Anda di halaman 1dari 77

PENGARUH DEEP BREATHING TERHADAP SATURASI OKSIGEN

PADA LANSIA PEROKOK AKTIF DI DESA PENIMBUNG


KABUPATEN LOMBOK BARAT
PROPOSAL

Disusun Oleh:

I NYOMAN DEVA ARDHITA WIDANA


NPM: 019013633

Kepada

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) MATARAM
MATARAM
2023

i
HALAMAN PENGESAHAN

PROPOSAL

PENGARUH DEEP BREATHING TERHADAP SATURASI OKSIGEN


PADA LANSIA PEROKOK AKTIF DIDESA PENIMBUNG
KABUPATEN LOMBOK BARAT

Disusun Oleh :

I NYOMAN DEVA ARDHITA WIDANA


NPM: 019013633

Telah diperiksa dan disetujui oleh:

Pembimbing I Pembimbing II

Ns. ROBIATUL ADAWIYAH, M. Kep Ns. NI MADE SUMARTYAWATI, M. Kep

Penguji

Ns. FEBRIATI ASTUTI, M.Kep

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur yang saya panjatkan atas kehadirat

Tuhan yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal yang berjudul

“Pengaruh Deep Breathing Terhadap Saturasi Oksigen Pada Lansia

Perokok Aktif Di Desa Penimbung Kabuaten Lombok Barat”.

Selama penyusunan Proposal ini, penulis banyak mendapat

dukungan, bimbingan dan motivasi dari berbagai pihak, untuk

itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih terutama

kepada:

1. Dr.H. Hadi Suryatno, SE.,M.Kes, ketua yayasan Al-Amin

Mataram

2. Dr. Chairun Nasirin, M.Pd.,MARS, Ketua Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan (STIKES) Mataram

3. Ns. Dina Fithriana, M.Si.Med Wakil Ketua 1 Sekolah Tinggi

Ilmu Kesehatan (STIKES) Mataram

4. Baiq Nova Apriliaazamti, S.Si.,M.Kes Wakil Ketua II Sekolah

Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Mataram

5. Ns. Sukardin, MNS Wakil Ketua III Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan (STIKES) Mataram

6. Ni Made Sumartyawati, M.Kep, Ketua Program Studi

Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Mataram

7. Ns. Robiatul Adawiyah, M.Kep, sebagai Pembimbing I, yang

dengan sabar membimbing, telah banyak meluangkan waktu

iii
untuk membimbing, memberikan arahan dan masukan sehingga

Proposal ini dapat terselesaikan.

8. Ns. Ni Made Sumartyawati, M.Kep, sebagai pembimbing II yang

dengan sabar membimbing, memberikan arahan dan masukan

sehingga Proposal ini dapat terselesaikan.

9. Keluarga Besar terutama bapak I Made Manggih Artha, ibu Ni

Made Sukastini , dan kedua kakak saya Ni Putu Dewi

Arthaning Rahayu, I Made Dwi Arthana Wibawa. Yang telah

memberikan support,dukungan dan Doa sehingga penulis dapat

menyelesaikan proposal ini, dan terimakasih juga kepada

nenek Ni Wayan Srikanti dan Kakek I Wayan Sedana.

10. Bapak/Ibu Dosen, Sahabat-sahabat dan teman-teman

seperjuangan semester VII angkatan 2019 yang banyak

memberikan dukungan dalam penyusunan Proposal ini.

11. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan

Proposal ini.

Penulis menyadari bahwa penyusunan Proposal ini masih

jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis sangat

mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk

kesempurnaan Proposal ini. Akhir kata penulis mengucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang

terlibat dalam penyusunan Proposal ini.

Mataram, Maret 2023

Penulis

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................

HALAMAN PENGESAHAN.......................................

KATA PENGANTAR...........................................

iii

DAFTAR ISI...............................................

DAFTAR TABEL.............................................

viii

DAFTAR BAGAN.............................................

DAFTAR LAMPIRAN..........................................

BAB I PENDAHUUAN.......................................

A. Latar Belakang................................

B. Rumusan Masalah...............................

C. Tujuan Penelitian.............................

D. Manfaat Penelitian............................

E. Keaslian Penelitian...........................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................

A. Konsep Lanut Usia.............................

1. Definisi..................................

2. Batasan Lanjut Usia.......................

3. Proses penuaan............................

4. Teori – teori biologi.....................

5. Teori kejiwaan social.....................

v
6. Perubahan Terjadi Pada Lansia.............

B. Konsep teori merokok..........................

1. Definisi..................................

2. Zat yang terkandung dalam rokok...........

3. Tipe-tipe merokok.........................

C. Konsep teori saturasi oksigen.................

1. Definisi..................................

2. Factor-faktor yang mempengaruhi saturasi

oksigen...................................

3. Tanda dan gejala penurunan saturasi

oksigen...................................

4. Dampak penurunan saturasi oksigen.........

5. Alat untuk mengukur saturasi oksigen. . . . . .

D. Konsep deep breathing.........................

1. Definisi deep breathing...................

2. Tujuan terapi deep breathing..............

3. Manfaat terapi deep breathing.............

4. Indikasi dan kontraindikasi deep

breathing.................................

5. Standar operasional prosedur..............

E. Kerangka Konsep...............................

F. Hipotesis Penelitian..........................

BAB III METODELOGI PENELITIAN............................

A. Subjek Penelitian.............................

vi
B. Populasi dan Sampel Penelitian................

C. Rancangan Penelitian..........................

D. Teknik Pengumpulan Data.......................

E. Proses Pengumpulan Data.......................

F. Pengolahan Data...............................

G. Teknik Analisa................................

H. Identifikasi Variabel.........................

I. Definisi Operasional..........................

J. Kerangka Kerja................................

K. Analisa Data..................................

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

vii
DAFTAR TABEL

Table 1.1 Kesalian Penelitian............................

Table 3.1 Definisi Operasional...........................

viii
DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Kerangka Konsep................................

Bagan 3.1 Kerangka Kerja.................................

ix
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Permohonan Menjadi Responden

Lampiran 2 Informed Consent

Lampiran 3 Lembar Persetujuan Menjadi Responden

Lampiran 5 SOP Monitor Saturasi Oksigen

Lampiran 4 Standar Operasional Prosedur (Sop) Terapi Deep

Breathing/ Latihan Nafas Dalam

x
1

BAB I

PENDAHUUAN

A. Latar Belakang

Menurut World Health Organization (WHO), lansia adalah

seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia

merupakan kelompok manusia yang telah masuk ke tahap akhir

dari fase kehidupanya. World Health Organization (2021)

membedakan lansia menjadi empat kategori yaitu: usia

pertengahan (middle age) 45-59 tahun, lanjut usia (elderly)

60-74 tahun, lanjut usia tua (old) 75-90 tahun, dan yang

terakhir usia sangat tua (very old) >90 tahun. Pada saat

usia lanjut seseorang akan mengalami berbagai perubahan

baik secara fisik, mental maupun sosial. Perubahan yang

bersifat fisik antara lain adalah penurunan kekuatan fisik,

stamina dan penampilan (Khofifah, 2016).

Berdasarkan Kementerian Kesehatan atau Kemenkes (2019)

Indonesia mulai memasuki priode aging population, dimana

terjadi peningkatan umur harapan hidup yang diikuti dengan

peningkatan jumlah lansia. Di Indonesia mengalami

peningkatan jumlah penduduk lansia dari 18 juta jiwa

(7,56%) pada tahun 2010, menjadi 25,9 juta jiwa (9,7%) pada

tahun 2019, bertambah menjadi 28,8 juta jiwa (11,34%) dari

total populasi pada tahun 2020, dan dapat diperkirakan akan

1
2

terus meningkat dimana tahun 2035 menjadi 48,2 juta jiwa

(15,77%).

Peningkatan jumlah penduduk lanjut usia juga terjadi

di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Peningkatan jumlah

penduduk lanjut usia akan merubah bentuk dari piramida

penduduk Provinsi Nusa Tenggara Barat. Piramida penduduk

menggambarkan struktur umur penduduk menurut kelompok umur

dan jenis kelamin. Piramida penduduk Nusa Tenggra Barat

2010 dan 2018, mengarah pada “penduduk berstruktur tua”

(aging population) yaitu suatu wilayah dengan proporsi

penduduk 60 tahun ke atas melewati angka 7 persen. Pada

tahun 2018, jumlah penduduk 60 tahun ke atas di Nusa

Tenggara Barat sebanyak 8,25 persen dari 5.013.687 jiwa

total jumlah penduduk NTB (BPS, Profil Lansia Provinsi Nusa

Tenggara Barat 2019).

Proses aging pada lansia menyebabkan terjadinya

Penurunan pada beberapa fungsi tubuh baik secara fisiologis

maupun psikologis, salah satu penurunan fungsi fisiologis

yang teradi adalah penurunan fungsi pernafasan (respirasi).

Penurunan fungsi pernafasan ini dipengaruhi oleh beberapa

factor antara lain: Perubahan pada anatomi sistem

respiratorik dan proses pertukaran gas karena usia hampir

tidak dapat dibedakan dari perubahan yang terjadi karena

faktor lain seperti polusi udara, merokok, pajanan


3

lingkungan dan gaya hidup (Neeraj, Pramod J, Chaudery M

2017).

Salah satu factor penurunan fungsi pernafasan adalah

merokok, merokok sudah menjadi kebiasaan pada lansia saat

ini. Merokok merupakan salah satu penyumbang mortalitas dan

morbiditas tertinggi di dunia. Pada tahun 2016, tercatat

ada 225.700 kematian di Indonesia diakibatkan oleh rokok

dengan penyebab terbanyak masalah kardiovaskular dan

pulmonary (Mustafa Özdal, Zarife Pancar, Vedat Çinar MB

2017).

Rokok adalah suatu zat adiktif berbahaya yang apabila

digunakan mengakibatkan efek negatif salah satunya pada

proses pengangkutan oksigen di sirkulasi tubuh, yang

diproyeksikan sebagai nilai saturasi oksigen (SpO2)

(Mustafa Özdal, Zarife Pancar, Vedat Çinar MB. Sudaryanto

WT. 2017). Merokok adalah gaya hidup yang tidak sehat yang

sering dilakukan pada orang-orang di seluruh dunia,

mayoritas berjenis kelamin laki-laki. Kebiasaan rokok dapat

dilakukan oleh siapa saja mulai dari golongan remaja,

dewasa maupun lansia. Mereka memiliki anggapan bahwa rokok

dapat membuat tubuh lebih rileks, dengan merokok dapat

menjadi gaul, menghilangkan rasa mengantuk, menghilangkan

rasa lelah, sebagai inspirasi dan dipercaya sebagai sarana

pembuktian diri. (Kemenkes RI. (2017).


4

Data Dari Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat,

persentase penduduk Indonesia dengan usia lebih dari lima

tahun yang merokok sebesar 23,25% pada 2022. Angka itu

turun 0,55% poin dari tahun lalu yang sebesar 23,78%.

Melihat trennya, persentase perokok yang berusia lebih dari

lima tahun berfluktuasi. Angkanya pernah mencapai level

tertingginya sebesar 26% pada 2018. Berdasarkan

wilayahnya, Provinsi Nusa Tenggara Barat menduduki

peringkat ke dua dengan perokok aktif terbanyak (26,59%)

setelah Provensi Lampung (27,41%) dari 10 kabupaten kota

yang ada di Provinsi NTB Kabuaten Lombok Barat memiliki

angka perokok aktif terbanyak kedua (27,68%) setelah

Kabupaten Lombok Utara (27,91%).

Lansia di wilayah kerja Puskesmas Penimbung sebanyak

1984 jiwa yang tersebar di 8 desa (penimbung, bukit tinggi,

mekarsari, kekeri, mambalan, jeringo, gelangsar, ranjok).

Lansia di desa penimbung sejumlah 291 jiwa yang terdiri

dari 183 (63%) lansia perempuan dan 108 (37%) lansia laki-

laki. Dari 108 lansia laki-laki di desa penimbung, 65(60%)

orang merupakan perokok aktif dan 43 (40%) orang tidak

merokok (Profil Puskesmas Penimbung 2022).

Saturasi oksigen adalah jumlah oksigen yang diangkut

oleh hemoglobin, ditulis sebagai persentasi total oksigen

yang terikat pada hemoglobin. Nilai normal saturasi oksigen


5

yang diukur menggunakan oksimetri nadi berkisar antara 95-

100% (Septia N, Wungouw H, Doda V 2018)

Efek penurunan saturasi oksigen karena merokok adalah

akibat terpajannya zat-zat toksik dan karsinogenik seperti

karbonmonoksida (CO) dan nitrit oksida (NO). Claude Bernard

pada tahun 1857 menemukan bahwa CO menyebabkan terlepasnya

oksigen dari ikatan oksihemoglobin oleh karena zat CO

memiliki afinitas 250 kali lebih kuat terhadap hemoglobin

dibandingkan oksigen, sehingga lebih memudahkan

terbentuknya ikatan karboksihemoglobin. Efek toksisitas ini

menurunkan suplai oksigen untuk jaringan tubuh sehingga

menimbulkan kondisi hipoksia seluler. Sedangkan zat NO akan

mengubah komponen Fe2+ pada heme menjadi bentuk Fe3+.

Perubahan bentuk besi menimbulkan akumulasi methemoglobin

yang akan menggeser kurva disosiasi oksihemoglobin ke kiri

akibat meningkatnya afinitas hemoglobin yang berikatan

dengan oksigen sehingga menurunkan jumlah oksigen yang

tersalurkan ke jaringan dan dapat berujung pada keadaan

hipoksia.( Mustafa Özdal, Zarife Pancar, Vedat Çinar MB.

Mahernia S, Amanlou A, Kiaee G,Amanlou M 2017), Selain

tindakan farmakologis juga dapat dilakukan tindakan

keperawatan untuk meningkkatkan saturasi oksigen antara

lain : pengaturan posisi semi fowler, berhenti merokok,


6

berolahraga, dan latihan pernafasan dalam (deep breathing),

salah satunya yang dapat di lakukan adalah deep breathing.

Deep breathing adalah suatu keadaan inspirasi dan

ekspirasi pernafasan dengan frekuensi pernafasan menjadi 6-

10 kali permenit sehingga terjadi peningkatan yang

mengakibatkan regangan kardiopulmonari (Izzo, 2008). Deep

breathing merupakan pernapasan dengan tehnik bernapas secara

perlahan dan dalam, menggunakan otot bantu napas, sehingga

memungkinkan abdomen terangkat perlahan dan dada mengembang

penuh, dengan demikian jumlah udara yang masuk ke dalam

paru-parupun akan menjadi lebih banyak (Smeltzer, et al,

2008).

Latihan deep breathing adalah latihan yang berfokus

pada optimalisasi ekspansi otot bantu pernapasan, terutama

diafragma, selama fase inspirasi yang mengakibatkan

peningkatan pada volume ventilasi alveolus akibat

meningkatnya volume serta kapasitas inspirasi, menyebabkan

peregangan pada dinding-dinding alveolus. Peregangan ini

akan mempromosikan produksi surfaktan alveolus tipe II

sehingga terjadi penurunan tegangan alveolus dan berdampak

pada meningkatnya kapabilitas kompliansi paru.

Inspirasi efektif oleh karena deep breathing juga

ditunjang dengan penambahan volume intraalveolar yang

membuka pori-pori khon pada dinding alveolus dan


7

menimbulkan efek ventilasi kolateral. Optimalisasi volume

dan kapasitas inspirasi paru menyebabkan peningkatan

efisienitas pertukaran gas pada level alveolar – kapiler.

Pada prinsipnya, kecepatan transfer dan pertukaran gas

dipengaruhi pula oleh efek luas permukaan. Penambahan luas

permukaan alveolus akibat peregangan yang terjadi akan

meningkatkan pemindahan gas, khususnya pertukaran O2 dan

CO2, dengan kapiler paru, sehingga berefek pada nilai

saturasi oksigen di sirkulasi (Septia N, Wungouw H, Doda

V.Bilo G, Revera M, Bussotti M, Bonacina D, Styczkiewicz K,

Caldara G, et al. 2017).

Dari hasil data Riskesdas 2018 diperoleh data bahwa

Kabupaten Lombok Barat menduduki angka tertinggi untuk

perokok aktif dan di Kabupaten Lombok Barat juga menduduki

peringkat terendah dalam hal pelayanan kesehatan terhadap

lansia, ini menjadi atensi atau menjadi perhatian khusus

bagi fasilitas layanan kesehatan dan tenaga kesehatan yang

berada di wilayah lombok barat untuk bisa meningkatkan

derajat kesehatan, khususnya pada lansia. Selain itu, dari

hasil studi pendahuluan melalui wawancara dan observasi

terhadap 10 lansia yang di temui oleh calon peneliti di

dapatkan 8 dari 10 lansia adalah perokok aktif dan dari 8

perokok aktif tersebut ada 6 yang menyampaikan adanya

keluhan sering batuk dan pernah mengalami sesak nafas. Dan


8

dari hasil wawancara itu mengatakan belum pernah di ajarkan

Teknik deep breathing. Melalui latar belakang tersebut,

peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang

pengaruh deep breathing terhadap saturasi oksigen pada

lansia perokok aktif di desa Penimbung Kabupaten Lombok

Barat.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan

diatas, calon peneliti tertarik untuk mengetahui “Apakah

Ada Pengaruh Deep Breathing terhadap saturasi oksigen pada

lansia perokok aktif di Desa Penimbung Kabupaten Lombok

Barat?”.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini antara lain:

1. Tujuan Umum

Untuk Mengetahui apakah ada pengaruh Deep Breathing

terhadap saturasi oksigen pada lansia perokok aktif di

Desa Penimbung Kabupaten Lombok Barat.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengidentifikasi saturasi oksigen pada lansia

sebelum diberikan Deep Breathing.

b. Untuk mengidentifikasi saturasi oksigen pada lansia

setelah diberikan Deep Breathing.


9

c. Untuk menganalisa pengaruh Deep Breathing terhadap

saturasi oksigen pada lansia perokok aktif.

D. Manfaat Penelitian

1.Bagi institusi pendidikan hasil penelitian (STIKES

MATARAM)ini diharapkan mampu menambah refrensi dalam

bidang keperawatan, khususnya keperawatan gerontik.

2.Bagi peneliti lain dapat digunakan sebagai data dasar

untuk melaksanakan penelitian lebih lanjut yang berkaitan

dengan saturasi oksigen pada lansia perokok aktif.

3.Bagi peneliti memberikan pengalaman kepada peneliti dalam

melakukan penelitian mengenai pengaruh Deep Breathing

terhadap saturasi oksigen pada lansia perokok aktif di

Desa Penimbung Kabupaten Lombok Barat.


10

E. Keaslian Penelitian

Tabel 1.1 Keaslian penelitian hubungan kesehatan fisik dengan kemandirian aktifitas sehari-
Hari lansia di PSTW Puspakarma Mataram

Subjek Teknik
Nama Judul Desain
NO penelitian pengumpulan Hasil
Peneliti Penelitian penelitian
data
PENGARUH eksperimental Remaja Wawancara didapatkan perbedaan
LATIHAN DEEP dengan desain perokok dan bermakna pada
BREATHING one group pre- aktif observasi analisis latihan akut
TERHADAP test post-test dan latihan kronik.
Dayita SATURASI Latihan deep
1 Sukma OKSIGEN PADA breathing secara akut
Destanta1 PEROKOK AKTIF dan kronik memberikan
(2019) peningkatan bermakna
pada nilai saturasi
oksigen perokok
aktif.
PENGARUH eksperimen one Remaja Wawancara Rerata APE tipe akut
LATIHAN DEEP group pre post perokok dan sebelum dan sesudah
BREATHING test aktif observasi perlakuan adalah
TERHADAP NILAI 546,0 ± 64,1 dan
ARUS PUNCAK 553,0±63,9; sedangkan
EKSPIRASI PADA rerata APE tipe
PEROKOK AKTIF kronik sebelum dan
Ainun sesudah perlakuan
Nida adalah 522,5±66,7 dan
2
Dusturia 553,0±63,9. Terdapat
(2019) perbedaan bermakna
pada uji analisis
tipe akut maupun
kronik ( tipe akut
p=0,029; tipe kronik
p=0,002).
11

PENGARUH quasy experiment Pasien Wawancara Hasil uji statistik


PEMBERIAN dengan rancangan ppok dan Paired T-test pada
DEEP pre and post observasi kelompok perlakuan
BREATHING test with didapatkan selisih
EXERCISE control group rata-rata sebesar
TERHADAP 5,1% dengan ρ value
SATURASI 0,001, pada kelompok
OKSIGEN PADA kontrol didapatkan
PASIEN PPOK selisih rata-rata
I Made sebesar 0,5% dengan ρ
3
Mertha value 0,052.
(2018) Kesimpulan dari
penelitian ini adalah
terdapat pengaruh
yang signifikan
pemberian deep
breathing exercise
kepada pasien PPOK
untuk meningkatkan
saturasi oksigen.
4 PRI HADI EFEK AKUT pra experimental Pada Wawancara Hasil penelitian
SANTOSO DEEP dengan pre dan lansia dan diperoleh bahwa
(2014) BREATHING post design observasi adanya pengaruh deep
EXERCISE breathing terhadap
TERHADAP NILAI meningkatnya
SATURASI saturasi oksigen pad
OKSIGEN PADA lansia. Pada tes
LANSIA statistic dipereh
bahwa data
berdistribusi tidak
normal
sehingga menggunakan
wilcoxon dan di
peroleh bahwa (0.001
or p < 0.005). Upaya
mewujudkan lansia
memiliki kualitas
12

hidup yang baik


dibutuhkan
pengetahuan terkait
kondisi lansia
fisoterapi berperan
dalam tindakan
preventif pada
kesehatan lansia
sehingga
berperan meningkatkan
kualitas hidup lansia
dan kemandirian
lansia.

pengaruh deep Quasi eksperimen Pada Wawancara


breathing tow grup pre- Lansia dan
terhadap test post-test perokok observasi
I nyoman
saturasi with control aktif
deva
oksigen pada group desain
5 ardhita -
lansia perokok
widana
aktif di desa
(2023)
penimbung
kabupaten
lombok barat
13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Lanut Usia

1. Definisi

Lanjut usia adalah seseorang yang telah memasuki

usia 60. lanjut usia mengalami berbagai perubahan baik

secara fisik, mental maupun sosial. perubahan yang

bersifat fisik antara lain adalah penurunan kekuatan

fisik, stamina dan penampilan. hal ini dapat menyebabkan

beberapa orang menjadi depresi atau merasa tidak senang

saat memasuki masa usia lanjut. mereka menjadi tidak

efektif dalam pekerjaan dan peran sosial, jika mereka

bergantung pada energi fisik yang sekarang tidak

dimilikinya lagi (Azizah, 2017).

Menurut World Healt Organization (WHO) lansia

adalah seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun ke

atas. Lansia merupakan kelompok umur pada manusia yang

telah memasuki tahap akhir dari fase kehidupan. Kelompok

yang dikategorikan lansia ini akan terjadi proses yang

disebut Aging Process atau proses penuaan.

13
14

2. Batasan Lanjut Usia

Batasan usia lanjut usia (Lansia) berbeda dari

waktu ke waktu. Menurut World Health Organization (WHO)

lansia meliputi:

a. Usia Pertengahan (Middle Age) antara usia 45–59 tahun

b. Lanjut Usia (Elderly) antara usia 60–74 tahun

c. Lanjud Usia Tua (Old) antara usia 75-90 tahun

Batasan usia lansia menurut Departemen Kesehatan RI

dikelompokan menjadi:

a. Virilitas (praseium) yaitu masa persiapan usia lanjut

yang menampakan kematangan jiwa (usia 55 – 99 tahun)

b. Usia Lanjut Dini (senescen) yaitu kelompok yang mulai

memasuki masa usia lanjut dini (Usia 60-64 tahun)

c. Lansia Beresiko Tinggi yaitu bagi lansia yang

menderita penyakit degeneratif (Usia>65 tahun).

3. Proses penuaan

Proses penuaan adalah proses dimana umur seseorang

bertambah dan mengalami perubahan. Semakin bertambahnya

umur maka fungsi organ juga mengalami penurunan. Banyak

factor yang dapat mempengaruhi terjadinya penuaan yang

dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu faktor genetik

yang melibatkan perbaikan DNA, respon terhadap stres dan

pertahanan terhadap antioksidan. Selanjutnya faktor

lingkungan meliputi pemasukan kalori, berbagai macam


15

penyakit dan stres dari luar, misalnya radiasi atau

bahan-bahan kimiawi. Kedua faktor tersebut akan

mempengaruhi aktivitas metabolism sel yang menyebabkan

stres oksidasi sehingga terjadinya kerusakan sel dan

terjadinya proses penuaan (Sunaryo, et.al, 2016).

Menurut Depkes RI (2016) tentang proses menua yaitu:

4. Teori – teori biologi

a. Teori genetik dan mutasi (somatic mutatie theory)

Menurut teori ini menua telah terprogram secara

genetik untuk spesies–spesies tertentu. Menua terjadi

sebagai akibat dari perubahan biokimia yang diprogram

oleh molekul–molekul/DNA dan setiap sel pada saatnya

akan mengalami mutasi sehingga terjadi penurunan

kemampuan fungsional sel.

b. Pemakaian dan rusak

Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel–sel

tubuh lelah (rusak).

c. Reaksi dari kekebalan sendiri (auto immune theory)

Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat

diproduksi suatu zat khusus. Ada jaringan tubuh

tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut

sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit.


16

d. Teori “immunology slow virus” (immunology slow virus

theory)

Sistem immune menjadi efektif dengan bertambahnya

usia dan masuknya virus kedalam tubuh dapat

menyebabkan kerusakan organ tubuh.

e. Teori stress

Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa

digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak

mempertahankan kestabilan lingkungan internal,

kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh

lelah terpakai.

f. Teori radikal bebas

Radikal bebas dapat terbentuk dialam bebas, tidak

stabilnya radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan

osksidasi oksigen bahan-bahan organik seperti

karbohidrat dan protein. Radikal bebas ini dapat

menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.

g. Teori rantai silang

Sel-sel yang tua atau usang, reaksi kimianya

menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan

kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastis,

kekacauan dan hilangnya fungsi.


17

h. Teori program

Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel

yang membelah setelahsel-sel tersebut mati.

5. Teori kejiwaan social

a. Aktivitas atau kegiatan (activity theory)

Lansia mengalami penurunan jumlah kegiatan yang

dapat dilakukannya. Teori ini menyatakan bahwa lansia

yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak

dalam kegiatan sosial. Ukuran optimum (pola hidup)

dilanjutkan pada cara hidup dari lansia berupa

mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan

individu agar tetap stabil.

b. Kepribadian berlanjut (continuity theory)

Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah

pada lansia. Pada teori ini menyatakan bahwa perubahan

yang terjadi pada seseorang yang lansia sangat

dipengaruhi oleh tipe personality yang dimiliki.

c. Teori pembebasan (disengagement theory)

Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya

usia, seseorang secara berangsur-angsur mulai

melepaskan diri dari kehidupan sosialnya. Keadaan ini

mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun,

baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering

terjaadi kehilangan ganda (triple loss), yakni: (1)


18

Kehilangan peran; (2) Hambatan kontak sosial; (3)

Berkurangnya kontak komitmen.

6. Perubahan Terjadi Pada Lansia

Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses

penuaan secara degeneratif yang biasanya akan berdampak

pada perubahan- perubahan pada jiwa atau diri manusia,

tidak hanya perubahan fisik, tetapi juga kognitif,

perasaan, sosial dan sexual (National & Pillars, 2020).

a. Perubahan fisik

Dimana banyak sistem tubuh kita yang mengalami

perubahan seiring umur kita seperti:

1) Sistem Indra Sistem pendengaran; Prebiakusis

(gangguan pada pendengaran) oleh karena hilangnya

kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam,

terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang

tinggi, suara yang tidak jelas, sulit dimengerti

kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas 60 tahun.

2) Sistem Intergumen: Pada lansia kulit mengalami

atropi, kendur, tidak elastis kering dan berkerut.

Kulit akan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis

dan berbercak. Kekeringan kulit disebabkan atropi

glandula sebasea dan glandula sudoritera, timbul

pigmen berwarna coklat pada kulit dikenal dengan

liver spot.
19

b. Perubahan Kognitif

Banyak lansia mengalami perubahan kognitif, tidak

hanya lansia biasanya anak- anak muda juga pernah

mengalaminya seperti: Memory (Daya ingat, Ingatan)

c. Perubahan Psikososial

Sebagian orang yang akan mengalami hal ini

dikarenakan berbagai masalah hidup ataupun yang kali

ini dikarenakan umur seperti:

1) Kesepian Terjadi pada saat pasangan hidup atau

teman dekat meninggal terutama jika lansia

mengalami penurunan kesehatan, seperti menderita

penyakit fisik berat, gangguan mobilitas atau

gangguan sensorik terutama pendengaran.

2) Gangguan cemas Dibagi dalam beberapa golongan:

fobia, panik, gangguan cemas umum, gangguan stress

setelah trauma dan gangguan obsesif kompulsif,

gangguangangguan tersebut merupakan kelanjutan dari

dewasa muda dan berhubungan dengan sekunder akibat

penyakit medis, depresi, efek samping obat, atau

gejala penghentian mendadak dari suatu obat.

3) Gangguan tidur juga dikenal sebagai penyebab

morbilitas yang signifikan. Ada beberapa dampak

serius gangguan tidur pada lansia misalnya

mengantuk berlebihan di siang hari, gangguan atensi


20

dan memori, mood depresi, sering terjatuh,

penggunaan hipnotik yang tidak semestinya, dan

penurunan kualitas hidup. Angka kematian, angka

sakit jantung dan kanker lebih tinggi pada

seseorang yang lama tidurnya lebih dari 9 jam atau

kurang dari 6 jam per hari bila dibandingkan.

dengan seseorang yang lama tidurnya antara 7-8 jam

per hari. Berdasarkan dugaan etiologinya, gangguan

tidur dibagi menjadi empat kelompok yaitu, gangguan

tidur primer, gangguan tidur akibat gangguan mental

lain, gangguan tidur akibat kondisi medik umum, dan

gangguan tidur yang diinduksi oleh zat.

B. Konsep teori merokok

1. Definisi

Merokok adalah membakar tembakau kemudian

dihisap, baik menggunakan rokok maupun menggunakan

pipa. Temparatur sebatang rokok yang tengah dibakar

adalah 900C untuk ujung rokok yang dibakar, dan 300C

untuk ujung rokok yang terselip di antara bibir

perokok. Kondisi teman sebaya yang kurang baik membuat

perlaku seseorang mengikuti hal-hal yang tidak baik

seperti merokok. (Prautami & Rahayu, 2019).


21

Perilaku merokok merupakan perilaku yang

berbahaya bagi kesehatan, tetapi masih banyak orang

yang melakukannya, bahkan orang mulai merokok ketika

dia masih remaja. Perilaku merokok adalah perilaku

yang dinilai sangat merugikan dilihat dari berbagai

sudut pandang baik bagi diri sendiri maupun orang lain

disekitarnya. Salah satu penyebab mengapa perokok baru

terus bertambah adalah karena gencarnya iklan rokok

yang beredar di masyarakat, ditambah dengan adanya

image yang dibentuk oleh iklan rokok tersebut sehingga

terlihat seakan orang yang merokok adalah orang yang

sukses dan tangguh yang dapat melalui rintangan

apapun. Iklan, promosi ataupun sponsor kegiatan yang

dilakukan oleh para produsen rokok merupakan sarana

yang sangat ampuh untuk mempengaruhi remaja dan anak–

anak. Merokok mengakibatkan penurunan kesehatan yang

berdampak pada penurunan kualitas anak–anak, generasi

yang baru dilahirkan. Penurunan kualitas generasi

penerus bangsa berakibat terjadinya pembodohan dan

pemiskinan yang berkelanjutan dari generasi ke

generasi sepanjang sejarah. (Sulastri & Rindu, 2019).


22

2. Zat yang terkandung dalam rokok

Menurut Gondodiputro dalam Ramadhan (2016)

rokok mengandung kurang lebih 4000 elemen, 200

diantaranya berbahaya bagi kesehatan. Racun utama

pada rokok adalah tar, nikotin, dan karbonmonoksida

(CO), dalam sebatang rokok mengandung zat-zat kimia

lain antara lain:

a. Nikotin

Nikotin adalah zat adiktif yang mempengaruhi

saraf dan peredaran darah. Menimbulkan

penyempitan pembuluh darah tepi, serta

menyebabkan ketagihan dan ketergantungan pada

pemakainya.

b. Tar

Tar adalah kumpulan dari beribu-ribu bahan

kimia dalam komponen padat asap rokok dan

bersifat karsinogenik. Pada saat rokok diisap,

tar masuk ke rongga mulut sebagai uap padat.

Setelah dingin akan menjadi padat dan membentuk

endapan berwarna coklat pada permukaan gigi,

saluran pernapasan dan paru-paru.


23

c. Gas Karbonmonoksida (CO)

Gas ini memiliki kecenderungan yang kuat

untuk berkaitan dengan hemoglobin dalam sel-sel

darah merah. Seharusnya hemoglobin ini berkaitan

dengan oksigen yang sangat penting untuk

pernapasan sel-sel tubuh, tapi karena gas CO

lebih kuat daripada oksigen maka gas CO ini

merebut tempatnya di sisi hemoglobin. Jadilah

hemoglobin bergandengan dengan gas CO.

d. Timah Hitam (Pb)

Sebatang rokok menghasilkan Pb sebanyak 0,5

ug. Sebungkus rokok ( isi 20 batang ) yang habis

diisap dalam satu hari menghasilkan 10 ug Pb.

Sementara ambang batas timah hitam yang masuk ke

dalam tubuh adalah 20 ug per hari.

e. Formaldehid yaitu jenis gas yang sangat beracun

terhadap semua organisme hidup.

f. Naftalene yaitu bahan kapur barus.

g. Metanol yaitu cairan yang mudah menguap,

digunakan sebagai pelarut dan pembunuh hama.

h. Aceton yaitu bahan pembuat cat.


24

i. Fenol Butance, yaitu bahan bakar korek api, zat

ini beracun dan membahayakan karena fenol ini

terikat ke protein sehingga menghalangi aktivitas

enzim.

j. Potassium nitrat yaitu bahan baku yang pembuatan

nya dari bom dan pupuk.

k. H2S (Asam Sulfida), yaitu sejenis gas beracun

yang mudah terbakar dengan bau yang keras, zat

ini menghalangi oksidasi enzim.

l. HCN (Asam Sianida), yaitu sejenis gas yang tidak

berwarna, tidak berbau, tidak memiliki rasa. Zat

ini merupakan zat paling ringan, mudah terbakar

dan sangat efisien untuk menghalangi pernafasan

dan merusak saluran pernafasan

m. Amonia yaitu zat yang bisa membentuk plak kuning

pada permukaan lidah, serta menggangu kelenjar

makanan dan perasa yang terdapat pada permukaan

lidah.

n. Nitrous Oxide, yaitu sejenis gas yang tidak

berwarna, dan bila di hisap dapat menghilangkan

rasa sakit. Nitrous Oxide ini pada mulanya


25

digunakan dokter sebagai pembius saat melakukan

operasi.

o. Cadmium, yaitu asap dari knalpot kendaraan yang

dapat meracuni jaringan tubuh terutama ginjal.

3. Tipe-tipe merokok

a. Perokok Aktif

Perokok aktif merupakan orang yang menghisap

rokok secara langsung. Berdasarkan jumlah rokok yang

dihisap, perokok aktif dikategorikan atas beberapa

tipe, antara lainnya:

1) Perokok berat, yaitu mereka yang merokok sekitar 20

batang sehari.

2) Perokok sedang, yaitu mereka yang merokok sekitar

10-19 batang sehari.

3) Perokok ringan, yaitu mereka yang merokok sekitar

1-9 batang sehari. (Bahaya et al., 2019)

Dampak merokok pada perokok Aktif diantaranya:

1) Menguningnya gigi dan ujung jari sebagai mana

menguningnya kertas rokok yang dibakar.

2) Memiliki kulit yang pusat.

3) Memiliki rambut yag kusut dan mengeluarkan bau,

layaknya asap rokok dan bahakan terkadang menguning

layaknya kertas rokok yang terbakar.


26

4) Munculnya kerutan pada dahi dan sekitar ujung bibir

yang disebabkan krena kebiasaa mengerutkan di kala

sedang merokok.

5) Munculnya kerutan hitam di bawah mata.

6) Hilangnya kejernihan mata dan mata pun selalu

menjadi memerah.

7) Seorang perokok selalu tampak dalam keadaan buruk,

di saaat ia sedang merokok.

8) Umumnya seorang perokok aktif kehilangan berat

badannya dan mudah terbawa emosi.

b. Perokok Pasif

Perokok pasif merupakan mereka yang sebenarnya

tidak merokok tetapi berada di sekeliling perokok dan

menghirup asap rokok yang di hembuskan oleh si

perokok. Perokok pasif yaitu individu yang tidak

memiliki kebiasaan merokok, namun terpaksa harus

menghisap asap rokok yang dihembuskan orang lain yang

kebetulan berada di dekatnya. Dalam keseharian, mereka

tidak berniat dan tidak mempunyai kebiasaan merokok.

Kalau tidak merokok, mereka tidak merasakan apa-apa

dan tidak terganggu aktifitasnya (Wirawan, 2016).


27

C. Konsep teori saturasi oksigen

1. Definisi

Saturasi oksigen adalah jumlah oksigen yang

diangkut oleh hemoglobin, ditulis sebagai persentasi

total oksigen yang terikat pada hemoglobin. Nilai normal

saturasi oksigen yang diukur menggunakan oksimetri nadi

berkisar antara 95-100% (Septia N, Wungouw H, Doda V).

Menurut Medicine Net, Batas normal saturasi oksigen

dalam darah tubuh manusia adalah antara 75-100%. Kadar

oksigen yang kurang atau lebih juga berbahaya bagi

manusia, hipoksemia atau kekurangan oksigen yaitu kurang

dari 75% sedangkan hiperoksemia atau kelebihan oksigen

berada diatas 120%. Pada keadaan normal saturasi oksigen

dalam darah manusia adalah 85%-100% (Pratama, 2019).

2. Factor-faktor yang mempengaruhi saturasi oksigen

Menurut (Sherwood, 2012) fator-faktor yang

mempengaruhi % saturasi oksigen sebagai berikut:

a. PO2

PO2 adalah factor utama yang menentukan %

saturasi oksigen karena berkaitan dengan konsentrasi

O2 yang yang secara fisik larut dalam darah. Ketika

PO2 darah naik terjadi peningkatan % saturasi Hb,

krtika PO2 turun akan terjadi HbO2 berdisosiasi

(penurunan % saturasi Hb) (Sherwood, 2012).


28

b. PCO2

Adanya CO2 tambahan di darah pada efeknya

menurunkan afinitas Hb terhadap O2 sehingga Hb

membebaskan lebih banyak O2 di tingkat jaringan

(Sherwood, 2012).

c. pH

Penurunan afinitas Hb terhadap O2 yang terjadi

karena peningkatan keasaman ini menambah jumlah O2

yang dibebaskan (Sherwood, 2012).

d. Suhu

Peingkatan suhu menyebabkan lebih banyak O2 yang

dibebaskan pada PO2 tertentu. Peningkatan suhu local

meningkatkan pembebasan O2 dari Hb untuk digunakan

oleh jaringan yang lebih aktif (Sherwood, 2012).

e. Hemoglobin

Hemoglobin memegang peranan yang penting dalam

fungsi transport oksigen dalam darah, oksigen dibawa

oleh aliran darah kejaringan sel-sel tubuh dan

termasuk sel-sel otot jantung. (Price & Wilson, 2006).

Jadi jika konsetrasi hemoglobin yang rendah dapat

mengurangi angka maksimal pengiriman oksigen ke

jaringan dan akan mempengaruhi saturasi oksigen.

(Tantri, 2011).
29

f. Merokok

Menurut penelitian Septia (2016) yang melakukan

penelitian di Manado menyebutkan bahwa derajat merokok

aktif, ringan, sedang, dan berat sangat mempengaruhi

kadar saturasi oksigen.

g. Aktivitas

Menggigil atau gerakan yang berlebihan pada area

sensor akan mempengaruhi pembacaan yang akurat

(Kozier, 2011).

3. Tanda dan gejala penurunan saturasi oksigen

Sianosis merupakan suatu tanda dan gejala dari

penurunan saturasi oksigen, menurut Kozier (2011)

sianosis adalah tanda kebiruan pada kulit, bantalan kuku,

dibawah lidah, cuping telinga dan pada daerah wajah.

Sianosis yang ditandai dengan warna kebiru-biruan pada

kulit dan selaput ledir di karena akibat peningkatan

jumlah absolute Hb tereduksi (Hb yang tidak berkaitan

dengan oksigen) (Price & Wilson, 2006). Sianosis dapat

berupa retensi karbon dioksida yaitu berkeringat dan

takikardi (Smeltzer & Bare 2002). Selain itu tanda dan

gejala lainnya wajah pasien akan tampak cemas, letih

dikarenakan pasien merasakan sesak napas dengan frekuensi

napas tidak normal, biasanya pasien akan mengambil sikap


30

duduk dan condong kedepan untuk memungkinkan ekspansi

rogga thorak yang lebih besar (Kozier, 2011).

4. Dampak penurunan saturasi oksigen

Penurunan saturasi oksigen akibat obstruksi jalan

napas sihingga terjadi penurunan difusi yang

mengakibatkan terjadi hipoksemia yang jika tidak

ditangani dengan cepat akan menjadi hipoksia, dimana

hipoksia merupakan insufiensi oksigen jaringan

(ketidakmampuan untuk menjalankan fungsinya dengan

memadai) guna untuk metabolisme tubuh serta hipoksia

sebagai penyebab penting dari cidera dan kematian sel.

Sel-sel bergantung pada suplai oksigen yang kontinu, oleh

karena itu tanpa oksigen berbagai aktifitas pemeliharaan

dan penyintesis sel berhenti dengan cepat (Price &

Wlison, 2006).

Tanpa oksigen dalam waktu tertentu sel tubuh akan

mengalami kerusakan yang data menimbulkan kematian. Organ

yang paling sensitive terhadap kekurangan oksigen yaitu

otak. Apabila otak tidak mendapatkan oksigen lebih dari 5

menit, dapat terjadi kerusakan sel otak secara permanen

(Kozier, 2011).

5. Alat untuk mengukur saturasi oksigen

Pengukuran saturasi dapat dilakukan dengan beberapa

teknik. Teknik pertama saturasi oksigen dapat diukur


31

dengan metode invasive berupa penilaian BGA (Blood Gas

Analisis) dan teknik kedua menggunakan metode non

invasive menggunakan pulse oximetry. Penggunaan pulse

oximetry merupakan teknik yang efektif untuk memantau

perubahan saturasi oksigen yang kecil atau mendadak

(Smiltzer & Bare 2002). Oksimetry nadi suatu alat yang

non invasive yang dapat mengukur saturasi oksigen dalam

darah arteri klien dengan meletakkan sensor pada jari.

Ibu jari kaki, hidung, daun telinga dan dapat mendeteksi

hipoksemia sebelum munculnya tanda dan gejala klinis

seperti sianosis (Kozier, 2011).

Cara kerja alat ini adalah menggunakan dua jenis

panjang gelombang dan frekuensi yang berbeda. Gelombang

frekuensi cahaya merah akan mengukur hemoglobin (Hb)

desaturasi, sedangkan gelombang frekuensi infrared akan

mengukur Hb saturasi (Smeltzer & Bare 2002). Sensor

cahaya akan mengukur jumlah cahaya merah dan infrared

yang diserap oleh Hb terkoksigenasi dan terdeoksigenasi

dalam darah arteri dan mencatatnya sebagai SaO2 (Kozier,

2011). Sensor dapat mendeteksi perubahan tingkat saturasi

oksigen dengan cara memantau signal cahaya yang

dibangkitkan oleh oksimeter dan direfleksikan oleh darah

yang berdenyut melalui jaringan pada probe. Nilai

saturasi oksigen normal yaitu 95% sampai 100%. Nilai <85%


32

menunjukan jaringan tidak mendapatkan cukup oksigen

(Smeltzer & Bare 2002).

Pada penelitian ini menggunakan pulse oximetry

sebagai alat pengukuran saturasi oksigen karena cara

penggunaanya yang mudah dilakukan dan menjadi cara yang

efektif untuk memantau saturasi oksigen pada ansia

perokok aktif.

Gambar 2.1 pulse oximetry

D. Konsep deep breathing

1. Definisi deep breathing

Latihan deep breathing adalah latihan yang berfokus

pada optimalisasi ekspansi otot bantu pernapasan,

terutama diafragma, selama fase inspirasi yang

mengakibatkan peningkatan pada volume ventilasi alveolus

akibat meningkatnya volume serta kapasitas inspirasi,


33

menyebabkan peregangan pada dinding-dinding alveolus.

Peregangan ini akan mempromosikan produksi surfaktan

alveolus tipe II sehingga terjadi penurunan tegangan

alveolus dan berdampak pada meningkatnya kapabilitas

kompliansi paru (Septia N, Wungouw H, Doda V.)

Deep breathing adalah relaksasi yang disadari untuk

mengatur pernafasan dengan frekuensi dalam dan juga

lambat. Latihan nafas dalam guna meningkatkan Kesehatan

fisik maupun mental yang dapat meningkatkan fluktuasi

dari interval frekuensi pernafasan dan berdampak pada

peningkatan efektivitas baroreflek. Tekhnik deep

breathing ini dapat membuat pasien menjadi lebih nyaman

dan juga tenang dibanding tekhnik pernafasan lainnya.

Selain itu juga dapat meningkatkan stimulasi baroreseptor

yang dilakukan berdasarkan mekanisme tertentu bserta

memodulasi emosiaonal yang bermanfaat bagi kondisi

tertentu (A. & Berek, 2018).

2. Tujuan terapi deep breathing

a. Mengurangi kerja pernafasan serta mencapai

ventilasi yang terkontrol dan efisien

b. Mencegah atelektasi paru dan menjaga pertukaran

gas
34

c. Mengurangi ansietas, memaksimalkan inflasi

alveolar dan relaksasi otot

d. Melambatkan frekuensi pernaasan untuk menghambat

aktifitas otot nafas yang tidak di pakai

e. Mengurangi intensitas nyeri dan mengurangi

kecemasan

(Harahap & lubis 2019)

3. Manfaat terapi deep breathing

Ada beberapa manfaat tekhnik relaksasi deep

breathing atau relaksasi nafas dalam diantaranya yaitu:

a. Rasa cemas, gelisah, khawatir berkurang atau

menurun.

b. Meningkatkan suplai oksigen ke otak.

c. Menurunkan tekanan darah dan juga ketegangan jiwa.

d. Hati menjadi lebih tentram tidak ada rasa gelisah.

e. Mengontrol tekanan darah pada pasien.

f. Detak jantung tidak berdetak kencang dan menjadi

menurun

g. Keyakinan pada diri sendiri lebih meningkat.

h. Kesehatan mentali menjadi lebih baik.


35

4. Indikasi dan kontraindikasi deep breathing

a. Indikasi deep breathing

1) Pasien yang mengalami nyeri nyeri akut tingkat

ringan sampai dengan sedang akibat penyakit yang

kooperatif.

2) Pasien yang nyeri kronis.

3) Nyeri pasca operasi.

4) Pasien yang mengalami stress.

b. Kontraindikasi deep breathing

Latihan deep breathing tidak di berikan kepada

pasien yang mengalami sesak nafas

5. Standar operasional prosedur

SOP terapi Deep Breathing teknik ini dapat

dilakukan 6 kali dalam 1 menit selama 3 menit (Pri Hadi

santoso, 2014; Dayita Sukma Destanta, 2019)

a. Persiapan

1) Bertemu dan memberikan penjelasan kepada pasien dan

keluarga mengenai prosedur Tindakan yang akan

dilakukan.

2) Menjaga privasi klien.

3) Menciptakan suasana nyaman dan tenang.

b. Alat yang digunakan untuk tekhnik deep breathing

1) Bantal sesuai kebutuhan


36

2) Kursi atau tempat duduk

3) Tissue

4) bengkok

c. Langkah-langkah tekhnik slow deep breathing

1) Posisikan klien serileks mungkin dan meminta

klien tenang. Tubuh dalam keadaan yang nyaman dan

menyenangkan.

2) Memastikan posisi tulang belakang klien dengan

keadaan yang lurus. Posisi kaki dan tungkai

dipastikan tidak dalam keadaan menyilang kemudian

seluruh badan dalam rileks.

3) Meminta klien mengucap dalam hati bahwa dalam 5

menit tubuh akan kembali tenang dan rileks.

4) Letakkan tangan satu pada perut dan tangan yang

lain pada dada. Lutut ditekuk kemudian posisi mata

terpejam.

5) Tarik nafas dalam dan lambat melalui hidung agar

udara masuk ke paru- paru secara perlahan. Rasakan

pergerakan perut yang mengembang dan meminimalisir

pengembangan dada. Inspirasi atau udara masuk dapat

dilakukan dengan hitungan 1..2..3.. kemudian tahan

napas selama 3 detik.

6) Hembuskan nafas secara perlahan melalui mulut

dengan posisi bibir berbentuk kerucut seperti


37

bersiul dilakukan dengan tidak bersuara. Ekspirasi

atau udara keluar dilakukan dengan hitungan

1..2..3.. seperti inspirasi. Ekspirasi.

7) dilakukan pelan jika dilakukan dengan kuat akan

meningkatkan turbulensi di airway.

8) Ulangi prosedur dengan menarik napas lebih dalam

dan lambat. Focus dan rasakan tubuh benar benar

rileks. Prosedur dilakukan 6 kali dalam 1 menit

selama 3 menit, bisa juga dilakukan saat merasa

tegang atau gelisah.

9) Setelah mengakhiri melakukan nafas dalam atau

deep breathing klien perlahan-lahan mergangkan otot

tangan kaki dan juga seluruh tubuh.

10) Membuka mata secara perlahan-lahan dan mulai

bernafas secara normal kembali, duduk dengan

tenang.

d. Evaluasi

1) Menanyakan perasaan klien.

2) Memberikan kesempatan untuk bertanya dan memberi

masukkan.

3) Mendoakan klien.
38

E. Kerangka Konsep

Lansia
Penatalaksanaan non
farmakologi deep
breathing

Factor yang
mempengaruhi saturasi
oksigen Nilai saturasi
oksigen
1. merokok
- Normal >95%
2. aktivitas - Tidak
normal <95%
3. po2

4. poc2

5. ph

6. hemoglobin

Keterangan

= Diteliti

= Tidak Diteliti

Bagan 2.1 Kerangka Konsep Penelitian (Pengaruh Deep Breathing


Terhadap Saturasi Oksigen Pada Lansia Perokok Aktif
Didesa Penimbung Kabupaten Lombok Barat)
39

F. Hipotesis Penelitian

Menjelaskan bahwa hipotesis merupakan jawaban yang

sifatnya sementara terhadap rumusan masalah penelitian,

yang mana rumusan masalah tersebut sudah di nyatakan dalam

bentuk pertanyaan. Hipotesis di sebut sementara karena

jawaban yang diberikan baru berdasarkan pada teori

(sugiyono, 2021).

Adapun hiporesis dalam penelitian ini:

Ha : “Ada pengaruh deep berithing terhadap saturasi oksigen

pada lansia perokok aktif”.

Ho : “Tidak ada pengaruh deep berithing terhadap saturasi

oksigen pada lansia perokok aktif”


40

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

Metode penelitian merupakan cara yang dilakukan dalam

proses penelitian. Dalam penyusunan proposal, motode

penelitian harus diuraikan secara rinci seperti variabel

penelitian, rancangan penelitian, teknik pengumpulan data,

analisa data, cara penafsiran, dan penyimpulan hasil

penelitian (Sugiyono, 2019).

Metode penelitian adalah cara atau alat untuk mencapai

tujuan, dengan demikian pemilihan metode dalam kegiatan

penelitian tergantung kepada tujuan penelitian

(Sugiyono,2019). Pada bab ini akan disajikan subjek

penelitian, populasi dan sample penelitian, rancangan

penelitian, teknik pengumpulan data, identifikasi variabel dan

definisi operasional, rencana analisa data, kerangka kerja.

A. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah subjek yang dituju untuk

diteliti (Sugiyono, 2019). Pada penelitian ini yang akan

menjadi subjek penelitian adalah lansia perokok aktif yang

tinggal di Dusun Penimbung Kabupaten Lombok Barat.

40
41

B. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian, atau

objek yang diteliti (Bungin (2018). populasi dalam

penelitian ini adalah semua lansia perokok aktif yang

tinggal di Dusun Penimbung Kabupaten Lombok Barat

sejumlah 65 orang.

2. Sampel Penelitian

Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap

mewakili seluruh populasi (Sugiyono, 2019). Sampel yang

digunakan dalam peneitian ini adalah lansia perokok

aktif yang tinggal di Dusun Penimbung Kabupaten Lombok

Barat.

3. Teknik Sampling

Teknik sampling adalah proses menyeleksi porsi dari

populasi untuk dapat mewakili populasi. Teknik sampling

merupakan cara-cara yang ditempuh dalam pengambilan

sampel, agar memperoleh sampel yang benar-benar sesuai

dengan keseluruhan subjek penelitian (Sugiyono, 2019).

Teknik sampling pada penelitian ini akan

menggunakan probability sampling dengan cluster

sampling. Probability sampling adalah teknik pengambilan

sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap

unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota


42

sampel (Sugiyono, 2018). Sedangkan cluster sampling

merupakan teknik sampling daerah yang digunakan untuk

menentukan sampel bila objek yang akan diteliti atau

sumber data yang sangat luas, misalnya penduduk dari

suatu negara, provensi, atau kabupaten (Sugiyono, 2018).

Sedangkan menurut (Soekidijo, Notoatmojo 2010), cluster

sampling pada teknik ini sampel bukan terdiri dari unit

individu, tetapi terdiri dari kelomok atau gugusan

(cluster). Gugusan atau kelompok yang diambil sebagai

sampel ini terdiri dari unit geografis (desa, kecamatan,

kabupaten, dan sebagainya). Pengambilan sampel secara

gugus, peneliti tidak mendaftar semua anggota atau unit

yang ada di dalam populasi, tetapi cukup mendaftar

banyaknya kelompok atau gugus yang ada di dalam populasi

itu. Kemudian mengambil beberapa sampel berdasarkan

gugus-gugus tersebut.

Misalnya:

penimbung

D1 D7

D2 D6

D3 D4 D5
43

Dalam skema tersebut menunjukan bahwa pengambilan

sampel itu di ambil dari masing-maing dusun yang ada di

wilayah Desa Penimbung yaitu ada 7 dusun (Dusun

Penimbung Timur, Penimbung Barat, Penimbung Selatan,

Penimbung Utara, Karang Tembe, Muhajirin, Gubuk Baru)

dan masing-masing dusun itu di dapatkan perwakilan

sebanyak (14,3%) dari hasil perhitungan 100%/7 dusun

sehingga di dapatkan 14,3% untuk masing-masing dusun.

Besara sampel penelitian:

Keterangan :

n : perkiraan jumlah sampel

N : besar populasi

D : tingkat signifikan (10%)

N
n= 2
1+ N ( 0 , 05 )

65
n= 2
1+65 ( 0 , 05 )

65
n=
1+0,1625

65
n= = 55,913 = 56 Orang
1,1625

Dari estimasi besar sampel yang didapatkan dari

perhitungan rumus di atas sebanyak 56 responden yang

kemudian di bagi menjadi 2 kelompok yang berjumla 28


44

responden untuk masing-masing kelompok control dan

kelompok perlakuan.

C. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian adalah suatu strategi untuk

mencapai tujuan penelitian yang telah ditetapkan, berperan

sebagi pedoman atau penuntun peneliti pada sebuah proses

penelitian (Nursalam, 2011).

Rancangan Penelitian yang akan digunakan dalam

penelitian ini adalah penelitian pre-eksperimental tow

group pre-test post-test with control group desain.

D. Teknik Pengumpulan Data

1. Sumber data

Pengumpulan data pada saat melakukan penelitian

merupakan tata cara yang digunakan oleh seorang peneliti

dalam rangka memperoleh petunjuk dari setiap permasalahan

yang sedang diteliti yang dilakukan dengan cara mencari

data dari beberapa sumber terpercaya dan mengumpulkannya

ke dalam beberapa pandangan serta informasi yang jelas,

sebab hal tersebut akan digunakan sebagai bagian dari

bukti terkait dengan penelitian yang dibuat.

Dalam penelitian ini metode pengumpulan data

berdasarkan pada sumbernya, dan jenis pengumpulan data


45

yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu menggunakan

data primer dan data sekunder. Jenis pengumpulan data

berdasarkan sumbernya menurut Sugiyono (2018) ada dua

jenis yaitu:

a. Data Primer

Data primer merupakan sumber data yang diperoleh

secara langsung dengan memberikan data yang ada

kepada pengumpul data. Sumber primer diperoleh dengan

membagikan kuesioner kepada lansia perokok aktif di

dusun penimbung kabupaten Lombok barat.

b. Data Skunder

Data sekunder merupakan sumber dimana penelitian

tidak secara langsung memberikan data kepada

pengumpul data, contohnya melalui orang lain atau

melalui sebuah dokumen. Dalam penelitian ini penulis

mengumpulkan data-data dan informasi yang diperlukan

dengan cara membaca buku, jurnal, artikel, mencari

informasi di internet, skripsi maupun tesis

penelitian yang sebelumnya telah ada.

Jenis data yang akan dikumpulkan dalam

penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data

primer dan secara umum teknik pencarian data bisa

diperoleh melalui observasi, wawancara,


46

dokumentasi, maupun kuesioner sebagai teknik dalam

pengumpulan data pokok.


47

2. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan

adalah pedoman observasi dalam pengukuran saturasi

oksigen dan sop terkait pelaksanaan deep breathing.

E. Proses Pengumpulan Data

1. Tahap Persiapan

a. Peneliti mengurus perizinan ke bagian akademik

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Mataram, yang

kemudian diserahkan ke Badan Perencanaan Pembangunan

Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Lombok Barat.

b. Peneliti menyerahkan surat pengantar BAPPEDA

Kabupaten Lombok Barat ke Puskesmas tempat

penelitian.

c. Peneliti mendapat surat pemberitahuan dari pihak

Puskesmas tentang penelitian yang akan dilakukan.

d. Peneliti menemui perawat yang bertanggung jawab untuk

mengontrak waktu penelitian yang akan dilakukan

selama 5 kali perlakuan.

2. Tahap Pelaksanaan

a. Peneliti menentukan secara acak lansia yang menjadi

responden dari masing-masing dusun.

b. Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan peneliti

melakukan penelitian kepada lansia.


48

c. Peneliti memberikan lembar persetujuan menjadi

responden kepada Lansia yang berada di Desa Penimbung

Kabupaten Lombok Barat.

d. Apabila lansia bersedia menjadi responden, maka harus

menandatangani/cap jempol lembar persetujuan yang

telah dipersiapkan.

e. Calon peneliti melakukan pengukuran saturasi oksigen

pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan.

f. Kemudian calon peneliti mengajarkan dan meminta

responden pada kelompok perlakuan untuk melakukan

teknik deep breating di berikan sebanyak 6 kali dalam

1 menit selama 3 menit, sedangkan pada kelompok

kontrol hanya di berikan edukasi tentang deep

breathing setelah proses pengambilan data selesai.

g. Pengukuran kembali saturasi oksigen (post-test) di

lakukan langsung setelah rangkaian deep breating di

lakukan baik pada kelompok control maupun kelompok

perlakuan untuk mengetahui perbandingan saturasi

oksigen pada masing-masing kelompok.

h. Data yang diperoleh pada saat pengambilan data,

pengumpulan data dilakukan coding, editing, dan

tabulating yang kemudian diambil nilai rata-rata

untuk mengetahui kadar saturasi oksigen masing-masing

responden.
49

i. Setelah di dapatkan nilai rata-rata tersebut maka

dilakukan analisa kadar oksigen sebelum dan sesudah

pada kedua kelompok.

F. Pengolahan Data

Data yang diperoleh merupakan data mentah sehingga

belum memberikan gambaran yang diharapkan, oleh karena itu

perlu di olah untuk mendapatkan hasil yang diinginkan.

Adapun langkah-langkah dalam pengolahan data yang telah

diambil adalah:

1. Editing

Upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang

didapatkan atau dikumpulkan. Proses editing dapat

dilakukan pada tahap pengumpulan kuesioner atau setelah

kusioner terkumpul.

2. Coding

Dilakukan untuk memudahkan pengolahan data yaitu

memberikan simbol-simbol dari setiap apa yang diamati.

Setelah kuesioner diedit atau diperbaiki, selanjutnya

dilakukan pada tahap pengumpulan data atau huruf menjadi

data angka/bilangan, peneliti melakukan coding pada skor

saturasi oksigennya.

a. Normal >95%

b. Tidak normal <95%


50

3. Processing

Entri data adalah kegiatan memasukan data yang

telah dikumpulkan kedalam master table atau data base

computer, kemudian membuat distribusi frekunsi

sederhana.

4. Cleaning

Mengecek kembali data yang sudah dientri apakah ada

kesalahan atau tidak.

G. Teknik Analisa

Dalam melakukan teknik analisa, khusus teknik data

penelitian menggunakan uji paired T-test melalui program

SPSS Versi 19.

H. Identifikasi Variabel

1. Variabel Independent

Variabel independen merupakan variabel yang menjadi

sebab perubahan atau timbulnya variabel terikat (Hidayat,

2018). Variabel Independent pada penelitian ini adalah

Terapi Deep Breathing

2. Variabel Dependent

Variabel dependen merupakan variabel yang

dipengaruhi atau menjadi akibat karena variabel bebas

(Hidayat, 2018). Variabel dependent pada penelitian ini

adalah saturasi oksigen pada lansia perokok aktif.


51

I. Definisi Operasional

Definisi Operasional merupakan mendefinisikan

variabel secara operasional berdasarkan karakteristik yang

diamati, memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi

atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau

fenomena (Hidayat, 2018). Batasan operasional penelitian

ini adalah sebagai berikut:


52

Tabel 3.1 Definisi Oprasional

No Definisi Operasional Skala


Variabel Parameter Alat Ukur Skor
Data
Variabel Deep breathing adalah Meningkatkan - - -
Independen relaksasi yang disadari untuk saturasi
Deep mengatur pernafasan dengan oksigen
Breathing frekuensi dalam dan juga
lambat
2. Variabel Saturasi oksigen adalah jumlah Untuk pulse Ordinal -
Dependen oksigen yang diangkut oleh menilai oximetry Normal
saturasi hemoglobin, ditulis sebagai peningkatan >95%
oksigen pada persentasi total oksigen yang saturasi - Tidak
lansia perokok terikat pada hemoglobin. Nilai oksigen normal
aktif normal saturasi oksigen yang pada lansia <95%
diukur menggunakan oksimetri perokok
nadi berkisar antara 95-100% aktif
Rokok adalah suatu zat adiktif
berbahaya yang apabila
digunakan mengakibatkan efek
negatif salah satunya pada
proses pengangkutan oksigen di
sirkulasi tubuh, yang
diproyeksikan sebagai nilai
saturasi oksigen (SpO2).
53

J. Kerangka Kerja

Populasi:

Lansia berusia 60 tahun didesa penimbung


kabupaten Lombok barat

Teknik sampling

Sampel

Infon consent

Pre test

K0 K1

Informasi Terapi deep breathing

Post test Post test

Menganalisis perbedaan
saturasi oksigen pada saat
pre-test dan post-test

Hasil

Bagan 3.1 Kerangka Kerja Pengaruh Deep Breathing Terhadap


Saturasi Oksigen Pada Lansia Perokok Aktfi Didesa
Penimbung Kabupaten Lombok Barat
54

K. Analisa Data

1. Analisis Univariat

Menurut Notoatmodjo, 2018. analisis univariate

bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik setiap variabel penelitian. Pada umum nya

dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi

frekuensi dan persentase dari tiap variabel.

2. Analisis Bivariat

Menurut (Notoatmodjo, 2018 hal. 183). Analisa

bivariat apabila telah dilakukan analisis univariate

hasilnya akan diketahui karakteristik atau distribusi

setiap variable dan dapat melanjutkan analisis

bivariate. Analisis bivariat adalah melakukan uji

analisa dari dua variable dengan menggunakan uji t-test

apabila uji distribusi data normal, jika distribusi data

tidak normal maka menggunakan uji arternativ wilcokson.


DAFTAR PUSTAKA

A, & Berek. (2018). Definisi Deep Breathing.


al, B. e. (2019). Tipe Merokok Aktif Dan Dampak Merokok Aktif.
Azizah. (2017). Konsep Lanjut Usia.
Bungin. (2018). Metodelogi Penelitian Populasi Penelitian.
Destanta, D. S. (2019). Pengaruh Latihan Deep Breathing
Terhadap Saturasi Oksigen Pada Perokok Aktif. Jurnal
kedokteran diponegoro, 143-144.
Gondodiputro. (2016). Zat Yang Terkandung Dalam Rokok.
Harapan, & Lubis. (2019). Tujuan Terapi Deep Breathing.
Hidayat. (2018). Identifikasi Variabel.
I Made Mertha, P. J. (2018). Pengaruh Pemberian Deep Breathing
Exercise Terhadap Saturasi Oksigen Pada Pasien PPOK.
Jurnal Gema Keperawatan, 2-3.
Izzo, S. e. (2008). Definisi Deep Breathing .
Kemenkes. (2019). Angka Harapan Hidup Lansia Di Indonesia.
Khofifah. (2016). Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia.
Kozier. (2011). Pengukuran Saturasi Oksigen Rentang Normal
Saturasi Oksigen.
Kozier, Price, & ilson. (2011). Tanda Dan Gejala Penurunan
Saturasi Oksigen.
Lubis. (2019). Manfaat Terapi Deep Breathing Indikasi Dan
Kontraindikasi Deep Breathing.
MANULLANG, N. (2021). Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Remaja
Tentang Perilaku Merokok Di SMP Free Metodist 1 Medan
jl. Beringin raya. STIKes Santa Elisabeth Medan.
Muhammad Sodikin, J. P. (2022). Penerapan Teknik Deep
Breathing Exercise. Jurnal Cendikia Muda, 110-111.
N, S., & Doda. (2017). Konsep Dasar Deep Breathing.
N, S., H, W., & V, D. (2018). Pengaruh Pemberian Deep
Breathing Exercise Terhadap Saturasi Oksigen Pada Pasien
PPOK. Jurnal Gema Keperawatan.
Neeraj, P. J. (2017). Proses Agin Pada Lansia.
Notoatmodjo. (2018). Analisa Data.
Notoatmojo, S. (2010). Teknik Sampling Cluster Sampling.
NTB, B. (2019). Profil Lansia Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Nursalam. (2011). Rancangan Penelitian.
Organization, W. H. (2021). Definisi Lansia, Kategori Lanjut
Usia.
Penimbung, P. P. (2022). Jumlah Lansia Di Wilayah Kerja
Puskemas Penimbung.
Pillars, N. &. (2020). Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia.
Polii, T. R. (2017). Perbandingan Saturasi Oksigen pada
Perokok dan Bukan Perokok di Dataran Tinggi Tomohon dan
Dataran Rendah Manado. Jurnal e-Biomedik (eBm).
Pratama. (2019). Batasan Nilain Saturasi Oksigen.
Prices, & Wlison. (2006). Dampak Penurunan Saturasi Oksigen.
Putri, D. E. (2021). Hubungan fungsi kognitif dengan kualitas
hidup lansia. Jurnal Inovasi Penelitian, 1147-1148.
Rahayu, P. &. (2019). Konsep Dasar Merokok Definisi Merokok.
RI, D. (2016). Teori Proses Penuaan.
Rindu, S. &. (2019). Prilaku Merokok Pada Knsep Merokok.
SANTOSO, P. H. (2014). Efek Akut Deep Breathing Exercise
Terhadap Nilai Saturasi Oksigen Pada Lansia.
Septia, & wungouw. (2017). Konsep Teori Saturasi Oksigen.
Sherwood. (2012). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Saturasi
Oksigen.
Smiltzer, & Bare. (2002). Alat Untuk Mengukur Saturasi
Oksigen.
Statistik, B. P. (2018). Presentase JUmlah Penduduk Indonesia
Dan NTB.
Sugiyono. (2018). Teknik Pengumpulan Data Primer,Sukunder.
Sugiyono. (2019). Metodelogi Penelitian Subjek Penelitian.
Sugiyono. (2019). Sempel Dan Teknik Sampling .
Sugiyono. (2021). Hipotesis Penelitian.
Sunaryo, e. (2016). Proses Penuaan Pada Lansia.
Ulul Azmi, Z. S. (2022). Hubungan Perokok Aktif Pada Remaja
Dengan Kadar Saturasi Oksigen Dalam Darah. Jurnal
Kesehatan .
WHO. (2021). Definisi Lansia, Proses penuaan.
Wilcokson. (2008). Rumus Besaran Sempel Penelitian.
Wirawan. (2016). Definisi Tipe Perokok Pasif.
Lampiran 1
PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Yth. Responden

Lansia Di Desa Penimbung Kabupaten Lombok Barat

Dengan Hormat

Peneliti adalah Mahasiswa STIKES Mataram yang akan


melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Deep Breathing
Terhadap Saturasi Oksigen Pada Lansia Perokok Aktif Di Desa
Penimbung Kabupaten Lombok Barat”, dengan identitas diri
sebagai berikut:

Nama : I Nyoman Deva Ardhita Widana


NPM : 019.01.3633
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Hindu

Penelitian ini dilaksanakan sebagai salah satu kegiatan


menyelesaikan tugas akhir program S1 Keperawatan STIKES
Mataram. Apabila bapak/ibu bersedia menjadi responden dalam
penelitian ini, peneliti berharap saudari untuk menandatangani
lembar pernyataan menjadi responden (Terlampir). Atas
kesediaan dan kerja sama saudari, peneliti mengucapkan banyak
terima kasih.

Mataram, Maret 2023


Peneliti

I Nyoman Deva Ardhita Widana


019.01.3633
Lampiran 2

INFORMED CONSENT

Setelah mendapatkan penjelasan serta mengetahui manfaat

penelitian yang berjudul “Pengaruh Deep Breathing Terhadap

Saturasi Oksigen Pada Lansia Perokok Aktif Di Desa Penimbung

Kabupaten Lombok Barat”

Menyatakan setuju/tidak setuju diikut sertakan dalam

penelitian sebagai sampel, dengan catatan sewaktu-waktu jika

saudara dirugikan dalam bentuk apapun dapat membatalkan

persetujuan ini.

Saya percaya setiap informasi yang saudara/i berikan

kepada peneliti akan tetap dijaga kerahasiaannya.

Saya sebagai peneliti mengucapkan terima kasih atas

partisipasi dan kerja samanya.

Mataram, Maret 2023


Peneliti

I Nyoman Deva Ardhita Widana

019.01.3633
Lampiran 3

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama :

Umur :

Agama :

Pendidikan :

Setelah mendapatkan penjelasan serta mengetahui manfaat

penelitian yang berjudul “Pengaruh Deep Breathing Terhadap

Saturasi Oksigen Pada Lansia Perokok Aktif Di Desa Penimbung

Kabupaten Lombok Barat”. Menyatakan bersedia menjadi

responden, dengan catatan sewaktu-waktu jika merasa dirugikan

dalam bentuk apapun dapat membatalkan persetujuan ini.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesadar-


sadarnya dan tanpa paksaan dari pihak manapun dan agar
dipergunakan sebagaimana mestinya.

Mataram, Maret 2023


Responden
Lampiran 4

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)TERAPI DEEP BREATHING/

LATIHAN NAFAS DALAM

Definisi Deep breathing exercise


merupakan latihan pernapasan
dengan tehnik bernapas secara
perlahan dan dalam,
menggunakan otot diafragma,
sehingga memungkinkan abdomen
terangkat perlahan dan dada
mengembang penuh

a. untuk mencapai ventilasi


Tujuan
yang lebih terkontrol dan
efisien serta mengurangi
kerja pernapasan.
b. meningkatkan inflasi
alveolar maksimal,
relaksasi otot dan
menghilangkan ansietas.
c. mencegah pola aktifitas
otot pernapasan yang
tidak berguna,
melambatkan frekuensi
pernapasan, mengurangi
udara yang terperangkap
serta mengurangi kerja
bernafas
a. Indikasi
Indikasi dan kontraindikasi
Deep breathing exercise
dapat diberikan kepada
seluruh penderita dengan
status pasien yang
hemodinamik stabil.
b. Kontraindikasi
Klien mengalami perubahan
kondisi nyeri berat,
sesak nafas berat dan
emergency
a. Persiapan alat : Bantal
Prosedur
sesuai kebutuhan dan
kenyamanan klien, Tempat
tidur sesuai kenyamanan
klien, kursi atau tempat
duduk, Tissue,Bengkok.
b. Persiapan klien: kontrak
topik, waktu, tempat dan
tujuan dilaksanakan
latihan nafas/ deep
breathing exercise
c. Persiapan lingkungan :
ciptakan lingkungan yang
nyaman bagi pasien, jaga
privacy klien
1. Mencuci tangan sesuai
Pelaksanaan
dengan prosedur.
2. Posiskan klien serileks
mungkin dan minta klien
tenang. Tubuh dalam
keadaan yang nyaman dan
menyenangkan.
3. Melakukan pemeriksaan
terhadap status
pernapasan
4. Mengidentifikasi klien
tidak dalam kondisi nyeri
berat, sesak naas berat
dan emergency.
5. Memastikan klien dalam
kondisi sadar dan dapat
mengikuti perintah dengan
baik.
6. Mengatur posisi klien
fowler/duduk.
7. Mengatur posisi bantal
sesuai kebutuhan untuk
kenyamanan klien.
8. Apabila terdapat
akumulasi sekret.
Mengajarkan batuk efektif
(dengan menarik nafas
dalam dan secara perlahan
melalui hidung dan mulut,
tahan 1-5 hitungan,
kemudian mulai batuk
dengan hentakan lembut,
tampung dahak pada
bengkok). Bila perlu
suction sesuai indikasi
untuk membantu
mengeluarkan sekret dari
jalan nafas bawah.
9. Tarik nafas dalam dan
lambat melalui hidung
agar udara masuk ke paru-
paru secara perlahan.
Rasakan pergerakan perut
yang mengembang dan
meminimalisir
pengembangan dada.
Inspirasi atau udara
masuk dapat dilakukan
dengan hitungan 1..2..3..
kemudian tahan napas
selama 3 detik.
10. Hembuskan nafas
secara perlahan melalui
mulut dengan posisi bibir
berbentuk kerucut seperti
bersiul dilakukan dengan
tidak bersuara. Ekspirasi
atau udara keluar
dilakukan dengan hitungan
1..2..3.. seperti
inspirasi. Ekspirasi.
11. Ulangi prosedur
dengan menarik napas
lebih dalam dan lambat.
Focus dan rasakan tubuh
benar benar rileks.
Prosedur dilakukan selama
6 kali dalam 1 menit
selama 3 menit bisa juga
dilakukan saat merasa
tegang atau gelisah.
12. Melakukan
pemeriksaan status
pernapasan.
13. Membereskan alat
dan mencuci tangan sesuai
prosedur.
14. Melakuakan
dokumentasi tindakan
Lampiran 5

SOP Monitor Saturasi Oksigen

Pengertian :

Monitor saturasi oksigen merupakan tekhnik monitoring non

invasive untuk mengukur saturasi oksigen arteri dan fungsi

hemoglobin, nilai normal >95 %

Tujuan :

Diagnostik :

1. Menilai data dasar saturasi oksigen yang merupakan bagian

pengakajian oksigenasi.

2. Deteksi dini terhadap perubahan saturasi yang sering

berubah terutama pada keadaan kritis.

3. Mengevaluasi respon pasien terhadap aktivitas oksigenasi

pasien seperti suction, reposisi, merubah konsentrasi O2.

Kebijakan :

Memenuhi kebutuhan oksigen

Prosedur pelaksanaan :

1. Persiapan alat: Pulse oximeter beserta sensornya.

2. Prtsiapan klien : kontrak topik, waktu, tempat dan tuuan

di lakukanya pemeriksaan saturasi oksigen.


3. Cara kerja :

a. Cuci tangan.

b. Lokasi tempat sensor dibersihkan dari darah /

kotoran lain.

c. Pilih sensor yang tepat sesuai lokasi tempat

sensor.

d. Sambungkan oximeter dengan menekan tombol power

on / off.

e. Set alarm secara tepat dan cek fungsi lainnya.

f. Untuk mematikan tekan kembali tombol power on /

off.

g. Sambungkan sensor lempeng / klip pada tangan / kaki

/ telinga.

4. Hal – hal yang harus diperhatikan :

Lokasi tempat penempatan sensor.

a. Sensor klip ditempatkan pada jari telunjuk tangan atau

telinga.

b. Sensor lempeng di tempatkan pada jari – jari, ibu jari

kaki, hidung.

5. Evaluasi

a. Respon pasien

b. Catat hasil pengukuran

Anda mungkin juga menyukai