Anda di halaman 1dari 59

ANALISIS FAKTOR RISIKO MALNUTRISI PADA ANAK BALITA DI

PUSKESMAS MANGASA KOTA MAKASSAR TAHUN 2020

PROPOSAL

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Meraih Gelar Sarjana Kedokteran Program Studi Pendidikan Dokter pada
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Alauddin Makassar

Oleh:

YAUMIL NURUL SAFIRA


NIM: 70600116039

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur yang sebesar – besarnya penulis panjatkan kehadirat

Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat dan anugerah-Nya kepada kita semua

bahwa dengan segala keterbatasan yang penulis miliki akhirnya penulis dapat

menyelesaikan penelitian dengan judul “Analisis Faktor Risiko Malnutrisi pada

Anak Balita di Puskesmas Mangasa Kota Makassar Tahun 2020” dalam rangka

penyelesaian salah satu syarat meraih gelar sarjana Kedokteran Program Studi

Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam

Negeri Alauddin Makassar.

Makassar, 12 September 2020


Penyusun,

Yaumil Nurul Safira


NIM: 70600116039

ii
DAFTAR ISI

JUDUL .........................................................................................................................i
KATA PENGANTAR ...............................................................................................ii
DAFTAR ISI..............................................................................................................iii
DAFTAR TABEL.......................................................................................................v
DAFTAR GAMBAR..................................................................................................vi
PENDAHULUAN.......................................................................................................1
A. Latar Belakang ...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................9
C. Hipotesis......................................................................................................9
D. Definisi Operasional Dan Ruang Lingkup Penelitian ..............................12
E. Kajian Pustaka...........................................................................................16
F. Tujuan Penelitian ......................................................................................19
G. Manfaat Penelitian ....................................................................................20
TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................22
A. Balita.........................................................................................................22
B. Status Gizi Balita.......................................................................................23
C. Klasifikasi Status Gizi Balita ...................................................................29
D. Malnutrisi..................................................................................................32
E. Faktor-Faktor Risiko Malnutrisi pada Balita ...........................................32
F. Kerangka Teori .........................................................................................40
G. Kerangka Konsep .....................................................................................41
METODE PENELITIAN.........................................................................................42
A. Jenis Penelitian dan Lokasi Penelitian .....................................................42
B. Populasi ....................................................................................................42
C. Sampel ......................................................................................................42
D. Cara Pengumpulan Data ...........................................................................43
E. Instrumen Penelitian..................................................................................43

iii
F. Pengolahan dan Penyajian Data ...............................................................43
G. Alur Penelitian........................................................................................ 45
H. Etika Penelitian ........................................................................................45
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................47

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Definisi Operasional ................................................................................12

Tabel 1.2 Kajian Pustaka..........................................................................................16

Tabel 2.1 Standar Antropometri WHO-NCHS Menurut Berat Badan/Umur..........30

Tabel 2.2 Standar Antropometri WHO-NCHS Menurut Tinggi Badan/Umur........31

Tabel 2.3 Standar Antropometri WHO-NCHS Menurut Berat/Tinggi Badan...........31

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Teori.......................................................................................40

Gambar 2.2 Kerangka Konsep....................................................................................41

Gambar 3.1 Alur Penelitian........................................................................................45

vi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gizi yang baik merupakan landasan kesehatan yang berpengaruh

terhadap kekebalan tubuh, kerentanan terhadap penyakit, serta pertumbuhan

dan perkembangan fisik dan mental. Gizi yang baik akan menurunkan

kesakitan, kecacatan dan kematian sehingga dapat meningkatkan kualitas

sumber daya manusia. Upaya pengembangan dan perbaikan gizi masyarakat

sesuai dengan target Rencana Pembangunan Jangka Menengah yang bertujuan

meningkatkan mutu gizi perseorangan dan masyarakat, melalui perbaikan pola

konsumsi makanan, perbaikan perilaku sadar gizi, peningkatan akses dan mutu

pelayanan gizi kesehatan sesuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi. Salah

satu masalah gizi yang masih tetap terjadi hingga saat ini yaitu malnutrisi

(Depkes, 2014).

Malnutrisi lebih sering dihubungan dengan asupan nutrisi yang kurang

atau sering disebut undernutrition (gizi kurang) yang bisa disebabkan oleh

penyerapan yang buruk atau kehilangan nutrisi yang berlebihan. Namun istilah

malnutrisi juga mencakup overnutrition (gizi lebih) (WHO, 2015). Peraturan

Menteri Kesehatan RI Nomor 29 tahun 2019 tentang penanggulangan masalah

kesehatan gizi bagi anak akibat penyakit pasal 2 sebagaimana yg dimaksud

diprioritaskan terhadap penyakit yang memerlukan upaya khusus untuk

penyelamatan hidup dan mempunyai dampak terbesar pada angka kejadian

1
malnutrisi. Hal tersebut bertujuan untuk mencapai SDGs tahun 2030 yang

berisikan 17 tujuan dengan 169 target. Pada poin “Tanpa Kelaparan” yang

menargetkan mengakhiri kelaparan dan segala bentuk malnutrisi (SDGs, 2017).

Secara global, pada tahun 2014 terdapat 50 juta anak di bawah umur

lima tahun mengalami kekurangan gizi, sebanyak 16 juta di antaranya

mengalami gizi buruk. Diperkirakan satu dari setiap 13 anak di dunia

mengalami gizi buruk. Prevalensi gizi kurang di dunia pada anak dengan umur

di bawah lima tahun dari tahun 2010-2012 masih terbilang tinggi yaitu 15%,

tetapi sudah mengalami penurunan dari 25%. Prevalensi malnutrisi tidak hanya

meningkat di negara maju tetapi juga di negara berkembang. Selain gizi kurang,

diperkirakan 44 juta (6,7%) anak di bawah umur lima tahun mengalami gizi

lebih dan jumlah ini terus meningkat tiap tahunnya. Di Indonesia, kejadian

kekurangan gizi terlihat meningkat pada tahun 2013 yakni sebesar 19,6% yang

mengalami kekurangan gizi dengan kejadian gizi buruk sebesar 5,7%

dibandingkan dengan tahun 2010 yakni sebesar (17,9%) dengan 4,9% berstatus

gizi buruk. Sulawesi Selatan menduduki peringkat ke-10 tertinggi untuk

kejadian gizi buruk pada balita dengan prevalensi kekurangan gizi sebesar

25,6% dan 6,6% di antaranya gizi buruk (WHO, 2015).

Prevalensi balita gizi buruk di Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun

2016, berdasarkan hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) yang dilakukan di

kabupaten/kota Provinsi Sulawesi Selatan, sebesar 5,0% dan telah mencapai

angka yang ditargetkan (5,2%). Angka ini mengalami penurunan bila

2
dibandingkan dengan hasil PSG tahun 2015 yaitu sebesar 5,1% dan tahun 2014

sebesar 5,6%. Sementara penyebaran kasus gizi buruk di 24 kabupaten/kota

Provinsi Sulawesi Selatan dari bulan Januari sampai Desember tahun 2016

dengan jumlah kumulatif 156 kasus, di 5 Kabupaten dengan kasus gizi buruk

tertinggi adalah Wajo (34 Kasus), Toraja Utara (15 Kasus), Bone (14 Kasus),

Luwu (13 Kasus), Makassar (10 Kasus). Prevalensi balita gizi buruk di Provinsi

Sulawesi Selatan pada tahun 2016, berdasarkan hasil Pemantauan Status Gizi

(PSG) yang dilakukan di Kabupaten/Kota Provinsi Sulawesi Selatan, sebesar

20,2%. Meskipun capaian kinerja ini belum mencapai target yang ditetapkan

(18,1%), angka ini juga meningkat dari tahun 2015 yaitu sebesar 17,1 %,

sehingga masih perlu ditingkatkan upaya-upaya yang lebih optimal dalam

meningkatkan status gizi masyarakat khususnya pada kelompok balita (Dinkes,

2016).

Dari pemetaan gizi buruk yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan

Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2013, kabupaten/kota yang memiliki

prevalensi gizi buruk jenis marasmus kwashiorkor (M+K) yang paling tinggi

adalah Kota Makassar, dengan prevalensi kekurangan gizi sebesar 16,39%

dengan status gizi buruk sebesar 3,66%. Penyumbang terbesar kejadian gizi

buruk di Kota Makassar berasal dari Kecamatan Tallo dengan prevalensi

kekurangan gizi yang cukup tinggi di tahun 2015 yakni sebesar 15,5% (Dinkes,

2016).

3
Berdasarkan data Jumlah Gizi Kurang Dan Gizi Buruk Pada Balita per

Kecamatan di Kota Makassar tahun 2015, Kecamatan Rappocini menempati

urutan ke-4 yang memiliki jumlah gizi kurang dan gizi buruk terbanyak. Dari

jumlah 571 balita di Kelurahan Rappocini, penderita gizi kurang sebanyak 696

anak atau 8,40% dan gizi buruk sebanyak 175 anak atau 2,11%. Berdasarkan

hasil survei tahun 2010 penduduk wilayah Puskesmas Mangasa sebanyak

53.594 jiwa (Dinkes, 2016).

Masalah gizi merupakan akibat dari berbagai faktor yang saling terkait.

Kejadian gizi kurang dan gizi buruk pada balita sangat erat hubungannya

dengan beberapa faktor risiko di antaranya ASI eksklusif, dimana memiliki

hubungan yang bermakna dengan gizi kurang atau gizi buruk karena ASI

memberikan zat kekebalan kepada balita sehingga balita tersebut menjadi tidak

rentan terhadap penyakit. Dari hasil penelitian yang menunjukkan kejadian

malnutrisi pada balita dengan ASI eksklusif total 77 sampel pasien dengan

malnutrisi, didapatkan 59 (38,3%) sampel yang tidak diberikan ASI eksklusif

dan 18 (11,7%) sampel yang diberikan ASI eksklusif yang mana didapatkan

hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian gizi kurang pada

anak balita (Sihombing, 2017). Selain itu, terdapat faktor lainnya seperti sosial

ekonomi yang dimana status sosial ekonomi keluarga bisa dilihat dari variabel

tingkat pekerjaan. Dari hasil penelitian mengenai hubungan kejadian malnutrisi

pada balita dengan tingkat sosial ekonomi didapatkan data terbanyak berstatus

sosial ekonomi rendah sebanyak 35 balita (87,5%) sedangkan pada kelompok

4
gizi baik terbanyak berstatus sosial ekonomi tinggi sebanyak 30 balita (75%)

sehingga didapatkan hubungan antara sosial ekonomi dengan kejadian

malnutrisi pada balita (Anwar, 2015).

Selain itu, rendahnya pendidikan dan pengetahuan dapat mempengaruhi

ketersediaan pangan dalam keluarga, yang selanjutnya mempengaruhi kuantitas

dan kualitas konsumsi pangan yang merupakan penyebab langsung dari

kekurangan gizi pada anak balita. Hasil penelitian menunjukkan kejadian

malnutrisi pada balita dengan pendidikan dan pengetahuan ibu yang rendah

sebanyak 28 balita (70%) merupakan jumlah sebagian besar subjek pada

kelompok gizi buruk, sehingga didapatkan hubungan antara pendidikan ibu

dengan kejadian malnutrisi pada balita (Oetomo, 2018). BBLR juga dapat

mempengaruhi terjadinya gizi buruk, hal ini dikarenakan bayi yang mengalami

BBLR akan mengalami komplikasi penyakit karena kurang matangnya organ,

menyebabkan gangguan pertumbuhan fisik dan gangguan gizi saat balita. Hasil

penelitian menunjukkan 89 kejadian malnutrisi pada balita dengan balita yang

mengalami BBLR sebanyak 21 balita (52,5%) yang mempunyai arti bahwa

status sosial ekonomi memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian

malnutrisi pada balita (Saputra, 2012).

Faktor risiko malnutrisi yang terakhir adalah penyakit infeksi karena

kurangnya asupan gizi dapat menjadi awal timbulnya penyakit infeksi, karena

gangguan penyerapan makanan dan masalah sanitasi merupakan salah satu

penyebab mudahnya penyakit infeksi pada status gizi balita. Dari suatu hasil

5
penelitian diperoleh 38 balita (95%) mempunyai penyakit infeksi yang

merupakan proporsi terbesar dalam kelompok gizi buruk. Pada kelompok gizi

baik proporsi terbesar diperoleh 26 balita (65%) tidak mempunyai penyakit

infeksi yang berarti bahwa penyakit infeksi mempunyai hubungan bermakna

dengan kejadian malnutrisi pada balita (Saputra, 2012).

Dampak jangka pendek malnutrisi terhadap perkembangan anak di

antaranya menjadikan anak apatis, gangguan bicara, dan gangguan

perkembangan yang lain. Selain itu, malnutrisi juga dapat memberikan dampak

jangka panjang seperti penurunan skor intelligence quotient (IQ), penurunan

perkembangan kognitif, penurunan integrasi sensoris, gangguan pemusatan

perhatian, gangguan penurunan rasa percaya diri dan tentu saja merosotnya

prestasi akademik di sekolah. Malnutrisi berpotensi menjadi penyebab

kemiskinan melalui rendahnya kualitas sumber daya manusia dan produktivitas.

Tidak heran jika malnutrisi yang tidak dikelola dengan baik, pada fase akutnya

akan mengancam jiwa dan pada jangka panjang akan menjadi ancaman

hilangnya sebuah generasi penerus bangsa (Keshavarzi, dkk 2015).

Selain dari sisi bidang sains dan kedokteran betapa pentingnya

pemberian gizi dan nutrisi yang baik, pemberian gizi dan nutrisi yang baik

dijelaskan pula dalam Al-Qur’an Surah Thaha ayat 81 :

        


 
       
Terjemahnya:

6
“Makanlah di antara rezeki yang baik yang telah Kami berikan
kepadamu, dan janganlah melampaui batas padanya, yang menyebabkan
kemurkaan-Ku menimpamu. Dan barang siapa ditimpa oleh kemurkaan-Ku,
maka sesungguhnya binasalah ia.”

Menurut tafsir Jalalain Surah Thaha ayat 81 :

“ (Makanlah di antara rezeki yang baik yang telah kami berikan kepada
kalian) yakni nikmat yang telah dilimpahkan kepada kalian (dan janganlah
melampaui batas padanya) seumpamanya kalian mengingkari nikmat-nikmat itu
(yang menyebabkan kemurkaan-Ku menimpa kalian) bila dibaca Yahilla
artinya wajib kemurkaan-Ku menimpa kalian. Dan jika dibaca Yahulla artinya,
pasti kemurkaan-Ku menimpa kalian (Dan barang siapa ditimpa oleh
kemurkaan-Ku) lafal Yahlil dapat pula dibaca Yahlul (maka sungguh binasalah
ia) terjerumuslah ia ke dalam neraka.”

Berbicara tentang makanan adalah kebutuhan semua makhluk terutama

makhluk hidup untuk dikonsumsi dalam memenuhi kebutuhan biologisnya.

Oleh sebab itu, makanan yang akan dikonsumsi harus thayyib. Dalam masalah

al-thayyib hubungannya dengan makanan ada dua yang perlu dipahami setiap

orang yaitu:

a. Makanan yang diperoleh benar-benar berasal dari yang halal, baik cara

memperolehnya maupun cara menggunakannya.

b. Makanan yang dikonsumsi itu adalah bersih, tidak mengandung kotoran dan

tidak pula kadaluarsa. Adapun makanan yang disebutkan dalam QS. Al-

Baqarah/2: 173

7
      
   
            
   
Terjemahnya:

Sesungguhnya Allah Hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah,


daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah.
tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak
menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Kata (‫ )الطيبات‬attayibat adalah bentuk jamak dari kata (‫ )الطيب‬attayib, dari

segi bahasa, dapat berarti baik, lezat, menentramkan paling utama dan sehat.

Makna kata tersebut dalam konteks makanan adalah makanan yang tidak kotor

dari segi zatnya. Atau rusak (kadaluarsa), atau tercampur najis. Dapat juga

dikatakan yang tayyib dari makanan adalah yang mengandung selera yang

memakannya, tidak membahayakan fisik dan akalnya serta halal. Sejalan

dengan ayat tersebut di atas bahwa Allah swt. memerintahkan kepada para

Rasul untuk makan dari yang baik karena Allah swt. tidak menerima kecuali

yang baik berdasarkan sabda Rasulullah saw:

َ َ‫ض َي هللاُ تَ َعالَى َع ْنهُ ق‬


َ َ‫ ق‬:‫ال‬
ِ‫ال َرس ُْو ُل هللا‬ ِ ‫ َع ْن أَبِ ْي هُ َري َْرةَ َر‬:
َ ّ‫طيِّبٌ الَ يَ ْقبَ ُل إِال‬
ً ‫طيِّبَا‬ َ ‫إِ َّن هللاَ تَ َعالَى‬
Artinya:
Dari Abi Hurairah berkata: Rasulullah saw bersabda: wahai sekelaian
manusia sesungguhnya Allah swt. baik tidak menerima kecuali yang baik pula.
(HR. Muslim).

8
Dalam aspek dunia medis dan sesuai dengan apa yang Allah Swt. telah

perintahkan kepada manusia khususnya umat islam untuk makan makanan dari

cara yang halal karena kandungan zat-zat gizi seperti karbohidrat, lemak,

protein, dsb yang terdapat di dalam sebuah makanan berguna sebagai energi

yang nantinya akan dapat digunakan sebagai bahan untuk metabolisme di dalam

tubuh kita, apabila kita tidak mengikuti sesuai aturan yang Allah Swt. telah

tetapkan contohnya, kita memberikan makanan kepada keluarga kita dari

sumber yang tidak jelas maka perbuatan kita kelak Allah Swt. akan membalas

perilaku kita di hari kemudian, dan juga apabila kita tidak memberikan asupan

nutrisi yang kuat kepada anak kita maka anak tersebut kekurangan bahan untuk

metabolisme di dalam tubuh yang nantinya akan berdampak pada kekurangan

gizi.

Berdasarkan latar belakang di atas maka perlu dilakukan penelitian

faktor risiko terjadinya malnutrisi pada anak balita di Puskemas Mangasa Kota

Makassar yang merupakan salah satu puskesmas dari 4 puskesmas di

Kecamatan Rappocini yang memiliki kasus malnutrisi tertinggi di kota

Makassar.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah tersebut di atas, dapat

dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut : Apa sajakah faktor risiko

terjadinya kasus malnutrisi pada anak balita di Puskesmas Mangasa Kota

Makassar?

9
C. Hipotesis

1. Hipotesis Nol (Ho)

a. Tidak ada hubungan antara pendidikan dan pengetahuan orang tua

terhadap kejadian malnutrisi pada anak balita di Puskesmas Mangasa

Kota Makaasar Tahun 2020.

b. Tidak ada hubungan antara sosial-ekonomi terhadap kejadian malnutrisi

pada anak balita di Puskesmas Mangasa Kota Makassar Tahun 2020.

c. Tidak ada hubungan antara riwayat penyakit infeksi terhadap kejadian

malnutrisi pada anak balita di Puskesmas Mangasa Kota Makassar

Tahun 2020..

d. Tidak ada hubungan antara pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian

malnutrisi pada anak balita di Puskesmas Mangasa Kota Makassar

Tahun 2020.

e. Tidak ada hubungan antara riwayat berat badan lahir terhadap kejadian

malnutrisi pada anak balita di puskesmas Mangasa Kota Makassar

Tahun 2020.

f. Tidak ada hubungan antara variabel yang berpengaruh terhadap kejadian

malnutrisi pada anak balita di Puskesmas Mangasa Kota Makassar

Tahun 2020.

g. Tidak ada hubungan antara faktor risiko terhadap kejadian malnutrisi

pada anak balita di Puskesmas Mangasa Kota Makassar Tahun 2020.

10
2. Hipotesis Alternatif (Ha)

a. Ada hubungan antara pendidikan dan pengetahuan orang tua terhadap

kejadian malnutrisi pada anak balita di Puskesmas Mangasa Kota

Makaasar Tahun 2020.

b. Ada hubungan antara sosial-ekonomi terhadap kejadian malnutrisi pada

anak balita di Puskesmas Mangasa Kota Makassar Tahun 2020.

c. Ada hubungan antara riwayat penyakit infeksi terhadap kejadian

malnutrisi pada anak balita di Puskesmas Mangasa Kota Makassar

Tahun 2020.

d. Ada hubungan antara pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian

malnutrisi pada anak balita di Puskesmas Mangasa Kota Makassar

Tahun 2020.

e. Ada hubungan antara riwayat berat badan lahir terhadap kejadian

malnutrisi pada anak balita di puskesmas Mangasa Kota Makassar

Tahun 2020.

f. Ada hubungan antara variabel yang berpengaruh terhadap kejadian

malnutrisi pada anak balita di Puskesmas Mangasa Kota Makassar

Tahun 2020.

g. Ada hubungan antara faktor risiko terhadap kejadian malnutrisi pada

anak balita di Puskesmas Mangasa Kota Makassar Tahun 2020.

11
D. Definisi Operasional dan Ruang Lingkup Penelitian
1. Definisi Operasional
Tabel. 1.1 Definisi Operasional
No Variabel Definisi Cara ukur Hasil ukur Skala
operasional
Variabel independen
1. Faktor orang Jenjang Dinilai Tingkat pendidikan Ordinal
tua pendidikan berdasarkan terakhir ibu:
a.Tingkat formal yang jawaban subjek 1 : Tidak tamat SD
pendidikan ibu pernah 2 : SD
ditempuh atau 3 : SMP
dijalani oleh ibu 4 : SMA
dan berijazah. 5 : S1/S2/S3
b.Pengetahuan Sesuatu yang Menggunakan Pengetahuan ibu Ordinal
ibu tentang diketahui ibu kuisioner yang tentang gizi balita :
gizi balita yang berkenaan sebelumnya 9-10 : Subjek mampu
dengan gizi pernah diteliti menjawab dengan baik
balita. oleh Sihombing beberapa pertanyaan
Natalia pada yang kita ajukan
tahun 2017 dan 0-5 : Subjek hanya
kita menilai mampu menjawab
berdasarkan sebagian dari beberapa
jawaban subjek pertanyaan yang kita
ajukan

No Variabel Definisi Cara ukur Hasil ukur Skala


operasional

12
2. Faktor sosial Suatu kondisi Dinilai Status ekonomi Ordinal
ekonomi yang berkaitan berdasarkan berdasarkan Upah
dengan tingkat jawaban subjek Minimum Kota
pendapatan, dan Makassar tahun 2019 :
status sosial di 0 :< Rp. 2.941.270
dalam 1 :> Rp. 2.941.270
masyarakat.

3. Berat badan Berat badan Dinilai Berat badan lahir : Ordinal


lahir yang di timbang berdasarkan 0 :< 2.000 gr
dalam waktu 1 jawaban subjek 1 :< 2.500 gr
jam pertama 2 : 2.500 –
setelah 3.500 gr
kelahiran. 3 : ≥ 3.500 gr
4. Umur Balita Umur ≥1 tahun Dinilai Berdasarkan Numerik
sampai dengan berdasarkan wawancara dengan
umur ≤5 tahun jawaban subjek orang tua
5. ASI Eksklusif Pemberian ASI menggunakan ASI eksklusif: Ordinal
selama 6 bulan kuisioner yang 0 : Tidak mendapatkan
tanpa diberikan sebelumnya ASI eksklusif
makanan pernah diteliti 1 : Mendapatkan ASI
pendamping oleh Sihombing eksklusif ditambah
apapun Natalia pada dengan penggunaan
tahun 2017 dan susu formula
kita menilai 2 : Mendapatkan ASI
berdasarkan eksklusif
jawaban subjek
No Variabel Definisi Cara ukur Hasil ukur Skala
operasional

13
6. Penyakit Riwayat Dinilai dari Riwayat penyakit Nominal
infeksi penyakit yang jawaban subjek infeksi :
pernah dialami 0 : Tidak sedang
oleh balita yang mengalami penyakit
disebabkan oleh infeksi atau tidak
mikroorganisme memiliki riwayat
. penyakit infeksi
1 : Pernah mengalami
penyakit infeksi

No Variabel Definisi Cara ukur Hasil ukur Skala


operasional
7. Status gizi Keadaan gizi Menggunakan Status gizi Ordinal
pada balita grafik berdasarkan :
dengan pertumbuhan A. Berat badan
menggunakan anak menurut umur
indikator berdasarkan (BB/U) :
antropometri WHO-NCHS 1 : Gizi Lebih :> 2
berdasarkan (dalam Z-score) SD
standar WHO- 2 : Gizi Baik :
NCHS (dalam -2 SD s/d 2 SD
Z-score) yang 3 : Gizi Kurang :
terdiri dari <-2 SD s/d -3 SD
beberapa Gizi Buruk :<-3
metode seperti SD
berdasarkan B. Tinggi badan
berat badan menurut umur
menurut umur (TB/U) :
(BB/U), 1 : Sangat Pendek :

14
panjang badan <-3,0 SD
menurut umur 2 : Pendek :
(TB/U), dan -3,0 SD s/d <-2,0
berat badan SD
menurut tinggi 3 : Normal :
badan (BB/TB). > -2,0 SD
C. Berat badan
menurut tinggi
badan (BB/TB) :
1 : Gemuk :
> 2 SD
2 : Normal :
-2 SD s/d 2 SD
3 : Kurus :
< -3 SD s/d -2 SD
4 : Sangat Kurus :
<-3 SD

2. Ruang Lingkup Penelitian

Menganalisis faktor-faktor risiko apa saja yang berperan dalam

kejadian malnutrisi pada anak balita dengan menggunakan kuisioner

berdasarkan hasil responden, dan rekam data medis responden secara online

puskesmas setempat.

E. Kajian Pustaka

Tabel. 1.2 Kajian Pustaka


1. Analisis Faktor Resiko yang Berhubungan dengan Gizi Kurang Pada
Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kuala Tadu Kecamatan Tadu

15
Raya Kabupaten Nagan Raya
Nama Peneliti (Tahun) Intan Zuhra (2016)
Tujuan Penelitian menganalisis faktor resiko yang berhubugan
dengan gizi kurang pada balita di wilayah
kerja Puskesmas Kuala Tadu Kecamatan
Tadu Raya Kabupaten Nagan Raya
Variabel Penelitian Variabel independen : pengetahuan, sikap,
pelayanan kesehatan, sosial budaya. Variabel
dependen : gizi kurang
Metodologi Penelitian Jenis penelitian survei yang bersifat analitik
dengan pendekatan Cross Sectional.
Hasil Penelitian Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui
bahwa terdapatnya hubungan yang signifikan
antara faktor pengetahuan dengan gizi
kurang di wilayah kerja Puskemas Kuala
Tadu Kecamatan Tadu Raya Kabupaten
Nagan Raya. Dari hasil uji chi square
didapat nilai Pvalue = 0,004 dan ini lebih kecil
dari α = 0,05 (Pvalue = 0,004 < α = 0,05).
Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui
bahwa terdapatnya hubungan yang signifikan
antara faktor sikap dengan gizi kurang di
wilayah kerja Puskemas Kuala Tadu
Kecamatan Tadu Raya Kabupaten Nagan
Raya. Dari hasil uji chi square didapat nilai
Pvalue = 0,025 dan ini lebih kecil dari α = 0,05
(Pvalue = 0,025 < α = 0,05). Berdasarkan hasil
penelitian ini diketahui bahwa terdapatnya
hubungan yang signifikan antara faktor
pelayanan kesehatan dengan gizi kurang di

16
wilayah kerja Puskemas Kuala Tadu Kecamatan
Tadu Raya Kabupaten Nagan Raya. Dari hasil uji
chi square didapat nilai Pvalue = 0,009 dan ini
lebih kecil dari α = 0,05 (P value = 0,009 < α =
0,05). Berdasarkan hasil penelitian ini
diketahui bahwa terdapatnya hubungan yang
signifikan antara faktor sosial budaya dengan
gizi kurang di wilayah kerja Puskemas Kuala
Tadu Kecamatan Tadu Raya Kabupaten
Nagan Raya. Dari hasil uji chi square
didapat nilai Pvalue = 0,025 dan ini lebih kecil
dari α = 0,05 (Pvalue = 0,025 < α = 0,05)
2. Faktor-faktor Risiko Kejadian Gizi Buruk Pada Balita yang
dirawatkan di RSUP Dr. Kariadi
Nama Peneliti (Tahun) Dewi Novitasari A (2013)
Tujuan Penelitian Menganalisis faktor risiko yang mempengaruhi
balita gizi buruk yang dirawat inap di RSUP Dr.
Kariadi.
Variabel Penelitian Variabel bebas dalam penelitian ini antara lain
status sosial ekonomi, pendidikan ibu, penyakit
penyerta, ASI, BBLR, kelengkapan imunisasi.
Metodologi Penelitian Jenis penelitian ini adalah observasional dengan
pendekatan case control
Hasil Penelitian Status sosial ekonomi (OR=21,000; CI
95%=6,46-68,28), pendidikan ibu
(OR=16,333;CI95%=5,14-51,87),penyakit
penyerta (OR=35,286; CI95%= 7,39-
168,48),ASI (OR= 9,471; CI95%= 3,07-
29,24),BBLR (OR=21,000; CI95%= 4,45-
99,08), dan kelengkapan imunisasi (OR=12,000;
CI95%=4,18-34,45) merupakan faktor risiko

17
kejadian gizi buruk. Faktor risiko kejadian gizi
buruk yang paling dominan adalah penyakit
penyerta pada balita.
3. Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Pada Anak
Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Bontomarannu
Nama Peneliti (Tahun) Muh Dhinul Almushawwir (2016)
Tujuan Penelitian Untuk Mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan dengan status gizi anak balita di
wilayah kerja Puskesmas Bontomarannu
Variabel Penelitian Variabel independen : umur ibu, pekerjaan ibu,
pengetahuan gizi ibu, jumlah anak, pendapatan
keluarga, jumlah anggota keluarga, pendidikan
terakhir ibu.
Metodologi Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif
dengan desain Cross Sectional Study atau
penelitian dengan pengambilan data satu waktu.
Hasil Penelitian Berdasarkan hasil analisis bivariat didapatkan
umur ibu (p= 0,038), pekerjaan ibu (p=0,405),
pengetahuan gizi ibu (p=0,600), jumlah anak (p=
0,433), pendapatan keluarga (p= 0,600), jumlah
anggota keluarga (p= 0,178) dan pendidikan ibu
(p= 0,190). Sementara dari analisis multivariat
didapatkan umur ibu (p=0,51), jumlah anggota
keluarga (p=0,955) dan pendidikan ibu (p=0,
077). Analisis bivariat menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara umur
ibu dengan status gizi pada balita. Berdasarkan
hasil analisis multivariat faktor pendidikan ibu
merupakan faktor yang paling berhubungan
dengan status gizi anak balita karena didapatkan

18
nilai p adalah <0,25.
F. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum

Mengetahui faktor-faktor risiko malnutrisi pada balita di Puskesmas

Mangasa Kota Makassar Tahun 2020.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui faktor risiko malnutrisi pada anak balita di Puskesmas

Mangasa Kota Makassar Tahun 2020.

b. Mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan dan pengetahuan orang

tua terhadap kejadian malnutrisi pada anak balita di Puskesmas Mangasa

Kota Makassar Tahun 2020.

c. Mengetahui hubungan antara sosial-ekonomi terhadap kejadian malnutrisi

pada anak balita di Puskesmas Mangasa Kota Makassar Tahun 2020.

d. Mengetahui hubungan antara riwayat penyakit infeksi terhadap kejadian

malnutrisi pada anak balita di Puskesmas Mangasa Kota Makassar Tahun

2020.

e. Mengetahui hubungan antara pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian

malnutrisi pada anak balita di Puskesmas Mangasa Kota Makassar Tahun

2020.

f. Mengetahui hubungan antara riwayat berat badan lahir terhadap kejadian

malnutrisi pada anak balita di Puskesmas Mangasa Kota Makassar Tahun

2020.

19
g. Mengetahui variabel yang paling berpengaruh terhadap kejadian

malnutrisi pada anak balita di Puskesmas Mangasa Kota Makassar Tahun

2020.

G. Manfaat Penelitian
1. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk memberikan informasi

tentang faktor-faktor risiko dengan kejadian malnutrisi pada balita di

Puskesmas Mangasa Kota Makassar.

2. Bagi peneliti

a. Menambah pengetahuan dan untuk mengetahui berbagai masalah tentang

gizi pada anak balita.

b. Dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang faktor- faktor risiko

dengan angka kejadian malnutrisi pada balita di Puskesmas Mangasa

Kota Makassar.

3. Bagi Institusi

Sebagai bahan kepustakaan Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

yang dapat dijadikan sebagai informasi riset maupun penelitian selanjutnya

dengan variabel yang lebih luas.

20
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Balita

1. Definisi Balita

Balita adalah anak usia kurang dari lima tahun sehingga bayi usia di

bawah satu tahun juga termasuk golongan ini. Balita usia 1-5 tahun dapat

dibedakan menjadi dua yaitu anak usia lebih dari satu tahun sampai tiga

tahun yang dikenal dengan balita dan anak usia lebih dari tiga tahun sampai

lima tahun yang dikenal dengan usia prasekolah (Proverawati dan Wati,

2011)

21
Bawah lima tahun (balita) didefinisikan sebagai anak di bawah lima

tahun dan merupakan periode usia setelah bayi dengan rentang 0-5 tahun

(Gibney, 2009). Anak balita adalah anak yang telah menginjak usia di atas

satu tahun atau lebih dikenal dengan pengertian usia anak di bawah lima

tahun (Muaris, 2006). Menurut Sutoma dan Anggraeni (2010), balita adalah

istilah umum bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak prasekolah (3-5

tahun).

Masa balita adalah periode perkembangan fisik dan mental yang pesat.

Kesehatan seorang balita sangat dipengaruhi oleh gizi yang terserap di dalam

tubuh. Kurangnya gizi yang diserap oleh tubuh mengakibatkan mudah

terserang penyakit karena gizi memberi pengaruh yang besar terhadap

kekebalan tubuh. Gizi bukan hanya mempengaruhi kesehatan tubuh, tetapi

juga mempengaruhi kesehatan. Apabila gizi yang diperlukan oleh otak tidak

terpenuhi, otak akan mengalami pengaruh sehingga tidak dapat berkembang

(Ellya Sibagariang, 2010).

B. Status Gizi Balita

1. Definisi Status Gizi

Status gizi merupakan gambaran kesehatan sebagai refleksi

penggunaan konsumsi pangan yang dikonsumsi oleh seseorang dan

penggunaannya oleh tubuh (Jonny, 2010; Saputra, 2012). Penilaian status

gizi balita dengan standar nasional yang diterbitkan oleh Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia hanya menggunakan pengukuran

22
antropometri (penilaian gizi secara langsung) yaitu berdasarkan BB/U (berat

badan/umur) dengan klasifikasi gizi kurang, gizi buruk, gizi baik, dan gizi

lebih. Berdasarkan TB/U (tinggi badan/umur) diklasifikasikan menjadi

sangat pendek, pendek, normal, tinggi, dan berdasarkan BB/TB (berat

badan/tinggi badan) dengan klasifikasi sangat kurus, kurus, dan gemuk

(DEPKES RI, 2011). Pengukuran langsung selain antropometri adalah

pengukuran secara klinis, biokimia, dan biofisik. Pengukuran secara tidak

langsung adalah dengan survei konsumsi makanan dan statistik vital

(Supariasa, Bakhri & Fajar, 2012). Gizi dibedakan antara status gizi buruk

dan kurang (Almatsier, 2005).

 Gizi Kurang

Gizi kurang merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi,

atau nutrisinya dibawah rata-rata (Kliegman, 2013). Gizi kurang pada anak-anak

merupakan suatu masalah kesehatan masyarakat yang sangat penting di seluruh

dunia tetapi keparahannya bervariasi dari satu daerah ke daerah lain. Secara

global, ini merupakan penyebab penting morbiditas dan mortalitas pada anak di

bawah lima tahun terutama di negara-negara berkembang (Ocheke, 2015).

 Gizi Buruk

Gizi buruk dapat diartikan sebagai kurangnya asupan energi dan protein

sehari-hari atau karena suatu penyakit tertentu (Supriasa, 2012). Menurut Depkes

23
RI 2012, merupakan status gizi dengan z-score <-3 menurut BB/TB atau dengan

tanda-tanda marasmus, kwashiorkor, dan marasmus-kwashiorkor (Depkes RI,

2012). Kelompok umur balita merupakan kelompok umur yang sangat rentan

mengalami gizi buruk. Secara garis besar klasifikasinya dapat dibagi menjadi

(Kliegman, 2013) :

1. Marasmus

Marasmus merupakan salah satu bentuk gizi buruk yang paling sering

ditemukan pada balita. Ini merupakan hasil akhir dari tingkat keparahan gizi

buruk. Gejala klinis marasmus antara lain terlihat wajah seperti orang tua,

terlihat tulang belakang menonjol dan kulit di pantat berkeriput (baggy pant),

perut umumnya cekung, iga gambang, dan sering disertai penyakit infeksi

(umumnya penyakit kronis yang berulang), dan diare (Adriani, 2016).

2. Kwashiorkor

Kwashiorkor adalah suatu keadaan dimana terjadi kekurangan protein

dalam jumlah yang besar (Onecia, 2019). Gejala klinis dari kwashiorkor

antara lain rambut rontok dan berwarna kemerahan, otot mengecil (hipotrofi),

kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna

menjadi cokelat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement dermatosis),

pembesaran hati, sering disertai penyakit infeksi (umumnya bersifat akut),

anemia, dan diare (Ocheke, 2016).

3. Marasmus-Kwashiorkor

24
Marasmus-kwashiorkor gejala klinisnya merupakan campuran dari

beberapa gejala klinis antara kwashiorkor dan marasmus dengan berat badan

(BB) menurut umur (U) < 60% baku median WHO-NCHS yang disertai

edema yang tidak mencolok (Kliegman, 2013). Marasmus-kwashiorkor

disebabkan karena makanan sehari-hari kekurangan energi dan juga protein.

Berat badan anak sampai di bawah -3 SD sehingga telihat kurus, tetapi ada

gejala edema, kelainan rambut, kulit mengering dan kusam, otot menjadi

lemah, menurunnya kadar protein (albumin) dalam darah (Kliegman, 2013).

2. Penilaian Status Gizi

Untuk mengetahui status gizi, yaitu ada tidaknya malnutrisi pada

individu atau masyarakat diperlukan Penilaian Status Gizi (PSG).

Definisi dari PSG adalah interpretasi dari data yang didapatkan dengan

menggunakan berbagai metode untuk mengidentifikasi populasi atas

individu yang berisiko atau dengan status gizi buruk. Metode dalam PSG

dibagi dalam tiga kelompok. Kelompok pertama, metode secara langsung

yang terdiri dari penilaian dengan melihat tanda klinis, tes laboratorium,

metode biofisik, dan pengukuran antropometri. Kelompok kedua,

penilaian dengan melihat statistik kesehatan yang biasa disebut PSG

tidak langsung karena tidak menilai individu secara langsung. Kelompok

ketiga, penilaian dengan melihat variabel ekologi (Departemen Gizi dan

Kesehatan Masyarakat UI, 2010).

Secara tidak langsung status gizi masyarakat dapat diketahui

25
berdasarkan penilaian terhadap data kuantitatif maupun kualitatif

konsumsi pangan. Informasi tentang konsumsi pangan dapat diperoleh

melalui survei yang akan menghasilkan data kuantitatif (jumlah dan jenis

pangan) dan kualitatif (frekuensi makan dan cara mengolah makanan).

Penentuan status gizi dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu secara

biokimia, dietetika, klinik, dan antropometri (cara yang paling umum dan

mudah digunakan untuk mengukur status gizi di lapangan). Penilaian

status gizi secara langsung terdiri dari:

1. Antropometri

Ditinjau dari sudut pandang gizi, antropometri gizi

berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi

tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan

tingkat gizi. Antropometri digunakan untuk melihat

ketidakseimbangan asupan protein dan energi, yang terlihat

pada pola pertumbuhan fisik, proporsi jaringan tubuh seperti

lemak, otot, dan jumlah air dalam tubuh (Atikah Proverawati

dan Erna Kusuma Wati, 2010).

2. Klinis

Pemeriksaan klinis adalah metode untuk melihat status

gizi masyarakat berdasarkan atas perubahan-perubahan yang

terjadi dibandingkan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat

dilihat pada jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut, dan

26
mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan

permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid (Atikah Proverawati

dan Erna Kusuma Wati, 2010).

3. Biokimia

Penilaian status gizi dengan biokimia adalah

pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratorium yang

dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh, seperti darah,

urin, tinja, dan beberapa jaringan tubuh seperti otot dan hati.

Banyak gejala klinis yang kurang spesifik, sehingga penentuan

kimia faali dapat lebih banyak menolong untuk menentukan

kekurangan gizi yang spesifik (Atikah Proverawati dan Erna

Kusuma Wati, 2010).

4. Biofisik

Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode

penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi

(khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari

jaringan. Umumnya dapat digunakan dalam situasi tertentu

seperti kejadian buta senja epidemik. Cara yang digunakan

adalah tes adaptasi gelap (Atikah Proverawati dan Erna

Kusuma Wati, 2010).

 Selain penilaian secara langsung, status gizi juga bisa dinilai secara

27
tidak langsung. Untuk penilaian gizi secara tidak langsung terdiri

dari:

1. Survei konsumsi makanan

Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi

secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi

yang dikonsumsi. Data yang dikumpulkan dapat memberikan

gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat,

keluarga, dan individu (Atikah Proverawati dan Erna Kusuma

Wati, 2010).

2. Statistika Vital

Statistik Vital adalah dengan menganalisis data beberapa

statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur,

angka kesakitan dan kematian, serta data-data lainnya yang

berhubungan dengan gizi (Atikah Proverawati dan Erna

Kusuma Wati, 2010).

3. Faktor Ekologi digunakan untuk mengungkapkan bahwa

malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi

beberapa faktor fisik, biologis, dan lingkungan budaya (Atikah

Proverawati dan Erna Kusuma Wati, 2010).

C. Klasifikasi Status Gizi pada Balita

Status gizi balita adalah keadaan gizi pada balita yang dapat diketahui

dengan membandingkan antara berat badan menurut umur (BB/U) atau panjang

28
badan menurut umur (TB/U), atau berat badan menurut tinggi badan (BB/TB).

Pengukuran dilakukan menggunakan parameter umur, berat badan, tinggi badan,

lingkar lengan atas, lingkar dada, lingkar pinggul dan tebal lemak bawah kulit

(Supariasa, 2012). Klasifikasi status gizi berdasarkan status antropometri dibagi

menjadi :

1. Indeks Berat Badan Menurut Umur (BB/U)

Penentuan status gizi yang umum dilakukan adalah menimbang berat

badan yang dibandingkan dengan umur anak. Salah satu standar antopometri

yang biasa digunakan antara lain adalah WHO-NCHS (National Center

Health Statistics).

Tabel 2.1 Standar Antropometri WHO-NCHS Menurut Berat Badan/Umur


(Depkes, 2012)
Indikator Status Gizi Keterangan

Gizi Lebih >2 SD


Gizi Baik -2 SD s/d 2 SD
Berat Badan Menurut
Umur (BB/U) Gizi Kurang < -2 SD s/d -3 SD
Gizi Buruk < -3 SD
Penilaian status gizi dapat berdasarkan berat badan menurut umur

(BB/U) dapat dibagi menjadi empat menurut buku standar WHO-NCHS

status gizi (Supariasa, 2012), yaitu :

1. Gizi lebih : overweight dan obesitas

2. Gizi baik

29
3. Gizi kurang : mild underweight (berat badan ringan) dan moderate

PCM (Protein Calori Malnutrition)

4. Gizi buruk : severe PCM ( marasmus, marasmus- kwasiorkor dan

kwashiorkor).

2. Indeks Tinggi Badan Menurut Umur(TB/U)

Tinggi badan merupakan salah satu indikator penentuan kualitas gizi

pada seseorang. Faktor yang mempengaruhi tinggi badan adalah hereditas

dan zat gizi yang diperoleh dari makanan sehari-hari. Gizi makanan sangat

penting dalam membantu pertumbuhan tinggi badan anak (Supariasa, 2012).

Salah satu standar antropometri yang biasa digunakan untuk

menentukan kategori TB/U antara lain adalah WHO-NCHS (National Center

Health Statistics).

Tabel 2.2 Standar Antropometri WHO-NCHS Menurut Tinggi Badan /


Umur (Depkes, 2012)
Indikator Status Gizi Keterangan

Tinggi Badan Menurut Sangat Pendek < -3,0 SD


Pendek -3 SD s/d < -2,0 SD
Umur (BB/U)
Normal ≥ -2,0 SD

3. Indeks Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB)

Penggunaan standar Antropometri WHO 2015 dalam menilai status

gizi anak yaitu status gizi yang didasarkan pada indeks berat badan menurut

panjang badan (BB/TB) atau berat badan menurut tinggi badan (BB/TB),

30
yang merupakan padanan istilah wasted (kurus) dan severely wasted (sangat

kurus) (Adriani M, 2016).

Tabel 2.3 Standar Antropometri WHO-NCHS Menurut Berat Badan /


Tinggi Badan (Depkes, 2012)
Indikator Status Gizi Keterangan
Berat Badan Menurut Gemuk >2 SD
Normal -2 SD s/d 2 SD
Tinggi Badan
Kurus < -3 SD s/d -2 SD
(BB/TB) Sangat Kurus < -3 SD

D. Malnutrisi

1. Definisi Malnutrisi

Malnutrisi merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan

ketidakseimbangan nutrisi dalam tubuh. Berbagai hal menyebabkan

terjadinya malnutrisi. Kemiskinan menjadi alasan kurangnya asupan nutrisi,

terutama pada kelompok negara berkembang (Saunders, Smith, & Stroud,

2015). Selain itu, peningkatan kebutuhan nutrisi atas status kesehatan yang

buruk sertagangguan penyerapan nutrisi dan keluaran nutrisi yang

berlebihan juga mengakibatkan ketidakseimbangan nutrisi dalam tubuh

(Barker et al., 2011).

Hockenberry & Wilson (2015) menambahkan bahwa faktor yang

berpengaruh terhadap kejadian malnutrisi yaitu sanitasi buruk, kurangnya

pengetahuan orang tua mengenai cara merawat anak, faktor politik, kondisi

iklim, serta pengaruh budaya dan preferensi makanan menurut kepercayaan.

31
Malnutrisi pada anak dicirikan oleh 3 bentuk yaitu stunting yang berarti

tinggi badan kurang menurut umur (TB/U), wasting yang berarti berat badan

kurang menurut umur (BB/U), dan undernutrition berat badan kurang

menurut tinggi badan (BB/TB) (Barker et al., 2011).

E. Faktor-Faktor Risiko Malnutrisi pada Balita


1. Asupan makanan

Asupan makanan yang kurang disebabkan oleh berbagai faktor, antara

lain tidak tersedianya makanan secara adekuat, anak tidak cukup atau salah

mendapat makanan bergizi seimbang, dan pola makan yang salah. Kebutuhan

nutrisi yang dibutuhkan balita adalah air, energi, protein, lemak, karbohidrat,

vitamin dan mineral.Setiap gram protein menghasilkan 4 kalori, lemak 9

kalori, dan karbohidrat 4 kalori. Distribusi kalori dalam makanan balita dalam

keseimbangan diet adalah 15% dari protein, 35% dari lemak, dan 50% dari

karbohidrat.Kelebihan kalori yang menetap setiap hari sekitar 500 kalori

menyebabkan kenaikan berat badan 500 gram dalam seminggu (FK UI, 2011).

Setiap golongan umur terdapat perbedaan asupan makanan misalnya

pada golongan umur 1-2 tahun masih diperlukan pemberian nasi tim walaupun

tidak perlu disaring. Hal ini dikarenakan pertumbuhan gigi susu telah lengkap

apabila sudah berumur 2-2,5 tahun. Lalu pada umur 3-5 tahun balita sudah

dapat memilih makanan sendiri sehingga asupan makanan harus diatur dengan

sebaik mungkin. Memilih makanan yang tepat untuk balita harus menentukan

jumlah kebutuhan dari setiap nutrien, menentukan jenis bahan makanan yang

32
dipilih, danmenentukan jenis makanan yang akan diolah sesuai dengan

hidangan yang dikehendaki (FK UI, 2011).

2. Sosial Ekonomi

Sosial adalah segala sesuatu yang mengenai masyarakat sedangkan

ekonomi adalah segala usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan untuk

mencapai kemakmuran hidup. Sosial ekonomi merupakan suatu konsep dan

untuk mengukur status sosial ekonomi keluarga dilihat dari variabel tingkat

pekerjaan. Rendahnya ekonomi keluarga, akan berdampak dengan rendahnya

daya beli pada keluarga tersebut. Selain itu rendahnya kualitas dan kuantitas

konsumsi pangan, merupakan penyebab langsung dari kekurangan gizi pada

anak balita. Keadaan sosial ekonomi yang rendah berkaitan dengan masalah

kesehatan yang dihadapi karena ketidaktahuan dan ketidakmampuan untuk

mengatasi berbagai masalah tersebut. Balita dengan gizi buruk pada umumnya

hidup dengan makanan yang kurang bergizi (Ayensu, 2013)

Bekerja bagi ibu mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga.

Ibu yang bekerja mempunyai batasan yaitu ibu yang melakukan aktivitas

ekonomi yang mencari penghasilan baik dari sektor formal atau informal yang

dilakukan secara reguler di luar rumah yang akan berpengaruh terhadap waktu

yang dimiliki oleh ibu untuk memberikan pelayanan terhadap

anaknya.Pekerjaan tetap ibu yang mengharuskan ibu meninggalkan anaknya

dari pagi sampai sore menyebabkan pemberian ASI tidak dilakukan dengan

sebagaimana mestinya (Ayensu, 2013).

33
3. Pendidikan ibu

Kurangnya pendidikan dan pengertian yang salah tentang kebutuhan

pangan dan nilai pangan adalah umum dijumpai setiap negara di dunia.

Kemiskinan dan kekurangan persediaan pangan yang bergizi merupakan

faktor penting dalam masalah kurang gizi.Salah satu faktor yang

menyebabkan timbulnya kemiskinan adalah pendidikan yang rendah. Adanya

pendidikan yang rendah tersebut menyebabkan seseorang kurang mempunyai

keterampilan tertentu yang diperlukan dalam kehidupan. Rendahnya

pendidikan dapat mempengaruhi ketersediaan pangan dalam keluarga, yang

selanjutnya mempengaruhi kuantitas dan kualitas konsumsi pangan yang

merupakan penyebab langsung dari kekurangan gizi pada anak balita (Depkes

RI, 2014).

Tingkat pendidikan terutama tingkat pendidikan ibu dapat

mempengaruhi derajat kesehatan karena pendidikan ibu berpengaruh terhadap

kualitas pengasuhan anak. Tingkat pendidikan yang tinggi membuat seseorang

mudah untuk menyerap informasi dan mengamalkan dalam perilaku sehari-

hari. Pendidikan adalah usaha yang terencana dan sadar untuk mewujudkan

suasana dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi diri dan ketrampilan yang diperlukan oleh diri

sendiri, masyarakat, bangsa,dan negara. Tingkat pendidikan berhubungan

dengan status gizi balita karena pendidikan yang meningkat kemungkinan

akan meningkatkan pendapatan dan dapat meningkatkan daya beli makanan.

34
Pendidikan diperlukan untuk memperoleh informasi yang dapat meningkatkan

kualitas hidup seseorang (Depkes RI, 2014).

4. Pengetahuan ibu

Ibu merupakan orang yang berperan penting dalam penentuan

konsumsi makanan dalam keluaga khususnya pada anak balita. Pengetahuan

yang dimiliki ibu berpengaruh terhadap pola konsumsi makanan keluarga.

Kurangnya pengetahuan ibu tentang gizi menyebabkan keanekaragaman

makanan yang berkurang. Keluarga akan lebih banyak membeli barang karena

pengaruh kebiasaan, iklan, dan lingkungan. Selain itu, gangguan gizi juga

disebabkan karena kurangnya kemampuan ibu menerapkan informasi tentang

gizi dalam kehidupan sehari-hari (Depkes RI, 2014).

5. BBLR

Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang

dari 2500 gram tanpa memandang masa gestasi sedangkan berat lahir adalah

berat bayi yang ditimbang dalam 1 (satu) jam setelah lahir. Penyebab

terbanyak terjadinya BBLR adalah kelahiran prematur. Bayi yang lahir pada

umur kehamilan kurang dari 37 minggu ini pada umumnya disebabkan oleh

tidak mempunyai uterus yang dapat menahan janin, gangguan selama

kehamilan,dan lepasnya plasenta yang lebih cepat dari waktunya. Bayi

prematur mempunyai organ dan alat tubuh yang belum berfungsi normal

untuk bertahan hidup di luar rahim sehingga semakin muda umur kehamilan,

fungsi organ menjadi semakin kurang berfungsi dan prognosanya juga

35
semakin kurang baik. Kelompok BBLR sering mendapatkan komplikasi

akibat kurang matangnya organ karena prematur (PONED, 2017).

Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) juga dapat disebabkan oleh bayi

lahir kecil untuk masa kehamilan yaitu bayi yang mengalami hambatan

pertumbuhan saat berada di dalam kandungan. Hal ini disebabkan oleh

keadaan ibu atau gizi ibu yang kurang baik. Kondisi bayi lahir kecil ini sangat

tergantung pada usia kehamilan saat dilahirkan. Peningkatan mortalitas,

morbiditas, dan disabilitas neonatus, bayi,dan anak merupakan faktor utama

yang disebabkan oleh BBLR. Pada BBLR zat anti kekebalan kurang sempurna

sehingga lebih mudah terkena penyakit terutama penyakit infeksi. Penyakit ini

menyebabkan balita kurang nafsu makan sehingga asupan makanan yang

masuk kedalam tubuh menjadi berkurang dan dapat menyebabkan gizi buruk

(PONED, 2017).

6. ASI Eksklusif

Hanya 14% ibu di Indonesia yang memberikan air susu ibu (ASI)

eksklusif kepada bayinya sampai enam bulan. Rata-rata bayi di Indonesia

hanya menerima ASI eksklusif kurang dari dua bulan. Hasil yang dikeluarkan

Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia periode 1997-2003 yang cukup

memprihatinkan yaitu bayi yang mendapatkan ASI eksklusif sangat rendah.

Sebanyak 86% bayi mendapatkan makanan berupa susu formula, makanan

padat, atau campuran antara ASI dan susu formula (WHO, 2009).

36
Berdasarkan riset yang sudah dibuktikan di seluruh dunia, ASI

merupakan makanan terbaik bagi bayi sampai enam bulan, dan

disempurnakan sampai umur dua tahun. Memberi ASI kepada bayi merupakan

hal yang sangat bermanfaat antara lain oleh karena praktis, mudah, murah,

sedikit kemungkinan untuk terjadi kontaminasi,dan menjalin hubungan

psikologis yang erat antara bayi dan ibu yang penting dalam perkembangan

psikologi anak tersebut. Beberapa sifat pada ASI yaitu merupakan makanan

alam atau natural, ideal, fisiologis, nutrien yang diberikan selalu dalam

keadaan segar dengan suhu yang optimal dan mengandung nutrien yang

lengkap dengan komposisi yang sesuai kebutuhan pertumbuhan bayi

(Kliegman, 2013).

Selain ASI mengandung gizi yang cukup lengkap, ASI juga

mengandung antibodi atau zat kekebalan yang akan melindungi balita

terhadap infeksi. Hal ini yang menyebabkan balita yang diberi ASI, tidak

rentan terhadap penyakit dan dapat berperan langsung terhadap status gizi

balita. Selain itu, ASI disesuaikan dengan sistem pencernaan bayi sehingga zat

gizi cepat terserap. Berbeda dengan susu formula atau makanan tambahan

yang diberikan secara dini pada bayi. Susu formula sangat susah diserap usus

bayi. Pada akhirnya, bayi sulit buang air besar. Apabila pembuatan susu

formula tidak steril, bayi akan rawan diare (Walker, 2018).

7. Kelengkapan Imunisasi

37
Imunisasi berasal dari kata imun yaitu resisten atau kebal. Imunisasi

terhadap suatu penyakit hanya dapat memberi kekebalan terhadap penyakit

tersebut sehingga bila balita kelak terpajan antigen yang sama, balita tersebut

tidak akan sakit dan untuk menghindari penyakit lain diperlukan imunisasi

yang lain. Infeksi pada balita penting untuk dicegah dengan imunisasi.

Imunisasi merupakan suatu cara untuk meningkatkan kekebalan terhadap

suatu antigen yang dapat dibagi menjadi imunisasi aktif dan imunisasi pasif.

Imunisasi aktif adalah pemberian kuman atau racun kuman yang sudah

dilemahkan atau dimatikan untuk merangsang tubuh memproduksi antibodi

sendiri sedangkan imunisasi pasif adalah penyuntikan sejumlah antibodi

sehingga kadar antibodi dalam tubuh meningkat (Hidayat, 2012).

Imunisasi juga dapat mencegah penderitaan yang disebabkan oleh

penyakit, dan kemungkinan cacat atau kematian, menghilangkan kecemasan

dan psikologi pengobatan bila anak sakit, memperbaiki tingkat kesehatan,dan

menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan

negara. Kelompok yang paling penting untuk mendapatkan imunisasi adalah

bayi dan balita karena meraka yang paling peka terhadap penyakit dan sistem

kekebalan tubuh balita masih belum sebaik dengan orang dewasa (Supartini,

2012).

Sistem kekebalan tersebut yang menyebabkan balita menjadi tidak

terjangkit sakit. Apabila balita tidak melakukan imunisasi, maka kekebalan

tubuh balita akan berkurang dan akan rentan terkena penyakit. Hal ini

38
mempunyai dampak yang tidak langsung dengan kejadian gizi. Imunisasi

tidak cukup hanya dilakukan satu kali tetapi dilakukan secara bertahap dan

lengkap terhadap berbagai penyakit untuk mempertahankan agar kekebalan

dapat tetap melindungi terhadap paparan bibit penyakit (Depkes RI, 2014).

8. Pelayanan Kesehatan

Tingkatan sistem pelayanan kesehatan terutama balita dicakup dalam

posyandu, puskesmas, dan kegiatan lain yang terkait. Kurangnya pelayanan

kesehatan baik karena masalah jarak tempat pelayanan yang jauh, pelayanan

yang kurang handal, dan kurangnya pengetahuan masyarakat tentang

pentingnya pelayanan tersebut dapat menjadi faktor risiko terjadinya masalah

gizi pada balita (Lestrina, 2009). Salah satu contoh adalah pentingnya

memberikan edukasi dan informasi kepada para ibu untuk memberikan ASI

eksklusif sampai umur 2 tahun dan pemberian MP-ASI yang tepat (IDAI,

2015).

9. Penyakit Infeksi

Kurangnya asupan gizi dapat menjadi awal timbulnya penyakit infeksi,

karena gangguan penyerapan makanan (Almatsier, 2009). Selain itu, masalah

sanitasi merupakan salah satu penyebab mudahnya penyakit infeksi itu terjadi

(Listyowati, 2010).

F. Kerangka Teori

Sosial Ekonomi Pendidikan Pengetahuan

39

Pola Perawatan Penyakit Infeksi


Akses Pelayanan Kesehatan Riwayat BBLR

Riwayat
ASI
Ekslusif

Kebutuhan Energi
Tidak Terpenuhi

Gizi Kurang atau Gizi Buruk

Gambar 2.1 Kerangka Teori

G. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitan dirumuskan berdasarkan rumusan masalah yang

ada dengan tujuan untuk memperoleh gambaran secara jelas mengenai jalannya

penelitian dan untuk mengarahkan peneliti dalam mencari data yang dibutuhkan.

Pemberian ASI Eksklusif

Riwayat Penyakit Infeksi

Tingkat Pendidikan Orang


Tua dan Pengetahuan Ibu Malnutrisi pada Anak
Terkait Masalah Gizi Balita

Sosial Ekonomi

Riwayat Berat Badan


Lahir 40
Ket : = Variabel yang diteliti

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Lokasi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan

desain cross sectional menggunakan data kuantitatif untuk mengetahui

faktor-faktor risiko kejadian malnutrisi pada anak balita di Puskesmas

Mangasa Kota Makassar dan menggunakan teknik wawancara terhadap

orang tua balita melalui kuesioner yang dilakukan secara online/daring.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Puskesmas Mangasa Kota Makassar.

B. Populasi

41
Populasi dalam penelitian ini adalah semua anak balita yang mengalami

malnutrisi di Puskesmas Mangasa, Kota Makassar pada tahun 2020.

C. Sampel

Sampel penelitian ini diambil menggunakan metode purposive sampling

dan telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Sampel kasus dalam penelitian

ini adalah anak balita yang mengalami malnutrisi di Puskesmas Mangasa Kota

Makassar.

a. Kriteria Inklusi

1. Balita yang bersedia ikut dalam penelitian (informed consent melalui orang

tua/wali)

2. Balita (bayi) dengan umur < 5 tahun

3. Balita yang mengalami malnutrisi

4. Memiliki data rekam medik yang lengkap dan dapat dievaluasi

b. Kriteria Eksklusi

1. Balita yang pindah dari tempat domisili saat penelitian berlangsung

2. Data tidak lengkap

D. Cara Pengumpulan Data

1. Data Primer. Menggunakan data variabel independen seperti faktor orang tua,

status sosial ekonomi, riwayat berat badan lahir, riwayat konsumsi makanan,

penyakit infeksi, serta faktor higenitas dan sanitasi lingkungan yang diperoleh

dari kuisioner penelitian melalui wawancara

42
2. Data Sekunder . Mencakup gambaran umum mengenai angka kejadian gizi

kurang dan gizi buruk pada anak balita di Puskesmas Mangasa Kota

Makassar.

E. Instrumen Penelitian

1. Data rekam medik responden secara online untuk mengetahui faktor risiko

malnutrisi pada anak balita

2. Kuisioner yang diisi berdasarkan hasil instrumen online responden

F. Pengolahan dan Penyajian Data

Pengolahan data dilakukan dengan langkah sebagai berikut:

1. Editing

Editing dilakukan dengan memeriksa kelengkapan jawaban responden

dengan memeriksa kelengkapan data, kejelasan penulisan jawaban dan

kebenaran jawaban responden yang telah terkumpul. Kuesioner yang tidak

jelas atau tidak lengkap akan peneliti tanyakan kembali kepada responden.

2. Coding

Memberi tanda kode pada jawaban berupa angka, hal ini dimaksudkan

agar lebih mudah dalam melakukan tabulasi dan analisa data yang diberi nilai

sesuai dengan ketentuan penilaian pada definisi operasional.

3. Processing

43
Peneliti mengolah data yang sudah didapatkan dengan cara memasukkan

data dari hasil pengkodean dengan bantuan aplikasi komputer untuk

pengolahan data statistik.

4. Cleaning

Peneliti memeriksa kembali data yang telah dimasukkan. Setelah

dipastikan tidak ada kesalahan, maka dilanjutkan dengan tahap penyajian data.

5. Penyajian

Hasil pengolahan data disajikan dalam bentuk tabel berupa prosentase

kemudian dijelaskan dengan keterangan dalam bentuk narasi.

G. Alur Penelitian

Mengajukan surat izin penelitian di Puskesmas Mangasa Kota


Makassar

Mengambil data awal, jumlah populasi di Puskesmas Mangasa


Kota Makassar

Menghubungi sampel yang sesuai dengan kriteria yang telah


ditentukan

Memberikan penjelasan pada responden tujuan penelitian dan


melakukan informed consent kepada responden

Menjelaskan kepada responden cara pengisian kuesioner dan


melakukan wawancara saat pengisian kuesioner

Mengecek kembali kelengkapan kuisioner yang sudah diisi oleh


responden melalui wawancara
44
Pengumpulan data

Pengolahan data menggunakan komputer

Gambar 3.1 Alur Penelitian


H. Etika Penelitian

Secara umum prinsip etika dalam penelitian atau pengumpulan data dapat

dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu prinsip manfaat, prinsip menghargai hak-

hak subjek, dan prinsip keadilan. Prinsip manfaat antara lain, bebas dari

penderitaan, bebas dari eksploitasi dan risiko (benefits ratio). Prinsip menghargai

hak asasi manusia (respect human dignity) antara lain hak untuk ikut atau tidak

menjadi responden (right to self determination), hak untuk mendapatkan jaminan

dari perlakuan yang diberikan (right to full disclosure) dan informed consent.

Prinsip keadilan (right to justice) antara lain hak untuk mendapatkan pengobatan

yang adil (right in fair treatment) dan hak untuk dijaga kerahasiaannya (right

to privacy).

Beberapa hal yang berhubungan dengan etika dalam penelitian ini ialah:

1. Membawa surat pengantar kepada pihak/instansi yang terkait sebagai

permohonan izin untuk melaksanakan penelitian.

2. Menyampaikan tujuan penelitian kepada subjek penelitian secara sopan dan

ramah.

45
3. Menjamin kerahasiaan identitas pasien sehingga tidak ada pihak yang merasa

dirugikan atas penelitian yang sedang dilakukan.

4. Diharapkan penelitian ini bisa memberikan manfaat kepada semua pihak yang

terkait sesuai dengan manfaat penelitian yang telah disebutkan sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Adriani M. Pengantar Gizi Masyarakat. Jakarta. Kencana Prenada Media. 2016.

Anwar K,Juffrie M,Julia M. Faktor Risiko Kejadian Gizi Buruk di Kabupaten


Lombok Timur, Propinsi Nusa Tenggara. Barat.Jurnal Gizi Klinik
Indonesia. 2015.

Ayensu. An Assessment of the nutritional status of under five children in four


districts in the central region of Ghana. Asian Journal of Agriculture and
Rural Development. 2013.

Barker, L. A., Gout, B. S., & Crowe, T. C. Hospital malnutrition: Prevalence,


identification and impact on patients and the healthcare system. International
Journal of Environmental Research and Public Health. 2011.
https://doi.org/10.3390/ijerph8020514

Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat. Gizi dan Kesehatan Masyarakat FKM UI.
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2010.

Departemen kesehatan RI. Penilaian Status Gizi, Jakarta: Departemen


Kesehatan RI. 2011.

46
Departemen Kesehatan RI. Standar antropometri berdasarkan WHO-NCHS. 2012.

Departemen Kesehatan RI. Analisis Situasi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta :


Depkes RI. 2014.

Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan. Laporan kasus angka kejadian gizi
kurang dan gizi buruk pada anak balita di Kota Makassar. Makassar,
2016.

Hidayat AAA. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan.


Jakarta. Salemba Medika. 2012.

Hockenberry, M. J., & Wilson, D. Wong’s essentials of pediatric nursing. Wong’s


Essentials of Pediatric Nursing (10th ed.). 2015.

Ikatan Dokter Anak Indonesia. Makanan Pendamping ASI. 2015.

Jonny, P. Pengelolaan Lingkungan Sosial. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 2010.

Keshavarzi, Sareh, Sayed Mehdi Ahmadi, dan Kamran B. Lankarani. The Impact of
Depression and Malnutrition on Health Related Quality of Life Among the
Elderly Iranians “Global Journal of Health ScienceVol.7 No 3”. 2015.
diunduh pada tanggal 2 Agustus 2020 dari www.ccsenet.org/gjhs

Kementerian Agama RI. Al-Qur'an dan Terjemahnya. Bandung: Syamil Qur'an.


2012.

Kliegman RM, Jenson HB. In: Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial Edisi
Keenam. 2013.

Listyowati, Lida D. Determinan kejadian anak balita gizi buruk dan gizi kurang
usia 6-24 bulan pada keluarga non miskin. Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Jember. 2010.

Ocheke E.Issac, Thandi Puoane. Malnutrition in acutely children at the pediatric


emergency until in a tertiary hospital in Nigeria. Nigerian Medical Journal.
2015; 56(2): 113-117.

Proverawati,A, Wati,EK. Ilmu Gizi untuk Keperawatan & Gizi Kesehatan, Penerbit
Muha Medika, Yogyakarta. 2011

47
Saputra M. Hubungan Antara Riwayat BBLR dengan Status gizi pada Anak Balita
di Kelurahan Pringgokusuman Kecamatan Gedongtengen Kota
Yogyakarta. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2012.

Saunders, J., Smith, T., & Stroud, M. Malnutrition and undernutrition. Medicine
(United Kingdom), 43(2), 112-118. 2015.
http://doi.org/10.1016/j.mpmed.2014.11.015

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK Universitas Indonesia. Buku Kuliah Ilmu
Kesehatan Anak. Jakarta. Infomedika. 2011.

Supariasa, Nyoman I.D, Bakri, B.Fajar. Penilaian Status Gizi.Jakarta:EGC. 2012.

Supartini Y. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta.EGC. 2012.

Susanti E. Hubungan Berat Badan Lahir dengan Status Gizi Balita di Wilayah
Kerja Puskesmas Basuki Rahmad Kota Bengkulu. [karya tulis ilmiah].
Bengkulu. Universitas Bengkulu. 2011

Sustainable Development Goals SDGs. Indikator Kesehatan SDGs DI Indonesia.


Profil Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2017. 2017.

Tim Paket Pelatihan Klinik PONED. Buku Acuan Pelayanan Obstetri dan Neonatal
Emergensi Dasar (PONED).Jakarta.EGC. 2017.

Walker,Allan. Pediatric Gastrointertinal Disease. USA.DC Decker. 2018.

WHO. WHO Child Growth Standards And The Identification Of Severe Acute
Malnutrition In Infants And Children A Joint Statemen. 2009. [online] Tersedia
di:
http://www.who.int/maternal_child_adolescent/document/9789241598163/en/
[Diakses 17 Agustus 2020].

48
KUESIONER PENELITIAN
KUISIONER PENELITIAN ANALISIS FAKTOR RISIKO MALNUTRISI
PADA ANAK BALITA DI PUSKESMAS MANGASA
KOTA MAKASSAR TAHUN 2020

1. Pertanyaan pada kuesioner diajukan kepada orang tua balita.

2. Jawaban diisi oleh pewawancara dengan menanyakan kepada responden.

3. Jawablah pertanyaan ini dengan benar dan sejujur-jujurnya.

4. Peneliti akan menjamin kerahasiaan data yang anda berikan:

A. Identitas Responden

1. Nama :

2. Hubungan responden dengan balita :

a. Ayah

b. Ibu

49
c. Wali

3. Umur :

4. Pekerjaan :

a. PNS

b. Buruh Harian

c. IRT

d. Lainnya

5. Jumlah penghasilan perbulan :

a. < Rp. 2.941.270

b. > Rp. 2.941.270

6. Jenjang Pendidikan ibu :

a. Tidak tamat SD

b. SD

c. SMP

d. SMA

e. S1/S2/S3

B. Identitas Balita

1. Nama :

2. Tanggal Lahir :

3. Berat Badan Lahir :

4. Umur :

5. Jenis Kelamin :

50
a. Laki-laki

b. Perempuan

6. Tempat Bersalin :

a. Rumah Sakit

b. Puskesmas

c. Rumah

d. Lainnya

7. Penolong Persalinan :

a. Dokter

b. Bidan

c. Dukun

8. Metode persalinan :

a. Normal

b. SC

C. Riwayat ASI eksklusif

1. Apakah ibu memberikan ASI kepada bayi setelah bayi baru lahir

a. Ya

b. Tidak

2. Apakah ibu memberikan ASI hingga usia 6 bulan

a. Ya

b. Tidak

c. Lainnya

51
3. Apakah ibu memberikan MP-ASI setelah bayi berusia 6 bulan

a. Ya

b. Tidak

c. Lainnya

4. Apakah anak balita ibu diberikan ASI eksklusif (ASI saja makanan

hingga balita berumur 6 bulan)?

a. Ya

b. Tidak

D. Riwayat penyakit infeksi

1. Apakah dalam satu bulan terakhir anak anda mengalami BAB encer,

dengan lebih dari 3 kali per hari/demam dalam satu bulan terakhir

a. Ya

b. Tidak

2. Apakah anak ibu pernah mengalami gejala seperti batuk dan pilek,

dalam satu bulan terakhir

a. Ya

b. Tidak

E. Pengetahuan ibu tentang gizi balita

1. Apakah ibu tahu apa yang dimaksud dengan ASI eksklusif

a. Ya (0-6 bulan)

b. Ya (0-12 bulan)

52
c. Ya (0-24 bulan)

d. Tidak

e. Lainnya

2. Asi sebaiknya diberikan segera setelah lahir karena mengandung banyak

zat gizi yang dibutuhkan bayi

a. Benar

b. Salah

3. Apakah ibu mengetahui cara menilai bayi dan balita yang cukup gizinya

a. Ya (Mengetahui kurva WHO-NCHS)

b. Tidak (Tidak Mengetahui kurva WHO-NCHS)

4. Makanan bergizi sangat penting untuk kcerdasan dan perkembangan

balita

a. Benar

b. Salah

c. Tidak Tahu

53

Anda mungkin juga menyukai