Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDICAL BEDAH (KMB)


“ULKUS PEPTIKUM”

Ns. Sri Mulyani, M.Kep.


Disusun Oleh :
ISTIKOMAH
2019200036

FAKULTAS ILMU KESEHATAN PRODI DIII

KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SAINS AL-QUR’AN JAWA TENGAH DI WONOSOBO

2020/2021
A. DEFINISI

Pada tahun 350 SM, Diocles Of Carystos dipercaya sebagai orang yang menyebutkan kondisi
ulkus lambung pertama kali. Marcellus Donatus of Mantua pada tahun 1586  menjadi orang
pertama yang mendeskripsikan ulkus lambung melalui autopsi, pada tahun 1688 Muralto
mendeskripsikan ulkus duodenal secara autopsi. Pada tahun 1737, Morgagni juga menyebutkan
kondisi ulkus pada lambung dan duodenum secara autopsi (Angel, 2006).

Ulkus peptikum atau ulkus peptikumum merupakan keadaan dimana kontinuitas mukosa
lambung terputus dan meluas sampai di bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak meluas
sampai ke bawah epitel disebut erosi, walaupun sering kali dianggap juga sebagai ulkus(Fry,
2005). Menurut definisi, ulkus peptikum dapat ditemukan pada setiap bagian saluran cerna yang
terkena getah asam lambung, yaitu esophagus, lambung, duodenum, jejunum,dan setelah
tindakan gastroenterostomi. Ulkus peptikum diklasifikasikan atas ulkus akut dan ulkus kronik,
hal tersebut menggambarkan tingkat tingkat kerusakan pada lapisan mukosa yang terlibat( Aziz,
2008).

Walaupun aktivitas percernaan peptik oleh getah lambung merupakan etiologi yang penting,
terdapat bukti bahwa ini hanya merupakan salah satu dari banyak factor yang berperan dalam
pathogenesis ulkus peptikum (lewis,2000). Oleh karena banyaknya persamaan serta perbedaan
dalam konsep keperawatan antara ulkus lambung dan ulkus duodenum, maka pada proses
keperawatan  ini akan dibahass bersamaan agar memudahkan dalam asuhan keperawatan.

Ulkus peptikum adalah eksvasi ( area berlubang ) yang terbentuk dalam dinding mukosa
lambung, pylorus, duodenum atau esophagus. Ulkus peptikum sering disebut sebagai ulkus
lambung, duodenal atau esophageal tergantung pada lokasinya ( Suddarth & Brunner. 2002.
hal.1064).

Ulkus peptikum adalah ulkus yang terjadi pada mukosa, sub mukosa dan kadang-kadang
sampai lapisan muskularis, dari traktus gastrointestinalis yang selalu berhubungan dengan asam
lambung yang cukup mengandung HCl. Termasuk ini ialah ulkus (tukak) yang terdapat pada
bagian bawah dari esophagus, lambung dan duodenum bagian atas ( first portion of the
duodenum). Mungkin juga dijumpai di tukak yeyunum yaitu penderita yang mengalami
gastroyeyenostomi (Hadi Sujono. 2002. hal.204).

Ulkus peptikm merupakan putusnya kontinuitas mukosa lambung yang meluas sampai di
bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak meluas sampai ke bawah epitel disebut sebagai
erosi, walaupun sering dianggap sebagai “ulkus” (misalnya ulkus karena stress). Menurut
definisi, ulkus peptikum dapat terletak pada setiap bagian saluran cerna yang terkena getah asam
lambung, yaitu esophagus, lambung, duodenum, dan setelah gastroenterostomi, juga jejunum.
( Sylvia, A. Price, 2006).
B. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Saluran gastrointestinal (GI) adalah jalur (panjang totalnya 23-26 kaki) yang berjalan dari
mulut melalui esofagus, lambung dan usus sampai anus. Fungsi esophagus, yaitu: saluran
pencernaan yang menjadi distensi bila makanan melewatinya. Fungsi lambung, yaitu sebagai
sekresi yang mengandung enzim pepsin yang penting untuk memulai pencernaan protein, untuk
memecah makanan menjadi komponen yang lebih dapat diabsorpsi dan membantu destruksi
kebanyakan bakteri pencernaan. Fungsi usus halus, yaitu mengubah makanan yang dicerna, yang
pada awalnya dicerna dalam bentuk lemak, protein, dan karbohidrat dan dipecahkan menjadi
nutrisi unsur pokoknya melalui proses pencernaan. Fungsi kolon, adalah membantu
mengabsorpsi cairan dan elektrolit (Suddarth & Brunner. 2002. hal.984).

C. ETIOLOGI

Sebab-sebab yang pasti dari ulkus peptikum yang belum diketahui. Beberapa teori yang
menerangkan tentang tukak peptik, antara lain sebagai berikut :

1. Asam getah lambung terhadap resistensi mukosa : Tukak peptik kronia tidak mungkin terjadi
lama tanpa adanya getah lambung. Sebagai contoh berdasarkan penyelidikan yang
mengumpulkan banyak penderita dengan anemia pernisiosa disertai dengan alkorida.

2. Golongan darah : Penderita dengan golongan darah O lebih banyak menderita tukak duodeni
jikadibandingkan dengan pada  tukak lambung. Adapun sebabnya belum diketahui dengan benar.
Dan hasil penelitian dilaporkan bahwa pada penderita dengan golongan darah O
kemunkinan  terjadinya tukak duodeni adalah 38%  lebih besar dibandingkan golngan lainnya.
Kerusakan di daerah piepilorus dapat dihubungkan dengan golongan darah  A, baik berupa tukak
yang biasa ataupun karsinoma. Sedangkan pada golongan darah O sering ditemukan kelainan
pada korpus lambung.

3. Susunan saraf pusat : Teori nerogen pada tukak peptik telah dibicarakan tahun 1959.
Berdasarkan pengalaman dari Chusing, erosi akut dan tukak pada esofagus, lambung dan
duodenum dapat dihubungkan dengan kerusakan intrakranial, termasuk neoplasma primer atau
sekunder dan hiperensi maligna. Faktor kejiwaan dapat menyebabkan timbulnya tukak peptik.
Misalnya pada mereka yang psikisnya sangat labil, pada ketegangan jiwa, emosi, mempunyai
ambisi besar dan lain-lainnya yang menyebabkan untuk hidup tidak wajar.

4. Inflamasi bacterial : Dari dasar tukak telah dibakkan untuk menyelidiki mikroorganisme yang
diduga sebagai penyebabnya, tetapi tidak ditemukan satu macam bakteripun. Selanjutnya pada
hasil pemeriksaan didapat bahwa inflamasi non bakteri atau inflamasi khemis lebih besar dari
pada inflamasi bakterial. Tukak yang spesifik misalnya pada TBC dan sifilis disebabkan spesifik
mikrooganisme.
5. Inflamasi non bacterial : Teori yang menyatakan bahwa inflamasi non bakterial sebagai
penyebab didasarkannya inflamasi dan kurvatura minor, antrum dan bulbus duodenia yang
mana  dapat disebutkan juga antaral gasthritis, sering ditemukan dengan tukak. Dan sebagai
penyebab dari gasthritis

Sendiri belum jelas. Tukak yang kronis ialah sebagai kelanjutan dari tukak yang akut.
Berdasarkan pemeriksaan histologis ditemukan perubahan yang nyata dari erosi akut ke tukak
yang akut.
6. Infark : Teori infark yang berdasarkan timbulnya kerusakan semacam kawah, sering
ditemukan pada otopsi. Adannya defek pada dinding serta timbulnya infark, karena asam getah
lambung dan dapat pula ditunjukkan adanya jaringan trombose.
7. Faktor hormonal.
Banyak teori yang menerangkan adanya pengaruh-pengaruh hormonal yang dapat menimbulkan
tukak peptik.
8. Obat-obatan (drug induced peptic ulcer) : Aspirin, alkohol, tembakau dapat menyebabkan
kerusakan sawar mukosa lambung.
Dari sekian banyak obat-obatan, yang paling sering menyebabkan adalah golongan
salisilat, yaitu menyebabkan kelainan pada mukosa lambung. Phenylbutazon juga
dapat menyebabkan timbulnya tukak peptik, seperti halnya juga histamin, reseprin
akan merangsang sekresi lambung. Berdasarkan penyelidikan, ternyata golongan salisilat hanya
akan menyebabkan erosi lokal.
9. Herediter : Berdasarkan penelitian di dalam keluarga ternyata bahwa tukak peptik ini ada
pengaruhnya dengan herediter. Terbukti bahwa dengan orang tua/ famili yang menderita tukak,
jika dibandingkan dengan mereka yang orang tuanya sehat. Oleh sebab itu, family anamnesa
perlu ditegakkan
10. Berhubungan dengan penyakit lain seperti :
a. Hernia diafrakmatika.
Pada hernia diafrakmatika, mukosa pada lingkaran hernia mungkin merupakan tempat timbulnya
erosi atau tukak.
b. Sirosis hati.
Tukak peptik ditemukan juga pada penderita penyakit hepar terutama pada sirosis lebih banyak
jika dibandingkan dengan orang normal. Tukak duodeni pada kaum wanita dengan sirosis biliaris
ternyata bertambah, jika neutralisasi dari isi duodenum berkurang.
c. Penyakit paru-paru.
Frekuensi dari tukak yang kronis dengan TBC paru-paru sering ditemukan. Bertambah
banyaknya tukak peptik dapat dihubungkan dengan bertambah beratnya emfisema dan
corpulmonale.
11. Faktor daya tahan jaringan. : Penurunan daya tahan jaringan mempermudah timbulnya ulkus.
Daya tahan jaringan dipengaruhi oleh banyaknya suplai darah dan cepatnya regenerasi.
D. MANIFESTASI KLINIS

Gejala-gejala ulkus dapat hilang selama beberapa hari, minggu, atau beberapa bulan dan
bahkan dapat hilang hanya sampai terlihat kembali, sering tanpa penyebab yang dapat
diidentifikasi. Banyak individu mengalami gejala ulkus, dan 20-30% mengalami perforasi atau
hemoragi yang tanpa adanya manifestasi yang mendahului.

1. Nyeri : biasanya pasien dengan ulkus mengeluh nyeri tumpul, seperti tertusuk atau sensasi
terbakar di epigastrium tengah atau di punggung. Hal ini diyakini bahwa nyeri terjadi bila
kandungan asam lambung dan duodenum meningkat menimbulkan erosi dan merangsang ujung
saraf yang terpajan. Teori lain menunjukkan bahwa kontak lesi dengan asam merangsang
mekanisme refleks local yang mamulai kontraksi otot halus sekitarnya. Nyeri biasanya hilang
dengan makan, karena makan menetralisasi asam atau dengan menggunakan alkali, namun bila
lambung telah kosong atau alkali tidak digunakan nyeri kembali timbul. Nyeri tekan lokal yang
tajam dapat dihilangkan dengan memberikan tekanan lembut pada epigastrium atau sedikit di
sebelah kanan garis tengah. Beberapa gejala menurun dengan memberikan tekanan local pada
epigastrium.

2. Pirosis (nyeri uluhati) : beberapa pasien mengalami sensasi luka bakar pada esophagus dan
lambung, yang naik ke mulut, kadang-kadang disertai eruktasi asam. Eruktasi atau sendawa
umum terjadi bila lambung pasien kosong.

3. Muntah : meskipun jarang pada ulkus duodenal tak terkomplikasi, muntah dapat menjadi
gejala ulkus peptikum. Hal ini dihubungkan dengan pembentukan jaringan parut atau
pembengkakan akut dari membran mukosa yang mengalami inflamasi di sekitarnya pada ulkus
akut. Muntah dapat terjadi atau tanpa didahului oleh mual, biasanya setelah nyeri berat yang
dihilangkan dengan ejeksi kandungan asam lambung.

4. Konstipasi dan perdarahan : konstipasi dapat terjadi pada pasien ulkus, kemungkinan sebagai
akibat dari diet dan obat-obatan. Pasien dapat juga datang dengan perdarahan gastrointestinal
sebagian kecil pasien yang mengalami akibat ulkus akut sebelumnya tidak mengalami keluhan,
tetapi mereka menunjukkan gejala setelahnya.

E. PATOFISIOLOGI

Penyebab Umum

Penyebab umum dari userasi peptikum adalah ketidakseimbangan antara kecepatan


sekresi dan lambung dan derajat perlindungan yang diberikan oleh sawar mukosa gastroduodenal
dan netralisasi asam lambung oleh cairan duodenum. Semua daerah yang secara normal terpapar
oleh cairan lambung dipasok dengan baik oleh kelenjar mukus, antara lain kelenjar ulkus
campuran pada esophagus bawah dan meliputi sel mukus penutup pada mukosa lambung: sel
mukus pada leher kelenjar lambung; kelenjar pilorik profunda (menyekresi sebagian besar
mukus): dan akhirnya kelenjar Brunner pada duodenum bagian atas yang menyekresi mukus
yang sangat alkali (Guyton, 1996).

Sebagian tambahan terhadap perlindungan mukus dari mukosa, duodenum dilindungi


oleh sifat alkali dari sekresi usus halus, terutama adalah sekresi pancreas yang mengandung
sebagian besar natrium bikarbonat, berfungsi menetralisir asam klorida cairan lambung sehingga
menginaktifkan pepsin untuk mencegah pencernaan mukosa. Sebagai tambahan, ion-ion
bikarbonat disediakan dalam jumlah besar oleh sekresi kelenjar Brunner yang terletak pada
beberapa inci pertama dinding duodenum dan didalam empedu yang berasal dari hati
(Lewis,2000). Akhirnya, dua mekanisme kontrol umpan balik memastikan bahwa netralisasi
cairan lambung ini sudah sempurna, meliputi hal-hal sebagai berikut :

1. Jika asam yang berlebihan memasuki duodenum, secara refleks mekanisme ini
menghambat sekresi dan peristaltic lambung baik secara persarafan maupun secara
hormonal sehingga menurunkan kecepatan pengosongan lambung.
2. Adanya asam pada usus halus memicu pelepasan sekretin pada mukosa usus, kemudian
melalui darah menuju pancreas untuk menimbulkan sekresi yang cepat dari cairan
pancreas- yang mengandung natrium bikarbonat berkonsentrasi tinggi - sehingga tersedia
natrium bikarbonat untuk menetralisir asam.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa ulkus peptikum dapat disebabkan oleh salah-
satu dari dua judul (10 sekresi asam dan pepsin yang berlebihan oleh mukosa lambung,
atau (2) berkurangnya kemampuan sawar mukosa gastroduodenalisn untuk berlindung
dari sifat pencernaan dari kompleks asam –pepsin.

Penyebab khusus

1. Infeksi bakteri H. pylori

Dalamlima tahun terakhir, ditemukan paling sedikit 75% pasien ulkus peptikum menderita
infeksi kronis pada bagian akhir mukosa lambung, dan bagian mukosa duodenumoleh bakteri
H.pylori. Sekali pasien terinfeksi, maka infeksi dapat berlangsung seumur hidup kecuali bila
kuman diberantas dengan obat anti bacterial. Lebih lanjut lagi, bakteri dapat melakukan
penetrasi sawar mukosa lambung, baik dengan kemampuanya sendiri untuk menembus sawar
maupun dengan melepaskan enzin-enzim pencernaan yang mencairkan sawar. Akibatnya, cairan
asam kuat pencernaan yang disekresi oleh lambung dapat berpenetrasi kedalam jaringan
epithelium dan dapat mencernakan epitel, bahkan juga jaringan-jaringan di sekitarnya. Keadaan
ini dapat menuju pada kondisi ulkus peptikum (Sibernagl, 2007).

2. Peningkatan sekresi asam

Pada kebanyakan pasien yang menderita ulkus peptikum dibagian awal duodenum, jumlah
sekresi asam lambung lebih banyak dari normal, bahkan sering dua kali lipat dari normal.
Walaupun setengah dari peningkatan asam ini mungkin disebabkan oleh infeksi bakteri,
percobaan pada hewan ditambah bukti adanya perangsangan berlebihan sekresi asam lambung
oleh saraf pada manusia yang menderita ulkuspeptikum mengarah kepada sekresi cairan yang
berlebihan (Guyton, 1996). Predisposisi peningkatan sekresi asam diantaranya adalah factor
psikogenik seperti pada saat mengalaami depresi atau kecemasan dan merokok.

3. Konsumsi obat-obatan.

Obat-obat seperti OAINS/obat anti-inflamasi, nonsteroid- seperti Indometasin, Ibupropen,


Asam Salisilat- mempunyai efek penghambatan siklo-oksigenase sehingga menghambat sintesis
prostaglandin dari asam arakhidonat secara sistemik- termasuk pada epitel lambung dan
duodenum. Pada sisi lain, hal ini juga menurunkan sekresi HCO3 sehingga memperlemah
perlindungan mukosa(Sibernagl, 2007). Efek lain dari obat ini adalah merusak mukosa local
melalui difusi non-ionik ke dalam sel mukosa. Obat ini juga berdampak terhadap agregasi
trombosit sehingga akan meningkatkan bahaya pendarahan ulkus (Kee, 1995).

4. Stress fisik

disebabkan oleh syok, luka bakar, sepsis, trauma, pembedahan, gagal napas, gagal ginjal, dan
kerusakan susunan syaraf pusat (Lewis, 20000. Bila kondisi stress ini berlanjut, maka kerusakan
epitel akan meluas dan kondisi ulkus peptikum menjadi lebih parah.

5. Refluks usus-lambung dengan materi garam empedu dan enzzim pancreas yang
berlimpah dan memenuhi permukaan mukosa dapat menjadi predisposisi kerusakan epitel
mukosa.

Factor-faktor diatas menyebabkan kerusakan epitel mulai dari erosi yang berlanjut pada
ulkus akut, kemudian ulkus kronis, dan terbentuknya jaringan parut; maka akan terjadi penetrasi
dari seluruh dinding lambung.
F. PATHWAY
Penggunaan NSAID alcohol, merokok
berlebihan

Asam dalam lumen+empedu

Penghancuran epitel sawar

Asam kembali berdifusi ke mukosa

Penghancuran sel mukosa, iritasi


mukosa
Peningkatan pepsinogen Peningkatan asam Peningkatan histamin
mjd pepsin
Perangsangan koligenik

Perubahan
nutrisi Meningkatkan motilititas

Meningkatkan pepsinogen

Fungsi sawar menurun


1.Peningkatan vasodilatasi

2.Permiabilitas thdp protein


Penghancuran kapiler dan vena kecil
3.Plasma bocor ke interstisium

Luka laserasi 4.Edema dan plasma bocor ke


lumen lambung

Pendarahan

Iskemia jaringan

Cemas kurang
pengetahuan Tukak Tindakan tidak adekuat
G. KOMPLIKASI

Komplikasi ulkus peptikum adalah ulkus yang “membandel”(intraktibilitas), perdarahan,


perforasi, dan obstruksi pylorus. Setiap komplikasi ini merupakan indikasi pembedahan (Price,
1996).

1.Intraktibilitas.

Komplikasi ulkus peptikum yang paling sering adalah “intraktibilitas”, yang berarti
bahwa terapi medis telah gagal mengatasi gejala-gejala secaa adekuat. Pasien dapat tergangu
tidurnya oleh nyeri, kehilangan waktu untuk bekerja, memerlukan perawatan di rumahsakit, atau
hanya tidak mampu mengikuti program terapi, intraktibilitas merupakan alasan tersering untuk
anjuran pembedahan. Perubahan menjadi ganas tidak perlu terlalu dipertimbangkan baik untuk
ulkus lambung maupun untuk ulkus duodenum. Ulkus ganas sejak semula sudah bersifat ganas,
paling tidak menurut pengetahuan mutakhir. Ulkus yang memulai perjalanan dengan jinak akan
tanpa mengalami degenerasi ganas.

2.Perdarahan

Perdarahan merupakan komplikasi ulkus peptikum yang sangat sering terjadi, sedikitnya
ditemukan pada 25% kasus selama perjalanan penyakit (Guyton, 1996). Walaupun ulkus pada
setiap tempat dapat mengalami perdarahan, namun yang tersering adalah di dinding posterior
bulbus duodenum, karena pada tempat ini dapat terjadi erosi arteria pankretiduodenalis atau
arteria gastroduodenalis. Gejala-gejala yang dihubungkan dengan perdarhan ulkus tergantung
pada kecepatan kehilangan darah. Kehilangan darah yang ringan dan kronik dapat
mengakibatkan anemia defisiensi besi. Feses dapat positif dengan darah samara tau mungkin
hitam dan seperti ter (melena). Perdarahan massif dapat mengakibatkan hematemesis (muntah
darah), menimbulkan syok, dan memerlukan transfuse darah serta pembedahan darurat.

3.Perporasi.

Kira-kira 5% dari semua ulkus akan mengalaminperporasi, dan komplikasi ini


bertanggung jawab atas sekitar 65% kematian akibat ulkus peptikum (Price, 1995). Ulkus
biasanya terjadi pada dinding anterior duodenum atau lambung karena daerah ini hanya diliputi
oleh peritoneum. Pada kondisi klinik, pasien dengan komplikasi perporasi datang dengan
keluhan nyerimendadak yang parah pada abdomen bagian atas. Dalam beberapa menit, timbul
peritonitis kimia akibat keluarnya asam lambung, pepsin, dan makanan yang menyebabkan nyeri
hebat. Kondisi nyeri tersebut yang menyebabkan pasien takut bergerak atau bernafas. Auskultasi
abdomen menjadi senyap dan pada saat palpasi, abdomen mengeras seperti papan. Perporasi akut
biasanya dapat didiagnosis berdasarkan gejala-gejala saja diagnosis dipastika melalui adanya
udar bebas dalam rongga peritoneal, dinyatakan sebagai bulan sabit translusen anatara bayangan
hati dan diafragma. Udara tentu saja masuk rongga peritoneal melalui ulkus yang mengalami
perporasi (Azis, 2008).

4.Obstruksi

Obstruksi pintu keluar lambng akibat peradangan dan edema, pilospasme, atau jaringan parut
terjadi pada sekitar 5% pasien ulkus peptikum. Obstruksi timbul lebih sering pada pasien ulkus
duodenum, tetapi kadang terjadi pada ulkus lambung terletak dekat dengan sfingter pylorus.
Anoreksia mual dan kembung setelah makan merupakan gejala-gejala yang sering timbul
kehilangan berat badan juga sering terjadi. Bila obstruksi bertambah berat, dapat timbul nyeri
dan muntah (Mineta,1983)

H. PENATALAKSANAAN MEDIS

1.Diet

Tujuan diet untuk pasien ulkus peptikum adalah untuk menghindari sekresi asam yang
berlebihan dan hipermotilitas saluran gastrointestinal dengan menghindari makanan yang
sifatnya meningkatkan sekresi asam lambung. Pasien dianjurkan untuk makan apa saja yang
disukainya.Selain itu untuk menetralisir asam dengan makan tiga kali sehari makanan biasa.

2.Berhenti Merokok

Pasien dianjurkan untuk berhenti merokok karena penelitian terbaru menunjukkan bahwa
merokok terus menerus dapat menghambat secara bermakna perbaikan ulkus.

3.Penurunan Stress dan Istirahat

Penurunan stress lingkungan adalah tugas sulit yang memerlukan intervensi fisik dan mental
pada pihak pasien dan bantuan serta kerjasama anggota keluarga. Stress dapat meningkatkan
sekresi asam lambung oleh karena itu intervensi penurunan stress perlu dilakukan dengan
melibatkan anggota keluarganya.

4.Obat- obatan seperti :

a. Sucralfate Cara kerjanya adalah dengan membentuk selaput pelindung melapisi dasar ulkus
untuk mempercepat penyembuhan. Sangat efektif untuk mengobati ulkus peptikum dan
merupakan pilihan ke dua dari antacid.Sucralfat diminum 3-4x/hari dan tidak diserap ke dalam
darah, sehingga efek sampingnya sedikit tetapi bisa menyebabkan sembelit.

b. Antagonis H2 Contohnya adalah cimetidine, ranitidine, famotidine, dan nizatidine. Obat ini
mempercepat penyembuhan ulkus dengan mengurangi jumlah asam dan enzim pencernaan di
dalam lambung dan duodenum.Diminum 1x/hari dan beberapa diantaranya diperoleh tanpa resep
dokter.
3. Omeprazole dan Iansoprazole

Merupakan obat yang sangat kuat menghambat pembentukan enzim yang diperlukan lambung
untuk membuat asam. Obat ini dapat secara total menghambat pelepasan asam dan efeknya
berlangsung lama.

d. Antibiotik

Digunakan bila penyebab utama terjadinya ulkus adalah Helicobacter Pylori. Pengobatan ini bisa
mengurangi gejala ulkus, bahkan bila ulkus tidak memberikan respon terhadap pengobatan
sebelumnya atau jika ulkus sering mengalami kekambuhan.

e. Misoprostol

Digunakan untuk mencegah ulkus gastrikum yang disebabkan oleh obet-obet anti peradangan
non steroid.

I. PENGKAJIAN

1.Identitas Klien

Lakukan pengkajian meliputi: nama, jenis kelamin,suku bangsa, tanggal lahir,agama dan tanggal
pengkajian.

2.Keluhan utama/alasan masuk RS:

Klien datang ke RS dengan keluhan merasakan nyeri pada pada bagian perut, ulu hati dan mual
serta muntah.

3.Riwayat kesehatan sekarang:

Faktor pencetus: Pasien mengatakan bahwa nyeri timbul beberapa saat / beberapa jam setelah
makan atau waktu lapar atau saat sedang tidur tengah malam. Sifat keluhan (periodik/ tiba-tiba)

4.Riwayat kesehatan keluarga

Penyakit yang pernah dialami (jenis penyakit, lama dan upaya untuk mengatasi, riwayat masuk
RS)

5.Riwayat kesehatan dahulu

Penyakit menular atau keturunan dalam keluarga: Ibu klien menderita tuka’ lambung.

6.Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum, penampilan umum, tanda- tanda vital,kulit,mata, mulut tenggorokan abdomen

Pada pemeriksaan abdomen, Nyeri epigastrik.Ini gejala paling menonjol selama periode
eksaserbasi. Pada ulkus duodenal, nyeri terjadi 2-3 jam setelah makan dan sering disertai dengan
mual dan muntah. Pada ulkus gastrik, nyeri terjadi dengan segera setelah makan. Nyeri dapat
digambarkan sebagai nangging, tumpul, sakit, atau rasa terbakar. Ini sering hilang dengan
makanan dan meningkat dengan merokok dan stres emosi. Selama remisi pasien asimtomatik

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan refleks spasme otot sekunder terhadap
gangguan visceral usus.

2.Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemia ditandai dengan kelemahan otot.

3.Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual dan
muntah.
K. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

Dx.Keperawatan Rencana tindakan


Tujuan Intervensi
1.Nyeri berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan 1.Jelaskan dan bantu pasien
iritasi mukosa lambung, keperawatan selama 3x24 jam dengan memberikan pereda
perporasi mukosa, kerusakan diharapkan pasien berkurang nyeri non farmakologi dan
jaringan lunak pasca operasi atau hilang dengan kriteria noninvasive
hasil : 2.Lakukan manajemen nyeri.
1.secara subjektif melaporkan 3.Istirahatkan pasien pada
nyeri berkurang atau dapat saat nyeri muncul
diatasi. 4.Ajrkan tehnik relaksasi
2.Skala nyeri berkurang. nafas pada saat nyeri
3.Dapat mengidentifikasi 5.Ajarkan tehnik distraksi
aktifitas yang meningkatkan pada saat nyeri
atau menurunkan nyeri. 6.Manajemen Lingkungan:
4.Pasien tidak gelisah Lingkungan tenang, batasi
pengunjung, dan istirahatkan
pasien.
2. Resiko Injuri berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1.Lakukan perawatan di
dengan pascaprosedur keperawatan selama 3x24 jam ruang infensif.
gastreoktomi diharapkan pasien tidak 2.Monitor adanya
mengalami injuri dengan komplikasi pascaoperasi
kriteria hasil : gastrektomi.
1.TTV dalam batas normal. 3.Kaji factor-faktor yang
2.Tidak terjadi infeksi pada meningkatkan risiko injuri.
daerah insisi. 4.Kaji status neurologis dan
laporkan apabial terdapat
perubahan status neurologi.
DAFTAR PUSTAKA

Capenito, Lynda Jall (1997). Diagnose Keperawatan. Jakarta : ECG

Grace, Pierce & Neil Borley. 2005. At a glance ilmu bedah edisi ketiga.Jakarta :Erlangga

Mutaqqin, Arif  dan Kumala sari. 2011. Gangguan gastrointestinal Aplikasi Asuhan


keperawatan medikal bedah. Jakarta :Salemba Medika.

W. Sutoyo, Aru. 2006. Ilmu penyakit dalam jilid 1 edisi keempat. Jakarta :Kedokteran Indonesia

Doenges, Marilynn E. (1999) Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan


pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih bahasa I Made Kariasa. Ed. 3. Jakarta : EGC

Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. (1994). Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit. Jakarta: Penerbit EGC.

Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa
Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC; 2001.

Anda mungkin juga menyukai