Anda di halaman 1dari 8

1.

2 Diabetes Melitus

2.5.1 Definisi Diabetes mellitus

Diabetes mellitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan

metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengantingginya kadar

gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat,lipid dan protein

sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin.

Diabetes mellitus (DM) adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan

hiperglikemia yang berhubungan dengan abnormalitas metabolism karbohidrat,

lemak, dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau

penurunan sensitivitas insulin, atau keduanya dan menyebabkan komplikasi

kronis microvaskular, makrovaskular dan neuropati (Dipiro, et al., 2009).

1.2.2 Klasifikasi DM

Klasifikasi diabetes melitus mengalami perkembangan dan perubahandari

waktu ke waktu.Dahulu diabetes diklasifikasikan berdasarkan waktu munculnya

(time of onset). Diabetes yang muncul sejak masa kanak-kanak disebut juvenile

diabetes, sedangkan yang baru muncul setelah seseorangberumur di atas 45 tahun

disebut sebagai adult diabetes.

Namun klasifikasi inisudah tidak layak dipertahankan lagi, sebab banyak

sekali kasus-kasusdiabetes yang muncul pada usia 20-39 tahun, yang

menimbulkan kebingunganuntuk mengklasifikasikannya.Pada tahun 1985 WHO

mengajukan revisi klasifikasi\ dan tidak lagi menggunakan terminologi DM Tipe


1 dan 2, namun tetapmempertahankan istilah "Insulin-Dependent Diabetes

Mellitus" (IDDM) dan"Non-Insulin-Dependent Diabetes Mellitus" (NIDDM),

walaupun ternyata dalampublikasi-publikasi WHO selanjutnya istilah DM Tipe 1

dan 2 tetap muncul (Binfar,2005)

1.2.3 Etiologi dan Patofisiologi DM


A. Diabetes Mellitus Tipe 1

Diabetes tipe ini merupakan diabetes yang jarang atau sedikit populasinya,

diperkirakan kurang dari 5-10% dari keseluruhan populasi penderita

diabetes.Gangguan produksi insulin pada DM Tipe 1 umumnya terjadi

karena kerusakan sel-sel pulau Langerhans yang disebabkan oleh reaksi

otoimun.Namun ada pula yang disebabkan oleh bermacam-macam virus,

diantaranya virus Cocksakie, Rubella, CMVirus, Herpes, dan lain

sebagainya. Ada beberapa tipe otoantibodi yang dihubungkan dengan DM

Tipe 1, antara lain ICCA (Islet Cell Cytoplasmic Antibodies), ICSA (Islet

cell surfaceantibodies), dan antibodi terhadap GAD (glutamic acid

decarboxylase).ICCA merupakan otoantibodi utama yang ditemukan pada

penderita DM Tipe 1.Hampir 90% penderita DM Tipe 1 memiliki ICCA di

dalam darahnya.Didalam tubuh non-diabetik, frekuensi ICCA hanya 0,5-

4%. Oleh sebab itu, keberadaan ICCA merupakan prediktor yang cukup

akurat untuk DM Tipe 1.

B. Diabetes Mellitus Tipe 2

Diabetes Tipe 2 merupakan tipe diabetes yang lebih umum, lebih banyak

penderitanya dibandingkan dengan DM Tipe 1. Penderita DM Tipe


mencapai 90-95% dari keseluruhan populasi penderita diabetes, umumnya

berusia di atas 45 tahun, tetapi akhir-akhir ini penderita DM Tipe 2 di

kalanganremaja dan anak-anak populasinya meningkat. Etiologi DM Tipe 2

merupakan multifaktor yang belum sepenuhnya terungkap dengan

jelas.Faktor genetik dan pengaruh lingkungan cukup besardalam

menyebabkan terjadinya DM tipe 2, antara lain obesitas, diet tinggilemak

dan rendah serat, serta kurang gerak badan.ICCA tidak spesifik untuk sel-sel

pulau Langerhans saja, tetapi juga dapat

1.2.4 Manifestasi DM

Diabetes seringkali muncul tanpa gejala.Namun demikian ada

beberapagejala yang harus diwaspadai sebagai isyarat kemungkinan diabetes.

Gejala tipikal yang sering dirasakan penderita diabetes antara lain poliuria

(seringbuang air kecil), polidipsia (sering haus), dan polifagia (banyak

makan/mudah lapar). Selain itu sering pula muncul keluhan penglihatan kabur,

koordinasi gerak anggota tubuh terganggu, kesemutan pada tangan atau kaki,

timbul gatal-gatal yang seringkali sangat mengganggu (pruritus), dan berat badan

menurun tanpa sebab yang jelas.

Pada DM Tipe I gejala klasik yang umum dikeluhkan adalah poliuria,

polidipsia, polifagia, penurunan berat badan, cepat merasa lelah (fatigue),

iritabilitas, dan pruritus (gatal-gatal pada kulit).Pada DM Tipe 2 gejala yang

dikeluhkan umumnya hampir tidak ada. DM Tipe 2 seringkali muncul tanpa

diketahui, dan penanganan baru dimulaibeberapa tahun kemudian ketika penyakit

sudah berkembang dan komplikasi sudah terjadi.


Penderita DM Tipe 2 umumnya lebih mudah terkena infeksi, sukar sembuh

dari luka, daya penglihatan makin buruk, danumumnya menderita hipertensi,

hiperlipidemia, obesitas, dan juga komplikasi pada pembuluh darah dan syaraf.

1.2.5 Penatalaksanaan DM

Penatalaksanaan diabetes mempunyai tujuan akhir untuk menurunkan morbiditas

dan mortalitas DM, yang secara spesifik ditujukan untuk mencapai 2target utama,

yaitu:

1. Menjaga agar kadar glukosa plasma berada dalam kisaran normal


2. Mencegah atau meminimalkan kemungkinan terjadinya komplikasi
diabetes.

A. Terapi Tanpa Obat

a. Pengaturan Diet
Diet yang baik merupakan kunci keberhasilan penatalaksanaan diabetes.

Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang

dalam hal karbohidrat, protein dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi

baik sebagai berikut Karbohidrat : 60-70%, Protein : 10-15% Lemak : 20-

25%minimalkan kemungkinan terjadinya komplikasi diabetes.

b.Terapi Insulin

Terapi insulin merupakan satu keharusan bagi penderita DM Tipe 1. Pada

DM Tipe I, sel-sel Langerhans kelenjar pankreas penderita rusak,

sehingga tidak lagi dapat memproduksi insulin. Sebagai penggantinya,

maka penderita DM Tipe I harus mendapat insulin eksogen untuk

membantu agar metabolism karbohidrat di dalam tubuhnya dapat berjalan

normal. Walaupun sebagianbesar penderita DM Tipe 2 tidak memerlukan


terapi insulin, namun hampir 30%ternyata memerlukan terapi insulin

disamping terapi hipoglikemik oral.

a. Pengendalian Sekresi Insulin

Pada prinsipnya, sekresi insulin dikendalikan oleh tubuh untuk

menstabilkan kadar gula darah. Apabila kadar gula di dalam darah tinggi,

sekresi insulin akan meningkat. Sebaliknya, apabila kadar gula darah

rendah, maka sekresi insulin juga akan menurun. Dalam keadaan normal,

kadar guladarah di bawah 80 mg/dl akan menyebabkan sekresi insulin

menjadi sangatrendah.(Binfar,2005)

2.4 Dyspepsia
2.4.1 Definisi

Dyspepsia adalah sekumpulan gejala yang terdiri dari nyeri rasa tidak

nyaman di epigastrum, mual, muntah, kembung, rasa penuh atau cepat kenyang

dan sering bersendawa. Boiasanya berhubungan dengan pola makan yang tidak

teratur, makan makanan yang pedas, asam, minuman bersoda, kopi, obat-obatan

tertentu, ataupun kondisi emosional tertentu misalnya stress ( Wibawa, 2006 ).

Keluhan reflaks gastro esophagus klasik berupa panas di dada (heartburn)

dan regurgitasi asam lambung, kini tidak lagi termasuk dyspepsia. (Mansjoer,

2000). Pengertian dyspepsia terbagi menjadi dua yaitu :

a. Dyspepsia organic

Bila diketahui adanya kelainan organic sebagai penyebabnya , sindroma

dyspepsia organic terdapat kelainan yang nyata terhadap organ tubuh.

b. Dyspepsia non organic ( dyspepsia fungsional).

Bila tidak jelas penyebabnya, dyspepsia fungsional tampa disertai kelainan

atau gangguan struktur organ berdasarkan pemeriksaan klinis,

laboratorium, radiologi dan endoskopi ( teropong saluran pencernaan).

2.4.2 Etiologi

Menurut Manjoer (2000), bahwa etiologi Dyspepsia yakni :


1. Perubahan pola makan
2. Pengaruh obat-obatan yang dikonsumsi secara berlebihan dan dalam

waktu yang lama


3. Alkohol dan nikotin rokok
4. Stress
5. Gastritis

2.4.3 Manifestasi klinik


Tanda dan gejala pada dyspepsia yang timbul adalah lebih kurang sama antara

satu sama lain. Menurut Inayah, 2004, tanda-tanda dan gejala-gejala umum yang

dijumpai pada dyspepsia adalah:

a. Ingesti / Tidak bisa makan


b. Anoreksia / Nafsu makan yang berkurang
c. Bersendawa
d. Perut kembung
e. Perasaan lekas kenyang
f. Nausea / Mual
g. Vomitus / Muntah
h. Heartburn / Perasaan seperti terbakar di substernal atau di dada.
i. Nyeri Epigastrik / Nyeri perut bagian atas
j. Rasa masam di mulut

2.4.4 Patofisiologi

Djojodiningrat (2010) menjelaskan proses patofisiologi yang berhubungan dengan

dispepsia fungsional adalah hipersekresi asam lambung, infeksi Helicobakter

pylori, dismotilitas gastrointestinal, dan hipersensittivitas visceral.

a) Sekresi asam lambung

Kasus dispepsia fungsional, umumnya mempunya tingkat sekresi asam

lambung, baik sekresi basal atau dengan stimulasi pentagastrin yang rata-

rata normal. Terjadinya peningkatan sensitivitas mukosa lambung terhadap

asam yang menimbulkan rasa tidak enak di perut.

b) Helicobacter pylori (Hp)


Peran infeksi Helicobacter pylori pada dispepsia fungsional belum

sepenuhnya dimengerti dan diterima Infeksi Hp pada dispepsia fungsional

belum sepenuhnya diterima. Hp pada dispepsia fungsional sekitar 50% dan

tidak berbeda bermakna dengan angka kekerapan Hp pada kelompok sehat

c) Dismotilitas gastrointestinal

Dispepsia fungsional terjadi perlambatan pengosongan lambung dan

adanya hipomotilitas antrum sampai 50% kasus, harus dimengerti bahwa

proses motilitas gastrointestinal merupakan proses yang sangat kompleks,

sehingga gangguan pengosongan lambung tidak dapat mutlak menjadi

penyebab dispepsia.

d) Ambang rangsang persepsi

Dispepsia memiliki hipersensitivitas visceral terhadap distensi balon di

gaster atau duodenum. Mekanisme lebih lanjut belum diketahui. Penelitian

menggunakan balon intragastrik mendapatkan hasil 50% populasi dengan

dispepsia fungsional timbul rasa nyeri atau tidak nyaman di perut pada

inflansi balon dengan volume yang lebih rendah dibandingkan dengan

volume yang menimbulkan nyeri.

Anda mungkin juga menyukai