Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

EPIDEMIOLOGI KESEHATAN REPRODUKSI


“Epidemiologi Penyakit dan Gangguan Reproduksi saat Usia Lanjut”

DOSEN PENGAMPU :
Dr. Merry Ramadani, S.K.M, M.K.M.

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 5
Fayza Afrionita 2011212031
Hanadia Charlina 2011211058
Khairunnisa Alzara 2011213011
Sabilla Hanifa 2011212052
Syintari Anugrah Illahi 2011211046

DEPARTEMEN KESEHATAN REPRODUKSI 2020


PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur Kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, dan hidayah-Nya Kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Epidemiologi
Penyakit dan Gangguan Reproduksi saat Lanjut Usia” ini dengan baik meskipun banyak
kekurangan di dalamnya. Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Merry Ramadani,
S.K.M., M.K.M. yang telah bersedia mengampu Kami dalam menyusun makalah mata kuliah
Epidemiologi Kesehatan Reproduksi.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai “Epidemiologi Penyakit dan Gangguan Reproduksi saat
Lanjut Usia”. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, Kami berharap adanya kritik, saran,
dan usulan demi perbaikan makalah yang akan Kami buat di masa yang akan datang.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami dan berguna bagi siapapun yang
membacanya. Sebelumnya Kami memohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan. Atas perhatiannya, Kami ucapkan terima kasih.

Padang, 29 Maret 2023

Kelompok 5

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. ii

DAFTAR ISI ............................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 2

1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................... 3

2.1 Epidemiologi Penyakit dan Gangguan Reproduksi saat Lanjut Usia .......... 3

2.2 Masalah Kesehatan Reproduksi Lanjut Usia ............................................... 4

2.3 Upaya Pencegahan Masalah Kesehatan Reproduksi Lanjut Usia ............... 10

BAB III PENUTUP ................................................................................................. 12

3.1 Kesimpulan ................................................................................................. 12

3.2 Saran ........................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 13

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Lanjut usia (lansia) merupakan seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun
keatas dan telah mengalami perubahan biologis, fisik, kejiwaan dan sosial (Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional, 2013). Proses penuaan berdampak tidak hanya
pada perubahan fisik, tetapi juga kognitif, perasaan, sosial dan sexual (Kholifah, 2016).
Perubahan yang di alami lansia ini yang menyebabkan lansia dengan persentase tertinggi
dapat mengalami kesulitan mengurus diri sendiri dengan tingkat kesulitan sedikit
maupun parah (BPS, 2017). Meningkatnya jumlah penduduk lanjut usia akan
menimbulkan berbagai permasalahan dan mempengaruhi angka beban ketergantungan.
Untuk mengurangi beban ketergantungan ini, lanjut usia harus bisa hidup mandiri dan
tetap hidup produktif di masa tua mereka (Kementrian Kesehatan RI, 2018) Populasi
lanjut usia terus meningkat. Pada tahun 2012 Indonesia termasuk negara Asia ketiga
dengan jumlah absolut populasi di atas 60 tahun terbesar. Indonesia akan mencapai 100
juta lanjut usia (lansia) pada tahun 2050.
Berdasarkan data proyeksi penduduk, diperkirakan tahun 2017 terdapat 23,66 juta
jiwa penduduk lansia di Indonesia (9,03%). Diprediksi jumlah penduduk lansia tahun
2020 (27,08 juta), tahun 2025 (33,69 juta), tahun 2030 (40,95 juta) dan tahun 2035
(48,19 juta) (BPS, 2016). Fenomena terjadinya peningkatan jumlah penduduk lansia
disebabkan oleh perbaikan status kesehatan akibat kemajuan teknologi dan penelitian-
penelitian kedokteran, perbaikan status gizi, peningkatan usia harapan hidup, pergeseran
gaya hidup dan peningkatan pendapatan perkapita. Hal tersebut menyebabkan terjadinya
transisi epidemiologi dari penyakit infeksi menuju penyakit degeneratif (Laka, Widodo,
& Rahayu, 2018). Besarnya peningkatan jumlah penduduk lansia pada beberapa tahun
mendatang menuntut perhatian yang amat serius dari berbagai pihak (Pusdatin
Kemenkes, 2017).
Keadaan Lanjut Usia Di Sumatera Barat menurut Proyeksi Proporsi Penduduk
Umur lebih dari 65 tahun terjadi peningkatan jumlahnya dari 5.5% menjadi 6.2% pada
tahun 2020 dan meningkat lagi menjadi 9.4% pada tahun 2035. Hal ini juga disertai
meningkatnya angka harapan hidup dari kurun waktu 2015-2020 yaitu dari 67.9 menjadi

1
68.8 tahun (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2013). Jumlah penduduk lansia
di Sumatera Barat terbagi menjadi lansia muda (60-69 tahun) sebanyak 214.776 orang,
lansia menengah (70-79 tahun) sebanyak 126.448 orang, dan lansia tua (80 tahun ke atas)
sebanyak 50.592 orang (BPS, 2017).
Pemecahan masalah sangat diperlukan untuk meningkatkan status kesehatan pada
lansia. Pelayanan kesehatan dituntut untuk memberikan pendidikan kesehatan untuk
mengurangi kecemasan (Bestari & Wati, 2016). Peran perawat diperlukan untuk
menganalisa faktor determinan sosial kesehatan jiwa yang paling dominan yang
berhubungan dengan kecemasan. Hal ini diperlukan untuk menentukan pilihan intervensi
keperawatan yang yang tepat sebagai upaya untuk menurunkan tingkat kecemasan pada
lanjut usia.
Maka dari itu, Kami dari Kelompok 5 menuliskan sebuah makalah yang berjudul
Epoidemiologi Penyakit dan Gangguan Reproduksi saat Usia Lanjut guna mengetahui
lebih lanjut bagaimana epidemiologi, permasalahan, dan upaya penanggulangan masalah
kesehatan reproduksi usia lanjut.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana epidemiologi penyakit dan gangguan reproduksi saat lanjut usia?
1.2.2 Bagaimana permasalahan kesehatan reproduksi lanjut usia?
1.2.3 Bagaimana upaya pencegahan masalah kesehatan reproduksi lanjut usia?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Mengetahui epidemiologi penyakit dan gangguan reproduksi saar lanjut usia
1.3.2 Mengetahui permasalahan kesehatan reproduksi lanjut usia
1.3.3 Mengetahui upaya pencegahan masalah kesehatan reproduksi lanjut usia

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Epidemiologi Penyakit dan Gangguan Reproduksi saat Lanjut Usia


Sejalan dengan prediksi WHO mengenai tren peningkatan jumlah lansia di
berbagai negara di dunia, Indonesia termasuk salah satu negara yang mengahadapi
kecenderungan tersebut. Badan Pusat Statistika merilis jumlah data lansia berdasarkan
hasil Survei Penduduk Antar Sensus Tahun 2016 diperkirakan jumlah lansia (Usia 60
Tahun ke atas) di Indonesia sebanyak 22.630.882 jiwa. Angka ini diperkirakan
meningkat menjadi 31.320.066 jiwa pada tahun 2022.
Proses menua sebagai akumulasi dari kerusakan pada tingkat seluler dan
molekuler yang terjadi pada waktu yang lama seringkali dikaitkan dengan kejadian
penyakit tidak menular. Berbagai studi telah menunjukan usia merupakan salah satu
faktor risiko penyakit tidak menular.
Lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas. Semakin bertambah
usia permasalahan seperti fisik, jiwa, spiritual, ekonomi dan sosial kemungkinan akan
semakin meningkat. Masalah kesehatan akibat proses degenaratif merupakan salah satu
permasalahan yang sangat mendasar pada lanjut usia. Penyakit tidak menular seperti
hipertensi, diabetes, masalah gigi-mulut merupakan penyakit terbanyak pada lanjut usia.
A. Perubahan Seksual pada saat Lanjut Usia
1) Wanita
• Penurunan Sekresi estrogen setelah menopause
• Hilangnya kelenturan / elastisitas jaringan payudara
• Cerviks yang menyusut ukurannya
• Dinding vagina memendek atropiukurannya
• Berkurangnya pelumas vagina
• Matinya seks steroid secara tidak langsung mempengaruhi aktivitas seks
• Perubahan “penuaan” meliputi penipisan bulu kemaluan, penyusutan bibir
kemaluan, penipisan selaput lendir vagina dan kelemahan utotperinael
2) Pria
• Produksi testosteron menurun secara bertahap. Penurunan ini mungkin
juga akan menurunkan karisma dan kesejahteraan

3
• Kelenjar prostat biasanya membesar
• Respons seksual terutama fase penggairahan, menjadi lambat dan ereksi
yang sempurna mungkin juga tertunda.
• Fase orgasme, lebih singkat dengan ejakulasi yang tanpa disadari.
• Kemampuan ereksi kembali setelah ejakulasi semakin panjang
• Ereksi pagi hari (morningerection) juga semakin jarang terjadi.
B. Masalah Prioritas pada Kelompok Lanjut Usia
1) Gangguan pada masa menopause
2) Osteoporisis
3) Kanker prostat
4) Penyakit kardiovaskular

2.2 Masalah Kesehatan Reproduksi Lanjut Usia


1. Epidemiologi
Bentuk prostat diantaranya yaitu sarkoma (0,1-0,2%), karsinoma sel transisional
(1-4%), limfoma dan leukimia serta adenokarsinoma prostat. Kanker prostat
adalah keganasan tersering dan penyebab kematian karena kanker paling utama
pada pria di negara Barat, menyebabkan 94.000 kematian di Eropa pada 2008 dan
lebih dari 28.000 kematian di Amerika Serikat pada 2012. Data di Amerika
Serikat menunjukkan bahwa lebih dari 90% kanker prostat ditemukan pada
stadium dini dan regional, dengan angka kesintasan (survival rate) 5 tahun
mendekati 100%. Di Asia, insiden kanker prostat rata-rata adalah 7,2 per 100.000
pria pertahun. Menurut GLOBOCAN tahun 2018 menggambarkan bahwa kanker
prostat menempati urutan ke-3 kasus baru untuk semua kanker di dunia (7,1%).
Kanker prostat juga merupakan penyebab kematian karena kanker urutan kedua
pada pria setelah kanker paru-paru.
2. Global
Pada tahun 2018, diperkirakan sebanyak 165.690 kasus kanker prostat baru
ditemukan di Amerika Serikat. Kasus ini dialami oleh 1 dari 6 orang pria
Kaukasia dan 1 dari 5 orang pria etnis Afrika-Amerika. Pada tahun 2030, kasus
kanker prostat diestimasi akan meingkat menjadi 1,7 juta kasus dan menyebabkan
499.000 kematian.

4
3. Indonesia
Berdasarkan data Departemen Kesehatan 2013, kasus kanker prostat memiliki
prevalensi sebesar 0,2% di Indonesia. Prevalensi tertinggi ditemukan di provinsi
Sulawesi Utara dan Selatan, D.I Yogyakarta, serta Bali. Sedangkan berdasarkan
estimasi jumlah penderita penyakit kanker prostat terbanyak berada pada Provinsi
Jawa Timur dan Provinsi Jawa Tengah.
4. Definisi Kanker Prostat
Kanker prostat adalah penyakit kanker yang berkembang di prostat, sebuah
kelenjar dalam sistem reproduksi lelaki. Hal ini terjadi ketika sel prostat
mengalami mutasi dan mulai berkembang di luar kendali. Sel ini dapat menyebar
secara metastasis dari prostat ke bagian tubuh lainnya, terutama tulang dan lymph
node. Kanker prostat dapat menimbulkan rasa sakit, kesulitan buang air kecil,
disfungsi ereksi dan gejala lainnya. Kanker prostat adalah keganasan yang terjadi
di dalam kelenjar prostat.
Beberapa dokter mempercayai bahwa kanker prostat dimulai dengan
perubahan sangat kecil dalam ukuran dan bentuk sel-sel kelenjar prostat.
Perubahan ini dikenal sebagai PIN (prostatic intraepithelial neoplasia). Hampir
setengah dari semua orang yang memiliki PIN setelah berusia di atas 50 tahun.
Orang yang mengalami PIN mengalami perubahan tampilan sel-sel kelenjar
prostat pada mikroskop. Perubahan ini dapat berupa tingkat rendah (hampir
normal) atau bermutu tinggi (abnormal).
5. Faktor Risiko
a. Usia
Jarang terjadi pada usia dibawah 40 tahun, namun insidensi meningkat
dengan cepat pada usia diatasnya.
b. Ras
Kanker jenis ini sering mempengaruhi orang-orang di Afrika, di Amerika
dan laki-laki Karibia. Di Amerika Serikat, ras Afrika memiliki risiko lebih
tinggi dari jenis kanker, dibandingkan orang Asia maupun Hispanik.
c. Diet dan Gaya Hidup
Diet tinggi lemak jenuh, daging merah, sedikit buah dan sedikit sayuran,
rendah tomat, rendah ikan dan/atau rendah kedelai meningkatkan risiko
terkena kanker prostat. Diet tinggi kalsium juga berhubungan dengan
peningkatan risiko kanker prostat. Hubungan kanker prostat dengan

5
obesitas masih konrtoversial, namun obesitas berhubungan dengan
tingginya grading kanker prostat.
d. Sejarah Keluarga
Memiliki anggota keluarga dengan karsinoma prostat meningkatkan risiko
penyakit. Seorang laki-laki yang memiliki ayah atau saudara laki-laki
yang terdiagnosa kanker pada usia 50 tahun memiliki risiko 2 kali lipat
lebih tinggi terkena karsinoma prostat. Risiko meningkat menjadi tujuh
sampai delapan kali lipat lebih tinggi pada laki-laki yang memiliki dua
atau lebih keluarga yang menderita kanker prostat.
e. Mutasi Genetik
Berhubungan dengan mutasi BRCA 1 atau BRCA 2 dan Sindrom Lynch.
f. Merokok
Hubungan merokok dengan karsinoma prostat belum jelas.
Klasifikasi kanker prostat dapat berdasarkan derajat keganasan dan stadium,
yaitu :
1) Derajat keganasan Derajat Adenokarsinoma prostat dengan sistem skor
Gleason (modifikasi). Skor Gleason adalah salah satu parameter yang
memperkirakan adanya risiko rekurensi setelah prostatektomi. Skor Gleason
adalah penjumlahan dari derajat Gleason (Gleason grade) yang paling
dominan dan kedua yang paling dominan. Pengelompokan skor Gleason
terdiri dari Diferensiasi baik ≤ 6, sedang/moderat 7 dan buruk (8-10).
2) Stadium Sistem staging yang digunakan untuk kanker prostat adalah menurut
AJCC (American Joint Committee on Cancer) 2010 yaitu stadium TNM
(Tumor, Nodul dan Metastase).
• Stadium T Penentuan stadium klinis cT dapat ditentukan dengan colok
dubur. Bila diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan CT/MRI.
• Stadium N Penentuan stadium N hanya dikerjakan bila akan
berpengaruh terhadap keputusan terapi. Hal ini biasanya pada kasus
penderita yang direncanakan terapi kuratif. Cara terbaik untuk
menentukan stadium N adalah dengan limfadenektomi, teknik yang
digunakan adalah operasi terbuka ataupun laparoskopik.
• Stadium M Sudah metastase ke tulang, ke organ lain umumnya ke
KGB jauh, paru-paru, hepar, otak dan kulit. Penentuan metastasis ke

6
tulang (stadium M) paling baik dengan sidik tulang. Metode sidik
tulang paling sensitif untuk mendiagnosis metastasis tulang, bila tidak
ada fasilitas pemerikaan tsb dapat dicari dengan penilaian klinis, CT
Scan, alkali fosfatase serum dan bone survey. Peningkatan kadar alkali
fosfatase mengindikasikan adanya metastasis tulang pada 70%
penderita. Pengukuran alkali fosfatase dan PSA secara bersamaan akan
meningkatkan efektivitas penilaian klinis sebesar 98%. Pemeriksaan
sidik tulang tidak perlu pada penderita asimptomatik, PSA kurang dari
20 ng/mL dan berdiferensiasi baik atau moderat.
Pemeriksaan fisik, foto thoraks, ultrasonografi, CT dan MRI adalah metode
yang digunakan, terutama bila gejala menunjukkan adanya kemungkinan
metastasis ke jaringan lunak.
Faktor prognostik dan prediksi pada kanker prostat dapat dinilai dari aspek: 1)
Stadium TNM, kadar PSA dan skor Gleason. 2) Prediksi bebas progresi, harapan
hidup. 3) Prediksi rekuren sebelum dan sesudah operasi.
6. Patofisiologi Kanker Prostat
Kelenjar prostat adalah bagian dari sistem reproduksi oria yang membantu
membuat dan menyimpan cairan sperma. Pada wanita dewasa, panjang prostat
biasanya 3cm dan beratnya sekitar 20 gram. Karena lokasinya, penyakit prostat
sering mempengaruhi proses buang air kecil, ejakulasi dan berdampak ke proses
defekasi (proses Buang Air Besar). Prostat terdiri dari 20% cairan yang semen.
Kanker prostat diklasifikasikan sebagai adenokarsinoma atau kanker kelenjar
yang dimulai ketika sel-sel kelenjar prostat mengalami mutasi menjadi sel
kanker. Daerah kelenjar prostat dimana adenokarsinoma yang paling banyak
ditemukan yaitu pada zona perifer.
Awalnya, gumpalan kecil dari sel kanker masih terbatas pada kelenjar prostat
yang normal. Kondisi ini dikenal sebagai karsinoma in situ atau prostate
intraepithelial neoplasia (PIN). Dari waktu ke waktu sel kanker mulai
bermultiplikasi dan menyebar ke sekeliling jaringan prostat (stroma) yang
membentuk tumor. Akhirnya tumor tumbuh membesar untuk menyerang organ di
dekatnya seperti vesikula seminalis atau rektum atau tumor dapat juga
mengembangkan kemampuannya untuk pindah ke aliran darah dan sistem
limfatik. Invasi ke organ-orang di luar kelenjar prostas disebut dengan metastasis.

7
Kanker prostat seringnya mengalami metastasi ke tulang, kelenjar limfa, ke
rektum, kandung kemih dan ureter.
Tahap awal (early stage) yang mengalami kanker prostat umumnya tidak
menunjukkan gejala klinis atau asimptomatik. Pada tahap berikutnya (locally
advanced) didapati obstruksi sebagai gejala yang paling sering ditemukan.
Biasanya ditemukan juga hematuria yakni urin yang mengandung darah, infeksi
saluran kemih, serta rasa nyeri saat berkemih. Pada tahap lanjut (advanced)
penderita yang telah mengalami metastase di tulang sering mengeluh sakit tulang
dan sangat jarang mengalami kelemahan tungkai maupun kelumpuhan tungkai
karena kompresi korda spinalis.
Warning sign pada kanker prostat yaitu :
1) Seringkali merasa ingin kencing terutama di malam hari (urinary
frequency)
2) Nyeri atau rasa terbakar (burning) selama miksi (Painful urination)
3) Bermasalah sewaktu memulai atau menghentikan kencing atau kencing
lemah (slow urinary flow)
4) Masalah disfungsi seks atau nyeri seks (impotence)
5) Urine atau semen berdarah (blood in urine or semen)
6) Nyeri daerah punggung belakang, paha atau panggul (Lower back or thigh
pain)
7. Pengendalian Penyakit Kanker Prostat
Pencegahan kanker prostat dapat ditujukan kepada pengurangan atau
penghindaranketerpaparan faktor risiko yang dapat dimodifikasi seperti :
a. Pengaturan Makanan Sehat
1) Sering-sering makan tomat dan buah merah lainnya. Tomat, semangka,
dan bahan makanan berwarna merah lainnya mengandung antioksidan
yang bernama lycopene. Semakin merah sebuah tomat, semakin banyak
kandungan lycopene-nya. Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa
pria yang mengonsumsi buah-buahan ini memiliki risiko yang lebih
kecil untuk mengalami kanker prostat dibandingkan dengan mereka
yang tidak. Penelitian lain memperlihatkan bahwa memasak tomat
membuat tubuh Anda lebih mudah menyerap kandungan lycopene yang
terdapat didalamnya.

8
2) Perbanyak buah dan sayur. Nutrisi dan vitamin yang terkandung di
dalam buah dan sayur dapat menurunkan risiko mengalami kanker
prostat. Sayuran hijau mengandung senyawa yang dapat membantu
tubuh menghancurkan zat karsinogen (zat pemicu kanker). Selain itu,
makanan bernutrisi tinggi juga dapat mencegah penyebaran kanker.
3) Makan ikan. Asam lemak omega-3 dapat menurunkan risiko Anda
mengalami kanker prostat. Omega-3 dapat dengan mudah Anda
temukan pada berbagai jenis ikan seperti sarden, tuna, mackerel, dan
salmon. Dibandingkan dengan mengonsumsi makanan tinggi lemak,
mengonsumsi makanan rendah lemak ditambah dengan suplemen
minyak ikan telah terbukti dapat memperlambat pertumbuhan sel
kanker prostat.
4) Minum teh dan susu kedelai. Senyawa aktif dalam teh yang disebut
isoflavon telah terbukti dapat menurunkan risiko terjadinya kanker
prostat. Zat gizi ini juga biasanya terkandung dalam tahu, lentil, dan
kacangkacangan. Beberapa penelitian juga memperlihatkan bahwa para
pria yang meminum teh hijau atau mengonsumsinya dalam bentuk
suplemen memiliki risiko yang lebih rendah mengalami kanker prostat
dibandingkan dengan mereka yang tidak.
5) Tak apa untuk minum kopi. Penelitian selama berpuluh-puluh tahun
menunjukkan bahwa mengonsumsi kopi dapat menurunkan risiko
mengalami kanker prostat. Akan tetapi, perlu diingat bahwa kafein
dalam dosis tinggi dapat berdampak negatif bagi kesehatan, seperti
menyebabkan irama jantung yang tidak teratur dan bahkan kejang.
Mayo Clinic menyarankan untuk mengonsumsi kafein sebanyak 400mg
per hari bagi orang dewasa atau setara dengan 1½ cangkir. Cara
penyajian kopi ternyata juga berpengaruh. Sebuah penelitian
menunjukkan bahwa pria yang minum kopi yang langsung diseduh alias
kopi tubruk memiliki risiko yang lebih kecil mengalami kanker prostat
dibandingkan mereka yang meminum kopi filter dengan kertas kopi.
Zat kimia cafestol dan kahweol dalam kopi ternyata memiliki efek
melawan kanker. Para peneliti percaya bahwa bahan kimia ini akan
tertinggal pada kertas saring apabila kopi disaring lebih dulu.

9
b. Berhenti merokok. Penderita kanker prostat yang merokok cenderung lebih
berisiko mengalami kekambuhan. Para perokok juga lebih berisiko
mengalami bentuk kanker prostat yang agresif. Tak ada kata terlambat
untuk berhenti. Dibandingkan dengan perokok yang masih aktif, mantan
perokok yang telah berhenti selama lebih dari 10 tahun memiliki risiko
kematian yang sama dengan mereka yang tidak pernah merokok.
c. Rajin berolahraga. Memiliki terlalu banyak lemak, terutama pada bagian
tengah tubuh meningkatkan risiko mengalami kanker prostat. Berolahraga
secara teratur dapat membantu Anda menjaga berat badan, massa otot, serta
metabolisme tubuh. Cobalah untuk berjalan, berlari, bersepeda, atau
berenang.
d. Rajin checkup ke dokter. Tanyakan kepada dokter seberapa berisiko Anda
dapat mengalami kanker prostat. Beberapa hal yang dapat Anda bicarakan
adalah tes apa yang dapat Anda jalani untuk mengetahui risiko kanker
prostat Anda, bagaimana riwayat keluarga berpengaruh terhadap risiko
kanker prostat Anda, dan pola makan seperti apa yang dianjurkan oleh
dokter Anda untuk mencegah kanker prostat. Segera beri tahu dokter jika
Anda mengalami gejala seperti rasa tidak nyaman pada panggul atau area
dubur, sulit buang air kecil, atau terdapat darah pada urin/air mani Anda.
Deteksi dini kanker prostat yaitu dengan colek Dubur, TransRectal
Ultrasonografi (TRUS) dan PSA. Deteksi dini ini dilakukan pada laki-laki
yang berusia >60 tahun

2.3 Upaya Pencegahan Masalah Kesehatan Reproduksi Usia Lanjut


A) Kebijakan Kesehatan Reproduksi Usia Lanjut
1) Meningkatkan dan memperkuat peran keluarga dan masyarakat dalam
penyelenggaraan upaya kesehatan reproduksi usia lanjut dan menjalin
kemitraan dengan LSM, dunia usaha secara berkesinambungan.
2) Meningkatkan koordinasi dan integrasi dengan LP/LS di pusat maupun
daerah yang mendukung upaya kesehatan reproduksi usia lanjut
3) Membangun serta mengembangkan sistem jaminan dan bantuan sosial agar
usia lanjut dapat mengakses pelayanan kesehatan reproduksi
4) Meningkatkan dan memantapkan peran kelembagaan dalam kesehatan
reproduksi yang mendukung peningkatan kualitas hidup usia lanjut

10
B) Strategi Kesehatan Reproduksi Usia Lanjut
1) Melakukan advokasi, sosialisasi untuk membangun kemitraan dalam upaya
kesehatan reproduksi usia lanjut baik di pusat, provinsi dan kabupaten/kota.
2) Memantapkan kemitraan dan jejaring kerja dengan LP/LS, LSM dan dunia
usaha untuk dapat meningkatkan upaya kesehatan reproduksi usia lanjut yang
optimal
3) Mendorong dan menumbuhkan kembangkan partisipasi dan peran serta
keluarga dan masyarakat dalam pelayanan kesehatan reproduksi usia lanjut
dalam bentuk pendataan, mobilisasi sasaran dan pemanfaatan pelayanan.
4) Penigkatan profesionalisme dan kinerja tenaga serta penerapan kendali mutu
pelayanan melalui pendidikan/pelatihan, pengembangan standar pelayanan,
dll.
5) Membangun sistem pelayanan kesehatan reproduksi usia lanjut melalui
pelayanan kesehatan dasar dan rujukan serta melakukan pelayanan pro aktif
dengan mendekatkan pelayanan kepada sasaran.
6) Melakukan survei/penelitian untuk mengetahui permasalahan kesehatan
reproduksi usia lanjut

11
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Lansia merupakan sebutan untuk pria maupun wanita yang sudah mengalamitahap
akhir pada siklus kehidupan yang ditandai dengan menurunnya fungsi organtubuh
dalam mempertahankan kesetimbangan terhadap kesehatan dan kondisi
stresfisiologinya. Seiring bertambahnya usia maka proses penuaan akan terjadi. Proses
penuaan ini terbagi menjadi tiga fase yaitu fase subklinis (usia 25-35 tahun), fase tran-
sisi (usia 35-45 tahun), dan fase klinis (usia > 45 tahun). Sedangkan kesehatan repro-
duksi lansia adalah program untuk mencegah terjadinya kemunduran fisiologis, men-tal,
dan sosial yang berhubungan dengan sistem reproduksi secara menyeluruh se-hingga
dapat meningkatkan kualitas hidup lansia agar usia harapan hidup meningkat. Tahap
akhir pada siklus kehidupan yang terjadi pada pria dan wanita berbeda.
Pada wanita terjadi “Menopause” atau masa berakhirnya siklus menstruasi. Upaya
pelayanan menopause ini dibagi menjadi 2 yaitu terapi non hormonal seperti olahraga,
berhenti merokok, mengonsumsi vitamin dan kalsium juga terapi hormonal yaitu ter-api
penggantian hormon. Sedangkan pada pria terjadi “Andropause” atau proses fisi-ologi
pria yang telah berhenti dikarenakan menurunnya fungsi organ reproduksi pada pria
yang mengakibatkan menurunnya kadar testoteron.
Upaya pelayanan andropauseini seperti terapi hormon testoteron, menerapkan pola
hidup sehat, dan pelayanankesehatan.Oleh karena itu, untuk mengatasi terjadinya
kemunduran fisiologi, mental, so-sial yang berhubungan dengan sitem reproduksi lansia
maka dilakukan beberapausaha kesehatan reproduksi lansia salah satunya melaksanakan
program dan pela-yanan untuk kesehatan reproduksi lansia seperti pelayanan kesehatan
lansia berbasisrumah sakit, pelayanan kesehatan lansia di masyarakat, puskesmas
santun lansia, po-syandu lansia, dan pembinaan kelompok lansia
3.2 Saran
Kami menyadari masih banyak kekurangan dan kekeliruan dalam apa yang
kelompok lampirkan. Oleh karena itu, untuk menjadikan makalah yang Kami sajikan
ini lebih baik, Kami memerlukan kritik dan saran dari para pembaca sebagai salah satu
tanggung jawab Kami.

12
DAFTAR PUSTAKA

Nursal, 2005. “Kebijakan dan Strategi Nasional Kesehatan Reproduksi di Indonesia”. Jakarta.
Pangribowo Supriyanto. (2022). INFODATIN. Pusat Data dan Informasi Kementrian
Kesehatan RI. Lansia Berdaya Bangsa Sejahtera. Jakarta.
Sangadji, Namira W. & Ayu, Ira Marti., 2018. Modul Epidemiologi Penyakit Kanker Prostat.
Universitas Esa Unggul.

13

Anda mungkin juga menyukai