolelitiasis adalah 2-3 kali
lebih tinggi dibandingkan pada laki-laki. Kehamilan juga berkontribusi
terhadap pembentukan batu di kantung empedu.Penyakit batu empedu
umumnya pada multipara (paritas 4 kali atau lebih). Perbedaan gender dan
deteksi penyakit batu empedu sering pada wanita hamil terkait dengan latar
belakang hormonal. Peningkatan kadar estrogen diketahui akan
meningkatnya ekskresi kolesterol ke dalam empedu dengan supersaturasi
kolesterol. Selama kehamilan, di samping peningkatan kadar estrogen, fungsi
evakuasi kantung empedu terganggu sehingga menimbulkan bile sludge dan
batu empedu.

Genetik : ada bukti yang berkembang bahwa pembentukan batu empedu


dapat ditentukan secara genetik. Risiko pembentukan batu empedu adalah 2-4
kali lebih tinggi pada individu yang keluarganya menderita penyakit batu
empedu.Dalam kasus penyakit batu empedu dalam keluarga, faktor genetik
memainkan peran dan ditandai dengan diwariskan secara autosomal dominan.
Para studi hubungan dan asosiasi mengidentifikasi transporter kolesterol
ABCG5/G8 sebagai penentu genetik pembentukan batu empedu, atau gen
Lith, pada manusia. Pembawa ABCG5 604Q atau ABCG8 polimorfisme
D19H memiliki peningkatan risiko penyakit batu empedu independen usia,
jenis kelamin dan BMI. Polimorfisme T400K di ABCG8 dapat dikaitkan
dengan kejadian penyakit batu empedu pada laki-laki.Gen yang terkait
dengan pengembangan penyakit batu empedu diasumsikan terletak terutama
pada kromosom 3, 4, 9 dan 11. Gen varian dalam jalur metabolisme lipid
berkontribusi terhadap risiko batu saluran empedu dan kanker, khususnya
saluran empedu. Dengan polimorfisme gen tertentu, terdapat peningkatan
risiko gangguan metabolisme sistemik, menyebabkan sekresi tinggi kolesterol
ke dalam empedu dan kantong empedu disfungsi batu empedu.

Kelebihan berat badan dan obesitas: Kelebihan berat badan dan obesitas
merupakan faktor risiko penting cholelithiasis. Obesitas disertai dengan
peningkatan sintesis dan ekskresi kolesterol ke dalam empedu.Pada saat yang
sama, jumlah kolesterol yang dihasilkan berbanding lurus dengan kelebihan
berat badan. Siklus berat badan, independen dari BMI, dapat meningkatkan
risiko penyakit batu empedu pada pria. Besar berat fluktuasi dan siklus berat
badan lebih banyak dikaitkan dengan risiko yang lebih besar.Reseptor Beta3-
adrenergik (ADRB3) adalah reseptor transmembran sangat disajikan dalam
jaringan adiposa dan dianggap terlibat dalam regulasi lipolisis. ADRB3 juga
sangat disajikan dalam jaringan kandung empedu mungkin terlibat dalam
kontraksi kandung empedu. Diet rendah kalori yang digunakan pada pasien
obesitas menimbulkan ointment-like bile seperti empedu dan batu pada 25%
kasus. Dalam kasus operasi bypass untuk obesitas, kemungkinan cholelithiasis
bahkan lebih tinggi: 50% dari pasien yang ditemukan memiliki batu empedu
dalam 6 bulan pasca operasi. Berat badan disertai dengan peningkatan kadar
musin dan kalsium dalam empedu kistik, sehingga menimbulkan biliary
sludge dan batu empedu di kandung empedu.

Diet: Asupan tinggi kolesterol meningkatkan kadar empedu. Diet rendah serat
memperlambat transit isi usus, yang meran batu empedu Yang peningkatan
pembentukan dan penyerapan asam empedu sekunder dan sifat lithogenic
disempurnakan empedu.Pengolahan karbohidrat meningkatkan saturasi
kolesterol empedu selama dosis kecil alkohol memiliki efek sebaliknya.
Penyakit hati dan pankreas: Dalam sirosis hati, batu empedu terdeteksi di
30% dari pasien. Hal ini menyatakan bahwa subyek dengan HBsAg dan C
virus hepatitis memiliki peningkatan risiko untuk pembentukan batu empedu.
Disfungsi batu empedui metabolik hepar dan lesi saluran empedu yang
disebutkan sebagai penyebab yang mungkin.Dalam sirosis biliar primer, batu
saluran empedu (lebih umum yang pigmen) yang ditemui dalam 39% dari
pasien. Insiden penyakit batu empedu meningkat di hepatosis lemak. Pasien
dengan diabetes mellitus berada pada risiko yang lebih tinggi untuk penyakit
batu empedu, yang dihubungkan dengan hiperkolesterolemia diamati dalam
penyakit ini.

Obat: Estrogen, prednisolon, cyclosporine, azathioprine, sandostatin,


clofibrate, asam nikotinat dan sejumlah obat-obatan jangka panjang lainnya
dapat meningkatkan risiko penyakit batu empedu. Kontrasepsi oral
meningkatkan kejadian penyakit batu empedu pada wanita muda, terutama
pada periode awal penggunaan kontrasepsi oral. Terapi jangka panjang
kortikosteroid dikenal menyebabkan dislipoproteinemia, ditandai dengan
peningkatan total plasma kolesterol, trigliserida, dan low-density lipoprotein
kolesterol. Terapi sitostatik selama transplantasi organ meningkatkan risiko
cholelithiasis.Ceftriaxone sering menyebabkan prespitasi bilier sementara
dan probabilitas meningkat jika Batu empedu muncul untuk menjadi penanda
untuk resistensi insulin, bahkan pada non-diabetes, pria nonobes.
sGD (Concept of ThePathogenesis and Treatment of Cholelithiasis, 2012)

D. Patofiologi
Ada beberapa tipe utama batu empedu : batu yang tersusun dari pigmen dan
batu yang tersusun dari kolesterol.
1. Batu pigmen : kemungkinan akan terbentuk bila pigmen yang tak
terkonjugasi dalam empedu mengadakan presipitasi (pengendapan)
sehingga terjadi batu-batu ini tidak dapat dilarutkan dan harus
dikeluarkan dengan jalan operasi.
2. Batu kolesterol : kolesterol sebagai pembentuk empedu bersifat tidak
larut dalam air, kelarutannya tergantung pada asam empedu dan lesitin
(fosfolipid) dalam empedu. Pasien penderita batu empedu akan terjadi
penurunan sintesis asam empedu dan peningkatan sintesis kolesterol
dalam hati, keadaan ini mengakibatkan supersaturasi getah empedu
yang jenuh oleh kolesterol yang kemudian keluar dari getah empedu,
mengendap dan membentuk batu dan menjadi iritan yang
menyebabkan peradangan dalam kandung empedu (Smeltzer, Suzanne
C., 2000).
3. Penurunan sekresi phosphatidylcholine sebagai penyebab batu
kolesterol ditemukan pada wanita Chili yang hidup hanya memakan
sayuran.
Batu pigmen terdiri atas sebagian besar kalsium bilirubinat (50%)
yang memberikan warna hitam atau coklat pada empedu. Batu hitam
juga mengandung kalsium karbonat dan fosfat, dimana batu coklat
juga mengandung stearat, palmitat dan kolesterol. Peningkatan jumlah
bilirubin tak terkonjugasi pada empedu, yang dipecahkan hanya
dalam micelles, ini merupakan penyebab utama pembentukan batu
empedu, dimana normalnya mengandung hanya 1-2% dalam empedu.

Adapun sebagai penyebab meningkatnya konsentrasi bilirubin tidak


terkonjugasi adalah:

1. Meningkatnya pemecahan hemoglobin seperti pada anemia


hemolitik, yang mana terdapat banyak bilirubin yang akan
mengalami proses konjugasi dengan perantara enzim
glukorunidase dalam hepar, ditemukan kelainan sebagai berikut:

 Penurunan kapasitas konjugasi dalam hepar seperti pada


sirosis hepar

 Dekonjugasi non-enzimatik bilirubin dalam empedu


khususnya monoglukoronat

 Dekonjugasi enzimatik (β-glucosidase) oleh bakteri.


Gambar 3. Skema patofisiologi pembentukan batu empedu kolesterol

Bakteri juga tidak mengkonjugasi secara enzimatik garam empedu sehingga


terjadi pembebasan palmitat dan stearat (dari phoshatidylcholine) dalam
presipitat sebagai garam kalsium. Batu hitam dibentuk oleh tiga mekanisme
pertama diatas, mengandung komponen tambahan, kalsium karbonat dan fosfat,
inilah yang akan menurunkan kapasitas keasaman dalam kandung empedu.
Kandung empedu, dimana komponen spesifik (kolesterol, garam empedu,
phoshatidylcholine) terkonsentrasi dalam waktu yang lama keterikatan dalam
air, juga merupakan bagian penting dalam pembentukan batu empedu.
Gangguan pengosongan kandung empedu bisa menjadi salah satu penyebab
baik karena insufisiensi CCK (tidak ada asam lemak bebas yang dilepaskan
dalam lumen pada insufisiensi pancreas) sehingga rangsangan kontraksi ke
kandung empedu melemah, ataupun karena vagotomy nonselektif tidak terdapat
sinyal kontraksi dan asetilkolin. Kontraksi kandung empedu melemah juga pada
keadaan kehamilan. Saat itu menjadi waktu yang sangat cukup terjadi endapan
kristal untuk membentuk batu yang besar. Peningkatan sekresi mukus
(dirangsang oleh prostaglandin) bisa memicu peningkatan jumlah inti
kristalisasi.
Konsekuensi yang mungkin terjadi pada kolelitiasis adalah kolik. Jika terjadi
penghambatan saluran empedu oleh sumbatan batu empedu, tekanan akan
meningkat dalam saluran empedu dan peningkatan kontraksi peristaltik di
daerah sumbatan menyebabkan nyeri viseral pada daerah epigastrik, mungkin
dengan penyebaran nyeri ke punggung dan disertai muntah.

Gambar 4. Skema patofisiologi pembentukan batu pigmen empedu

TANDA DAN GEJALA

GEJALA AKUT GEJALA KRONIS

TANDA : TANDA:

1. Epigastrium kanan terasa nyeri dan 1. Biasanya tak tampak gambaran


spasme pada abdomen

2. Usaha inspirasi dalam waktu diraba 2. Kadang terdapat nyeri di


pada kwadran kanan atas kwadran kanan atas

3. Kandung empedu membesar dan nyeri

4. Ikterus ringan
GEJALA: GEJALA:

1. Rasa nyeri (kolik empedu) yangMenetap 1. Rasa nyeri (kolik empedu),


Tempat : abdomen bagian atas
2. Mual dan muntah (mid epigastrium), Sifat :
3. Febris (38,5°°C) terpusat di epigastrium
menyebar ke arah skapula
kanan

2. Nausea dan muntah

3. Intoleransi dengan makanan


berlemak

4. Flatulensi

5. Eruktasi (bersendawa)

E. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
Tes laboratorium :

1. Leukosit : 12.000 - 15.000 /iu (N : 5000 - 10.000 iu).


2. Bilirubin : meningkat ringan, (N : < 0,4 mg/dl).
3. Amilase serum meningkat.( N: 17 - 115 unit/100ml).
4. Protrombin menurun, bila aliran dari empedu intestin menurun karena
obstruksi sehingga menyebabkan penurunan absorbsi vitamin K.(cara
Kapilar : 2 - 6 mnt).
5. USG : menunjukkan adanya bendungan /hambatan , hal ini karena
adanya batu empedu dan distensi saluran empedu ( frekuensi sesuai
dengan prosedur diagnostik)
6. Endoscopic Retrograde choledocho pancreaticography (ERCP),
bertujuan untuk melihat kandung empedu, tiga cabang saluran empedu
melalui ductus duodenum.
7. PTC (perkutaneus transhepatik cholengiografi): Pemberian cairan
kontras untuk menentukan adanya batu dan cairan pankreas.
8. Cholecystogram (untuk Cholesistitis kronik) : menunjukkan adanya batu
di sistim billiar.
9. CT Scan : menunjukkan gellbalder pada cysti, dilatasi pada saluran
empedu, obstruksi/obstruksi joundice.
10. Foto Abdomen :Gambaran radiopaque (perkapuran) galstones,
pengapuran pada saluran atau pembesaran pada gallblader. (Smeltzer,
Suzanne, C. 2001)
F. Komplikasi
Kolesistitis akut merupakan komplikasi penyakit batu empedu yang
paling umum dan sering meyebabkan kedaruratan abdomen, khususnya
diantara wanita usia pertengahan dan manula. Peradangan akut dari kandung
empedu, berkaitandengan obstruksi duktus sistikus atau dalam
infundibulum. Radang Kandung empedu (Cholecystitis), Radang saluran
empedu ( Cholangitis), Peritonitis, sepsis, sirosis bilier, kerusakan hati
permanen. (R. Sjamsuhidayat &Wim de Jong, 2005).

G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan non bedah
a. Penatalaksanaan pendukung dan diet
80% dari pasien inflamasi akut kandung empedu sembuh dengan
istirahat, cairan infus, pengisapan nasogastrik, analgesik dan antibiotik.
Diit yang dianjurkan adalah tinggi protein dan karbohidrat.
b. Farmakoterapi
Asam ursodeoksikolat (urdafalk) dan kenodeoksikolat (chenodial,
chenofalk). Fungsinya untuk menghambat sintesis kolesterol dalam
hati dan sekresinya dan tidak desaturasi getah empedu.
c. Pengangkatan batu empedu tanpa pembedahan
Pengangkatan batu empedu : menginfuskan bahan pelarut
(monooktanoin atau metil tertier butil eter (MTBE) ke dalam kandung
empedu.
Pengangkatan non bedah : dengan lewat saluran T-tube dan dengan
alat jaring untuk memegang dan menarik keluar batuyang terjepit
dalam duktus koleduktus.
d. Extracorporal shock-wave lithotripsy (ESWL) : gelombang kejut
berulang yang diarahkan kepada batu empedu yang gelombangnya
dihasilkan dalam media cairan oleh percikan listrik.
Efek samping : petekia kulit dan hematuria mikroskopis

2. Penatalaksanaan bedah
a. Kolesistektomi : paling sering digunakan atau dilakukan : kandung
empedu diangkat setelah arteri dan duktus sistikus diligasi.
b. Minikolesistektomi : mengeluarkan kandung empedu lewat luka
insisi selebar 4 cm.
c. Kolesistektomi laparoskopik (endoskopik) : lewat luka insisi kecil
melalui dinding abdomen pada umbilikus.
d. Koledokostomi : insisi lewat duktus koledokus untuk mengeluarkian
batu empedu.
(Smeltzer, Suzanne C, 2001)
H. Pathway dan Masalah Keperawatan
Ekskresi kolesterol E. coli
bilirubin 
 Masak dalam
Kristalisasi kolesterol empedu
bilirubin 
 Bilirubin glukoronis
Terbentuk batu diubah jadi bilirubin
  bebas
Menyumbat Pergerakan batu 
choleduktusistikus  Aliran bilirubin
 Iritasi mukosa empedu terkonjugasi
Aliran asam empedu  
 Aktivitas syaraf nyer organ Penumpukan
Kontriksi kantong empedu viseral dan aktivitas bilirubin
 simpatis 
Distensi kandung empedu  Masuk aliran darah
 Motilitas lambung 
Sensitivitas syaraf nyeri menurun Menumpuk pada
  subkutis
Nyeri Pengosongan lambung 
lambat Merangsang
produksi histamin
Akumulasi asam  
L Perut terasa penuh Gatal
Mual  
ambung Nafsu makan menurun Resiko kerusakan
  integritas kulit
Iritasi mukosa lambung Nutrisi kurang dari
 kebutuhan tubuh
Merangsang pusat muntah

Muntah
(Smeltzer, Suzanne, C, 2001)
II. Rencana asuhan keperawatan
Pengkajian :
Pemeriksaan fisik
Inspeksi : Ikterus ringan ( kolelitiasis akut),menggigil
Palpasi : Nyeri tekan murphy sign (nyeri lokal tajam yang terjadi bila
kandung empedu di palpasi dan pasien instruksikan nafas dalam).
Perkusi : Nyeri ketuk pada kolangitis,kolelitiasis
1. Aktivitas dan istirahat:
 subyektif : kelemahan
 Obyektif : kelelahan
2. Sirkulasi :
 Obyektif : Takikardia, Diaphoresis
3. Eliminasi :
 Subektif : Perubahan pada warna urine dan feces
 Obyektif : Distensi abdomen, teraba massa di abdomen
atas/quadran kanan atas, urine pekat .
4. Makan / minum (cairan)
Subyektif : Anoreksia, Nausea/vomit.

 Tidak ada toleransi makanan lunak dan mengandung gas.


 Regurgitasi ulang, eruption, flatunasi.
 Rasa seperti terbakar pada epigastrik (heart burn).
 Ada peristaltik, kembung dan dyspepsia.
Obyektif :

 Kegemukan.
 Kehilangan berat badan (kurus).
5. Nyeri/ Kenyamanan :
Subyektif :

 Nyeri abdomen menjalar ke punggung sampai ke bahu.


 Nyeri apigastrium setelah makan.
 Nyeri tiba-tiba dan mencapai puncak setelah 30 menit.
Obyektif :

Cenderung teraba lembut pada klelitiasis, teraba otot meregang /kaku


hal ini dilakukan pada pemeriksaan RUQ dan menunjukan tanda
marfin (+).

6. Respirasi :
Obyektif : Pernafasan panjang, pernafasan pendek, nafas dangkal,
rasa tak nyaman.

7. Keamanan :
Obyektif : demam menggigil, Jundice, kulit kering dan pruritus ,
cenderung perdarahan (defisiensi Vit K )

8. Belajar mengajar
Obyektif : Pada keluarga juga pada kehamilan cenderung mengalami
batu kandung empedu. Juga pada riwayat DM dan gangguan /
peradangan pada saluran cerna bagian bawah.

Prioritas Perawatan :

a. Meningkatkan fungsi pernafasan.


b. Mencegah komplikasi.
c. Memberi informasi/pengetahuan tentang penyakit, prosedur,
prognosa dan pengobatan

Tujuan Asuhan Perawatan :

a. Ventilasi/oksigenasi yang adekwat.


b. Mencegah/mengurangi komplikasi.
Mengerti tentang proses penyakit, prosedur pembedahan,
prognosis dan pengobatan

2.1 Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosa 1 :Nyeri akut (00132)
2.2.1 Definisi
Pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan akibat
adanya kerusakan jaringan yang actual atau poyensial, atau
digambarkan dengan istilah seperti (International Association
For the Study of Pain) ; awitan yang tiba-tiba atau perlahan
dengan intensitas ringan sampai berat dengan akhir yang dapat
diantisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya kurang dari
enam bulan
2.2.2 Batasan karakteristik
Subjektif
Mengungkapkan secara verbal atau melaporkan (nyeri) dengan
isyarat
Objektif
Posisi untuk menghindari nyeri
Perubahan tonus otot (dengan rentang dari lemas tidak
bertenaga sampai kaku)
Respons autonomic (misalnya, diaphoresis; perubahan tekanan
darah, pernapasan atau nadi; dilatasi pupil).
Perubahan selera makan
Perilaku distraksi (misalnya, mondar-mandir, mencari orang dan
/ atau aktifitas lain, aktifitas berulang
Perilaku ekpresif (misalnya, gelisah, merintih, menangis,
kewaspadaan berlebihan, peka terhadap rangsang, dan menghela
napas panjang.
Wajah topeng (nyeri)
Perilaku menjaga atau sikap melindungi
Focus menyempit (misalnya, gangguan persepsi waktu,
gangguan proses pikir, interaksi dengan orang lain atau
lingkungan menurun)
Bukti nyeri yang dapat diamati
Berfokus pada diri sendiri
Gangguan tidur (mata terlihat kuyu, gerakan tidak teratur atau
tidak menentu, dan menyeringai)

BATASAN KARAKTERISTIK LAIN (non-NANDA


international)
Mengomunikasikan descriptor nyeri (misalnya, rasa
tidaknyaman, mual, berkeringat malam hari, kram otot, gatal
kulit, mati rasa dan kesemutan pada ekstrimitas)
Menyeringat
Rentang perhatian terbatas
Pucat
Menarik diri
2.2.3 Faktor yang berhubungan
Agens-agens penyebab cedera (misalnya, biologis, kimia, fisik,
dan psikologis).
2.2 Perencanaan
Diagnose 1 : Nyeri akut (00132)
2.3.1 Tujuan dan kriteria hasil (outcomes criteria) :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ……. Maka klien
mampu toleransi terhadap nyeri dan mengontrol nyeri dengan
kriteria hasil :
Data subjektif : klien mengatakan / melaporkan nyeri berkurang
Data objektif : ekspresi wajah tampak rileks, skala nyeri (0-3).

2.3.2 Intervensi keperawatan dan rasional :


- Observasi kualitas nyeri pasien (skala, frekuensi, durasi) :
mengidentifikasi kebutuhan untuk intervensi dan tanda-tanda
komplikasi
- Gunakan komunikasi terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien : pengalaman nyeri akan menaikan
resistensi terhadap nyeri
- Pertahankan posisi semi fowler sesuai indikasi :
memudahkan drainase cairan / luka karena gravutasi dan
membantu meminimalkan nyeri karena gerakan
- Berikan tindakan kenyamanan, contoh pijatan punggung,
napas dalam, latihan relaksasi atau visualisasi : meingkatkan
relaksasi dan mungkin meningkatkan kemampuan koping
pasien dengan memfokuskan kembali perhatian.
- Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik : nyeri
biasanya berat dan memerlukan pengontrol nyeri narkotik,
analgetik, dihidrasi dari proses diagnosis karena dapat
menutupi gejala.

Diagnosa 2 : Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang dari kebutuhan tubuh


2.1.1 Definisi
Asupan nutrisi tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan
metabolik
2.1.2 Batasan karakteristik
Subjektif
Kram abdomen
Nyeri abdomen (dengan atau tanpa penyakit)
Menolak makan
Indigesti (non-NANDA International)
Persepsi ketidakmampuan untuk mencerna makanan
Melaporkan perubahan sensasi rasa
(Melaporkan) Kurangnya makanan
Merasa cepat kenyang setelah mengkonsumsi makanan
Objektif
Pembuluh kapiler rapuh
Diare atau steatore
(Adanya bukti) kekurangan makanan
Kehilangan rambut atau berlebihan
Bising usus hiperaktif
Kurang informasi, informasi yang salah
Kurangnya minat terhadap makanan
Salah paham
Membran mukosa pucat
Tonus otot buruk
Menolak untuk makan (non-NANDA International)
Rongga mulut terbuka (Inflamasi)
Kelemahan otot yang berfungsi untuk menelan atau mengunyah
2.1.3 Faktor yang berhubungan
Ketidakmampuan untuk menelan, mencerna makanan, menyerap
nutrient akibat faktor biologis, psikologis, atau ekonomi.

Diagnosa 2 : Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang dari kebutuhan tubuh


2.1.4 Tujuan dan Kriteria Hasil (outcomes criteria)
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
nutrisi pasien terpenuhi
Kriteria hasil : tidak adanya tanda – tanda kekurangan nutrisi, nafsu
makan membaik

2.1.5 Intervensi keperawatan dan rasional


1. Kaji keluhan mual, muntah, dan sakit menelan yang dialami klien
R: Untuk menetapkan cara mengatasinya.
2. Kaji cara/pola menghidangkan makanan klien
R: Cara menghidangkan makanan dapat mempengaruhi nafsu
makan klien.
3. Berikan makanan yang mudah ditelan seperti: bubur dan
dihidangkan saat masih hangat.
R: Membantu mengurangi kelelahan klien dan meningkatkan
asupan makanan karena mudah ditelan.
4. Berikan makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering
R: Untuk menghindari mual dan muntah serta rasa jenuh karena
makanan dalam porsi banyak.
5. Jelaskan manfaat nutrisi bgi klien terutama saat sakit
R: UntukMeningkatkan pengetahan klien tentang nutrisi sehingga
motivasi untuk makan meningkat.
6. Catat jumlah porsi yang dihabiskan klien.
R: Mengetahui pemasukan/pemenuhan nutrisi klien.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth. 2001. Keperawatan Mendikal Bedah volume 2 edisi8.Jakarta:


EGC

Carpenito, Lynda Jull.1998. Diagnosa Keperawatan edisi 6. Jakarta: EGC

Dr.Tambayon jan.2000. Patofisiologi untuk keperawatan. Jakata: EGC

Marilynne Doengoes dkk.1999. Rencana Asuhan keperawatan edisi 3.Jakarta: EGC

Nealon F Thomas,William H Nualan.1996. keterampilan pokok ilmu bedah edisi IV.


Jakarta: EGC

Price A. Sylvia, lorraine M Wilson.2005. Patofisiologi konsep-konsep klinis proses-


proses penyakit, edisi 6, volume 1. Jakarta: EGC

Soeparman.1994. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 1 edisi 2. Jakarta. FKUI

Sudarmaji, Walid.2007.Hand out KMB 3.Asuhan Keperawatan Batu Empedu.


Jakarta: AKPER RSPAD Gatot soebroto

Tucker Martin susan dkk.1998. Standar perawatan pasien volume 2. Jakarta: EGC
Surabaya, Februari 2018

Preseptor Akademik, Preseptor Klinik,

(…………….…………..…………) (…………………………………..…)

Anda mungkin juga menyukai