ULKUS PEPTIKUM
Disusun oleh:
2018200093
JAWA TENGAH
2019
A. Anatomi Fisiologis
Saluran gastrointestinal (GI) adalah jalur (panjang totalnya 23-26 kaki) yang
berjalan dari mulut melalui esofagus, lambung dan usus sampai anus.
Fungsi esophagus, yaitu: saluran pencernaan yang menjadi distensi bila makanan
melewatinya. Fungsi lambung, yaitu sebagai sekresi yang mengandung enzim pepsin
yang penting untuk memulai pencernaan protein, untuk memecah makanan menjadi
komponen yang lebih dapat diabsorpsi dan membantu destruksi kebanyakan bakteri
pencernaan. Fungsi usus halus, yaitu mengubah makanan yang dicerna, yang pada
awalnya dicerna dalam bentuk lemak, protein, dan karbohidrat dan dipecahkan menjadi
nutrisi unsur pokoknya melalui proses pencernaan. Fungsi kolon, adalah membantu
mengabsorpsi cairan dan elektrolit (Suddarth & Brunner. 2002. hal.984).
B. Definisi
Pada tahun 350 SM, Diocles Of Carystos dipercaya sebagai orang yang
menyebutkan kondisi ulkus lambung pertama kali. Marcellus Donatus of Mantua pada
tahun 1586 menjadi orang pertama yang mendeskripsikan ulkus lambung melalui
autopsi, pada tahun 1688 Muralto mendeskripsikan ulkus duodenal secara autopsi. Pada
tahun 1737, Morgagni juga menyebutkan kondisi ulkus pada lambung dan duodenum
secara autopsi (Angel, 2006).
Ulkus peptikum atau ulkus peptikumum merupakan keadaan dimana kontinuitas
mukosa lambung terputus dan meluas sampai di bawah epitel. Kerusakan mukosa yang
tidak meluas sampai ke bawah epitel disebut erosi, walaupun sering kali dianggap juga
sebagai ulkus(Fry, 2005). Menurut definisi, ulkus peptikum dapat ditemukan pada setiap
bagian saluran cerna yang terkena getah asam lambung, yaitu esophagus, lambung,
duodenum, jejunum,dan setelah tindakan gastroenterostomi. Ulkus peptikum
diklasifikasikan atas ulkus akut dan ulkus kronik, hal tersebut menggambarkan tingkat
tingkat kerusakan pada lapisan mukosa yang terlibat( Aziz, 2008).
Walaupun aktivitas percernaan peptik oleh getah lambung merupakan etiologi yang
penting, terdapat bukti bahwa ini hanya merupakan salah satu dari banyak factor yang
berperan dalam pathogenesis ulkus peptikum (lewis,2000). Oleh karena banyaknya
persamaan serta perbedaan dalam konsep keperawatan antara ulkus lambung dan ulkus
duodenum, maka pada proses keperawatan ini akan dibahass bersamaan agar
memudahkan dalam asuhan keperawatan.
Ulkus peptikum adalah eksvasi ( area berlubang ) yang terbentuk dalam dinding
mukosa lambung, pylorus, duodenum atau esophagus. Ulkus peptikum sering disebut
sebagai ulkus lambung, duodenal atau esophageal tergantung pada lokasinya ( Suddarth
& Brunner. 2002. hal.1064).
Ulkus peptikum adalah ulkus yang terjadi pada mukosa, sub mukosa dan kadang-
kadang sampai lapisan muskularis, dari traktus gastrointestinalis yang selalu
berhubungan dengan asam lambung yang cukup mengandung HCl. Termasuk ini ialah
ulkus (tukak) yang terdapat pada bagian bawah dari esophagus, lambung dan duodenum
bagian atas ( first portion of the duodenum). Mungkin juga dijumpai di tukak yeyunum
yaitu penderita yang mengalami gastroyeyenostomi (Hadi Sujono. 2002. hal.204).
Ulkus peptikm merupakan putusnya kontinuitas mukosa lambung yang meluas
sampai di bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak meluas sampai ke bawah epitel
disebut sebagai erosi, walaupun sering dianggap sebagai “ulkus” (misalnya ulkus karena
stress). Menurut definisi, ulkus peptikum dapat terletak pada setiap bagian saluran cerna
yang terkena getah asam lambung, yaitu esophagus, lambung, duodenum, dan setelah
gastroenterostomi, juga jejunum.( Sylvia, A. Price, 2006).
C. Etiologi
Sebab-sebab yang pasti dari ulkus peptikum yang belum diketahui. Beberapa teori
yang menerangkan tentang tukak peptik, antara lain sebagai berikut :
1. Asam getah lambung terhadap resistensi mukosa.
Tukak peptik kronia tidak mungkin terjadi lama tanpa adanya getah lambung.
Sebagai contoh berdasarkan penyelidikan yang mengumpulkan banyak penderita
dengan anemia pernisiosa disertai dengan alkorida.
2. Golongan darah
Penderita dengan golongan darah O lebih banyak menderita tukak duodeni
jikadibandingkan dengan pada tukak lambung. Adapun sebabnya belum diketahui
dengan benar. Dan hasil penelitian dilaporkan bahwa pada penderita dengan
golongan darah O kemunkinan terjadinya tukak duodeni adalah 38% lebih besar
dibandingkan golngan lainnya. Kerusakan di daerah piepilorus dapat dihubungkan
dengan golongan darah A, baik berupa tukak yang biasa ataupun karsinoma.
Sedangkan pada golongan darah O sering ditemukan kelainan pada korpus lambung.
3. Susunan saraf pusat
Teori nerogen pada tukak peptik telah dibicarakan tahun 1959. Berdasarkan
pengalaman dari Chusing, erosi akut dan tukak pada esofagus, lambung dan
duodenum dapat dihubungkan dengan kerusakan intrakranial, termasuk neoplasma
primer atau sekunder dan hiperensi maligna. Faktor kejiwaan dapat menyebabkan
timbulnya tukak peptik. Misalnya pada mereka yang psikisnya sangat labil, pada
ketegangan jiwa, emosi, mempunyai ambisi besar dan lain-lainnya yang
menyebabkan untuk hidup tidak wajar.
4. Inflamasi bakterial
Dari dasar tukak telah dibakkan untuk menyelidiki mikroorganisme yang diduga
sebagai penyebabnya, tetapi tidak ditemukan satu macam bakteripun. Selanjutnya
pada hasil pemeriksaan didapat bahwa inflamasi non bakteri atau inflamasi khemis
lebih besar dari pada inflamasi bakterial. Tukak yang spesifik misalnya pada TBC
dan sifilis disebabkan spesifik mikrooganisme.
5. Inflamasi non bakterial
Teori yang menyatakan bahwa inflamasi non bakterial sebagai penyebab
didasarkannya inflamasi dan kurvatura minor, antrum dan bulbus duodenia yang
mana dapat disebutkan juga antaral gasthritis, sering ditemukan dengan tukak. Dan
sebagai penyebab dari gasthritis.
Sendiri belum jelas. Tukak yang kronis ialah sebagai kelanjutan dari tukak yang
akut. Berdasarkan pemeriksaan histologis ditemukan perubahan yang nyata dari
erosi akut ke tukak yang akut.
6. Infark
Teori infark yang berdasarkan timbulnya kerusakan semacam kawah, sering
ditemukan pada otopsi. Adannya defek pada dinding serta timbulnya infark, karena
asam getah lambung dan dapat pula ditunjukkan adanya jaringan trombose.
7. Faktor hormonal.
Banyak teori yang menerangkan adanya pengaruh-pengaruh hormonal yang dapat
menimbulkan tukak peptik.
8. Obat-obatan (drug induced peptic ulcer).
9. Aspirin, alkohol, tembakau dapat menyebabkan kerusakan sawar mukosa lambung.
Dari sekian banyak obat-obatan, yang paling sering menyebabkan adalah golongan
salisilat, yaitu menyebabkan kelainan pada mukosa lambung. Phenylbutazon juga
dapat menyebabkan timbulnya tukak peptik, seperti halnya juga histamin, reseprin
akan merangsang sekresi lambung. Berdasarkan penyelidikan, ternyata golongan
salisilat hanya akan menyebabkan erosi lokal.
10. Herediter.
Berdasarkan penelitian di dalam keluarga ternyata bahwa tukak peptik ini ada
pengaruhnya dengan herediter. Terbukti bahwa dengan orang tua/ famili yang
menderita tukak, jika dibandingkan dengan mereka yang orang tuanya sehat. Oleh
sebab itu, family anamnesa perlu ditegakkan.
11. Berhubungan dengan penyakit lain.
a. Hernia diafrakmatika.
Pada hernia diafrakmatika, mukosa pada lingkaran hernia mungkin merupakan
tempat timbulnya erosi atau tukak.
b. Sirosis hati.
Tukak peptik ditemukan juga pada penderita penyakit hepar terutama pada
sirosis lebih banyak jika dibandingkan dengan orang normal. Tukak duodeni
pada kaum wanita dengan sirosis biliaris ternyata bertambah, jika neutralisasi
dari isi duodenum berkurang.
c. Penyakit paru-paru.
Frekuensi dari tukak yang kronis dengan TBC paru-paru sering ditemukan.
Bertambah banyaknya tukak peptik dapat dihubungkan dengan bertambah
beratnya emfisema dan corpulmonale.
12. Faktor daya tahan jaringan.
Penurunan daya tahan jaringan mempermudah timbulnya ulkus. Daya tahan jaringan
dipengaruhi oleh banyaknya suplai darah dan cepatnya regenerasi.
D. Manifestasi Klinis
Secara umum pasien tukak gaster biasanya mengeluh dispesia. Dispesia adalah suatu
sindroma klinik / kumpulan keluhan, beberapa penyakit saluran cerna seperti, mual,
muntah, kembung, nyeri ulu hati, sendawa/terapan, rasa terbakar, rasa penuh ulu hati dan
cepat merasa kenyang. Dispesia secara klinis dibagi atas: 1) Dispesia akibat gangguan
motilitas, 2). Dispesia akibat tukak: 3). Dispesia akibat refluks 4). Dispesia tidak
spesifik.
Pasien tukak peptic memberikan ciri ciri keluhan seperti nyeri ulu hati, rasa tidak
nyaman/discomfort, disertai muntah. Pada tukak duodeni rasa sakit timbul waktu pasien
merasa lapar, rasa sakit bisa membangunkan pasien tengah malam, rasa sakit hilang
setelah pasien makan dan minu obat antasida (Hunger pain Food Relief = HPFR). Rasa
sakit tukak gaster yang timbul setelah makan, berbeda dengan tukak duodeni yang
merasa enak setelah makan, rasa sakit gaster sebelah kiri dan rasa sakit tukak gaster
sebelah kanan, garis tengah perut. Rasa sakit bermula pada satu titik (pointing sign)
akhirnya difus bisa menjalar ke punggung. Ini kemungkinan disebabkan penyakit
bertambah berat atau mengalami komplikasi berupa penetrasi tukak ke organ pancreas.
Walaupun demikian rasa sakit saja tidak dapat menegakkan diagnosis tukak gaster
karena dipepsis nontukak juga gak bisa menimbulkan rasa sakit yang sama, juga tidak
dapat digunakan lokasi sakit sebelah kiri atau kanan tengah perut. Adapun tukak akibat
obat OAINS dan tukak pada usia lanjut/manula biasanya tidak menimbulkan keluhan,
hanya diketahui melalui komplikasinya berupa perdarahan dan perporasi. Muntah kadang
timbul pada tukak peptic disebabkan edema dan spasme seperti tukak kanal pilorik
(obstruksi gastric outlet). Tukak prepilorik dan duodeni bisa menimbulkan gastric outlet
obstruction melalui terbentuknya fibrosis/oedem dan spasme.
E. Patofisiologis
Penyebab Umum
Penyebab umum dari userasi peptikum adalah ketidakseimbangan antara kecepatan
sekresi dan lambung dan derajat perlindungan yang diberikan oleh sawar mukosa
gastroduodenal dan netralisasi asam lambung oleh cairan duodenum. Semua daerah yang
secara normal terpapar oleh cairan lambung dipasok dengan baik oleh kelenjar mukus,
antara lain kelenjar ulkus campuran pada esophagus bawah dan meliputi sel mukus
penutup pada mukosa lambung: sel mukus pada leher kelenjar lambung; kelenjar pilorik
profunda (menyekresi sebagian besar mukus): dan akhirnya kelenjar Brunner pada
duodenum bagian atas yang menyekresi mukus yang sangat alkali (Guyton, 1996).
Sebagian tambahan terhadap perlindungan mukus dari mukosa, duodenum
dilindungi oleh sifat alkali dari sekresi usus halus, terutama adalah sekresi pancreas yang
mengandung sebagian besar natrium bikarbonat, berfungsi menetralisir asam klorida
cairan lambung sehingga menginaktifkan pepsin untuk mencegah pencernaan mukosa.
Sebagai tambahan, ion-ion bikarbonat disediakan dalam jumlah besar oleh sekresi
kelenjar Brunner yang terletak pada beberapa inci pertama dinding duodenum dan
didalam empedu yang berasal dari hati (Lewis,2000). Akhirnya, dua mekanisme kontrol
umpan balik memastikan bahwa netralisasi cairan lambung ini sudah sempurna, meliputi
hal-hal sebagai berikut :
1. Jika asam yang berlebihan memasuki duodenum, secara refleks mekanisme ini
menghambat sekresi dan peristaltic lambung baik secara persarafan maupun secara
hormonal sehingga menurunkan kecepatan pengosongan lambung.
2. Adanya asam pada usus halus memicu pelepasan sekretin pada mukosa usus,
kemudian melalui darah menuju pancreas untuk menimbulkan sekresi yang cepat
dari cairan pancreas- yang mengandung natrium bikarbonat berkonsentrasi tinggi -
sehingga tersedia natrium bikarbonat untuk menetralisir asam.
3. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa ulkus peptikum dapat disebabkan oleh
salah-satu dari dua judul (10 sekresi asam dan pepsin yang berlebihan oleh mukosa
lambung, atau (2) berkurangnya kemampuan sawar mukosa gastroduodenalisn untuk
berlindung dari sifat pencernaan dari kompleks asam –pepsin.
Penyebab khusus
Factor-faktor diatas menyebabkan kerusakan epitel mulai dari erosi yang berlanjut pada
ulkus akut, kemudian ulkus kronis, dan terbentuknya jaringan parut; maka akan terjadi
penetrasi dari seluruh dinding lambung.
F. Pathway
H. Penatalaksanaan Medis
Beberapa metode dapat digunakan untuk mengontrol keasaman lambung termasuk
perubahan gaya hidup, obat-obatan, dan tindakan pembedahan.
1. Penurunan stress dan istirahat.
2. Penghentian merokok
3. Modifikasi diet, Air jeruk yang asam,coca cola,bir,kopi,tidak mempunyai pengaruh
userogenik pada mukosa lambung tapi dapat menambah sekresi asam lambung.
4. Obat-obatan
5. Intervensi bedah
Penatalaksanaan Farmakologis
I. Pengkajian
1. Keadaan Umum
Tanda –Tanda Vital: Tensi: Suhu, nadi, respirasi.
2. Riwayat pola makan pasien: pola makan tidak teratur, mengkonsumsi makanan yang
merangsang sekresi asam lambung seperti makanan pedas dan masam.
3. Riwayat merokok: bila ya seberapa banyak konsumsi dalam sehari.
4. Riwayat penggunaan obat anti inflamasi non steroid yang lama.
5. Riwayat minuman: kafein, alkohol berapa banyak dalam sehari.
6. Riwayat muntah: warna merah terang atau seperti kopi, jumlah.
7. Riwayat psikologis: stress terhadap pekerjaan, keluarga, penyakit .
8. Riwayat keluarga terhadap penyakit ulkus peptikum.
9. Kaji BAB Pasien: bercampur darah, atau tidak, berapa kali.
10. Pemeriksaan fisik terfokus pada ulkus peptikum
Mata: konjungtiva merah muda,
Abdomen: pada palpasi untuk melokalisir nyeri tekan dan didapatkan nyeri tekan
kuadran atas tengah
J. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan lesi sekunder terhadap peningkatan asam gastrik,
iritasi mukosa dan spasme otot.
2. Ansietas berhubungan dengan koping penyakit akut, perdarahan, penatalaksanaan
jangka panjang.
3. Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nyeri yang
berkaitan dengan makan.
4. Kurang pengetahuan mengenai pencegahan gejala dan penatalaksanaan kondisi
berhubungan.
K. Rencana Tindakan Keperawatan
Intervensi
No Hr/tgl/jam Dx. Kep Tujuan Intervensi Ttd
1. Sabtu Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan Pemberian analgesik
17/11/2018 keperawatan selama 2x24 jam 1. Monitor tanda vital
07.00 diharapkan pasien mampu sebelum dan setelah
mengembalikan fungsi memberikan analgesic
gastrointestinal dengan kriteria narkitik pada
hasil : pemberian dosisi
1. Toleransi (terhadap) pertama kali atau jika
makanan (4) ditemukan tanda-tanda
2. Nafsu makan (5) yang tidak biasanya
3. Warna feses (5) 2. Berikan kebutuhan
4. Waktu pengosongan kenyamanan dan
lambung (5) aktivitas lain yang
dapat membantu
relaksasi untuk
memfasilitasi
penurunan nyeri
3. Ajarkan tentang
penggunaan
analgesic,strategi untuk
menurunkan efek
samping,dan harapan
terkait dengan
keterlibatan dalam
keputusan pengurangan
nyeri
4. Kolaborasikan dengan
dokter apakah
obat,dosis, rute
pemberian,atau
perubahan interfal
dibutuhkan,buat
rekomendasi khusus
berdasarkan prinsip
analgesik
Implementasi
Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih
bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC; 2001.
Herdman Heather. 2015. NANDA International Inc. Nursing Diagnoses : Definitions &
Classifications 2015-2017. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Moorhead Sue. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC). Indonesia: CV. Mocomedia
Pengawasan Elsevier Inc
M Gloria. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC). Indonesia: Cv. Mocomedia
Pengawasan Elsevier Inc