Anda di halaman 1dari 26

SUBTITUSI KOLAK SUSU TERHADAP

MALNUTRISI PADA LANSIA

Proposal
Untuk memenuhi tugas matakuliah Pengembangan Formula Makanan
Yang dibina oleh :
Ibu Dr. Ir. Rr. Endang Sutjiati, M.Kes

Oleh :
Mutiara Salsabila Syaharani P17111193051
Fawwiz Aulya Amin P17111193056
Milanti Tawang Kirani P17111193073
Mustika Dewi Pertiwi P17111193083
Nabilah Khoirunnisa P17111194091
Nayunda Putri P17111194094

SARJANA TERAPAN GIZI DAN DIETETIKA


JURUSAN GIZI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
April 2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang memberikan rahmat
serta karunia-Nya kepada penyusun sehingga dapat menyelesaikan proposal
pembuatan formulasi makanan ini tepat pada waktunya. Kami menyadari jika
proposal ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karenanya, kritik dan saran dari
seluruh pihak yang bersifat membangun selalu diharapkan demi kesempurnaan
proposal dan formulasi makanan yang kami buat ini. Akhir kata, kami sampaikan
terima kasih dan semoga Allah SWT senantiasa meridhoi segala bentuk usaha kita.
Amin…

Malang, 23 Maret 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................1
1.2 Manfaat ..............................................................................................................3
1.3 Tujuan ...............................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Lansia ............................................................................................. 4
2.2 Perubahan pada Lansia ......................................................................................4
2.3 Pengertian Status Gizi ........................................................................................7
2.4 Penilaian Status Gizi ..........................................................................................8
2.5 Masalah Gizi Lansia ..........................................................................................9
2.6 Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi ..........................................................11
2.7 Kebutuhan Zat Gizi Lansia ..............................................................................13
2.8 Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Status Gizi .......................................14
2.9 Kasus ...............................................................................................................15
BAB III FORMULASI MAKANAN
3.1 Deskripsi Formula ............................................................................................16
3.2 Tujuan Pembuatan Formula ............................................................................16
3.3 Alat dan Bahan .................................................................................................16
3.4 Formulasi .........................................................................................................20
BAB IV PENUTUP
4.1 kesimpulan ......................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................23

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut data Riskesdas 2018, sebesar 9,3% masyarakat dewasa di
Indonesia memiliki status gizi kurus dan sebesar 21,8% memiliki status gizi
obesitas, angka ini mengalami peningkatan dibandingkan hasil Riskesdas 2013
bahwa status gizi kurus sebesar 8,7% dan status gizi obesitas sebesar 15,4%.
Berdasarkan hasil Riskedas 2013 lansia yang memiliki status gizi kurus sebesar
40,6%, angka ini mengalami penurunan pada tahun 2018 menjadi 32,4%,
sedangkan status gizi obesitas lansia tahun 2013 sebesar 18,1%, angka ini
mengalami peningkatan pada tahun 2018 menjadi 31,2%. Di Provinsi Riau status
gizi obesitas tahun 2018 sebesar 20,4%, mengalami peningkatan dibandingkan
tahun 2013 yaitu sebesar 13,7%.
Lansia (lanjut usia) adalah kelompok umur 60 tahun atau lebih, dimana
mengalami proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan
untuk memperbaiki diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya
sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki
kerusakan yang ada (Darmojo, 2004). Dalam Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia, yang dimaksud dengan
lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas (Kemenkes RI,
2016). Menurut Depkes RI (2003) lansia dikelompokkan menjadi 3 yaitu pra lansia,
lansia, dan lansia resti. Pra lansia yaitu lansia yang berumur 45-59 tahun, lansia
yaitu 60-69 tahun dan lansia resti lebih dari 70 tahun.
Populasi lansia mencapai 962 juta orang pada tahun 2017, angka ini
diperkirakan akan terus meningkat pada tahun 2050 yang diprediksikan akan
mencapai sekitar 2,1 miliar lansia di seluruh dunia. Presentase lansia di Indonesia
juga semakin meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2019, terdapat 9,60%
(25,64 juta) lansia dari seluruh penduduk. Angka ini meningkat dibandingkan tahun
sebelumnya yang hanya terdapat 9,27% (24,49 juta) lansia di Indonesia (BPS,
2019). Menurut data Program Perencanaan Gizi tahun 2019 proporsi lansia yang
berada di Kota Pekanbaru sebesar 8,34% dari total penduduk.

1
Semakin meningkatnya jumlah penduduk lansia dengan berbagai masalah
gizi dan peningkatan jumlah penduduk lanjut usia akan memberikan banyak
konsekuensi bagi kehidupan terhadap masalah kesehatan, ekonomi, serta sosial
budaya yang cukup dari pola penyakit sehubungan dengan proses penuaan, seperti
penyakit degeneratif, penyakit metabolik dan gangguan psikososial. Berbagai
penyakit yang berhubungan dengan usia lanjut antara lain diabetes mellitus,
hipertensi, jantung koroner, reumatik dan asma. Jadi langkah yang tepat
mengurangi risiko terhadap penyakit pada lansia adalah dengan pemenuhan gizi
yang memenuhi kebutuhan tubuh.
Lansia merupakan kelompok yang rentan gizi hal tersebut disebabkan
karena adanya proses penuaan secara biologis, fisik, dan psikologis pada lansia,
oleh karena itu asupan gizi yang adekuat dan seimbang sangat berperan terhadap
status gizi dan kesehatan lansia dalam jangka waktu lama, dengan asupan zat gizi
yang tercukupi diharapkan dapat meningkatkan status gizi lansia ke taraf yang lebih
tinggi. Pemberian nutrisi pada lansia perlu mendapat perhatian karena berpengaruh
karena meningkatkan gizi lansia agar tetap berada dalam kondisi yang sehat dan
terhindar dari risiko terjadinya kurang gizi. Khususnya pada lanjut usia dengan
masalah multi patologinya yang secara langsung maupun tidak langsung akan
mempengaruhi asupan zat gizi dan menimbulkan berbagai macam masalah gizi.
Menurut hasil penelitian menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara
asupan energi dengan status gizi lansia di Kelurahan Mapanget Barat Kecamatan
Mapanget Barat Kota Manado.
Kesehatan lansia pada dasarnya terletak pada status gizinya. Permasalahan
gizi yang sering terkait dengan lansia adalah malnutrisi, malnutrisi dikategorikan
menjadi 2 yaitu gizi lebih dan gizi kurang. Gizi kurang merupakan salah satu
masalah gizi yang sering terjadi pada lansia. Masalah gizi kurang pada lansia dapat
dilihat melalui penampilan umum, yakni rendahnya berat badan lansia
dibandingkan dengan standar atau berat badan ideal seseorang. Hal ini sebagai
akibat tidak tercukupi asupan makronutrien seperti energi, karbohidrat, protein dan
lemak. Masalah kekurangan gizi sering dialami oleh usia lanjut sebagai akibat dari
menurunnya nafsu makan karena penyakit yang dideritanya dan kesulitan menelan.

2
masalah kurang gizi juga banyak terjadi pada usia lanjut seperti Kurang Energi
Protein yang Kronis (KEK), anemia, dan kekurangan zat gizi mikro lain.

1.2 Manfaat
2. Memberikan pengetahuan tentang malnutrisi definisi, penyebab, etiologi,
tanda gejala, penanganan
3. Memberikan beberapa pilihan formulasi yang tepat untuk malnutrisi lansia

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui gambaran umum penyakit malnutrisi baik dari definisi,
penyebab, etiologi, tanda gejala, dan penanganan
2. Menentukan formulasi yang tepat untuk malnutrisi lansia
3. Membantu mengatasi permasalahan malnutrisi lansia melalui produk
makanan

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Lansia
Lansia (lanjut usia) adalah kelompok umur 60 tahun atau lebih yang
telah memasuki tahapan akhir fase kehidupannya (Gunawan, 2011).
Kelompok yang dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu proses yang
disebut aging process atau proses penuaan (Nugroho, 2008).
Menua (aging) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-
lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan
struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas
(termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang ada (Darmojo, 2004).
Dengan begitu manusia secara progresif akan kehilangan daya tahan
terhadap infeksi dan akan menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan
struktural yang disebut peyakit degeneratif (Darmojo, 2011). Menurut
Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2003, lansia dibagi atas :

1) Lansia dini (pralansia) : usia 45-59 tahun

2) Lansia : usia 60 tahun atau lebih

3) Lansia risiko tinggi : usia 70 tahun atau lebih

2.2 Perubahan Pada Lansia


a. Perubahan fisiologi
Perubahan fisiologi yang terjadi pada lansia meliputi (Adriani &
wiratmadi, 2012):

1. Perubahan kecepatan metabolik basal (BMR) sekitar 2% dekade


setelah usia 30 tahun dan penurunan aktivitas fisik sehingga
memengaruhi kebutuhan kalori, yaitu menurun dan berpotensi untuk
obesitas.
2. Gangguan kemampuan motorik sehingga berdampak kesulitan untuk
menyiapkan makanan, penurunan pengeluaran energi sehingga
berpotensi dalam penigkatan berat badan.

4
3. Perubahan pada saluran pencernaan:
- Rongga mulut, bagian dalam rongga mulut yang lazim berpengaruh
adalah gusi, gigi dan lidah. Sekresi ludah berkurang sampai +75%
sehingga mengakibatkan pengeringan rongga mulut dan
kemungkinan menurunkan cita rasa. Kehilangan indra pengecap,
penurunan ketajaman pengecap, keruskan indra penciuman
berdampak kekurang tertarikan pada makanan. Penyakit
periodontal yang 80% terjadi pada orang tua dan kehilangan gigi
sehingga menyebabkan kesulitan makan.
- Jumlah jaringan ikat meningkat sehingga fungsi pemompaan
jantung berkurang.
- Pembekuan darah besar terutama aorta melebar dan menjadi
fibrosis, pengerasan ini selain mengurangi aliran darah dan
meningkatkan kerja bilik kiri jantung, juga mengakibatkan
ketidakefisien reseptor sehingga kemampuan tubuh untuk
mengatur tekanan darah berkurang.
4. Perubahan pada sistem hematologi, adanya penurunan jumlah limfosit
yang dimulai pada usia 40 tahun, penurunan tersebut diyakini akibat
hilangnya sel T limfosit. Jumlah limfosit kurang dapat mengakibatkan
tubuh rentan terhadap infeksi dan juga lebih berisiko terhadap kanker,
serta kerusakan berbagai organ.
5. Seiring mengunakan obat-obatan sehingga dapat mengganggu nafsu
makan dan menyebabkan penurunan penyerapan (penggunaan zat gizi
atau peningkatan kebutuhan zat gizi).
b. Perubahan Mental dan Psikososial
Menurut Aspiani (2014) terdapat beberapa faktor yang
memengaruhi perubahan mental pada lansia yaitu kesehatan, tingkat
pendidikan, lingkungan, keturunan, dan perubahan fisik terutama panca
indera. Selain perubahan mental, lansia juga mengalami perubahan
psikososial seperti :
1) Lansia cenderung merasakan sadar atau tidak sadar akan
terjadinya kematian.

5
2) Merasakan perubahan dalam cara hidup.
3) Merasakan perubahan ekonomi akibat pemberhentian jabatan dan
peningkatan gaya hidup.
4) Merasakan pensiun (kehilangan) banyak hal seperti finansial,
pekerjaan, sahabat, dan status pekerjaan.
5) Merasakan penyakit kronis dan ketidakmampuan.
6) Merasakan kesepian akibat pengasingan dari lingkungan sosial.
7) Mengalami gangguan pancaindera.
8) Lansia mulai mengalami perubahan dalam konsep diri, serta lansia
akan merasakan rangkaian dari proses kehilangan.

c. Perubahan biologis
Perubahan secara biologis ini dapat memengaruhi status gizi pada
masa tua antara lain (Adriani & wiratmadi, 2012) :
a. Massa otot yang berkurang dan massa lemak yang bertambah,
mengakibatkan jumlah cairan tubuh juga berkurang, sehingga kulit
kelihatan mengkerut dan kurus, wajah berlipat serta muncul garis
yang menetap oleh karena itu, pada masa usia lanjut seringkali
terlihat kurus.
b. Penurunan indera penglihatan akibat katarak pada usia lanjut
sehingga dihubungkan dengan kekurangan vitamin a, vitamin c dan
asam folat. Sedangkan gangguan pada indera pengecap yang
dihubungkan dengan kadar Zn dapat menurunkan nafsu makan.
Biasanya para usia lanjut yang menginjak usia 75 tahun, hanya
memiliki pengecapan setengah daripada saat mereka berusia 30
tahun.
c. Dengan banyaknya gigi geligi yang sudah tanggal mengakibatkan
gangguan fungsi mengunyah yang berdampak pada kurangnya
asupan gizi pada usia lanjut.
d. Penurunan mobilitas usus, menyebabkan gangguan pada saluran
pencernaan seperti perut kembung, nyeri yang menyebabkan
turunnya nafsu makan usia lanjut, sehingga menyebabkan sekresi
kelenjar-kelenjar di saluran pencernaan makanan menurun.

6
Berkurangnya sekresi Hcl lambung mengakibatkan gangguan
penyerapan kalsium dan zat besi. Menurunnya sekresi enzim lipase
mengakibatkan gangguan absorpsi lemak.
e. Kemampuan motorik yang menurun, selain menyebabkan usia lanjut
menjadi lamban, kurang aktif dan kesulitan untuk mengecap
makanan, dapat mengganggu aktivitas atau kegiatan sehari-hari.

f. Pada usia lanjut terjadi penurunan fungsi sel otak yang menyebabkan
penurunan daya ingat jangka pendek, melambatnya proses
informasi, kesulitan berbahasa, kesulitan mengenal benda-benda,
kegagalan melakukan aktivitas bertujuan, dan gangguan dalam
menyusun rencana, mengatur sesuatu, mengurutkan, daya abstraksi
yang dapat melakukan aktivitas sehari-hari yang disebut demensia
atau pikun.
g. Akibat proses menua, kapasitas gagal ginjal untuk mengeluarkan air
dalam jumlah besar juga berkurang. Akibatnya dapat terjadi
pengenceran natrium sampai terjadi hiponatremia yang
menimbulkan rasa lelah.
h. Pada wanita terjadi penurunan sekresi hormon estrogen, yang
menyebabkan mudahnya terjadi peningkatan kadar kolesterol darah,
terganggunya absorpsi kalsium yang dapat mengakibatkan
kepadatan tulang menurun, tulang mudah patah yang dikenal sebagai
“osteoporosis”.

2.3 Pengertian Status Gizi


Status gizi adalah keadaan tubuh manusia sebagai akibat konsumsi
makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Adapun kategori dari status gizi
dibedakan menjadi tiga yaitu gizi lebih, gizi baik, dan gizi kurang. Baik
buruknya status gizi manusia dipengaruhi oleh 2 hal pokok yaitu konsumsi
makanan dan keadaan kesehatan tubuh atau infeksi. Dalam ilmu gizi, status gizi
lebih dan status gizi kurang disebut sebagai malnutrisi, yakni keadaan patologis
akibat kekurangan atau kelebihan secara relatif ataupun absolut satu atau lebih
zat gizi (Mardalena, 2017).
Status gizi lansia adalah keadaan lansia yang ditentukan oleh derajat

7
kebutuhan fisik terhadap energi dan zat-zat gizi yang diperoleh dari pangan dan
makanan yang dampak fisiknya dapat diukur. Perbandingan perhitungan rata-
rata kebutuhan gizi dengan jumlah asupan zat gizi dapat memberikan indikasi
ada tidaknya masalah gizi. (Fatmah, 2013)
Terdapat empat bentuk malnutrisi, terdiri dari 1)under nutrition yaitu
kekurangan konsumsi pangan relative atau absolut untuk periode tertentu,
2)specific deficiency yaitu kekurangan zat gizi tertentu, 3)over nutrition yaitu
kelebihan konsumsi pangan dalam periode tertentu, dan 4)imbalance, yaitu
disporposi zat gizi misalnya masalah kolesterol terjadi karena
ketidakseimbangan fraksi lemak tubu. Jadi jelaslah bahwa ternyataa malnurtrisi
bukan hanya gizi kurang saja (Mardalena, 2017).
2.4 Penilaian Status Gizi Lansia
Penilaian status gizi lansia diukur dengan antropometri atau ukuran
tubuh, yaitu tinggi badan (TB) dan berat badan (BB). Akan tetapi pengukuran
tinggi badan lansia sangat sulit dilakukan mengingat adanya beberapa lansia
mengalami masalah postur tubuh seperti adanya kifosis atau pembengkokan
tulang punggung, sehingga lansia tidak dapat berdiri tegak. Oleh karena itu
pengukuran tinggi lutut dapat dilakukan untuk memperkirakan tinggi badan
(Fatmah, 2010).
Indeks masa tubuh (IMT) adalah berat bedan kilogram dibagi tinggi
badan kuadrat dalam meter. Indeks masa tubuh merupakan cara untuk
menggambarkan berat badan dalam hubungannya dengan tinggi badan
(Supariasa, 2001). IMT merupakan alat sederhana untuk memantau status gizi
orang dewasa yang berumur diatas 18 tahun khususnya yang berkaitan dengan
kekurangan dan kelebihan berat badan. IMT tidak dapat diterapkan pada bayi,
anak, remaja, ibu hamil dan olahragawan (Marmi, 2013).
Untuk mengetahui status gizi seseorang maka ada kategori ambang
batas IMT yang digunakan, seperti yang terlihat pada Tabel 1 yang merupakan
ambang IMT lansia.

8
Tabel 1. Kategori Ambang
Batas IMT
Kategori IMT
Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat
<1
7,0 Kekurangan berat badan tingkat ringan
17,
0 – 18,4
Normal Normal 18,5 – 25,0
Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan
25,
1 – 27,0 Kelebihan berat badan tingkat berat
>
27,0
Sumber : Depkes (2018)

2.5 Masalah Gizi Lansia


Menurut Asra & Sumiati (2007) pada lansia terdapat dua masalah gizi yaitu
gizi lebih dan gizi kurang :
1. Gizi lebih
Prevalensi obesitas menunjukan peningkatan sesuai dengan
pertambahan usia. Pada umumnya berat badan laki-laki mencapai puncak
pada usia 50-55 tahun. Pada wanita antara usia 55-60 tingkat metabolisme
basal dan pengeluaran untuk aktivitas fisik menurun saat memasuki usia
dewasa. Akan tetapi asupan kalori tidak diimbangi sehingga berat badan
meningkat.
2. Gizi kurang
Penurunan asupan kalori biasanya sejalan dengan penurunan tingkat
metabolisme susutnya masa tubuh serta menurunnya penggunaan energi
untuk aktivitas fisik. Hampir 20% lansia mengkonsumsi 1000 kalori sehari
kekurangan protein kalori umum ditemukan pada lansia.

Masalah gizi Ianjut usia merupakan rangkaian proses masalah gizi sejak usia
muda yang manifestasinya terjadi pada lanjut usia. Berbagai penelitian
menunjukkan bahwa masalah gizi pada lanjut usia sebagian besar merupakan
masalah gizi lebih yang merupakan faktor risiko timbulnya penyakit degeneratif
seperti penyakit jantung koroner, diabetes mellitus, hipertensi, gout rematik,
ginjal, perlemakan hati, dan lain-lain. Namun demikian masalah kurang gizi juga
banyak terjadi pada lanjut usia seperti Kurang Energi Kronik (KEK), anemia dan

9
kekurangan zat gizi mikro lain (Kemenkes RI, 2012).

Dampak apabila terjadinya masalah gizi pada lansia adalah sebagai berikut
(Kemenkes RI, 2012):
1. Kegemukan atau obesitas
Keadaan ini biasanya disebabkan oleh pola konsumsi yang
berlebihan, banyak mengandung lemak dan jumlah kalori yang melebihi
kebutuhan. Proses metabolisme yang menurun pada lanjut usia, bila tidak
diimbangi dengan peningkatan aktifitas fisik atau penurunan jumlah
makanan, sehingga jumlah kalori yang berlebih akan diubah menjadi
lemak yang dapat mengakibatkan kegemukan. Selain kegemukan secara
keseluruhan, kegemukan pada bagian perut lebih berbahaya karena
kelebihan lemak di perut dihubungkan dengan meningkatnya risiko
penyakit jantung koroner pada bagian lemak lain. Kegemukan atau
obesitas akan meningkatkan risiko menderita penyakit jantung koroner 1-
3 kali, penyakit hipertensi 1,5 kali, diabetes mellitus 2,9 kali dan penyakit
empedu 1-6 kali.

2. Kurang Energi Kronik (KEK)


Kurang atau hilangnya nafsu makan yang berkepanjangan pada
lanjut usia, dapat menyebabkan penurunan berat badan. Pada lanjut usia
kulit dan jaringan ikat mulai keriput, sehingga makin kelihatan kurus.
Disamping kekurangan zat gizi makro, sering juga disertai kekurangan
zat gizi mikro. Beberapa penyebab KEK pada lanjut usia :
a. makan tidak enak karena berkurangnya fungsi alat perasa dan
penciuman
b. gigi-geligi yang tanggal, sehingga mengganggu proses
mengunyah makanan
b. faktor stress/depresi, kesepian, penyakit kronik, efek samping
obat, merokok, dll.
3. kurang Zat Gizi Mikro lain
Biasanya menyertai lanjut usia dengan KEK, namun kekurangan
zat gizi mikro dapat juga terjadi pada lanjut usia dengan status gizi baik.
Kurang zat besi, Vitamin A, Vitamin B, Vitamin C, Vitamin D, Vitamin

10
E, Magnesium, kalsium, seng dan kurang serat sering terjadi pada lanjut
usia.

2.6 Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi


1. Asupan Makanan
Asupan makanan merupakan faktor utama yang dapat menentukan
gizi seseorang. Seseorang dengan stastus gizi baik biasanya dengan
asupan makanan dengan baik pula. Status gizi baik atau status gizi
optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang
digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan
fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan. Status
gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu zat esensial.
Status gizi lebih terjadi bila tubuh memperoleh zat gizi dalam jumlah
berlebih, sehingga menimbulkan efek toksik atau membahayakan.
Gangguan gizi disebabkan oleh faktor primer atau sekunder. Faktor
primer adalah apabila susunan makanan seseorang salah dalam
kuantitas dan atau kualitas yang disebabkan oleh kurangnya
penyediaan pangan, kurang baiknya distribusi pangan, kemiskinan,
ketidaktahuan, kebiasaan makan yang salah, dan sebagainya. Faktor
sekunder meliputi semua faktor yang menyebabkan zat-zat gizi tidak
sampai di sel-sel tubuh setelah makanan dikonsumsi (Almatsier,
2002).

2. Pengetahuan Gizi
Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil dari tahu, dan itu terjadi
setelah orang melakukan penginderaan suatu objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera
penglihatan, penciuman, pendengaran, rasa dan raba. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga
(Notoatmodjo, 2003). Adanya pengetahuan gizi yang baik
merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan sikap dan
perilaku seseorang terhadap makanan. Selain itu, pengetahuan gizi
mempunyai peranan penting untuk dapat membuat manusia hidup

11
sejahtera dan berkualitas. Semakin banyak pengetahuan gizinya
semakin diperhitungkan jenis dan kualitas makanan yang dipilih
dikonsumsinya (Soediaoetama, 2000). Tingkat pengetahuan gizi yang
tinggi dapat membentuk sikap positif terhadap masalah gizi. Pada
akhirnya pengetahuan akan mendorong untuk menyediakan makanan
sehari-hari dan jumlah dan kualitas gizi yang sesuai dengan
kebutuhan (Soediaoetama, 2000).

3. Penyakit infeksi

Penyakit infeksi dan demam dapat menyebabkan merosotnya nafsu


makan atau menimbulkan kesulitan menelan dan pencernaan
makanan, parasit dalam usus, seperti cacing gelang dan parasit cacing
pita, bersaing dalam tubuh untuk memperoleh makanan sehingga
menghalangi penyerapan zat gizi, keadaan ini membuat terjadinya
kurang gizi (Soediaoetama, 2000).

Beberapa faktor yang menyebabkan penurunan status gizi lansia


(Almatsier, 2010), antara lain:

1. Perubahan fisiologis
Penurunan fungsi fisiologis pada lansia merupakan hal yang terjadi
secara alami seiring dengan pertambahan usia. Penurunan ini meliputi
perubahan kemampuan lansia dalam merespon rangsangan dari dalam
maupun luar tubuh. Perubahan fungsi anatomi dan fisiologis sistem panca
indera dan sistem pencernaan memiliki hubungan erat dengan penurunan
status gizi. Perubahan tersebut menyebabkan lansia tidak menikmati
makanan dengan baik. Selain perubahan fisiologis, penggunaan gigi palsu
yang tidak tepat akan memberikan rasa sakit dan kurang nyaman ketika
mengunyah. Hal-hal inilah yang dapat menyebabkan asupan nutrisi
berkurang sehingga berakibat pada penurunan status gizi lansia.

2. Status ekonomi
Masa pensiun yang dialami lansia akan berdampak salah satunya
pada keadaan keuangan keluarga. Kondisi keuangan keluarga yang

12
menurun secara tidak langsung berdampak pada penurunan kualitas dan
kuantitas asupan zat gizi. Apabila hal ini berlangsung dalam waktu lama
dapat mengakibatkan lansia mengalami gizi kurang.

3. Psikologis
Demensia atau orang awam menyebutnya “pikun” diderita sebagian
kecil lansia di atas 65 tahun dan semakin meningkat sekitar 20% pada usia
80 tahun. Manifestasi “pikun” diantaranya disorientasi, kecemasan dan
kegelisahan. Manifestasi tersebut dapat menurunkan asupan makanan dan
perubahan aktivitas fisik sehingga bila berlangsung dalam jangka waktu
lama akan menyebabkan penurunan status gizi.

4. Status Kesehatan
Status kesehatan dan status gizi saling berhubungan erat satu sama lain.
Meningkatnya penyakit infeksi, penyakit degeneratif dan non degeneratif
serta masalah kesehatan gigi-mulut merupakan bagian dari status kesehatan
yang berperan dalam perubahan status gizi. Kondisi tersebut dapat
mengubah cara makan sehingga mempersulit asupan nutrisi. Efek samping
mengonsumsi obat- obatan sistemik mengakibatkan lansia mengalami
penurunan selera makan, mulut kering, perubahan pada indera pengecap,
mual dan muntah. Apabila berlangsung lama dapat menyebabkan penurunan
asupan nutrisi yang pada akhirnya menyebabkan lansia kekurangan gizi.

2.7 Kebutuhan Zat Gizi Pada Lansia


Angka kecukupan gizi yang dianjurkan adalah banyaknya tiap - tiap
zat gizi esensial yang harus dipenuhi dari makanan sehari – hari untuk
mencegah defisiensi zat gizi. AKG dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin,
berat badan, aktifitas fisik dan keadaan fisiologis seperti hamil atau
menyusui (Fatmah, 2010). Berikut angka kecukupan gizi pada lansia.

13
2.8 Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Gizi Pada Lansia
Beberapa faktor risiko yang dapat mempengaruhi lansia dalam pemenuhan
gizi adalah :

1. Usia
Seiring pertambahan usia, kebutuhan zat gizi karbohidrat dan
lemak menurun, sedangkan kebutuhan protein, vitamin dan mineral
meningkat. Hal ini dikarenakan ketiganya berfungsi sebagai antioksidan
untuk melindungi sel-sel tubuh dari radikal bebas (Fatmah, 2010). Semakin
tinggi usia lansia maka akan semakin rentan mengalami masalah kesehatan
karena adanya faktor-faktor penuaan. Beberapa penurunan fungsi yang
terkait dengan proses pencernaan lansia adalah menurunnya indra pengecap
dan penciuman, tanggalnya gigi, kesulitan mengunyah dan menelan, dan
penurunan asam lambung (Fatmah, 2010).

2. Jenis kelamin
Umumnya laki-laki memerlukan zat gizi lebih banyak (terutama
energi, protein dan lemak) dibandingkan pada wanita, karena postur, otot
dan luar permukaan tubuh laki-laki lebih luas dari wanita. Namun kebutuhan
zat besi (Fe) pada wanita cenderung lebih tinggi, karena wanita mengalami
menstruasi. Pada wanita yang sudah menopause kebutuhan zat besi (Fe)
turun kembali (Kemenkes RI, 2012).

3. Aktivitas fisik dan pekerjaan


Lanjut usia mengalami penurunan kemampuan fisik yang
berdampak pada berurangnya aktivitas fisik sehingga kebutuhan energinya
juga berkurang. Kecukupan zat gizi seseorang juga sangat tergantung dari
pekerjaan sehari-hari : ringan, dang, berat. Makin berat pekerjaaan
seseorang makin besar zat gizi yang dibutuhkan. Lanjut usia dengan
pekerjaaan fisik yang berat memerlukan at gizi yang lebih banyak
(Kemenkes RI, 2012).

14
4. Postur tubuh
Postur tubuh yang lebih besar memerlukan energi lebih banyak
dibandingkan postur tubuh yang lebih kecil (Kemenkes RI, 2012).

2.9 Kasus
Perempuan 68 tahun, TB 158 cm (berdasarkan konversi perhitungan tinggi
lutut) dan BB 53 kg (IMT 21,2) datang ke poliklinik geriatri dengan keluhan mudah
lelah sejak dua minggu terakhir, memiliki gangguan mengunyah dan menelan.
Anamnesis untuk menapis dan mengkaji status gizi pasien dengan MNA
menunjukkan adanya penurunan nafsu makan, penurunan berat badan 2 kg dalam
3 bulan terakhir dan mobilitas pasien aktif. Suami dan anak pasien meninggal bulan
lalu karena kecelakaan lalu lintas. Penapisan dengan SF-MNA menghasilkan skor
9 (kemungkinan malnutrisi).
 Identifikasi
Nama : Ny. X
Usia : 68 tahun
Jenis kelamin : prempuan
Data Antropometri : BB=53kg TB=158 cm
 Perhitungan Kebutuhan
Energi : 655 + (9,6 x BB) + (1,8 x TB) - (4,7 x U)
: 655 + (9,6 x 53) + (1,8 x 158) - (4,7 x 68)
: 655 + 508,8 +284,4 -319,6
= 1.1228,6

15
BAB III
FORMULASI MAKANAN
3.1 Deskripsi formula
Kolak adalah makanan penutup khas Indonesia yang berbahan dasar gula
aren atau gula kelapa, santan, dan daun pandan (P. amaryllifolius). Kolak dipilih
sebagai makanan selingan bagi lansia karena tekstur makanan ini tergolong basah
dan empuk sehingga tidak menyusahkan saat dikonsumsi. Jenis kolak sangat
bervariasi, bergantung bahan yang digunakan. Kolak yang dibuat untuk memenuhi
gizi malnutrisi yang terjadi pada lansia adalah kolak susu. Kolak susu merupakan
kolak yang menggunakan susu kedelai sebagai pengganti santan. Penggunaan susu
kedelai dinilai lebih baik daripada santan dari segi gizi karena tinggi protein dan
rendah lemak. Pada formulasi makanan yang dibuat untuk memenuhi kebutuhan
gizi pada lansia, kolak susu pisang labu diberi tambahan kacang hijau, buah alpukat
dan sirsak.
3.2 Tujuan pembuatan formula
Pembuatan kolak susu dengan penambahan kacang hijau, alpukat, dan
sirsak dipilih untuk memenuhi kebutuhan zat gizi pada lansia yang mengalami
malnutrisi. Selain itu pemilihan juga memperhatikan warna dari bahan makanan
dan tesktur bahan makanan yang digunakan, agar kolak memiliki tampilan yang
menarik saat disajikan.
3.3 Alat dan Bahan
No. Nama alat Spesifikasi
1. Pisau Terbuat dari logam, keadaan besih
Pegangan pisau umumnya berbentuk
memanjang agar dapat digenggam
dengan tangan.

16
2. Talenan Terbuat dari kayu, tekstur halus,
keadaan bersih dan layak digunakan.

3. Panci Terbuat dari alumunium dan kaca,


bersih dan layak digunakan. Terdapat
pegangan pada bagian samping panic.

4. Mangkok Terbuat dari keramik berwarna putih


yang memiliki tekstur halus, bersih
dan layak untuk digunakan.

5. Sendok Terbuat dari alumunium, bersih dan


layak digunakan.

6. Gelas Ukur Terbuat dari plastik, bersih dan layak


digunakan

No. Bahan baku Karakteristik dan Alasan pemilihan bahan


1. Kacang hijau Kacang hijau merupakan sumber protein nabati
yang baik, kalsium juga fosfor yang dikenal baik
untuk tulang serta lemak tak jenuh yang tinggi.

17
Selain itu, kacang hijau juga membantu
pemenuhan kebutuhan vitamin B1 dan Tiamin.
Karbohidrat merupakan komponen terbesar (lebih
dari 55%) biji kacang hijau, yang terdiri dari pati,
gula dan serat. Berdasarkan jumlahnya, protein
adalah penyusun utama kedua setelah karbohidrat.
Kandungan protein pada kacang hijau dapat
membantu memperbaiki gizi pada lansia yang
mengalami malnutrisi. Dalam meningkatkan daya
cerna protein tersebut, kacang hijau harus diolah
terlebih dahulu melalui proses pemasakan. Kacang
hijau juga mengandung flavonoid yang bersifat
anti inflamasi untuk mencegah pembekuan darah
di arteri dan vena.
2. Alpukat Alpukat memiliki warna hijau kekuningan yang
dapat memberikan warna baru apabila ditambah
dalam kolak sehingga kolak terlihat lebih menarik.
Selain itu, buah ini mengandung potassium dan
lemak monounsaturated yang tinggi sehingga
sangat baik untuk kesehatan kardiovaskular,
kandungan lemak pada alpukat juga dapat
meningkatkan kebutuhan gizi pada lansia yang
mengalami malnutrisi.
3. Sirsak Buah sirsak termasuk buah semu, daging buah
lunak atau lembek, berwarna putih, berserat dan
berbiji pipih berwarna hitam. Rasa daging buah
sirsak yaitu manis, manis asam, segar serta
beraroma khas. Kandungan vitamin C dan
antioksidan yang terdapat di dalam buah
sirsak berperan sebagai antioksidan yang
membantu menangkal radikal bebas di dalam
tubuh, dan memelihara sel tubuh. Selain memiliki

18
manfaat gizi, pemberian buah sirsak pada kolak
membuat rasa kolak menjadi kaya karena rasa
asam segar buah ini.
4. Labu kuning Labu kuning berperan sebagai sumber
karbohidrat. Labu kuning memiliki beban
glikemik rendah, dengan artian konsumsi labu
kuning tidak akan mempengaruhi kadar gula darah
selama batas konsumsi tidak berlebihan. Labu ini
mengandung beta karoten yang berfungsi
mencegah risiko penyakit katarak dan vitamin C
serta memberikan warna oranye pada hidangan.
5. Pisang kepok Pisang sebagai sumber karbohidrat dan zat besi.
Pisang kepok juga dikenal dengan kandungan gula
yang rendah. selain itu pisang juga mengandung
vitamin A,B,C yang baik untuk kesehatan mata
dan kulit.
6. Susu kedelai susu kedelai (soy milk) dinilai menjadi salah satu
alternatif terbaik pengganti santan karena memiliki
flavor gurih. Susu kedelai memiliki nilai gizi yang
tinggi, sebanding dengan susu sapi.
Dibandingkan susu nabati lainnya, susu
kedelai mengandung lebih banyak protein, kaya
akan sumber serat, dan menjadi lemak yang baik
untuk tubuh.
7. Susu kental manis susu kental manis sebagai produk susu berbentuk
cairan kental ditambahkan untuk memberi rasa manis.
8. Sirup gula merah Selain memberikan rasa manis, sirup gula merah
ditambahkan untuk memberikan warna kemerahan
dan aroma pada kolak.

19
3.4 Formulasi
Standar yang digunakan sebagai perhitungan adalah standar diet TETP 1
dengan energi 2700 kkal dan protein 100 gr. Formula sebagai makanan selingan
berupa kolak susu dengan substitusi kacang hijau, alpukat, dan sirsak dengan
perhitungan energi dan zat gizi 10% dari energi total.
Standar Diet TETP 270 10-12,5 3- 7,5 38,13-50,75 20-35

(kacang hijau : Karbohidrat Serat


alpukat: sirsak) Energi Protein (g) Lemak (g)
(kkal) (g) (g)

P1 (60 : 20 : 20) 342,06 11,68 65,53 5,66 20,72

P2 (55 : 25 : 20) 339,8 10,9 64,47 6,26 20,24

P3 (45 : 35 : 20) 337,4 10,12 63,41 6,86 20,57

Standar diet TETP 1 38,13-


270 10-12,5 3-7,5
50,75

Bahan Berat Energy protein KH Lemak


Kacang hijau 70 76,16 6,09 12,81 0,35
Alpukat 20 17 0,18 1,54 1,3
Sirsak 20 13 0,5 3,26 0,06
Labu kuning 50 25,5 0,85 5 0,25

Pisang kepok 40 43,6 0,32 10,52 0,2

susu kedelai 60 24,6 2,1 3 1,5

Susu kental
20 68,6 1,64 11 2
manis
sirup gula
20 73,6 0 18,4 0
merah
Total 300 342,06 11,68 65,53 5,66

20
Standar diet TETP 1
270 10-12,5 38,13-50,75 3-7,5

Bahan Berat Energy protein KH Lemak


Kacang hijau 60 65,4 5,22 10,98 0,3
Alpukat 30 25,5 0,27 2,31 1,95
Sirsak 20 13 0,5 3,26 0,06
Labu kuning 50 25,5 0,85 5 0,25

Pisang kepok 40 43,6 0,32 10,52 0,2

susu kedelai 60 24,6 2,1 3 1,5

Susu kental
20 68,6 1,64 11 2
manis

sirup gula
20 73,6 0 18,4 0
merah
Total 300 339,8 10,9 64,47 6,26

Standar diet TETP 1


270 10-12,5 38,13-50,75 3-7,5

Bahan Berat Energy protein KH Lemak


Kacang hijau 50 54,5 4,35 9,15 0,25
Alpukat 40 34 0,36 3,08 2,6
Sirsak 20 13 0,5 3,26 0,06
Labu kuning 50 25,5 0,85 5 0,25

Pisang kepok 40 43,6 0,32 10,52 0,2

susu kedelai 60 24,6 2,1 3 1,5

Susu kental
20 68,6 1,64 11 2
manis

sirup gula
20 73,6 0 18,4 0
merah
Total 300 337,4 10,12 63,41 6,86

21
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pembuatan kolak susu dengan penambahan kacang hijau, alpukat,
dan sirsak dipilih untuk memenuhi kebutuhan zat gizi pada lansia yang
mengalami malnutrisi. Bahan-bahan yang digunakan memiliki karakteristik
tersendiri yang tentunya bermanfaat bagi lansia. Kolak susu merupakan kolak
yang menggunakan susu kedelai sebagai pengganti santan. Penggunaan susu
kedelai dinilai lebih baik daripada santan dari segi gizi karena tinggi protein dan
rendah lemak. Pada formulasi makanan yang dibuat untuk memenuhi
kebutuhan gizi pada lansia, kolak susu pisang labu diberi tambahan kacang
hijau, buah alpukat dan sirsak. Standar yang digunakan sebagai perhitungan
adalah standar diet TETP 1 dengan energi 2700 kkal dan protein 100 gr.
Formula sebagai makanan selingan berupa kolak susu dengan substitusi kacang
hijau, alpukat, dan sirsak dengan perhitungan energi dan zat gizi 10% dari
energi total.

22
DAFTAR PUSTAKA

Diana, F. (2020). Gambaran Pengetahuan, Asupan Gizi dan Status Gizi Lansia di
Wilayah Kerja Puskesmas Payung Sekaki Kota Pekanbaru. Retrieved from
Repository.pkr.ac.id: http://repository.pkr.ac.id/1096/6/BAB%20I.pdf

Arisanti, Husin, S., & Febry, F. (2014). Gambaran Asupan Energi dan Zat
Gizi Pada Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Warga Tama
Indralaya Tahun 2009. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, 5(1),
25–32.
Asnaniar, W. O. ., & Asfar, A. (2018). Analisis Status Gizi Lansia Berdasarkan
Indeks Massa Tubuh (Imt) Dan Mini Nutritional Assesment (Mna).
Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis, 12(3), 285–290.
Adriani, M., & Wirjatmadi, B. (2012). Peran gizi dalam status kehidupan. Jakarta:
Kencana Prenada Media Grup.
Almatsier, S. (2002). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

23

Anda mungkin juga menyukai