Anda di halaman 1dari 40

PENGARUH LATIHAN KESEIMBANGAN TERHADAP KUALITAS

HIDUP LANSIA DI WILAYAH KELURAHAN CIPAMEUNGPEUK


SUMEDANG

PROPOSAL PENELITIAN

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Metodologi Penelitian
yang diampu oleh Puji Nurfauziatul Hasanah, S.Kep., Ners., M.Kep

Oleh :
Agus Setiawan : 220550221141
Iis Yulia Indrayani : 220550223136
Islah Robbi’ah : 220550223147
Rina Sumarni : 20223350932

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
SEBELAS APRIL SUMEDANG
2023
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT,
yang melimpahkan rahmat dan karunia-Nya. Sehingga pada akhirnya penulis
dapat menyelesaikan proposal penelitian sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan, dengan judul “Pengaruh Latihan Keseimbangan Terhadap Kualitas
Hidup Lansia Di Wilayah Kelurahan Cipameungpeuk Sumedang”.
Dalam penyusunan telah banyak mendapatkan bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak untuk penyusunan proposal penelitian ini. Oleh karena itu, dalam
kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak yang telah
membantu. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan proposal penelitian ini
sangat jauh dari sempurna, disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan,
pengalaman, dan kemampuan penulis.
Akhir kata semoga amal kebaikan dan bantuan yang telah diberikan
kepada penulis mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT.

Sumedang, Mei 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL

KATA PENGANTAR ................................................................................. i

DAFTAR ISI ................................................................................................ ii

DAFTAR TABEL........................................................................................ iv

DAFTAR GAMBAR ................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1


1.2 Rumusan Masalah. ............................................................................ 4
1.3 Tujuan Penelitian… .......................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian… ........................................................................ 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 5

2.1 Lansia ................................................................................................ 5

2.1.1 Definisi Lansia… .........................................................................5

2.1.2 Klasifikasi Lansia .........................................................................5

2.1.3 Ciri-Ciri Lansia… ........................................................................6

2.1.4 Proses Menua ...............................................................................7

2.1.5 Perubahan-Perubahan yang Terjadi Akibat Proses Menua ......... 10

2.2 Kualitas Hidup Lansia ....................................................................... 15

2.2.1 Definisi Kualitas Hidup Lansia ................................................... 15

2.2.2 Domain Kualitas Hidup Lansia… ............................................... 16

2.2.3 Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup ............................... 19

2.2.4 Alat Ukur Kualitas Hidup Lansia................................................ 20

2.3 Latihan Keseimbangan….................................................................. 21

2.3.1 Pengertian Latihan Keseimbangan.............................................. 21


ii
2.3.2 Pengaruh Latihan Keseimbangan…..………….……………... 21

2.3.3 SOP Latihan Keseimbangan…………………………………. 22

2.4 Hasil Penelitian yang Relevan…………………………………… 23

2.5 Kerangka Berpikir..……………………………………………… 24

2.6 Hipotesis……………………………………...………………..… 25

BAB III METODOLOGI PENELITIAN…………………….……….. 26

3.1 Kerangka Konsep……………………..……………………………... 26

3.2 Desain Penelitian……………………..……………….……………... 27

3.3 Waktu dan Tempat Penelitian…………………..……….…………... 27

3.4 Populasi dan Sampel……………………….………………………… 27

3.4.1 Populasi…………………….……………………….…………..... 27

3.4.2 Sampel…………...…………………………………….…..…....... 27

3.5 Instrumen Penelitian…….……………………………………………. 28

3.6 Definisi Operasional………………………………………...……….. 28

3.7 Prosedur Penelitian………………………..………………………….. 30

3.8 Teknik Analisa Data………………………………………...……….. 31

3.9 Etika Penelitian………….………………..………………………….. 30

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………… 32

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Definisi Operasional ..................................................................... 28

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir… ................................................................. 25

Gambar 3.1 Kerangka Konsep… .................................................................. 26

v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penuaan merupakan suatu proses yang alami dan tidak dapat dicegah dalam
kehidupan manusia. Dimulai dari tahapan menjadi bayi kemudian berkembang
menjadi usia anak-anak, remaja, dewasa dan akhirnya menjadi tua. Proses menua
bisa dapat menimbulkan permasalahan baik secara fisik, biologis, mental maupun
sosial ekonomi (Rohmah, dkk 2012).
Penuaan penduduk pada abad 21 merupakan suatu fenomena penting yang
tidak dapat dihindari baik oleh negara maju maupun negara berkembang. Setiap
detik, diseluruh dunia terdapat dua orang yang merayakan ulang tahunnya yang
ke-60 tahun. Maka total setahun hampir 58 juta orang yang berulang tahun ke-60.
(UNFPA, 2012). Populasi lansia ini meningkat sangat cepat. Berdasarkan data
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang World Population Ageing,
diperkirakan pada tahun 2015 terdapat 901 juta jiwa penduduk lanjut usia di
dunia. Jumlah tersebut diproyeksikan terus meningkat mencapai 2 (dua) milyar
jiwa pada tahun 2050 (UN, 2015).
Seperti halnya yang terjadi di negara-negara di dunia, Indonesia juga
mengalami penuaan penduduk. Pada tahun 2019, jumlah lansia di Indonesia
diproyeksikan akan meningkat menjadi 27,5 juta atau 10,3% dan 57 juta jiwa atau
17,9% pada tahun 2045 (BPS, Bappenes, UNFPA, 2018). Berdasarkan data
Survey Penduduk antar Sensus (Supas) 2015, jumlah lanjut usia di Indonesia
sebanyak 21,7 juta atau 8,5%. Dari jumlah tersebut, terdiri dari lansia perempuan
11,6 juta (52,8%) dan 10,2 juta (47,2%) lanjut usia laki-laki (BPS, 2016).
Berdasarkan data Survey Penduduk antar Sensus (Supas) 2015, Jumlah lanjut
usia Indonesia sebanyak 21,7 juta atau 8,5%. Dari jumlah tersebut, terdiri dari
lansia perempuan 11,6 juta (52,8%) dan 10,2 juta (47,2%) lanjut usia laki-laki
(BPS, 2016). Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia termasuk Negara yang akan
memasuki era penduduk menua ( ageing population), karena jumlah penduduk
yang berusia 60 tahun ke atas melebihi angka 7,0%.
Lansia merupakan salah satu kelompok atau populasi berisiko (population at
risk) yang semakin meningkat jumlahnya. Allender, Rector dan Warner (2014)
1
2

mengatakan bahwa populasi berisiko (population at risk) yaitu kumpulan orang-


orang yang memiliki masalah kesehatan yang memungkinkan akan berkembang
lebih buruk karena adanya faktor-faktor risiko yang memengaruhi. Stanhope dan
Lancaster (2016) (dalam Mendes, 2018) mengatakan lansia sebagai populasi
berisiko ini memiliki tiga karakteristik risiko kesehatan yaitu, risiko biologi
termasuk risiko terkait usia, risiko sosial dan lingkungan serta risiko perilaku atau
gaya hidup.
Stanhope dan Lancaster (2016) (dalam Mendes, 2018) mengungkapkan bahwa
risiko biologi termasuk risiko terkait usia pada lansia yaitu terjadinya berbagai
penurunan fungsi biologi akibat proses penuaan. Risiko sosial dan lingkungan
pada lanjut usia yaitu adanya lingkungan yang memicu terjadinya stress. Salah
satunya adalah aspek ekonomi pada lansia yaitu penurunan pendapatan akibat
pensiun. Sementara untuk risiko perilaku atau gaya hidup, seperti pola kebiasaan
kurangnya aktivitas fisik dan konsumsi makanan yang tidak sehat dapat memicu
terjadinya penyakit dan kematian pada lansia. Miller (2012) (dalam Mendes,
2018) mengatakan penurunan berbagai fungsi tubuh merupakan konsekuensi dari
bertambahnya usia. Pernyatan tersebut tercantum dalam teorinya yaitu functional
consequences.
Lansia identik dengan berbagai penurunan status kesehatan terutama status
kesehatan fisik. Berbagai teori tentang proses penuaan menunjukkan hal yang
sama. Status kesehatan lansia yang menurun seiring dengan bertambahnya usia
akan memengaruhi kualitas hidup lansia. Seiring dengan bertambahnya usia akan
timbul berbagai penyakit, penurunan fungsi tubuh, keseimbangan tubuh dan
tingginya risiko jatuh. Hal tersebut berlawanan dengan keinginan para lansia agar
tetap sehat, mandiri dan dapat beraktivitas seperti biasa misalnya mandi,
berpakaian, berpindah secara mandiri (Mendes, 2018).
Ketidaksesuaian kondisi lansia dengan harapan mereka ini bahkan dapat
menyebabkan lansia mengalami depresi. Seperti hasil penelitian Ayu & Eti (2017)
mengenai hubungan kualitas hidup lansia dengan depresi menunjukkan bahwa
adanya hubungan antara tingkat depresi dengan kualitas hidup lansia (p=0,017; α
=0,10).
3

Latihan fisik seperti keseimbangan sangat penting bagi lansia dalam


meningkatkan kualitas hidup. Lansia yang berlatih atau beolahraga teratur dapat
meningkatkan hubungan sosial, meningkatkan kesehatan fisik dan kesehatan
mental. Latihan juga berperan penting dalam mengurangi risiko penyakit dan
memelihara fungsi tubuh lansia (Ko & Lee, 2012). Selain itu, latihan dapat
mencegah kelelahan fisik karena meningkatkan fungsi kardiovaskuler, sistem
saraf pusat, sistem imun dan sistem endokrin.
Penelitian Mendes, Junaiti, dan Henny (2018) menunjukkan bahwa latihan
keseimbangan berpengaruh signifikan, meningkatkan kualitas hidup lansia
(p<0,001). Hal ini disebabkan karena latihan keseimbangan dapat meningkatkan
kesehatan fisik, kesehatan psikologis, hubungan sosial dan lingkungan. Selain itu,
penelitian Aviana & Atik (2017) menunjukkan tidak ada hubungan pendidikan
dan pola makan dengan kualitas hidup, terdapat hubungan kebiasaan olahraga
dengan kualitas hidup (p = 0,005).
Penelitian lain oleh Jacobson, et al (2011) menunjukkan perbandingan dengan
berulang-ulang, kinerja sebelum dan setelah intervensi 12 minggu menghasilkan
signifikan (P < 0,01) perbaikan untuk kelompok eksperimen lebih baik daripada
kelompok kontrol dalam pengulangan uji dari tes duduk berulang 30 detik, dalam
8x gerakan kaki diangkat, dalam penilaian keseimbangan dan dalam penilaian
fungsi kaki meningkatkan kualitas hidup lansia. Didukung oleh penelitian
Kusuma, Sahar & Rekawati (2018) bahwa Morse Scale untuk mengukur risiko
jatuh, Berg Balance Scale untuk mengukur statusnya keseimbangan, dan SF-12
untuk mengukur status kesehatan. Berdampak menurunkan risiko jatuh,
meningkatkan status keseimbangan, dan meningkatkan status kesehatan ( P value
<0,0001).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan di lingkungan Kelurahan
Cipameungpeuk Sumedang, hampir sebagian lansia tidak pernah mengikuti senam
lansia ataupun olahraga lainnya. Lansia banyak yang tidak produktif, kondisi
kesehatan semakin menurun dan seiring bertambahnya usia timbul berbagai
penyakit seperti hipertensi, diabetes mellitus, reumatik, asam urat menyebabkan
lansia jarang bersosialisasi dengan yang lainnya. Hal itu bisa berpengaruh
terhadap kualitas hidupnya.
4

Berdasarkan fenomena diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian


dengan judul “Pengaruh Latihan Keseimbangan Terhadap Kualitas Hidup Lansia
di Wilayah Kelurahan Cipameungpeuk Sumedang”.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana pengaruh latihan keseimbangan terhadap kualitas hidup lansia di
Wilayah Kelurahan Cipameungpeuk Sumedang?
1.3 Tujuan Penelitian
Mengetahui pengaruh latihan keseimbangan terhadap kualitas hidup lansia di
Wilayah Kelurahan Cipameungpeuk Sumedang.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi peneliti
a. Memperoleh gambaran mengenai pengaruh latihan keseimbangan
terhadap kualitas hidup lansia
b. Memperoleh data kualitas hidup lansia
c. Sebagai referensi untuk penelitian sejenis.
1.4.2 Bagi institusi pendidikan
a. Sebagai literature review.
b. Menambah referensi dalam mata kuliah keperawatan gerontik.
1.4.3 Bagi profesi keperawatan
Meningkatkan kerja perawat untuk mensosialisasikan mengenai
peningkatan kualitas hidup lansia.
1.4.4 Bagi tempat penelitian
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pengambilan
kebijakan dalam meningkatkan kualitas hidup lansia.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Lansia
2.1.1 Definisi Lansia
Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Lansia
mengalami proses menua. Menua bukanlah suatu pernyakit, tetapi sebuah proses
yang berangsur-angsur mengakibatkan perubahan kumulatif seperti proses
menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan
luar tubuh. Dalam Undang-Undang No 13 Tahun 1998 yang isinya menyatakan
bahwa pelaksanaan pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan
masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945, telah menghasilkan kondisi sosial masyarakat yang makin membaik dan
usia harapan hidup makin meningkat, sehingga jumlah lanjut usia makin
bertambah (Khalifah, 2016).
Upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia pada hakikatnya
merupakan pelestarian nilai-nilai keagamaan dan budaya bangsa. Menua atau
menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi didalam kehidupan manusia.
Menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tiga
tahap kehidupan, yaitu anak, dewasa dan tua. (Nugroho, dalam Khalifah, 2016).
Menurut Fatmah (2010) lansia merupakan proses alamiah yang terjadi secara
berkesinambungan. Dimana ketika menua seseorang akan mengalami beberapa
perubahan yang pada akhirnya akan mempengaruhi keadaan fungsi dan
kemampuan seluruh tubuh.
2.1.2 Klasifikasi Lansia
Menurut World Health Organization (WHO), (dalam Fatimah, 2010) dan
(Aspiani, 2014):
a. Usia Pertengahan (Middle-Age): Usia 45-59 Tahun
b. Usia Lansia (Elderly): Usia 60-74 Tahun
c. Usia Lansia Tua (Old): Usia 75-90 Tahun
d. Usia Sangat Tua (Very Old): Usia Diatas 90 Tahun

5
6

2.1.3 Ciri-Ciri Lansia


Ciri-ciri lansia (Khalifah, 2016) adalah sebagai berikut:
a. Lansia merupakan periode kemunduran
Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan faktor
psikologis. Motivasi memiliki peran yang penting dalam kemunduran pada
lansia. Misalnya lansia yang memiliki motivasi yang rendah dalam melakukan
kegiatan, maka akan mempercepat proses kemunduruan fisik, akan tetapi ada
juga lansia yang memiliki motivasi yang tinggi, maka kemunduran fisik pada
lansia akan lebih lama terjadi.
b. Lansia memiliki status kelompok minoritas
Kondisi ini sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak menyenangkan
terhadap lansia dan diperkuat oleh pendapat yang kurang baik, misalnya lansia
yang lebih senang mempertahankan pendapatnya. Maka sikap sosial di
masyarakat menjadi negatif, tetapi ada juga lansia yang mempunyai tenggang
rasa kepada orang lain sehingga sikap sosial masyarakat menjadi positif.
c. Menua membutuhkan perubahan peran
Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai mengalami
kemunduran dalam segala hal. Perubahan peran pada lansia sebaiknya dilakukan
atas dasar keinginan sendiri bukan atas dasar tekanan dari lingkungan. Misalnya
lansia menduduki jabatan sosial di masyarakat sebagai ketua RW, sebaiknya
masyarakat tidak memberhentikan lansia sebagai ketua RW karena usianya.
d. Penyesuaian yang buruk pada lansia
Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat mereka cenderung
mengembangkan konsep diri yang buruk sehingga dapat memperlihatkan bentuk
perilaku yang buruk. Akibat dari perlakuan yang buruk itu membuat penyesuaian
diri lansia menjadi buruk pula. Contohnya yaitu lansia yang tinggal bersama
keluarga sering tidak dilibatkan untuk pengambilan keputusan karena dianggap
pola pikirnya kuno. Kondisi inilah yang menyebabkan lansia menarik diri dari
lingkungan, cepat tersinggung dan bahkan memiliki harga diri yang rendah.
7

2.1.4 Proses Menua


Proses menua merupakan proses fisiologis tubuh pada setiap manusia. Proses
menua ini ditandai dengan proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya
sehingga tubuh tidak mampu mempertahnkan dirinya terhadap infeksi serta
tubuh tidak mampu memperbaiki kerusakan yang diderita (Azizah, 2011).
Teori-teori menua berdasarkan (Fatmah, 2010), (Aspiani, 2014), dan
(Eliopoulus, 2010):
a. Teori Penuaan ditinjau dari sudut biologis
Teori ini menjelaskan bahwa perubahan sel dalam tubuh lansia dikaitkan pada
proses penuaan tubuh lansia dari sudut pandnag biologis.
1) Teori Genetik
a) Teori genetic dan mutasi (somatic mutative theory)
Teori ini menerangkan bahwa didalam tubuh setiap manusia terdapat
jam biologis yang dapat mengatur gen dan dapat menentukan proses
penuaan. Pada setiap spesies manusia memiliki inti sel yang berisi jam
biologis atau jam genetic tersendiri. Dimana pada setiap spesies memiliki
batas usia yang berbeda-beda yang dipengaruhi oleh replikasi dari setiap
sel dalam tubuh manusia. Apabila replikasi sel tersebut berhenti maka hal
tersebut dapat dikatakan sebagai kematian.
b) Teori mutasi somatic
Penjelasan dari teori ini adalah menua diakibatkan oleh kerusakan,
penurunan fungsi sel dan percepatan kematian sel yang disebabkan oleh
kesalahan urutan susunan asam amino. Kerusakan selama masa
transkripsi dan translasi dapat mempengaruhi sifat enzim dalam
melakukan sistesis protein. Kerusakan ini pula menjadi penyebab
timbulnya metabolit yang berbahaya sehingga dapat mengurangi
penurunan fungsi sel.
2) Teori non-genetik
a) Teori penurunan sistem imun (auto-immune theory)
8

Teori ini mengemukakan bahwa penuaan terjadi akibat adanya


penurunan fungsi dan struktur dari sistem kekebalan tubuh pada manusia.
Seiring bertambahnya usia, hormone yang dikeluarkan oleh kelenjar
timus sebagai pengontrol sistem kekebalan tubuh pada manusia
mengalami penurunan makan terjadilah proses penuaan. Dan pada saat
yang bersamaan pula terjadi kelainan autoimun.
b) Teori radikal bebas (free radical theory)
Teori ini menyebutkan bahwa radikal bebas terbentuk di alam bebas
dan di dalam tubuh manusia akibat adanya proses metabolism didalam
mitokondria. Radikal bebas merupakan seluruh molekul yang tidak
berpasangan sehingga dapat mengikat molekul lain yang akan menjadi
penyebab kerusakan fungsi sel dan perubahan dalam tubuh. Ketika
radikal bebas terbentuk dengan tidak stabil, akan terjadi oksidasi terhadap
oksigen, dan bahan-bahan organic seperti karbohidrat dan protein
sehingga sel-sel dalam tubuh sulit untuk beregenerasi. Radikal bebas
banyak terdapat pada zat pengawet makanan, asap rokok, asap kendaraan
bermotor, radiasi, serta sinar ultra violet yang menjadi penyebab
penurunan kolagen pada lansia dan perubahan pigmen pada proses
menua.
c) Teori rantai silang (cross link theory)
Teori rantai silang menerangkan bahwa proses penuaan diakibatkan
oleh lemak, protein, asam nukleat dan karbohidrat yang bereaksi dengan
zat kimia manapun radiasi yang dapat mengubah fungsi jaringan dalam
tubuh. Perubahan tersebut akan menjadi penyebab perubahan pada
membrane plasma yang mengakibatkan terjadinya jaringan yang kaku
dan kurang elastis serta hilangnya fungsi. Proses hilangnya elastisitas ini
seringkali dihubungkan dengan adanya prubahan kimia pada komponen
protein dalam jaringan.
Terdapat beberapa contoh perubahan seperti banyaknya kolagen pada
kartilago dan elastin pada kulit yang kehilangan fleksibilitasnya serta
9

menjadi tebal seiring bertambahnya usia. Contoh ini dapat dikaitkan


dengan perubahan pada pembuluh darah yang cenderung menyempit dan
cenderung kehilangan elastisitasnya sehingga pemompaan darah dari
jantung menuju keseluruh tubuh menjadi berkurang dan pada permukaan
kulit yang kehilangan elastisitasnya cenderung berkerut, juga terjadinya
penurunan mobilitas dan kecepatan pada sistem musculoskeletal.
d) Teori Fisiologik
Teori ini mengambil contoh dari teori adaptasi stress. Dimana proses
menua merupakan akibat dari adaptasi terhadap stress dan stress ini
berasal dari internal maupun eksternal tubuh yang dapat memengaruhi
peningkatan kasus penyakit degeneratif pada manusa lanjut usia.
e) Teori imunologi slow virus
Teori ini menyatakan bahwa ketika manusia berada pada proses
menua, maka saat itulah tubuh manusia tidak dapat membedakan sel
normal dan sel yang tidak normal, akibatnya antibody bekerja untuk
menyerang keduanya. Sistem imun pun mengalami gangguan dan
penurunan kemampuan dalam mengenali dirinya sendiri akibat
perubahan protein pasca translasi atau mutasi.
3) Teori Sosiologis
Teori perubahan sosial menjelaskan tentang lansia yang mengalami
penurunan dan penarikan diri terhadap sosialisasi dan partisipasi ke
dalam masyarakat.
a) Teori aktivitas
Teori ini menyatakan keaktifan lansia dalam melakukan berbagai jenis
kegiatan yang merupakan indikator suksesnya lansia. Lansia yang aktif,
banyak bersosialisasi di masyarakat serta lansia yang selalu mengikuti
kegiatan sosial merupakan poin dari indikator kesuksesan lansia. Lansia
yang ketika masa mudanya merupakan tipe yang aktif, maka di masa
tuanya lansia akan tetap memelihara keaktifannya seperti peran lansia
dalam keluarga maupun masyarakat diberbagai kegiatan keagamaan.
10

Apabila lansia tidak aktif dalam melakukan kegiatan dan perannya di


masyarakat maupun di keluarga, maka sebaiknya lansia mengikuti
kegiatan lain atau organisasi yang sesuai dengn minat dan bakatnya.
b) Teori Kontinuitas
Teori ini menekankan bahwa perubahan ini dipengaruhi oleh jenis
kepribadian lansia tersebut. Dalam teori ini lansia akan tetap
memelihara identitas dan kekuatan egonya karena tipe kepribadiannya
yang aktif dalam bersosialisasi.
4) Teori Psikososial
Teori ini menerangkan bahwa semakin menua tingkat usia seseorang
maka semakin sering pula seseorang memperhatikan kehidupannya daripada
isu yang terjadi dilingkungan sekitar.
2.1.5 Perubahan-Perubahan yang Terjadi Akibat Proses Menua
Menurut (Aspiani, 2014), dan (Eliopoulus, 2010):
a. Perubahan Fisiologi
1) Sel
Menurut Aspiani (2014) perubahan yang terjadi pada lanjut usia di
tingkat sel yaitu berubahnya ukuran sel dimana ukuran sel menjadi lebih
besar, namun jumlah sel menjadi lebih sedikit, jumlah cairan tubuh dan
cairan intraselular berkurang, mekanisme perbaikan sel terganggu,
proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati mengalami
penurunan, jumlah sel pada otak menurun sehingga otak menjadi atrofi
dan lekukan otak menjadi lebih dangkal dan melebar akibatnya berat otak
berkurang menjadi 5 sampai 20%.
2) Sistem Persyarafan
a. Cepatnya menurun hubungan persyarafan.
b. Berat otak menurun 10-20% (setiap orang berkurang sel saraf
otaknya dalam setiap harinya).
c. Lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi, khususnya
dengan stress.
11

d. Mengecilnya saraf panca indera: berkurangnya penglihatan,


hilangnya pendengaran, mengecilnya saraf penciuman dan perasa,
lebih sensitif terhadap perubahan suhu dengan rendahnya
ketahanan terhadap dingin.
e. Kurang sensitif terhadap sentuhan
3) Sistem Pendengaran
Dimana perubahan ini meliputi presbiakusis yaitu gangguan yang
terjadi pada pendengaran akibat hilangnya kemampuan daya dengar pada
telinga dalam, khususnya terhadap suara dan nada yang tinggi, terhadap
suara yang tidak jelas, terhadap kata-kata yang sulit dimengerti.
4) Sistem Penglihatan
Dimana daya akomodasi dari jarak dekat maupun jauh berkurang serta
ketajaman penglihatan pun ikut mengalami penurunan. Perubahan yang
lain adalah presbiopi. Lensa pada mata pun mengalami kehilangan
elastisitas sehingga menjadi kaku dan otot penyangga lensa pun lemah.
5) Sistem Kardiovskuler
a. Katup jantung menebal dan menjadi kaku.
b. Elastisitas dinding aorta menurun.
c. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun
sesudah berumur 20 tahun. Hal ini yang menyebabkan kontraksi
dari volume menurun.
d. Curah jantung menurun (isi semenit jantung menurun)
e. Kehilangan elastisitas pembuluh darah, efektivitas pembuluh darah
perifer untuk oksigenasi berkurang, perubahan posisi dari tidur ke
duduk (duduk ke berdiri) bisa menyebabkan tekanan darah
menurun menjadi 65 mmHg (mengakibatkan pusing mendadak).
f. Kinerja jantung lebih rentan terhadap kondisi dehidrasi dan
perdarahan.
12

g. Tekanan darah meninggi akibat resistensi pembuluh darah perifer


meningkat. Sistole normal kurang lebih 170 mmHg, diastole 95
mmHg.
6) Sistem Pernapasan
a. Otot pernapasan mengalami kelemahan akibat atrofi, kehilangan
kekuatan, dan menjadi kaku.
b. Menurunnya aktivitas dari silia, kemampuan untuk batuk
berkurang.
c. CO2 pada arteri tidak berganti, sedangkan O2 pada arteri menurun
menjadi 75 mmHg
d. Kemampuan pegas, dinding, dada dan kekuatan otot pernapasan
akan menurun seiring dengan pertambahan usia.
7) Sistem Pencernaan
Pada sistem pencernaan lansia mengalami anoreksia yang terjadi
akibat perubahan kemampuan digesti dan absorpsi pada tubuh lansia.
Selain itu lansia mengalami penurunan sekresi asam dan enzim.
Perubahan yang lain adalah perubahan pada morfologik yang terjadi pada
mukosa, kelenjar dan otot pencernaan yang akan berdampak pada
terganggunya fungsi mengunyah dan menelan, serta terjadinya perubahan
nafsu makan.
8) Sistem Reproduksi
Pada sistem reproduksi perubahan yang terjadi pada lansia ditandai
dengan mengecilnya ovari dan uterus, terjadi atrofi payudara. Pada laki-
laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa meski adanya
penurunan secara berangsur-angsur, serta dorongan seks masih ada hingga
usia 70 tahun
9) Sistem Endokrin
Pada sistem endokrin terdapat beberapa hormon yang diproduksi
dalam jumlah besar dalam reaksi menangani stres. Akibat kemunduran
13

produksi hormon pada lansia, lansia pun mengalami penurunan reaksi


dalam menghadapi stress.
10) Sistem Integumen
Perubahan pada sistem integumen ditandai dengan kulit lansia yang
mengalami atrofi, kendur, tidak elastis, kering dan berkerut. Perubahan ini
juga meliputi perubahan pada kulit lansia yang mana kulit pada lansia
akan menjadi kering akibat dari kurangnya cairan pada kulit sehingga kulit
menjadi berbecak dan tipis. Atrofi sebasea dan glandula sudoritera
merupakan penyebab dari munculnya kulit kering. Liver spot pun menjadi
tanda dari berubahnya sistem integumen pada lansia. Liver spot ini
merupakan sebuah pigmen berwarna cokelat yang muncul pada kulit.
11) Sistem Muskuloskeletal
Perubahan pada jaringan muskuloskeletal meliputi:
a) Jaringan penghubung (kolagen dan elastin)
Kolagen merupakan pendukung utama pada kulit, tendon, tulang
dan jaringan pengikat menjadi sebuah batangan yang tidak teratur.
Perubahan pada kolagen ini menjadi penyebab turunnya fleksibilitas
pada lansia sehingga timbul dampak nyeri, penurunan kemampuan
untuk meningkatkan kekuatan otot, kesulitan duduk dan berdiri,
jongkok dan berjalan. Upaya yang perlu dilakukan adalah upaya
fisioterapi.
b) Kartilago
Jaringan kartilago pada persendian lunak serta mengalami
granulasi yang mana akan memberikan dampak pada meratanya
permukaan sendi.
c) Tulang
Perubahan yang terjadi di tulang meliputi berkurangnya kepadatan
tulang. Berkurangnya kepadatan tulang ini menjadi penyebab
osteoporosis pada lansia. Kejadian jangka panjang yang akan terjadi
ketika lansia telah mengalami osteoporosis adalah nyeri, deformitas
14

dan fraktur. Oleh sebab itu, aktivitas fisik pun menjadi upaya preventif
yang tepat.
d) Otot
Perubahan yang terjadi pada otot lansia meliputi penurunan jumlah
dan ukuran serabut otot, peningkatan jaringan penghubung dan
jaringan lemak pada otot. Akibat terjadinya perubahan morfologis
pada otot, lansia akan mengalami penurunan kekuatan, penurunan
fleksibilitas, peningkatan waktu reaksi dan penurunan kemampuan
fungsional otot.
e) Sendi
Perubahan pada lansia di daerah sendi meliputi menurunnya
elastisitas jaringan ikat seperti tendon, ligament dan fasia. Terjadi
degenerasi, erosi serta kalsifikasi pada kartilago dan kapsul sendi.
Terjadi perubahan pula pada sendi yang kehilangan fleksibilitasnya
sehingga luas dan gerak sendi pun menjadi menurun. Akibatnya lansia
akan mengalami nyeri sendi, kekakuan sendi, gangguan aktifitas,
gangguan jalan.
b. Perubahan Mental
Beberapa faktor yang memengaruhi perubahan mental pada lansia yaitu
kesehatan, tingkat pendidikan, lingkungan, keturunan, dan perubahan fisik
terutama panca indera.
c. Perubahan Psikososial
1) Lansia cenderung merasakan sadar atau tidak sadar akan terjadinya
kematian.
2) Merasakan perubahan dalam cara hidup.
3) Merasakan perubahan ekonomi akibat pemberhentian jabatan dan
peningkatan gaya hidup.
4) Merasakan pensiun (kehilangan) banyak hal seperti finansial,
pekerjaan, sahabat, dan status pekerjaan.
5) Merasakan penyakit kronis dan ketidakmampuan.
15

6) Merasakan kesepian akibat pengasingan dari lingkungan sosial.


7) Mengalami gangguan pancaindera.
8) Lansia mulai mengalami perubahan dalam konsep diri, serta lansia
akan merasakan rangkaian dari proses kehilangan.
d. Perubahan Spiritual
Perubahan yang terjadi pada lansia yang berhubungan dengan
perkembangan spiritualnya adalah dari segi agama/kepercayaan lansia yang
akan semakin terintegerasi dalam kehidupan, pada perubahan spiritual ini
ketika usia mencapai 70 tahun lansia akan berfikir dan bertindak dalam
memberikan contoh bagaimana cara mencintai dan bagaimana cara berlaku
adil. Perubahan yang lain yaitu lansia akan semakin matur dalam kehidupan
keagamaannya yang tercermin dalam perilaku sehari-hari
2.2 Kualitas Hidup Lansia
2.2.1 Definisi Kualitas Hidup Lansia
World Health Organization Quality of Life (dalam Billington dkk, 2010)
mendefinisikan kualitas hidup sebagai persepsi individu dari posisi individu
dalam kehidupan dalam konteks sistem budaya dan nilai dimana individu hidup
dan dalam kaitannya dengan tujuan, harapan, standar dan ke khawatiran. Kualitas
hidup adalah konsep yang luas mulai terpengaruh dengan cara yang kompleks
dengan kesehatan fisik individu, keadaan psikologis, keyakinan pribadi,
hubungan sosial dan hubungan individu dengan fitur-fitur penting dari lingkungan
individu
Menurut World Health Organization Quality of Life (WHOQOL), kualitas
hidup adalah kondisi fungsional lansia yang meliputi kesehatan fisik yaitu
aktivitas sehari-hari, ketergantungan pada bantuan medis, kebutuhan istirahat,
kegelisahan tidur, penyakit, energi dan kelelahan, mobilitas, aktivitas sehari-hari,
kapasitas pekerjaan. Kesehatan psikologis yaitu perasaan positif, penampilan dan
gambaran jasmani, perasaan negatif, berfikir, belajar, konsentrasi, mengingat, self
esteem dan kepercayaan individu. Hubungan sosial lansia yaitu dukungan sosial,
hubungan pribadi, serta aktivitas seksual, dan kondisi lingkungan yaitu
16

lingkungan rumah, kebebasan, keselamatan fisik, aktivitas di lingkungan,


kendaraan, keamanan, sumber keuangan, kesehatan dan kepedulian sosial
(Yulianti dkk, 2014).
2.2.2 Domain Kualitas Hidup Lansia
World Health Organization Quality of Life – BREF (1998) membagi kualitas
hidup dalam empat domain yaitu fisik, psikologis, hubungan sosial, dan
lingkungan:
1. Domain Fisik
WHOQoL membagi domain fisik pada tiga bagian, yaitu:
a. Nyeri dan ketidaknyamanan
Menilai pengalaman sensasi fisik yang tidak menyenangkan yang dialami
oleh pasien dan sampai sejauh mana sensasi tersebut mengganggu dan
mempengaruhi kehidupan sehari-harinya.
b. Tenaga dan lelah
Aspek ini mengeksplor tenaga, antusiasme dan keinginan individu untuk
selalu dapat melakukan aktivitas sehari-hari, sebaik aktivitas lain seperti
rekreasi. Kelelahan membuat individu tidak mampu mencapai kekuatan yang
cukup untuk merasakan hidup yang sebenarnya. Kelelahan merupakan akibat
dari beberapa hal seperti sakit, depresi, atau pekerjaan yang terlalu berat.
c. Tidur dan Istirahat
Aspek ini fokus pada seberapa banyak tidur dan istirahat. Masalah tidur
termasuk kesulitan untuk pergi tidur, bangun tengah malam, bangun di pagi
hari dan tidak dapat kembali tidur dan kurang segar saat bangun di pagi hari.
2. Domain Psikologis
WHOQoL membagi domain psikologis pada lima bagian, yaitu:
a. Perasaan positif
Menilai seberapa besar pengalaman perasaan positif yang memberikan
perasaan kebahagiaan, penuh harapan, kedamaian, kenikmatan terhadap hal-
hal yang menyenangkan dalam hidup serta pandangan tentang masa
depannya.
17

b. Berfikir, belajar, ingatan dan konsentrasi


Aspek ini mengeksplor pandangan individu terhadap pikiran,
pembelajaran, ingatan, konsentrasi dan kemampuannya dalam membuat
keputusan. Hal ini juga termasuk kecepatan dan kejelasan individu mengambil
gagasan.
c. Harga diri
Aspek ini menguji apa yang individu rasakan tentang diri mereka sendiri.
Hal ini bisa saja memiliki jarak dari perasaan positif sampai perasaan yang
negatif tentang diri mereka sendiri. Perasaan seseorang dari harga sebagai
individu dieksplor. Aspek dari harga diri fokus dengan perasaan individu dari
kekuatan diri, kepuasan dengan diri dan kendali diri.
d. Gambaran diri dan penampilan
Aspek ini menguji pandangan individu dengan tubuhnya. Apakah
penampilan tubuh kelihatan positif atau negatif. Fokus pada kepuasan
individu dengan penampilan dan akibat yang dimilikinya pada konsep diri.
Hal ini termasuk perluasan dimana apabila ada bagian tubuh yang cacat akan
bisa dikoreksi misalnya dengan berdandan, berpakaian, menggunakan organ
buatan dan sebagainya.
e. Perasaan negatif
Aspek ini fokus pada seberapa banyak pengalaman perasaan negatif
individu, termasuk patah semangat, perasaan berdosa, kesedihan,
keputusasaan, kegelisahan, kecemasan, dan kurang bahagia dalam hidup. Hal
ini termasuk pertimbangan dari seberapa menyedihkan perasaan negatif dan
akibatnya pada fungsi keseharian individu.
3. Domain Hubungan sosial
WHOQoL membagi domain hubungan sosial menjadi dua bagian, yaitu:
a. Hubungan perorangan
Menilai seberapa jauh hubungan pertemanan, cinta dan dukungan yang
diharapkan dan diperoleh dalam menjalin hubungan intim baik secara
emosional maupun fisik.
18

b. Dukungan sosial
Aspek ini menguji apa yang individu rasakan pada tanggung jawab,
dukungan, dan tersedianya bantuan dari keluarga dan teman. Aspek ini fokus
pada seberapa banyak yang individu rasakan pada dukungan keluarga dan
teman, faktanya pada tingkatan mana individu tergantung pada dukungan di
saat sulit.
4. Domain Lingkungan
WHOQoL membagi domain lingkungan pada delapan bagian, yaitu:
a. Keamanan fisik dan keamanan
Aspek ini menguji perasaan individu pada keamanan dari kejahatan fisik.
Ancaman pada keamanan bisa timbul dari beberapa sumber seperti tekanan
orang lain atau politik. Aspek ini berhubungan langsung dengan perasaan
bebas individu.
b. Lingkungan rumah
Aspek ini menguji tempat yang terpenting dimana individu tinggal
(tempat berlindung dan menjaga barang-barang). Kualitas sebuah rumah dapat
dinilai pada kenyamanan, tempat teraman individu untuk tinggal.
c. Sumber penghasilan
Menilai pandangan pasien tentang sumber keuangan yang diperolehnya
apakah dapat memenuhi seluruh kebutuhan hidupnya agar gaya hidup yang
nyaman baginya dapat terpenuhi.
d. Kesehatan dan perhatian sosial ketersediaan dan kualitas
Aspek ini menguji pandangan individu pada kesehatan dan perhatian
sosial di dekat sekitar. Dekat berarti berapa lama waktu yang diperlukan untuk
mendapatkan bantuan.
e. Kesempatan untuk memperoleh informasi baru dan keterampilan
Aspek ini menguji kesempatan individu dan keinginan untuk mempelajari
keterampilan baru, mendapatkan pengetahuan baru, dan peka pada apa yang
terjadi. Termasuk program pendidikan formal, atau pembelajaran orang
dewasa atau aktivitas di waktu luang, baik dalam kelompok atau sendiri.
19

f. Partisipasi dalam kesempatan berekreasi dan waktu luang


Aspek ini mengeksplor kemampuan individu, kesempatan dan keinginan
untuk berpartisipasi dalam waktu luang, hiburan dan relaksasi.
g. Lingkungan fisik (polusi/ keributan/ kemacetan/ iklim)
Aspek ini menguji pandangan individu pada lingkungannya. Hal ini
mencakup kebisingan, polusi, iklim dan estetika lingkungan dimana
pelayanan ini dapat meningkatkan atau memperburuk kualitas hidup.
h. Transportasi
Aspek ini menguji pandangan individu pada seberapa mudah untuk
2.2.3 Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup
Faktor-faktor yang mempegaruhi kualitas hidup menurut Moons, Marquet,
Budst, & de Geest (2004) mengekemukakakan konseptualisasi, sebagai berikut:
1. Jenis Kelamin
Moons, Marquet, Budst, dan de Geest (2004) mengatakan bahwa gender
adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas hidup. Hal ini
mengindikasikan adanya perbedaan aspek-aspek kehidupan dalam hubungannya
dengan kualitas hidup pada laki-laki dan perempuan.
2. Usia
Moons, Marquet, Budst, dan de Geest (2004) mengatakan bahwa usia adalah
salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas hidup. Adanya perbedaan yang
terkait dengan usia dalam aspek-aspek kehidupan yang penting bagi individu.
3. Pendidikan
Moons, Marquet, Budst, dan de Geest (2004) mengatakan bahwa tingkat
pendidikan adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kualitas hidup
subjektif. Adanya pengaruh positif dari pendidikan terhadap kualitas hidup
subjektif namun tidak banyak. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan
semakin meningkatnya kualitas hidupnya.
4. Pekerjaan
Moons, Marquet, Budst, dan de Geest (2004) mengatakan bahwa terdapat
perbedaan kualitas hidup antara penduduk yang berstatus sebagai pelajar,
20

penduduk yang bekerja, penduduk yang tidak bekerja (atau sedang mencari
pekerjaan), dan penduduk yang tidak mampubekerja (atau memiliki disablity
tertentu).
2.2.4 Alat Ukur Kualitas Hidup Lansia
Bagian kesehatan mental WHO mempunyai proyek organisasi kualitas
kehidupan dunia (WHOQOL). Proyek ini bertujuan mengembangkan suatu
instrument penilaian kualitas hidup. Instrumen WHOQOL – BREF ini telah
dikembangkan secara kolaborasi diberbagai belahan dunia. Instrumen ini terdiri
dari 26 item pertanyaan dimana 2 pertanyaan tentang kualitas hidup lansia secara
umum dan 24 pertanyaan lainnya mencakup empat domain. Empat domain
tersebut adalah:
a. Kesehatan fisik yaitu pada pertanyaan nomor 3, 4, 10, 15, 16, 17 dan 18
b. Psikologis yaitu pada pertanyaan nomor 5, 6, 7, 11, 19 dan 26
c. Hubungan sosial yaitu pada pertanyaan nomor 20, 21, dan 22
d. Lingkungan yaitu pada pertanyaan nomer 8, 9, 12, 13, 14, 23, 24 dan 25
World Health Organization (WHO) telah mengembangkan sebuah instrument
untuk mengukur kualitas hidup seseorang yaitu WHO Quality of Life -BREF
(WHOQOL-BREF). Distribusi ke-26 pertanyaan dari WHOQOL-BREF adalah
simetris dan hasil penelitian menunjukkan instumen WHOQOL-BREF valid dan
reliable untuk mengukur kualitas hidup pada lansia.
Kemampuan cross-cultural dari instrument WHOQOL-BREF merupakan
suatu keunggulan dan mendukung premis yang menyatakan instrument ini dapat
digunakan sebagai alat screening. WHOQOL-BREF merupakan suatu instrumen
yang valid dan reliable untuk digunakan baik pada populasi lansia maupun
populasi dengan penyakit tertentu. Instrumen ini telah banyak digunakan
diberbagai negara industri maupun berkembang pada populasi penderita hati dan
paru-paru yang kronik sebagai alat screening (Salim dkk, 2007).
Instumen WHOQOL-BREF merupakan instrument yang sesuai untuk
mengukur kualitas hidup dari segi kesehatan terhadap lansia dengan jumlah
21

responden yang kecil, mendekati distribusi normal, dan mudah untuk digunakan
(Hwang dkk, 2003).
2.3 Latihan Keseimbangan
2.3.1 Pengertian Latihan Keseimbangan
Latihan keseimbangan adalah serangkaian gerakan yang dilakukan dengan
tujuan untuk meningkatkan keseimbangan baik statis maupun dinamis melalui
stresching, strengthening (Kloos & Heiss dalam Masitoh, 2013). Latihan
keseimbangan adalah latihan khusus untuk membantu meningkatkan kekuatan
otot pada anggota gerak bawah dan sistem vestibular atau keseimbangan tubuh.
Ada beberapa gerakan yang digunakan dalam latihan keseimbangan diantaranya
seperti gerakan plantar fleski, hip fleksi, knee fleksi, side leg rise, (Kaesler et al.,
dalam Masitoh, 2013).
2.3.2 Pengaruh Latihan Keseimbangan
Dalam mempertahankan keseimbangan postural, lansia membutuhkan
informasi tentang posisi tubuh terhadap kondisi lingkungan sekitarnya yang
didapat dari reseptor sensoris perifer yang terdapat pada sistem visual, vestibular,
dan proprioseptif. Dari ketiga jenis reseptor ini, vestibular memiliki kontribusi
yang paling besar dalam mempertahankan keseimbangan disusul oleh visual dan
proprioseptif (Pajala, dalam Masitoh, 2013).
Kondisi lingkungan disekitar lansia dapat berada dalam keadaan stabil
maupun tak stabil. Keadaan yang mampu menyebabkan kondisi lingkungan
menjadi tidak stabil misalnya objek yang cepat, permukaan lantai yang bergerak,
permukaan pasir, busa dan sebagainya. Tubuh lansia akan membutuhkan control
postural yang lebih besar dari lingkungan yang tidak stabil ini. Kemunduran dan
perubahan morfologis neuromuskuler yang terjadi pada lansia akan menyebabkan
perubahan fungsional. Perubahan fungsional yang terjadi diantaranya adalah
penurunan kekuatan dan kontraksi otot, penurunan elastisitas dan fleksibilitas
otot, serta kecepatan dan waktu reaksi lambat. Penurunan ini selanjutnya akan
menyebabkan adanya perubahan kemampuan dalam mempertahankan suatu posisi
termasuk mempertahankan keseimbangan tubuh.
22

Latihan keseimbangan adalah serangkaian gerakan yang dilakukan untuk


meningkatkan keseimbangan postural baik dinamis maupun statis untuk
membantu otak menyesuaikan dengan perubahan sinyal (re-calibrate) sehingga
dengan sendirinya otak akan mampu beradaptasi, proses ini disebut central
compensation (Kaesler dalam Masitoh, 2013).
2.3.3 SOP Latihan Keseimbangan
Latihan keseimbangan merupakan latihan khusus untuk membantu
meningkatkan kekuatan otot pada anggota gerak bawah dan sistem vestibular atau
keseimbangan tubuh. Bertujuan untuk meningkatkan keseimbangan statis,
dinamis, dan aktivitas keseimbangan fungsional melalui peregangan dan
kekuatan. Selain itu, latihan keseimbangan juga menimbulkan kontraksi otot pada
lansia yang dapat mengakibatkan peningkatan serat otot sehingga komponen
sistem metabolism fosfagen, termasuk ATP dan fosofokreatin yang dapat
meningkatkan kekuatan otot pada lansia sehingga teradi peningkatan
keseimbangan.
Indikasi dilakukannya latihan keseimbangan adalah lansia yang berusia lebih
dari 60 tahun dan mengalami gangguan keseimbangan atau berisiko tinggi cedera
atau jatuh. Alat dan bahan yang digunakan untuk latihan keseimbangan ini adalah
kursi dengan/tanpa pegangan lengan atau tempat tidur. Latihan keseimbangan
dilakukan selama tiga kali dalam dua minggu. Lama latihan dilakukan selama 25
menit, dengan pemanasan 5 menit dan latihan selama 20 menit.
Persiapan terdiri dari dua persiapan yaitu persiapan tempat dan klien. Persiapan
tempat dapat dilakukan sesuai dengan kenyamanan lansia. Persiapan klien berupa:
memberi salam dan perkenalan diri, mengidentifikasi identitas klien, menjelaskan
tujuan tindakan intervensi, menjelaskan langkah-langkah intervensi yang akan
dilakukan, menjelaskan lama intervensi, mengatur tempat dan kenyamanan klien.
Latihan keseimbangan yang dilakukan lansia terdiri dari 8 gerakan utama
yaitu:
1. Pemanasan
2. Memutar bahu
23

3. Berjalan menyamping
4. Berjalan menyilang
5. Berjalan dengan tumit dan jari
6. Berdiri satu kaki
7. Bangun dari duduk
8. Pendinginan
Laihan ini dimodifikasi dari National Health Services-United Kingdom (NHS-
UK) dan Center for Disease Control and prevention (CDC).
2.4 Hasil Penelitian Yang Relevan
Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah:
2.4.1 Peningkatan Kualitas Hidup Lanjut Usia (Lansia) di Kota Depok
denganLatihan Keseimbangan
Hasil penelitian Mendes, Junaiti, dan Henny (2018) menunjukkan bahwa
latihan keseimbangan berpengaruh signifikan, meningkatkan kualitas hidup lansia
(p<0,001). Hal ini disebabkan karena latihan keseimbangan dapat meningkatkan
kesehatan fisik, kesehatan psikologis, hubungan sosial dan lingkungan.
Persamaan penelitian terdahulu dengan yang saya teliti adalah terletak pada
intervensi yang diterapkan sama-sama latihan keseimbangan untuk meningkatkan
kualitas hidup lansia. Perbedaannya yaitu penelitian yang dilakukan sebelumnya
dilaksanakan di Kota Depok, sedangkan penelitian saya dilakukan di Kota
Sumedang.
2.4.2 Independent Static Balance Training Contributes to Increased Stability and
Functional Capacity in Community –Dwelling Elderly People: A Randomized
Controlled Trial
Hasil penelitian Jacobson, B. H., et.all. (2011) menunjukkan bahwa
Perbandingan dengan berulang-ulang, kinerja sebelum dan setelah intervensi 12
minggu menghasilkan signifikan (P < 0,01) perbaikan untuk kelompok
eksperimen lebih baik daripada kelompok kontrol dalam pengulangan uji dari tes
duduk berulang 30 detik, dalam 8x gerakan kaki diangkat, dalam penilaian
24

keseimbangan dan dalam penilaian fungsi kaki meningkatkan kualitas hidup


lansia.
Persamaan penelitian terdahulu dengan yang saya teliti adalah terletak pada
intervensi yang diterapkan sama-sama latihan keseimbangan untuk
meningkatkan kualitas hidup lansia. Perbedaannya yaitu dalam waktu intervensi
penelitian yang dilakukan sebelumnya yaitu 12 minggu, sedangkan penelitian
saya dilakukan selama 8 minggu.
2.5 Kerangka Berpikir
Keseimbangan memiliki berbagai faktor yang sangat penting, sehingga faktor
keseimbangan disini berperan sangat besar pada lanjut usia didalam melakukan
kegiatan sehari-hari. Lansia identik dengan berbagai penurunan status kesehatan
terutama status kesehatan fisik. Berbagai teori tentang proses penuaan menunjukkan
hal yang sama. Status kesehatan lansia yang menurun seiring dengan bertambahnya
usia akan memengaruhi kualitas hidup lansia.
Seiring dengan bertambahnya usia akan timbul berbagai penyakit, penurunan
fungsi tubuh, keseimbangan tubuh dan tingginya risiko jatuh. Hal tersebut
berlawanan dengan keinginan para lansia agar tetap sehat, mandiri dan dapat
beraktivitas seperti biasa misalnya mandi, berpakaian, berpindah secara mandiri. Ini
akan menjadi masalah bagi lanjut usia ketika keseimbangan mereka tidak begitu baik
yang kemudian akan mempengaruhi dirinya untuk menjauhi lingkungannya dan
menurunkan kualitas hidup lanjut usia.
Latihan fisik seperti keseimbangan sangat penting bagi lansia dalam
meningkatkan kualitas hidup. Lansia yang berlatih atau beolahraga teratur dapat
meningkatkan hubungan sosial, meningkatkan kesehatan fisik dan kesehatan mental.
Latihan juga berperan penting dalam mengurangi risiko penyakit dan memelihara
fungsi tubuh lansia (Ko & Lee, 2012). Selain itu, latihan dapat mencegah kelelahan
fisik karena meningkatkan fungsi kardiovaskuler, sistem saraf pusat, sistem imun dan
sistem endokrin.
25

Lansia

Penurunan Penurunan Penurunan Penurunan


sistem sistem visual sistem sistem
somatosensory vestibular muskuloskeletal

Penurunan Penurunan
propioceptif Penurunan
ketajaman
massa otot dan
jumlah serabut
otot

Penurunan
Penurunan control kekuatan otot
postural

Penurunan control
keseimbangan

Penurunan kualitas
hidup lansia
Latihan
Keseimbangan

Peningkatan kualitas hidup lansia

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir


2.6 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan pada kajian teori dan kerangka berpikir, maka hipotesis tindakan
penelitian ini yaitu latihan keseimbangan berpengaruh dalam meningkatkan kualitas
hidup lansia.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Kerangka Konsep
Kerangka konsep merupakan bagian penelitian yang menyajikan konsep atau teori
dalam bentuk kerangka konsep penelitian. Pembuatan kerangka konsep, mengacu
pada masalah-masalah yang akan diteliti atau berhubungan dengan penelitian dan
dibuat dalam bentuk diagram, bagan (Hidayat, 2009)

Latihan 1. Pemanasan; Kualitas


2. Memutar bahu; 1. Fisik,
Keseimbangan Hidup 2. Psikologis,
3. Berjalan Lansia
menyamping; 3. Hubungan
4. Berjalan sosial,
menyilang; 4. Lingkungan
5. Berjalan dengan
tumit dan jari;
6. Berdiri satu
kaki;
7. Bangun dari
duduk;
8. Pendinginan.

Latihan keseimbangan Latihan keseimbangan


berpengaruh terhadap tidak berpengaruh
kualitas hidup lansia terhadap kualitas hidup
lansia

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

26
27

3.2 Desain Penelitian


Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah quasi experiment
dengan pendekatan pre and post with control group design.
3.3 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan di Kelurahan Cipameungpeuk, Sumedang pada
bulan Mei-Juni 2023.
3.4 Populasi dan Sampel
3.4.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah lanjut usia (60-74 tahun) di Kelurahan
Cipameungpeuk Sumedang.
3.4.2 Sampel
Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah random
sampling. Teknik pemilihannya sebagai berikut; dari 11 RW di Kelurahan
Cipameungpeuk dipilih secara acak yaitu, RW 05 terpilih sebagai kelompok
kontrol; RW 06 terpilih sebagai kelompok perlakuan. Sampel berjumlah 40 lansia
(20 kontrol dari RW 05 dan 20 perlakuan dari RW 06).
Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah:
1. Bersedia menjadi responden
2. Berusia 60–74 tahun
3. Mampu berjalan, tidak menggunakan alat bantu jalan
4. Dapat membaca dan menulis
5. Mini Mental State Exam (MMSE) lebih dari 23
Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah:
1. Mengalami gangguan penglihatan
2. Mengalami gangguan pendengaran
3. Mengalami hipotensi postural
4. Mengikuti senam rutin
28

3.5 Instrumen Penelitian


Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Latihan keseimbangan yang dilakukan lansia terdiri dari 8 gerakan utama
yaitu: (1) pemanasan; (2) memutar bahu; (3) berjalan menyamping; (4)
berjalan menyilang; (5) berjalan dengan tumit dan jari; (6) berdiri satu kaki;
(7) bangun dari duduk; (8) pendinginan. Latihan ini dimodifikasi dari
National Health Services-United Kingdom (NHS-UK) dan Center for Disease
Control and prevention (CDC). Latihan keseimbangan ini dilakukan 2 kali
seminggu yaitu hari senin dan rabu setiap pukul 09.00 WIB selama delapan
minggu. Setiap latihan berdurasi 30 menit dengan masing-masing pemanasan
dan pendinginan dilakukan selama 5 menit.
2. Kualitas hidup pada lansia diukur dengan menggunakan WHOQOL-BREF.
Instrumen ini mengukur 4 komponen penting yaitu komponen fisik,
psikologis, hubungan sosial dan lingkungan (WHO, 2012). Instrumen ini
terdiri dari 26 item pertanyaan yang telah mewakili komponen-komponen
yang akan diukur dari kualitas hidup. Kuesioner ini menggunakan skala Likert
dengan rating scale dari 1–5. Terdiri dari 26 item pertanyaan (WHO, 2012).
Caballero, et al. (2013) mengatakan instrumen WHOQOL memiliki
reliabilitas yang ditunjukkan oleh nilai Cronbach’s alpha antara 0,84–0,88.
Nilai validitas menunjukkan nilai r= 0,75.
3.6 Definisi Operasional

Tabel 3.1

Definisi Operasional

No Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala


Operasional

1 Latihan Latihan khusus (1) pemanasan; Kriteria Nominal


Keseimbangan untuk (2) memutar pengukuran
membantu bahu; (3) :
29

meningkatkan berjalan a. 0 = tidak


kekuatan otot menyamping; dilakukan
pada anggota (4) berjalan
b. 1=
gerak bawah menyilang; (5)
dilakukan
dan sistem berjalan
vestibular atau dengan tumit
keseimbangan dan jari; (6)
tubuh berdiri satu
kaki; (7)
bangun dari
duduk; (8)
pendinginan.
2 Kualitas Kualitas hidup Kuesioner Kriteria Ordinal
Hidup adalah terdiri dari 26 pengukuran
persepsi pernyataan :
individu dari WHOQOL-
a. Kualitas
posisi individu BREF
hidup baik
dalam
jika nilai T
kehidupan
skor yang
dalam konteks
diperoleh
sistem budaya
responden
dan nilai
dari
dimana
kuesioner >
individu hidup
T mean
dan dalam
kaitannya b.Kualitas

dengan tujuan, hidup

harapan, buruk jika

standar dan ke nilai T skor


30

khawatiran. diperoleh
responden
dari
kuesioner ≤
T mean

3.7 Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian yang dilakukan peneliti dalam melakukan penelitian adalah


sebagai berikut :

1. Tahap awal (persiapan dalam penelitian)

a. Mengadakan studi yang berkaitan dengan kualitas hidup lansia

b. Pembuatan proposal untuk kerangka awal dalam acuan penelitian.

c. Menentukan populasi dan sampel penelitian.

d. Menyusun instrumen penelitian. Adapun langkah-langkahnya sebagai


berikut:

1) Membuat rancangan program pemberian perlakuan.

2) Membuat rancangan pretesst, treatment dan posttest.

3) Mengkonsultasikan dengan dosen pembimbing penelitian.

4) Mulai penelitian di RW 05 dan RW 06 Kelurahan Cipameungpeuk,


Sumedang.

2. Tahap pelaksanaan penelitian

a. Melakukan pretest

b. Melakukan treatment (perlakuan).

c. Melakukan posttest.
31

3.8 Teknik Analisa Data


Analisis data menggunakan perangkat lunak analisis data. Paired t-test
(dependent t-test) digunakan untuk membandingkan kualitas hidup sebelum dan
sesudah perlakuan baik pada kelompok perlakuan maupun kontrol sedangkan uji t-
independent (pooled t-test) digunakan untuk menganalisis beda mean setelah
perlakuan pada kelompok perlakuan dan kontrol (Dahlan, 2009).
3.9 Etika Penelitian
Setelah mendapat persetujuan barulah dilakukan penelitian dengan menekankan
masalah etika meliputi:
1. Lembar Persetujuan (Informed Consent)
Peneliti memberikan informed consent (lembar persetujuan) kepada responden
sebelum dilakukan penelitian. Semua responden ikut berpartisipasi dalam penelitian
dengan mengisi lembar informed consent.
2. Otonomi (autonomy)
Peneliti memberikan kebebasan kepada responden untuk menjawab setiap
pertanyaan sesuai dengan kehendak responden tersebut tanpa paksaan dari peneliti.
Responden menjawab kuesioner secara mandiri.
3. Privacy and Confidentiality (Privasi dan Kerahasiaan)
Peneliti menjaga kerahasiaan atas informasi yang diberikan responden untuk
kepentingan penelitian. Identitas responden hanya diisi dengan inisial nama.
4. Justice and Inclusiveness (Jujur dan Keterbukaan)
Responden maupun peneliti memperoleh perlakuan dan keuntungan yang sama
dalam penelitian ini. Peneliti mendapat data sedangkan responden mendapatkan
pengetahuan tentang senam.
5. Kemanfaatan (Beneficience)
Peneliti memberi jaminan bahwa responden bebas dari segala penderitaan selama
penelitian berlangsung karena tidak ada aspek yang membahayakan.
DAFTAR PUSTAKA

Allender, J., A., Rector, C., & Warner, K.,D. (2014). Community and Public Health
Nursing Promoting The Public’s Health (8th Ed). Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins.

Aspiani. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gerontik. Jakarta: Trans Info Media
Aviana Gita Lara, & Atik Choirul Hidajah. (2017). Hubungan Pendidikan, Kebiasaan
Olahraga, Dan Pola Makan Dengan Kualitas Hidup Lansia Di Puskesmas
Wonokromo Surabaya. Jurnal Promkes: The Indonesian Journal of Health
Promotion and Health Education (Jurnal Promosi Dan Pendidikan Kesehatan
Indonesia), 1, 59. https://e-
resources.perpusnas.go.id:2116/10.20473/jpk.V4.I1.2016.59-69.
Ayu, R., P., & Etty, R. (2017). Depresi Berhubungan Dengan Kualitas Hidup Lansia
di Panti Sosial Tresna Werdha Di Jakarta. Jurnal Keperawatan Indonesia,
20(3), 133-138. https://e-resources.perpusnas.go.id:2116/10.7454/jki.v20i3.636

Badan Pusat Statistik (BPS). (2016). Surveri Penduduk Antar Sensus (Supas) 2015.
Available at: www.bkkbn.go.id.
Billington, D. Rex., Landon, Jason., Christian, & Shepherd, Daniel. (2010). The New
Zealand World HealthOrganization Quality of Life (WHOQoL). Group.Journal
of the New Zealand Medical Association. Vol.123, (65-70).
Eliopoulus, C. (2010). Gerontological Nursing (7th ed). China: Wolters Kluwer
Health/ Lippincott Williams & Wilkins.
Fatmah. (2010). Gizi Usia Lanjut. Jakarta: Erlangga
Hidayat, A. (2009). Metode Penelitian Keperawatan dan Tekhnik Analisis Data.
Jakarta: Salemba Medika.

Hwang, dkk. (2003). Suitability of The WHOQOL-BREF For Community- Dwelling


Older People In Taiwan. Journal of Age and Ageing, Vol.32.
Jacobson, B. H., et.all. (2011). Independent Static Balance Training Contributes To
Increased Stability And Functional Capacity In Community-Dwelling Elderly

32
33

People: A Randomized Controlled Trial. Clinical Rehabilitation, 25(6), 549–


556. Doi:10.1177/0269215510392390
Khalifah., N., S. (2016). Keperawatan Gerontik. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia
Ko, J., E., & lee, S., H. (2012). A Multilevel Modeling of Factors Affecting
Depression Among Older Korean Adults. Mental Health & Social Work, 40 (1),
322-351.

Kusuma Wati, D., Sahar, J., &Rekawati, E. (2018). Effectivenes of Lafiska Exercise
on Risk of Fall, Balance, and Health Status in Elderly. Enfermeria Clinica, 28,
337-342. Doi: 10.1016/s1130-8621(18)30181-5
Masitoh. (2013). Pengaruh Balance Exercise Terhadap Keseimbangan Postural Pada
Lanjut Usia Di Posyandu Abadi Sembilan Gonilan Sukoharjo.(Skripsi).
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Mendes, S., Junaiti, S., Henny, P. (2018). Peningkatan Kualitas Hidup Lanjut Usia
(Lansia) Di Kota Depok Dengan Latihan Keseimbangan. Jurnal Keperawatan
Indonesia, Vol 21, Iss 2, Pp 109-116 (2018). Doi: 10.7454/jki.v21i2.584.
Retrieved from: https://e-resources.perpusnas.go.id:2116/10.7454/jki.v21i2.584
Moons, Marquet, Budst, dan de Geest. (2004). Validity, reliability and responsiveness
of the “schedule for the evaluation of individual quality of life - direct
weighting” (SEIQoL-W) in congenital heart desease. Health and quality of life
outcomes.
Rohmah, dkk. (2012). Kualitas Hidup Lansia. Jurnal Keperawatan, Vol. 3, No.2,
ISSN 2086-3071.

Salim, dkk. (2007). Validitas dan Reliabilitas World Health Organization Quality of
Life-BREF untuk Mengukur Kualitas Hidup Lanjut Usia. Jurnal Ilmu
Kedokteran Komunitas, Vol. 26, No.1.
United Nations (UN). (2015). Ageing Population. Available at: www.bkkbn.go.id.

UNFPA. (2012). Ageing in The Twenty-First Century: a Celebration and a


Challenge. Available at: www.bkkbn.go.id.
34

Yulianti, dkk. (2014). Hubungan Tingkat Depresi Dengan Kualitas Tidur Pada Lansia
di Dusun Semenharjo Suruhkalang Jateng. Jurnal Keperawatan, Vol.2, No.4
menemukan dan menggunakan pelayanan transportasi.
WHO. (1998). The World Health Organization Quality Of Life Assesment
(WHOQOL): Development and General Psychometric Properties. Soc. Sci.
Med. Vol 46, No.12, pp. 1569-1585. Great Britain

Anda mungkin juga menyukai