Anda di halaman 1dari 52

DENGAN BANTUAN BIAYA

DARI UNIVERSITAS
NASIONAL
LAPORAN PENELITIAN STIMULUS

UNIVERSITAS NASIONAL

ANALISA KUALITAS SEKSUAL PADA MASA PREMENOPAUSE


DI PUSKESMAS KECAMATAN KEBON JERUK JAKARTA BARAT

DI SUSUN OLEH :

Ketua : Anni Suciawati S.H., S.SiT., M.Kes., M.H.


Anggota : Sri Dinengsih, S.SiT, M.Kes
Sensa Menima Ari Purba

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS NASIONAL
2021
KATA PENGANTAR

ii
Segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah swt, Tuhan semua umat, Tuhan
seluruh alam dan Tuhan dari segala hal yang telah memberi rahmat dan karunianya sehingga
saya dapat menyelesaikan Penelitian dengan judul “Analisa kualitas seksual pada masa
Pramenopause di Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Jakarta barat”

Saya menyadari bahwa penulisan penelitian ini tidak akan terselesaikan tanpa adanya
Ridho Illahi, dukungan, bantuan dan masukan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini
dengan rendah hati dan rasa hormat yang besar saya mengucapkan „Alhamdulilahirobilalamin‟
beserta terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Universitas Nasional atas bantuan dana yang diberikan


2. Prof. Ernawati Sinaga, M.Si., Apt, Warek III bidang penelitian , pengabdian kepada
masyarakat, dan kerjasama yang telah memotivasi, mendorong dan memberikan
semangat kepada Dosen-dosen Universitas Nasional untuk melakukan penelitian dan
pengabdian kepada masyarakat dan juga mengusahakan dana dari Universitas Nasional.
3. Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Nasional Dr. Retno Widowati, M.Si.
4. Puskesmas kecamatan Kebon Jeruk yang telah memberikan kesempatan untuk peneliti
melakukan penelitian.
Akhirnya saya sebagai makhluk yang tidak sempurna memohon maaf apabila ada
kesalahan baik secara teknik, format ataupun isi dari skripsi saya. Harapan saya semoga
penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi masyarakat.

Jakarta, 2021

Penulis

i
RIMGKASAN

Menopuase merupakan kondisi yang ditandai dengan berakhirnya siklus menstruasi. Menopause
memengaruhi produksi hormon dalam tubuh, sehingga gairah seksual wanita menopause juga
dapat mengalami perubahan. Gairah seksual wanita menopause berbeda-beda. Ada wanita yang
gairah seksualnya mengalami penurunan, ada pula yang gairahnya tetap terjaga atau justru
meningkat begitu memasuki masa menopause. Perubahan gairah seksual wanita menopause
umumnya disebabkan perubahan kadar hormon dalam tubuh. Saat menopause, kadar hormon
estrogen yang memegang peranan penting terhadap fungsi seksual akan mengalami penurunan.
Keluhan gairah seksual yang menurun setelah menopause dialami oleh sebagian besar wanita.
Namun, ada pula yang gairah seksualnya justru meningkat begitu memasuki masa menopause.
Hal ini dipengaruhi oleh faktor psikis, misalnya karena wanita menopause tidak perlu lagi
mencemaskan kehamilan yang tidak diinginkan dan sebagian besar wanita menopause sudah
tidak lagi memikul tanggung jawab untuk membesarkan anak. Hal ini menyebabkan wanita
menopause menjadi lebih santai dan menikmati hubungan intim dengan pasangannya.
World Health Organization (WHO) pada tahun 2009 mendefinisikan menopause sebagai
berhentinya siklus menstruasi untuk selamanya bagi wanita yang sebelumnya mengalami
menstruasi sebagai akibat dari hilangnya aktivitas folikel ovarium. 1 Menopause merupakan
berakhirnya menstruasi secara alami, hal ini tidak terjadi bila wanita menggunakan kontrasepsi
hormonal pada usia perimenopause dan masa berhentinya kemampuan untuk hamil, sehingga
dijadikan momok penting dalam kehidupan wanita. Berhentinya menstruasi seacara total pada
wanita akibat dari penurunan hormone estrogen yang diproduksi ovarium menyebabkan keluhan
psikologis dan fisik. Keluhan psikologis yang terjadi pada wanita menopause yaitu gangguan
tidur, kecemasan, mudah tersinggung, stress, depresi dan gelisah. 2 Keluhan fisik yang terjadi
yaitu gejolak rasa panas (hot flushes), kepadatan tulang menurun, elastisitas kulit menurun,
penipisan dinding vagina dan kekeringan vagina yang dapat menyebabkan nyeri pada waktu
senggama.2 3 Data yang diperoleh dari World Health Organization (WHO) pada tahun 2010
populasi wanita yang mengalami menopause di seluruh dunia mencapai 894 juta orang dan
diperkirakan pada tahun 2030 akan mencapai 1,2 milyar orang.1 Menurut Badan Pusat Statistik,
penduduk wanita di Jawa Tengah pada tahun 2013 2 sebanyak 16.764.962 jiwa, dengan jumlah
penduduk wanita usia ≥45 tahun diperkirakan telah memasuki stadium menopause sebanyak
3.662.449 jiwa.4 Sedangkan pada tahun 2014 jumlah penduduk wanita usia ≥45 tahun
diperkirakan telah memasuki stadium menopause sebanyak 3.777.293 jiwa.4 Jumlah penduduk
wanita usia ≥45 tahun yang di perkirakan telah memasuki stadium menopause di kota Semarang
pada tahun 2013 sebanyak 191.387 jiwa, pada tahun 2014 sebanyak 192.459 jiwa dan pada tahun
2015 sebanyak 193.366 jiwa.5 Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) setiap tahunnya wanita
menopause mengalami peningkatan, di Indonesia 68% wanita menopause setiap tahunnya
mengalami gejala klimaterik dan 62% dari penderita menghiraukan gejala tersebut. Hal ini
sangat mempengaruhi Angka Harapan Hidup meningkat disebabkan karena meningkatnya status
kesehatan masyarakat. Menurut data yang dikeluarkan BPS Provinsi DKI Jakarta, angka harapan
hidup penduduk DKI Jakarta setiap tahunnya terus meningkat. Pada tahun 2000 Angka Harapan
Hidup (AHH) penduduk DKI Jakarta tercatat 69,81 tahun, dalam kurun waktu sepuluh tahun
angka ini terus tumbuh sebesar 0,25% per tahun. Angka Harapan Hidup tahun 2017 sebesar
72,49 tahun menunjukkan peningkatan selama 7 tahun terakhir.

i
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................... iii
RINGKASAN………………………………………………………………… iv
DAFTAR ISI…………………………………………………………………. v
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Premenopause .......................................................................... 5
2.2 Gejala Sindrome Menopause ................................................... 6
2.3 Faktor yang berpengaruh terhadap gejala premenopause ......... 8
2.4 Kehidupan Seks pada Masa Premenopause .............................. 9
2.5 Faktor yang Berhubungan dengan Hubungan Seksual ............. 14
2.6 Strategi untuk Mengurangi Ketidakharmonisan Seksual .......... 19
2.7 Penanggulangan Gejala Premenopause .................................... 20
2.8 Kerangka Teori ....................................................................... 22
2.9 Kerangka Konsep ..................................................................... 23
2.10 Hipotesis ................................................................................ 23
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian ....................................................................... 24
3.2 Populasi dan Sampel................................................................... 24
3.3 Lokasi Penelitian ........................................................................ 25
3.4 Waktu Penelitian......................................................................... 26

v
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil...................................................................................................27
4.2 Pembahasan........................................................................................30
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan........................................................................................42
5.2 Saran..................................................................................................42
Daftar Pustaka........................................................................................................44

v
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Premenopause merupakan siklus alami, namun ternyata tidak semua perempuan


dapat menerima hal ini dengan baik. Terdapat perempuan yang merasa cemas menjelang
menopause. Menopause semakin mendapat perhatian di negara-negara maju di samping
masalah kesehatan yang selama ini muncul. Hal ini disebabkan karena ketika seorang
wanita akan memasuki usia menopause terjadi banyak perubahan pada dirinya, dimana
wanita yang tidak siap dengan perubahan tersebut akan menganggap menopause sebagai
sesuatu hal yang negatif yang akan mengganggu kehidupannya. Kualitas hidup diartikan
sebagai persepsi individu mengenai keberfungsian mereka di dalam bidang kehidupan
(Noorma,2017).
Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) dalam Wirakusumah
(2000), pada Tahun 1980 UHH (usia harapan hidup) adalah 55,7 tahun, angka ini
meningkat pada tahun 1990 menjadi 59,5 tahun dan pada tahun 2020 diperkirakan UHH
menjadi 71,7 tahun. Angka Harapan Hidup (AHH) penduduk DKI Jakarta juga
mengalami perubahan. Angka Harapan Hidup meningkat disebabkan karena
meningkatnya status kesehatan masyarakat. Menurut data yang dikeluarkan BPS
Provinsi DKI Jakarta, angka harapan hidup penduduk DKI Jakarta setiap tahunnya terus
meningkat. Pada tahun 2000 Angka Harapan Hidup (AHH) penduduk DKI Jakarta
tercatat 69,81 tahun, dalam kurun waktu sepuluh tahun angka ini terus tumbuh sebesar
0,25% per tahun. Angka Harapan Hidup tahun 2017 sebesar 72,49 tahun menunjukkan
peningkatan selama 7 tahun terakhir. Sebelum terjadinya masa menopause biasanya
didahului dengan fase pre- menopause dimana pada fase ini terjadi masa peralihan dari
masa subur menuju masa tidak adanya pembuahan (anovulatoir). Sebagian besar
wanita mulai mengalami gejala pre menopause pada usia 40-an dan puncaknya pada
usia 50-an tahun yaitu terjadinya masa menopause ini wanita sudah tidak mengalami
haid lagi. Sebelum masa menopause wanita berada pada tahap pre menopause dimana
pada tahap ini terjadi penurunan hormon
estrogen sehingga memunculkan terjadinya sindrom pre menopause.
Gejala premenopause akibat menurunnya kadar estrogen tersebut sering
menimbulkan gejala yang sangat menggangu aktivitas kehidupan para wanita, bahkan

1
mengancam kebahagian rumah tangga. Masalah yang muncul, termasuk hilangnya
kesuburan pada kondisi menjelang menopause. Gejala yang menyertai sindrom
premonopause meliputi hot flushes (semburan panas dari dada hingga wajah), night sweat
(berkeringat dimalam hari), dryness vaginal (kekeringan vagina), penurunan daya ingat,
insomnia (sulit tidur), depresi (rasa cemas), fatigue (mudah capek), penurunan libido,
drypareunia (rasa sakit ketika berhubungan seksual), dan incontinence urinary (beser).
Hormon yang mengalami perubahan adalah hormon estrogen, estrogen ini yang sangat
berperan pada metabolisme penting beberapa organ diantaranya kulit, tulang, sistem
jantung dan pembulu darah, otak, saluran kencing dan tentu saja organ seksual. Tidak
heran apabila kemudian muncul berbagai keluhan fisik, baik yang berhubungan dengan
organ reproduksinya maupun organ tubuh pada umumnya (Proverawati, 2010).
Akibat perubahan dari gejala yang menyertai sindrom pre menopause ini yang
berupa haid tidak teratur, otomatis terjadi perubahan pada oragan reproduksi wanita.
Perubahan fungsi indung telur akan memperngaruhi hormon yang kemudian memberikan
pengaruh pada oragan wanita pada umumnya. Seksualitas adalah bagian integral dari
identitas seseorang dan fungsi seksual adalah sebuah kombinasi aspek psikososial seperti
gairah seksual, seksual hasrat dan fantasi seksual. Karena itu, perubahan dalam
seksualitas dan fungsi seksual dapat dimasukkan dalam masalah premenopause
(Nazarpour, 2015). Di indonesia aktifitas seksual terakir wanita berdasarkan laporan
SDKI 2017, usia 40-44 tahun yang melakukan hubungan seksual dalam 4 minggu yang
lalu saat dilakukannya penelitian sebanyak 74,7%, dan yang melakukan hubungan 1
tahun yang lalu sebanyak 14,2%, serta lebih dari 1 tahun sebanyak 8,7%, tidak menjawab
0,1% dari jumlah wanita 7093 jiwa. Pada usia 45-49 tahun yang melakukan hubungan
seksual dalam 4 minggu yang lalu saat dilakukannya penelitian sebanyak 64,3%, dan
yang melakukan hubungan 1 tahun yang lalu sebanyak 20,2%, serta lebih dari 1 tahun
sebanyak 13,2%, yang tidak menjawab 0,3% dari jumlah wanita 6655 jiwa.
Berdasarkan data pada Puskesmas Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Jakarta
Barat tahun 2018 jumlah penduduk menurut jenis kelamin dan kelompok umur wanita
pada usia 48-55 tahun sebanyak 16302 jiwa. Dari data tersebut banyak wanita kelompok
usia 48-55 tahun di Kebon Jeruk, sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang

2
faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas seksual pada masa premenopause
dengan pasangannya di Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Jakarta Barat tahun 2019.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas peneliti merumuskan faktor-faktor yang
berhubungan dengan kualitas seksual pada masa premenopause terhadap pasangannya di
Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Jakarta Barat tahun 2019.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui Analisa kualitas seksual pada masa premenopause terhadap
pasangannya di Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Jakarta Barat tahun 2019
1.3.1 Tujuan Khusus
1.3.1.1 Untuk mengetahui distribusi frekuensi kualitas seksual pada masa
premenopause berdasarkan pekerjaan, pengetahuan, pendidikan di
Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Jakarta Barat tahun 2019.
1.3.1.5 Untuk mengetahui hubungan kualitas seksual pada masa premenopause
dengan pekerjaann di Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Jakarta Barat
tahun 2019.
1.3.1.6 Untuk mengetahui hubungan kualitas seksual pada masa premenopause
dengan pengetahuan di Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Jakarta Barat
tahun 2019.
1.3.1.7 Untuk mengetahui hubungan kualitas seksual pada masa premenopause
dengan pendidikan di Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Jakarta Barat
tahun 2019.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi wanita Premenopause
Penelitian ini di harapkan dapat menjadi pengetahuan dan wawasan bagi
masyarakat tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas seksual pada
masa pre menopause terhadap pasangannya.

3
1.4.2 Bagi Tenaga Kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan
tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas seksual pada masa pre
menopause terhadap pasangannya.
1.4.3 Bagi Peneliti Selanjutnya
Dapat dijadikan bahan informasi dan acuan dalam melakukan penelitian
selanjutnya yang berkaitan dengan faktor-faktor yang berhubungan dengan
kualitas seksual pada masa pre menopause terhadap pasangannya.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori


2.1.1 Pengertian Premenopause
Masa klikmakterium meliputi premenopause, menopause, dan pascamenopause.
Pada wanita umur 40-65 tahun. Klimakterium prekoks adalah klimakterium yang terjadi
pada wanita umur kurang dari 40 tahun. Premenopause adalah masa 4-5 tahun sebelum
terjadinya menopause, keluhan klimakterium sudah mulai timbul, hormon estrogen masih
dibentuk. Bila kadar estrogen menurun maka akan terjadi perdarahan tak teratur.
Menopause adalah henti haid yang terakir yang terjadi dalam masa klimakterium dan
hormon estrogen tidak dibentuk lagi, jadi merupakan satu titik waktu dalam masa
tersebut. (Purwoastuti, 2015).
Fase premenopause adalah fase seorang wanita akan mengalami kekacauan pola
menstruasi, terjadi perubahan psikologis/kejiwaan, terjadi perubahan fisik. Berlangsung
selama 4-5 tahun. Fase ini terjadi pada wanita usia 48-55 tahun (Manuaba, 2009).
Wanita yang mengalami masa menopause, baik menopause dini, premenopause,
menopause, dan postmenopause, pada umumnya mengalami gejala puncak (klimakterik)
dan dan mempunyai masa transisi atau masa peralihan. Perubahan dalam sistem
hormonal mempengaruhi segenap konstitusi psikosomatis (rohani dan jasmani) sehingga
berlangsung proses kemunduran banyaknya perubahan dan kemunduran tersebut
menimbulkan krisi dalam kehidupan psikis pribadi yang bersangkutan. Pada umumnya
menopause diawali dengan suatu fase pendahuluan yaitu fase premenopause, yang
menandai suatu proses pengakiran, maka muncullah tanda-tanda yaitu:
a. Menstruasi menjadi tidak lancar dan tidak teratur
b. “Kotoran” haid yang keluar banyak sekali, ataupun sangat sedikit
c. Mencul gangguan vasomotoris berupa penyempitan atau pelebaran pada
pembulu-pembulu darah
d. Merasa pusing disertai sakit kepala
e. Berkeringat tiada hentinya
f. Neuralgia atau gangguan/sakit syaraf

5
Semua keluhan ini disebut fenomena klimakteris, akibat dari timbulnya modifikasi atau
perubahan fungsi kelenjar.
Selain perubahan psikis terdapat juga perubahan psikologis seperti depresi (kemurungan),
mudah tersinggung dan mudah marah, mudah dicurigai, diliputi banyak kecemasan,
insomnia atau tidak bisa tidur karena sangat bingung dan gelisah. Premenopuase sering
menimpa wanita yang berusia menjelang 40 tahun ke atas. Wanita yang berada pada
tahap premenopause, produksi hormon estrogen, hormon progesteron, dan hormon seks
lainnya mulai menurun. Tahap premenopause berhubungan dengan perubahan hormonal
sehingga wanita mengalami perubahan fisik dan emosional (Proverawati, 2010).
Sehubung dengan perubahan fisik, terjadi pergeseran pula pada kehidupan psikis
pribadi yang bersangkutan yang mengakibatkan terjadinya krisis, dan muncul
manifestasi. Berat ringannya stres yang dialami wanita dalam menghadapi dan mengatasi
menopause sangat dipengaruhi oleh bagaimna penilaiannya terhadap menopause.
Bagaimana seorang dapat menilai masa klimaterium dan menopause yang terjadi pada
dirinya dipengaruhi oleh pengetahuan dan pendidikan kesehatan yang diterimanya. Oleh
karena itu disinilah peran tenaga kesehatan terutama bidan untuk memberikan pendidikan
kesehatan yang objektif tentang menopause (Zuhana, 2016).

2.2 Gejala Sindrom Premenopause


2.2.1 Gangguan vasomotor
Hot flush (perasaan panas dari dada hingga wajah), wajah dan leher menjadi
berkerigat. Kulit menjadi kemerahan muncul di dada dan lengan terasa panas terjadi
beberapa bulan atau beberapa tahun sebelum dan sesudah berhentinya menstruasi.
2.2.2 Night sweat (keringat di malam hari)
Keringat dingin dan gemetaran juga dapat terjadi. Selama 30 detik samapai 5 menit.
2.2.3 Dryness vaginal (kekeringan pada vagina)
Area genital yang kering dan bisa sebagai bahan perubahan kadar estrogen.
Kekeringan ini dapat membuat area genital menjadi infeksi vaginal.
2.2.4 Penurunan daya ingat dan mudah tersinggung.
Penurunan kadar estrogen berpengaruh terhadap neurotranmiter yang ada pada otak.
Neurotransmiter yang terdapat diotak antara lain: dopamin, serotin dan endorfin. Ini

6
berfungsi menunjang proses kehidupan. Dopamin mempunyai fungsi untuk
mempengaruhi emosi, sistem kekebalan tubuh dan seksual. Kadar dopamin dipengaruhi
oleh estrogen, selain itu endorfin dapat merangasang terbentuknya dopamin. Serotin
berfungsi untuk mempengaruhi suasana hati, dan aktifitas istirahat. Sedangkan endofrin
menjalankan fungsi yang berhubungan dengan ingatan dan perasaan seperti rasa nyeri,
sakit.
2.2.5 Insomnia (suah tidur)
Kesulitan tidur dapat disebabkan karena rendahnya kadar serotin pada masa
premenopause. Kadar serotin dipengaruhi oleh kadar endorfin.
2.2.6 Gejala akibat kelainan metabolik
Meliputi kelaianan lemak di hati. Penurunan kadar estrogen menyebabkan
meningkatnya kadar kolesterol LDL dan menurunnya kadar kolesterol HDL.
2.2.7 Depresi (rasa cemas)
Sering terjadi pada wanita premenopause karena penurunan hormon estrogen yang
menyebabkan turunnya neurotranmiter di otak dimana hal tersebut mempengaruhi
suasana hati, jika kadar ini rendah maka akan muncul peasaan depresi atau rasa cemas.
2.2.8 Fatigue (mudah lelah)
Muncul karena menjelang masa premenopause karna terjadi perubahan hormonal,
terutama hormon estrogen.
2.2.9 Penurunan libido
Para penelitian melaporkan, wanita yang keinginan sksualnya berkurang selama
menopause lebih bayak melaporkan sulit tidur, keringat malam dan depresi. Faktor-faktor
yang berkaitan dengan penurunan libido pada wanita usia pertengahan begitu kompleks,
termasuk depresi, gangguan tidur dan keringat malam hari. Semuanya merupakan gejala
umum masa transisi menopause dan awal menopause. Keringat malam hari dapat
menganggu tidur dan kekurangan tidur mengurangi energi untuk yang lain, termasuk
aktifitas seksualnya. Beberapa wanita kehilangan gairah seks ketika menjelang
premenopause. Hal tersebut terjadi karena perubahan pada vagina, seperti kekeringa yang
membuat area genital sakit dan selain itu terjadi perubahan hormonal sehingga dapat
menurunkan gairah seks. Libido yang rendah mungkin disebabkan masalah psikologis,
biologis atau sosial, depresi, kegelisahan, atau citra tubuh yang buruk serta terjadi
penurunan neurotranmiter di otak yang mempengaruhi perilaku seksual.

7
2.2.10 Drypareunia (rasa sakit ketika berhubungan seksual)
Hal ini terjadi karena vagina menjadi pendek, menyempit, hilang elastis, epitelnya
tipis dan mudah trauma karena kurang lubrikasi.
2.2.11 Inkontinensia urin (beser)
Beberapa perempuan memiliki risiko lebih terhadap adanya infeksi saluran urin.
Masalah lain yang muncul adalah kesulitan untuk menampung air seni yang cukup lama
hingga sampai ke kamar mandi. Uretra dan vagina berasal dari jaringan embriologik yang
sama, sehingga defisiensi estrogen menyebabkan atrofi pada keduanya.
2.2.12 Ketidakteraturan siklus haid
Adanya gangguan siklus haid seperti polymenorrhoea, olygomenorrhoea, dan
metrorragia, hal ini terjadi karena kada estrogen menurun saat premenopause.
2.3 Faktor yang berpengaruh terhadap gejala premenopause
2.3.1 Faktor psikis
Perubahan-perubahan psikologis maupun fisik ini berhubungan dengan kadar
estrogen, gejala yang menonjol adalah berkurangnya tenaga dan gairah, berkurangnya
konsentrasi dan kemampuan akademik, timbulnya perubahan emosi seperti mudah
tersinggung, susah tidur, rasa kekurangan, rasa sepi, ketakutan, tidak sabar lagi dan lain-
lain. Perubahan psikis ini berbeda-beda tergantung dari kemampuan si wanita untuk
menyesuaikan diri.
2.3.2 Sosial Ekonomi
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sosial ialah segala sesuatu yang mengenai
masyarakat atau kemasyarakatan atau dapat juga berarti suka memperhatikan kepentingan
umum (kata sifat). Ekonomi ialah ilmu mengenai asas-asas produksi, distribusi, dan
pemakaian barang-barang serta kekayaan (seperti hal keuangan, perindustrian, dan
perdagangan). Keadaan sosial ekonomi mempengaruhi faktor fisik, kesehatan, dan
pendidikan. Apabila fakto-faktor tersebut cukup baik, akan mengurangi beban fisiologis,
pskologis. Kesehatan akan faktor klimakterium sebagai faktor fisiologis.
2.3.3 Budaya dan Lingkungan
lingkungan sosial menurut KBBI adalah kekuatan masyarakat serta berbagai sistem
norma di sekitar individu atau kelompok manusia yang mempengaruhi tingkah laku
mereka dan interaksi antara mereka. Sedangkan lingkungan kebudayaan menurut KBBI
adalah keadaan sistem nilai budaya, adat istiadat, dan cara hidup masyarakat yang
mengelilingi

8
kehidupan seseorang. Pengaruh budaya dan lingkungan sudah dibuktikan sangat
mempengaruhi wanita untuk dapat atau tidak menyesuaikan diri dengan fase
klimakterium dini.
2.3.4 Faktor lain
Wanita yang belum menikah, wanita karier baik yang sudah atau belum menikah,
menarch (menstruasi pertama) yang terlambat berpengaruh terhadapat keluahan-keluahan
klimakterium yang ringan (Proverawati, 2010).
2.4 Kehidupan Seks Pada Masa Premenopause
Banyak wanita yang berpendapat bahwa hubungan seks tidak mungkin dilakukan lagi
pada masa ini. Pendapat seperti ini tidak dapat dibenarkan lagi. Hubungan seks tetap
dapat dilakuakn meskipun usia telah lanjut.
Akibat kekurangan estrogen, vagina menjadi kering dan cedera sehingga terasa sakit
sewaktu bersenggama. (Purwoastuti, 2015). Efek berkurangnya hormon seks dapat dilihat
dialat kelamin sejak masa perimenopause. Akibat berkurangnya estrogen, epitel vagina
akan makin merah akibat menipisnya lapisan epitel, pembulu-pembulu darah kapiler
dibawah permukaan kulitpun akan makin terlihat. Akirnya, karena epitel vagina menjadi
atrofi, kapiler pun tidak lagi memperdarahi epitel, permukaan vagina pun menjadi pucat.
Selain itu, rugae-rugae (kerut) vagina akan jauh berkurang yang mengakibatkan
permukaannya menjadi licin, akibatnya sering sekali perempuan mengeluh dispareunia,
akirnya menjadi malas berhubungan seksual, dan uterus perempuan pada saat menopause
juga akan mengecil (Puspita, 2013).
Rasa sakit ini dapat dihilangkan hanya dengan pemberian hormon berupa tablet
estrogen oral maupun berupa krem vagina. Berkonsultasi dan meminta nasihat dokter
tetap merupakan cara terbaik. Masalah utama yang menyebabkan wanita tidak mau
melakukan hubungan seks adalah faktor psikis wanita tersebut. Mereka takut, gelisah,
tegang, sehingga sulit untuk melakukannya. Keadaan serupa terkadang ditemui juga pada
para suami. Istri dan suami mengeluh bahwa mereka sudah tua, kulit sudah keriput dan
badan sudah lemah. Untuk apa melakukan hubungan seks lagi. Sekali lagi ditekankan
disini bahwa pendapat tesebut tidak benar. Secara psikologis perempuan menopause
diakui cenderung mengalami kondisi mild life crisis atau krisis pertengahan baya. Greer
menyatakan bahwa periode klimakterium dipenuhi dengan kesedihan dan kedukaan yang
bias disebabkan oleh

9
kondisi internal atau kondisi lingkungan sosialnya. Krisis setengah baya ini bisa
disebabkan oleh perubahan identitas dari keadaan muda menjadi tua, ketidakharmonisan
perkawinan, dan gangguan kesehatan termasuk masalah seksualitas (Puspita, 2010).
Hubungan seks sangat berperan pada keserasian hubungan suami istri. Setiap masalah
yang timbul akan menyebabkan keretakan dalam rumah tangga. Untuk memecahkan
masalah-masalah seperti ini perlu dicari orang ketiga untuk mengemukakan semua
masalah tersebut, dengan cara sederhana ini acapkali mampu menyelesaikan masalah
yang ada (Purwoastuti, 2015).
2.4.1 Penurunan Aktivitas Seksual pada Usia Menopause
Aktivitas seksual merupakan naluri asasi manusia atau hasrat manusia yang dapat
dinikmati kedua belah pihak, yang bukan hanya tindakan senggama secara fisik, tetapi
melibatkan emosi kedua pasangan. Keinginan seks biasanya menurun pada masa
menopause, tetapi dapat pulih sesudah gejala menghilang. Salah satu penyebab
perubahan hasrat seks pada wanita menopause yakni vagina menjadi kering karena
penipisan jaringan pada dinding vagina, sehingga ketika melakukan hubungan seksual
bisa menimbulkan rasa nyeri (Indrayani, 2018).
2.4.2 Perubahan Pada Organ Reproduksi
2.4.2.1 Uterus (rahim)
Uterus mengecil, selain disebabkan atrifi endometrium juga disebabkan hilangnya
cairan dan perubahan bentuk jaringan ikat interstisial. Serabut otot miometrium menebal,
pembulu darah miometrium menebal dan menonjol.
2.4.2.2 Tuba Falopi (saluran telur)
Lipatan-lipatan tuba menjadi lebih pendek, menipis dan mengkerut, endosalpingo
menipis, mendatar dan silia menghilang.
2.4.2.3 Serviks (mulut rahim)
Serviks akan mengerut sampai terselubung oleh dinding vagina, kripta servikal
menjadi atropik, kanalis servikalis memendek, sehingga menyeruouti ukuran serviks
fundus saat masa adolesen.
2.4.2.4 Vagina
Terjadinya penipisan vagina menyebabkan hilangnya rugae, berkurangnya
vaskularisasi, elastisitas yang berkurang, skret vagina yang menjadi encer, indeks kario

1
piknotik menurun. Keasaman vagina meningkat karena terhambatnya pertumbuha basil
donderlein yang menyebabkan glikogen seluler meningkat, sehingga memudahkan
terjadinya infeksi. Uretra ikut memendek dengan pengerutan vagina, sehingga meatus
eksternal melemah menyebabkan uretritis dan pembentukan karankula.
2.4.2.5 Dasar pinggul
Kekuatan dan elastisitas menghilang. Karena atrofi dan lemahnya daya sokong
disebabkan prolapsus utero vaginal.
2.4.2.6 Perinium dan Anus
Lemak subkutan menghilang,atrofi, otot sekitarnya dan menghilang menyebabkan
tonus spinkter melemah dan menghilang. Sering terjadi inkontinensia alvi.
2.4.2.7 Vesica Urinaria (kandung kemih)
Tampak aktifitas kendali spinkter dan destrusor hilang sehingga sering kencing
tanpa sadar
2.4.2.8 Kelenjar Payudara
Diserapnya lemak subkutan, artrofi jaringan parenkim, lobulus menciut, stroma
jaringan ikat fibrosa menebal, sehingga puting susu mengecil, kurang erektil, pigmentasi
berkurang, sehingga payudara menjadi datar dan kendor (Proverawati, 2010).
2.4.3 Perubahan Fungsi Seksual pada Perempuan Menopause
Beberapa penelitian melaporkan ada sedikit peningkatan masalah seksual bila
dikaitakan dengan usia, hampir 40% melaporkan adanya respon dan hasrat yang
berkurang dalam ekpresi seksual. Rendahnya hasrat seksual berkaitan dengan masalah
seksual lainnya seperti kesulitan terangkasang dan orgasme (Puspita, 2010).
Perubahan pada perempuan menopause biasanya terjadi pada usia 40-50 tahun.
Rasa ketidaknyamanan dalam aspek seksualitas perempuan disebabkan karena dinding
vagina yang menipis dan tidak mengembang lagi pada saat terangsang seksual. Keadaan
ini akan menimbukan perasaan sakit waktu melakukan hubungan seksual sehingga
terpaksa tidak mampu menolak ajakan suami. Kondisi selanjutnya dapat menggangu
kehidupan seksual kedua belah pihak. Gejala tersebut disebabkan oleh penurunan kadar
estrogen, epitel vagina menipis, pH vagina meningkat sehingga timbul kekeringan, rasa
terbakar, iritasi, dan disparenia.

1
Kehidupan seseurang sangat dipengaruhi oleh perkawinan sehingga kehidupan
seks dari seseorang tidak bisa lepas dari sikap, perilaku dan kesehatan seksual
pasangannya. Hubungan suami istri sangat mempengaruhi kualitas seksualitas. Hubungan
yang baik dan mesra dalam hubungan seksual dan non seksual pada umumnya akan
memberikan dampak positif pada kedua belah pihak. Hubungan yang tidak mesra
menimbulkan keinginan untuk mengadakan kontak seksual akan menurun dan frekuensi
seks juga menurun, akibatnya dapat terjadi tekanan jiwa dan seterusnya dapat
mneimbulkan gejala psikosomatik. Perubahan fisik dan psikososial dapat mempengaruhi
kehidupan perempuan selama menopause. Penurunan akitivitas seksual selama
menopause bukan menjadi hal yang penting, hal ini tergantung dari beberapa faktor yang
dimiliki oleh perempuan dan pasangannya antara lain faktor sosiodemografi atau
sosiokultural, stressor ekonomi, dan persepsi individu terhadap diri dan status
kesehatannya (puspita, 2010).
Berikut beberapa alasan ketidak harmonisan seksual pada menopause yaitu :
2.4.4 Masalah Terkait Penuaan dan Kesehatan
Efek gejala menopause dan masalah kesehatan pada fungsi seksual. Gejala menopause
seperti berkurangnya hasrat seksual dan kekeringan pada vagina serta masalah kesehatan
seperti fistula atau masalah kesehatan pasangan (sepeti penderita diabetes, hipertensi dan
jantung) atau efek samping obat penyakit yang menyebabkan ketidakharmonisan seksual.
2.4.5 Perubahan Citra Tubuh
Salah satu alasan wanita tidak berhubungan seks adalah citra tubuh yang mengerikan
yang merak miliki tentang diri mereka sendiri setelah menopause. Beberapa pengalaman
informan, beberapa wanita menopause enggan telanjang di depan suami mereka karena
mereka memiliki citra negatif dari tubuh mereka.
2.4.6 Masalah Pernikahan
Yang masuk dalam hal ini seperti perbedaan usia yang besar dalam pernikahan, terutama
ketika wanita berumur lebih tua dari suaminya, ini dapat menyebabkan
ketidakharmonisan karena tidak dapat memenuhi kebutuhan seksual suaminya.
2.4.7 Mengubah Harapan Seksual Laki-Laki dipengaruhi oleh Pasangan Muda
Perilaku mantik, harapan seksual sebagian pria telah berubah, yang mengarah pada
ketidakharmonisan seksual. Sehingga pria mengharapkan istri mereka untuk bertindak
genit seperti pasangan muda, atau meniru tindakan yang ditunjukan dalam suatu situs,

1
tetapi wanita biasanya menolak untuk melakukannya dan dengan demikian menimbulkan
rasa sakit yang hebat pada suami mereka.
2.4.8 Efek Negatif dari ketidakpuasan Pernikahan Sebelumnya Pada Kepuasan Seksual.
Kualitas hubungan pernikahan dan hubungan seksual yang merusak memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap hubungan seksual saat ini.
Perempuan, yang menderita kebutuhan emosional dan seksual yang tidak terpenuhi dari
suami mereka atau suami mereka menikah lagi di masa lalu, berusaha untuk membalas
dendam suami mereka dengan menghindari hubungan seksual ketika mereka tua dan
lemah. Melihat pasangan muda dengan ikatan emosional yang erat di sekitar atau di TV
mengingat keinginan mereka yang tidak terpenuhi, yang membangkitkan kemarahan dan
frustrasi yang marah.
2.4.9 Kesalahpahaman tentang kebutuhan seksual
Salah satu alasan yang mendasari ketidakharmonisan seksual antara pasangan adalah
ketidakbiasaan dengan harapan seksual satu sama lain. Para informan menyatakan bahwa,
beberapa wanita menopause enggan tidur dengan suami mereka karena mereka memiliki
citra negatif tentang tubuh mereka, berpikir bahwa bentuk tubuh dan penampilan mereka
penting bagi suami mereka. Namun, dalam pengalaman informan, apa yang paling
penting bagi pria adalah kualitas hubungan seksual bukan bentuk tubuh dan penampilan
pasangan mereka. Para informan mengutip banyak cerita tentang pria yang memiliki
kepuasan seksual meskipun mengalami obesitas dan gangguan pada istri mereka.
2.5.7 Mitos dan keyakinan seksual
Keyakinan stereotyped seperti "kesenangan seksual bukan untuk wanita", "tidak pantas
hubungan seksual di usia tua", "hubungan seksual eksklusif untuk pemuda" yang di-
ternalalkan oleh wanita menopause. Keyakinan stereotip memiliki efek seumur hidup
pada persepsi mereka tentang hubungan seksual. Ini menyebabkan wanita menopause
merasa malu untuk membesarkan atau berbicara dengan pembungkus untuk kebutuhan
seksual dengan suami mereka. Kurangnya pelatihan tentang bagaimana memenuhi
kebutuhan seksual suami mereka adalah alasan lain yang mendasari ketidakmampuan
wanita menopause untuk memenuhi hasrat seksual pasangannya.
2.5.8 Perhatian harian

13
Tanggung jawab besar menghambat kebebasan menopause wanita berpikir tentang seks.
Menurut informan, beberapa wanita menopause mengatakan mereka kehilangan seks
karena mereka kewalahan dengan tanggung jawab seperti merawat cucu, membeli mas
kawin putri mereka dan seterusnya. Selain itu, kekhawatiran wanita menopause tentang
perpisahan dan perceraian anak-anak mereka menghambat mereka untuk memikirkan
masalah seksual.
2.5 Faktor-faktor yang berhubungan dengan hubungan sexual pada ibu premenopause
1. Pekerjaan
Jenis pekerjaan akan menggambarkan tingkat kehidupan seseorang sehingga
mempengaruhi berbagai aspek kehidupan, termasuk pemeliharaan kesehatan khususnya
menopause. Keluhan yang terjadi pada masa ini akan mempengaruhi aktifitas kehidupan
para wanita bahkan mengancam kebahagiaan rumah tangga. Kesehatan Seseorang tidak
hanya diukur dari aspek fisik, mental dan sosial saja tetapi juga diukur dari
produktivitasnya dalam arti mempunyai pekerjaan atau penghasilan secara ekonomi.
Keempat dimensi kesehatan tersebut yang saling mempengaruhi dalam mewujudkan
tingkat kesehatan seseorang atau masyarakat (Notoatmodjo, 2007).
Keluhan yang terjadi pada masa menopause akan mempengaruhi aktivitas
kehidupan para wanita bahkan mengancam kebahagiaan rumah tangga. Sehingga dengan
adanya kesibukan yang dilakukan membantu wanita dalam mengatasi keluhan stress,
gelisah, dam marah (Nurmila, 2014).
2. Pengetahuan
Terjadi kekhawatiran akan perubahan-perubahan yang terjadi sebelum
menopause dan sesudah menopause dapat menjadi masalah apabila wanita tersebut
tidak mengetahui secara benar tanda-tanda atau sindrom yang terjadi pada diri mereka
ketika memasuki menopause. Adanya keluhan fisik seperti kekeringan pada vagina,
kurangnya lubrinasi dan menurunnya fungsi seksual akan mempengaruhi perubahan
aktivitas seksual di usia menopause. Hal ini tidak hanya dipengaruhi oleh perubahan
yang terjadi akibat penurunan fungsi reproduksi tetapi juga dipengaruhi oleh
kurangnya informasi dan pengetahuan tentang dampak penurunan fungsi reproduksi
terhadap penurunan respons seksual di usia menopause (varney, 2004). Masalah lain
yang muncul akibat kurangnya pengetahuan tentang penurunan fungsi reproduksi dan
fungsi

14
seksual di usia menopause adalah gangguan biopsikososial yang akan mempengaruhi
kinerja wanita usia menopause dan juga mengakibatkan tergangguanya hubungan
suami istri. Banyak wanita pada masa menopause merasa takut akan kehilangan
seksualitasnya, khususnya kemampuan melakukan aktivitas seksual yang
menyebabkan hubungan interpersonal dengan pasangan kurang harmonis (Rohman,
2019).

Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi perubahan hidup wanita


menopause khususnya pada aktivitas seksual yaitu dengan memberikan pendidikan
kesehatan pada wanita menopause dan suami agar dapat mengembangkan
pengetahuan, sikap dan bagaimana cara mengatasi jika terjadi perubahan aktivitas
seksual melalu kegiatan konseling karena kebutuhan seksual merupakan salah satu
kebutuhan dasar manusia, untuk itu secara interpersonal, konseling merupakan satu
metode yang sesuai untuk memberikan informasi dan membantu pasangan suami dan
istri memahami dan mengerti bagaimana cara mengatasi perubahan aktivitas seksual
pada masa menopause (Potter dan Perry, 2005).

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk


tindakan seseorang, proses adopsi perilaku yang di dasari oleh pengetahuan akan
lebih baik dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan
diperlukan sebagai dorongan fisik dalam menumbuhkan rasa percaya diri,
pengetahuan merupakan stimulasi terhadap tindakan seseorang (Notoatmojo, 2003).

3. Pendidikan
Mashita (2007) mengemukakan bahwa setiap negara mempunyai sistem
persekolahan yang berbeda-beda, baik mengenai tingkat maupun jenis sekolah. Pada
saat ini jenis dan tingkat persekolahan di negara kita dari tingkat pra sekolah sampai
perguruan tinggi yaitu tingkat pra sekolah dan tingkat sekolah dasar. Hal ini
dibedakan antara sekolah dasar umum dan sekolah dasar biasa. Tingkat sekolah
Menengah Pertama dibedakan menjadi SMTP umum (SMP) dan SMTP kejuruan
(ST, SMEP, dll). Tingkat Sekolah Menengah Atas dibedakan menjadi SMTA umum
(SMA) dan SMTA kejuruan (STM, SPG, SMEA, dll). Tingkat perguruan tinggi
dibedakan menjadi jalur gelar (S-1, S-2 dan S-3) dan non gelar (D-1, D-2, D-3 dan
D-4).

15
Rahman (2003) dalam Mashita (2007) mengemukakan bahwa Biasanya dengan
semakin tinggi pendidikan yang dicapai, penerimaan akan lebih mudah karena dengan
pendidikan seseorang adapat berpikir secara rasional dan terbuka terhadap ide-ide baru
dan perubahan. Selain itu pendidikan juga berpengaruh secara tidak langsung melalui
peningkatan status sosial, kedudukan seorang wanita, peningkatan mereka terhadap
kehidupan, peningkatan kemampuan untuk membuat keputusan sendiri dan
menyatakan pendapat. Wanita yang berpendidikan lebih mudah mendapat pelayanan
kesehatan karena mereka menyadari sepenuhnya mamfaat pelayanan kesehatan
tersebut.

4. Kualitas Seksual
Sebuah studi yang dilakukan di University of Toronto telah menemukan, kunci
untuk pemenuhan seksual selain pada frekuensi banyaknya anda dan pasangan
melakukan hubungan seks, melainkan pada kekuatan komunal seksual. Kekuatan
komunal seksual adalah ketika setiap pasangan memprioritaskan kebutuhan hasrat
seksual satu sama lain. Di mana mereka saling memuaskan. Anda harus ingat bahwa
anda dan pasangan memiliki tingkat libido yang berbeda. Karena itu anda harus
menganggap pasangan sebagai rekan satu tim di atas ranjang. Jangan pernah berpikir
hanya anda yang terpuaskan, tapi juga mesti memikirkan pasangan. Semakin baik
kualitas bercinta yang dirasakan, menurut peneliti menjadi tanda anda dan pasangan
memiliki kualitas seks yang baik.
Aktivitas seksual merupakan kegiatan yang dilakukan dalam upaya memenuhi
dorongan seksual atau kegiatan mendapatkan kesenangan organ kelamin atau seksual
melalui beberapa prilaku, misalnya berfantasi, masturbasi, nonton atau membaca
buku pornografi, cium pipi, cium bibir, petting dan hubungan seks (Ingrid,2001).

Banyak wanita setelah menopause ragu melakukan aktivitas seksual, padahal


membiarkan menopause menjadi penghalang dalam melakukan aktivitas seksual
adalah hal yang salah, inilah yang menjadi penyebab wanita menopause kehilangan
kemampuan dalam fungsi dan kenerja seksualnya bersama pasangan. Melakukan
aktivitas seksual pada usia premenopause atau menopause tidak menjadi kendala,
wanita tidak perlu khawatir akan kehamilan, justru pada masa itu aktivitas seksual
merupakan rekreasi, relasi dan ekspresi cinta suami istri (Sitepoe, 2008).
16
Seksualitas pada wanita menopause menjadi isu yang penting sejak dahulu
sampai sekarang. Secara teori telah diakui bahwa seksualitas adalah hal yang penting,
namun tidak diikuti oleh tindakan dalam kehidupan kesehariannya. Bagi wanita
menopause, sentuhan pada malam hari, mendengar irama jantung suami dan
percakapan terbuka ditempat tidur merupakan hal yang penting dilakukan, karena
mampu meningkatkan keintiman dan meningkatkan komunikasi dengan pasangan.
Hubungan seksual dalam keluarga merupakan puncak keharmonisan dan kebahagian,
oleh karena itu kedua belah pihak harus dapat menikmatinya bersama. Ketidakpuasan
seks dapat menimbulkan perbedaan pendapat, perselisihan dan akhirnya menjadi
penyebab perceraian, itulah sebabnya seksualitas harus dibicarakan secara terbuka
sehingga tidak mengecewakan kedua belah pihak (Manuaba dkk, 2009).

Pada tahun-tahun dimana seorang wanita mengalami menopause, wanita


mungkin akan mengalami perubahan dalam kehidupan seksualitasnya. Aktivitas
seksual selama menopause sangat bervariasi, tergantung pada pembinaan. Wanita
yang memiliki kesempatan berhubungan seksual dengan pasangannya secara teratur
menunjukkan stabilitas perilaku seksual pada masa menopause, hanya 25% dari
jumlah wanita menopause yang pergi konsultasi pada dokter untuk mengeluh
mengenai seksual masa menopause. Beberapa wanita mengatakan mereka lebih
menikmati seks setelah mereka tidak perlu khawatir akan terjadinya kehamilan dan
mereka mengatakan tidak pernah merasa kehidupan seksualitasnya sepositif seperti
masa menopause ini, tapi ada pula yang merasa bahwa tubuhnya tidak handal lagi
sehingga aktivitas seksualnya tidak mantap lagi, alasan utama adalah karena muncul
perubahan fisik, perubahan organ reproduksi dan juga perubahan psikis yang
memegang peranan penting pada perilaku seksualitas wanita menopause (Sitepoe,
2008).

Menurut Ebersole dan Hess (1981) seksualitas merupakan ungkapan cinta,


kehangatan, saling berbagi, sentuhan maupun hal yang menyentuh antara manusia,
bukan hanya tindakan fisik berupa hubungan seksual. Seksulitas dapat mengandung
arti apa saja yang dapat memberikan kenikmatan seksual atau kesenangan,
kegembiraan dan kenyamanan. Menurut konferensi APNET (Asia Pasifik Networks
for Sosial Health) di Cepu, Filiphina 1996 mengatakan seksualitas adalah ekspresi
seksual

1
seseorang yang secara sosial dianggap dapat diterima serta mengandung aspek-aspek
kepribadian yang luas dan mendalam. Seksualitas merupakan gabungan dari perasaan
dan perilaku seseorang yang tidak hanya didasari pada ciri seks secara biologis, tetapi
juga merupakan satu aspek kehidupan manusia yang tidak dapat dipisahkan dari
aspek kehidupan yang lain.

penelitian yang dipublikasikan oleh Kinsey Institute (2005) menemukan


bahwa kehidupan seks yang sehat bisa dilihat dari umur kita. Menurut penelitian
tersebut, rata- rata usia pertama kali melakukan hubungan seks adalah 16,8 tahun
untuk laki-laki dan 17,2 tahun untuk perempuan. Berdasarkan usia 18-29 tahun, data
dari jurnal yang sama menyebutkan bahwa usia paling aktif hubungan seksual adalah
pada usia 18 hingga 29 tahun, yaitu sekitar 112 tahun per tahun atau 9-10 kali dalam
sebulan. Usia 30-39 tahun, di usia 30-39 terkadang terjadi beberapa perubahan dalam
kehidupan berumah tangga yang membuat hubungan seks tidak sepanas dahulu untuk
dilakukan. Meski begitu, kamu wajib melakukan hubungan seks dengan pasangan
setidaknya 86 kali dalam setahun atau sekitar 1kali dalam seminggu atau 6-7 kali
dalam sebulan. Usia 40-49 tahun, menurut penelitian, mereka yang berusia 40-an
melakukan hubungan seks 69 kali dalam setahun atau 5-6 kali dalam sebulan. Usia
50-60 tahun, tak banyak yang tahu bahwa mereka yang berusia 50 tahun ke atas
sebenarnya bisa memiliki kehidupan seksual yang menyenangkan. lho. Sebabnya
mereka memiliki banyak waktu luang. Setidaknya mereka yang berada di kelompok
usia ini melakukan hubungan seks sekitar 69 kali dalam setahun atau 5-6 kali dalam
sebulan. Usia 60-75 tahun ke atas, meski sudah berusia lanjut, pasangan suami istri
tetap harus melakukan hubungan seks untuk memiliki kehidupan rumah tangga yang
harmonis. Oleh karena itu para pasangan lansia wajib melakukan hubungan seks
setidaknya 1 kali dalam seminggu. Lalu, berapa kali frekuensi hubungan seks yang
ideal untuk dilakukan? Menurut penelitian ini adalah hubungan seks sebaiknya
dilakukan 3-5 kali dalam seminggu. Selain bermanfaat untuk menjaga keharmonisan
rumah tangga, juga memberikan manfaat positif untuk kesehatan tubuh (Gultom,
2017).

1
2.6 Strategi Untuk Mengurangi Ketidakharmonisan Seksual
2.6.1 Strategi adaptif
1. Perubahan peran dan nilai
Beberapa wanita yang percaya bahwa menopause sama dengan penuaan mengadopsi
strategi adopsi dan mengubah nilai dan peran mereka.
2. Berusaha keras untuk melindungi hubungan dengan pasangan melalui kenikmatan
seksual palsu
Beberapa wanita menopause menggunakan orgasme palsu sebagai strategi untuk
menyembunyikan hasrat seksual mereka yang berkurang karena mereka takut bahwa
penurunan pengaruh hasrat seksual pada hubungan perkawinan.
3. Cobalah untuk terlibat dalam kegiatan pengganti
Beberapa pria menekan hasrat seksual mereka ketika istri mereka tidak memperhatikan
kebutuhan seksual mereka.
4. Keterlibatan wajib dalam seks sesuai dengan aturan agama
Sejumlah wanita menopause merasa wajib untuk memenuhi kebutuhan seksual suami
mereka meskipun keengganan mereka untuk melakukannya. Itu terutama karena
kenyataan bahwa aturan Islam mendesak perempuan Muslim untuk memenuhi
kebutuhan seksual suami mereka.
2.6.2 Mengadopsi strategi pengobatan
1. Mencari bantuan dari teman sebaya, teman atau obat tradisional dan penyedia layanan
kesehatan
2. Mencari bantuan pesona
Sejumlah kecil wanita menopause, yang berjuang dengan celah emosional dan seksual
dengan suami mereka, mengunjungi penulis-pesona untuk memberi mereka pesona,
mantra atau sesuatu untuk membuat suami mereka lebih dekat dengan mereka.
3. Bercinta dengan wanita lain untuk memenuhi kebutuhan seksual Berhubungan seks
dengan wanita lain adalah strategi yang digunakan pria untuk melayani kebutuhan
emosional atau seksual yang tidak terpenuhi.
4. Berpura-pura menjadi bad mood untuk menghilangkan ketegangan seksual

19
Beberapa wanita menopause dengan pembuahan vagina yang tidak tertahankan tidak
dapat menggunakan strategi seperti berpura-pura dalam suasana hati yang buruk untuk
menyingkirkan ketegangan seksual (Masumeh,2018).
2.7 Penanggulangan Gejala Premenopause
1. Terapi sulih hormon
Sindrom pre menopause biasanya disertai gejala seperti hot flushes, mengeluarkan
banyak keringat, kekerigan vagina, palipitasi, emosi tak terkontrol dan gejala pre
menopause maka dapat dilakukan penambahan hormon estrogen. Kebanyakan kaum
wanita yang mengalami menopause mempunyai kebutuhan terhadap hormon estrogen.
Sedangkan, pada tahap pre menopause jika dilakukan penambahan hormon estrogen,
akan sangat bermanfaat bagi kesehatan kaum wanita. Sebaiknya sebelum menjalani terapi
hormon estrogen, kaum wanita harus menjalani lebih dahulu pemeriksaan terhadap
rahim, kelenjar payudara, darah(air kencing) secara rutin, fungsi hati dan ginjal, lemak
darah, gula darah. Terapi sulih hormon (TSH : Hormon Replacement therapy=HRT)
efektif untuk meringankan gejala yang menyertai sindrom pre menopause, menopause
dan mencegah osteoporosis, serta menjaga kestabilan berat badan. Setiap wanita pasti
akan mengalami menopause , yaitu masa dimana jumlah estrogen yang dihasilkan
ovarium sedikit san wanita tidak dapat hamil lagi. Masing-masing wanita mengalami
gejala menopause yang berbeda-beda. Beberapa keluhan yang dialami wanita menopause
antara lain haid tidak teratur, sukar tidur, jantung berdebar, pusing kulit keriput, libido
menurun, gangguan berkemih dan gejolak panas.hormon estrogen dan progesteron ini
akan menurun produksinya ketika wanita memasuki masa klimakterium yaitu mas apre
menopause. Sebagaimana diketahui bahwa wanita pada masa pre menopause juga
cenderung mengalami osteoporosis (tulang rapuh) . jumlah wanita yang meninggal akibat
komplikasi retak pinggul akibat osteoporosis ternyata lebih besar dibandingkan mereka
yang meninggal akibat kanker. Maka untuk mengatasi penurunan kesehatan pada masa
pre menopause dapat dilakukan pemberian terapi.
2. Selalu berdiri, duduk dan berjalan dengan tegak. Mengurangi pemakaian garam untuk
menghindari penumpuakan oleh jaringan.
3. Edukasi dan dukungan dari pemberi layanan kesehatan, edukasi meliputi pengertia
premenopause, menopause, dan post menopause, menjelaskan bahwa proses tersebut

20
adalah proses yang alamiah terjadi, dan apasaja gejala yang mungkin timbul serta cara
mengatasinya.
4. Minumlah susu non fat atau low fat, jus jeruk, sayuran hijau, makan yang banyak
mengandung kalsium. Hindari faktor yang menimbulkan rasa panas seperti makanan
berbumbu minyak, makanan yang pedas dan panas, makanan berlemak, alkohol dan
kafein juga dapat memicu hotflush.
5. Berolahraga mulai dari berjalan jauh atau senam. Ini sangat bermanfaat untuk mencegah
dan mengobati osteoporosis. Olahraga juga dapat mengurangi terjadinya sindrom pre
menopause.
6. Mengkonsumsi beberapa jenis vitamin (A,B,C,E complex, D) dan kalsium atau jenis
makanan yang mengandung semuanya. Beberapa jenis vitamin dapat mengurangi gejala,
meminimalkan dampak yang timbul akibat sindrom premenopause.
7. Jangan merokok, minum alkohol dan minumlah banyak air putih.
8. Medikasi herbal lebih cocok disebut suplemen dibandingkan sebagai obat. Karna lebih
dalam kanudngan herbal ada yang mengandung bahan aktif yang belum tentu baik oleh
kesehatan. Contoh herbal yang sering dipakai di Indonesia adalah gingsen, yang
digunakan untuk mengurangi gejala menopause seperti salah satunya memory loss.
9. Memeriksa kesehatan secara berkala, dengan melakuakan hal ini diharapkan para wanita
dapat mengetahui kondisi kesehatannya dan menjaga kesehatannya pada masa
premenopause dan seterusnya.
10. Rasa tidak nyaman atau nyeri pada saat berhubungan intim karena kurangnya cairan
vagina bisa diatasi dengan pemakaian jelly atau lubricant yang banyak dijual di apotek
(Purwoastuti,2010).

2
2.8 Kerangka Teori
Kerangka teori adalah tinjauan teori yang berkaitan dengan rumusan masalah yang
akan diteliti ( Notoatmodjo,2010 ). Adapun kerangka teori penelitian ini adalah sebagai
berikut :

PREMENOPAUSE

Penurunan hormon pada tahap Premenopause maka akan timbul Gejala Sindrom Premenopause antara lain :
Gangguan vasomotor (Hot flush)
Night sweat (keringat di malam hari)
Dryness vaginal (kekeringan pada vagina)
Penurunan daya ingat dan mudah tersinggung
Insomnia (suah tidur)
Gejala akibat kelainan metabolik
Depresi (rasa cemas)
Fatigue (mudah lelah)
Penurunan libido
Inkontinensia urin (beser)
Drypareunia (rasa sakit ketika berhubungan seksual)
Ketidakteraturan siklus haid

PENURUNAN LIBIDO

KUALITAS SEKSUAL
PADA WANITA
PREMENOPAUSE
Gambar 2.1 Kerangka Teori

(Sumber : Proverawati, 2010., Nurmaila, 2014)

2
2.9 Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara konsep-
konsep yang ingin diamati dan diukur melalui penelitan yang akan dilakukan (Notoatmodjo,
2013). Berdasarkan tinjauan teori dapat dikemukakan, kerngka konsep yang penulis
menggunakan sebagai alur pikiran dalam melaksanakan penelitian ini dapat dilihat dalam
kajian dibawah ini. Penelitian ini terdiri dari 2 variabel, yaitu :
a. Variabel Independen (bebas) variabel yang berhubungan, yaitu : pekerjaan, pengetahuan,
pendidikan.
b. Variabel dependen (terikat) variable yang berhubungan, yaitu : kulitas sekual wanita
premenopause

Variable Independen Variable Dependen

Pekerjaan
KUALITAS SEKSUAL WANITA PREMENOPAUSE
Pengetahuan
Pendidikan

Gambar 2.2 Kerangka Konsep


2.10 Hipotesis dan Pertanyaan Penelitian
1. Tidak ada hubungan antara pekerjaan dengan kualitas seksual pada masa
premenopause dengan pasangannya.
2. Tidak ada hubungan antara pendidikan dengan kualitas seksual pada masa
premenopause dengan pasangannya.
3. Tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan kualitas seksual pada masa
premenopause dengan pasangannya.

2
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain penelitian

Desain penelitian adalah kerangka acuan bagi hubungan antar variabel penelitian
(Sastroasmoro & Ismail, 2008). Desain penelitian mengacu pada pengukuran dan analisis
yang akan digunakan pada penelitian. Desain penelitian ini yang dipakai adalah desain
penelitian deskriptif analitik dengan metode pendekatan cross-sectional, yaitu untuk
mendapatkan gambaran dan hubungan antara sebab dan akibat yang terjadi pada objek
penelitian yang diukur dalam waktu singkat atau bersamaan (potong lintang) yang dapat
memberikan informasi mengenai situasi yang ada pada suatu waktu (Notoatmodjo, 2013).
Pengambilan data ini dilakukan dalam waktu bersamaan baik untuk variabel dependen
maupun variable independen. Data yang diperoleh pada penelitian ini dianalisis untuk
melihat gambaran serta hubungan faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas
seksual pada masa premenopause dengan pasanganganya.
3.2 Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi penelitian adalah keseluruhan objek penelitian yang diteliti tersebut
(Notoatmodjo, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah wanita usia 48-55 tahun yang
ada di Puskesmas Kecamatan Kebon jeruk Jakarta Barat 2019 sebanyak 16.302 jiwa.

2. Sampel
Sampel merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
(Ariani, 2014). Jika ditentukan bahwa penelitian akan dilakukan dengan pengambilan
sampel, maka agar sampel penelitian tersebut dapat mewakili populasi dan menghasilkan
penelitian yang valid perlu dilakukan cara atau teknik tertentu yang disebut metode atau
teknik sampling. Maka dalam penelitian ini menggunakan rumus Slovin dalam buku
Notoatmodjo (2005), yaitu sebagai berikut:
N
n
1  N (d 2 )

Keterangan :

2
n = jumlah sampel
N = jumlah populasi
d = tingkat presisi
populasi = 16.302
16302
n = 1+ 16302 =
16302 16302
=1+ 163,02 =
16302 = 99,39 = 99 orang
1+ 16302 (0,01) 164,02
(0,1)2

3. Kriteria Inklusi dan Ekslusi


Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi
target yang terjangkau dan akan diteliti (Nursalam, 2012). Kriteria inklusi dalam
penelitian ini adalah :
 Wanita Premenopause usia 48-55 tahun
 Masih memiliki suami

Kriteria eksklusi yaitu menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang memenuhi


kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab (Nursalam, 2012). Kriteria ekslusi dalam
penelitian ini adalah :

 Wanita yang sudah menopause


 Usia <48 dan >55 tahun

4. Cara Pengambilan Sampel


. Teknik pengambilan sampel merupakan cara yang ditempuh untuk
menentukan sampel penelitian dari populasi yang telah ditentukan sebelumnya
(Wasis, 2008). Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik
Purposive Sampling yang artinya salah satu teknik sampling non random sampling
dimana peneliti menentukan pengambilan sampel dengan cara menetapkan ciri-ciri
khusus yang sesuai dengan tujuan penelitian sehingga diharapkan dapat menjawab
permasalahan penelitian (Sugiono, 2009)

3.3 Lokasi Penelitian


Lokasi penelitian Adalah letak geografis yang merupakan tempat pengambilan data
penelitian. Dan lokasi penelitiannya di Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Jakarta Barat,
2020.

2
3.4 Waktu Penelitian
Waktu Penelitian adalah pelaksanaan penelitian dimulai sejak penyusunan skripsi,
pengambilan data, sampai dengan penyusunan laporan skripsi. Waktu penelitian ini
dimulai dari Febuari 2020.

26
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 HASIL
4.1.1 Analisis Univariat
4.1.1.1 Distribusi Frekuensi berdasarkan kualitas seksual

Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Berdasarkan kualitas
seksual di Puskesmas Kec. Kebon Jeruk 2019
Kualitas Seksual F %

Tidak Baik 10 10,1

Baik 89 89,9

Total 99 100

Tabel 4.1 Menunjukan bahwa mayoritas responden adalah ibu yang


kualitas seksualnya baik yaitu sebanyak 89 orang (89,9%).
4.1.1.2 Distribusi frekuensi kualitas seksual pada masa premenopause
berdasarkan Pekerjaan

Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pekerjaan di
Puskesmas Kec. Kebon Jeruk 2019
Pekerjaan F %

Tidak bekerja 43 43,4

Bekerja 56 56,6

Total 99 100

Tabel 4.2 Menunjukan bahwa mayoritas responden adalah ibu yang bekerja
sebanyak 56 orang (56,6%)
4.1.1.3 Distribusi frekuensi kualitas seksual pada masa premenopause
berdasarkan pengetahuan
Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Berdasarkan
Pengetahuan di Puskesmas Kec. Kebon Jeruk
2019
Pengetahuan F %

Kurang 44 44,4

Baik 55 55,6

TOTAL 99 100
27
Tabel 4.3 Menunjukan bahwa mayoritas responden adalah ibu
berpengetahuan baik sebanyak 55 orang (55,6%).
4.1.1.4 Distribusi frekuensi kualitas seksual pada masa premenopause
berdasarkan pendidikan

Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Berdasarkan
Pendidikan di Puskesmas Kec. Kebon Jeruk
2019
Pendidikan F %

SD 28 28,3

SMP 21 21,2

SMA 50 50,5

Total 99 100

Tabel 4.4 Menunjukan bahwa mayoritas responden adalah ibu


berpendidikan SMA & PT sebanyak 50 orang (50,5%).
4.1.2 Analisis Bivariat
A. Hubungan Pekerjaan dengan Kualitas Seksual pada Masa Premenopause dengan
Pasangannya

Tabel 4.5
Distribusi Frekuensi antara pekerjaan
dan kualitas seksual pada masa
premenopause di Puskesmas Kec. Kebon
jeruk 2019
Kualitas Seksual
Pekerjaan Jumlah
Tidak baik Baik  value
f % f % f %
Tidak bekerja 9 20.9 34 79.1 43 100
Bekerja 1 1.8 55 98.2 56 100
0,002
Jumlah 10 10.1 89 89.9 99 100

Dari tabel 4.5 menunjukan dari 56 ibu premenopause yang bekerja sebagian besar
memiliki kualitas seksual yang baik yaitu sebanyak 55 responden (98,2%). Dan dari 43
responden yang tidak bekerja memiliki kualitas seksual yang baik sebanyak 34 responden
(79,1%).
Hasil penghitungan statistik menggunakan uji chi square dengan α = 0,05 diperoleh
 value = 0,002 ( value < α) berarti Ho ditolak, uji statistik menunjukan ada hubungan

2
yang signifikan. Dengan demikian pekerjaan dan kualitas seksual pada ibu premenopause
ada hubungannya.

B. Hubungan pengetahuan dengan kualitas seksual pada masa premenopause


dengan pasangannya

Tabel 4.6
Distribusi Frekuensi antara pengetahuan dan
kualitas seksual pada masa premenopause
di Puskesmas Kec. Kebon jeruk 2019
Kualitas Seksual

No Pengetahuan Jumlah  value


Tidak baik Baik
f % f % f %
1 Kurang 5 11.4 39 88,6 44 100
0,747
2 Baik 5 9.1 50 90,9 55 100
Jumlah 10 10.1 89 89,9 99 100

Dari tabel 4.6 menunjukan bahwa dari 55 responden yang berpengetahuan baik,
sebagian besar responden yaitu 50 (90,9%) memiliki kualitas seksual yang baik. Dan dari
44 responden dengan pengetahuan kurang, sebagian besar responden yang mempunyai
kualitas seksual baik yaitu sebanyak 39 (88,6%).
Hasil penghitungan statistik menggunakan uji chi square dengan α = 0,05 diperoleh
 value = 0,747 ( value > α) berarti Ho gagal ditolak, uji statistik menunjukan tidak
ada hubungan yang signifikan. Dengan demikian pengetahuan dan kualitas seksual pada
ibu premenopause tidak ada hubungannya.

2
C. Hubungan pendidikan dengan kualitas seksual pada masa premenopause dengan
pasangannya
Tabel 4.7
Distribusi Frekuensi antara pendidikan
dan kualitas seksual pada masa
premenopause di Puskesmas Kec. Kebon
jeruk 2019
Kualitas Seksual
Jumlah  value
Pendidikan
Tidak baik Baik
f % f % f %
SD 9 32.1 19 67,9 28 100
SMP 1 4.8 20 95,2 21 100 0,001
SMA & PT 0 0 50 100 50 100
Jumlah 10 10.1 89 89,9 99 100
Dari tabel 4.7 menunjukan bahwa dari 50 responden ibu premenopause yang
berpendidikan SMA & PT semuanya memiliki kualitas seksual yang baik. Sedangkan
dari 21 responden yang berpendidikan SMP sebagian besar memiliki kualitas seksual
yang baik sebanyak 20 responden (95,2%). Dari 28 responden yang berpendidikan SD
memiliki kualitas seksual yang baik sebanyak 19 responden (67,9%).
Hasil penghitungan statistik menggunakan uji chi square dengan α = 0,05 diperoleh
 value = 0,000 ( value < α) berarti Ho ditolak, uji statistik menunjukan ada hubungan
yang signifikan. Dengan demikian pendidikan dan kualitas seksual pada ibu
premenopause ada hubungannya.

4,2 PEMBAHASAN
4.1.2 Univariat
1. Kualitas Seksual
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kualitas seksual pada wanita
premenopause di Puskesmas Kec. Kebon Jeruk yang baik sebanyak 89
responden (89,9%), dan yang tidak baik sebanyak 10 (10,1%). Jadi dapat kita
tarik kesimpulan bahwa wanita usia 48-55 tahun di puskesmas tersebut masih
baik.
Kualitas seksual yaitu semakin baik kualitas bercinta yang dirasakan ,
menurut penelitian menjadi tanda anda dan pasangan anda memiliki kualitas

30
seksual yang baik. Sebuah studi yang dilakukan di University of Toronto
telah menemukan, kunci untuk pemenuhan seksual selain pada frekuensi
banyaknya anda dan pasangan melakukan hubungan seks, melainkan pada
kekuatan komunal seksual. Kekuatan komunal seksual adalah ketika setiap
pasangan memprioritaskan kebutuhan hasrat seksual satu sama lain. Di mana
mereka saling memuaskan. Anda harus ingat bahwa anda dan pasangan
memiliki tingkat libido yang berbeda. Karena itu anda harus menganggap
pasangan sebagai rekan satu tim di atas ranjang. Jangan pernah berpikir hanya
anda yang terpuaskan, tapi juga mesti memikirkan pasangan. Semakin baik
kualitas bercinta yang dirasakan, menurut peneliti menjadi tanda anda dan
pasangan memiliki kualitas seks yang baik (Gultom, 2017).
Dapat dilihat dari hasil diatas bahwa kualitas seksualnya sudah bagus,
Sebagian besar responden masih memiliki rasa tertarik dengan pasangannya
agar kehidupan seksual lebih menyenangkan dan bukan merupakan suatu
kewajiban saja. Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh
Ghazanfarpour (2017) yang menyebutkan bahwa wanita premepause
cendrung menghindari hubungan seksual. Karena minat dan kesenangan
mereka dalam melakukan hubungan seksual sudah mulai menurun. Rasa
percaya diri mereka terhadap citra tubuhnya sudah mulai menurun sehingga
mereka tidak percaya diri dalam melakukan hubungan seksual dengan
pasangannya lagi.
Responden yang masih aktif dalam berhubungan seksual melakukan
hubungan seksual dengan frekuensi seminggu > 1 kali. Dan menurut pendapat
saya di penelitian ini adalah wanita premenopause seharusnya masih memiliki
kualitas seksual yang baik, seperti yang sudah di jelaskan di atas bahwa usia
ibu premenopause masih bisa melakukan hubungan seksual minimal >1 kali
dalam seminggu yang harus sama-sama memprioritaskan kebutuhan seksual
pasangannya. Oleh karna itu jika merasakan ketidaknyamanan dalam
melakukan hubungan seksual segeralah berkonsultasi pada ahlinya, agar
mendapatkan pengetahuan atau cara mengatasi masalah yang dihadapinya,
dan rumah tangga atau hubungan dengan suami dapat terjalin dengan baik.
Karena

31
dengan kualitas seksual yang baik dapat meningkatkan keharmonisan dalam
rumah tangga.
2. Gambaran Kualitas Seksual pada Masa Premenopause berdasarkan
Pekerjaan
Hasil penelitian berdasarkan pekerjaan, yaitu wanita yang bekerja
masih lebih dominan yaitu sebanyak 56 orang (56,6%). Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia Pekerjaan adalah suatu hubungan yang melibatkan
dua pihak antara perusahaan dengan para pekerja/karyawan. Para pekerja
akan mendapatkan gaji sebagai balas jasa dari pihak perusahaan, dan
jumlahnya tergantung dari jenis profesi yang dilakukan.
Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kusumawati
(2015), Mayoritas pekerjaan ibu premenopause adalah IRT. Dalam
penelitian Kusumawati (2015) lingkungan pekerjaan dapat membuat orang
memperoleh pengalaman dan pengetahuan yang baik secara langsung
maupun tidak langsung. Dapat dikaitkan dengan teori ini pekerjaan dapat
mempengaruhi hubungan seksual dilihat dari pengetahua yang dimiliki
seperti manimbulkan minat dan memaksimalka fungsi seksual.
Menurut saya pekerjaan yang dijalani oleh seorang wanita
premenopause berhubungan dengan banyaknya kesempatan untuk
bersosialisasi dan menyerap informasi kesehatan. Wanita yang bekerja,
mereka tidak sempat memikirkan gangguan-gangguan menjelang
menopause karena kesibukannya. Berbeda dengan ibu rumah tangga,
mereka memiliki banyak waktu setelah ia selesai melakukan pekerjaan,
sehingga ia memiliki waktu luang untuk memikirkan gangguan-gangguan
menjelang menopause, akan tetapi hal tersebut tergantung dari individu itu
sendiri, terbukti ada wanita yang merasa senang dan bahagia menempuh
umur setengah baya dan peristiwa menopause.
3. Gambaran Kualitas Seksual pada Masa Premenopause berdasarkan
Pengetahuan
Berdasarkan hasil penelitian mayoritas responden adalah ibu
berpengetahuan baik sebanyak 55 orang (55,6%). Pengetahuan adalah domain

32
yang penting dalam pembentukan prilaku. Apabila penerimaan perilaku baru
atau adopsi prilaku melalui proses yang didasari pengetahuan, maka perilaku
tersebut akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan (Notoatmodjo, 2007).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rusmeirina, (2014)
mayoritas ibu premenopause memiliki pengetahuan baik (53,1%). Menurut
beliau pengetahuan tentang premenopause dapat digunakan sebagai prediktor
untuk menghadapi berbagai kecemasan/masalah pada premenopause. Semakin
tinggi pengetahuan tentang premenopouse maka semakin rendah kecemasan
menghadapi premenopouse yang diperoleh subjek. Sebaliknya, semakin rendah
pengetahuan tentang premenopause maka semakin rendah kecemasan
menghadapi premenopouse.

Menurut penelitian yang saya lakukan, saya dapat menyimpulkan bahwa


mayoritas responden masih memiliki pengetahuan yang baik. Pengetahuan
mengenai premenopause sangat diperlukan sehingga wanita tidak
mengesampingkan perubahan yang terjadi pada tubuh mereka. Anggapan bahwa
gejala-gejala yang timbul merupakan hal biasa karena faktor usia dan sudah
sewajarnya. Menurut Rusmeirina (2014) pada permulaan klimakterium
kesuburan menurun, pada masa premenopause terjadi kelainan perdarahan,
sedangkan pada masa pascamenopause terdapat gangguan vegetatif, psikis, dan
organis. Hal ini lah yang tidak semua ibu premenopause bisa mendapatkan
informasinya dengan benar, sehingga menurut saya ibu harus sering mencari
informasi mulai dari bertanya, mencari di internet, bertanya pada tenaga ahli
nya/ tenaga kesehatan. Sehingga ibu dapat menambahkan pengetahuan yang
benar dan tidak lagi mengkhawatirkan masalah-masalah yang akan timbul
kedepannya, terutama masalah kualitas seksual pada masa premenopause.

4. Gambaran Kualitas Seksual pada Masa Premenopause berdasarkan


Pendidikan
Berdasarkan hasil penelitian mayoritas responden adalah ibu
berpendidikan SMA & PT sebanyak 50 orang (50,5%). Pendidikan adalah

33
proses mengubah sikap dan tata laku seseorang atau kelompok
orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan
latihan; proses; perbuatan; cara mendidik (KBBI).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Arifah, (2010)
pendidikan ibu premenopause mayoritas yaitu SLTA/SMA yaitu sebanyak
51,2%. Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang di lakukan Ismiyati,
(2010) menunjukkan bahwa presentase terbanyak responden berpendidikan
SLTA dengan mayoritas mempunyai pengetahuan tentang premenopause
yang tergolong tinggi.
Hasil ini sejalan dengan penelitian yang saya lakukan. Karena menurut
saya semakin tinggi tingkat pendidikan yang di jalani maka pemikiran serta
pengambilan keputusan itu akan lebih mudah, dan penerimaan terhadap
sesuatu hal yang baru akan lebih mudah diterima. Maka akan semakin tinggi
daya serapnya terhadap informasi sehingga informasi-informasi yang
didapatkannya dapat dipahami dengan baik. Menurut saya tingkat pendidikan
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan, selain itu
informasi dan faktor pengalaman akan menambah pengetahuan tentang
sesuatu yang bersifat nonformal. Dimana wanita yang berpendidikan akan
mempunyai pengetahuan kesehatan yang lebih baik.
5. Hubungan pekerjaan dengan kualitas seksual pada masa premenopause
dengan pasangannya.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pekerjaan dan kualitas
seksual menunjukkan p-value 0,002 yang berarti Ho ditolak. Hasil tersebut
dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna secara statistik antara
pekerjaan dan kualitas seksual pada wanita usia 48-55 tahun di Puskesmas
Kec. Kebon Jeruk.
Jenis pekerjaan akan menggambarkan tingkat kehidupan seseorang
sehingga mempengaruhi berbagai aspek kehidupan, termasuk pemeliharaan
kesehatan khususnya premenopause. Keluhan yang terjadi pada masa ini akan
mempengaruhi aktifitas kehidupan para wanita bahkan mengancam
kebahagiaan rumah tangga. Kesehatan Seseorang tidak hanya diukur dari
aspek

3
fisik, mental dan sosial saja tetapi juga diukur dari produktivitasnya dalam
arti mempunyai pekerjaan atau penghasilan secara ekonomi. Keempat
dimensi kesehatan tersebut yang saling mempengaruhi dalam mewujudkan
tingkat kesehatan seseorang atau masyarakat (Notoatmodjo, 2007).
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mahayuni
yang menyebutkan bahwa responden yang bekerja dan aktivitas seksualnya
masih aktif sebesar 77,1%. Menurut beliau Responden yang bekerja, baik
sebagai wiraswasta, pegawai swasta, maupun pegawai negeri sipil (PNS)
lebih banyak yang masih aktif melakukan aktivitas seksual dengan pasangan.
Wanita premenopause yang bekerja sebagai wanita karier di mana aktivitas
seksualnya masih aktif berada pada tingkat pertama dan wanita sebagai ibu
rumah tangga dan buruh wanita pada tingkat paling rendah, hal ini
dikarenakan nilai sosial mengenai suatu perilaku seksual tidak selamanya
sama bagi setiap individu sekalipun hidup dalam suatu nilai sosial yang sama.
Wanita pada masa premenopause tidak mempermasalahkan lagi mengenai
pemakaian alat kontrasepsi atau tanpa pemakaian alat kontrasepsi. Dengan
demikian wanita premenopause dapat melakukan hubungan seksual dengan
pasangannya tanpa ada rasa takut akan hamil, sehingga hubungan wanita
premenopause terhadap pasangannya dapat terjalin lebih harmonis.
Penelitian ini sejalan juga terhadap penelitian yang dilakukan dengan
Ardillah tahun 2016 Berdasarkan pekerjaan sebagian besar responden adalah
bekerja yaitu sebanyak 31 orang atau 59,6%. Lingkungan pekerjaan dapat
menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara
langsung maupun tidak langsung. Jenis-jenis pekerjaan dapat menambah
informasi dan pengetahuan yang luas bagi seseorang, semakin tinggi taraf
pekerjaan seseorang maka semakin luas informasi dan pengetahuannya.
Dengan bekerja maka akan terjadi interaksi antar manusia sehingga ada
kemungkinan untuk bertambahnya informasi dan pengetahuan tentang
tentang gejala klimakterik dan hubungannya dengan kebutuhan seksualitas
pada wanita premenopause.

3
Namun berdasarkan data penelitian oleh Kusumawati tahun 2015
pekerjaan ibu premenopause sebagian besar IRT 41 (57,7%). Penelitian ini
tidak sejalan dengan penelitian yang saya lakukan, namun menurut Mubarok
(2011) lingkungan pekerjaan dapat membuat orang memperoleh pengalaman
dan pengetahuan yang baik secara langsung maupun tidak langsung. Dapat
dikaitkan dengan teori ini pekerjaan dapat mempengaruhi hubungan seksual
dilihat dari pengetahuan yang dimiliki seperti menimbulkan minat dan
memaksimalkan fungsi seksual.
Dalam penelitian ini menunjukan bahwa wanita yang bekerja lebih baik
kualitas seksualnya, karena dari 99 responden yang bekerja 56 responden dan
dari 56 responden yang berkerja hanya 10 orang yang kualitas seksualnya
tidak baik, oleh karena itu keluhan yang terjadi pada masa premenopause
akan mempengaruhi aktivitas kehidupan para wanita bahkan mengancam
kebahagiaan rumah tangga. Sehingga dengan adanya kesibukan yang
dilakukan membantu wanita dalam mengatasi keluhan stress, gelisah, dan
marah. Serta jika wanita itu bekerja dia bisa mendapatkan informasi yang dia
tidak bisa dapatkan jika dia hanya berkeja sebagai IRT, seperti yang
dipaparkan diatas bahwa semakin tinggi taraf pekerjaan seseorang maka
semakin luas informasi dan pengetahuannya. Dengan bekerja maka akan
terjadi interaksi antar manusia sehingga ada kemungkinan untuk
bertambahnya informasi dan pengetahuannya, terutama dalam bidang kualitas
seksual pada masa premenopause.
Sebagian besar responden masih memiliki rasa tertarik dengan
pasangannya agar kehidupan seksual lebih menyenangkan dan bukan
merupakan suatu kewajiban saja. Responden yang masih aktif dalam
berhubungan seksual melakukan hubungan seksual dengan frekuensi
seminggu
> 1 kali. Menurut Melaniani, (2007). Wanita masa premenopause masih
melakukan hubungan seks dan merasa bergairah hingga usia menjelang 80
tahunan, berhentinya hubungan seksual adalah karena ketiadaan pasangan.
Masa premenopause dalam hubungan seksual yang perlu diperhatikan yaitu
keteraturannya bukan kekerapan atau lamanya, namun terjadinya perubahan

3
frekuensi dalam melakukan hubungan seksual. Wanita menopause yang
secara teratur dan aktif bersetubuh walaupun tidak sesering dulu akan
menikmati seks lebih lama daripada mereka yang secara tidak teratur
melakukan hubungan seksualitas.
6. Hubungan Pengetahuan dengan Kualitas Seksual pada Masa
Premenopause dengan Pasangannya.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pengetahuan dan kualitas
seksual menunjukkan pvalue 0,747 yang berarti Ho gagal ditolak. Hasil
tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna secara
statistik antara pengetahuan dan kualitas seksual pada wanita usia 48-55 tahun
di Puskesmas Kec. Kebon Jeruk.
Pengetahuan adalah domain yang penting dalam pembentukan prilaku.
Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi prilaku melalui proses yang
didasari pengetahuan, maka perilaku tersebut akan lebih langgeng dari pada
perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2007).
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Indrayani 2017, yang
menyatakan bahwa pengetahuan yang baik membuat ibu premenopause
mengerti tentang masalah yang berkaitan dengan seksual. Karena dalam
penelitian ini pengetahuan yang buruk tidak menunjukan kualitas seksual
yang buruk juga karena kualitas seksual pada wanita yang berpengetahuan
buruk masih memiliki kualitas seksual yang baik.
Dalam penelitian Estiani tahun 2015 menunjukan hasil penelitian
bahwa responden yang memiliki pengetahuan baik ,lebih banyak bersikap
positif, sikap positif wanita pramenopause yang memiliki pengetahuan baik
dapat mengantarkan wanita pramenopause untuk lebih siap dan menerima
adanya perubahan fisik maupun psikologis.
Berdasarkan hasil penelitian Maharani (2018) menunjukkan bahwa
kejadian disfungsi seksual pada wanita premenopause sebagian besar dialami
oleh wanita yang berpengetahuan kurang sebanyak 73 orang (93,6%) .Hasil
ini disebabkan karena sebagian besar responden hanya berpendidikan wajib
belajar (92,7%) .Wanita dengan kategori pendidikan wajib belajar ,

3
menyebabkan kurangnya informasi tentang menopause sehingga wanita
kurang dapat beradaptasi dengan sindrom premenopause . Dimana satu
diantara sindrom premenopauase itu adalah gangguan libido yang disebabkan
oleh penurunan kadar hormonal yaitu estrogen dan progesteron yang
menyebabkan sehingga menyebabkan liang vagina menjadi tipis ,lebih
kering,kurang elastis serta alat kelamin mulai mengerut.Liang senggama
kering sehingga menimbulkan nyeri pada waktu senggama,keputhan,rasa
sakit pada saat kencing.Keadaan ini membuat hubungan seksual terasa
sakit,tidak nyaman sehingga menyebabkan menurunnya gairah seksualitas.
(Proverawati.2010).
Dan dalam penelitian ini menunjukan bahwa tidak ada hubungan
pengetahuan dengan kualitas seksual pada ibu premenopause, karena dari
hasil diatas berpengetahuan baik memiliki kualitas seksual baik, begitu juga
dengan yang berpengetahuan kurang sebagian besar memiliki kualitas seksual
yang baik pula. Dalam hal ini pengalaman juga merupakan faktor yang
mempengaruhi tingkat pengetahuan, pengalaman yang nantinya melekat
menjadi pengetahuan pada individu secara subjektif sehingga semakin banyak
pengalaman tentunya pengetahuan yang didapat juga semakin baik. Hal
tersebut dapat dikaitkan dengan teori notoadmodjo yaitu pengetahuan
merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah seseorang melakukan
pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan yang baik pada
seseorang bisa didapatkan dari manapun seperti cerita yang banyak beredar di
kalangan para perempuan yang sudah mengalami premenopause disertai
dengan semakin canggihnya teknologi informasi yang membantu pemahaman
tentang kualitas seksual yang baik. Jadi walaupun pengetahuan si ibu kurang
tentang premenopause, dia tetap bisa menjalani kewajibannya sebagai istri
dimana harus melayani sesuai dengan kebutuhannya. Dan dia juga bisa
mencari tahu dari berbagai informasi bagaimana kualitas seksual yang baik
tersebut. Hubungan seks sangat berperan pada keserasian hubungan suami
istri.

3
7. Hubungan pendidikan dengan kualitas seksual pada masa premenopause
dengan pasangannya.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pendidikan dan kualitas
seksual menunjukkan pvalue 0,001 yang berarti Ho ditolak. Hasil tersebut
dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna secara statistik antara
pendidikan dan kualitas seksual pada wanita usia 48-55 tahun di Puskesmas
Kec. Kebon Jeruk.
Pendidikan adalah sebagai usaha manusia untuk menumbuhkan dan
mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani
sesuai dengan nilai-nilai yang ada didalam masyarakat dan kebudayaan
(Ihsan, 2003). Tingkat pendidikan dalam penelitian ini adalah jenjang
pendidikan responden yang diperoleh secara formal. Semakin tinggi tingkat
pendidikan maka akan semakin cepat pula penyerapan informasi yang
didapat. Dan dari hasil penelitian diatas bahwa ada hubungan pendidikan
dengan kualitas seksual, dimana dalam penelitian ini lebih dominan dengan
ibu yang berpendidikan lulusan SMA &PT yaitu sebanyak 50,5%. Dan dari
semua ibu yang berpendidikan baik memiliki kualitas seksual yang baik pula.
Mashita (2007) mengemukakan bahwa Biasanya dengan semakin tinggi
pendidikan yang dicapai, penerimaan akan lebih mudah karena dengan
pendidikan seseorang dapat berpikir secara rasional dan terbuka terhadap ide-
ide baru dan perubahan. Selain itu pendidikan juga berpengaruh secara tidak
langsung melalui peningkatan status sosial, kedudukan seorang wanita,
peningkatan mereka terhadap kehidupan, peningkatan kemampuan untuk
membuat keputusan sendiri dan menyatakan pendapat.
Menurut penelitian yang dilakukan Kusumawati (2015) berdasarkan
data yang diteliti di dapatkan pendidikan menengah 37 (52,1%). Pendidikan
tinggi
13 (18,3%). Mayoritas pendidikan ibu premenopause adalah pendidikan
menengah (SMA/SMK). Sejalan dengan penelitian yang dilakukan
kusumawati dengan penelitian ini, pendidikan dapat mempegaruhi seseorang
termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama bermotivasi untuk
sikap berperan serta dalam pembangunan (Nursalam, 2003). Pada umumnya

3
makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi (Dewi,
2014), terkait teori ini pedidikan dapat mempengaruhi prilaku atau poal pikir
dalam melakukan sesuatu termasuk melakukan hubungan seksual.
Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang di lakukan oleh
Ardillah (2017) dimana responden berdasarkan pendidikan sebagian besar
adalah mempunyai pendidikan tinggi yaitu sebanyak 38 orang atau 73,1%.
Dan dengan penelitian yang di lakukan oleh Mahayuni dimana Tingkat
pendidikan terakhir ibu menopause adalah SMU sederajat sebesar 44,2%. Ini
menunjukkan dari segi pendidikan responden mempunyai pendidikan yang
tinggi. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah pula
mereka menerima informasi dan pada akhirnya makin banyak ilmu dan
pengetahuan yang dimilikinya sehingga responden akan semakin mudah
menerima informasi tentang gejala klimakterik dan hubungannya dengan
kebutuhan seksualitas pada wanita premenopause.
Dan menurut saya meskipun masa premenopause merupakan peristiwa
normal yang akan terjadi pada setiap wanita, tetapi tidak ada salahnya jauh
hari sebelum atau sesudah memasuki masa menopause sebaiknya mencari
informasi yang benar melalui konsultasi kepada dokter untuk memecahkan
masalah menopause. Dengan melihat tingkat pendidikan terakhir responden
yang sebagian besar tamat SMU maka mereka siap untuk memperoleh dan
menerima informasi yang benar tentang menopause. Wanita yang
berpendidikan lebih mudah mendapat pelayanan kesehatan karena mereka
menyadari sepenuhnya manfaat pelayanan kesehatan tersebut. Serta mereka
dapat menerima informasi-informasi dengan baik dan melakukan yang dia
terima jika memang itu yang terbaik, sama halnya dengan kualitas seksual,
semakin baik dan semakin tau bahwa kualitas seksual itu tidak hanya berapa
kali atau berapa frekuensi kita melakukan hubungan seksualnya, tapi kita juga
harus memperhatikan kebutuhan seksual satu sama lain, sehingga dapat
memenuhi kebutuhan seksual satu sama lain.

4
7.3 Keterbatasan Penelitian
1. Variabel penelitian
Variabel penelitian ini hanya mengambil tiga variabel saja, sehingga tidak
membahas secara keseluruhan tentang keluhan ibu premenopause dengan
kualitas seksualnya. Dan jenis penelitian yang digunakan juga penelitian
kuantitatif, diharapkan nanti bisa melakukan penelitian kualitatif agar
dapat memperdalam keluhan ibu premenopause.
2. Kuesioner
Kuesioner yang digunkan adalah kuesioner tertutup sehingga responden
hanya bisa jawab benar atau salah yang memunkinkan responden untuk
asal mengisi jawaban dan belum bisa mengukur pengetahuan responden
secara mendalam. Serta isi kuisoner belum menggalih secara mendalam
tentang kualitas seksualnya/ kuisoner hanya berisi pengetahuan umum
tentang premenopause saja.

4
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dijelaskan pada bab-bab
sebelumnya, kesimpulan yang dapat di tarik dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Karakteristik responden sebagian besar memiliki pengetahuan yang baik (44,4%),


responden yang berpendidikan SMA yang lebih dominan yaitu (50,5%), dan responden
yang memiliki pekerjaan (56,6%), serta kualitas seksual lebih dominan pada kualitas
seksual yang baik yaitu (89,9%).
2. Ada hubungan yang signifikan antara variabel pekerjaan dan kualitas seksual. (  value =
0,002).
3. Tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel pengetahuan dan kualitas seksual. ( 
value = 0,747).
4. Ada hubungan yang signifikan antara variabel pendidikan dan kualitas seksual. ( value =
0,001).
5.2 Saran
1. Bagi Masyarakat
Bagi perempuan dalam menghadapi masa premenopause perlu mencari dan
memperdalam informasi tentang tanda dan gejala premnopause dari sumber yang
terpercaya dan dapat di pertanggung jawabkan kebenarannya. Perempuan harus
bersiap menghadapi kemungkinan gejala psikologis, masa kesuburan serta kualitas
seksual.
2. Bagi Puskesmas Kec. Kebon Jeruk
Bagi Puskesmas Kec. Kebon Jeruk sudah baik dalam menjalankan setiap program
yang ada dipuskesma, namun diharapkan dan ditingkatkan lagi sosialisasi mengenai
kesehatan pada umumnya dan mengenai kesehatan alat reproduksi/ masa
premenopause khususnya kepada perempuan usia premenopuase dan gaya hidup
sehat yang dapat diterapkan untuk mengurangi setiap masalah yang dialami para
wanita premenopause.

42
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya dapat meneliti dengan meninjau dari bebagai faktor/variable
lainnya yang belum diungkap dalam penelitian ini. Selain itu dianjurkan pula dapat
melakukan penelitian secara kual2it8atif agar mendapat hasil penelitian yang
lebih
mendalam, tidak hanya terbatas pada data kuantitatif.

43
DAFTAR PUSTAKA

Ardillah, N., Wahyuningsih, M., & Vidayanti, V. (2017). Hubungan Antara Gejala Klimakterik
dengan Kebutuhan Seksualitas pada Wanita Premenopause Diwilayah Pasekan
Maguwoharjo Depok Sleman Yogyakarta. Jurnal Keperawatan Respati
Yogyakarta, 3(2), 58-61.

Arifah, S. (2010). Pengaruh Pendidikan Kesehatan dengan Modul dan Media Visual Terhadap
Peningkatan Pengetahuan dan Sikap Wanita Dalam Menghadapi Menopause (Studi
Eksperimen Pada Wanita Premenopause di Desa Sumber Mulyo). Publikasi Penelitian.

Arikunto. (2013), Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Asih, D. A. Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Tingkat Kecemasan Pada Perempuan


Menopause Di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tangerang Selatan (Bachelor's thesis,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, 2017).

Babakhanian, M., Ghazanfarpour, M., Kargarfard, L., Roozbeh, N., Darvish, L., Khadivzadeh,
T., & Dizavandi, F. R. (2018). Effect of Aromatherapy on the Treatment of
Psychological Symptoms in Postmenopausal and Elderly Women: A Systematic Review
and Meta- analysis. Journal of menopausal medicine, 24(2), 127-132.

Bashar, M. I., Ahmed, K., Uddin, M. S., Ahmed, F., Emran, A. A., & Chakraborty, A. (2017).
Depression and Quality of Life among Postmenopausal Women in Bangladesh: A
Cross- sectional Study. Journal of menopausal medicine, 23(3), 172-181.

Bromwich. (1992), Menopause. Jakarta :ARCAN.

Departemen Kesehatan RI. (2018), Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta: Departemen Kesehatan
RI.

Dewi, Y. I. (2014). Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pencegahan kanker serviks
pada wanita usia subur. Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang Ilmu
Keperawatan, 1(2), 1-8.

Frange, C., Hachul, H., Hirotsu, C., Tufik, S., & Andersen, M. L. (2018). Insomnia with
Musculoskeletal Pain in Postmenopause: Associations with Symptoms, Mood, and
Quality of Life. Journal of menopausal medicine, 24(1), 17-28.

Ghazanfarpour, M., Khadivzadeh, T., & Roudsari, R. L. (2018). Sexual disharmony in


menopausal women and their husband: A qualitative study of reasons, strategies, and
ramifications. Journal of menopausal medicine, 24(1), 41-49Handoyo. (2010),
Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Nuha Medika.

44
Gultom. (2017). Frekuensi Ideal Bercinta bagi Pasangan Suami Istri. Kepustakaan Populer
Gramedia.

Handoyo. (2010), Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Nuha Medika.

Indrayani, T., & Sofiyanti, R. (2018). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penurunan
Hubungan Seksual pada Ibu Menopause di Desa Kadu Madang Kecamatan Cimanuk
Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten Tahun 2016. Ilmu dan Budaya, 40(55).

Ismiyati, A. (2010). Hubungan tingkat pengetahuan tentang menopause dengan kesiapan


menghadapi menopause pada ibu premenopause di Perumahan Sewon Asri
Yogyakarta (Doctoral dissertation, Universitas Sebelas Maret).

Kementerian Kesehatan RI. (2010), Buletin Jendela Epidemiologi. Volume 2. Jakarta: Pusat Data
dan Informasi Kementerian Kesehatan RI.

Kementerian Kesehatan RI. (2018), Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2018. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI.

Khadivzadeh, T., Najafi, M. N., Ghazanfarpour, M., Irani, M., Dizavandi, F. R., & Shariati, K.
(2018). Aromatherapy for Sexual Problems in Menopausal Women: A Systematic
Review and Meta-analysis. Journal of menopausal medicine, 24(1), 56-61.

Kusmiran. (2011), Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita. Jakarta: Salemba Medika.

Kusumawati, E. (2015). Minat Seksual pada Wanita Premenopause di Kelurahan Bangetayu


Wetan Kota Semarang. Bidan Prada: Jurnal Publikasi Kebidanan Akbid YLPP
Purwokerto, 6(2).

Anda mungkin juga menyukai