Anda di halaman 1dari 91

PENGARUH PERMAINAN BALOK SUSUN TERHADAP

PERKEMBANGAN ANAK STUNTING USIA 1-3


TAHUN DI DESA SIGAR PENJALIN
LOMBOK UTARA

PROPOSAL

Disusun Oleh:

LALU ANDRIADI
NPM: 019.01.3636

Kepada

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) MATARAM
MATARAM
2023

i
LEMBAR PENGESAHAN

PROPOSAL

PENGARUH PERMAINAN BALOK SUSUN TERHADAP PERKEMBANGAN ANAK


STUNTING USIA 1-3 TAHUN DI DESA SIGAR PENJALIN
LOMBOK UTARA

Disusun Oleh:

LALU ANDRIADI
NPM: 019.01.3636

Telah Diperiksa dan Disetujui Oleh:

Pembimbing I Pembimbing II

Ns. ENDAH SULISTIYANI, M.Kep.,Sp.Kep.An Ns. NURHAYATI, M.Kep

Penguji

Ns. SRI MASDININGSIH UTAMI, M.Kep

ii
iii
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan

yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-nya sehingga

penulis dapat menyelsaikan proposal skripsi yang berjudul “

PENGARUH PERMAINAN BALOK SUSUN TERHADAP PERKEMBANGAN ANAK

STUNTING USIA 1-3 TAHUN DI DESA SIGAR PENJALIN LOMBOK UTARA “

Sebagai salah satu persyaratan akademik dalam mneyelsaikan

pendidikan S-1 Keperawatan pada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan

(STIKES) Mataram. Selama penyusunan peroposal ini, penulis

banyak dapat dukungan, bimbingan dan motivasi dari berbagai

pihak, untuk itu penulis ingin mneyampaikan ucapan terimakasih

terutama kepada :

1. H.Hadi Suryatno,S.E, M.Kes., Ketua Yayasan Al-Amin Mataram.

2. Dr. Chairun Nasirin, M.Pd., MARS. Ketua Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan (STIKES) Mataram.

3. Ns. Dina Fithriana, M.Si., Med, Wakil ketua I Sekolah Tinggi

Ilmu Kesehatan (STIKES) Mataram.

4. Baiq Nova Apriliya Azamti,S.ST.M.Kes, Wakil Ketua II Sekolah

tinggi Ilmu Kesehtan (STIKES) Mataram.

5. Ns. Sukardin, M.Ns, Wakil Ketua III Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan (STIKES) Mataram

6. Ns. Ni Made Sumartyawati, M.Kep, Ketua Program Studi Ilmu

Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Mataram.

iv
7. Ns. Nurhayati, M.Kep, Dosen pembimbing pendamping yang telah

banyak meluangkan waktunya dalam memberikan bimbingan dan

pengarahan dalam penyusunan proposal ini.

8. Ns.Endah Sulistiyani,M.Kep.,Sp.Kep.An, Dosen pembimbing Utama

yang telah banyak meluangkan waktunya dalam memberikan

bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan proposal ini.

9. Kedua orang tua saya yang slalu memberikan kasih sayang,

semangat, yang telah sabar medidik, membimbing, mendo’akan,

serta memberikan dukungan dan motivasi dalam mencapai

kesuksesan

10. Terimakasih juga untuk saudara kandung saya yang telah

memberikan saya semangat dan motivasi dalam peroses

mengerjakan proposal ini.

11. Sahabat saya yang sudah membantu saya dalam peroses menyusun

proposal ini.

Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu

persatu, Penulis menyadari bahwa penyusunan proposal ini masih

jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penulis sangat

mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak

yang terlibat dalam penyusuna Proposal ini.

Mataram, Maret 2023

Penulis

v
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................... i
LEMBAR PENGESAHAN........................................... ii
KATA PENGANTAR.............................................. iii
DAFTAR ISI.................................................. v
DAFTAR TABEL................................................ vii
DAFTAR BAGAN................................................ viii
DAFTAR LAMPIRAN............................................. ix
BAB I PENDAHULUAN........................................ 1
A. Latar Belakang.................................. 1
B. Rumusan Masalah................................. 9
C. Tujuan Penelitian............................... 9
D. Manfaat penelitian.............................. 10
E. Keaslian Penelitian............................. 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................... 15
A. Stunting ....................................... 15
1. Pengertian Stunting ......................... 15
2. Patofisiologi Stunting ...................... 16
3. Cara Pengukuran Stunting .................... 17
4. Penyebab Terjadinya Stunting ................ 18
5. Dampak Stunting ............................. 28
6. Pencegahan Stunting ......................... 29
B. Konsep Stimulasi................................ 31
1. Definisi Pertumbuhan dan Perkembangan........ 31
2. Tahap-Tahap Pertumbuhan dan Perkembangan..... 32
3. Aspek Pertumbuhan dan Perkembangan........... 34
4. Faktor-Faktor Pertumbuhan dan Perkembangan... 36
5. Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP)... 38
C. Konsep Bermain Dan Permainan Balok Susun........ 41
1. Pengertian Bermain........................... 41
2. Pengertian Balok Susun....................... 42

vi
3. Jenis-jenis Balok Susun...................... 43
4. Tahapan serta Langkah-langkah Bermain Balok
Susun........................................ 44
5. Fungsi Bermain............................... 47
6. Karakteristik Bermain........................ 48
7. klasifikasi bermain.......................... 49
8. Manfaat Bermain.............................. 54
D. Kerangka Konsep................................. 56
E. Hipotesis....................................... 57
BAB III METODELOGI PENELITIAN.............................. 58
A. Subjek Penelitian............................... 58
B. Populasi dan Sampel Penelitian.................. 59
C. Rancangan Penelitian............................ 60
D. Teknik Pengumpulan Data......................... 61
E. Proses Pengumpulan Data......................... 61
F. Pengolahan Data................................. 63
G. Melakukan teknik analisa........................ 64
H. Identifikasi Variabel........................... 64
I. Definisi Operasional............................ 65
J. Kerangka Kerja.................................. 68
K. Analisa Data.................................... 69
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

vii
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian............................... 12

Tabel 2.1 Kelompok Kategori Status Gizi dan Z-score

Berdasarkan Pengukuran TB/U Atau PB/U............. 18

Tabel 3.1 Definisi Operasional.............................. 66

viii
DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Kerangka Konsep................................... 56

Bagan 3.1 Kerangka Kerja.................................... 68

ix
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Permohonan Menjadi Responden

Lampiran 2 Informed Consent

Lampiran 3 Lembar Persetujuan Menjadi Responden

x
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum

harus diwujudkan melalui berbagai upaya kesehatan dalam

rangkaian pembangunan kesehatan secara menyeluruh dan

terpadu yang didukung oleh suatu sistem kesehatan nasional.

Kementerian Kesehatan RI menetapkan tiga indikator

status gizi yaitu berat badan kurang atau gizi kurang

(underweight), gizi kronis yang menyebabkan anak sangat

pendek (stunted), dan gizi akut yang menyebabkan anak

sangat kurus (wasting). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)

2018 menunjukkan adanya perbaikan status gizi buruk pada

balita di Indonesia. Proporsi status gizi kurang turun

menjadi 17,7 persen (Riskesdas 2018) dari 19,6 persen

(Riskesdas 2013). Meski indikator tersebut mengalami

penurunan, angka tersebut dinilai masih kurang signifikan.

Persoalan ini menjadi cukup serius ketika dilihat melalui

persebarannya. Berdasarkan Riskesdas 2018, Balita di 419

kota/kabupaten atau sekitar 81 ,5% dari total 514

kota/kabupaten di Indonesia, masih mempunyai masalah gizi

akut dan kronis.

1
2

WHO menetapkan bahwa suatu wilayah bisa dikategorikan

bebas masalah gizi apabila prevalensi balita pendeknya

kurang dari 20% dan balita kurusnya kurang dari 5%. Jika

prevalensi balita pendeknya kurang dari 20% namun

prevalensi balita kurusnya 5% atau lebih, maka wilayah iłu

masuk kategori akut. Sementara, untuk wilayah kronis

prevalensi balita pendeknya 20% atau lebih dan prevalensi

balita kurusnya kurang dari 5%. Berdasarkan standar WHO

tersebut maka status gizi di Indonesia masih masuk dałam

kategori status akut dan kronis. Padahal, Padahal,

menyelesaikan kasus gizi buruk merupakan salah satu target

Sustainable Development Goals (SDGs) poin kedua yaitu 'zero

hunger atau nol kelaparan'. Tahun 2030 mendatang, Indonesia

bersama negara-negara PBB lainnya berkomitmen untuk

mengakhiri segala bentuk malnutrisi, termasuk mencapai

target dunia pada 2025 untuk penurunan stunting dan

wasting pada balita.

Kejadian balita stunting merupakan masalah gizi utama

yang dihadapi Indonesia. Hasil Riset Kesehatan Dasar

(Riskedas) 2018 menunjukkan proporsi status gizi stunting

turun dari 37,2 persen (Riskesdas 2013) menjadi 30,8

persen. Akan tetapi berdasarkan data Pemantauan Status Gizi

(PSG) selama tiga tahun terakhir, stunting memiliki

prevalensi tertinggi dibandingkan dengan masalah gizi


3

lainnya seperti gizi kurang, kurus, dan gemuk. Prevalensi

balita pendek mengalami peningkatan dari tahun 2016 yaitu

27,5% menjadi 29,6% pada tahun 2017, angka tersebut di atas

batasan yang ditetapkan WHO (20%). Data Kementerian

Kesehatan RI menunjukkan bahwa kondisi konsumsi makanan ibu

hamil dan balita di Indoneisia pada tahun 2016-2017

terdapat 1 dari 5 ibu hamil kurang gizi, 7 dari 10 ibu

hamil kurang kalori dan protein, 7 dari 10 Balita kurang

kalori, serta 5 dari 10 Balita kurang protein.

Hasil riset Bank Dunia (World Bank) menggambarkan

kerugian akibat stunting mencapai 3-11% dari Pendapatan

Domestik Bruto (PDB). Dengan nilai PDB 2015 sebesar RPI

1.000 Triliun, kerugian ekonomi akibat stunting di

Indonesia diperkirakan mencapai Rp 300-triliun-Rp l.210

triliun per tahun. Besarnya kerugian yang ditanggung akibat

stunting disebabkan naiknya pengeluaran pemerintah

terutama jaminan kesehatan nasional yang berhubungan dengan

penyakit tidak menular seperti jantung, stroke, diabetes

atapun gagal ginjal. Ketika dewasa, anak yang menderita

stunting mudah mengalami kegemukan Ketika dewasa, anak

yang menderita stunting mudah mengalami kegemukan sehingga

rentan terhadap serangan penyakit tidak menular seperti

jantung, stroke ataupun diabetes. Stunting menghambat


4

potensi transisi demografis Indonesia dimana rasio penduduk

usia tidak bekerja terhadap penduduk usia kerja menurun.

Pemerintah telah meluncurkan Rencana Aksi Nasional

Penanganan Stunting pada bulan Agustus 2017, yang

menekankan pada kegiatan konvergensi di tingkat Nasional,

Daerah dan Desa, untuk memprioritaskan kegiatan intervensi

Gizi Spesifik dan Gizi Sensitif pada 1.000 Hari Pertama

Kehidupan hingga sampai dengan usia 6 tahun. Kegiatan ini

diprioritaskan pada 160 kabupaten/kota di tahun 2018.

Kebijakan ini didukung melalui Peraturan Presiden No. 42

Tahun 2013 tentang Percepatan Perbaikan Gizi, Instruksi

Presiden No. 1 Tahun 2017 tentang Gerakan Masyarakat Sehat,

dan Peraturan Presiden No. 83 Tahun 2017 tentang Kebijakan

Strategis Pangan dan Gizi. Selain itu Pemerintah

mengalokasikan anggaran Rp47 triliun untuk menangani

problem stunting yang tersebar di sejumlah kementerian dan

lembaga. Penanganan masalah stunting tak hanya bertumpu

kepada pemerintah pusat, akan tetapi dibutuhkan kerjasama

dari pihak swasta, lembaga swadaya masyarakat. Dengan

adanya kerjasama lintas sektor ini diharapkan dapat menekan

angka stunting di Indonesia sehingga dapat tercapai target

Sustainable Development Goals (SDGs) pada tahun 2025 yaitu

penurunan angka stunting hingga 40%.


5

Selain masalah rehablitasi dan rekonstruksi

pascabencana, di NTB juga terdapat masalah serius yang

telah berlangsung bertahun-tahun, yaitu masalah gizi buruk.

Pada tahun 2005 saat kasus gizi buruk mulai mencuat, di NTB

ditemukan lebih dari 3 ribu kasus. Kemudian tahun 2008

sebanyak 1.027 dan tahun 2011 ada 891 kasus. Setelah

terjadi bencana yang mengakibatkan banyak kerusakan,

kehilangan keluarga dan harta benda, serta kerugian

lainnya, dikhawatirkan masalah gizi buruk akan kembali

meningkat di NTB.

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018, NTB

menempati posisi ke2 terendah di Indonesia. Secara umum

berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013-2018 di NTB,

terdapat proporsi status gizi buruk dan gizi kurang

sebanyak 29,5% (diatas angka proporsi Indonesia yaitu:

19,6% pada tahun 2013 dan 17,7% pada tahun 2018) dan berada

pada urutan ke 2 tertinggi setelah NTT (33%). Kasus gizi

buruk di NTB merupakan fenomena gunung es, di mana jumlah

kasus yang sesungguhnya diduga masih banyak yang belum

terekspose ke permukaan.

Angka stunting di NTB menempati posisi ke-7 terendah

di Indonesia (Riskesdas, 2018). Angka stunting (pendek)

juga mengalami penurunan dari 48,3% (2010) menjadi 45,3%

(2013). Per Desember 2018 jumlah rata-rata kasus stunting


6

di NTB kurang lebih mencapai 37,2% (kurang lebih sekitar

150.000 anak). Dari 10 kabupaten/kota di NTB, kasus

stunting paling banyak ditemukan di Kabupaten Sumbawa

mencapai 41,8%. Kemudian disusul Lombok Tengah 39, 1%,

Dompu 38,3%, Lombok Utara 37,6%, Kota Mataram 37,5%, Bima

36,7%, Lombok Barat 36, I Lombok Timur 35,1 %, dan Sumbawa

Barat 32,6%. Dikhawatirkan, bonus demografi di Indonesia

pada 2030 bisa menjadi ancaman di daerah ini jika persoalan

stunting ini tidak teratasi dengan baik.

Hasil data RISKESDAS 2018, menunjukkan Kabupaten

Lombok Utara menduduki posisi ke-4 kasus Stunting

terbanyak dari 10 kabupaten yang ada di NTB. Di KLU

terdapat 8 Puskemas yang tersebar di 5 Kecamatan. Kecamatan

Tanjung mempunyai 1 puskesmas dimana wilayah kerjanya

merupakan kunjungan pasien dan kunjungan ibu hamil

menempati posisi terendah dari 8 puskesmas dan di puskesmas

Tanjung terdapat kasus stunting sebanyak 796 .

Wilayah kerja puskemas Tanjung mencangkup 8 Desa

diantaranya Desa Jenggala 52 anak yang mengalami stunting ,

Desa Medana 57 anak yang mengalami stunting , Desa Teniga

69 anak yang mengalami stunting , Desa Samaguna 84 anak

yang mengalami stunting , Desa Tegalmaja 102 anak yang

mengalami stunting , Desa Tanjung 120 anak yang mengalami

stunting , Desa Sokong 143 anak yang mengalami stunting


7

dan Desa Sigar Penjalin yang menduduki kasus stunting

tertinggi sebanyak 169 anak dari total 796 kasus stunting

yang ada di wilayah kerja Puskesmas Tanjung. Dari hasil

observasi 10 dari 15 anak Nampak tinggi badan lebih pendek

dari anak seusianya,sedangkan untuk perkembangannya belum

dilakukan observasi awal.

Stunting merupakan kondisi gagal pertumbuhan pada

anak (pertumbuhan tubuh dan otak) akibat kekurangan gizi

dalam waktu yang lama. Sehingga, anak lebih pendek dari

anak normal seusianya dan memiliki keterlambatan dalam

berpikir. Kekurangan gizi dalam waktu lama itu terjadi

sejak janin dalam kandungan sampai awal kehidupan anak

(1000 Hari Pertama Kelahiran). Penyebabnya karena rendahnya

akses terhadap makanan bergizi, rendahnya asupan vitamin

dan mineral, dan buruknya keragaman pangan dan sumber

protein hewani. Faktor ibu dan pola asuh yang kurang baik

terutama pada perilaku dan praktik pemberian makan kepada

anak juga menjadi penyebab anak stunting apabila ibu tidak

memberikan asupan gizi yang cukup dan baik. Ibu yang masa

remajanya kurang nutrisi, bahkan di masa kehamilan, dan

laktasi akan sangat berpengaruh pada pertumbuhan tubuh dan

otak anak. Faktor lainnya yang menyebabkan stunting adalah

terjadi infeksi pada ibu, kehamilan remaja, gangguan mental

pada ibu, jarak kelahiran anak yang pendek, dan hipertensi.


8

Selain itu, rendahnya akses terhadap pelayanan kesehatan

termasuk akses sanitasi dan air bersih menjadi salah satu

faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan anak.

Menurut Darwan (2019:3) pertumbuhan adalah

bertambahnya ukuran dan jumlah sel,serta jaringan

intraseluler yang artinya bertambahnya ukuran fisik dan

struktur tubuh sebagian atau keseluruhan sehingga dapat

diukur satuan Panjang dan berat. Sedangkan perkembangan

adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih

kompleks dalam kemampuan fisik motorik,Bahasa serta

sosialisasi dan kemandirian.

Penggunaan model aktivitas permainan bagi anak

memiliki peran untuk mengembangkan kemampuan kontrol

motorik kasar, motorik halus dan tingkat emosional mereka

(Ardini & Anik,2018 ). Permainan Balok Susun sesuai dengan

usia 1-3 tahun karena tergolong permainan yang simple hanya

disusun. Penggunaan model tersebut sangat bermanfaat

terutama bagi anak yang mengalami keterlambatan motorik

sebagai bentuk dari terapi. Secara umum, selama ini

aktivitas bermain pada anak hanyalah sebagai sarana bermain

saja, dan belum pernah dipergunakan secara sistematik

sebagai model untuk menguji perkembangan kecakapan motorik

dan emosional mereka (Suminar,2019).


9

Perawat sebagai educator dan provider mempunyai peran

dalam memberikan edukasi atau Pendidikan kesehatan dan

memberikan layanan dalam pemantauan dan stimulasi tumbuh

kembang anak khususnya anak pada golden periode usia 1-3

tahun .

Dari latar belakang tersebut calon peneliti tertarik

untuk melakukan penelitian tentang “Pengaruh Permainan

Balok Susun terhadap Perkembangan Anak stunting usia 1-3

tahun di Desa Sigar Penjalin Lombok Utara”

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah

ada Pengaruh Permainan Balok Susun terhadap Perkembangan

Anak stunting usia 1-3 tahun di Desa Sigar Penjalin Lombok

Utara”?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui Pengaruh Permainan Balok Susun terhadap

Perkembangan Anak stunting usia 1-3 tahun di Desa Sigar

Penjalin Lombok Utara.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui Perkembangan Anak stunting usia 1-3

tahun di Desa Sigar Penjalin Lombok Utara Sebelum

diberikan Permainan Balok Susun.


10

b. Untuk mengetahui Perkembangan Anak stunting usia 1-3

tahun di Desa Sigar Penjalin Lombok Utara sesudah

diberikan Permainan Balok Susun.

c. Untuk menganalisis Pengaruh Permainan Balok Susun

terhadap Perkembangan Anak stunting usia 1-3 tahun di

Desa Sigar Penjalin Lombok Utara.

D. Manfaat penelitian

1. Bagi Peneliti

Melalui penelitian ini peneliti dapat menerapkan

dan memanfaatkan ilmu yang didapat selama pendidikan,

menambah pengetahuan, pengalaman dan dapat menerapkan

asuhan keperawatan Komunitas tentang pengaruh Permainan

Balok Susun Terhadap Perkembangan Anak Usia 1-3 Tahun di

Desa Sigar Penjalin Lombok Utara.

2. Bagi Institusi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

tambahan informasi dan masukan baru dalam ilmu

keperawatan Komunitas dengan menerapkan general therapy

sebagai bentuk penatalaksanaan Permainan Balok Susun

Dalam perkembanga anak serta menjadi bahan acuan bagi

mahasiswa lain untuk melakukan penelitian selanjutnya.


11

3. Bagi Tempat Penelitian

Sebagai bahan evaluasi dan masukan dalam upaya

peningkatan kemampuan Perkembangan anak dengan metode

Permainan Balok Susun.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil peneliti ini dapat digunakan sebagai salah

satu refrensi untuk penelitian selanjutnya dan

rekomendasi untunk mengembangkan penelitian dengan

membandingan efektivitas media lain.


12

E. Keaslian Penelitian

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

No Nama Judul Desain dan Metode Hasil penelitian


Sampel
Penelitian
1 Yesi Hubungan Desain dan
Metode yang Hasil analisis diperoleh
Nurmalasari Stunting dengan sampel digunakan nilai (p-value) 0,000< α
,2019 Perkembangan penelitian ini
dalam 0,05). OR: 18,280.
Motorik Kasar menggunakan penelitian ini Kesimpulanya ada hubungan
Pada Balita Usia teknik adalah kejadian stunting dengan
6-59 Bulan di purposive Rancanga perkembangan motorik kasar
Desa Mataram sampling survei pada balita usia 6-59 bulan
Ilir Kec. analitik
Seputih Surabaya dengan
Kabupaten pendekatan
Lampung Tengah cross
sectional,
2 Yuanita Pengaruh Terapi Desain dan Metode yang Hasil penelitian rerata
Ananda ,201 Bermain Puzzle sampel digunakan perkembangan motorik halus
9 Terhadap penelitian ini dalam sebelum diberikan terapi
Perkembangan menggunakan penelitian ini bermain puzzle di TK Inti
Motorik Halus total sampling adalah pre Gugus Tulip III Padang
Pada Anak Pra eksperimen dengan nilai mean 7,87
Sekolah di TK dengan standar deviasi 1,246.
Inti Gugus Tulip pendekatan one Rerata perkembangan motorik
II Padang group pretest- halus sesudah diberikan
posttest terapi bermain puzzle di TK
Inti Gugus Tulip III Padang
dengan nilai mean 9,93
standar deviasi 1,534.
Terdapat pengaruh
13

perkembangan motorik halus


anak sebelum dan sesudah
dilakukan terapi bermain
puzzle di TK.Inti Gugus
Tulip III Padang tahun 2018
dengan p-value (0,000).
3 Nuramini, Penerapan Desain danMetode yang Berdasarkan hasil analisis
2018 Permainan Balok sampel digunakan dan data yang telah
Dalam penelitian ini dalam diuraikan peneliti
Menegembangkan menggunakan penelitian ini menyimpulkan bahwa
Kecerdasan teknik adalah penerapan permainan balok
Visual Spasial Kualitatif observasi, dapat mengembangkan
Anak Usia Dini wawancara, kecerdasan visual spasial
Di Taman Kanak- dan anak usia dini di Taman
Kanak Al-Azhar dokumentasi Kanak-kanak Al-Azhar 14
14 secara Lampung Selatan tahun
Lampung Seatan langsung ajaran 2017//2018.
dengan
informan di
lapangan.
4 Fitri Pengaruh Skill Desain dan Metode yang Hasil penelitian yang telah
Romadonika, Play Terhadap sampel digunakan dilakukan terhadap 12
dkk, 2016 Kecemasan Anak penelitian ini dalam responden didapatkan hasil
Usia Prasekolah menggunakan penelitian ini bahwa ada pengaruh yang
di PAUD Manggis total sampling adalah pre signifikan antara sebelum
Dusun Batu eksperimen dan sesudah diberikan skill
Kumbung Lingsar dengan play terhadap kecemasan
pendekatan one pada anak usia prasekolah
group pretest- (5-6 tahun) di PAUD Manggis
posttest Dusun Batu Kumbung,
Kecamatan Lingsar,
Kabupaten Lombok Barat.
5 Atik Pengaruh Desain dan Jenis Padakelompok eksperimen
14

Badi’ah, Stimulasi Skill sampel penelitian nilai pre test dan post
2019 Play Terhadap penelitian ini Quasi test dengan p(sig)0,001 <
Perkembangan menggunakan eksperiment 0,05 berarti ada perbedaan
Motorik Kasar total sampling dengan antara pre testdan post
Anak Autis di rancangan“Pre testpada kelompok
Sekolah Autis test Post eksperimen. Pada kelompok
test with kontrol nilai pre testdan
Control post test dengan p
Group Design“ (sig)0,064 > 0,05 berarti
tidak ada perbedaan antara
kelompok eksperimen pre
test dan post test.
Hasil uji beda delta
pada kelompok eksperimen
dan kontrol p (sig)
<0,05.
6 Lalu Pengaruh Desain dan Metode yang
Andriadi Permainan Balok sampel digunakan
Susun Terhadap penelitian ini dalam
Perkembangan menggunakan penelitian ini
Anak Usia 1-3 Purposive adalah pre
Tahun di Desa sampling eksperimen
Sigar Penjalin dengan
Lombok Utara pendekatan one
group pretest-
posttest
15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Stunting

1. Pengertian Stunting

Stunting (tubuh pendek) merupakan suatu kondisis

pada anak yang menyebabkan anak mengalami gangguan pada

pertumbuhan sehingga tinggi badannya tidak sesuai dengan

usianya. Hal tersebut diakibatkan dari adanya

permasalahan gizi kronis berupa kekurangan asupan gizi

dalam jangka waktu yang cukup lama (Kemenkes, 2020).

Ketidakseimbangan gizi yang diperoleh oleh tubuh

menyebabkan terjadi penurunan pada pertumbuhan dan

perkembangan anak (Sandra Fikawati, 2018).

Stunting dapat menyebabkan terjadinya penurunan

pada kognitif, produktivitas dan performa kerja serta

anak menjadi rentan terhadap gangguan kesehatan (Eko

Setiawan, 2020). Stunting juga dapat menyebabkan

terjadinya kemiskinan, meningkatkan morbiditas dan

mortalitas, meningkatkan risiko untuk memiliki bayi baru

lahir rendah (BBLR), meningkatkan risiko penyakit infeksi

dan tidak menular, serta penurunana terhadap pendapatan

ekonomi (UNICEF 2015 dalam Nelly Y, 2021).

15
16

2. Patofisiologi Stunting

Setiap anak melalui proses pertumbuhan dan

perkembangan sesuai dengan usianya. Proses pertumbuhan

dan perkembangan dipengaruhi oleh adanya faktor genetik

dan faktor lingkungan yang dalam prosesnya saling

berkaitan (Meiuta H., 2019). Kelenjar endoktrin adalah

kelenjar yang mempengaruhi proses pertumbuhan dan

perkembangan. Kelenjar hipofisis merupakan bagian dari

kelenjar endoktrin yang memiliki peran yang sangat

penting. Bagian dari kelenjar hipofisis yaitu lobus

anterior akan melepaskan hormon penting yaitu hormon

pertumbuhan, hormon perangsang, prolactin, gonadotrofin

dan andrenocoticotropik (Nair M, 2009 dalam Aryu Candra,

2020). Pertumbuhan merupakan hasil dari kerjasama antara

system saraf dan sistem endoktrin. Hormon pertumbuhan

akan melepaskan IGF-1 yang akan langsung mempengaruhi

serat otot rangka dan sel-sel tulang rawan untuk

meningkatkan penyerapan asam amino lalu memasukannya ke

dalam protein yang mempengaruhi proses pertumbuhan

selama masa kecil (A. Candra, 2020). Periode pertumbuhan

anak dibagi menjadi tiga yaitu periode bayi usia 0-11

bulan, balita usia 12-59 bulan dan anak prasekolah usia

60-72 (Kemenkes, 2018).


17

Kekurangan gizi pada anak dapat terjadi sejak bayi

masih berada di dalam kandungan serta dapat terjadi pada

masa awal setelah bayi dilahirkan tetapi, kondisi

stunting dapat timbul setelah anak berusia dua tahun

( Rahayu, 2018). Umur anak 24-59 bulan merupakan periode

krisis bagi otak anak balita karena jaringan akan terus

terbentuk sehingga perlu adanya pemantauan pertumbuhan.

Pemantauan tersebut dapat meliputi pemantauan tinggi

badan, berat badan dan umur (Reni M, 2022).

3. Cara Pengukuran Stunting

Pertumbuhan pada anak dapat digambarkan melalui

pengukuran indeks panjang badan menurut umur atau tinggi

badan menurut umur. Indeks tersebut digunakan untuk

mendefinisikan anakanak yang pendek atau sangat pendek.

Anak yang memiliki tinggi badan diatas normal biasanya

disebabkan oleh adanya gangguan dalam endoktrin (Dian R,

2020)

Berdasarkan Permenkes No. 2 tahun 2020 tentang

Standar Antropometri Anak di Indonesia yang mengacu

pada Child Growth Standar WHO yang ditunjukkan untuk anak

usia 0-5 tahun. Berikut kategori status gizi anak

berdasarkan pengukuran TB/U atau PB/U yang telah

ditentukan.
18

Tabel 2.1 Kelompok Kategori Status Gizi dan Z-score


Berdasarkan Pengukuran TB/U Atau PB/U

Indeks Status Gizi Z-score


Sangat Pendek <-3 SD
Pendek -3 SD sd <-2 SD
TB/U Normal -2 SD sd +3 SD
Tinggi >+3 SD
Sumber : (Kementrian Kesehatan RI, 2020)

4. Penyebab Terjadinya Stunting

Menurut UNICEF (2013) menyatakan bahwa penyebab

yang mendasari terjadinya stunting dibagi menjadi tiga

yaitu penyebab dasar (basic cause), penyebab yang

mendasari (underlying cause) dan penyebab langsung

(immediate cause).

a. Penyebab Dasar (Basic Cause)

1) Sosial Budaya

Sosial budaya berkaitan dengan pantangan/mitos

yang dipercayai oleh masyarakat dari orang

terdahulu yang dapat mempengaruhi terhadap

pengetahuan gizi, frekuensi makan serta perilaku

ketika hamil maupun menyusui (Supariasa, 2019).

Masyarakat yang memiliki pantangan terhadap

makanan dapat memberikan pengaruh terhadap

perubahan pola pikir ibu dalam memilih makanan

sehingga dapat meningkatkan risiko kurang asupan

gizi (Putri W, 2021). Faktor nilai budaya lainnya

dapat diamati pada pemanfaatan pelayanan kesehatan.


19

Sebagian masyarakat lebih memilih memakai obat

warung dan dukun sebagai pengobatan utama daripada

berobat ke puskesmas karena berobat ke puskesmas

membutuhkan biaya yang lebih (Irna W, 2018).

2) Sosial Ekonomi

Kondisi sosial ekonomi memiliki pengaruh

terhadap pemilihan jenis makanan dan kebiasaan

perilaku sehat. Pendapatan keluarga merupakan

salah satu status sosial yang dapat mempengaruhi

terjadinya stunting (Rifanul A, 2020). Pendapatan

keluarga berhubungan dengan kemampuan keluarga

dalam mengakses makanan utamanya. Keluarga dengan

status sosial ekonomi rendah memiliki keterbatasan

dalam mengakses kebutuhan terutama kebutuhan pangan

keluarga. Keterbatasan tersebut menyebabkan

kebutuhan makanan menjadi kurang terpenuhi dengan

baik (Rizwiki O, 2021).

3) Politik (Political Context)

Permasalahan gizi terutama stunting di

Indonesia masih menjadi perhatian pemerintah.

Pemerintah mengeluarkan dua kebijakan sebagai

bentuk upaya untuk melakukan penanganan stunting .

Kebijakan tersebut dijadikan sebagai landasan bagi

setiap daerah untuk melakukan penangan kasus


20

stunting diantaranya Peraturan Presiden No. 42

tahun 2013 dan Peraturan Menteri Keuangan No. 61

Tahun 2019. Pemerintah juga menetapkan beberapa

lokasi khusus intervensi penurunan stunting dari

34 provinsi dengan jumlah lokasi khusus sebanyak

260 kab/kota (Kemenkes, 2021).

Kondisi pandemi serta adanya kebijakan

pemberlakuan pemberlakuan pembatasan kegiatan

masyarakat (PPKM) menyebabkan terjadinya penurunan

pada berbagai aspek khususnya kesehatan seperti

pelayanan kesehatan, kegiatan posyandu, posyandu

remaja, dan penyuluhan kesehatan menjadi

terhambat.PPKM menyebabkan adanya penurunan

terhadap penghasilan masyarakat yang berimbas

kepada ketersediaan pangan keluarga dan pengasuhan

anak (Dian R.N, 2021).

4) Pekerjaan

Pekerjaan merupakan faktor yang menjadi

penentu dalam menentukan suatu kualitas maupun

kuantitas pangan serta pola pengasuhan orang tua.

Orang tua terutama ibu yang tidak bekerja memiliki

banyak waktu bersama anaknya sehingga memiliki

kesempatan untuk menghadiri posyandu dan

mendapatkan penyuluhan kesehatan dari petugas


21

kesehatan (Wanimbo,2020). Status pekerjaan ibu juga

mempengaruhi perilaku ibu dalam melakukan pemberian

gizi pada balita. Ibu yang bekerja berdampak pada

berkurangnya waktu bersama anak sehingga asupan

gizi anak kurang terkontrol serta berkurangnya

perhatian ibu terhadap perkembangan anak (Nisa K,

2018).

5) Kemiskinan

Berdasarkan laporan Kemenkes (2022) menyatakan

bahwa pada tahun 2018 kasus kemiskinan sebesar 9,8

persen dan diperkirakan tahun 2022 mengalami

kenaikan menjadi 10,81 persen atau 29,3 juta

penduduk. Kemiskinan menyebabkan terjadinya

ketebatasan keluarga dalam memenuhi kebutuhan.

Kemiskinan tidak hanya menghitung dari segi

pendapatan keluarga. Kemiskinan mencakup segala

aspek seperti gizi dan makanan, layanan kesehatan,

layanan pendidikan, air, sanitasi, dan perlindungan

anak. Diperkirakan 9 dari 10 anak di Indonesia

terdampak kemiskinan (Unicef, 2020).

Stunting dan permasalahan kekurangan gizi

lain yang terjadi pada balita dapat berhubungan

dengan kemiskinan. Pada daerah dengan kemiskinan

tinggi, seringkali ditemukan balita kekurangan gizi


22

akibat ketidakmampuan orang tua memenuhi kebutuhan

primer rumah tangga (Kemenkes, 2021).

6) Pendidikan

Pendidikan yang baik digambarkan dengan

tingkat pengetahuan yang baik pula. Oang tua dengan

riwayat pendidikan tinggi akan mampu mengolah,

menyajikan serta menjaga kebersihan makanan dengan

baik. Pedidikan orang tua juga dapat

melatarbelakangi dalam penggunaan pelayanan

kesehatan (Lia K, 2019).

7) Pendapatan

Pendapatan yang diperoleh keluarga dapat

mempengaruhi terhadap kualitas dan kuantitas

makanan yang didapatkan. Pendapatan keluarga yang

rendah maka makanan yang didapatkan keluarga kurang

bervariasi dan memiliki jumlah yang terbatas

terutama makanan yang menjadi sumber protein,

mineral serta vitamin. Keluarga dengan pendapatan

yang cukup memadai memiliki kesempatan untuk

memenuhi kebutuhan primer dan kebutuhan sekunder.

Pendapatan yang didapatkan akan berpengaruh

terhadap berbagai aspek seperti pemberian makan,

dan pengobatan (Mirna K, 2019).

8) Teknologi
23

Faktor teknologi berhubungan dengan akses

terhadap media komunikasi dan informasi serta akses

menuju pelayanan kesehatan. Media dapat berupa

cetak maupun elektronik seperti majalah, koran,

radio, youtube dan sebagainya s(Nur P, 2020).

Kemajuan teknologi memudahkan dalam mengakses

berbagai informasi yang dibutuhkan. Teknologi yang

dimanfaatkan dengan baik seperti digunakan untuk

mengakses mengenai kesehatan anak khususnya gizi

maka dapat membantu meningkatkan pengetahuan dan

pemahaman orang tua sehingga membantu tercipta

perilaku positif dalam pengasuhan (Sumarni, 2019).

b. Penyebab yang Mendasari (Underlying Cause)

1) Ketahanan Pangan Keluarga (Household Food

Insecurity)

Berdasarkan Undang-undang No. 12 Tahun 2012

menyatakan bahwa ketahanan pangan dapat ditinjau

dari tersedianya pangan yang cukup, baik kuantitas,

kualitas, bergizi, merata, aman, beragam,

terjangkau dan tidak bertentangan dengan agama,

budaya masyarakat dan kepercayaan agar hidup sehat,

aktif dan produktif secara berkelanjutan.

Ketersedian pangan ditingkat keluarga

mempengaruhi asupan zat gizi yang diberikan. Jika


24

tidak memenuhi konsumsi keluarga maka asupan gizi

keluarga tidak tercukupi dengan baik. Penyediaan

pangan dapat mencakupi makanan dan minuman yang

berasal dari tanaman ternak serta ikan (Rahma W,

2021). Ketahanan pangan meliputi beberapa dimensi

diantaranya akses terhadap pangan, ketersediaan

pangan dan pemanfaatan pangan (Sirojudin A, 2020).

Kerawanan pangan dalam keluarga dapat

ditunjukan pada sikap dan perilaku ibu yang

khawatir tidak dapat menyediakan makanan yang

sesuai baik dari segi kuantiatas maupun kulitas,

membeli makanan dan adanya pengurangan porsi makan

keluarga. Sehingga kondisi tersebut menyebabkan

terjadinya peningkatan risiko kekurangan gizi (Siti

Nurjanah, 2021).

2) Pola Asuh

Menurut kerangka konseptual UNICEF (2012)

dalam Rosida (2021) menyebutkan bahwa pola asuh

yang telah disesuaikan dengan kondisi di Indonesia

dapat meliputi 3 hal yaitu :

a) Perhatian Ibu Dalam Pemberian Makan (Pola Asuh

Makan)
25

Pola asuh makan yang diberikan ibu

mempengaruhi jumlah asupan gizi yang diterima

anak sehingga berpengaruh terhadap kondisi

status gizi (Imelda N, 2022).

b) Rangsangan Psikososial

Rangsang psikososial merupakan perilaku

orang tua dalam memberikan rangsangan atau

stimulasi kepada anak dalam bentuk pengawasan

atau penjagaan seperti pengawasan saat bermain,

dan makan (Andi S, 2021).

c) Perawatan Kesehatan (Pola Asuh Kesehatan)

Menurut Engle (1996) menyatakan bahwa

pola asuh kesehatan adalah cara atau kebiasaan

yang dilakukan oleh orang tua atau keluarga

dalam memberikan pelayanan kesehatan balita.

Posyandu merupakan upaya kesehatan yang

bersumber dari masyarakat yang diselenggarakan

untuk memperdayakan dan memberikan kemudahan

dalam mendapatkan pelayanan kesehatan dasar

balita dan ibu hamil (Rawanda, 2020).

3) Lingkungan

a) Sanitasi Lingkungan
26

Praktik menjaga kebersihan terutama

perorangan menjadi peran penting dalam menjaga

diri dari yang menimbulkan penyakit. Praktik

sanitasi hygine yang buruk mengundang timbulnya

penyakit infeksi seperti diare yang menyebabkan

anak menjadi kehilangan zat-zat gizi yang

penting bagi pertumbuhan (Sukamawati, 2021).

Durasi penyakit infeksi yang lama dan

tidak disertai dengan asupan gizi yang cukup

akan meningkatkan risiko gagal tumbuh. Perilaku

hygiene dan sanitasi yang buruk berkontribusi

dalam meningkatkan risiko stunting (Sutarto,

2020). Perilaku tersebut dapat meliputi tidak

mencuci tangan menggunakan sabun dan air

mengalir, tidak memiliki jamban yang sehat dan

saluran air yang lancar, serta pengelolaan

sampah yang tidak sesuai aturan (Khairiyah.

2020).

b) Pelayanan Kesehatan

Kemampuan dalam mengakses pelayanan

kesehatan juga berkaiatan dengan ketersediaan

pelayanan kesehatan serta kemampuan ekonomi

berupa pendapatan keluarga untuk membayar biaya

kesehatan sehingga pendapatan sangat


27

mempengaruhi terhadap pelayanan kesehatan yang

didapatkan suatu keluarga (Ratu A, 2022).

Kebiasaan dalam memanfaatkan pelayanan

kesehatan yang ada menjadi salah satu upaya yang

dilakukan untuk memantau pertumbuhan balita.

Posyandu merupakan salah satu akses pelayanan

kesehatan yang dapat digunakan untuk melakukan

pengukuran terhadap balita berupa berat badan

dan tinggi badan yang dilaksanakan setiap bulan

(Bella, 2020). Keterbatasan dalam mengakses

pelayanan kesehatan menyebabkan timbulnya

permasalahan kesehatan di masyarakat salah

satunya stunting pada balita karena kurangnya

kontrol atau pemantauan dari petugas kesehatan

(Ida A, 2020).

c. Penyebab Langsung (Immediate Cause)

1) Asupan Makan Kurang (Inadequate Food Intake)

Mengkonsunsi makanan yang bervariasi disertai

kualitas dan jumlah yang sesuai dapat membantu

dalam proses pertumbuhan dan perkembangan terutama

makanan yang banyak mengandung asam amino

(Saskiyanto M, 2021). Tubuh yang kekurangan asupan

energi terutama zat gizi mikro berupa vitamin A


28

dan seng dapat menyebabkan terjadinya gagal

pertumbuhan (Dewi S, 2019).

2) Penyakit Infeksi

Faktor penyakit terutama penyakit infeksi

memiliki hubungan dalam menentukan kondisi status

gizi. Penyakit infeksi yang banyak diderita oleh

balita diantaranya infeksi saluran pernapasan akut

(ISPA), diare dan kecacingan (Agung S, 2020).

Penyakit infeksi dapat mengganggu dalam proses

penyerapan zat gizi, dapat menurunkan jumlah

makanan yang dikonsumsi, dan mengganggu proses

pembentukan sel. Penyakit infeksi yang terjadi

berulang dan tidak segera ditangani dapat

menyebabkan proses pengolahan makanan menjadi

terganggu sehingga balita berisiko mengalami

permasalahan gizi seperti stunting (Antun R,

2019).

5. Dampak Stunting

Menurut World Helath Organization (WHO) (2017)

dalam Kemenkes (2018) menyatakan bahwa dampak yang

ditimbulkan oleh stunting dibagi menjadi dua yaitu

dampak jangka pendek dan dampak dalam jangka Panjang :

a. Dampak jangka pendek yang ditimbulkan meliputi

terjadinya peningkatan kejadian kesakitan dan


29

kematian, perkembangan kognitif, motorik dan verbal

menjadi terganggu serta menyebabkan peningkatan biaya

kesehatan.

b. Dampak jangka panjang yang ditimbulkan meliputi saat

dewasa tidak memiliki postur tubuh yang kurang

optimal, meningkatkan risiko penyakit lainnya,

memiliki kapasitas dalam belajar yang kurang ketika di

sekolah serta memiliki produktivitas dan kapasitas

kerja yang kurang.

6. Pencegahan Stunting

Mengatasi stunting merupakan bagian dari upaya

pemerintah untuk melindungi anak. Upaya penurunan

prevalensi stunting pada anak telah dilakukan sesuai

dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2016

tentang Pedoman Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat

dengan Pendekatan Keluarga.

Menurut Kemenkes, upaya pencegahan stunting balita

antara lain memantau tumbuh kembang anak, penyelenggaraan

kegiatan pemberian makanan tambahan (PMT) misalnya puding

susu, penyelenggaraan rangsangan tumbuh kembang anak

sejak dini dan memberikan perawatan kesehatan yang

terbaik (Kemenkes RI, 2018). Tindakan pencegahan lainnya

termasuk meningkatkan kesadaran para ibu tentang stunting

agar tidak berlanjut pada anak berikutnya. Salah satu


30

contohnya yaitu penyelenggaraan pendidikan dengan

memberikan materi kepada masyarakat umum, kelompok, atau

individu dengan harapan mendapatkan pengetahuan lebih

baik yang dapat mempengaruhi sikap dan kepribadian (Sari

et al., 2020). Berikut ini adalah pencegahan umum

stunting (Kemenkes RI, 2018).

a. Kebutuhan gizi pada anak harus terpenuhi sejak hari

pertama kehidupannya

b. Selain gizi anak, gizi ibu hamil juga harus

diperhatikan

c. Konsumsi protein sebagai menu harian anak diatas 6

bulan dengan jumlah protein yang tepat

d. Menjaga kebersihan lingkungan yaitu untuk memenuhi

kebutuhan kesehatan sanitasi dan air bersih

e. Upaya pencegahan stunting dengan membawa anak ke

posyandu secara rutin minimal satu bulan sekali.

B. Konsep Stimulasi

1. Definisi Stimulasi
31

Menurut (Kementrian Kesehatan, 2016) Stimulasi

adalah kegiatan merangsang kemampuan dasar anak umur 0-6

tahun agar anak tumbuh dan berkembang secara optimal.

Setiap anak perlu mendapat stimulasi rutin sedini mungkin

dan terus menerus pada setiap kesempatan. Stimulasi

tumbuh kembang anak dilakukan oleh ibu dan ayah yang

merupakan orang terdekat dengan anak, pengganti

ibu/pengasuh anak, anggota keluarga lain dan kelompok

masyarakat di lingkungan rumah tangga masing–masing dan

dalam kehidupan sehari-hari. Kurangnya stimulasi dapat

menyebabkan penyimpangan tumbuh kembang anak bahkan

gangguan yang menetap. Kemampuan dasar anak yang

dirangsang dengan stimulasi terarah adalah kemampuan

gerak kasar, kemampuan gerak halus, kemampuan bicara dan

bahasa serta kemampuan sosialisasi dan kemandirian.

a. Stimulasi Pertumbuhan

Stimulus pertumbuhan anak adalah berbagai faktor

atau rangsangan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan

perkembangan anak secara positif. Ini termasuk rangsangan

fisik, sosial, emosional, dan kognitif yang diberikan

kepada anak dalam lingkungan mereka. Berikut adalah

beberapa contoh stimulus pertumbuhan anak yang penting:


32

a) Nutrisi yang baik: Anak-anak membutuhkan asupan

nutrisi yang seimbang dan berkualitas untuk

pertumbuhan yang optimal. Makanan yang kaya akan

vitamin, mineral, protein, karbohidrat, dan lemak

sehat sangat penting dalam memberikan nutrisi yang

diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan tubuh

dan otak anak.

b) Stimulasi kognitif: Anak-anak perlu mendapatkan

rangsangan kognitif yang sesuai dengan usia mereka.

Ini dapat mencakup membaca buku, bermain puzzle,

menyusun blok, dan berbagai aktivitas yang

mendorong pemikiran logis, pemecahan masalah,

kreativitas, dan pengetahuan akademik.

c) Stimulasi motorik: Aktivitas fisik dan olahraga

membantu perkembangan motorik anak. Memberikan

kesempatan bagi anak untuk bermain di luar ruangan,

berlari, melompat, dan bermain dengan alat

permainan seperti sepeda, bola, atau mainan yang

melibatkan gerakan fisik, dapat meningkatkan

kekuatan otot dan koordinasi motorik.

d) Interaksi sosial: Anak-anak membutuhkan interaksi

sosial dengan orang dewasa dan teman sebaya untuk

mengembangkan keterampilan sosial, empati, dan

pemahaman tentang hubungan antarpersonal.


33

Melibatkan anak dalam kegiatan kelompok, seperti

bermain di taman atau berpartisipasi dalam klub

atau organisasi, dapat memberikan kesempatan untuk

berinteraksi dengan orang lain.

e) Lingkungan yang mendukung: Menyediakan lingkungan

yang aman, positif, dan merangsang di rumah dan di

sekolah sangat penting. Anak-anak membutuhkan

dukungan dan pujian dari orang dewasa di sekitar

mereka untuk membangun rasa percaya diri dan

motivasi. Selain itu, menyediakan mainan, buku, dan

bahan pembelajaran yang sesuai dengan minat dan

tahap perkembangan anak juga penting.

f) Kualitas tidur yang cukup: Anak-anak membutuhkan

tidur yang cukup untuk pertumbuhan dan perkembangan

yang sehat. Membentuk kebiasaan tidur yang teratur

dan menciptakan lingkungan tidur yang nyaman dan

tenang dapat membantu anak-anak mendapatkan

istirahat yang diperlukan.

g) Stimulasi emosional: Memberikan dukungan emosional

yang hangat dan stabil kepada anak sangat penting

untuk pertumbuhan dan perkembangan mereka.

Mendengarkan anak, memberikan perhatian, dan

membantu mereka mengelola emosi mereka dengan baik

akan membantu mereka mengembangkan keterampilan


34

sosial dan emosional yang sehat

b. Stimulasi Perkembangan

Berikut adalah beberapa stimulus perkembangan anak

yang penting:

a) Stimulasi kognitif: Anak-anak membutuhkan

rangsangan yang tepat untuk perkembangan kognitif

mereka. Ini bisa meliputi memberikan mainan yang

mendorong keterlibatan aktif, membacakan buku,

menyanyikan lagu, dan bermain permainan yang

melibatkan perhatian dan pemecahan masalah.

b) Stimulasi fisik: Perkembangan fisik penting untuk

kesehatan dan kemandirian anak. Anak-anak perlu

waktu dan kesempatan untuk bergerak dan bermain

di luar ruangan. Aktivitas fisik seperti bermain

di taman, bersepeda, berenang, dan bermain

olahraga dapat membantu perkembangan otot,

koordinasi, dan keseimbangan mereka.

c) Stimulasi sosial dan emosional: Anak-anak perlu

belajar berinteraksi dengan orang lain dan

mengembangkan keterampilan sosial. Ini dapat

dicapai melalui bermain dengan teman sebaya,

berpartisipasi dalam kegiatan kelompok, dan

bergabung dengan klub atau organisasi yang sesuai

dengan minat mereka. Penting juga untuk mendukung


35

perkembangan emosional anak dengan memberikan

waktu dan ruang untuk berekspresi, mendengarkan

dengan empati, dan membantu mereka memahami dan

mengelola emosi mereka.

d) Stimulasi bahasa dan komunikasi: Anak-anak perlu

disediakan kesempatan untuk mengembangkan

keterampilan berbicara, mendengarkan, membaca,

dan menulis. Membacakan cerita, berbicara dengan

anak dengan cara yang memperluas kosakata mereka,

dan mendorong mereka untuk berkomunikasi secara

verbal dan nonverbal adalah beberapa cara untuk

memberikan stimulus bahasa yang tepat.

e) Stimulasi kreativitas: Mengembangkan kreativitas

anak penting untuk perkembangan imajinasi dan

kemampuan berpikir kritis mereka. Memberikan

anak-anak akses ke alat seni seperti krayon,

pensil warna, cat air, dan bahan kerajinan, serta

memberikan waktu dan ruang untuk bermain dan

bereksperimen dengan ide-ide baru, dapat membantu

merangsang kreativitas mereka.

Selain stimulus di atas, penting juga untuk

menciptakan lingkungan yang aman, terstruktur, dan

penuh cinta bagi anak-anak. Dukungan dan interaksi

positif dari orang dewasa yang peduli seperti


36

orangtua, anggota keluarga, dan pengasuh juga

merupakan faktor penting dalam stimulus perkembangan

anak.

2. Definisi Pertumbuhan dan Perkembanagan

Pertumbuhan berkaitan dengan adanya perubahan dalam

besar,jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ

maupun individu, bersifat kuantitatif sehingga bisa

diukur dengan ukuran berat (gram, pound,kilogram), dan

dapat diukur dalam ukuran panjang (cm, meter).

(Sulistyo,2011).

Menurut Soetjiningsih dan Ranuh (2015) pertumbuhan

juga perubahan yang bersifat kuantitatif karena bertambah

banyak jumlah,ukuran, dimensi pada tingkat sel, organ,

sistem organ maupun individu.Misalnya, anak bertambah

besar bukan saja secara fisik, melainkan juga ukuran dan

struktur organ tubuh dan otak. Otak anak semakin tumbuh

terlihat dari kapasitasnya untuk belajar lebih besar,

mengingat, dan mempergunakan akalnya semakin meningkat.

Anak tumbuh baik secara fisik maupun mental.

Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan (skill)

dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks

dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan sebagai

hasil proses dari pematangan, dari sel-sel tubuh,


37

jaringan tubuh, organ-organ dan sistem organ yang

berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat

memenuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan emosi,

intelektual dan tingkah laku anak sebagai hasil

interaksi dengan lingkungannya (Prastiwi, 2019)

Perkembangan adalah perubahan progresif dan

kontinyu dalam diri individu atau organisme menuju

tingkat kedewasaan atau kematangannya yang berlangsung

sistematis, progresif dan berkesinambungan baik

menyangkut fisik maupun psikis (Wahyuni, 2021).

Jadi dapat disimpulkan bahwa perkembangan yaitu

merupakan perubahan dan perluasan secara bertahap,

perkembangan tahap kompleksitas dari yang lebih rendah

ke yang lebih tinggi, peningkatan dan perluasan

kapasitas seseorang melalui pertumbuhan.

3. Tahap-Tahap Pertumbuhan dan Perkembangan

Apriani, 2021 dalam bukunya membagi tahapan

pertumbuhan dan perkembangan menjadi lima yaitu :

a. Tahap Oral

Dalam tahap yang pertama, terjadi selama 18

bulan pertama kehidupan, dimana kesenangan bayi

terpusat disekitar mulut, mengunyah, mengisap, dan

menggigit adalah sumber kesenangan anak. Tindakan ini

menurunkan ketegangan pada bayi.


38

b. Tahap Anal

Tahap perkembangan yang kedua, terjadi antar

umur 1 tahun dan 3 tahun, di mana kesenangan terbesar

anak melibatkan anus atau fungsi pembuangan yang

dihubungkan dengannya.

c. Tahap Phalic

Tahap perkembangan yang ketiga, tahap phalic

terjadi antara umur 3 hingga 6 tahun; namanya diambil

dari bahasa latin phallus,yang artinya “penis”. Selama

tahap phalic, kesenangan berfokus pada alat kelamin

saat anak laki-laki dan perempuan menyadari bahwa

manipulasi diri itu menyenagkan.

d. Tahap Latency

Tahap perkembangan yang keempat, yang terjadi

sekitar usia 6 tahun hingga masa puber. Selama periode

ini anak menekan seluruh minat seksual dan

mengembangkan keterampilan sosial dan intelektual,

aktifitas ini mengarahkan banyak energi anak ke dalam

bidang yang aman secara emosional dan membantu anak

melupakan konflik tahap phalic yang sangat menekan.

e. Tahap Genital

Tahapan yang kelima dan yang terakhir, terjadi

mulai dari masa puber dan seterusnya. Tahap genital

adalah saat kebangkitan seksual ; sumber kesenangan


39

seksual sekarang didapat dari seseorang di luar

keluarga. Freud percaya bahwa konflik yang tidak

terpecahkan dengan orang tua muncul selam masa remaja.

Jika konflik tersebut dapat terpecahkan, seseorang

mampu mengembangkan hubungan cinta yang matang dan

mampu bertindak secara mandiri sebagai orang dewas.

Dengan ini menyimpulkan bahwa manusia mengalami

lima tahap perkembangan, dan bahwa disetiap tahap kita

mengalami kesenangan di salah satu bagian tubuh lebih

daripada bagian tubuh yang lain. Kepribadian dewasa kita

ditentukan oleh cara kita menyelesaikan konflikantara

sumber kesenangan awal ini mulut, anus, kelamin, dan

tuntutan kenyataan (Apriani, 2021).


40

4. Aspek Perkembangan

a. Motorik Kasar (Gross Motor)

Keterampilan motorik kasar melibatkan otot-otot

besar tubuh dan mencakup fungsi-funsi lokomotor

seperti duduk tegak, berjalan, menendang, dan melempar

bola (Zaidah,2020):

b. Motorik Halus (Fine Motor Skills)

Keterampilan-keterampilan motorik halus ((fine

motor Skills) melibatkan otot kecil yang memungkinkan

fungsi-fungsi seperti menggenggam, dan memanipulasi

objek-objek kecil,seperti menulis, menggambar, dan

mengenakan pakaian (Zaidah,2020).

c. Bahasa Anak (Lenguage)

Sementara anak tumbuh dan berkembang, produk

bahasa mereka meningkat dalam kuantitas, keluasan dan

kerumitannya. Mempelajari perkembangan bahasa biasanya

ditunjukkan dalam rangkaian dan percepatan

perkembangan dan faktor-faktor yang mempengaruhi

pemerolehan bahasa sejak usia bayi dan dalam kehidupan

selanjutnya.

Dalam pembicaraan perkembangan (Suci & Ismet,

2020) bahasa terdapat 3 butir yang perlu dibicarakan,

yaitu :
41

Pertama, ada perbedaan bahasa dan kemampuan

berbicara. Bahasa biasanya dipahami sebagai sistem

tata bahasa yang rumit dan bersifat semantik,

sedangkan kemampuan bicara terdiri dari ungkapan dalam

bentuk kata-kata. Walaupun bahasa dan kemampuan

berbicara sangat dekat hubungannya, keduanya berbeda.

Kedua, terdapat dua daerah pertumbuhan bahasa

yaitu bahasa yang bersifat pengertian/ reseptif

(Understanding) dan pernyataan/ ekspresif (Producing).

Bahasa pengertian (misalnya mendengarkan dan

membaca)menunjukkan kemapuan anak untuk memahami dan

berlaku terhadap komunikasi yang ditunjukkan kepada

anak tersebut. Bahasa ekspresif (bicara dan tulisan)

menunjukkan ciptaan bahasa yang dikomunikasikan kepada

orang lain.

Ketiga, komunikasi diri atau bicara dalam hati,

juga harus dibahas. Anak akan berbicara dengan dirinya

sendiri apabila berkhayal, pada saat merencanakan

menyelesaikan masalah, dan menyerasikan gerakan

mereka.

d. Perilaku Sosial (Personal Social)

Tingkah laku sosialisasi adalah sesuatu yang

dipelajari, bukan sekedar hasil dari kematangan.

Perkembangan sosial seorang anak diperoleh selain dari


42

proses kematangan juga melalui kesempatan belajar dari

respons terhadap tingkah laku anak. Diharapkan melalui

kegiatan dikelas, anak praskeolah dapat dikembangkan

minat dan sikap terhadap orang lain. Tatanan sosial

yang sehat akan mampu mengembangkan perkembangan

konsep dan yang positif, keterampilan sosial dan

kesiapan untuk belajar secara formal. Diantara

berbagai ragam kegiatan dikelas ini, bermain merupakan

kegiatan yang sangat mendukung perkembangan anak

(Dewi, 2020).

5. Faktor-Faktor Pertumbuhan dan Perkembangan

Menurut Sriyanto, A & Hartati, S,2022 Proses

Percepatan dan Perlambatan Tumbuh kembang anak dapat

dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut:

a. Faktor Herediter

Faktor herediter merupakan faktor yang dapat

diturunkan sebagai dasar dalam mencapai tumbuh

kembang. Yang termasuk faktor herediter adalah bawaan,

jenis kelamin, ras, suku bangsa. Faktor ini dapat

ditentukan dengan intensitas dan kecepatan alam

pembelahan sel telur, tingkat sensitifitas jaringan

terhaap rangsangan, umur puberitas, dan berhentinya

pertumbuhan tulang.
43

b. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan ini dapat meliputi lingkungan

pranatal, lingkungan postnatal, dan faktor hormonal.

Faktor pranatal merupakan lingkungan dalam kandungan,

mulai dari konsepsi sampai lahir yang meliputi gizi

pada waktu ibu hamil, posisi janin, pengunaan obat-

obatan , alkohol atau kebiasaan merokok. Faktor

lingkungan pasca lahir yang mempengaruhi tumbuh

kembang anak meliputi budaya lingkungan, sosial

ekonomi, keluarga. nutrisi, posisi anak dalam keluarga

dan status kesehatan.

c. Faktor Hormonal

Faktor yang berperan dalam tumbuh kembang anak

antara lain. somatotrofin (growth Hormon) yang

berperan alam mempengaruhi pertumbuhan tinggi badan,

dengan menstimulasi terjadinya poliferasi sel kartigo

dan system skeletal. Hormon tiroid menstimulasi

metabolisme tubuh, glukokartikoid menstimulasi

pertumbuhan sel interstisial dari testis untuk

memproduksi testosteron dan ovarium untuk memproduksi

esterogen selanjutnya hormon tersebut menstimulasi

perkembangan seks baik pada anak laki-laki maupun

perempuan yang sesuai dengan peran hormonnya

(Sriyanto, A & Hartati, S,2022)


44

6. Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP)

Menurut (Kementrian Kesehatan, 2016), pengertian

Kuesioner Pra Skrining Perkembangan adalah suatu daftar

pertanyaan singkat yang ditujukan kepada para orang tua

dan dipergunakan sebagai alat untuk melakukan skrining

pendahuluan perkembangan anak usia tiga bulan sampai

dengan enam tahun. Bagi tiap golongan umur terdapat 10

pertanyaan untuk orang tua atau pengasuh anak.

a. Cara menggunakan KPSP:

1) Pada waktu pemeriksaan/skrining, anak harus dibawa.

2) Tentukan umur anak dengan menanyakan tanggal bulan

dan tahun anak lahir.

Bila umur anak lebih 16 hari dibulatkan menjadi 1

bulan.

Contoh: bayi umur 3 bulan 16 hari, dibulatkan

menjadi 4 bulan bila umur bayi 3 bulan 15 hari,

dibulatkan

menjadi 3 bulan.

3) Setelah menentukan umur anak, pilih KPSP yang

sesuai dengan umur anak.

4) KPSP terdiri ada 2 macam pertanyaan, yaitu:

a) Pertanyaan yang dijawab oleh ibu/pengasuh anak.

Contoh: "Dapatkah bayi makan kue sendiri ?"

b) Perintah kepada ibu/pengasuh anak atau petugas


45

melaksanakan tugas yang tertulis pada KPSP.

Contoh: "Pada posisi bayi anda telentang,

tariklah bayi pada pergelangan tangannya secara

perlahan-lahan ke posisi duduk''.

5) Jelaskan kepada orangtua agar tidak ragu-ragu atau

takut menjawab, oleh karena itu pastikan

ibu/pengasuh anak mengerti apa yang ditanyakan

kepadanya.

6) Tanyakan pertanyaan tersebut secara berturutan,

satu persatu. Setiap pertanyaan hanya ada 1

jawaban, Ya atau Tidak. Catat jawaban tersebut pada

formulir.

7) Ajukan pertanyaan yang berikutnya setelah

ibu/pengasuh anak menjawab pertanyaan terdahulu.

8) Teliti kembali apakah semua pertanyaan telah

dijawab.

b. Interpretasi hasil KPSP:

1) Hitunglah berapa jumlah jawaban Ya.

a) Jawaban Ya, bila ibu/pengasuh menjawab: anak

bisa atau pemah atau sering atau kadang-kadang

melakukannya.

b) Jawaban Tidak, bila ibu/pengasuh menjawab:

anak belum pernah melakukan atau tidak pemah

atau ibu/pengasuh anak tidak tahu.


46

2) Jumlah jawaban 'Ya' = 9 atau 10, perkembangan anak

sesuai dengan tahap perkembangannya (S).

3) Jumlah jawaban 'Ya' = 7 atau 8, perkembangan anak

meragukan (M).

4) Jumlah jawaban 'Ya' = 6 atau kurang, kemungkinan

ada penyimpangan (P).

5) Untuk jawaban 'Tidak', perlu dirinci jumlah

jawaban 'Tidak' menurut jenis keterlambatan (gerak

kasar, gerak halus, bicara dan bahasa, sosialisasi

dan kemandirian).

c. Intervensi:

1) Bila perkembangan anak sesuai umur (S), lakukan

tindakan berikut:

a) Beri pujian kepada ibu karena telah mengasuh

anaknya dengan baik

b) Teruskan pola asuh anak sesuai dengan tahap

perkembangan anak

c) Beri stimulasi perkembangan anak setiap saat,

sesering mungkin, sesuai dengan umur dan

kesiapan anak.

d) lkutkan anak pada kegiatan penimbangan dan

pelayanan kesehatan di posyandu secara teratur

sebulan 1 kali dan setiap ada kegiatan Bina

Keluarga Balita (BKB). Jika anak sudah memasuki


47

usia prasekolah (36-72 bulan), anak dapat

diikutkan pada kegiatan di Pusat Pendidikan

Anak Usia Dini Kelompok Bermain dan Taman

Kanak-kanak.

d. Lakukan pemeriksaan/skrining rutin menggunakan KPSP

setiap 3 bulan pada anak berumur kurang dari 24 bulan

dan setiap 6 bulan pada anak umur 24 sampai 72 buIan.

1) Bila perkembangan anak meragukan (M), lakukan

tindakan berikut:

a) Beri petunjuk pada ibu agar melakukan stimulasi

perkembangan pada anak lebih sering lagi,

setiap saat dan sesering mungkin.

b) Ajarkan ibu cara melakukan intervensi stimulasi

perkembangan anak untuk mengatasi

penyimpangan / mengejar ketertinggalannya.

C. Konsep Bermain Dan Permainan Balok Susun

1. Pengertian Bermain

Dunia anak adalah dunia bermain, sebagian besar

waktunya digunakan untuk aktivitas bermain. Menurut

(Ginsburg, 2021) bermain adalah “suatu kegiatan yang

dilakukan seseorang untuk memperoleh kesenangan tanpa

mempertimbangkan hasil akhir. Ada orang tua yang

berpendapat bahwa terlalu banyak bermain akan membuat

anak menjadi malas bekerja dan bodoh. Anggapan ini kurang


48

bijaksana. Beberapa ahli psikologi mengatakan bahwa

permainan sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan

jiwa anak”.

Bermain (play) adalah “setiap kegiatan yang

dilakukan untuk kesenangan yang ditimbulkannya, tanpa

mempertimbangkan hasil akhir. Bermain dilakukan secara

suka rela dan tidak ada paksaan atau tekanan dari luar

atau kewajiban”. Menurut (Nurjannah, 2018) bermain

adalah “kegiatan yang memberikan kepuasan bagi diri

sendiri. Melalui melalui bermain anak memperoleh

pembatasan dan memahami kehidupan.

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa

bermain merupakan aktivitas atau kegiatan yang

menyenangkan bagi anak dan memberikan kepuasan tersendiri

bagi anak. Dengan bermain anak dapat belajar memahami

kehidupan dan orang-orang disekitarnya.

2. Pengertian Balok Susun

Mohammad Fauziddin, (2016)Balok merupakan potongan

kayu yang memiliki berbagai bentuk. Umumnya berbentuk

segi empat atau kubus, balok, apapun jenisnya digunakan

anak membuat bentuk konstruksi atau bangunan.

Menurut Dian Idha Rahmawati,(2015) balok merupakan

permainan yang menggunakan aktivitas otot besar dimana

permainan ini dapat meningkatkan perkembangan koordinasi


49

mata dan tangan, melatih keterampilan motorik halus,

melatih anak dalam pemecahan masalah, permainan yang

memberikan anak kebebasan berimajinasi, sehingga hal-hal

baru dapat tercipta. Menurut Montolalu dkk, permainan

balok merupakan alat permainan yang sangat sesuai sebagai

alat untuk membuat berbagai konstruksi.

3. Jenis-jenis Balok Susun

Noviani, (2017) menyatakan bahwa terdapat dua jenis

balok yang direkomendasikan untuk digunakan, yaitu :

a. Balok unit (unit balock)

Balok unit adalah potongan-potongan terbuat dari

kayu keras atau plastik dengan berbagai ukuran dan

bentuk, antara lain berupa balok berbentuk kubus,

persegi empat, tiang/setengah tiang, segitiga,

silinder. Balok unit dapat membantu anak-anak belajar

dalam mengembangkan konsep, menyeleksi dan membangun,

misalnya bangunan rumah, jembatan, robot, dan

binatang.

b. Balok halow (holloe balock)

Menurut Rudolpin dalam Masnipal balok unit

biasanya digunakan dalam ruangan, sedangkan balok

hollow diluar ruangan. Balok holow adalah jenis

permainan yang terbuat dari kayu tetapi dibentuk

sedemikian rupa menjadi kotak-kotak kayu besar


50

berbentuk persegi empat atau segi tiga. Dengan balok

holow anak dapat membangun struktur-struktur besar

misalnya menjadi kapal, pesawat terbang, roket, dan

anak dapat duduk diatasnya dan berpura-pura menjadi

seorang kapten, pilot atau astronot.

Berdasarakan uraian diatas terdapat dua jenis balok

yaitu balok unit dan balok halow, dua jenis balok

tersebut berupa permainan yang membentuk dan merancang.

Namun peneliti dalam penelitian ini difokuskan pada jenis

balok unit, anak membuat bangunan.

4. Tahapan serta Langkah-langkah Bermain Balok Susun

Bermain balok memiliki beberapa tahapan yang tahap

demi tahapnya menunjukkan perkembangan anak. Secara

bertahap anak akan menunjukkan perkembangan baik itu

meningkat atau tidak dalam penggunaan balok.

Menurut Noviani, (2017) Ada empat tahap perkembangan

anak dalam penggunaan balok, yaitu :

Tahap I : Membawa balok (bermain fungsional). Anak

kecil yang belum pernah bermain balok sebelumnya, akan

membawa balok berkeliling atau memuatnya ke dalam truk

(mainan) dan membawanya dengan truk. Pada saat ini, anak

tertarik untuk belajar tentang balok, seberapa berat

balok- balok tersebut, seperti apa rasanya, dan seberapa

banyak balok-balok dapat dibawa sekali angkat.


51

Tahap II : Menumpuk balok dan meletakkannya di

lantai. Menumpuk atau mengatur balok di lantai adalah

tahap berikutnya. Pada tahap II anak masih meneruskan

bermain tentang sifat-sifat balok. Mereka menemukan

bagaimana caranya membuat menara dengan menumpuk balok

dan bagaimana kelihatannya jika disusun di lantai.

Tahap III : Menghubungkan balok untuk membentuk

bangunan. Penggunaan jalan pada Tahap II menandai

transisi dari hanya menumpuk balok, kepada membuat

bangunan yang nyata. Anak yang telah terbiasa dengan

bangunan jalan menemukan bahwa mereka dapat menggunakan

jalan untuk menghubungkan menara-menara. Penemuan ini

membawa anak kepada tahap percobaan aktif ketika anak

menerapkan kemampuan memecahkan masalah. Biasanya dalam

tahap III (3 atau 4 tahun) anak telah memiliki berbagai

pengalaman dengan balok. Pengalaman ini membuat mereka

mampu menggunakan balok dengan cara-cara baru yang

kreatif. Biasanya teknik yang dikembangkan anak pada

tahap III adalah yaitu: membuat lingkaran tertutup,

jembatan, desain.

Tahap IV : Membuat bangunan yang jelas terlihat.

Anak yang berpengalaman dengan balok dapat meletakkan

balok dengan menggunakan keterampilan dan ketelitian.

Anak belajar beradaptasi pada bangunan mereka dengan


52

membuat struktur dan dengan membangun balok ke atas, ke

sekeliling atau di atas penghalang. Pada tahap IV anak

mulai ahli dalam membuat susunan yang kompleks dan tidak

mencontoh karya orang lain.

Permainan balok merupakan salah satu alat permainan

konstruktif yang bermanfaat untuk anak. Dengan bermain

balok dapat mengembangkan aspek visual-spasial, motorik,

dan aspek kognitif. Permainan balok ditawarkan dengan

berbagai macam bentuk yang unik yang mampu merangsang

otak anak. Saat anak memainkan balok, kesabarannya sedang

dilatih karena anak harus menyusun balok satu demi satu

untuk menjadi sebuah bangunan atau bentuk yang

diinginkan. Anak-anak pun harus berkonsentrasi agar

bangunannya tidak runtuh. Dengan bermain balok, kemampuan

mengamati maupun ingatan visual anak akan terlatih.

Permainan balok juga sangat berperan dalam

mengembangkan penalaran anak. Mencari keseimbangan dan

memilih mana yang cukup panjang, anak juga menaksir

jumlah permianan tiap set balok, menentukan nama bangunan

yang berhasil dibentuk, menunjukkna dan membuat bangunan

yang sama, bahkan lebih besar atau lebih kecil.

Menurut pendapat Agung Triharso,(2013) ada beberapa

macam manfaat permainan balok :


53

a. Kemampuan berkomunikasi : komunikasi diperlukan untuk

anak mana kala ia ingin menyatakan pendapat tentang

sesuatu yang berhubungan dengan bangunan yang sedang

dibuatnya.

b. Kekuatan. Kekuatan motorik halus dan kekuatan motorik

kasar : balok adalag alat bermain yang berguna untuk

mengembangkan fisik anak.

c. Mengembangkan pemikiran simbolik : membangun balok-

balok sangat penting bagi perkembangan kognitif anak.

d. Konsep matematika : dengan bermain balok anak-anak

bermain konsep lebih banyak dan lebih sedikit, sama

dan tidak sama, konsep angka dan bilangan serta sains,

seperti menghitung klasifikasi, gravitasi, dan

stabilasi.

5. Fungsi Bermain

Permainan dan bermain bagi anak mempunyai beberapa

fungsi dalam proses tumbuh kembang anak. Fungsi bermain

bagi anak menurut (Fajriah et al., 2021) adalah untuk

mengembangkan otot-otot dan energi yang ada pada anak.

Menurut (Malik et al., 2021) bahwa fungsi bermain adalah

untuk kesejahteraan psikologis, perkembangan kognitif,

perkembangan sosial dan emosional, serta perkembangan

fisik. Selanjutnya menurut (Sri, 2020: 65) fungsi bermain

adalah mengembangkan kemampuan motorik, kemampuan


54

kognitif, kemampuan afektif, kemampuan bahasa, dan

kemampuan sosial. Berdasarkan pendapat di atas maka dapat

disimpulkan bahwa fungsi bermain bagi anak adalah untuk

mengembangkan otot-otot anak dan dapat mengembangkan

aspek perkembangan yang lainnya.

6. Karakteristik Bermain

Bermain adalah sarana untuk megubah potensial di

dalam dirinya menjadi berbagai kemampuan dan kecakapan

serta bermain juga menjadi sarana penyalur energi yang

sangat baik bagi anak. (Pittala et al., 2018)

mengemukakan kriteria bermain yaitu 1) motivasi

instristik yaitu tingkah laku bermain di motivasi di

dalam diri anak, 2) tingkah laku yang menyenangkan, 3)

bersifat pura-pura, 4) bermain diutamakan dari pada

tujuan, 5) bermain prilaku yang lentur.

Pendapat lainnya menurut (Avriani, Hasibuan, &

Trihariastuti, 2022).mengemukakan karakteristik bermain

sebagai berikut:

a. Bermain muncul dari dalam diri anak

b. Bermain harus bebas dari aturan yang mengikat,

kegiatan untuk dinikmati

c. Bermain adalah aktivitas nyata atau sesungguhnya

d. Bermain harus difokuskan pada proses daripada hasil

e. Bermain harus didominasi oleh pemain


55

f. Bermain harus melibatkan peran aktif dari pemain

Dari uraian di atas dapat disimpulkan karakteristik

bermain adalah aktivitas yang mucul dari dalam diri anak

serta dinikmati oleh anak tanpa mengutamakan tujuan

bermain.

7. klasifikasi bermain

klasifikasi bermain menurut Andini,P.,P &

Lestariningrum,A (2018)

a. Permainan ‘bebas’ (unoccupied play)

Permainan ini biasanya banyak dilakukan ketika

si Kecil masih bayi. Tahap permainan ini mengacu pada

kreativitas anak untuk menggerakkan tubuh secara acak

dan tanpa tujuan.

Ini merupakan permainan paling dasar yang

dilakukan oleh anak-anak. Tujuannya untuk melatih si

Kecil agar bisa bebas berpikir, bergerak, dan

berimajinasi tanpa aturan permainan.

Beberapa contoh permainan bebas yang bisa bayi

Anda mainkan, seperti:

1) bola bertekstur,

2) buku dengan bahan tebal,

3) main lempar tangkap bola,


56

4) foto anak atau cermin agar ia bisa melihat

wajahnya sendiri, dan

5) mainan yang memiliki tekstur dan warna menarik

serta bisa mengeluarkan bunyi-bunyian.

Namun, hindari mainan yang ukurannya kecil,

mengeluarkan cahaya yang tajam, dan berukuran terlalu

besar.

b. Bermain sendiri (independent play)

Sesuai dengan namanya, kata independent berarti

sendiri. Maksudnya, orangtua hanya sebatas mengawasi

anaknya saja ketika anak bermain sendiri. Membiarkan

anak bermain sendiri sangat penting untuk tumbuh

kembang anak karena dapat mendorong terbentuknya

sikap mandiri. Tidak ada orang di sekitarnya yang ikut

bermain justru membuat anak jadi lebih mengenal

kemampuan dirinya sendiri.Ini juga bisa meningkatkan

rasa kepercayaan diri anak atas usahanya dalam

menyelesaikan permainan. Jenis permainan ini biasanya

dilakukan oleh anak usia 2—3 tahun. Pada usia

tersebut, anak-anak cenderung pemalu dan keterampilan

komunikasinya belum cukup baik sehingga lebih nyaman

untuk bermain sendiri.Ada banyak cara untuk melakukan

jenis permainan ini, contohnya:


57

1) kendaraan mainan, seperti kereta-keretaan atau

mobil-mobilan,

2) alat dapur kecil, seperti masak-maasakan,

3) baju-bajuan,

4) bermain boneka atau action figure, dan

5) menyusun puzzle atau balok.

c. Permainan mengamati (onlooker play)

Walaupun tidak ikut andil dalam permainan, anak

tersebut sebenarnya sedang bermain juga. Ya, anak ini

sedang melakukan “permainan mengamati“ (onlooker

play). Menariknya, meski tidak terlihat sedang

bermain, tapi “permainan mengamati” ini punya manfaat

tersendiri, seperti berikut.

1) Membantu si Kecil untuk mengembangkan komunikasi

dengan teman seusianya.

2) Memahami aturan permainan baru.

3) Lebih berani untuk berinteraksi dengan teman-

temannya yang lain untuk membahas permainan

tersebut.

4) Contoh permainan mengamati yang sering kali

dilakukan oleh anak, yaitu:

5) memerhatikan anak lain yang bermain petak umpet,

6) melihat anak lain bermain bola, atau


58

7) melihat anak-anak perempuan yang bermain lompat

tali.

d. Permainan paralel (parallel play)

Ketika berusia balita, si Kecil akan mengalami

masa peralihan, yaitu dari bermain sendiri jadi mulai

berbaur dengan teman-temannya. Namun, pada awalnya

mereka akan tetap bermain sendiri meski sedang

bersama temannya. Hal ini disebut dengan parallel

play. Jadi ia akan cenderung fokus dengan mainan yang

sedang ia mainkan, meski di sekitarnya ada temannya

yang juga sedang bermain permainan yang sama.

Walaupun anak masih sibuk dengan dunianya

sendiri dan tidak memerhatikan temannya yang lain,

jenis permainan ini memberikan kesempatan anak untuk

menjalin hubungan dengan orang lain. Misalnya, mereka

saling bertukar mainan atau memulai obrolan kecil

dengan temannya mengenai permainannya.

Beberapa aktivitas yang jadi permainan paralel

untuk anak, di antaranya:

1) Menggambar, dan

2) Bermain dengan mobil-mobilan.

e. Permainan asosiatif
59

Dalam tahap ini, meski anak sudah mulai ikut

permainan, ia masih belum mengetahui cara melakukan

permainan tersebut dengan benar atau mengetahui

peraturan dari permainan. Contoh mainan yang cocok

untuk tahap ini yaitu mainan yang bisa digunakan oleh

anak dan teman secara bersama atau bergantian,

misalnya:

1) lego susun,

2) kayon, kapur, atau spidol,

3) tanah liat atau playdough,

4) adonan dari bahan yang aman

5) kertas,

6) kain bekas, dan

7) alat musik.

f. Permainan berkelompok (cooperative play)

Jenis permainan anak ini merupakan tahapan akhir

ketika anak benar-benar bisa bermain dengan temannya

yang lain.

Biasanya, cooperative play dilakukan oleh anak-

anak yang lebih besar atau sudah bersekolah. Permainan

ini menggunakan semua keterampilan sosial yang

dimiliki anak, terutama dalam berkomunikasi. Bukan

hanya mengandalkan kemampuan sendiri, jenis permainan


60

ini juga membangun kerja sama anak dan teman satu

kelompoknya memiliki tujuan yang sama, baik itu

menyelesaikan permainan atau memenangkan permainan.

Permainan berkelompok yang dapat dilakukan anak-

anak, meliputi:

1) bermain kelereng,

2) lompat tali,

3) petak umpet,

4) bola bekel,

5) congklak,

6) bermain ular naga, atau

7) sepak bola.

8. Manfaat Bermain

Bermain memiliki manfaat yang banyak bagi anak,

termasuk aspekaspek perkembangan anak didalamnya. Menurut

Sadaruddin et al., 2022) ada beberapa manfaat bermain,

yaitu:

a. Dapat memperkuat dan mengembangkan otot dan

koordinasinya melalui gerak, melatih motorik halus,

motorik kasar, dan keseimbangan, karena ketika bermain

fisik anak juga belajar memahami bagaimana kerja

tubuhnya.

b. Dapat mengembangkan keterampilan emosinya, rasa

percaya diri pada orang lain, kemandirian dan


61

keberanian untuk berinisiatif, karena saat bermain

anak sering bermain purapura menjadi orang lain,

binatang, atau karakter orang lain. anak juga belajar

melihat dari sisi orang lain (empati).

c. Dapat mengembangkan kemampuan intelektualnya, karena

melalui bermain anak seringkali melakukan eksplorasi

terhadap segala sesuatu yang ada dilingkungan

sekitarnya sebagai wujud dari rasa keingintahuannya.

d. Dapat mengembangkan kemandiriannya dan menjadi dirinya

sendiri, karena melalui bermain anak selalu bertanya,

meneliti lingkungan, belajar mengambil keputusan,

berlatih peran sosial sehingga anak menyadari

kemampuan dan kelebihannya”.


62

D. Kerangka Konsep

Anak
 Remaja
 Sekolah
 Pra Sekolah
 Toddler

Stunting

Perkembangan
Pertumbuhan
 Keterlambatan Kognitif
 TB
 Keterlambatan fisik
 BB
 Keterlambatan Sosial
dan emosional
 Keterlambatan Bahasa

Stimulasi

Mendengarkan Menggambar
Bermain Membaca
musik dan mewarnai

Perkembangan anak sesuai dengan usia

Tidak Diteliti
Keteragan :
Diteliti
Bagan 2.1 Kerangka Konsep Pengaruh Permainan Balok Susun Terhadap
Perkembangan Anak Stunting Usia 1-3 Tahun di Desa Sigar Penjalin
Lombok Utara
63

E. Hipotesis

Hipotesis menurut Sugiyono (2019), adalah jawaban sementara

terhadap rumusan masalah penelitian dan didasarkan pada fakta-

fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data.

Berdasarkan uraian diatas,maka Hipotesis yang diterima

adalah :

Ha : Ada Pengaruh Permainan Balok Susun Terhadap Perkembangan

Anak Stunting Usia 1-3 Tahun Di Desa Sigar Penjalin

Lombok Utara.

H0 : Tidak Ada Pengaruh Permainan Balok Susun Terhadap

Perkembangan Anak Stunting Usia 1-3 Tahun Di Desa Sigar

Penjalin Lombok Utara.


64

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

Metode penelitian merupakan cara yang dilakukan

dalam proses penelitian. Dalam penyusunan proposal,

motode penelitian harus diuraikan secara rinci seperti

variabel penelitian, rancangan penelitian, teknik

pengumpulan data, analisa data, cara penafsiran, dan

penyimpulan hasil penelitian (Sugiyono,2019).

Metode penelitian adalah cara atau alat untuk

mencapai tujuan, dengan demikian pemilihan metode dalam

kegiatan penelitian tergantung kepada tujuan penelitian

(Sugiyono,2019). Pada bab ini akan disajikan subjek

penelitian, populasi dan sample penelitian, rancangan

penelitian, teknik pengumpulan data, identifikasi

variabel dan definisi operasional, rencana analisa data,

kerangka kerja.

A. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah subjek yang dituju untuk

diteliti (Sugiyono, 2019). Pada penelitian ini yang akan

menjadi subjek penelitian adalah anak usia 1-3 tahun yang

mengalami stunting di Desa Sigar Penjalin Lombok Utara.


65

B. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi
64
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian, atau

objek yang diteliti (Bungin,2018). Populasi dalam

penelitian ini adalah seluruh anak usia 1-3 tahun yang

mengalami stunting di Desa Sigar Penjalin Lombok Utara

yang berjumlah 96 anak periode bulan Agustus tahun 2022

di wilayah kerja puskesmas.

2. Sampel Penelitian

Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap

mewakili seluruh populasi (Sugiyono,2019). Sampel yang

digunakan dalam penelitian ini adalah anak usia 1-3 tahun

yang mengalami stunting di Desa Sigar Penjalin Lombok

Utara.

3. Teknik Sampling

Teknik sampling adalah proses menyeleksi porsi dari

populasi untuk dapat mewakili populasi. Teknik sampling

merupakan cara-cara yang ditempuh dalam pengambilan

sampel, agar memperoleh sampel yang benar-benar sesuai

dengan keseluruhan subjek penelitian (Sugiyono, 2019).

Teknik sampling pada penelitian ini akan menggunakan Non-

probability sampling dengan teknik Purposive sampling.

(Sugiyono, 2019) mengemukakan bahwa teknik purposive


66

sampling adalah teknik penentuan sample dengan

pertimbangan tertentu.

a. Kriteria Inklusi

1) Anak stunting usia 1-3 tahun yang bersedia

menjadi responden

2) Anak stunting usia 1-3 tahun dalam kondisi sehat

3) Anak yang mengikuti terapi Permainan Balok Susun

secara tuntas sesuai program dalam proses

penelitian

4) Anak Stunting dengan jarak rumah yang dekat dari

jangkauan peneliti

b. Kriteria Esklusi

1) Anak stunting usia 1-3 tahun yang tidak kooperatif

saat penelitian

2) Anak stunting usia 1-3 tahun yang tidak berada di

lokasi penelitian

C. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian adalah suatu strategi untuk

mencapai tujuan penelitian yang telah ditetapkan, berperan

sebagi pedoman atau penuntun peneliti pada sebuah proses

penelitian (Nursalam, 2011).

Rancangan Penelitian yang akan digunakan dalam

penelitian ini adalah penelitian pre-eksperimental desain.


67

Dengan desain penelitian one group pre-test post-tes

design.

D. Teknik Pengumpulan Data

1. Sumber Data

a. Data Primer

Data diperoleh dengan pengamatan objek

penelitian dan direkam lembar dokumentasi.

b. Data Skunder

Data yang diperoleh dari laporan kader yang ada

yaitu anak usia 1-3 tahun yang mengalami stunting .

2. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan untuk

mengukur perkembangan adalah KPSP.

E. Proses Pengumpulan Data

1. Tahap Persiapan

a. Peneliti mengurus perizinan ke bagian akademik

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Mataram, yang

kemudian diserahkan ke Badan Perencanaan Pembangunan

Daerah (BAPPEDA) kabupaten Lombok Utara.

b. Peneliti menyerahkan surat pengantar BAPPEDA

kabupaten Lombok Utara ke Puskesmas tempat

penelitian.

c. Peneliti mendapat surat pemberitahuan dari pihak

Puskesmas tentang penelitian yang akan dilakukan.


68

d. Peneliti menemui perawat yang bertanggung jawab untuk

mengontrak waktu penelitian yang akan dilakukan

selama 5 kali perlakuan.

2. Tahap Pelaksanaan

a. Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan peneliti

melakukan penelitian kepada Anak dan orang tua anak.

b. Peneliti memberikan lembar persetujuan menjadi

responden kepada anak dan orang tua yang berada di

Desa Sigar Penjalin kabupaten Lombok Utara

c. Peneliti mebantu mengisi lembar kuesioner pre-test

untuk di isi kepada anak yang berada di Desa Sigar

Penjalin kabupaten Lombok Utara.

d. Peneliti menjelaskan tentang prosedur terapi

permainan Balok Susun.

e. Peneliti melakukan terapi permianan Balok Susun.

f. Pertemuan akan dilakukan salama 7 hari pada hari

pertama akan di lakukan pre-test dengan cara

peneliti membantu mengisi kuesioner

g. Terapi akan di berikan pada hari ke 2 sampai dengan

hari ke 6, dengan durasi ± 30 menit di setiap

pertemuan.

h. Pada hari ke 7 akan di lakuka post-Test dengan cara

peneliti membantu mengisi kueisioner untuk mengetahui


69

perubahan perkembangan setelah di berikan terapi

permainan Balok Susun.

F. Pengolahan Data

Data yang diperoleh merupakan data mentah sehingga

belum memberikan gambaran yang diharapkan, oleh karena itu

perlu di olah untuk mendapatkan hasil yang diinginkan.

Adapun langkah-langkah dalam pengolahan data yang telah

diambil adalah:

1. Editing

Upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang

didapatkan atau dikumpulkan. Proses editing dapat

dilakukan pada tahap pengumpulan kuesioner atau setelah

kusioner terkumpul.

2. Coding

Dilakukan untuk memudahkan pengolahan data yaitu

memberikan simbol-simbol dari setiap apa yang diamati.

Setelah kuesioner diedit atau diperbaiki, selanjutnya

dilakukan pada tahap pengumpulan data atau huruf menjadi

data angka/bilangan, peneliti melakukan coding pada skor

stresnya.

a. Tidak Ada Kecemasan

b. Ringan

c. Sedang
70

3. Processing

Entri data adalah kegiatan memasukan datayang telah

dikumpulkan kedalam master tabel atau data base computer,

kemudian membuat distribusi frekunsi sederhana.

4. Cleaning

Mengecek kembali data yang sudah dientri apakah ada

kesalahan atau tidak.

G. Melakukan teknik analisa

Dalam melakukan teknik analisa, khusus teknik data

penelitian menggunakan uji paired samples T-test melalui

program SPSS Versi 19.

H. Identifikasi Variabel

1. Variabel Independent

Variabel independen merupakan variabel yang menjadi

sebab perubahan atau timbulnya variabel terikat (Hidayat,

2018). Variabel Independent pada penelitian ini adalah

Terapi Permainan Balok Susun.

2. Variabel Dependent

Variabel dependen merupakan variabel yang

dipengaruhi atau menjadi akibat karena variabel bebas

(Hidayat, 2018).

Variabel dependent pada penelitian ini adalah

perkembangan anak usia 1-3 tahun.


71

I. Definisi Operasional

Definisi Operasional merupakan mendefinisikan variabel

secara operasional berdasarkan karakteristik yang diamati,

memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau

pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena

(Hidayat, 2017). Batasan operasional penelitian ini adalah

sebagai berikut:
72

Tabel 3.1 Definisi Oprasional

No Definisi Operasional Skala


Variabel Parameter Alat Ukur Skor
Data
1. Variabel balok susun - Untuk melatih SOP - -
Independen merupakan potongan Kemampuan kombinasi
Permainan kayu yang memiliki berkomunikasi anak terapi
Balok Susun berbagai bentuk. usia 1-3 tahun. Permainan
Umumnya berbentuk - Untuk meningkatkan Balok Susun
segi empat atau Kekuatan anak
kubus, balok, apapun - Untuk Mengembangkan
jenisnya digunakan pemikiran simbolik
anak membuat bentuk anak
konstruksi atau - Untuk mengajarkan
bangunan. Konsep matematika
pada anak
2. Variabel Perkembangan anak - perkembangan motorik Lembar Ordinal Intrerpretasi hasil KPSP
Dependen adalah bertambahnya kasar melibatkan KPSP - Hitung jawaban YA
kemampuan (skill) otot-otot besar ( bila dijawab bisa
Perkembangan anak dalam struktur tubuh dan mencakup atau sering atau
anak dan fungsi tubuh fungsi-funsi kadnag-kadang)
yang lebih kompleks lokomotor seperti - Hitung jawaban
dalam pola yang duduk tegak, tidak( hbila jawaban
teratur dan dapat berjalan, menendang, belum pernahatau
diramalkan sebagai dan melempar bola. tidak pernah)
hasil proses dari - perkembangan motorik - Bila jawaban YA = 9-
pematangan, dari halus melibatkan 10 ( perkembangan
sel-sel tubuh, otot kecil yang anak sesuai tahap
jaringan tubuh, memungkinkan fungsi- perkembangan (S)
organorgan dan fungsi seperti - Bila jawaban YA 7
sistem organ yang menggenggam, dan atau 8 ( ,
berkembang memanipulasi objek- perkembangan anak
73

sedemikian rupa objek kecil,seperti meragukan (M)


sehingga masing- menulis, menggambar, - Bila jawaban YA =6,
masing dapat dan mengenakan maka kemungkinan ada
memenuhi fungsinya. pakaian. penyimpangan (P)
Termasuk juga - perkembangan Bahasa - Rincilah jawaban
perkembangan emosi, Bahasa biasanya TIDAK pada nomer
intelektual dan dipahami sebagai berapa saja.
tingkah laku anak sistem tata bahasa
sebagai hasil yang rumit dan
interaksi dengan bersifat semantik,
lingkungannya. sedangkan kemampuan
bicara terdiri dari
ungkapan dalam
bentuk kata-kata.
- perkembangan social
sesuatu yang
dipelajari, bukan
sekedar hasil dari
kematangan.
74

J. K

e Populasi :

r Anak usia 1-3 tahun di Desa Sigar


Penjalin Lombok Utara yang
a mengalami stunting

Purposive sampling

Sampel :
Anak stunting usia 1-3 tahun
di Desa Sigar Penjalin Lobok
Utara

Informed consent

Pre test

Hasil :
Ada Pengaruh Permainan
Balok Susun Terhadap
Perkembangan Anak
Stunting Usia 1-3
75

Permainan Balok Susun

Post test

Analisis Data :
Uji Paired Sample Test
Bagan 3.1 Kerangka Kerja Pengaruh Permainan Balok Susun
Terhadap Perkembangan Anak Stunting Usia 1-3
Tahun di Desa Sigar Penjalin Lombok Utara
76

K. Analisa Data

1. Analisis Univariat

Menurut Notoatmodjo, 2018. analisis univariat

bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik setiap variabel penelitian. Pada umum nya

dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi

frekuensi dan persentase dari tiap variabel.

2. Analisis Bivariat

Menurut (Notoatmodjo, 2018 ). Analisa bivariat

apabila telah dilakukan analisis univariate hasilnya akan

diketahui karakteristik atau distribusi setiap variable

dan dapat melanjutkan analisis bivariate. Analisis

bivariat menggunakan tabel silang unntuk menyoroti dan

menganalisis perbedaan antara 2 variabel. Metode yang

akan digunakan untuk mengetahui pengaruh dalam penelitian

ini adalah metode Paired sample t-test.


DAFTAR PUSTAKA

A, Aziz, Hidayat. (2017). Metode penelitian Keperawatan dan


Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika.
Ananda, Y. (2019). Pengaruh Terapi Bermain Puzzle Terhadap.
Jurnal Keperawatan Abdurrab, 29-35.
Ardini, & Lestariningrum. (2018). Klasifikasi Bermain.
Hayati, S. N., & Putro, K. Z. (2021). Bermain Dan Permainan
Anak Usia Dini. Pendidikan Islam Anak Usia Dini, 52-64.
Hazhari, A., & Rahman, T. (2022). Studi Literatur Penerapan
Metode Bermain Peran. Tulisan Ilmiah Pendidikan, 43-52.
Mundari, L. T. (2022). Hal - Hal Yang Ada Hubungan Dengan
Gangguan. Gangguan Pertumbuhan Anak Balita, I-88.
Musfira. (2022). Hubungan Stunting Dengan Tingkat
Perkembangan.
Notoatmodjo, S. 2018, Metodologi Penelitian Kesehatan,
Jakarta: Rineka Cipta.
Nuramini. (2018). Penerapan Permainan Balok Dalam
Mengembangkan kecerdasan visual anak usia dini di taman
kanak-kanak al-azhar lampung selatan. Fakultas Tarbiyah
dan Keguruan Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung
Nursalam.(2011). Proses dan dokumentasi keperawatan, konsep
dan praktek.Jakarta : Salemba Medika.
Prianto, V. R. (2018). Hububgan Peran Ibu Dengan Perkembangan
Anak Usia Pra Sekolah. 6-12.
Ri, K. I. (2019). Laporan Kunjungan Kerja Spesifik Komisi Ix
Dpr Ri Pengawasan Penanganan Gizi Buruk Dan Anak Sangat
Pendek (Stunting ). 1-19.
Ri, K. K. (2016). Stimulasi,Deteksi Dan Intervensi Dini Tumbuh
Kembang Anak.
Sari, V. N. (2022). Hubungan Antara Stunting Dengan
Prkembangan Kognitif Anak Usia 24-59 Bulan Di Kelurahan
Bandarharjo Semarang. 22-37.
Sriyanto, A., & Hartati, S. (2022). Perkembangan Dan Ciri-Ciri
Perkembangan Pada.
Sugiyono. (2019). Metodelogi Penelitian Kuantitatif dan
Kualitatif Dan R&D. Bandung: ALFABETA.
Suminar, Dewi Retno. 2019. Psikologi Bermain dan Permainan
Bagi Perkembangan Anak, Surabaya: Airlangga University
Press.
Susanti, K. D., & Suhariati, H. I. (2020). Pengaruh Terapi
Bermain Flashcard Terhadap Perkembangan Anak Usia Pra.
Jurnal Keperawatan, 63-71 .
Vellyza, C., Keraman, B., Maydinar, D. D., & Eca. (2020).
Pengaruh Terapi Bermain (Skill Play) Permainan Ular
Tangga. Program Studi S1 Keperawatan Stikes Tri Mandiri
Sakti Bengkulu, 111-116.
Wahyu, A., & Rukiyati. (2022). Permainan Tradisional Sebagai
Media Alternatif Stimulasi Perkembangan Anak Usia Dini.
Jurnal Pendidikan Anak, Volume 11 (2).
Wahyuningsri, Astuti, E. S., & Rossyana. (2019). Pengembangan
Kemampuan Motorik. 236-243.
Lampiran 1
PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Yth. Responden

Ibu-ibu yang memiliki anak stunting di Desa Sigar Penjalin


Lombok Utara

Dengan Hormat

Peneliti adalah Mahasiswa STIKES Mataram yang akan


melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Permainan Balok
Susun Terhadap Perkembangan Anak Stunting Usia 1-3 Tahun Di
Desa Sigar Penlain Lombok Utara”, dengan identitas diri
sebagai berikut:

Nama : Lalu Andriadi


NPM : 019.01.3636
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam

Penelitian ini dilaksanakan sebagai salah satu kegiatan


menyelesaikan tugas akhir program S1 Keperawatan STIKES
Mataram. Apabila bapak/ibu bersedia menjadi responden dalam
penelitian ini, peneliti berharap bapak/ibu untuk
menandatangani lembar pernyataan menjadi responden
(Terlampir). Atas kesediaan dan kerja sama saudari, peneliti
mengucapkan banyak terima kasih.

Mataram,3 Maret 2023


Peneliti

Lalu Andriadi
019.01.3636
Lampiran 2

INFORMED CONSENT

Setelah mendapatkan penjelasan serta mengetahui manfaat

penelitian yang berjudul “Pengaruh Permainan Balok Susun

Terhadap Perkembangan Anak Stunting Usia 1-3 Tahun Di Desa

Sigar Penlain Lombok Utara”.

Menyatakan setuju/tidak setuju diikut sertakan dalam

penelitian sebagai sampel, dengan catatan sewaktu-waktu jika

saudara dirugikan dalam bentuk apapun dapat membatalkan

persetujuan ini.

Saya percaya setiap informasi yang saudara/i berikan

kepada peneliti akan tetap dijaga kerahasiaannya.

Saya sebagai peneliti mengucapkan terima kasih atas

partisipasi dan kerja samanya.

Mataram,3 Maret 2023


Peneliti

Lalu Andriadi

019.01.3636
Lampiran 3

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama :

Umur :

Agama :

Pendidikan :

Setelah mendapatkan penjelasan serta mengetahui manfaat

penelitian yang berjudul “Pengaruh Permainan Balok Susun

Terhadap Perkembangan Anak Stunting Usia 1-3 Tahun Di Desa

Sigar Penlain Lombok Utara”. Menyatakan bersedia menjadi

responden, dengan catatan sewaktu-waktu jika merasa dirugikan

dalam bentuk apapun dapat membatalkan persetujuan ini.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesadar-


sadarnya dan tanpa paksaan dari pihak manapun dan agar
dipergunakan sebagaimana mestinya.

Mataram,3 Maret 2023


Responden

Anda mungkin juga menyukai