A. Kasus
Seorang laki-laki usia 30 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan badan
lemas. Keadaan ini sudah berlangsung 1 minggu, disertai badan terasa lemah serta
kuning pada mata. Penderita juga mengeluh mual, kadang muntah dan nyeri pada
ulu hati disertai nafsu makan menurun dan kencing berwarna teh tua. Sebelumnya
sekitar sebulan lalu penderita pernah dirawat dengan demam tinggi dan mata
berwarna kuning.
1
Perubahan warna kulit / sclera mata (normal berwarna putih) menjadi
kuning karena peningkatan kadar bilirubin dalam darah.
D. Rumusan masalah
1. Bagaimana gambaran dari anatomi hepar?
2. Bagaimana gambaran dari anatomi empedu?
3. Bagaimana vaskularisasi dari hepar?
4. Bagaimana vaskularisasi dari empedu?
5. Apa saja struktur histology pada hepar?
6. Apa saja struktur histology dari empedu?
7. Apa fungsi dari cairan empedu?
8. Bagaimana fisiologi fungsi hepar terhadap tubuh?
9. Bagaimana metabolisme pada bilirubin?
10. Bagaimana proses pembentukan cairan empedu?
11. Bagaimana patofisiologi bilirubin hingga mengakibatkan mata kuning?
12. Apa saja penyakit yang dapat memicu terjadinya mata kuning?
13. Bagaimana patomekanisme dari demam, muntah, nyeri ulu hati,?
2
13. Mahasiswa mampu menjelaskan patomekanisme dari demam, muntah,
nyeri ulu hati
F. Hipotesa
Diduga ikterus terjadi karena adanya obstruksi atau overproduksi yang
dapat dipicu oleh penyakit anemia hemolitik, sirosis hati, batu empedu, dan
lain-lain.
G. Problem Tree
IKTERUS
3
H. Pembahasan LO (Diagnosis Banding)
1. Anatomi Hepar
Hepar atau hati adalah organ terbesar yang terletak disebelah kanan
atas rongga abdomen. Pada kondisi hidup hati berwarna merah tua karena
kaya akan persediaan darah (Sloane, 2004). Beratnya 1200-1800 gram,
dengan permukaan atas terletak bersentuhan dibawah diafragma,
permukaan bawah terletak bersentuhan diatas organ-organ abdomen. Batas
atas hepar sejajar dengan ruang interkosta V kanan dan batas bawah
menyerong ke atas dari iga IX kanan ke iga VIII kiri. Permukaan posterior
hati berbentuk cekung dan terdapat celah transversal sepanjang 5 cm dari
system porta hepatis (Amirudin, 2009). Hepar terbagi menjadi lobus kiri
dan lobus kanan yang dipisahkan oleh ligamentum falciforme, diinferior
oleh fissure yang dinamakan dengan ligamentum teres dan di posterior
oleh fissure yang dinamakan ligamnetum venosum (Hadi, 2002). Dimana
lobus kanan hepar enam kali lebih besar dari lobus kiri dan mempunyai 3
bagian utama yaitu; lobus kanan, lobus caudatus, dan lobus quadrates.
4
Diantara kedua lobus ini terdapat porta hepatis, yang merupakan
jalur masuk dan keluar pembuluh darah, saraf, dan duktus. Hepar
dikelilingi oleh kapsula fibrosa yang dinamakan kapsul glisson dan
dibungkus peritoneum pada sebagian besar keseluruhan permukaannya
(Hadi, 2002).
2. Anatomi Empedu
Kandung empedu merupakan kantong berbentuk seperti buah pir
yang terletak di bagian sebelah dalam hati (scissura utama hati) diantara
lobus kanan dan lobus kiri hati. Panjangnya kurang lebih 7,5-12 cm,
dengan kapasitas normal sekitar 35-50 ml (Williams, 2013). Dimana
terdiri dari fundus, korpus, infundibulum, dan kolum. Fundus yang
mempunyai bentuk bulat dengan ujung yang buntu. Korpus merupakan
bagian terbesar dari kandung empedu yang sebagian besar menempel dan
tertanam didalam jaringan hati sedangkan kolum adalah bagian sempit dari
kandung empedu (Williams, 2013; Hunter, 2014). Bagian ekstrahepatik
dari kandung empedu ditutupi oleh peritoneum.
5
Duktus sistikus memiliki panjang yang bervariasi hingga 3 cm
dengan diameter 1-3 mm. dinding luemnnya terdapat katup berbentuk
spiral yang disebut katup spiral Heister dimana katup tersebut mengatur
cairan empedu mengalir masuk ke dalam kandung empedu, akan tetapi
dapat menahan aliran cairan empedu keluar. Duktus sistikus bergabung
6
dengan duktus hepatikus komunis akan membentuk duktus biliaris
komunis (Sjamsuhidayat, 2010; Williams, 2013). Penyatuan duktus
disebut sebagai common bile duct (duktus koledokus), pertemuan muara
duktus koledokus ke dalam duodenum, disebut choledochoduodenal
junction. Dimana berjalan di belakang duodenum menembus jaringan
pancreas dan dinding duodenum akan membentuk papilla vater yang
terletak di sebelah medial dinding duodenum. Ujung distal dikelilingi oleh
otot sfingter oddi yang mengatur aliran empedu masuk ke dalam
duodenum. Duktus pankreatikus umunya bermuara ditempat yang sama
dengan duktus koledokus di dalam papilla vater, tetapi dapat juga berpisah
(Sjamsuhidayat, 2010; Williams, 2013, Doherty, 2015).
3. Vaskularisasi Hepar
7
lobulus ke dalam ruang kapiler yang melebar yang disebut sinusoid.
Sinusoid ini terdapat diantara barisan sel-sel hepar ke vena sentral. Vena
sentral dari semua lobulus hati menyatu untuk membentuk vena hepatika
(Sherwood, 2001).
4. Vaskularisasi Empedu
Pasokan darah ke kandung
empedu adalah melalui arteri
sistikus yang terbagi menjadi
anterior dan posterior dimana
arteri sistikus merupakan cabang
dari arteri hepatikus kanan yang terletak di belakang dari arteri duktus
8
hepatis komunis, tetapi arteri sistikus asesorius sesekali dapat muncul dari
arteri gastroduodenal. Arteri sistikus mucul dari segitiga Calot ( dibentuk
oleh duktus sistikus, common hepatic ducts, dan ujung hepar) (Williams,
2013).
5. Histologi Hepar
Hepar adalah organ pencernaan terbesar dalam tubuh dengan berat
antara 1,2 – 1,8 kg atau kurang lebih 25% berat badan orang dewasa.
Hepar merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh. (Amirudin, 2007;
Junqueira et al , 1995 ).
Secara mikroskopis di dalam hati manusia terdapat 50.000-100.000
lobuli. Setiap lobulus berbentuk heksagonal yang terdiri atas lembaran sel
hepar berbentuk kubus yang tersusun radial mengelilingi vena sentralis.
Diantara lembaran sel hepar terdapat kapiler-kapiler yang disebut sinusoid,
sinusoid merupakan cabang vena porta dan arteri hepatika . ( Amirudin,
2007; Price dan Wilson, 1994).
Sel-sel yang terdapat di hati antara lain yaitu : hepatosit, sel endotel
dan sel makrofag yang disebut sebagai sel kuppfer dan sel ito
(penimbunan lemak). Sel hepatosit berderet secara radier dalam lobolus
hati dan membentuk lapisan sebesar 1-2 sel serupa dengan susunan bata.
Lempeng sel ini mengarah dari tepian lobulus kepusatnya dan
9
beranastomosis secara bebas membentuk struktur seperti labirin dan busa.
Celah diantara lempeng – lempeng ini mengandung kapiler yang disebut
sinosoid hati.(Junquiera et al., 2007).
10
Sel kupffer yang fagositik dengan inti ovoid yang tampak dengan
cabang-cabang melintasi lumen dan diduga terletak di dalam sinusoid
namun melekat pada endotel. Sel kuffer seringkali mengandung eritrosit
dan endapan pigmen dengan besi. Sel kuffer terletak pada permukaan sel
endotel dengan cabang yang meluas kedalam lumen dan diantara sel
endotel di bawahnya. Sel endotel
memiliki kompleks golgi
jukstanuklear kecil dan banyak
mitokondria, sel kuffer sanggup
mengenali dan memfagositosis
eritrosit tua yang aus, cedera, dan
membersihkan darah dari basil
kolon yang berhasil memasuki
portal selama peredarannya
melalui usus.
Sel stelat atau sel Ito atau liposit hepatik yang berfungsi untuk
menyimpan vitamin A dan memproduksi matriks ekstraseluler serta
kolagen. Aliran darah di sinusoid berasal dari cabang terminal vena portal
dan arteri hepatik, membawa darah kaya nutrisi dari saluran pencernaan
dan juga kaya oksigen dari jantung (Eroschenko.2010, Junqueira et al.,
2007).
11
Traktus portal terletak di sudut-sudut heksagonal. Pada traktus
portal, darah yang berasal dari vena portal dan arteri hepatik dialirkan ke
vena sentralis. Traktus portal terdiri dari 3 struktur utama yang disebut
trias portal. Struktur yang paling besar adalah venula portal terminal yang
dibatasi oleh sel endotel pipih. Kemudian terdapat arteriola dengan
dinding yang tebal yang merupakan cabang terminal dari arteri hepatik.
Dan yang ketiga adalah duktus biliaris yang mengalirkan empedu. Selain
ketiga struktur itu, ditemukan juga limfatik. (Junqueira et al., 2007).
6. Histologi Empedu
12
namun, bentuk dan ukurannya berbeda dan mempunyai susunan yang
ireguler. Diantara lipatan-lipatan mukosa (7) tersapat divertikulum atau
kriptus (3,8), yang sering membentuk cekungan dalam di mukosa. Pada
potongan lintang, divertikum atau kriptus (3,8) di lamina propria (2) mirip
dengan kelenjar tubulus. Namun, tidak terdapat kelenjar sejati di kandung
empedu, kecuali di region leher organ.
Di sebelah luar lamina propria (2), terdapat otot kandung empedu
dengan berkas-berkas serat otot polos (10) yang berorientasi secara acak.
Tidak memperlihatkan lapisan-lapisan yang jelas, dan tidak mempunyai
serat elastic (4) yang berselingan.
Disekitar berkas-berkas serat otot polos (10), terdapat satu lapisan
tebal jaringan ikat (6) pada yang mengandung pembuluh darah besar-arteri
dan vena (11) pembuluh limfe, dan saraf (5). Serosa (12) menutupi seluruh
permukaan kandung empedu yang tidak melekat. Di tempat kandung
empedu melekat ke permukaan hati, lapisan jaringan ikat ini adalah
adventisia. (diFiore, Victor P. 2011, hal 372-375, 384-385)
13
Cairan empedu ini bisa di gunakan dalam sistem pencernaan. Salah satu
fungsinya adalah membantu untuk melembutkan atau mencerna lemak
yang di dapatkan dari makanan yang sudah anda makan. Kemudian lemak
tersebut akan di olah oleh cairan empedu. Nantinya lemak akan menjadi
butiran butiran yang halus. Hingga menjadi suatu emulsi.
2) Membantu pergerakan peristaltik makanan
Jika makanan yang masuk melalui mulut, akan ada gerakan gerakan
peristaltik. Gerakan ini membantu untuk menurunkan makanan dari
rongga mulut ke kerongkongan. Dengan bantuan gerakan ini membuat
makanan turun. Begitu pula dengan cairan empedu. Zat ini berguna dalam
meremas remas makanan ketika berada di dalam usus manusia. Kamudian
nantinya bisa turun ke bagian bagian usus besar dan ke anus.
3) Membantu menetralkan asam klorida
Manfaat lain dari cairan empedu ini adalah membantu untuk menetralkan
asam klorida. Biasanya makanan yang berasal dari lambung, tidak bisa
langsung di cerna di dalam usus. Namun harus di netralkan dahulu. Sebab
dari lambung, konsentrasi serta drajat keasaman atau ph berbeda dengan
konsentrasi dan drajat keasaman di usus. Di dalam lambung,
lingkungannya cenderung asam. Sedangkan di usus, lingkungannya
bersidat basa. Untuk itu di perlukan cairan empedu untuk menetralkan
asam klorida, dari asam menjadi basa.
4) Membantu menghentikan aktivitas protein
Dalam pengolahan di lambung, terdapat pengolahan protein. Aktivitas ini
di lakukan oleh enzim pepsin yang di aktivkan melalui asam klorida.
Ketika sedang melakukan penyerapan protein, kadang kala masih terjadi
saat berada di sfngter atau di garis perbatasan antara lambung dengan usus.
Nah padahal jika sudah masuk ke dalam usus, penyerapan protein sudah
tidak lagi oleh pepsin. Tapi menggunakan enzim enterokinase. Maka perlu
di hentikan pengolahan enzim pepsin yang bersikeras merubah protein
menjadi pepton. Cairan empedu inilah yang membantu untuk
menghentikan aktivitas ini.
14
5) Menetralkan usus dari racun
Usus merupakan organ yang bekerja untuk mengolah dan menyerap sari
sari makanan. Maka makanan yang berasal dari luar akan melewati bagian
ini dahulu. Kadang kala saat melewatinya tidak semua bahan makanan
bersih. Adanya kemungkinan kemasukan zat zat seperti racun dan bakteri
selalu ada. Namun semua ini tetap di netralisir oleh cairan empedu.
Sehingga meskipun ada racun, tetap bisa di tangani oleh tubuh.
Selain itu, salah satu fungsi dari cairan empedu adalah untuk membantu
melarutkan makanan. Dalam komposisi dari cairan empedu terdapat pula
air. Zat ini berguna dalam membantu untuk melarutkan makanan yang ada
di dalam usus. Untuk itu berguna untuk melancarkan makanan yang
masuk ke dalam usus.
15
9) Menurunkan tegangan air
Salah satu komposisi dari cairan empedu adalah garam garaman. Pada
bagian ini berguna untuk membantu menurunkan kadar air di dalam usus.
Kemudian membantu untuk menaikan tegangan dari lemak yang nantinya
akan di emulsikan atau di cerna menjadi butiran butiran yang lebih halus
lagi.
Seperti yang sudah di ketahui, bahwa dalam tubuh manusia terdapat dua
jenis kolestrol tubuh. Yang pertama ada kolestrol baik. Selanjutnya ada
kolestrol jahat. Kolestrol baik ini berguna untuk menjaga sistem
metabolisme tubuh. Sedangkan yang jahat, memberikan kontribusi sebagai
sarang penyakit. Maka baiknya untuk di buang atau di larutkan. Salah satu
khasiat dan manfaat dari cairan empedu adalah membantu melarutkan
kolestrol jahat. Sehingga bisa terkurangi resiko terkena penyakit
degeneratif saat anda tua nanti. (Guyton & Hall, hal 843-844)
16
2. Mendetoksifikasi atau menguraikan zat sisa tubuh dan hormone serta
obat dan senyawa asing lain.
3. Membentuk protein plasma, termasuk protein yang dibutuhkan untuk
pembentukan darah yang mengangkut hormone steroid dan tiroid serta
kolesterol dalam darah dan angiotensinogen yang penting dalam
SRAA yang mengonservasi garam.
4. Menyimpan glikogen, lemak, besi, tembaga, dan banyak, vitamin.
5. Mengaktifkan vitamin D, yang dilakukan hati bersama dengan ginjal.
6. Mengeluarkan bakteri dan sel darah merah tua, berkat adanya
makrofag residen.
7. Menyekresi hormone trombopoietin (merangsang produksi trombosit),
hepsidin (menghambat penyerapan besi dari usus), faktor
pertumbuhan.
8. Memproduksi protein fase akut yang penting dalam inflamasi.
9. Mengekskresi kolesterol dan bilirubin.
(Sherwood, 2014 hal 647-648)
9. Metabolisme Bilirubin
1) Produksi bilirubin normal (0,2-0,3 g/hari) terutama berasal dari
pemecahan eritrosit tua yang bersirkulasi ,dengan sebagian kecil
berasal dari degradasi protein jaringan yang mengandung heme.
Lalu heme akan teroksidasi dengan enzim heme oxygenasemenjadi
biliverdin yang kemudian akan tereduksi menjadi bilirubindengan
bantuan enzim biliverdin reduktase.
2) Bilirubin extrahepatik akan berikatan dengan albumin serum lalu
dikirim ke hepar
17
3) Di dalam hepar terjadi penyerapan hepatoseluler dan glukoronidasi
yaitu bilirubin akan di konjugasikan dengan 1 atau 2 molekul asam
glukoronat dengan bantuan enzim uridine diphosphate-
glucoronyltransferase
4) Oleh glukoronosil transferase
dalam hepatosit menghasilkan
bilirubin monoglukoronida dan
diglukoronida yang tidak toksik
dan larut dalam air dan siap di
eksresikan ke dalam empedu.
5) Bakteri usus akan
mendekonjugasi bilirubin dengan
bantuan enzim β-glucoronidases
lalu mendegradasinya menjadi
urobilinogen yang tidak
berwarna. Urobilinogendan residu
pigmen yang utuh sebagian besar
dieksresikan ke dalam feses, dan
sisanya sekitar 20% akan di
reabsorbsi dan di reeksresikan di
dalam empedu. (buku ajar
Patologi Robbins, edisi 9, hal
597-598)
18
Cairan empedu berasal dari penghancuran hemoglobin dari eritrosit
yang telah tua. Hemoglobin ini akan di uraikan menjadi hemin, zatbesi,
dan globin. Zat besi dan globin akan di simpan di dalam hati kemudian di
kirim ke sum-sum tulang merah. Zat-zat tersebut digunakan dalam
pembentukan antibody atau hemoglobin baru. Sementara itu, Hemin akan
di rombak menjadi bilirubin dan biliverdin. Bilirubin dan biliverdin
merupakan zat warna bagi empedu dan mengandung warna hujau-biru. Zat
warna tersebut di dalam usus akan mengalami oksidasi menjadi urobilin.
Urobilin kemudian di eksresikan dari dalam tubuh dan member warna
kekuningan pada feses dan urine. ( Biokimia Harper, 2014 hal 349)
19
11. Patofisiologi dari Mata Kuning
Etiologi
ikterus dapat dibagi kepada tiga fase yaitu:
1. Ikterus Prahepatik atau hemolitik
Disebabkan oleh pemecahan (hemolisis) berlebihan sel darah
merah, yang menyebabkan hati mendapat lebih banyak bilirubin
daripada kemampuan mengekskresikannya. Peningkatan pembentukan
bilirubin dapat disebabkan oleh:
a. Kelainan sel darah merah
b. Infeksi seperti malaria, sepsis.
c. Toksin yang berasal dari luar tubuh seperti: obat – obatan, maupun
yang berasal dari dalam tubuh seperti yang terjadi pada reaksi
transfuse dan eritroblastosis fetalis.
2. Ikterus intrahepatik
Kerusakan sel hati menyebabkan konjugasi bilirubin terganggu
sehingga bilirubin direk akan meningkat dan juga menyebabkan
bendungan di dalam hati sehingga bilirubin darah akan mengadakan
regurgitasi ke dalam sel hati yang kemudian menyebabkan peninggian
kadar bilirubin konjugasi di dalam aliran darah. Kerusakan sel hati
terjadi pada keadaan: hepatitis, sirosis hepatic, tumor, bahan kimia, dll.
3. Ikterus Pascahepatik
Bendungan pada saluran empedu akan menyebabkan peninggian
bilirubin konjugasi yang larut dalam air. Akibatnya bilirubin
mengalami akan mengalami regurgitasi kembali kedalam sel hati dan
terus memasuki peredaran darah, masuk ke ginjal dan di eksresikan
oleh ginjal sehingga ditemukan bilirubin dalam urin. Sebaliknya
karena ada bendungan pengeluaran bilirubin kedalam saluran
pencernaan berkurang sehingga tinja akan berwarna dempul karena
tidak mengandung sterkobilin. (Sherwood, 2014 hal 651)
Patofisiologi
20
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa
keadaan . Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat
penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat
ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit,
polisitemia.Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat
menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi
apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi hipoksia,
asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin
adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar atau neonates yang
mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.Pada
derajat tertentu bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan
tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat
sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak.Sifat ini
memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila bilirubin
tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak
disebut Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf
pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih
dari 20 mg/dl. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar darah otak
apabila bayi terdapat keadaan berat badan lahir rendah , hipoksia, dan
hipoglikemia.
Gangguan metabolisme bilirubin dapat terjadi lewat salah satu dari
keempat mekanisme ini: Over produksi, Penurunan ambilan hepatic,
Penurunan konjugasi hepatic, Penurunan eksresi bilirubin ke dalam
empedu (akibat disfungsi intrahepatik atau obstruksi mekanik
ekstrahepatik). (Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, hal 1937-1938)
Over produksi.
Peningkatan jumlah hemoglobin yang dilepas dari sel darah merah
yang sudah tua atau yang mengalami hemolisis akan meningkatkan
produksi bilirubin. Penghancuran eritrosit yang menimbulkan
hiperbilirubinemia paling sering akibat hemolisis intravaskular (kelainan
autoimun, mikroangiopati atau hemoglobinopati) atau akibat resorbsi
21
hematom yang besar. Ikterus yang timbul sering disebut ikterus hemolitik.
Konjugasi dan transfer bilirubin berlangsung normal, tetapi suplai
bilirubin tak terkonjugasi melampaui kemampuan sel hati. Akibatnya
bilirubin tak terkonjugasi meningkat dalam darah. Karena bilirubin tak
terkonjugasi tidak larut dalam air maka tidak dapat diekskresikan ke
dalam urine dan tidak terjadi bilirubinuria. Tetapi pembentukkan
urobilinogen meningkat yang mengakibatkan peningkatan ekskresi dalam
urine feces (warna gelap). Beberapa penyebab ikterus hemolitik:
hemoglobin abnormal (cickle sel hemoglobin), kelainan eritrosit
(sferositosis heriditer), anemia, antibodi serum (Rh. Inkompatibilitas
transfusi), obat-obatan.
Penurunan ambilan hepatic.
Pengambilan bilirubin tak terkonjugasi dilakukan dengan
memisahkannya dari albumin dan berikatan dengan protein penerima.
Beberapa obat-obatan seperti asam flavaspidat, novobiosin dapat
mempengaruhi uptake ini.
Penurunan konjugasi hepatic.
Terjadi gangguan konjugasi bilirubin sehingga terjadi peningkatan
bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini disebabkan karena defisiensi enzim
glukoronil transferase. Terjadi pada: Sindroma Gilberth, Sindroma Crigler
Najjar I, Sindroma Crigler Najjar II.
Penurunan eksresi bilirubin ke dalam empedu (akibat disfungsi
intrahepatik atau obstruksi mekanik ekstrahepatik).
Gangguan ekskresi bilirubin dapat disebabkan oleh kelainan
intrahepatik dan ekstrahepatik, tergantung ekskresi bilirubin terkonjugasi
oleh hepatosit akan menimbulkan masuknya kembali bilirubin ke dalam
sirkulasi sistemik sehingga timbul hiperbilirubinemia. Kelainan
hepatoseluler dapat berkaitan dengan: reaksi obat, hepatitis alkoholik serta
perlemakan hati oleh alkohol. Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik akan
menimbulkan hiperbilirubinemia terkonjugasi yang disertai bilirubinuria.
Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik dapat total maupun parsial.
22
Obstruksi total dapat disertai tinja yang alkoholik. Penyebab tersering
obstruksi bilier ekstrahepatik adalah: sumbatan batu empedu pada ujung
bawah ductus koledokus, karsinoma kaput pancreas, karsinoma ampula
vateri, striktura pasca peradangan atau operasi.
Pruritus (rasa gatal)
Merupakan gangguan pada kulit yang berhubungan dengan
syndrome uremik.
(Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II)
23
Anemia hemolitik merupakan kerusakan sel eritrosit yang
lebih awal. Bila tingkat kerusakan lebih cepat dan kapasitas
sumsum tulang untuk memproduksi sel eritrosit maka akan
menimbulkan anemia.
Karsinoma atau Hepatoma
Karsinoma disebut juga kanker hati atau karsinoma
hepatoseluler atau karsinoma hepato primer. Hepatoma merupakan
pertumbuhan sel hati yang tidak normal yang ditandai dengan
bertambahnya jumlah sel dalam hati yang memiliki kemampuan
membelah / mitosis disertai dengan perubahan sel hati yang
menjadi ganas.
Hepatitis
Merupakan istilah yang digunakan untuk semua jenis
peradangan pada sel-sel hati yang bisa disebabkan oleg infeksi
(virus, bakteri, parasit), obat-obatan (termasuk obat tradisional),
konsumsi alcohol, lemak yang berlebih dan penyakit autoimmune.
Dimana terdapat 5 jenis hepatitis virus yang berbeda satu dengan
yang lainnya, yaitu, hepatitis A, B, C, D, dan E. (Infodatin, situasi
dan analisis hepatitis)
Malaria
Merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit
Plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah
merah manusia. Penyakit ini secara alami ditularkan melalui
gigitan nyamuk anopheles betina. (Pedoman Penatalaksanaan
Kasus Malaria di Indonesia)
24
Pada keadaan yang berlawanan pajanan panas bagian anterior
hipotalamus mengurangi produksi panas dengan menurunkan
aktivitas otot rangka dan meningkatkan pengeluaran panas dengan
memicu vasodilatasi kulit.
Kata demam merujuk kepada
peningkatan suhu tubuh akibat
infeksi atau peradangan.
Sebagai respons terhadap
masuknya mikroba, sel-sel
fagositik tertentu (makrofag)
mengeluarkan suatu badan
kimia yang dikenal sebagai
pirogen endogen yang bekerja
pada pusat termoregulasi
hipotalamus untuk
meningkatkan patokan
thermostat. Hipotalamus
sekarang mempertahankan
suhu di tingkat yang baru dan tidak mempertahankannya di suhu
normal tubuh. Selama terjadi demam, pirogen endogen
meningkatkan titik patokan hipotalamus dengan memicu pelepasan
local prostaglandin, yaitu mediator kimiawi local yang bekerja
langsung pada hipotalamus. (Sherwood, 2014 hal 692-693)
Muntah
Muntah atau emesis, ekspulsi paksa isi lambung keluar melalui
mulut, tidak terjadi karena peristalsis terbalik di lambung, seperti
yang mungkin telah diperkirakan. Sebenarnya lambung itu sendiri
tidak secara aktif berperan dalam muntah. Tindakan kompleks
muntah dikoordinasikan oleh pusat muntah di medulla batang otak.
Muntah dimulai dengan inspirasi dalam dan penutupan glotis.
Kontraksi diafragma menekan ke bawah ke lambung sementara
25
secara bersamaan kontraksi otot-otot perut menekan rongga
abdomen, meningkatkan tekanan intra-abdomen dan memaksa
visera abdomen bergerak ke atas. Sewaktu lambung yang melemas
terperas antara diafragma di atas dan rongga abdomen yang
mengecil di bawah, isi lambung terdorong ke atas melalui sfingter
dan esophagus lalu keluar melalui mulut. Glotis dan uvula tertutup
agar bahan muntah tidak masuk ke saluran napas dan hidung.
Siklus ini dapat berulang kali terjadi hingga lambung kosong.
Dimana muntah diawali dengan pengeluaran liur yang berlebihan,
berkeringat, peningkatan denyut jantung, dan sensasi mual, yang
semuanya khas untuk pengeluaran generalisata system saraf
autonom. (Sherwood, 2014 hal 637)
Nyeri ulu hati
Kontraksi akan meningkat selama inspirasi sehingga menurunkan
kemungkinan refluks isi lambung yang asam ke dalam esophagus
pada saat ketika tekanan intrapleura yang subatmosferik akan
mendorong pergerakan kembali isi lambung. Jika isi lambung
akhirnya mengalir balik meskipun terdapat sfingter, keasaman isi
lambung ini yang akan mengiritasi esophagus, menyebabkan rasa
tak-nyaman di esophagus yang dikenal sebagai nyeri ulu hati atau
heartburn. (Sherwood, 2014. hal 632)
26
27
I. Daftar Pustaka
Eroschenko, Victor P. 2011. Atlas Histologi diFiore dengan korelasi
fungsional. Edisi 12. Jakarta:EGC (372-375, 384-385)
Sherwood, Lauralee. 2014. Fisiologi Manusia dari sel ke sistem. Edisi 8.
Jakarta:EGC
Guyton, A.C., dan Hall, J.E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Edisi 11.
Jakarta:EGC
Murray, RK. 2014. Biokimia Harper. Edisi 29. Jakarta:EGC
Putz, R, dan Pabst R. 2000. Atlas Anatomi Manusia Sobotta. Edisi 21.
Jakarta:EGC ( hal 146,148)
Netter FH. 2011. Atlas Of Human Anatomy. 6th Edition. Jakarta:EGC
Mescher, A.L. 2011. Histologi Dasar Junqueira, Teks dan Atlas, Edisi 12.
Jakarta:EGC
Aru W, Sudoyo. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, edisi V.
Jakarta: Interna Publishing.
Aru W, Sudoyo. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, edisi V.
Jakarta: Interna Publishing.
Abbas, A.K., Aster, J.C., dan Kumar, V. 2015. Buku Ajar Patologi Robbins.
Edisi 9. Jakarta: Elsevier Saunders. (hal 597-598)
Kementerian Kesehatan RI. Pusat Data dan Informasi. Situasi dan Analisis
Hepatitis. www.depkes.go.id
Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia (Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan
RI Tahun 2008). http://www.pppl.depkes.go.id
28