Anda di halaman 1dari 38

HUBUNGAN ASUPAN ASI, ASUPAN MAKAN, DAN BERAT BADAN LAHIR

RENDANG DENGAN KEJADIAN GIZI BURUK PADA ANAK USIA 0-60 BULAN DI
WILAYAH KERJA PUSKESMAS BENU-BENUA

PENYUSUN :

I Gusti Nyoman Ariasa

P00313018013

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI

JURUSAN GIZI

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan
rahmat dan hidayah-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini dengan
judul” HUBUNGAN ASUPAN ASI, ASUPAN MAKAN, DAN BERAT BADAN LAHIR
RENDANG DENGAN KEJADIAN GIZI BURUK PADA ANAK USIA 0-60 BULAN DI
WILAYAH KERJA PUSKESMAS BENU-BENUA” yang merupakan salah satu syarat dalam
menyelesaikan pendidikan pada Jurusan Gizi Poltekkes Kendari dapat terselesaikan.

Selama penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, berbagai kesulitan dan hambatan yang penulis
rasakan namun berkat bantuan beberapa pihak sehingga pada akirnya karya tulis ilmiah ini dapat
terselesaikan oleh karena itu, penulis dengan segala kerendahan hati dan keikhlasan hati
menyampaikan ucapan terima kasih kepada dosen mata kuliah metode penelitian yang sudah
mengarahkan dan membimbing penulis sehingga tugas metode penelitian ini dapat terselesaikan
dengan tepat watu.
DAFTAR ISI

KATA PENGATAR……………………………………………………………………………!

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………...........!!

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................................6
A. LATAR BELAKANG.........................................................................................................6
B. PERUMUSAN MASLAH.................................................................................................10
C. TUJUAN.............................................................................................................................10
 Tujuan Umum................................................................................................................10
 Tujuan Khusus...............................................................................................................10
D. Manfaat Penelitian............................................................................................................10
 Manfaat Pemerintah......................................................................................................10
 Masyarakat.....................................................................................................................11
 IPTEK.............................................................................................................................11
 Peneliti.............................................................................................................................11
E. HIPOTISIS :......................................................................................................................11
 Ha Hipotesis Rencana Penelitian..................................................................................11
 Ho Hipotesis Rencana Penelitian..................................................................................11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................................13
A. Landasan Teori..................................................................................................................13
1. Gizi Buruk......................................................................................................................13
2. Penilaian Status Gizi Buruk..........................................................................................15
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi.........................................................18
B . KERANGKA FIKIR DAN KONSEP..............................................................................22
a Kerangka teoritis...........................................................................................................22
b Kerangka konsep...........................................................................................................22
C. DEFINISI OPERASIONAL DAN KRITERIA OBJEKTIF VARIABEL
PENELITIAN............................................................................................................................23
a Variable penelitian.........................................................................................................23
b Kriteria Objektif............................................................................................................23
BAB III METODE PENELITIAN..............................................................................................25
A. JENIS DAN DESAIN PENELITIAN..............................................................................25
B. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN........................................................................25
C. Populasi dan sampel..........................................................................................................25
1 Populasi...........................................................................................................................25
2 Sampel.............................................................................................................................25
3 Teknik dan ukuran sampling........................................................................................26
D. Pengolahan dan analisis penyajian data..........................................................................26
 Pengolahan data.............................................................................................................26
 Analisis Data...................................................................................................................28
 Penyajian Data...............................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………30

LAMPIRAN……………………………………………………………………………………31
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Keadaan gizi yang baik adalah syarat utama untuk mewujudkan sumber daya
manusia yang berkualitas. Masalah gizi dapat terjadi disetiap fase kehidupan, dimulai
sejak dalam kandungan sampai dengan usia lanjut. Pada fase kedua kehidupan manusia,
yaitu bayi dan balita, merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang sangat
pesat. Apabila pada fase tersebut mengalami gangguan gizi maka akan bersifat permanen,
tidak dapat dialihkan walaupun kebutuhan gizi pada masa selanjutnya terpenuhi (Lutfiana,
2013).
Masalah gizi merupakan gangguan pada beberapa segi kesejahteraan perorangan
dan atau masyarakat yang disebabkan oleh tidak terpenuhinya kebutuhan akan zat gizi
yang diperoleh dari makanan. Masalah gizi tersebut dapat berupa masalah gizi makro dan
masalah gizi mikro. Masalah gizi makro dapat berbentuk gizi kurang dan gizi lebih.
Berdasarkan antropometri, status gizi dapat dikelompokan underweight (BB/U),
Stunting/pendek (TB/U) dan wasting/kekurusan (BB/TB).
Gizi buruk merupakan masalah gizi yang ditentukan berdasarkan indikator
antropometri berat badan menurut tinggi badan atau panjang badan (BB / TB) dengan z-
score <-3 SD dan ada tidaknya edema (Sisca Dwi dkk, 2010). Masalah gizi pada anak
akan mengganggu proses tumbuh kembang anak, baik secara mental maupun secara fisik,
seperti ganguan fisiologis serta metabolisme tubuh yang dapat mengakibatkan kematian,
menurunkan kemampuan berfikir, menurunkan sumber daya manusia serta produktivitas
kerja dan padaakhirnya masalah gizi dapat mengakibatkan penurunan kualitas bangsa
(Susanti,dkk. 2014).
Salah satu indikator untuk menentukan anak yang harus dirawat dalam manajemen
gizi buruk adalah keadaan sangat kurus yaitu anak dengan nilai Z score <-3,0 SD. Pada
tahun 2012, WHO memperkirakan bahwa anak-anak yang kekurangan gizi sejumlah
181,92 juta (32%) di negara yang sedang berkembang. Jumlah penderita kurang gizi di
dunia mencapai 104 anak di bawah usia 5 tahun, dan keadaan kurang gizi menjadi
penyebab sepertiga dari seluruh penyebab kematian anak di seluruh dunia. Pada tahun
2013, WHO melaporkan bahwa 99 juta anak di bawah usia 5 tahun menderita kurang gizi
di dunia diantaranya 67% terdapat di Asia dan 29% di Afrika. Pada tahun 2013 terdapat
6,34 juta kematian anak usia dibawah 5 tahun atau hampir 17 ribu kematian setiap
harinya. Penyebab kematian anak usia dibawah 5 tahun tersebut 83% diakibatkan oleh
penyakit infeksi, pada masa neonatal atau status gizi.
pertumbuhannya terhambat karena mereka kronis kekurangan gizi, dan 50 juta
anak-anak yang terkena dampak oleh mengancam jiwa malnutrisi akut. Hal ini dapat
disebabkan oleh makan terlalu sedikit makanan, terlalu banyak makanan, kombinasi
makanan yang salah atau makanan yang tidak atau sedikit nilai gizi, serta makanan yang
terkontaminasi mikroba penyebab penyakit. Hasil makanan terlalu sedikit kekurangan
gizi, yang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak-anak dan bahkan
membunuh mereka, sering diperparah dengan penyakit infeksi dan perawatan anak
miskin.
Menurut data RISKESDAS tahun 2007 prevalensi status gizi buruk balita di
Indonesia sebesar 5,45% dan gizi kurang sebanyak 13,01%. Pada RISKESDAS tahun
2013 prevalensi status gizi buruk balita di Indonesia sebesar 5,76% dan gizi kurang
sebanyak 13,97%. Hal ini menunjukan terjadi sedikit peningkatan jumlah prevalensi
balita dengan status gizi buruk dan gizi kurang di Indonesia tahun 2007-2013. Akan tetapi
prevalensi gizi kurang di Indonesia masih cukup tinggi jika dibandingkan dengan standar
yang ditetapkan World Health Organization (WHO) sebesar 10%
Sebanyak 33 propinsi di Indonesia, propinsi Sulawesi Tenggara menempati urutan
ke 13 dari 19 propinsi yang memiliki prevalensi gizi buruk-kurang di atas angka
prevalensi nasional yakni sebesar 24% setelah Nusa Tenggara Timur, Papua Barat,
Sulawesi Barat, Maluku, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Aceh, Gorontalo, Nusa
Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, Maluku Utara dan Sulawesi Tengah
Data status gizi balita di Propinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2013,
berdasarkan BB/U terdapat kasus gizi buruk sebanyak 6,58%, gizi kurang sebanyak 24%,
gizi baik sebanyak 66,91%, dan gizi lebih sebanyak 10,29%. Berdasarkan TB/U terdapat
20,81% balita dengan status sangat pendek, 17,02% balita dengan status pendek dan
62,23% balita dengan status normal. Adapun status gizi berdasarkan BB/TB terdapat
6,24% balita dengan kategori sangat kurus, 9,65% balita dengan kategori kurus, 66,16%
dengan kategori normal dan 18,17% balita masuk kategori gemuk.
Berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Kendari,
menunjukkan bahwa permasalahan gizi buruk pada balita dalam kurun waktu 5 tahun
terakhir mengalami perubahan dimana pada tahun 2011 persentase gizi buruk 1,28%,
pada tahun 2012 turun menjadi 0,62%, pada tahun 2013 turun menjadi 0,18%, pada tahun
2014 turun menjadi 0,16% dan pada tahun 2015 naik menjadi 0,17%. Sementara itu untuk
balita gizi kurang pada tahun 2011 mencapai 1,69%, pada tahun 2012 sebanyak 2,12%,
pada tahun 2013 sebanyak 0,84%, pada tahun 2014 0,93% dan pada tahun 2015 sebanyak
1,26%. Berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Kendari
Tahun 2015 menunjukkan bahwa diantara 15 puskesmas yang bernaung di bawah wilayah
kerja Dinas Kesehatan Kota Kendari, kasus gizi kurang tertinggi terdapat pada balita di
wilayah kerja Puskesmas Benu-Benua.
Prevalensi balita gizi kurang dan gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas Benu-
Benua pada tahun 2012 dari 2.674 balita, 70 kasus (2,67%) diantaranya mengalami gizi
kurang dan 16 kasus (0,59%) balita mengalami gizi buruk dan mengalami peningkatan
pada tahun 2013 yakni dari 2.465 balita, 82 kasus (3,34%) diantaranya mengalami gizi
kurang dan 22 kasus (0,89%) diantaranya mengalami gizi buruk. Pada tahun 2014 dari
2.256 balita insidensi kasus gizi kurang terdapat 83 kasus (3,67%) dan insidensi kasus gizi
buruk terdapat 9 kasus (0,39%). Pada tahun 2015 dari 2.636 balita insidensi kasus gizi
kurang terdapat 67 kasus (2,54%) dan insidensi kasus gizi buruk terdapat 7 kasus (0,26%)
dari 2.427 balita insidensi kasus gizi kurang terdapat 56 kasus (2,30%) dan insidensi
kasus gizi buruk terdapat 5 kasus (0,20%).
Status gizi Pada Balita atau Gizi Buruk di pengaruhi oleh 2 faktor, yaitu faktor
langsung dan tidak langsung. Faktor langsung diantaranya asupan makanan dan penyakit
infeksi, Asupan makanan diantaranya, Asupan energi ialah persentase energi total yang
diperoleh anak dari makanan 2x24 jam yang lalu dibandingkan dengan angka kecukupan
energi menurut umur. Dibagi menjadi 2 kategori, yaitu cukup jika konsumsi gizi ≥ 80%
Angka Kecukupan Gizi (AKG) dan tidak cukup, jika konsumsi gizi<80% AKG. Asupan
protein ialah persentase protein yang diperoleh anak dari makanan 2x24 jam yang lalu
dibandingkan dengan angka kecukupan protein menurut umur. Dibagi menjadi 2 kategori,
yaitu cukup jika konsumsi konsumsi protein ≥ 80% AKG dan tidak cukup jika konsumsi
protein <80% AKG.
Penyakit Infeksi yang akut mengakibatkan kurangnya nafsu makan dan toleransi
terhadap makan.Berbagai bentuk penyakit yang menimbulkan gangguan dalam
penyerapan zat gizi oleh tubuh.Orang yang mengalami gizi kurang maka daya tahan tubuh
terhadap penyakit menjadi rendah sehingga mudah terserang penyakit infeksi, Demikian
pula sebaliknya orang yang terkena penyakit infeksi dapat mengalami gizi kurang
(Hutagalung, 2012).
Pola pengasuhan adalah kemampuan keluarga dan masyarakat untuk menyediakan
waktu, perhatian dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang dengan
optimal baik secara fisik, mental dan sosial. Pola pengasuhan anak berupa sikap dan
perilaku ibu atau pengasuh terhadap anak dan sebagainya, sangat berhubungan dengan
keadaan ibu dalam hal kesehatan, status gizi, pendidikan, pengetahuan dan keterampilan
tentang pengasuhan anak yang baik, peran dalam keluarga, sifat pekerjaan sehari-hari dan
adat kebiasaan (WNPG 2004).Terdapat hubungan yang positif antara pendidikan ibu
dengan pengetahuan gizi, kesehatan dan pengasuhan anak. Ibu yang memiliki pendidikan
tinggi cenderung mempunyai pengetahuan gizi, kesehatan dan pengasuhan anak yang baik
(Madanijah 2003).
Pola makan adalah adalah susunan makanan yang merupakan kebiasaan yang
dimakan seseorang mencakup jenis dan jumlah bahann makanan rata-rata orang perhari
yang umumnya dikonsumsi atau dimakan penduduk dalam jangka waktu tertentu
(PERSAGI, 2009. Pola asuh makan yang diberikan oleh ibu akan sangat berpengaruh
terhadap status gizi anak. Karyadi (1985) mendefinisikan pola asuh makan sebagai
praktek-praktek pengasuhan yang diterapkan oleh ibu kepada anak yang berkaitan dengan
cara dan situasi makan. Jumlah dan kualitas makanan yang dibutuhkan untuk konsumsi
anak penting sekali dipikirkan, direncanakan, dan dilaksanakan oleh ibu atau
pengasuhnya. Pola asuh makan anak akan selalu terkait dengan pemberian makan yang
akhirnya akan memberikan sumbangan terhadap status gizinya.
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka peneliti bermaksud
mengadakan penelitian dengan judul “HUBUNGAN ASUPAN ASI, ASUPAN
MAKAN, DAN BERAT BADAN LAHIR RENDANG DENGAN KEJADIAN GIZI
BURUK PADA ANAK USIA 0-60 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
BENU-BENUA”
B. PERUMUSAN MASLAH :
1. Apakah asupan Asi berhubunga dengan kejadian gizi buruk pada anak usia 0-60
bulan ?
2. Apakah ada hubunganya asupan makan dengan kejadian gizi buruk pada anak usia
0-60 bulan?
3. Apakah ada hubunganya berat badan lahir rendah dengan kejadian gizi buruk pada
anak usia 0-60 bulan ?
C. TUJUAN :
 Tujuan Umum :
Untuk mengetahui “hubungan asupan asi, asupan makan, dan berat badan
lahir rendang dengan kejadian gizi buruk pada anak usia 0-60 bulan di wilayah
kerja puskesmas benu-benua”

 Tujuan Khusus :
 Untuk mengetahui hubunga asupan asi dengan kejadian gizi buruk anak usia 0-
60 bulan ?
 Untuk mengetahui hubungan asupan makan dengan kejadian gizi buruk pada
anak usia 0-60 bulan ?
 Untuk mengetahui hubungan berat badan lahir rendah dengan kejadian gizi
buruk pada anak usia 0-60 bulan ?
D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pemerintah, masyarakat, dan
peneliti.
 Manfaat Pemerintah
Hasil penelitian ini diharapkan agar pemerintah dapat bekerja sama dengan pihak
pelayanan kesehatan untuk mendukung program yang dapat mengurangi frekuensi
prevalensi Gizi Buruk.
 Masyarakat
Memberikan informasi tentang faktor–faktor kejadian Gizi Buruk pada Balita
secara langsung maupun tidak langsung agar masyarakat memahami apa yang baik
dikonsumsi untuk mencegah wasting.

 IPTEK
Manfaat peneliti bagi pengembangan IPTEK itu sendiri Dapat menambah ilmu
pengetahuan khususnya dalam bidang kesehatan
 Peneliti
Sebagai sarana pembelajaran melakukan penelitian sekaligus mengaplikasi ilmu
yang sudah didapat selama perkuliahan serta memperluas ilmu pengetahuan mengenai
faktor–faktor kejadian Gizi Buruk pada Balita secara langsung maupun tidak
langsung.

E. HIPOTISIS :

 Ha Hipotesis Rencana Penelitian


a) Ada hubunganya asupan asi dengan kejadian gizi buruk pada bayi di wilaya Kerja
puskesmas benu-benua kota kendari.
b) Ada hubunganya asupan makan dengan kejadian gizi buruk pada di wilaya Kerja
puskesmas benu-benua kota kendari.
c) Ada hubuganya berat badan lahir rendah dengan kejadian gizi buruk pada bayi di
wilaya Kerja puskesmas benu-benua kota kendari.
 Ho Hipotesis Rencana Penelitian
a) Tidak Ada hubungan asupan asi dengan kejadian gizi buruk pada bayi di wilaya
Kerja puskesmas benu-benua kota kendari.
b) Tidak Ada hubungan asupan makan dengan kejadian gizi buruk pada di wilaya
Kerja puskesmas benu-benua kota kendari.
c) Tidak Ada hubugan berat badan lahir rendah dengan kejadian gizi buruk pada bayi
di wilaya Kerja puskesmas benu-benua kota kendari.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Gizi Buruk
Gizi adalah suatu proses menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal
melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme, dan
pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan,
pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi (Supariasa,
2002).
Keadaan gizi adalah keadaan akibat dari keseimbangan antara konsumsi dan
penyerapan gizi dan penggunaan zat gizi tersebut atau keadaan fisiologi akibat dari
tersedianya zat gizi dalam sel tubuh (Supariasa, 2002). Jadi, status gizi merupakan
keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat gizi. Dibedakan
atas status gizi buruk, gizi kurang, gizi baik, dan gizi lebih (Almatsier, 2006 ).
Status gizi merupakan faktor yang terdapat dalam level individu (level yang paling
mikro). Faktor yang mempengaruhi secara langsung adalah asupan makanan dan infeksi.
Pengaruh tidak langsung dari status gizi ada tiga faktor yaitu ketahanan pangan di
keluarga, pola 7 pengasuhan anak, dan lingkungan kesehatan yang tepat, termasuk akses
terhadap pelayanan kesehatan (Riyadi, 2001).
Hal yang sama diutarakan oleh Daly, et al. (1979) bahwa konsep terjadinya
keadaan gizi mempunyai faktor dimensi yang sangat kompleks. Faktor-faktor yang
mempengaruhi keadaan gizi yaitu konsumsi makanan dan tingkat kesehatan. Konsumsi
makanan dipengaruhi oleh pendapatan, makanan, dan tersedianya bahan makanan
(Supariasa, 2002).
Masalah gizi anak secara garis besar merupakan dampak dari ketidakseimbangan
antara asupan dan keluaran zat gizi (nutritional imbalance), yaitu asupan yang melebihi
keluaran atau sebaliknya, di samping kesalahan dalam memilih bahan makanan untuk
disantap (Arisman, 2010).
Anak-anak yang terkena Gizi Buruk memiliki berat badan kurang dibandingkan
dengan tinggi badannya. Akibatnya, anak dapat mengalami hal-hal seperti berikut:
1) Perlambatan gerak lambung dan penurunan sekresi asam lambung
2) Atrofi dan fibrosis sel asinar pankreas
3) Penurunan rerata filtrasi glomerulus dan aliran plasma pada ginjal
4) Anemia
5) Trombositopenia
6) Berkurangnya volume jantung
7) Hilangnya kekuatan otot-otot pernapasan
8) Atrofi mukosa usus halus
9) Penumpukan lemak dalam hati
10) Hipoplasia sel penghasil eritrosit
11) Memudahkan infeksi tuberkulosis, bronkitis, atau pneumonia
12) Penurunan daya eksplorasi terhadap lingkungan
13) Peningkatan frekuensi menangis
14) Penurunan interaksi dengan sesamanya
15) Kurangnya perasaan gembira
16) Cenderung menjadi apatis
17) Gangguan kognitif
18) Penurunan prestasi belajar
19) Gangguan tingkah laku
20) Meningkatkan risiko kematian
Karena Gizi Buruk merupakan salah satu masalah gizi yang cukup serius
dan dapat berdampak kematian, diperlukan penanganan yang cukup seriu terhadap
masalah ini. Langkah penanganan yang dapat dilakukan adalah:
1. Pemantauan berat badan dengan Kartu Menuju Sehat
2. Penyediaan pelayanan konseling gizi
3. Pemberian makanan tambahan (suplemen) selain ASI
4. Pemberian vaksin
5. Pengadaan rehabilitasi dengan cara penyediaan makanan padat energi dan
pemberian makanan tambahan (suplemen) seperti kacang-kacangan dan produk
yang berasal dari hewan (Pramudya, dkk. 2011).
2. Penilaian Status Gizi Buruk
Penentuan status gizi seseorang atau kelompok populasi dilakukan dengan
interpretasi informasi dari hasil beberapa metode penilaian status gizi yaitu: penilaian
konsumsi makanan, antropometri, laboratorium/biokimia dan klinis (Gibson, 2005).
Diantara beberapa metode tersebut, pengukuran antropometri adalah relatif paling
sederhana dan banyak dilakukan (Soekirman, 2000).
Antropometri dapat dilakukan dengan beberapa macam pengukuran yaitu
pengukuran berat badan (BB), tinggi badan (TB) dan lingkar lengan atas (LILA).
Pengukuran BB, TB dan LILA sesuai dengan umur adalah yang paling sering digunakan
untuk survey sedangkan untuk perorangan, keluarga, pengukuran BB dan TB atau
panjang badan (PB) adalah yang paling dikenal (Supariasa, 2002).
Melalui pengukuran antropometri, status gizi anak dapat ditentukan apakah anak
tersebut tergolong status gizi baik, kurang atau buruk. Hal tersebut diperoleh dengan
membandingkan berat badan dan tinggi badan hasil pengukuran dengan suatu standar
internasional yang dikeluarkan oleh WHO. Status gizi tidak hanya diketahui dengan
mengukur BB atau TB sesuai dengan umur secara sendiri-sendiri, tetapi juga merupakan
kombinasi antara ketiganya. Masing-masing indikator mempunyai makna sendiri-sendiri
(Supariasa, 2002).
Indikator BB/U menunjukkan secara sensitif status gizi saat ini (saat diukur)
karena mudah berubah, namun tidak spesifik karena berat badan selain dipengaruhi oleh
umur juga dipengaruhi oleh tinggi badan. Indikator ini dapat dengan mudah dan cepat
dimengerti oleh masyarakat umum, sensitif untuk melihat perubahan status gizi dalam
jangka waktu pendek; dan dapat mendeteksi kegemukan (Soekirman, 2000).
Indikator TB/U dapat menggambarkan status gizi masa lampau atau masalah gizi
kronis. Seseorang yang pendek kemungkinan keadaan gizi masa lalu tidak baik. Berbeda
dengan berat badan yang dapat diperbaiki dalam waktu singkat, baik pada anak maupun
dewasa, maka tinggi badan pada usia dewasa tidak dapat lagi dinormalkan. Kemungkinan
untuk mengejar pertumbuhan tinggi badan optimal pada anak balita masih bisa sedangkan
anak usia sekolah sampai remaja kemungkinan untuk mengejar pertumbuhan tinggi badan
masih bisa tetapi kecil kemungkinan untuk mengejar pertumbuhan optimal. Secara normal
tinggi badan tumbuh bersamaan dengan bertambahnya umur. Pertambahan TB relatif
kurang sensitif terhadap kurang gizi dalam waktu singkat. Pengaruh kurang gizi terhadap
pertumbuhan TB baru terlihat dalam waktu yang cukup lama. Indikator ini juga dapat
dijadikan indikator keadaan sosial ekonomi penduduk (Soekirman, 2000).
Indikator BB/TB merupakan pengukuran antropometri yang terbaik karena dapat
menggambarkan secara sensitif dan spesifik status gizi saat ini atau masalah gizi akut.
Berat badan berkorelasi linier dengan tinggi badan, artinya dalam keadaan normal
perkembangan berat badan akan mengikuti pertambahan tinggi badan pada percepatan
tertentu. Hal ini berarti berat badan yang normal akan proporsional dengan tinggi
badannya. Ini merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat ini terutama
bila data umur yang akurat sering sulit diperoleh. WHO & Unicef merekomendasikan
menggunakan indikator BB/TB dengan cut of point < -3 SD dalam kegiatan identifikasi
dan manajemen penanganan bayi dan anak balita gizi buruk akut (Depkes RI, 2009).
Indikator IMT/U merupakan indikator yang paling baik untuk mengukur keadaan
status gizi yang menggambarkan keadaan status gizi masa lalu dan masa kini karena berat
badan memiliki hubungan linear dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal,
perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan
kecepatan tertentu. Indeks ini tidak menimbulkan kesan underestimate pada anak yang
overweight dan obese serta kesan berlebihan pada anak gizi kurang.(WHO, 2007)
Panduan tata laksana penderita KEP (Depkes, 2000) menyebutkan bahwa gizi
buruk diartikan sebagai keadaan kekurangan gizi yang sangat parah yang ditandai dengan
berat badan menurut umur kurang dari 60 % median pada baku WHO-NCHS atau
terdapat tanda-tanda klinis seperti marasmus, kwashiorkor dan marasmikkwashiorkor.
Agar penentuan klasifikasi dan penyebutan status gizi menjadi seragam dan tidak berbeda
maka Menteri Kesehatan [Menkes] RI mengeluarkan Keputusan Nomor
1995/Menkes/SK/XII/2010 tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak .
Keluarnya SK tersebut mempermudah analisis data status gizi yang dihasilkan baik untuk
perbandingan , kecenderungan maupun analisis hubungan (Depkes, 2010).
Menurut SK tersebut penentuan gizi status gizi tidak lagi menggunakan persen
terhadap median, melainkan nilai Z-score pada baku WHO-NCHS. baku WHO-NCHS.
Secara umum kategori dan ambang batas status. Gizi anak berdasarkan ndeks adalah
seperti pada table berikut.

INDEKS KATEGORI AMBANG BATAS


STATUS GIZI (Z-SCORE)
Berat badan menurut Umur Gizi Buruk < -3 SD
(BB/U) Gizi Kurang -3 SD sampai < -2 SD
Anak Umur 0-60 bulan Gizi Baik -2 SD sampai 2 SD
Gizi Lebih > 2 SD
Panjang Badan menurut Sangat pendek < -3 SD
Umur (PB/U)atau Tinggi Pendek -3 SD sampai < -2 SD
Badan menurut Umur Normal -2 SD sampai 2 SD
(TB/U) Anak Umur 0-60 Tinggi > 2 SD
bulan
Berat badan menurut Panjang Sangat Kurus < -3 SD
Badan (BB/PB) atau Berat Kurus -3 SD sampai < -2 SD
badan menurut Tinggi Badan Normal -2 SD sampai 2 SD
(BB/TB) Anak Umur 0-60 Gemuk > 2 SD
bulan
Indeks Masa Tubuh menurut Sangat kurus < -3 SD
Umur ( IMT/U ) Anak Umur Kurus -3 SD sampai <
0- 60 bulan Normal -2 SD -2 SD sampai 2 SD
Gemuk > 2 SD
Indeks Masa Tubuh menurut Sangat kurus < -3 SD
Umur ( IMT/U ) Anak Umur Kurus -3 SD sampai <
5 – 18 tahun Normal -2 SD -2 SD sampai 2 SD
Gemuk > 2 SD
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi
WHO menyebutkan bahwa banyak faktor dapat menyebabkan gizi buruk, yang
sebagian besar berhubungan dengan pola makan yang buruk, infeksi berat dan berulang
terutama pada populasi yang kurang mampu. Diet yang tidak memadai, dan penyakit
infeksi terkait erat dengan standar umum hidup, kondisi lingkungan, kemampuan untuk
memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, perumahan dan perawatan kesehatan
(WHO, 2012). Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya gizi buruk, diantaranya
adalah status sosial ekonomi, ketidaktahuan ibu tentang pemberian gizi yang baik untuk
anak, dan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) (Kusriadi, 2010).
a. Asupan energi
Asupan energy adalah jumlah total energi, yag bersumber dari makanan,
minuman dan ASI yang dikonsumsi subjek didasarkan pada pada Angka
Kecukupan Gizi(AKG) yang dianjurkan dengan kriteria objektif angka kecukupan
energy sebagai berikut :
Cukup : ≥ 80 %
Kurang : <80 %
Pemilihan dan konsumsi makanan yang baik akan berpengaruh pada
terpenuhinya kebutuhan gizi sehari-hari untuk menjalankan dan menjaga fungsi
normal tubuh. Sebaliknya, jika makanan yang dipilih dan dikonsumsi tidak sesuai
(baik kualitas maupun kuantitasnya), maka tubuh akan kekurangan zat-zat gizi
esensial tertentu (Almatsier, 2001dalam Monica, 2015).Secara garis besar, fungsi
makanan bagi tubuh terbagi menjadi tiga fungsi,yaitumemberi energi (zat
pembakar), pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh (zat pembangun), dan
mengatur proses tubuh (zat pengatur).
Kebutuhan energi seseorang menurut FAO/WHO 1985 adalah konsumsi
energy berasal dari makanan yang diperlukan untuk menutupi pengeluaran energi
seseorang bila Ia mempunyai komposisi tubuh dengan tingkat aktifitas fisik yang
dibutuhkan secara sosial dan ekonomi (Almatsier, 2004).
b. Penyakit infeksi
Infeksi dan kekurangan gizi selalu berhubungan erat. Infeksi pada anak-
anak yang malnutrisi sebagian besar disebabkan kerusakan fungsi kekebalan
tubuh, produksi kekebalan tubuh yang terbatas dan atau kapasitas fungsional
berkurang dari semua komponen seluler dari sistem kekebalan tubuh pada
penderita malnutrisi (RodriquesL, 2011)
c. Pengetahuan ibu tentang gizi dan kesehatan
Seorang ibu merupakan sosok yang menjadi tumpuan dalam mengelola
makan keluarga. pengetahuan ibu tentang gizi balita merupakan segala bentuk
informasi yang dimiliki oleh ibu mengenai zat makanan yang dibutuhkan bagi
tubuh balita dan kemampuan ibu untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-
hari (Mulyaningsih F, 2008). Kurangnya pengetahuan tentang gizi akan
mengakibatkan berkurangnya kemampuan untuk menerapkan informasi dalam
kehidupan sehari-hari yang merupakan salah satu penyebab terjadinya gangguan
gizi (Notoadmodjo S, 2003). Pemilihan bahan makanan, tersedianya jumlah
makanan yang cukup dan keanekaragaman makanan ini dipengaruhi oleh tingkat
pengetahuan ibu tentang makanan dan gizinya. Ketidaktahuan ibu dapat
menyebabkan kesalahan pemilihan makanan terutama untuk anak balita
(Nainggolan J dan Zuraida R, 2010).
d. Pendidikan ibu
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin mudah
diberikan pengertian mengenai suatu informasi dan semakin mudah untuk
mengimplementasikan pengetahuannya dalam perilaku khususnya dalam hal
kesehatan dan gizi (Ihsan M.Hiswani, Jemadi, 2012). Pendidikan ibu yang relatif
rendah akan berkaitan dengan sikap dan tindakan ibu dalam menangani masalah
kurang gizi pada anak balitanya (Oktavianis, 2016).
e. Pola asuh anak
Pola asuh anak merupakan praktek pengasuhan yang diterapkan kepada
anak balita dan pemeliharaan kesehatan (Siti M, 2015). Pola asuh makan adalah
praktik-praktik pengasuhan yang diterapkan ibu kepada anak balita yang berkaitan
dengan cara dan situasi makanPola asuh yang baik dari ibu akan memberikan
kontribusi yang besar pada pertumbuhan dan perkembangan balita sehingga akan
menurunkan angka kejadian gangguan gizi dan begitu sebaliknya (Istiany,dkk,
2007).
f. Sanitasi
Sanitasi lingkungan termasuk faktor tidak langsung yang mempengaruhi
status gizi. Gizi buruk dan infeksi kedua – duanya bermula dari kemiskinan dan
lingkungan yang tidak sehat dengan sanitasi buruk (Suharjo, 2010). Upaya
penurunan angka kejadian penyakit bayi dan balita dapat diusahakan dengan
menciptakan sanitasi lingkungan yang sehat, yang pada akhirnya akan
memperbaiki status gizinya (Hidayat T, dan Fuada N, 2011).
g. Tingkat pendapatan
Tingkat pendapatan keluarga merupakan faktor eksternal yang
mempengaruhi status gizi balita (Mulyana DW, 2013). Keluarga dengan status
ekonomi menengah kebawah, memungkinkan konsumsi pangan dan gizi terutama
pada balita rendah dan hal ini mempengaruhi status gizi pada anak balita
( Supariasa IDN, 2012). Balita yang mempunyai orang tua dengan tingkat
pendapatan kurang memiliki risiko 4 kali lebih besar menderita status gizi kurang
dibanding dengan balita yang memiliki orang tua dengan tingkat pendapatan
cukup (Persulessy V, 2013).
h. Ketersediaan pangan
Kemiskinan dan ketahanan pangan merupakan penyebab tidak langsung
terjadinya status gizi kurang atau buruk (Roehadi S, 2013). Masalah gizi yang
muncul sering berkaitan dengan masalah kekurangan pangan, salah satunya timbul
akibat masalah ketahanan pangan ditingkat rumahtangga, yaitu kemampuan
rumahtangga memperoleh makanan untuk semua anggotanya (Sobila ET, 2009).
i. Jumlah anggota keluarga
Anggota keluarga adalah semua orang yang biasanya bertempat tinggal di
suatu keluarga, baik berada di rumah pada saat pencacahan maupun sementara
tidak ada. Anggota keluarga yang telah bepergian 6 bulan atau lebih, dan anggota
keluarga yang bepergian kurang dari 6 bulan tetapi bertujuan pindah atau akan
meninggalkan rumah 6 bulan atau lebih, tidak dianggap anggota keluarga.
Berdasarkan kategori BKKBN (1998), keluarga dengan anggota kurang dari 4
orang termasuk kategori keluarga kecil, yang kemudian dikenal sebagai Norma
Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS). Keluarga dengan anggota lebih dari
4 orang dikategorikan sebagai keluarga besar. Kesejahteraan anak yang banyaknya
anggota keluarga akan mempengaruhi konsumsi pangan. Suhardjo (Monica, 2015)
mengatakan bahwa ada hubungan sangat nyata antara besar keluarga dan kurang
gizi pada masing-masing keluarga.
Jumlah anggota keluarga yang semakin besar tanpa diimbangi dengan
meningkatnya pendapatan akan menyebabkan pendistribusian konsumsi pangan
akan semakin tidak merata. Pangan yang tersedia untuk suatu keluarga besar,
mungkin hanya cukup untuk keluarga yang besarnya setengah dari keluarga
tersebut. Keadaan yang demikian tidak cukup untuk mencegah timbulnya
gangguan gizi pada keluarga besar. Anak yang terlalu banyak selain menyulitkan
dalam mengurusnya juga kurang bisa menciptakan suasana tenang didalam rumah.
Lingkungan keluarga yang selalu ribut akan mempengaruhi ketenangan jiwa, dan
ini secara langsung akan menurunkan nafsu makan anggota keluarga lain yang
terlalu peka terhadap suasana yang kurang mengenakan, dan jika pendapatan
keluarga hanya pas-pasan sedangkan jumlah anggota keluarga banyak maka
pemerataan dan kecukupan makanan didalam keluarga kurang terjamin, maka
keluarga ini bisa disebut keluarga rawan, karena kebutuhan gizinya hampir tidak
pernah tercukupi dengan demikian penyakitpun terus mengintai (Apriadji, 1996).
j. Sosial budaya
Budaya mempengaruhi seseorang dalam menentukan apa yang akan
dimakan, bagaimana pengolahan, persiapan, dan penyajiannya serta untuk siapa
dan dalam kondisi bagaimana pangan tersebut dikonsumsi. Sehingga hal tersebut
dapat menimbulkan masalah gizi buruk (Arifn Z, 2015).
B. KERANGKA FIKIR DAN KONSEP

a. Kerangka teoritis

b. Kerangka konsep

ASUPAN ASI

GIZI BURUK ASUPAN MAKAN

BBLR
C. DEFINISI OPERASIONAL DAN KRITERIA OBJEKTIF VARIABEL PENELITIAN

a. Variable penelitian
 VARIABEL BEBAS :
Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian gizi buruk (asupan asi, asupan makan,
dan berat badan lahir rendah)
 VARIABEL TERIKAT :
Anak usia 0-60 bulan

b. Kriteria Objektif

 ASUPAN ASI :
Air susu ibu (ASI) adalah cairan yang disekresikan oleh kelenjar payudarah ibu
berupa makanan alamiah atau susu terbaik bernutrisi dan berenergi tinggi yang diprodukdi
sejak masa kehamilan (Wiji, 2013). ASI merupakan makanan yang sempurna dan terbaik
bagi bayi khususnya bayi 0-6 bulan karena mengandung u sur-unsur gizi yang dibutuhkan
untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi yang optimal (Dinas Kesehatan Kota
Semarang, 2015). Asupan asi diukur dengan menggunakan metode direct breastfeeding
(kelompok DB) dan kombinasi breast pumping (kelompok KBP) dan menggunakan alat
ukur Buku Kesehatan Ibu dan Anak, dan format baku recall konsumsi 24 jam.
KRITERIA OBJEKTIF :
- Cukup : bayi dikatak cukup asi apabila memenuhi kriteria seperti bayi tampak puas dan
tidak rewel, dan berat badan bayi terus bertambah.
- Kurang : bayi dikatakn tidak cukup asi apabila memenuhi kriteria seperti, berat bayi
tidak bertambah, bayi rewel, dan mulut dan mata bayi Nampak kering.
 ASUPAN MAKAN :
Asupan makanan adalah semua jenis makanan dan minuman yang dikonsumsi
tubuh setiap hari. Umumnya asupan makanan di pelajari untuk di hubungkan dengan
keadaan gizi masyarakat suatu wilayah atau individu. Informasi ini dapat digunakan untuk
perencanaan pendidikan gizi khususnya untuk menyusun menu atau intervensi untuk
meningkatkan sumber daya manusia (SDM), mulai dari keadaan kesehatan dan gizi serta
produktivitasnya. Mengetahui asupan makanan suatu kelompok masyarakat atau individu
merupakan salah satu cara untuk menduga keadaan gizi kelompok masyarakat atau
individu bersangkutan. Asupan makan diukur dengan menggunakan metode Ingatan
Makanan (Food Recall 24 Hours) dan menggunakan alat ukur sendok ukur, yaitu sendok
dalam berbagai ukuran dan gelas ukur yang mempunyai garis-garis untuk menunjukkan
ukuran cairan dalam mililiter (ml).
KRITERIA OBJEKTIF :
- Cukup : dikatakan cukup apabila asupan makan perharinya sebesar 2.100 kilo kalori
- Kurang : dikatakan kurang apabila asupan makan perharinya dibawah 2.100 kilo kalori.
 BERAT BADAN LAHIR RENDAH :
Berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat badan lebih
rendah dari berat badan bayi rata-rata. Bayi dinyatakan mengalami BBLR jika beratnya
kurang dari 2,5 kilogram, sedangkan berat badan normal bayi yaitu di atas 2,5 atau
3 kilogram. Sementara pada bayi yang lahir dengan berat kurang dari 1,5 kilogram,
dinyatakan memiliki berat badan lahir sangat rendah. Berat badan lahir rendah diukur
dengan menggunakan metode panjang dan berat badan. Dan menggunakan alat ukur
Growth Chart WHO Anthropometri.
KRITERIA OBJEKTIF :
- Baik : apabila berat badan bayi lahir >2.500 gram
- Kurang : Apabila berat badan bayi lahir <2.500 gram.
D. KEASLIAN PENELITIAN

No penelitian Judul Desain Hasil Persamaan Perbedaan


penelitian
1 Nurlaela Faktor-faktor yang Obsrtvasional Kecamatan kota Kendal Variabel Lokasi
Lutfiana berhubungan dengan kejadian analitik memiliki aspek-aspek bebas sampel dan
(2016) gizi buruk pada lingkungan lingkungan tahan pangan jumlah
tahan pangan dan gizi Tingkat pendidikan ibu pada sampel yang
tingkat dasar (45,0%) dan akan
dilingkup tingkat menengah diambil
(55,0%). Semua ibu
menggunaka pelayanan
kesehatan yang formal dan
terjamin.
2 Merisa HUBUNGAN PEMBERIAN ASI case control Dari hasil penelitian didapatkan Variablel Lokasi
oktari EKSKLUSIF, RIWAYAT BBLR DAN bahwa anak usia 12-36 bulan yang bebas sampel dan
(2019) ASUPAN ZINC, PROTEIN tidak ASI Eksklusif pada kelompok jumlah
DENGAN KEJADIAN STUNTING kasus sebanyak 20 orang (46,5%), sampel yang
PADA ANAK USIA 12-36 BULAN dan pada kelompok kontrol diambil
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS sebanyak 10 orang (23,3%).
PAUH KOTA PADANG TAHUN Dari hasil penelitian didapatkan
2019 bahwa anak usia 12-36 bulan yang
mempunyai riwayat BBLR pada
kelompok kasus sebanyak 15 orang
(34,9%), dan pada kelompok
kontrol anak usia 12-36 bulan yang
mempunyai riwayat BBLR sebanyak
6 orang (14,0%).
3. I’in Hubungan Berat badan lahir Case control Pada kelompok kasus stunting Variabel Tempat
ebtanasari rendah (BBLR) dengan sejumlah 22 responden (57,9%) bebasnya penelitian
kejadian stunting pada anak yang BBLR dan yang tidak jumlah
usia 1-5 tahun di desa BBLR sejumlah 16 responden sampe yang
ketandan kecamatan dagangan (42,1%). Sedangkan dalam akan
kabupaten madiun kelompok control sebanyak 6 diambil
responden (15,8%) yang BBLR
dan yang tidak BBLR sejumlah
32 responden (84,2%).
BAB III

METODE PENELITIAN

A. JENIS DAN DESAIN PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross secrional study.

BALITA
BALITA

BALITA

EFEK(+) EFEK(-)

Gizi Buruk BB Normal

FAKTOR RESIKO FAKTOR RESIKO

a) Asupan asi a) Asupan asi


b) Asupan makan b) Asupan makan
c) Pola asuh c) Pola asuh
d) BBLR d) BBLR

B. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dipuskesmas benu-benua kota kendari, pada tahun 2021

C. Populasi dan sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah balita (0-60 bulan) yang berada di puskesmas
benu-benua kota kendari

2. Sampel

sampeli dalam penelitian ini adalah balita (0-60 bulan) yang berada di puskesmas
benu-benua kota kendari
3. Teknik dan ukuran sampling

a. Teknik
Teknik pengambilan sampel menggunakan probability sampling

b. Ukuran sampel

Z 2 1−a /z ơ 2
N= 2
D
Keterangan :
N = besar sampel minimum
Z1 a / z = nilai distribusi normal baku ( table z)pada α tertentu
ơ2 = harga varians di populasi
d + kesalahan (absolut) yang dapat ditolerin

D. Pengolahan dan analisis penyajian data

a. Pengolahan data

Data status gizi Buruk pada balita diolah berdasarkan hasil pengukuran yang
diperoleh dari penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan dikonversikan
menggunakan WHOAnthro 2005. Hasil yang diperoleh diinterpretasikan dalam
indeks BB/TB (tinggi badan) dibandingkan dengan kriteria objektif. Status gizi
berdasarkan BB/TB :
Gizi Buruk jika -3 SD sampai dengan <-2 SD
Gizi Normal jika : -2 SD sampai dengan 2 SD

Pengukuran N %
Gizi buruk 50
Normal 50
Jumlah 100

b. Asupan makanan

Data asupan makan (energidan protein) diperoleh dengan cara melakukan recall
2x24 jam yaitu dengan menanyakan kembali dan mencatat semua makanan dan
minuman yang dikonsumsi responden dalam ukuran rumah tangga (URT) selama
kurun waktu 2x24 jam yang lalu. Kemudian menganalisis bahan makanan kedalam zat
gizi dengan menggunakan aplikasi nutrisurvey 2007. Dan membandingkan dengan
Daftar Kecukupan Gizi yang Dianjurkan (DKGA) atau Angka Kecukupan Gizi
(AKG) untuk Indonesia. Berdasarkan asupan yang di konsumsi dengan menggunakan
metode recall dengan kriteia :
1) Kurang jika <80% AKG
2) Cukup jika ≥ 80% AKG
Dummy Table
Asupan Makanan N %
Kurang 50
Cukup 50
Jumlah 100

c. Berat Badan Lahir Rendah

Berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat badan lebih
rendah dari berat badan bayi rata-rata. Bayi dinyatakan mengalami BBLR jika
beratnya kurang dari 2,5 kilogram, sedangkan berat badan normal bayi yaitu di atas
2,5 atau 3 kilogram. Sementara pada bayi yang lahir dengan berat kurang dari 1,5
kilogram, dinyatakan memiliki berat badan lahir sangat rendah. Berat badan lahir
rendah diukur dengan menggunakan metode panjang dan berat badan. Dan
menggunakan alat ukur Growth Chart WHO Anthropometri.
- Baik : apabila berat badan bayi lahir >2.500 gram
- Kurang : Apabila berat badan bayi lahir <2.500 gram.

BBLR N %
Kurang 50
Cukup 50
Jumlah 100

d. Asupan Asi

Air susu ibu (ASI) adalah cairan yang disekresikan oleh kelenjar payudarah ibu
berupa makanan alamiah atau susu terbaik bernutrisi dan berenergi tinggi yang
diprodukdi sejak masa kehamilan (Wiji, 2013). ASI merupakan makanan yang
sempurna dan terbaik bagi bayi khususnya bayi 0-6 bulan karena mengandung u sur-
unsur gizi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi yang optimal
(Dinas Kesehatan Kota Semarang, 2015). Asupan asi diukur dengan menggunakan
metode direct breastfeeding (kelompok DB) dan kombinasi breast pumping
(kelompok KBP) dan menggunakan alat ukur Buku Kesehatan Ibu dan Anak, dan
format baku recall konsumsi 24 jam.
- Cukup : bayi dikatak cukup asi apabila memenuhi kriteria seperti bayi tampak puas dan
tidak rewel, dan berat badan bayi terus bertambah.
- Kurang : bayi dikatakn tidak cukup asi apabila memenuhi kriteria seperti, berat bayi
tidak bertambah, bayi rewel, dan mulut dan mata bayi Nampak kering.

Asupan Asi N %
Kurang 50
Cukup 50
Jumlah 100

4. Analisis Data

Pada penelitian ini analisis data menggunakan statistic inferencial yaitu analisis
bivariat dan univariat untuk memperoleh informasi identifikasi masalah dan faktor
pengaruh kejadian Gizi Buruk di wilayah kerja puskesmas benu-benua kota kendari
a). Analisis Univariat
Digunakan untuk mengetahui distribusi dan presentase dari tiap variabel bebas,
asupan Asi, pola makan, dan Berat Badan Lahir Rendah dengan variabel terikat Gizi
buruk.
b). Analisis Bivariat
Analisa data bivariat dilakukan untuk melihat apakah ada hubungan yang
bermakna antara variabel dependen yaitu status Gizi Buruk. dan asupan Asi, pola
makan, dan Berat Badan Lahir Rendah sebagai variabel independen dugunakan
analisis Chis Square, dengan tingkat kemaknaan a=0,05.
Hasil yang diperoleh pada analisis Chis-Square dengan menggunakan program
SPSS yaitu nilai P, kemudian dibandingkan dengan a=0,05. Apabila nilai P lebih kecil
dari a=0,05 maka ada hubungan /perbedaan antara dua variable tersebut (Agung,
1993).
Sedangkan untuk mengetahui kuatnya perbedaan antara variable dikonsultasikan
dengan Contingency Coefficient (untuk variable dengan data nominal) sementara
untuk mengetahui pola dan kuatnya hubungan antara variable dikonsultasikan dengan
ujii Sepearman Corelation (untuk variabel dengan data interval). Nili Chi Square,
Contingency Coefficien, dan Sepearman Corelation diperoleh dari hasil pengolahan
program SPSS (santoso, 2000:30).
Adapun rumus Chi-Square sebagai berikut :
X2 X2 = (N〖(ad-bc)〗^2)/((a+b(c+d)(a+c)(b+d))
Keterangan :
X2 = Chi-Square
N = jumlah sampel
ABCD = faktor pada sel ABC dan D

5. Penyajian Data

Data disajikan secara deskriptif dalam bentuk narasi dan tabulasi


DAFTAR PUSTAKA

Dinkes, Sultra. 2018. Profil Kesehatan Indonesia 2017. Kendari: Dinas Kesehatan
Sulawesi Tenggara.
Kemenkes RI. 2016. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2015. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
Kemenkes RI. 2017. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2016. Jakarta: Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia.
Kemenkes RI. 2018. Profil Kesehatan Indonesia 2017. Profil Kesehatan Indonesia 2017.
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kementrian Kesehatan. 2007. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Provinsi
Sulawesi Tenggara Tahun 2007. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Kementrian Kesehatan. 2010. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia
Tahun 2010. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Kementrian Kesehatan. 2013. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia
Tahun 2013. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Kementrian Kesehatan. 2018. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia
Tahun 2018. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Misriani, 2017.Hubungan pengetahuan ibu, tingkat pendidikan, pendapatan, pola asuh makan,
dengan status gizi balita di wilayah kerja puskesmas mata kendari Sulawesi tenggara :
Poltekkes Kendari. Skripsi
Safir R.S, 2018. Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Gizi Buruk Pada Balita
Di Kelurahan Puungaloba Kecamatan Kendari Barat Kota Kendari. Politeknik
Kesehatan Kendari. Skripsi

WHO. 2016. Global leprosy update 215: time for action, accountability and inclusion.
Global Leprosy Update, 2015: Time for Action, Accountability and Inclusion, 91(35), 405–420.
Retrieved from http://www.who.int/wer
LAMPIRAN

A. KARAKTERISTIK BALITA & KELUARGA (Sebutkan Pergantian Topik)

A1. Identitas Balita

BB PB Status Alamat
1.L(2) Tanggal Lahir
BB/U Status PB/U
No Nama Lengkap (1) Lahir( Lahir Gizi (Dusun,RT
2.P (tggl/bulan/tahun) (3)
(6) Gizi (7) (8)
4)
(5) (9) /RW) (10)

1.

A2. Identitas Ibu Balita

Nama Lengkap Ibu Umur (Tahun) Pendidikan(b) Agama(c) Pekerjaan(d)


No
(11) (12) (13) (14) (15)

1.

Note :

(b) Pendidikan: (c) Agama (d) Pekerjaan saat ini

(1) Tidak pernah


sekolah (1) Islam (1) Petani bukan pemilik
tanah (8) Buruh
(2) Sekolah dasar(< 3 (2) Kristen (2) Nelayan (9) Ibu Rumah tangga
th)
(IRT)
(3) Sekolah
dasar(Lulus) (3) Hindu (10) Tidak Bekerja
(3)Peternak
(4) SMP(Lulus) (4) Budha (4) Pegawai Negeri / TNI / (11) Pelajar
Polri
(5) SMA(Lulus) (5) Konghucu (12) Pensiun
(5) Pegawai Swasta
(77)
(6) Sarjana (Lulus) Lainnya......... (77) Lainnya................
(6) Wirausaha/wiraswasta
(66) Tidak tahu (88) Tidak tahu
(7) Ojek/Supir
(99) Tidak menjawab

A3. Jumlah Keluarga (Termasuk BALITA, Ayah, Ibu, dan Keluarga Lain dalam 1 Rumah dan Dapur)

Jumlah total anggota keluarga


: ................orang
Jumlah BALITA (Termasuk : ................orang
Sampel)
Jumlah Anak Sekolah : ................orang

B. STATUS GIZI BALITA (Sebutkan Pergantian Topik)


B1. Data Antropometri

BB PB/TB
(0,0 Kg) (0,0 Cm)
(21) (22) Cara Ukur
Tanggal Pengukuran
Umur (Bulan) R R 1 = Terlentang
(HH/BB/TTTT)
(20) a a 2 = Berdiri
(19)
I II t I II t (23)
a a
2 2

No. Indeks Nilai Z-Score Kategori Status Gizi *)


24. BB/U 1.Lebih 2. Baik 3. Kurang 4. Buruk
25. PB,TB/U 1. Tinggi 2. Normal 3. Pendek 4. Sangat Pendek
26. BB/PB,TB 1. Gemuk 2. Normal 3. Kurus 4. Sangat Kurus
27. IMT/U 1. Gemuk 2. Normal 3. Kurus 4. Sangat Kurus
*) Lingkari Kategori Status Gizi Yang Sesuai Nilai Z-Score

*)Keterangan :

BB/U : PB/U : BB/PB : IMT/U :


Gizi Lebih : > 2 SD Tinggi : > 2 SD Gemuk : > 2 SD Gemuk : > 2 SD

Gizi Baik : -2 s/d 2 SD Normal : - 2 s/d 2 SD Normal : - 2 s/d 2 SD Normal : - 2 s/d 2 SD

Gizi Kurang : -2 s/d -3 SD Pendek : -3 s/d -2 SD Kurus : -3 s/d -2 SD Kurus : -3 s/d -2 SD

Gizi Buruk : < -3 SD Sangat pendek : < -3 SD Sangat kurus : < -3 SD Sangat kurus : < -3 SD

C. POLA ASUH BALITA

C1. KOLOSTRUM (Sebutkan Pergantian Topik)


(Jawaban tidak perlu dibacakan untuk semua pertanyaan)
28. Apakah ASI pertama (kolostrum) diberikan kepada anak a. Ya(1)(lanjut no.45)
ibu ? b. Tidak(0) (lanjut no.46)
29. Apakah yang dilakukan ibu terhadap kolostrum (ASI a. Diberikan semua kepada bayi (1)
pertama keluar, biasanya encer ,bening ,atau berwana b. Dibuang sedikit kemudian ASI diberikan
kekuning –kuning an ) kepada bayi (0)
(pilih salah satu jawaban yang paling benar) ? c. Tidak relevan (66)
d. Lainnya (sebutkan )................. (77)
C2. ASI-EKSLUSIF (Sebutkan Pergantian Topik)
(Jawaban tidak perlu dibacakan untuk semua pertanyaan)
30. sampai umur berapa anak ibu diberikan ASI a. 6 bulan (1)
Ekslusif/ASI saja tanpa tambahan b. Tidak tahu (0)
makanan/minuman lain kecuali vitamin & obat ? c. Lainnya (sebutkan)....(77)

C3. MP-ASI (Sebutkan Pergantian Topik)


(Jawaban tidak perlu dibacakan untuk semua pertanyaan)
31. Pada umur berapa anak ibu pertama kali dibeikan MP- a. > 6 bulan (1)
ASI? b. Tidak tahu (0)
c. Lainnya (sebutkan)....(77)
32. Menurut ibu, bagaimana pemberian MP-ASI untuk a. ASI sesering mungkin [(1) ya, (0) tidak]
anak berusia 6-9 bulan ? (sesuai Umur Balita b. Frekuensi 2-3 kali makan, dan 1-2 kali
yang diwawancarai) selingan tiap harinya [(1) ya, (0) tidak]
(Jawaban Lebih Dari 1) c. MP-ASI dengan tekstur bubur kental atau
makanan yang dilumatkan [(1) ya, (0)
tidak]
d. Lainnya (sebutkan)........(77)
33. Menurut ibu, bagaimana pemberian MP-ASI untuk a. ASI sesering mungkin [(1) ya, (0) tidak]
anak berusia 9-12 bulan ? (sesuai Umur Balita b. Frekuensi 3-4 kali makan, dan 1-2 kali
yang diwawancarai) selingan tiap harinya [(1) ya, (0) tidak]
(Jawaban Lebih Dari 1) c. MP-ASI dengan tekstur yang dicincang
halus, dicincang kasar atau makanan
lembik/lunak [(1) ya, (0) tidak]
d. Lainnya (sebutkan)........(77)
34. Menurut ibu, bagaimana pemberian MP-ASI untuk a. Frekuensi 3-4 kali makan, dan 1-2 kali
anak berusia 12-24 bulan ? (sesuai Umur Balita selingan tiap harinya [(1) ya, (0) tidak]
yang diwawancarai) b. Makanan keluarga yang dihaluskan atau
(Jawaban Lebih Dari 1) dicincang seperlunya [(1) ya, (0) tidak]
c. Lainnya (sebutkan)........(77)
C4. Perilaku ibu dalam memberikan makan pada balita (Sebutkan Pergantian Topik)
(Jawaban tidak perlu dibacakan untuk semua pertanyaan)

35. Jika anak tidak mau makan, tindakan apa yang ibu a. Membujuknya (1)
lakukan ? b. Dibiarkan (1)
(Jawaban Lebih Dari 1) c. Memarahinya (1)
d. Lainnya (sebutkan)......(77)
36. Pada saat kapan ibu memberikan makanan/ASI kepada a. Setiap anak membutuhkan (2)
anak ? (Jawaban Lebih Dari 1) b. Setiap anak menangis (1)
c. Tidak relevan (66)
d. Lainnya (sebutkan)......(77)
37. Total skor jawaban___________

38. Persentase Skor = Total skor jawaban x 100


Total skor total *
= ____________ x 100

=
*Ket :
 Total Skor apabila bayi usia 6-9 bulan =13 Skor
 Total Skor apabila bayi usia 9-12 bulan =16 Skor
 Total Skor apabila bayi usia ≥24 bulan =18 Skor
39. Kesimpulan :
Keterangan :
a. Pola Asuh dikatakan baik jika > 70 %
b. Pola Asuh dikatakan cukup jika 60 – 70 %
c. Pola Asuh dikatakan kurang jika < 60 %

D. ASUPAN MAKAN BALITA

D1. Kualitatif (data tidak perlu ditanyakan, diperoleh dari data Food Recall 24 hours hari ke 2
40. Apakah anak ibu masih mendapatkan ASI ? a. Ya
b. Tidak
41. Berapa kali anak ibu diberi ASI dalam sehari ? __________kali dalam sehari

42. Berapa lama anak ibu diberi ASI dalam satu kali pemberian
_________Jam dalam sekali pemberian
43. Apakah anak ibu diberi susu selain ASI? a. Ya
b. Tidak
44. Jika Ya, Jenis susu yang diberikan _________ (sebutkan)

45. Berapa kali dalam sehari __________

46. Ukuran botol___________ml


47. Apakah anak ibu diberi suplemen ? a. Ya
b. Tidak
48. Jika Ya, merk apa_________(sebutkan)

49 Berapa takar diberikan_____(sebutkan)

50. Berapa kali MP ASI diberikan kepada anak dalam sehari? ________kali dalam sehari

Sebutkan susunan makanan sehari


51. Makanan Pokok =
52. Lauk Hewani =
53. Lauk Nabati =
54. Sayur =
55. Buah =
56. Suplemen =
57. Lainnya =
58. Kesimpulan susunan makanan dalam sehari adalah:
a. Lengkap (semua susunan terpenuhi Makanan Pokok,
L.Hewani, L. Nabati, Sayur, Buah)
b. Tidak lengkap (Jika semua susunan terpenuhi Makanan
Pokok, L.Hewani, L. Nabati, Sayur, Buah)

Anda mungkin juga menyukai