Anda di halaman 1dari 63

ANALISIS FAKTOR RISIKO MALNUTRISI PADA ANAK BALITA DI

PUSKESMAS MANGASA KOTA MAKASSAR TAHUN 2020

PROPOSAL

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Meraih Gelar Sarjana Kedokteran Jurusan Pendidikan Dokter Pada
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Alauddin Makassar

Oleh:

YAUMIL NURUL SAFIRA


NIM: 70600116039

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur yang sebesar – besarnya penulis panjatkan


kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan anugerah-Nya kepada
kita semua bahwa dengan segala keterbatasan yang penulis miliki akhirnya
penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan judul “Analisis Faktor Risiko
Malnutrisi Pada Anak Balita di Puskesmas Mangasa Kota Makassar Tahun
2020” dalam rangka penyelesaian salah satu syarat meraih gelar sarjana
kedokteran program studi pendidikan dokter pada fakultas kedokteran dan ilmu
kesehatan UIN Alauddin Makassar

Makassar, 12 September 2020


Penyusun,

Yaumil Nurul Safira


NIM: 70600116039

ii
DAFTAR ISI

JUDUL ....................................................................................................................i
KATA PENGANTAR ..........................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
DAFTAR TABEL..................................................................................................v
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................vi
PENDAHULUAN..................................................................................................1
A. Latar Belakang ......................................................................................1
B. Rumusan Masalah ...............................................................................11
C. Hipotesis...............................................................................................11
D. Definisi Operasional Dan Ruang Lingkup Penelitian .........................13
E. Kajian Pustaka......................................................................................19
F. Tujuan Penelitian .................................................................................22
G. Manfaat Penelitian ...............................................................................23
TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................25
A. Tinjauan Umum mengenai Balita........................................................25
B. Tinjauan Umum mengenai Gizi...........................................................26
C. Tinjauan Umum Status Gizi.................................................................28
D. Faktor-Faktor yang Berhubungan Status Gizi Balita...........................36
E. Kerangka Teori ...................................................................................43
F. Kerangka Konsep ................................................................................44
METODOLGI PENELITIAN............................................................................45
A. Jenis dan Lokasi Penelitian .................................................................45
B. Populasi ...............................................................................................45
C. Sampel .................................................................................................45
D. Cara Pengumpulan Data ......................................................................47
E. Instrumen Penelitian............................................................................47
F. Pengolahan dan Penyajian Data ..........................................................47
G. Alur Penelitian................................................................................... 48
H. Etika Penelitian ...................................................................................48

iii
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................50

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Definisi Operasional ...........................................................................13

Tabel 1.2 Kajian Pustaka.....................................................................................19

Tabel 2.1 Klasifikasi Status Gizi Menurut Waterlow............................................30

Tabel 2.2 Standar Antropometri WHO-NCHS Menurut Berat Badan/Umur.....31

Tabel 2.3 Standar Antropometri WHO-NCHS Menurut Tinggi Badan/Umur.. .32

Tabel 2.4 Standar Antropometri WHO-NCHS Menurut Berat/Tinggi Badan......33

Tabel 2.5 Angka Kecukupan Energi dan Protein .................................................39

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Teori..................................................................................43

Gambar 2.2 Kerangka Konsep...............................................................................44

Gambar 3.1 Alur Penelitian...................................................................................48

vi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Upaya perbaikan gizi masyarakat bertujuan untuk meningkatkan mutu

gizi perseorangan dan masyarakat, antara lain melalui perbaikan pola konsumsi

makanan, perbaikan perilaku sadar gizi, peningkatan akses dan mutu pelayanan

gizi serta kesehatan sesuai dengan ilmu dan teknologi. Gizi yang baik

merupakan landasan kesehatan, gizi mempengaruhi kekebalan tubuh,

kerentanan terhadap penyakit, serta pertumbuhan dan perkembangan fisik dan

mental. Gizi yang baik akan menurunkan kesakitan, kecacatan dan kematian

sehingga meningkatkan kualitas sumber daya manusia (Kemenkes RI, 2015).

Malnutrisi adalah suatu kondisi dimana terjadi defisiensi, kelebihan atau

ketidakseimbangan protein energi dan nutrien lain yang dapat menyebabkan

gangguan fungsi pada tubuh. Secara umum malnutrisi terbagi atas dua bagian

yaitu undernutrition dan overnutrition. Undernutrition atau yang biasa kita

kenal dengan istilah (Gizi Buruk) terdiri dari marasmus, kwashiorkor, serta

marasmus-kwashiorkor, sedangkan overnutrtion lebih dikenal dengan obesitas.

Malnutrisi yang terjadi pada tahap awal kehidupan dapat meningkatkan risiko

infeksi, morbiditas, dan mortalitas bersamaan dengan penurunan perkembangan

mental dan kognitif (Oxford University Press, 2010).

Malnutrisi terjadi karena tubuh kekurangan satu atau beberapa zat gizi

yang diperlukan. Beberapa hal yang menyebabkan tubuh kekurangan zat gizi

1
adalah karena makanan yang dikonsumsi kurang atau mutunya rendah atau

bahkan keduanya. Selain itu zat gizi yang dikonsumsi gagal untuk diserap dan

dipergunakan oleh tubuh. Malnutrisi banyak menimpa anak-anak khususnya

anak-anak berusia di bawah 5 tahun, karena merupakan golongan yang rentan

(Istutiningrum,2015).

Status gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat dari pemakaian,

penyerapan, dan penggunaan makanan. Status gizi pada balita dapat

berpengaruh terhadap beberapa aspek. Malnutrisi pada balita, membawa

dampak negatif terhadap perkembangan motorik, menghambat perkembangan

perilaku dan kognitif yang berakibat pada menurunnya prestasi belajar dan

keterampilan sosial. Selain itu kekurangan gizi selama masa kanak-kanak

menyebabkan konsekuensi jangka panjang yang serius di kemudian hari yang

meningkatkan risiko terserang penyakit atau cacat dan bahkan kematian

(Istutiningrum,2015).

Gizi buruk merupakan suatu kondisi seseorang mengalami kekurangan

zat gizi yang diakibatkan oleh rendahnya asupan protein dan energi, yang biasa

dikenal sebagai istilah severely underweight yaitu anak dengan indeks berat

badan menurut umur <-3 SD berdasarkan standar baku WHO-NCHS (Kurnia,

2017). Adapun klasifikasi gizi buruk terbagi menjadi 3 yaitu marasmus,

kwashiorkor, dan marasmus-kwashiorkor. Marasmus merupakan suatu kondisi

kekurangan kalori dan energi sedangkan kwashiorkor adalah suatu keadaan

dimana terjadi kekurangan protein dalam jumlah yang besar, dan marasmus

2
kwashiorkor merupakan campuran dari beberapa gejala klinik marasmus dan

kwashiorkor (Kliegman, 2013).

Dampak jangka pendek malnutrisi terhadap perkembangan anak

diantaranya menjadikan anak apatis, gangguan bicara dan gangguan

perkembangan yang lain. Sedangkan dampak jangka panjang adalah penurunan

skor intelligence quotient (IQ), penurunan perkembangan kognitif, penurunan

integrasi sensori, gangguan pemusatan perhatian, gangguan penurunan rasa

percaya diri dan tentu saja merosotnya prestasi akademik di sekolah. Malnutrisi

berpotensi menjadi penyebab kemiskinan melalui rendahnya kualitas sumber

daya manusia dan produktivitas. Tidak heran jika malnutrisi yang tidak dikelola

dengan baik, pada fase akutnya akan mengancam jiwa dan pada jangka panjang

akan menjadi ancaman hilangnya sebuah generasi penerus bangsa (Keshavarzi,

dkk 2015).

Balita merupakan kelompok masyarakat yang rentan gizi. Pada

kelompok tersebut mengalami siklus pertumbuhan dan perkembangan yang

membutuhkan zat-zat gizi yang lebih besar dari kelompok umur yang lain

sehingga balita paling mudah menderita kelainan gizi. Masalah gizi dapat

terjadi disetiap fase kehidupan, dimulai sejak dalam kandungan sampai dengan

usia lanjut. Pada fase kedua kehidupan manusia, yaitu bayi dan balita,

merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Apabila

pada fase tersebut mengalami gangguan gizi maka akan bersifat permanen,

3
tidak dapat dialihkan walaupun kebutuhan gizi pada masa selanjutnya terpenuhi

(Unicef, 2013).

Dalam penelitian dengan judul Hubungan Perkembangan Motorik Kasar

dan Status Gizi anak di Paud Al-Wildan tahun 2019 oleh Irawati dengan hasil

penelitian bahwa balita yang status gizi kurang dan perkembangan motorik

kasar yang menyimpang sebanyak 15(50%), anak yang status gizi kurang dan

perkembangan motorik kasar yang meragukan tidak ada (0%) sedangkan anak

yang status gizi kurang dan perkembangan motorik kasar yang sesuai tidak ada

(0%). Anak yang status gizi lebih dan perkembangan motorik kasar yang

menyimpang sebanyak 1 anak (10%), anak yang status gizi lebih dan

perkembangan motorik kasar yang meragukan sebanyak 3 anak (10%)

sedangkan anak yang status gizi lebih dan perkembangan motorik kasar yang

sesuai tidak ada anak(0%). Anak yang status gizi baik dan perkembangan

motorik kasar yang menyimpang sebanyak 2 anak (6,7%), anak yang status gizi

baik dan perkembangan motorik kasar yang meragukan sebanyak 3 anak

(3,3%), sedangkan anak yang status gizi baik dan perkembangan motorik kasar

yang sesuai sebanyak 6 anak (20%). Disimpulkan bahwa ada hubungan yang

bermakna antara status gizi dengan perkembangan motorik kasar pada anak usia

12-36 bulan di wilayah PAUD Al-Wildan Kec. Tanete Riattang (Irawati, 2019).

Profil Kesehatan Indonesia tahun 2014, mengemukakan jumlah balita 0-

2 tahun di Indonesia sebanyak 14.228.917 jiwa, sementara balita dengan

interval umur 1- 4 tahun berjumlah 19.388.791 jiwa. Sekitar 16% dari anak usia

4
dibawah lima tahun (balita) di Indonesia mengalami gangguan perkembangan

saraf dan otak mulai ringan sampai berat. Sekitar 5–10% anak diperkirakan

mengalami keterlambatan perkembangan namun penyebab keterlambatan

perkembangan umum belum diketahui dengan pasti, dan diperkirakan sekitar 1–

3% khusus pada anak dibawah usia 5 tahun di Indonesia mengalami

keterlambatan perkembangan umum yang meliputi perkembangan motorik,

bahasa, sosio–emosional, dan kognitif (Kemenkes, 2016).

Stunting adalah keadaan tubuh yang sangat pendek hingga melampaui

defisit 2 SD di bawah median panjang atau tinggi badan populasi yang menjadi

referensi internasional. Stunting menggambarkan keadaan gizi kurang yang

sudah berjalan lama dan memerlukan waktu bagi anak untuk berkembang serta

pulih kembali. Stunting di awal kehidupan seorang anak dapat menyebabkan

kerusakan permanen pada perkembangan kognitif, yang diikuti dengan

perkembangan motorik dan intelektual yang kurang optimal sehingga

cenderung dapat menimbulkan konsekuensi terhadap pendidikan, pendapatan,

dan produktivitas pada masa dewasa sehingga berpotensi menurunkan

pertumbuhan ekonomi (Kemenkes, 2016).

Dampak buruk dari stunting dalam jangka pendek bisa menyebabkan

terganggunya otak, kecerdasan, gangguan pertumbuhan fisik, dan gangguan

metabolisme dalam tubuh. Sedangkan dalam jangka panjang akibat buruk yang

dapat ditimbulkan adalah menurunnya kemampuan kognitif dan prestasi

belajar, postur tubuh yang tidak optimal saat dewasa, menurunnya kekebalan

5
tubuh sehingga mudah sakit, risiko tinggi munculnya penyakit diabetes,

kegemukan, penyakit jantung dan pembuluh darah, kanker, stroke dan

disabilitas pada usia tua, serta kualitas kerja yang tidak kompetitif yang

berakibat pada rendahnya produktifitas ekonomi (Kemenkes RI, 2016).

Kematian bayi baru lahir dan anak di bawah usia 5 tahun yang dapat

dicegah dengan seluruh negara berusaha menurunkan Angka Kematian

Neonatal setidaknya hingga 12 per 1.000 kelahiran hidup dan kematian di

bawah usia 5 tahun menjadi 25 per 1.000 kelahiran hidup. Terkait penyakit

menular yaitu mengakhiri epidemi AIDS, tuberkulosis (TB), malaria dan

penyakit tropis yang terabaikan dan memerangi hepatitis, penyakit bersumber

air serta penyakit menular lainnya. Pada tahun 2015, Kementerian Kesehatan

mencatat 30.935 kasus baru HIV, meskipun jumlah infeksi barunya

diperkirakan sebesar 72.100 (4.900 di antaranya terjadi pada anak usia 0–14

tahun dan 67.200 sisanya pada usia 15 tahun ke atas). Menurut Komisi

Penanggulangan AIDS Nasional, strategi yang digunakan untuk membendung

HIV di Indonesia secara umum sudah cukup layak sesuai tahapan epidemi HIV.

Pada tahun 2015, Kementerian Kesehatan mendeteksi 331.000 kasus TB baru.

Hampir 9 persen kasus baru terjadi pada anak berusia di bawah 15 tahun.

Namun sebenarnya masih banyak kasus yang belum dilaporkan

(underreporting): insiden aktual TB pada tahun 2015 diperkirakan sebesar 1

juta, atau 395 per 100.000 orang (SDGs, 2017).

6
Menurut data dari WHO angka kejadian kekurangan gizi pada anak

balita tahun 2014 sebanyak 50 juta anak dan gizi buruk sebanyak 16 juta anak

(WHO, 2015). Sedangkan, di Indonesia terjadi peningkatan angka kejadian gizi

kurang dan gizi buruk dari tahun 2010 sebesar 17,9%, dan 4,9% menjadi

19,6%, dan 5,7% pada tahun 2013. Wilayah Sulawesi Selatan merupakan salah

satu wilayah dengan peringkat 10 tertinggi untuk prevalensi gizi kurang dan

gizi buruk pada balita yaitu 25,6%, dan 6,6% (Depkes RI, 2014). Dan hasil

pemetaan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan

untuk prevalensi marasmus-kwashiorkor tertinggi adalah di Kota Makassar,

dengan distribusi 16,39% gizi kurang, dan 3,66% gizi buruk (Dinkes

Prov.Sulsel, 2014).

Masalah gizi merupakan akibat dari berbagai faktor yang saling terkait.

Kejadian gizi kurang dan gizi buruk pada balita sangat erat hubungannya

dengan beberapa faktor risiko diantaranya ASI Eksklusif juga memiliki

hubungan yang bermakna dengan gizi kurang atau gizi buruk karena ASI

memberikan zat kekebalan kepada balita sehingga balita tersebut menjadi tidak

rentan terhadap penyakit. Hasil penelitian menunjukkan kejadian malnutrisi

pada balita dengan ASI eksklusif total 77 sampel pasien dengan malnutrisi,

didapatkan 59 (38,3%) sampel yang tidak diberikan ASI eksklusif dan 18

(11,7%) sampel yang diberikan ASI eksklusif dimana didapatkan hubungan

antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian gizi kurang pada anak balita

(Sihombing, 2017).

7
Dalam sebuah penelitian terkait hubungan malnutrisi dengan Sosial

ekonomi merupakan suatu konsep dan untuk mengukur status sosial ekonomi

keluarga dilihat dari variabel tingkat pekerjaan. Hasil penelitian menunjukkan

kejadian malnutrisi pada balita dengan sosial ekonomi proporsi terbanyak

berstatus sosial ekonomi rendah sebanyak 35 balita (87,5%) sedangkan pada

kelompok gizi 38 baik proporsi terbanyak berstatus sosial ekonomi tinggi

sebanyak 30 balita (75%) yang mempunyai arti bahwa status sosial ekonomi

memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian malnutrisi pada balita

(Anwar, 2015).

Selain itu, rendahnya pendidikan dan pengetahuan dapat mempengaruhi

ketersediaan pangan dalam keluarga, yang selanjutnya mempengaruhi kuantitas

dan kualitas konsumsi pangan yang merupakan penyebab langsung dari

kekurangan gizi pada anak balita. Hasil penelitian menunjukkan kejadian

malnutrisi pada balita dengan pendidikan dan pengetahuan ibu yang rendah

sebanyak 28 balita (70%) merupakan jumlah sebagian besar subjek pada

kelompok gizi buruk. Mempunyai arti bahwa terdapat hubungan yang

bermakna antara pendidikan ibu dengan kejadian malnutrisi pada balita (.

Oetomo, 2018)

Selain itu, BBLR juga dapat mempengaruhi terjadinya gizi buruk, hal

ini dikarenakan bayi yang mengalami BBLR akan mengalami komplikasi

penyakit karena kurang matangnya organ, menyebabkan gangguan

pertumbuhan fisik dan gangguan gizi saat balita. Hasil penelitian menunjukkan

8
kejadian malnutrisi pada balita dengan balita yang mengalami BBLR sebanyak

21 balita (52,5%) yang mempunyai arti bahwa status sosial ekonomi memiliki

hubungan yang bermakna dengan kejadian malnutrisi pada balita (Saputra,

2012).

Faktor risiko malnutrisi yang terakhir adalah penyakit infeksi karena

kurangnya asupan gizi dapat menjadi awal timbulnya penyakit infeksi, karena

gangguan penyerapan makanan dan masalah sanitasi merupakan salah satu

penyebab mudahnya penyakit infeksi pada status gizi balita. Dari hasil

penelitian diperoleh 38 balita (95%) mempunyai penyakit infeksi yang

merupakan proporsi terbesar dalam kelompok gizi buruk. Pada kelompok gizi

baik proporsi terbesar diperoleh 26 balita (65%) tidak mempunyai penyakit

infeksi yang berarti bahwa penyakit infeksi mempunyai hubungan bermakna

dengan kejadian malnutrisi pada balita (Sumiati, 2007).

Selain dari sisi bidang sains dan kedokteran betapa pentingnya

pemberian gizi dan nutrisi yang baik, pemberian gizi dan nutrisi yang baik

dijelaskan pula dalam Al-Qur’an Surah Thaha ayat 81 :

          
       
Terjemahnya:
“Makanlah di antara rezeki yang baik yang telah Kami berikan kepadamu, dan
janganlah melampaui batas padanya, yang menyebabkan kemurkaan-Ku
menimpamu. Dan barang siapa ditimpa oleh kemurkaan-Ku, maka
sesungguhnya binasalah ia.”

Tafsir Jalalain Surah Thaha ayat 81 :

9
(Makanlah di antara rezeki yang baik yang telah kami berikan kepada

kalian) yakni nikmat yang telah dilimpahkan kepada kalian (dan janganlah

melampaui batas padanya) seumpamanya kalian mengingkari nikmat-nikmat itu

(yang menyebabkan kemurkaan-Ku menimpa kalian) bila dibaca Yahilla

artinya wajib kemurkaan-Ku menimpa kalian. Dan jika dibaca Yahulla artinya,

pasti kemurkaan-Ku menimpa kalian (Dan barang siapa ditimpa oleh

kemurkaan-Ku) lafal Yahlil dapat pula dibaca Yahlul (maka sungguh binasalah

ia) terjerumuslah ia ke dalam neraka.

Dalam aspek dunia medis dan sesuai dengan apa yang Allah swt telah

perintahkan kepada kita untuk makan makanan dari cara yang halal karena

kandungan zat-zat gizi seperti karbohidrat, lemak, protein, dsb yang terdapat di

dalam sebuah makanan berguna sebagai energi yang nantinya akan dapat

digunakan sebagai bahan untuk metabolisme di dalam tubuh kita, apabila kita

tidak mengikuti sesuai aturan yang Allah swt telah tetapkan contohnya, kita

memberikan makanan kepada keluarga kita dari sumber yang tidak jelas maka

perbuatan kita kelak Allah swt akan membalas perilaku kita di hari kemudian,

dan juga apabila kita tidak memberikan asupan nutrisi yang kuat kepada anak

kita maka anak tersebut kekurangan bahan untuk metabolisme di dalam tubuh

yang nantinya akan berdampak pada kekurangan gizi.

Sedangkan berbagai upaya yang dapat dilakukan dalam upaya

penanggulangan masalah malnutrisi menurut Kemenkes RI (2015) dirumuskan

dalam beberapa kegiatan berikut :

10
a. Meningkatkan cakupan deteksi dini malnutrisi melalui penimbangan bulanan

balita di posyandu.

b. Meningkatkan cakupan dan kualitas tata laksana kasus malnutrisi di

puskesmas / RS dan rumah tangga.

c. Menyediakan Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P) kepada

balita malnutrisi dari keluarga miskin.

d. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan ibu dalam memberikan asuhan

gizi kepada anak (ASI/MP-ASI).

e. Memberikan suplemen gizi (kapsul vitamin A) kepada semua balita.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah tersebut di atas, dapat

dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut : Apa sajakah faktor risiko

terjadinya kasus malnutrisi pada anak balita di Puskesmas Mangasa Kota

Makassar?

C. Hipotesis

1. Hipotesis Ho

a. Tidak ada hubungan antara pendidikan dan pengetahuan orang tua

terhadap kejadian Malnutrisi pada anak balita di Puskesmas Mangasa

Kota Makaasar Tahun 2020.

b. Tidak ada hubungan antara sosial-ekonomi terhadap kejadian Malnutrisi

pada anak balita di Puskesmas Mangasa Kota Makassar Tahun 2020.

11
c. Tidak ada hubungan antara riwayat penyakit infeksi terhadap kejadian

Malnutrisi pada anak balita di Puskesmas Mangasa Kota Makassar

Tahun 2020..

d. Tidak ada hubungan antara pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian

Malnutrisi pada anak balita di Puskesmas Mangasa Kota Makassar

Tahun 2020.

e. Tidak ada hubungan antara riwayat berat badan lahir terhadap kejadian

Malnutrisi pada anak balita di puskesmas Mangasa Kota Makassar

Tahun 2020.

f. Tidak ada hubungan antara variabel yang berpengaruh terhadap kejadian

Malnutrisi pada anak balita di Puskesmas Mangasa Kota Makassar

Tahun 2020.

g. Tidak ada hubungan antara faktor risiko terhadap kejadian Malnutrisi

pada anak balita di Puskesmas Mangasa Kota Makassar Tahun 2020.

2. Hipotesis Ha

a. Ada hubungan antara pendidikan dan pengetahuan orang tua terhadap

kejadian Malnutrisi pada anak balita di Puskesmas Mangasa Kota

Makaasar Tahun 2020.

b. Ada hubungan antara sosial-ekonomi terhadap kejadian Malnutrisi pada

anak balita di Puskesmas Mangasa Kota Makassar Tahun 2020.

12
c. Ada hubungan antara riwayat penyakit infeksi terhadap kejadian

Malnutrisi pada anak balita di Puskesmas Mangasa Kota Makassar

Tahun 2020.

d. Ada hubungan antara pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian

Malnutrisi pada anak balita di Puskesmas Mangasa Kota Makassar

Tahun 2020.

e. Ada hubungan antara riwayat berat badan lahir terhadap kejadian

Malnutrisi pada anak balita di puskesmas Mangasa Kota Makassar

Tahun 2020.

f. Ada hubungan antara variabel yang berpengaruh terhadap kejadian

Malnutrisi pada anak balita di Puskesmas Mangasa Kota Makassar

Tahun 2020.

g. Ada hubungan antara faktor risiko terhadap kejadian Malnutrisi pada

anak balita di Puskesmas Mangasa Kota Makassar Tahun 2020.

D. Definisi Operasional dan Ruang Lingkup Penelitian


1. Definisi Operasional

Tabel. 1.1 Definisi Operasional


No Variabel Definisi Cara ukur Hasil ukur Skala
operasional
Variabel independen
1. Faktor Jenjang Dinilai Tingkat pendidikan Ordinal
orang tua pendidikan berdasarkan ibu:
a.Tingkat formal jawaban 1 : Tamat SD

13
pendidikan yang pernah subjek 2 :Tamat SMP
ibu ditempuh 3 : Tamat SMA
atau dijalani
oleh ibu dan
berijazah.
b.Pengetahu Sesuatu Menggunak Pengetahuan ibu Ordinal
an ibu yang an kuisioner tentang gizi balita :
tentang gizi diketahui yang 9-10 : Subjek mampu
balita ibu yang sebelumnya menjawab dengan
berkenaan pernah baik beberapa
dengan gizi diteliti oleh pertanyaan yang kita
balita. Sihombing ajukan
Natalia 0-5 : Subjek hanya
pada tahun mampu menjawab
2017 dan sebagian dari
kita menilai beberapa pertanyaan
berdasarkan yang kita ajukan
jawaban
subjek
2. Faktor Suatu Dinilai Status ekonomi Ordinal
sosial kondisi berdasarkan berdasarkan Upah
ekonomi yang jawaban Minimum Kota
berkaitan subjek Makassar tahun 2019 :
dengan 0 :< Rp. 2.941.270
tingkat 1 :> Rp. 2.941.270
pendapatan,
dan status
sosial di
dalam

14
masyarakat.
3. Berat badan Berat badan Dinilai Berat badan lahir : Ordinal
lahir yang di berdasarkan 0 :< 2.000 gr
timbang jawaban 1 :< 2.500 gr
dalam subjek 2 : 2.500 –
waktu 1 jam 3.500 gr
pertama
setelah
kelahiran.
4. Penyakit Riwayat Dinilai dari Riwayat penyakit
infeksi penyakit jawaban infeksi :
yang pernah subjek 0 : Tidak sedang
dialami oleh mengalami penyakit
balita yang infeksi atau tidak
disebabkan memiliki riwayat
oleh penyakit infeksi
mikroorgani 1 : Pernah mengalami
sme. penyakit infeksi

5. Balita Anak yang Dinilai Berdasarkan Numerik


berusia berdasarkan wawancara dengan
diatas 1 jawaban orang tua
tahun dan subjek
dibawah 5
tahun (1-5
tahun).

6. ASI Pemberian Menggunak ASI eksklusif: Ordinal


Eksklusif ASI selama an kuisioner 0 : Tidak
6 bulan yang mendapatkan ASI

15
tanpa sebelumnya eksklusif
diberikan pernah 4 : Mendapatkan ASI
makanan diteliti oleh eksklusif ditambah
pendamping Sihombing dengan penggunaan
apapun Natalia susu formula
pada tahun 8 : Mendapatkan ASI
2017 dan eksklusif
kita menilai
berdasarkan
jawaban
subjek
Variabel dependen
7. Status gizi Keadaan Menggunak Status gizi Ordinal
gizi pada an grafik berdasarkan :
balita pertumbuha A. Berat badan
dengan n anak menurut umur
menggunak berdasarkan (BB/U) :
an indikator WHO- Gizi Lebih :> 2
antropometr NCHS SD
i (dalam Z- Gizi Baik :
berdasarkan score) -2 SD s/d 2 SD
standar Gizi Kurang :
WHO- <-2 SD s/d -3 SD
NCHS Gizi Buruk :<-3
(dalam Z- SD
score) yang B. Tinggi badan
terdiri dari menurut umur
beberapa (TB/U) :
metode Sangat Pendek :

16
seperti <-3,0 SD
berdasarkan Pendek :
berat badan -3,0 SD s/d <-2,0
menurut SD
umur Normal :
(BB/U), > -2,0 SD
panjang C. Berat badan
badan menurut tinggi
menurut badan (BB/TB) :
umur Gemuk :
(TB/U), dan > 2 SD
berat badan Normal :
menurut -2 SD s/d 2 SD
tinggi badan Kurus :
(BB/TB). < -3 SD s/d -2 SD
Sangat Kurus : <-3
SD
8. Gizi kurang Status gizi Menggunak Menggunakan Ordinal
pada balita berdasarkan an grafik interpretasi
indek berat pertumbuha berdasarkan standar
badan n anak baku WHO-NCHS
menurut berdasarkan berdasarkan BB/U,
tinggi badan WHO- dan BB/TB
(BB/TB), NCHS
dan Berat (dalam Z-
badan score)
menurut
umur
(BB/U)

17
dengan
interpretasi
nilai Z-
score < -3
standar
deviasi atau
dengan
tanda-tanda
klinis.
9 Gizi buruk Status gizi Menggunak Menggunakan Ordinal
pada balita berdasarkan an grafik interpretasi
indek berat pertumbuha berdasarkan standar
badan n anak baku WHO-NCHS
menurut berdasarkan berdasarkan BB/U,
tinggi badan WHO- dan BB/TB
(BB/TB) NCHS
dengan Z- (dalam Z-
score < -3 score)
standar
deviasi atau
dengan
tanda-tanda
klinis.
2. Ruang Lingkup Penelitian
Menganalisis faktor-faktor risiko apa saja yang berperan dalam kejadian

malnutrisi pada anak balita dengan menggunakan kuisioner berdasarkan hasil

online instrumen, dan rekam data medis responden secara online puskesmas

setempat.

18
E. Kajian Pustaka
Tabel. 1.2 Kajian Pustaka
1. Faktor Risiko Kejadian Gizi Kurang Pada Balita Usia 24-59 Bulan Di
Kelurahan Taipa Kota Palu
Nama Peneliti (Tahun) Lilis Fauziah, Nurdin Rahman, &
Hermiyanti (2017)
Tujuan Penelitian Untuk mengetahui faktor risiko kejadian gizi
kurang pada balita usia 24-59 bulan di
Kelurahan Taipa Kota Palu.
Variabel Penelitian Analisis bivariat, variabel: konsumsi energy,
konsumsi protein, penyakit infeksi dan pola
asuh makan
Metodologi Penelitian Desain penelitian yang digunakan adalah
case control study (kasus-kontrol).
Hasil Penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa balita
yang konsumsi energinya memiliki risiko
tinggi berisiko 8,413 kali menderita gizi
kurang dibandingkan dengan balita yang
konsumsi energinya memiliki risiko rendah
(CI: 3,036-23,014), balita yang konsumsi
proteinnya memiliki risiko tinggi berisiko
6,091 kali menderita gizi kurang
dibandingkan dengan balita yang konsumsi
proteinnya memiliki risiko rendah (CI:
2,306-16,094) dan balita dengan pola asuh
makan yang memiliki risiko tinggi berisiko
3,200 kali menderita gizi kurang
dibandingkan balita dengan pola asuh
makan yang berisiko rendah (CI: 1,293-
7,922), sedangkan balita yang pernah

19
menderita penyakit infeksi berisiko 2,250
kali menderita gizi kurang dibandingkan
balita yang tidak pernah mengalami
penyakit infeksi dan tidak bermakna
signifikan (CI: 0,810-6,252).
2. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Gizi Kurang
Pada Balita Usia 12-59 Bulan Di Desa Srimartani
Nama Peneliti (Tahun) Ima Rahmawati (2019)
Tujuan Penelitian Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja
yang berhubungan dengan kejadian gizi
kurang pada balita usia 12-59 bulan di Desa
Srimartani
Variabel Penelitian Menggunakan analisis univariat dan bivariat
dengan menggunakan analisis Chi-Square
dan Spearman Rank.
Metodologi Penelitian Penelitian kuantitatif dengan pendekatan
cross sectional.
Hasil Penelitian Hasil penelitian diperoleh 16,67 % balita
dengan gizi buruk dan 83,33 % balita
dengan gizi kurang. uji statistik yang
dilakukan menggunakan chi square dan
spearman rank menunjukkan ada hubungan
antara penghasilan keluarga dengan nilai p
value 0,027, pendidikan ibu (pengasuh) p
value 0,013, pengetahuan ibu (pengasuh) p
value 0,000, pola asuh pemberian asupan
makanan p value 0,010, riwayat BBLR p
value 0,010, riwayat ASI Eksklusif p value
0,001, riwayat Penyakit Infeksi p value
0,000.

20
3. Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Pada Anak
Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Bontomarannu
Nama Peneliti (Tahun) Muh Dhinul Almushawwir (2016)
Tujuan Penelitian Untuk Mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan dengan status gizi anak balita
di wilayah kerja Puskesmas Bontomarannu
Variabel Penelitian Variabel independen : umur ibu, pekerjaan
ibu , pengetahuan gizi ibu, jumlah anak,
pendapatan keluarga, jumlah anggota
keluarga, pendidikan terakhir ibu.
Metodologi Penelitian Penelitian kuantitatif dengan desain cross
sectional study atau dengan penelitian
pengambilan data satu waktu.
Hasil Penelitian Berdasarkan hasil analisis bivariat
didapatkan umur ibu (p= 0,038), pekerjaan
ibu (p=0,405), pengetahuan gizi ibu
(p=0,600), jumlah anak (p= 0,433),
pendapatan keluarga (p= 0,600), jumlah
anggota keluarga (p= 0,178) dan pendidikan
ibu (p= 0,190). Sementara dari analisis
multivariat didapatkan umur ibu (p=0,51),
jumlah anggota keluarga (p=0,955) dan
pendidikan ibu (p=0, 077). Analisis bivariat
menunjukkan bahwa terdapat hubungan
yang signifikan antara umur ibu dengan
status gizi pada balita. Berdasarkan hasil
analisis multivariat faktor pendidikan ibu
merupakan faktor yang paling berhubungan
dengan status gizi anak balita.karena

21
didapatkan nilai p adalah <0,25.
F. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum

Mengetahui faktor-faktor risiko malnutrisi pada balita di Puskesmas

Mangasa Kota Makassar Tahun 2020.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui faktor risiko malnutrisi pada anak balita di Puskesmas

Mangasa Kota Makassar Tahun 2020.

b. Mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan dan pengetahuan orang

tua terhadap kejadian malnutrisi pada anak balita di Puskesmas Mangasa

Kota Makassar Tahun 2020.

c. Mengetahui hubungan antara sosial-ekonomi terhadap kejadian malnutrisi

pada anak balita di Puskesmas Mangasa Kota Makassar Tahun 2020.

d. Mengetahui hubungan antara riwayat penyakit infeksi terhadap kejadian

malnutrisi pada anak balita di Puskesmas Mangasa Kota Makassar Tahun

2020.

e. Mengetahui hubungan antara pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian

malnutrisi pada anak balita di Puskesmas Mangasa Kota Makassar Tahun

2020.

f. Mengetahui hubungan antara riwayat berat badan lahir terhadap kejadian

malnutrisi pada anak balita di Puskesmas Mangasa Kota Makassar Tahun

2020.

22
g. Mengetahui variabel yang paling berpengaruh terhadap kejadian

malnutrisi pada anak balita di Puskesmas Mangasa Kota Makassar Tahun

2020.

G. Manfaat Penelitian
1. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk memberikan informasi

tentang faktor-faktor risiko dengan kejadian malnutrisi pada balita di

Puskesmas Mangasa Kota Makassar.

2. Bagi peneliti

a. Menambah pengetahuan dan untuk mengetahui berbagai masalah tentang

gizi pada anak balita.

b. Dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang faktor- faktor risiko

dengan angka kejadian malnutrisi pada balita di Puskesmas Mangasa

Kota Makassar.

3. Bagi Institusi

Sebagai bahan kepustakaan Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

yang dapat dijadikan sebagai informasi riset maupun penelitian selanjutnya

dengan variabel yang lebih luas.

23
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Mengenai Balita

1. Pengertian Balita

Balita adalah anak usia kurang dari lima tahun sehingga bayi usia

dibawah satu tahun juga termasuk golongan ini. Balita usia 1-5 tahun dapat

dibedakan menjadi dua yaitu anak usia lebih dari satu tahun sampai tiga

tahun yang dikenal dengan batita dan anak usia lebih dari tiga tahun sampai

lima tahun yang dikenal dengan usia prasekolah (Proverawati dan wati,

2011).

24
Bawah lima tahun (Balita) didefinisikan sebagai anak di bawah lima

tahun dan merupakan periode usia setelah bayi dengan rentang 0-5 tahun

(Gibney, 2009). Anak balita adalah anak yang telah menginjak usia di atas

satu tahun atau lebih popular dengan pengertian usia anak di bawah lima

tahun (Muaris, 2006). Menurut Sutomo dan Anggraeni (2010), balita adalah

istilah umum bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak prasekolah (3-

5tahun).

Masa balita adalah periode perkembangan fisik dan mental yang

pesat. Kesehatan seorang balita sangat dipengaruhi oleh gizi yang terserap

didalam tubuh. Kurangnya gizi yang diserap oleh tubuh mengakibatkan

mudah terserang penyakit karena gizi memberi pengaruh yang besar

terhadap kekebalan tubuh. Gizi bukan hanya mempengaruhi kesehatan

tubuh, tetapi juga mempengaruhi kecerdasan. Apabila gizi yang diperlukan

oleh otak tidak terpenuhi, otak akan mengalami pengaruh sehingga tidak

dapat berkembang (Ellya Sibagariang,2010).

B. Tinjauan Umum Mengenai Gizi

1. Pengertian Gizi

Zat gizi (nutrients) adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk

melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan

memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan. Status gizi

adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan

25
zat-zat gizi. Dibedakan antara status gizi buruk dan kurang (Almatsier,

2005).

 Gizi kurang merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan

nutrisi, atau nutrisinya dibawah rata-rata (Kliegman, 2013).Gizi kurang

pada anak-anak merupakan suatu masalah kesehatan masyarakat yang

sangat penting di seluruh dunia tetapi keparahannya bervariasi dari satu

daerah ke daerah lain. Secara global, ini merupakan penyebab penting

morbiditas dan mortalitas pada anak di bawah lima tahun terutama di

negara-negara berkembang (Ocheke, 2015).

 Gizi buruk dapat diartikan sebagai kurangnya asupan energi dan protein

sehari-hari atau karena suatu penyakit tertentu (Supriasa, 2012).

Menurut Depkes RI 2012, merupakan status gizi dengan z-score <-3

menurut BB/TB atau dengan tanda-tanda marasmus, kwashiorkor, dan

marasmus-kwashiorkor (Depkes RI, 2012). Kelompok umur balita

merupakan kelompok umur yang sangat rentan mengalami gizi buruk.

Secara garis besar klasifikasinya dapat dibagi menjadi (Kliegman,

2013):

 Marasmus

Marasmus merupakan salah satu bentuk gizi buruk yang

paling sering ditemukan pada balita. Ini merupakan hasil akhir dari

tingkat keparahan gizi buruk. Gejala klinis marasmus antara lain

26
terlihat wajah seperti orang tua, terlihat tulang belakang menonjol

dan kulit di pantat berkeriput (baggy pant), perut umumnya cekung,

iga gambang, dan sering disertai penyakit infeksi (umumnya

penyakit kronis yang berulang), dan diare (Kliegman, 2013)

 Kwashiorkor

Kwashiorkor adalah suatu keadaan dimana terjadi kekurangan

protein dalam jumlah yang besar (Kliegman, 2013). Gejala klinis

dari kwashiorkor antara lain rambut rontok dan berwarna

kemerahan, otot mengecil (hipotrofi), kelainan kulit berupa bercak

merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi cokelat

kehitaman dan terkelupas (crazy pavement dermatosis), pembesaran

hati, sering disertai penyakit infeksi (umumnya bersifat akut),

anemia, dan diare (Kliegman, 2013).

 Marasmus-Kwashiorkor

Marasmus-kwashiorkor gejala klinisnya merupakan campuran

dari beberapa gejala klinis antara kwashiorkor dan marasmus

dengan Berat Badan (BB) menurut umur (U) < 60% baku median

WHO-NCHS yang disertai edema yang tidak mencolok (Kliegman,

2013).

C. Tinjauan Umum Mengenai Status Gizi

1. Pengertian Status Gizi

27
Status gizi merupakan gambaran kesehatan sebagai refleksi

penggunaan konsumsi pangan yang dikonsumsi oleh seseorang dan

penggunaannya oleh tubuh (Jonny, 2005; Sunarti, 2004).Penilaian status gizi

balita dengan standar nasional yang di terbitkan oleh Kementrian Kesehatan

Republik Indonesia hanya menggunakan pengukuran antropometri

(penilaian gizi secara langsung) yaitu berdasarkan BB/U (berat badan/umur)

dengan klasifikasi gizi kurang, gizi buruk, gizi baik, gizi lebih. Berdasarkan

TB/U (tinggi badan/umur) diklasifikasikan menjadi sangat pendek, pendek,

normal, tinggi, dan berdasarkan BB/TB (berat badan/tinggi badan) dengan

klasifikasi sangat kurus, kurus, gemuk (DEPKES RI, 2011). Pengukuran

langsung selain antropometri adalah pengukuran secara klinis, biokimia, dan

biofisik. Sedangkan pengukuran secara tidak langsung adalah dengan survei

konsumsi makanan dan statistik vital (Supariasa, Bakhri & Fajar, 2012).

2. Penilaian Status Gizi

Untuk mengetahui status gizi, yaitu ada tidaknya malnutrisi pada

individu atau masyarakat diperlukan Penilaian Status Gizi (PSG).

Definisi dari PSG adalah interpretasi dari data yang didapatkan dengan

menggunakan berbagai metode untuk mengidentifikasi populasi atas

individu yang berisiko atau dengan status gizi buruk. Metode dalam PSG

dibagi dalam tiga kelompok. Kelompok pertama, metode secara langsung

yang terdiri dari penilaian dengan melihat tanda klinis, tes laboratorium,

metode biofisik, dan pengukuran antropometri. Kelompok kedua,

28
penilaian dengan melihat statistik kesehatan yang biasa disebut PSG

tidak langsung karena tidak menilai individu secara langsung. Kelompok

ketiga, penilaian dengan melihat variabel ekologi (Departemen Gizi dan

Kesehatan Masyarakat UI, 2010).

Secara tidak langsung status gizi masyarakat dapat diketahui

berdasarkan penilaian terhadap data kuantitatif maupun kualitatif

konsumsi pangan. Informasi tentang konsumsi pangan dapat diperoleh

melalui survei yang akan menghasilkan data kuantitatif (jumlah dan jenis

pangan) dan kualitatif (frekuensi makan dan cara mengolah makanan).

Penentuan status gizi dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu secara

biokimia, dietetika, klinik, dan antropometri (cara yang paling umum dan

mudah digunakan untuk mengukur status gizi di lapangan). Indeks

antropometri yang dapat digunakan adalah berat badan per umur (BB/U),

Tinggi Badan per Umur (TB/U), Berat Badan per Tinggi Badan

(BB/TB). Terdapat 3 jenis gizi buruk yang sering dijumpai yaitu

kwashiorkor, marasmus dan gabungan dari keduanya marasmiks-

kwashiorkor. Kwashiorkor dapat dibedakan dengan marasmus yang

disebabkan oleh asupan dengan kurang dalam kuantitas tetapi kualitas yang

normal, sedangkan marasmiks-kwashiorkor adalah gabungan dari

kwashiorkor dengan marasmus yang disertai dengan oedema (Susanti E,

2011)

Waterlow membedakan antara penyakit KEP yang terjadi akut

29
dan kronis. Indikator yang digunakan meliputi BB/TB untuk

mencerminkan gangguan gizi yang akut dan menyebabkan wasting

(kurus-kering), TB/U merupakan akibat kekurangan gizi yang

berlangsung sangat lama. Akibat anak menjadi pendek untuk umurnya.

Klasifikasi menurut Waterlow digambarkan dalam tabel berikut.

Tabel 2.1 Klasifikasi Status Gizi Menurut Waterlow


(Supariasa, 2012)
Kategori TB/U U BB/TB
Gizi lebih >95 % >90 %
Gizi baik 90-95% 80-90%
Gizi kurang 85-90% 70-80%
Gizi buruk <85% <70%

Klasifikasi menurut WHO pada dasarnya cara penggolongan

indeks sama dengan cara waterlow. Indikator yang digunakan meliputi

BB/TB, BB/U dan TB/U. Standar yang digunakan adalah NHCS

(National Center for HealthStatistic, USA). Klasifikasi status gizi

menurut WHO digambarkan dalam tabel berikut:

1. Indeks Berat Badan Menurut Umur (BB/U)

Penentuan status gizi yang umum dilakukan adalah menimbang

berat badan yang dibandingkan dengan umur anak. Salah satu standar

antopometri yang biasa digunakan antara lain adalah WHO-NCHS

(National Center Health Statistics).

Tabel 2.2 Standar Antropometri WHO-NCHS Menurut Berat


Badan/Umur (Depkes, 2012)

30
Indikator Status Gizi Keterangan

Gizi Lebih >2 SD


Gizi Baik -2 SD s/d 2 SD
Berat Badan
Menurut Umur Gizi Kurang < -2 SD s/d -3 SD

(BB/U) Gizi Buruk < -3 SD


Penialian status gizi dapat berdasarkan berat badan menurut

umur (BB/U) dapat dibagi menjadi empat menurut buku standar

WHO-NCHS status gizi (Supariasa, 2012), yaitu :

1. Gizi lebih : overweight dan obesitas

2. Gizi baik

3. Gizi kurang : underweight mild dan moderate PCM (Protein Calori

Malnutrition)

4. Gizi buruk : severe PCM ( marasmus, marasmus- kwasiorkor dan

kwashiorkor)

2. Indeks Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)

Tinggi badan merupakan salah satu indikator penentuan kualitas

gizi pada seseorang. Faktor yang mempengaruhi tinggi badan adalah

hereditas dan zat gizi yang diperoleh dari makanan sehari-hari. Gizi

makanan sangat penting dalam membantu pertumbuhan tinggi badan

anak (Supariasa, 2012).

31
Salah satu standar antopometri yang biasa digunakan untuk

menentukan kategori TB/U antara lain adalah WHO-NCHS (National

Center Health Statistics).

Tabel 2.3 Standar Antropometri WHO-NCHS Menurut Tinggi Badan /


Umur (Depkes, 2012)
Sangat Pendek < -3,0 SD
Pendek -3,0 SD s/d < -2,0 SD
TB/U
Normal ≥-2,0 SD
3. Indeks Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB)

Penggunaan standar Antopometri WHO 2015 dalam menilai

status gizi anak yaitu status gizi yang didasarkan pada indeks berat

badan menurut panjang badan (BB/TB) atau berat badan menurut

tinggi badan (BB/TB), yang merupakan padanan istilah wasted (kurus)

dan severely wasted (Sangat Kurus) serta anak yang memiliki risiko

gizi lebih (possible risk of overweight). Kondisi gizi buruk biasanya

disebabkan oleh penyakit dan kekurangan asupan gizi yang baru saja

terjadi (akut) maupun yang telah lama terjadi (kronis). (Adriani M,

2016).

Tabel 2.4 Standar Antropometri WHO-NCHS Menurut Berat Badan /


Tinggi Badan (Depkes, 2012)
Indikator Status Gizi Keterangan
Berat Badan Gemuk >2 SD
Normal -2 SD s/d 2 SD
Menurut Tinggi
Kurus < -3 SD s/d -2 SD
Badan Sangat Kurus < -3 SD
(BB/TB)

32
 Penilaian status gizi secara langsung terdiri dari:

1. Antropometri

Ditinjau dari sudut pandang gizi, antropometri gizi

berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi

tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan

tingkat gizi. Antropometri digunakan untuk melihat

ketidakseimbangan asupan protein dan energi, yang terlihat

pada pola pertumbuhan fisik, proporsi jaringan tubuh seperti

lemak, otot, dan jumlah air dalam tubuh (Atikah Proverawati

dan Erna Kusuma Wati, 2010).

2. Klinis

Pemeriksaan klinis adalah metode untuk melihat status

gizi masyarakat berdasarkan atas perubahan-perubahan yang

terjadi dibandingkan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat

dilihat pada jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut, dan

mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan

permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. Penggunaan metode

ini umumnya untuk survei klinis secara cepat (rapid clinical

survey), dimana semua dirancang untuk mendeteksi secara

cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau

lebih zat gizi. Disamping itu digunakan untuk mengetahui

33
tingkat status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan

fisik, yaitu tanda (sign) dan gejala (symptom) atau riwayat

penyakit (Atikah Proverawati dan Erna Kusuma Wati, 2010).

3. Biokimia

Penilaian status gizi dengan biokimia adalah

pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratories yang

dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh, seperti darah,

urin, tinja, dan beberapa jaringan tubuh seperti otot dan hati.

Banyak gejala klinis yang kurang spesifik, maka penentuan

kimia faali dapat lebih banyak menolong untuk menentukan

kekurangan gizi yang spesifik (Atikah Proverawati dan Erna

Kusuma Wati, 2010).

4. Biofisik

Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode

penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi

(khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari

jaringan. Umumnya dapat digunakan dalam situasi tertentu

seperti kejadian buta senja epidemik. Cara yang digunakan

adalah tes adaptasi gelap (Atikah Proverawati dan Erna

Kusuma Wati, 2010).

 Untuk penilaian gizi secara tidak langsung terdiri dari:

34
1. Survei konsumsi makanan Survei konsumsi makanan adalah

metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan

melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Data yang

dikumpulkan dapat memberikan gambaran tentang konsumsi

berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga, dan individu

(Atikah Proverawati dan Erna Kusuma Wati, 2010).

2. Statistika Vital Pengukuran status gizi dengan statistik vital

adalah dengan menganalisis data beberapa statistik kesehatan

seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan

kematian, serta data-data lainnya yang berhubungan dengan

gizi (Atikah Proverawati dan Erna Kusuma Wati, 2010).

3. Faktor Ekologi Bengoa mengungkapkan bahwa malnutrisi

merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa

faktor fisik, biologis, dan lingkungan budaya. Jumlah makanan

yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi, seperti

iklim, tanah, irigasi, dan lain-lain. Pengukuran ekologi

dipandang sangat penting untuk mengetahui penyebab

malnutirsi di suatu masyarakat sebagai dasar untuk melakukan

program intervensi gizi. Sedangkan parameter yang cocok

digunakan untuk balita adalah berat badan per umur (BB/U),

tinggi badan per umur (TB/U), berat badan per tinggi badan

(BB/TB), dan lingkar kepala serta survei konsumsi makanan

35
dengan menggunakan food recall 24 jam yang diberikan pada

yang mengasuh balita. Lingkar kepala digunakan untuk

memberikan gambaran tentang perkembangan otak. Kurang

gizi ini akan berpengaruh pada perkembangan fisik dan mental

anak (Atikah Proverawati dan Erna Kusuma Wati, 2010).

D. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Status Gizi Balita


Kejadian gizi kurang dan gizi buruk pada balita sangat erat hubungannya

dengan beberapa faktor risiko diantaranya faktor internal yang meliputi jenis

kelamin, umur, berat badan lahir, antropometri, sedangkan faktor eksternal

meliputi lingkungan dan penyakit infeksi (Almatsier, 2009).

1. Faktor internal

a. Umur

Faktor umur merupakan faktor yang sangat menentukan banyaknya

kebutuhan protein terutama pada golongan balita yang masih dalam

masa pertumbuhan. Sangat penting dalam menentukan status gizi

suatu individu. Balita adalah kelompok yang paling rentan mengalami

masalah gizi karena merupakan masa pertumbuhan (Supariasa, 2012).

b. Jenis kelamin

Terdapat perbedaan kebutuhan asupan energy antara anak laki-laki

dan perempuan dimana laki-laki lebih berpotensi untuk mengalami

masalah gizi karena aktivitas pertumbuhan yang tinggi dibandingkan

perempuan (Almatsier, 2009).

36
c. Berat Badan lahir

Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang ketika dilahirkan

mempunyai berat badan kurang dari 2500 gram. Berat lahir yang rendah

disebabkan oleh kelahiran premature atau retardasi pertumbuhan

intrauteri. Bayi prematur mempunyai organ dan alat tubuh yang belum

berfungsi normal untuk bertahan hidup di luar rahim sehingga semakin

muda umur kehamilan, fungsi organ menjadi semakin kurang berfungsi

dan prognosanya juga semakin kurang baik. Kelompok BBLR sering

mendapatkan komplikasi akibat kurang matangnya organ karena

kelahiran prematur (Wong, dkk,. 2008).

2. Faktor eksternal

a. Keluarga

1) Asupan Makanan

Balita merupakan kelompok umur yang perlu diperhatikan

kebutuhan zat gizinya karena jika tidak memenuhi maka tubuh akan

menggunakan cadangan zat gizi yang ada sehingga lama kelamaan

akan terjadi kekurangan dan menimbulkan gejala (Adriani, 2012).

Kondisi gizi seseorang dipengaruhi oleh masuknya zat makanan

dan kemampuan tubuh manusia untuk menggunakan zat makanan

tersebut. Sedangkan masuknya zat makanan kedalam tubuh

manusia ditentukan oleh perilaku berupa sikap seseorang memilih

makanan, daya seseorang dalam memperoleh makanan dan

37
persediaan makanan yang ada. Kemampuan tubuh untuk

menggunakan zat makanan ditentukan oleh kesehatan tubuh orang

atau manusia yang bersangkutan (Wise, dkk,. 2004).

Makronutrien seperti karbohidrat, lemak, dan protein

merupakan sumber energi yang dibutuhkan anak terutama usia

balita, namun dipengaruhi oleh beberapa faktor dari masing-masing

individu yaitu aktivitas fisik, umur, dan lingkungan. Dianjurkan

jumlah energi yang dikonsumsi adalah 50-60% karbohidrat, 25-

35% protein, dan 10-15% lemak (Adriani, 2012). Selain energi,

protein itu sendiri merupakan zat gizi penting yang dibutuhkan

untuk anak yang sedang dalam masa pertumbuhan, dan atau bayi

dibutuhkan 2,5-3 gram/KgBB bayi dan 1,5-2 gram/KgBB untuk

anak usia sekolah sampai remaja. Namun, jika kebutuhan energi

tidak terpenuhi maka protein digunakan untuk memenuhi

kekurangan kebutuhan energi tersebut. Angka kecukupan gizi

(AKG) rata-rata yang dianjurkan dalam WKPG VI tahun 1998

untuk bayi dan anak adalah sebagai berikut (Adriani, 2016).

Tabel 2.5 Angka Kecukupan Energi dan Protein Rata-Rata


Yang Dianjurkan Per Hari (Adriani, 2016)

Golongan Berat Tinggi Energi


Protein (g)
Umur (bln) Badan (kg) Badan (TB) (kkal)
0-6 5,5 60 560 12
7-12 8,5 71 800 15
13-36 12 90 1250 23

38
37-47 15 100 1500 28
48-72 18 110 1750 32

2) ASI Eksklusif

ASI eksklusif yaitu pemberian ASI saja tanpa tambahan

makanan atau minuman lain, dianjurkan sampai usia bayi berumur

6 bulan. Bayi yang diberi susu selain ASI mempunyai resiko 17 kali

lebih besar mengalami diare, dan 3 sampai 4 kali lebih besar

kemungkinan terkena ISPA dibandingkan bayi yang mendapatkan

ASI (Depkes, 2012). Setelah bayi mencapai usia 6 bulan, tiba

saatnya untuk memberikan makanan pendamping ASI (MPASI).

ASI sebaiknya tetap diberikan hingga usia anak minimal 2 tahun

(Soebandi, 2013).

Adapun manfaat terkait pemberian ASI eksklusif diantaranya

adalah menimbulkan rasa kasih sayang antara ibu dan anaknya,

sebagai pertahanan bagi sistem imunitas untuk bayi disebut cairan

kolostrum berwarna kekunigan yang keluar dari payudara ibu pada

beberapa jam pertama mengandung antibodi immunoglobulin A

(IgA) yang berfungsi melapisi saluran cerna agar kuman tidak dapat

masuk ke dalam aliran darah dan akan melindungi bayi sampai

sistem imunitasnya berfungsi dengan baik, dan ASI juga bermanfaat

untuk tumbuh kembang anak dan kecerdasan anak dikemudian hari

(Soebandi Armanda, 2013).

39
b. Lingkungan

1) Pendidikan Ibu

Rendahnya pendidikan terutama seorang ibu dapat

mempengaruhi kualitas dalam pengasuhan anak, sedangkan

tingginya tingkatan pendidikan dapat mengembangkan kemampuan

terutama seorang ibu dalam mengasuh anak, misalnya dalam

penentuan konsumsi makanan, pengetahuan ibu akan pentingnya

konsumsi makanan yang cukup zat gizi akan berpengaruh dalam

status gizi anaknya dan begitu pula sebaliknya (Abu A, 2010).

2) Sosial- Ekonomi

Kondisi sosial ekonomi yang buruk seperti rendahnya gaji ayah

mendorong gizi kurang dan gizi buruk pada anak-anak. Ayah yang

bekerja tetapi memiliki penghasilan rendah atau memiliki pekerjaan

yang tidak stabil cenderung kurang dapat mencukupi nutrisi anak-

anak mereka (Ayensu, 2013).

3) Pelayanan Kesehatan

Tingkatan sistem pelayanan kesehatan terutama balita dicakup

dalam posyandu, puskesmas, dan kegiatan lain yang terkait.

Kurangnya pelayanan kesehatan baik karena masalah jarak tempat

pelayanan yang jauh, pelayanan yang kurang handal, dan kurangnya

pengetahuan masyarakat tentang pentingnya pelayanan tersebut

dapat menjadi faktor risiko terjadinya masalah gizi pada balita

40
(Lestrina, 2009). Salah satu contoh adalah pentingnya memberikan

edukasi dan informasi kepada para ibu untuk memberikan ASI

eksklusif sampai umur 2 tahun dan pemberian MP-ASI yang tepat

(IDAI,2015).

4) Penyakit Infeksi

Kurangnya asupan gizi dapat menjadi awal timbulnya penyakit

infeksi, karena gangguan penyerapan makanan (Almatsier,2009).

Selain itu, masalah sanitasi merupakan salah satu penyebab

mudahnya penyakit infeksi itu terjadi. (Listyowati, 2010).

5) Kelengkapan Imunisasi

Imunisasi adalah pemberian vaksin (bibit penyakit menular

yang telah dilemahkan atau dimatikan) kepada bayi atau anak-anak,

vaksin ini pada awalnya berasal dari penyakit menular yang

menyebabkan kecacatan atau kematian yang telah dimatikan.

Dengan pemberian vaksin, tubuh bayi atau anak akan membentuk

antibody, sehingga tubuh bayi atau anak telah siap (telah kebal) bila

terinfeksi oleh penyakit menular tersebut. Dengan kata lain

terhindarnya bayi atau anak dari berbagai penyakit dapat

memperbaiki status gizi anak tersebut (Wise, 2004).

41
E. Kerangka Teori

Sosial Ekonomi Pendidikan Pengetahuan

Akses Pelayanan Kesehatan Riwayat BBLR

Riwayat Pola Perawatan Penyakit Infeksi


ASI dan Pengasuhan
Ekslusif

Kebutuhan Energi
Tidak Terpenuhi

Gizi Kurang atau Gizi Buruk

42
Gambar 2.1 Kerangka Teori

F. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitan dirumuskan berdasarkan rumusan masalah yang

ada dengan tujuan untuk memperoleh gambaran secara jelas mengenai jalannya

penelitian dan untuk mengarahkan peneliti dalam mencari data yang dibutuhkan.

Pemberian ASI Eksklusif

Riwayat Penyakit Infeksi

Tingkat Pendidikan Orang


Tua dan Pengetahuan Ibu Malnutrisi pada Anak
Terkait Masalah Gizi Balita

Sosial Ekonomi 43

Riwayat Berat Badan


Ket : = Variabel yang diteliti

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Lokasi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan

menggunakan data kuantitatif untuk mengetahui faktor-faktor risiko kejadian

malnutrisi pada anak balita di Puskesmas Mangasa Kota Makassar dan

menggunakan teknik wawancara terhadap orang tua balita melalui kuisioner

yang dilakukan secara online/daring untuk mengetahui tingkat pendidikan dan

pengetahuan orang tua, sosial-ekonomi, riwayat penyakit infeksi, pemberian

ASI eksklusif, dan riwayat berat badan lahir, sehingga dapat ditentukan

44
variabel apa yang paling berpengaruh terhadap kejadian malnutrisi pada anak

balita yang berada di Puskesmas Mangasa Kota Makassar.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Puskesmas Mangasa Kota Makassar.

B. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua anak balita yang mengalami

malnutrisi di Puskesmas Mangasa, Kota Makassar pada tahun 2020.

C. Sampel

Sampel penelitian ini diambil menggunakan metode Purposive Sampling

dan telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Sampel kasus dalam penelitian

ini adalah anak balita yang mengalami malnutrisi di Puskesmas Mangasa Kota

Makassar Sedangkan sampel kontrol dalam penelitian ini adalah anak balita

dengan gizi baik di Puskesmas Mangasa Kota Makassar 2020.

a. Kriteria Inklusi

1. Balita yang bersedia ikut dalam penelitian (informed consent melalui orang

tua/wali)

2. Balita (bayi) dengan umur < 5 tahun

3. Balita yang mengalami malnutrisi

4. Memiliki data rekam medik yang lengkap dan dapat dievaluasi

b. Kriteria Eksklusi

1. Anak balita yang mengalami gangguan jiwa

45
2. Anak balita yang mengalami kelainan congenital

3. Balita yang pindah dari tempat domisili saat penelitian berlangsung

Adapun cara penarikan sampel yaitu dengan menggunakan rumus

Lemeshow:

2
Zα √ 2 PQ + Zβ √ PIQ1+ P 2Q 2
n1 =n2 ( P 1−P 2 )
Keterangan:

n1 = n2 = Jumlah sampel untuk masing-masing kelompok

P1 = Proporsi kejadian malnutrisi pada kelompok kasus

P2 = Proporsi kejadian gizi baik pada kelompok kontrol

D. Cara Pengumpulan Data

1. Data Primer. Menggunakan data variabel independen seperti faktor orang tua,

status sosial ekonomi, riwayat berat badan lahir, riwayat konsumsi makanan,

penyakit infeksi, serta faktor higenitas dan sanitasi lingkungan yang diperoleh

dari kuisioner penelitian melalui wawancara

2. Data Sekunder , mencakup gambaran umum mengenai angka kejadian gizi

kurang dan gizi buruk pada anak balita di Puskesmas Mangasa Kota

Makassar.

E. Instrumen Penelitian

1. Data rekam medik responden secara online untuk mengetahui faktor risiko

malnutrisi pada anak balita

46
2. Kuisioner yang diisi berdasarkan hasil instrument online responden

F. Pengolahan dan Penyajian Data

Pengolahan data dilakukan secara elektronik dengan menggunakan

aplikasi SPSS For Windows dan kemudian disajikan dalam bentuk table

distribusi frekuensi dan persentase disertai penjelasan secara naratif.

G. Alur Penelitian

Mengajukan surat izin penelitian di Puskesmas Mangasa Kota


Makassar

Mengambil data awal, jumlah populasi di Puskesmas Mangasa


Kota Makassar

Menghubungi sampel yang sesuai dengan criteria yang telah di


tentukan

Memberikan penjelasan pada responden tujuan penelitian dan


melakukan informed consent kepada responden

Menjelaskan kepada responden cara pengisian kuisioner dan


melakukan wawancara saat pengisian kuisioner

Mengecek kembali kelengkapan kuisioner yang sudah diisi oleh


responden melalui wawancara
47
Pengumpulan data

Pengolahan data menggunakan komputer

Gambar 3.1 Alur Penelitian


H. Etika Penelitian

Hal-hal yang berhubungan dengan etika penelitian dalam penelitian ini adalah:

1. Membuat surat pengantar yang ditujukan kepada pihak atau instansi terkait

sebagai permohonan izin untuk melaksanakan penelitian.

2. Menyampaikan tujuan penelitian yang kita lakukan kepada subjek penelitian

secara baik dan sopan.

3. Menjamin kerahasiaan identitas subjek atau responden penelitian sehingga

tidak ada pihak yang merasa dirugikan atas penelitian yang sedang dilakukan.

4. Tidak memaksa atapun mengintervensi subjek penelitian pada saat proses

pengumpulan data.

5. Diharapkan dari penelitian yang kita lakukan dapat memberikan manfaat

kepada semua pihak yang terkait sesuai dengan manfaat penelitian yang telah

disebutkan sebelumnya.

48
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an dan Terjemahnya. Kementrian Agama. 2012

Adriani M. Pengantar Gizi Masyarakat. Jakarta: Kencana Prenada Media. 2012.

Adriani M. Pengantar Gizi Masyarakat. Jakarta: Kencana Prenada Media. 2016.

Almatsier S. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia. 2009.

Abu A. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Bumi Aksara. 2010.

Anwar K,Juffrie M,Julia M. Faktor Risiko Kejadian Gizi Buruk di Kabupaten


Lombok Timur, Propinsi Nusa Tenggara. Barat.Jurnal Gizi Klinik Indonesia.
2015.

Ayensu. An Assessment of the nutritional status of under five children in four


districts in the central region of Ghana. Asian Journal of Agriculture and
Rural Development. 2013.

Dirjen Gizi. Kesehatan Dalam Kerangka SDGS. Jakarta: Kemenkes RI. 2015

Departemen kesehatan RI. Penilaian Status Gizi, Jakarta: Departemen


Kesehatan RI. 2005

49
Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat. Gizi dan Kesehatan Masyarakat FKM UI.
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2010

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Standar antropometri berdasarkan


WHO-NCHS. 2012.

Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan. Laporan kasus angka kejadian gizi
kurang dan gizi buruk pada anak balita di Kota Makassar. Makassar, 2014.

Ellya Sibagariang, Eva, dkk. Gizi Reproduksi Wanita. Trans Info Media, Jakarta.
2010.

Gibney, J., Michael, Barnie, M., Margarets, John, M.K. & Lenore, A. Gizi
Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC. 2009.

Hasanah, N., & Ansori, N, M. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu dengan


Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 3-5 Tahun. Jurnal Midpro,
2013.

Ikatan Dokter Anak Indonesia. Makanan Pendamping ASI. 2015.

Irawati. Hubungan Perkembangan Motorik Kasar dan Status Gizi anak di Paud Al-
Wildan. Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis Volume 14 Nomor 3. 2019

Istutiningrum, Desy. Hubungan Gizi dengan Kualitas Hidup pada Pasien Penyakit
Degeneratif Pasca Rawat Inap Rumah Sakit. Yogyakarta: Universitas
Gadjah Mada. 2015.

Jonny, P. Pengelolaan Lingkungan Sosial. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 2005

Kemenkes RI. Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi, dan Intervensi Dini


Tumbuh Kembang Anak. Kemenkes RI: Jakarta. Kemenkes RI. Profil
Kesehata Indonesia Tahun 2014. Jakarta. 2016.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Standar Antropometri Penilaian Status


Gizi Anak. Jakarta: Kemenkes RI. 2015.

Keshavarzi, Sareh, Sayed Mehdi Ahmadi, dan Kamran B. Lankarani. The Impact of
Depression and Malnutrition on Health Related Quality of Life Among the
Elderly Iranians “Global Journal of Health ScienceVol.7 No 3”. 2015.
diunduh pada tanggal 2 Agustus 2016 dari www.ccsenet.org/gjhs

50
Kliegman RM, Jenson HB. In: Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial Edisi Keenam.
2013.

Kurnia Febry BA, Dewi,Astuti Puji. Ilmu Gizi Untuk Praktisi

Lestrina. Penanggulangan gizi buruk di Wilayah Kerja PuskesmasLubuk Pakam


Kabupaten Deli Serdang. Prodi Ilmu Kesehatan Masyarakat Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatra Utara. 2009.

Listyowati, Lida D. Determinan kejadian anak balita gizi buruk dan gizi kurang usia
6-24 bulan pada keluarga non miskin. Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Jember. 2010.

Muaris. H. Sarapan Sehat Untuk Anak Balita. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
2006

Ocheke E.Issac, Thandi Puoane. Malnutrition in acutely children at the pediatric


emergency until in a tertiary hospital in Nigeria. Nigerian Medical Journal ;
56(2): 113-117. 2015

Oetomo D. Gizi Buruk Balita di Surakarta Dikaji dari Tingkat Pendidikan Ibu dan
Pola Konsumsi Makan Balita. Surakarta: Universitas Negeri Sebelas. 2018.

Oxford University Press. Oxford medical dictionary. 2010. Diunduh pada tanggal 10
November 2016 dari http://www.oxfordreference.com/view

Proverawati,A, Wati,EK. Ilmu Gizi untuk Keperawatan & Gizi Kesehatan, Penerbit
Muha Medika, Yogyakarta. 2011.

Proverawati, Atikah dan Kusuma Wati Erna. Ilmu Gizi Untuk Keperawatan dan Gizi.
2010.

Saputra M. Hubungan Antara Riwayat BBLR dengan Status gizi pada Anak Balita di
Kelurahan Pringgokusuman Kecamatan Gedongtengen Kota Yogyakarta.
Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2012.

Sihombing Natalia. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Gizi


Kurang pada Anak Balita di wilayah kerja Puskesmas Saitnihuta
Kecamatan Doloksanggul, Kabupaten Humbang Hasundutan. Fakultas
Kesehatan Masyarakat:Universitas Sumatera Utara. 2017.

51
Susanti E. Hubungan Berat Badan Lahir dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Basuki Rahmad Kota Bengkulu [karya tulis ilmiah].
Bengkulu:Universitas Bengkulu ;2011

Sutomo, B & Anggraini, D. Y. Makanan Sehat Pendamping ASI. Demedia. Jakarta.


2010.

Sumiati I. Evaluasi Penatalaksanaan Asuhan Gizi pada Balita Kurang Energi


Protein di RSUD Ulin Banjarmasin. Malang: Universitas Brawijaya; 2007.

Sunarti, E. Mengasuh Dengan Hati. Jakarta: Elex Media Kompetindo. 2004

Sustainable Development Goals SDGs. Indikator Kesehatan SDGs DI Indonesia.


Profil Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2017. 2017

Supariasa, Nyoman I.D, Bakri, B.Fajar. Penilaian Status Gizi.Jakarta:EGC. 2012

Soebandi Armanda. Nilai Menyusui. Ikatan Dokter Anak Indonesia.2013.

UNICEF. Improving Child Nutrition. New York: Division of Comunication UNICEF.


2013
Wong, D., Merylin, H., David, W., Merylin, L. & Patricia, S. Buku Ajar
Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC. 2008

Wise, P. Panduan Kesehatan Masyarakat. Surakarta :Yayasan Indonesia Sejahtera.


2004

52
KUESIONER PENELITIAN
KUISIONER PENELITIAN ANALISIS FAKTOR RISIKO MALNUTRISI
PADA ANAK BALITA DI PUSKESMAS MANGASA
KOTA MAKASSAR TAHUN 2020

1. Pertanyaan pada kuisioner diajukan kepada orang tua balita.

2. Jawaban diisi oleh pewawancara dengan menanyakan kepada responden.

3. Jawablah pertanyaan ini dengan benar dan sejujur-jujurnya.

4. Peneliti akan menjamin kerahasiaan data yang anda berikan:

A. Identitas Responden

1. Nama :

2. Hubungan responden dengan balita :

a. Ayah

b. Ibu

c. Wali

3. Umur :

4. Pekerjaan :

a. PNS

53
b. Buruh Harian

c. IRT

d. Lainnya

5. Jumlah penghasilan perbulan :

a. < Rp. 2.941.270

b. > Rp. 2.941.270

6. Jenjang Pendidikan ibu :

a. Tamat SD

b. Tamat SMP

c. Tamat SMA

d. Lainnya

B. Identitas Balita

1. Nama :

2. Tanggal Lahir :

3. Berat Badan Lahir :

4. Umur :

5. Jenis Kelamin :

a. Laki-laki

b. Perempuan

6. Tempat Bersalin :

a. Rumah Sakit

b. Puskesmas

54
c. Rumah

d. Lainnya

7. Penolong Persalinan :

a. Dokter

b. Bidan

c. Dukun

8. Metode persalinan :

a. Normal

b. SC

C. Riwayat ASI eksklusif

1. Apakah ibu memberikan ASI kepada bayi setelah bayi baru lahir

a. Ya

b. Tidak

2. Apakah ibu memberikan ASI hingga usia 6 bulan

a. Ya

b. Tidak

c. Lainnya

3. Apakah ibu memberikan MP-ASI setelah bayi berusia 6 bulan

a. Ya

b. Tidak

c. Lainnya

55
4. Apakah anak balita ibu diberikan ASI eksklusif (ASI saja makanan

hingga balita berumur 6 bulan)?

a. Ya

b. Tidak

D. Riwayat penyakit infeksi

1. Apakah dalam satu bulan terakhir anak anda mengalami BAB encer,

dengan lebih dari 3 kali per hari/demam dalam satu bulan terakhir

a. Ya

b. Tidak

2. Apakah anak ibu pernah mengalami gejala seperti batuk dan pilek,

dalam satu bulan terakhir

a. Ya

b. Tidak

E. Pengetahuan ibu tentang gizi balita

1. Apakah ibu tahu apa yang dimaksud dengan ASI eksklusif

a. Ya (0-6 bulan)

b. Ya (0-12 bulan)

c. Ya (0-24 bulan)

d. Tidak

e. Lainnya

2. Asi sebaiknya diberikan segera setelah lahir karena mengandung banyak

zat gizi yang dibutuhkan bayi

56
a. Benar

b. Salah

3. Apakah ibu mengetahui cara menilai bayi dan balita yang cukup gizinya

a. Ya (Mengetahui kurva WHO-NCHS)

b. Tidak (Tidak Mengetahui kurva WHO-NCHS)

4. Makanan bergizi sangat penting untuk kcerdasan dan perkembangan

balita

a. Benar

b. Salah

c. Tidak Tahu

57

Anda mungkin juga menyukai