Disusun Oleh:
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-
Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan kegiatan program bermain yang
diadakan di TPMB Ngadilah, A.Md.Keb
Laporan ini disusun dalam rangka memenuhi tugas praktik Asuhan
Kebidanan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah di Poltekkes Kemenkes
Malang Program Studi Pendidikan Profesi Bidan.
Laporan ini dapat diselesaikan semata karena penulis menerima banyak
bantuan dan dukungan. Untuk itu, penulis mengucapkan terimakasih yang tak
terhingga kepada :
1. Dr. Moh. Wildan, A.Per.Pen.,M.Pd, selaku Direktur Poltekkes Kemenkes
Malang
2. Rita Yulifah, S.Kp, M.Kes, selaku Ketua Jurusan Kebidanan
3. Didien Ika Setyarini, S.Si.T, M.Keb, selaku Ketua Program Studi
Pendidikan Profesi Bidan
4. Ari Kusmiwiyati M.Keb selaku Perseptor Akademik
5. Ngadilah, A.Md.Keb selaku Perseptor Klinik
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna karena
keterbatasan ilmu dan pengalaman yang dimiliki. Oleh karenanya, saran dan kritik
yang bersifat membangun akan penulis terima dengan senang hati. Penulis
berharap semogga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Penulis
iii
VISI DAN MISI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN
JURUSAN KEBIDANAN POLTEKKES KEMENKES MALANG
iv
DAFTAR ISI
v
5.2 Saran...............................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................10
LAMPIRAN.......................................................................................................12
DAFTAR LAMPIRAN
vi
Lampiran 1 Materi...............................................................................................12
Lampiran 2 Media...............................................................................................23
Lampiran 3 Dokumentasi....................................................................................24
vii
BAB 1
PENDAHULUAN
2
kognitif anak. Anak usia 0-2 tahun merupakan dalam tahap Sensori motor
(sensory motor play). Anak lebih mengandalkan indra dan gerak-gerak
tubuhnya. Untuk itu, pada usia ini mainan yang tepat untuk anak ialah yang
dapat merangasang panca indranya, misalanya mainan yang berwarna cerah,
memiliki banyak bentuk dan tekstur, serta mainan yang tidak mudah tertelan
oleh anak (Ardini, 2018).
Alat bermain dibutuhkan anak untuk bermain. Ketika anak bermain
akan terjadi berbagai eksplorasi, penemuan, perkembangan daya pikir,
perkembangan bahasa, perkembangan motorik kasar, kebiasaan berbagi,
penciptaan, kebiasaan berbagi, perkembangan motorik kasar, berimajinasi
dan mengasah kreatifitas. Alat Permainan Edukatif (APE) adalah segala
sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai sarana atau peralatan untuk bermain
yang mengandung nilai pendidikan dan dapat merangsang petumbuhan otak
anak mengembangkan seluruh aspek kemampuan pada anak. Permainan
dapat dikatakan edukatif apabila permainan tersebut memiliki nilai guna,
efektivitas, dan efisieni yang mengarah pada proses mendidik secara positif
sehingga permainan tersebut harus dikontrol dan digunakan dengan tepat.
Pembuatan APE dirancang berbeda tiap rentang kelompok usia dengan
mempetimbangkan karakteristik perkembangan termasuk perbedaa usia.
Perbedaan usia menjadi hal dasar yang berpengaruh terhadap tahap
perkembangan dan kemampuan yang dimiliki anak. (Aqib, 2011).
Oleh karena itu, penulis tertarik untuk membuat permainan “Ular
Tangga Edukasi” sebagai Alat Permainan Edukatif (APE) untuk
meningkatkan perkembangan anak.
3
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Diharapkan dapat mestimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak
usia 2-5 tahun melalui permainan edukatif ular tangga.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Untuk meningkatkan personal sosial pada anak usia 2-5 tahun melalui
permainan edukatif ular tangga
b. Untuk mengembangakan kemampuan motorik halus pada anak usia 2-5
tahun melalui permainan edukatif ular tangga
c. Untuk mengembangakan kemampuan motorik kasar pada anak usia 2-5
tahun melalui permainan edukatif ular tangga
d. Untuk mengembangakan kemampuan bahasa pada anak usia 2-5 tahun
melalui permainan edukatif ular tangga
4
BAB 2
RENCANA KEGIATAN
5
BAB 3
PELAKSANAAN KEGIATAN
6
3.8 Solusi
Memberikan edukasi kepada ibu balita untuk melanjutkan program bermain
di rumah apabila masih ada kurang dalam waktu dan durasi bermain bagi
anak.
7
BAB 4
EVALUASI KEGIATAN
8
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pengamatan dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan APE
mampu menstimulus perkembangan anak dalam proses perkembangannya
dengan sangat baik. Dalam pemanfaatan APE perlu diperhatikan beberapa hal
seperti perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Sehingga apabila APE
dimanfaatkan dengan baik dapat menjadi salah satu program belajar dan
bermain anak yang menarik dan juga menyenangkan. Pada permainan ular
tangga edukasi yang digunakan anak usia 2-5 tahun ini kegiatan berjalan
dengan lancar, semua anak datang tepat waktu, akan tetapi permainan puzzle
ini menghabiskan banyak waktu sehingga, anak lama-kelamaan cenderung
menjadi bosan.
5.2 Saran
Berdasarkan dari hasil pengembangan alat permainan ular tangga
edukasi untuk melatih berbagai perkembangan anak terutama usia 3-4 tahun,
seperti melatih motoric halus, motoric kasar, personal sosial, dan bahasa,
maka ada beberapa saran sebagai berikut :
1. Saran penggunaan hanya untuk rentang usia yang digunakan sekitar usia
3-4 tahun karena pada permainan ini didalamnya untuk menstimulasi
anak usia 3-4 tahun.
2. Saran bagi pengembang selanjutnya, diharapkan mengembangkan sebuah
alat permainan edukatif yang lebih menarik.
9
DAFTAR PUSTAKA
10
Lampiran 1 Materi
A. Konsep Pertumbuhan Dan Perkembangan Balita
1) Pengertian Balita
Balita adalah anak yang berumur 0-59 bulan, pada masa ini ditanda
idengan proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat dan
disertai dengan perubahan yang memerlukan zat-zat gizi yang jumlahnya
lebih banyak dengan kualitas yang tinggi. Akan tetapi, balita termasuk
kelompok yang rawan gizi serta mudah menderita kelainan gizi Karena
kekurangan makanan yang dibutuhkan. Konsumsi makanan memegang
peranan penting dalam pertumbuhan fisik dan kecerdasan anak sehingga
konsumsi makanan berpengaruh besar terhadap status gizi anak untuk
mencapai pertumbuhan fisik dan kecerdasan anak (Ariani, 2017).
Anak balita adalah anak yang telah menginjak usia di atas satu
tahun atau lebih popular dengan pengertian usia anak di bawah lima tahun.
Menurut Sediaotomo (2010), balita adalah istilah umum bagi anak usia 1-3
tahun (batita) dan anak prasekolah (3-5 tahun). Saat usia batita, anak masih
tergantung penuh kepada orang tua untuk melakukan kegiatan penting,
seperti mandi, buang air dan makan. Perkembangan berbicara dan berjalan
sudah bertambah baik, namun kemampuan lain masih terbatas. Masa balita
merupakan periode penting dalam proses tumbuh kembang manusia.
Perkembangan dan pertumbuhan pada masa itu menjadi penentu
keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan anak pada periode
selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini merupakan masa yang
berlangsung cepat dan tidak akan pernah terulang kembali, karena itu
sering disebut golden age atau masa keemasan. Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia (2011) menjelaskan balita merupakan usia dimana
anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Proses
pertumbuhan dan perkembangan setiap individu berbeda-beda, bisa cepat
maupun lambat tergantung dari beberapa faktor, yaitu nutrisi, lingkungan
dan social ekonomi keluarga.
2) Karakteristik Balita
Balita adalah anak usia kurang dari lima tahun sehingga bayi usia
di bawah satu tahun juga termasuk golongan ini. Balita usia 1-5 tahun
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu anak usia lebih dari satu tahun sampai
tiga tahun yang yang dikenal dengan batita dan anak usia lebih dari tiga
tahun sampai lima tahun yang dikenal dengan usia pra sekolah
(Proverawati & Wati, 2010). Menurut karakterisik, balita terbagi dalam
dua kategori, yaitu anak usia 1- 3 tahun (batita) dan anak usia pra sekolah.
Anak usia 1-3 tahun merupakan konsumen pasif, artinya anak menerima
makanan dari apa yang disediakan oleh ibunya (Sodiaotomo, 2010). Laju
pertumbuhan masa batita lebih besar dari masa usia pra sekolah sehingga
diperlukan jumlah makanan yang relatif besar. Pola makan yang diberikan
sebaiknya dalam porsi kecil dengan frekuensi sering karena perut balita
masih kecil sehingga tidak mampu menerima jumlah makanan dalam
sekali makan (Proverawati & Wati, 2010).
Sedangkan pada usia prasekolah anak menjadi konsumen aktif.
Mereka sudah dapat memilih makanan yang disukainya. Pada usia ini,
anak mulai bergaul dengan lingkungannya atau bersekolah playgroup
sehingga anak mengalami beberapa perubahan dalam perilaku. Pada masa
ini anak akan mencapai fase gemar memprotes sehingga mereka akan
11
mengatakan “tidak” terhadap ajakan. Pada masa ini berat badan anak
cenderung mengalami penurunan, ini terjadi akibat dari aktifitas yang
mulai banyak maupun penolakan terhadap makanan.
3) Kebutuhan Gizi Balita
Kebutuhan gizi yang harus dipenuhi pada masa balita di antaranya
adalah energi dan protein. Kebutuhan energy sehari untuk tahun pertama
kurang lebih 100-200 kkal/kg berat badan. Energi dalam tubuh diperoleh
terutama dari zat gizi karbohidrat, lemak dan protein. Protein dalam tubuh
merupakan sumber asam amino esensial yang diperlukan sebagai zat
pembangun, yaitu untuk pertumbuhan dan pembentukan protein dalam
serum serta mengganti sel-sel yang telah rusak dan memelihara
keseimbangan cairan tubuh. Lemak merupakan sumber kalori
berkonsentrasi tinggi yang mempunyai tiga fungsi, yaitu sebagai sumber
lemak esensial, zat pelarut vitamin A, D, E dan K serta memberikan rasa
sedap dalam makanan. Kebutuhan karbohidrat yang dianjurkan adalah
sebanyak 60-70% dari total energi yang diperoleh dari beras, jagung,
singkong dan serat makanan. Vitamin dan mineral pada masa balita sangat
diperlukan untuk mengatur keseimbangan kerja tubuh dan kesehatan
secara keseluruhan (Dewi, 2013).
4) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Balita
Faktor yang secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi
status gizi adalah asupan makanan dan penyakit infeksi. Beberapa faktor
yang melatarbelakangi kedua factor tersebut, misalnya factor ekonomi dan
keluarga (Soekirman, 2012).
a. Ketersediaan dan Konsumsi Pangan Penilaian konsumsi pangan rumah
tangga atau secara perorangan merupakan cara pengamatan langsung
yang dapat menggambarkan pola konsumsi penduduk menurut daerah,
golongan sosial ekonomi dan sosial budaya. Konsumsi pangan lebih
sering digunakan sebagai salah satu teknik untuk memajukan tingkat
keadaan gizi. Penyebab masalah gizi yang pokok di tempat paling
sedikit dua pertiga dunia adalah kurang cukupnya pangan untuk
pertumbuhan normal, kesehatan dan kegiatan normal. Kurang
cukupnya pangan berkaitan dengan ketersediaan pangan dalam
keluarga. Tidak tersedianya pangan dalam keluarga yang terjadi terus
menerus akan menyebabkan terjadinya penyakit kurang gizi. Gizi
kurang merupakan keadaan yang tidak sehat karena tidak cukup makan
dalam jangka waktu tertentu. Kurangnya jumlah makanan yang
dikonsumsi baik secara kualitas maupun kuantitas dapat menurunkan
status gizi. Apabila status gizi tidak cukup maka daya tahan tubuh
seseorang akan melemah dan mudah terserang infeksi.
b. Infeksi Penyakit infeksi dan keadaan gizi anak merupakan dua hal
yang saling mempengaruhi. Dengan infeksi, nafsu makan anak mulai
menurun dan mengurangi konsumsi makanannya, sehingga berakibat
berkurangnya zat gizi kedalam tubuh anak. Dampak infeksi yang lain
adalah muntah dan mengakibatkan kehilangan zat gizi. Infeksi yang
menyebabkan diare pada anak dapat mengakibatkan cairan dan zat gizi di
dalam tubuh berkurang. Terkadang orang tua juga melakukan pembatasan
makan akibat infeksi yang diderita sehingga menyebabkan asupan zat gizi
sangat kurang sekali bahkan bila berlanjut lama dapat mengakibatkan
terjadinya gizi buruk
12
c. Pengetahuan Gizi Pengetahuan tentang gizi adalah kepandaian
memilih makanan yang merupakan sumber zat-zat gizi dan kepandaian
dalam mengolah bahan makanan. Status gizi yang baik penting bagi
kesehatan setiap orang, termasuk ibu hamil, ibu menyusui dan
anaknya. Pengetahuan gizi memegang peranan yang sangat penting
dalam penggunaan dan pemilihan bahan makanan dengan baik
sehingga dapat mencapai keadaan gizi yang seimbang.
d. Higiene Sanitasi Lingkungan Sanitasi lingkungan yang buruk akan
menyebabkan anak lebih mudah terserang penyakit infeksi yang
akhirnya dapat mempengaruhi status gizi. Sanitasi lingkungan sangat
terkait dengan ketersediaan air bersih, ketersediaan jamban, jenis lantai
rumah serta kebersihan peralatan makan pada setiap keluarga. Semakin
tersedia air bersih untuk kebutuhan sehari-hari, maka semakin kecil
risiko anak terkena penyakit kurang gizi (Soekirman, 2012).
B. Alat Permainan Edukatif
1) Pengertian Alat Permainan Edukatif
Alat Permainan Edukatif (APE) adalah segala sesuatu yang
dapat dipergunakan sebagai sarana atau peralatan untuk bermain yang
mengandung nilai pendidikan dan dapat merangsang pertumbuhan otak
anak mengembangkan seluruh aspek kemampuan (potensi) anak.
Sedangkan menurut Shofyatun A. Rahman alat permainan edukatif
adalah “alat permainan yang dirancang khusus untuk kepentingan
pendidikan khususnya untuk anak prasekolah dalam meningkatkan
aspek-aspek perkembangan semua potensi anak” (Shofiatun, 2010).
Permainan edukatif adalah permainan yang memiliki unsure
mendidik yang didapatkan dari sesuatu yang ada dan melekat serta
menjadi bagian dari permainan itu sendiri. Selain itu, permainan juga
member rangsangan atau respon spositif terhadap indra pemainnya.
Indra yang dimaksud antara lain pendengaran, penglihatan, suara
(berbicara, komunikasi), menulis, dayapikir, keseimbangan kognitif,
motorik (keseimbangan gerak, daya tahan, kekuatan, keterampilan, dan
ketangkasan), afeksi, serta kekayaan sosial dan spritual (budi pekerti
luhur, cinta, kasih sayang, etika, kejujuran, tata krama dan sopan
santun, persaingan sehat, serta pengorbanan). Keseimbangan indra
inilah yang direncanakan agar mempengaruhi jasmani, nalar, imajinasi,
watak dan karakter, sampai tujuan pendewasaan diri. Sebab, watak
seseorang menentukan arah perjalanan hidupnya (Fathul&Nailur,
2013).
Unsur edukatif lainnya dalam permainan adalah keseimbangan.
Keseimbangan permainan tergantung pada maksud dan tujuan dari
pembuatan atau penciptaan permainan itu sendiri. Permainan yang
edukatif pun, apabila berada di tangan orang yang salah, bias berakibat
buruk bagi tumbuh kembangnya siswa. Bagaimanapun hebatnya unsure
edukatif dalam permainan, tetapi bila tidak difungsikan dengan tepat
atau disalah tempatkan, maka akan berakibat buruk terhadap psikis
maupun fisik siswa. Unsur keseimbangan dalam permainan berarti
permainan tersebut memiliki manfaat dalam kurun dan jangka waktu
tertentu, misalnya berguna dalam jangka pendek dan jangka pendek,
Jangka pendek berarti permainan itu dapat dinilai dalam rentang waktu
yang singkat, seperti siswa menjadi trampil, energik, dan tangkas.
13
Sedangkan jangka panjang berarti permainan itu memberikan pengaruh
seumur hidup dalam bentuk kesan yang akan dibawanya dalam
kehidupan dan kejiwaannya. Misalnya, seorang siswa menjadi
penyabar, teliti dalam menyelesaikan masalah atau pekerjaan, mudah
memahami kondisi orang lain, memiliki rasa kasih sayang dan empati,
dan lain sebagainya (Fathul&Nailur, 2013).
Kunci pertama suatu permainan dapat dikatakan edukatif adalah
permainan itu memiliki nilai guna, efektivitas, dan evisiensi yang
mengarahkan proses mendidik secara positif. Hal ini dapat terjadi jika
suatu permainan dapat dikontrol dan digunakan dengan tepat. Sebab,
permainan akan berdampak atau memberikan pengaruh negative
apabila tidak ada latar belakang “mendidik” atau mengajak dan
mengarahkan anak menuju kehidupannya yang lebih baik. Di sinilah
konteks dan inti permainan yang sesungguhnya, yakni sebagai media
atau objek yang memberikan efek kesenangan dan mendukung
terwujutnya motivasi positif pada anak. Dengan kata lain, permainan
sebagai upaya mempengaruhi psikologis (Fathul&Nailur, 2013).
Permainan adalah suatu perbuatan yang mengandung keasyikan dan
dilakukan atas kehendak sendiri, bebas tanpa paksaan dengan bertujuan
untuk memperoleh kesenangan pada waktu mengadakan kegiatan
tersebut. Permainan cukup penting bagi perkembangan jiwa anak. Oleh
karena itu perlu kiranya bagi anak-anak untuk diberi kesempatan dan
sarana di dalam kegiatan permainannya (Ahmadi,1991).
2) Manfaat Alat Permainan Edukatif
Adapun Manfaat Alat Permainan Edukatif (APE) adalah sebagai
berikut (Sumiyati, 2011):
a. APE untuk pengembangan fisik motorik
Anak usia dini terutama usia taman kanak-kanak adalah anak yang
selalu aktif. Karenanya, sebagian besar alat bermain diperuntukkan
bagi pengembangan koordinasi gerakan otot kasar. Penyediaan
peralatan untuk melatih gerakan otot kasar, misalnya kegiatan naik
turun tangga, meluncur, akrobatik, memanjat, berayun dengan
papan keseimbangan dan sebagainya.
b. APE untuk pengembangan kognitif
Kemampuan kognitif yang dapat dikembangkan melalui kegiatan
bermain diantaranya, kemampuan mengenai sesuatu, mengingat
barang, menghitung jumlah dan memberi penilaian. Kegiatan
bermain dilakukan dengan mengamati, seperti melihat bentuk,
warna dan ukuran. Sedangkan kegiatan mendengar dilakukan
dengan mendengar bunyi, suara dan nada. Bahan dan peralatan
yang dibutuhkan untuk mengembangkan aspek kognitif di antaranya
papan pasak kecil, papan pasak berjenjang, papan tongkat, warna,
menara gelang bujur sangkar, balok ukur, papan hitung dan lainnya.
c. APE untuk pengembangan kreatifitas
Ciri-ciri anak kreatif adalah kelenturan, kepekaan, penggunaan daya
imajinasi, ketersediaan mengambil resiko dan menjadikan diri
sendiri sebagai sumber dan pengalaman. APE semacam tanah liat,
cat, krayon, kertas, balok-balok, air, dan pasir dapat mendorong
anak untuk mencoba cara-cara baru dan dengan sendirinya akan
meningkatkan kreatifitas anak.
14
15
d. APE untuk pengembangan bahasa
Bahan dan peralatan yang dapat digunakan untuk pengembangan
keterampilan bahasa adalah segala sesuatu yang dapat
mengembangkan gambaran mental tentang apa yang didengar
seperti suara angin, suara mobil, dan suara-suara lain yang bisa
langsung didengar anak. Dalam kaitannya dengan pengembangan
bahasa ekspresif, meliputi benda-benda yang ada di sekitar anak,
baik benda, kata kerja maupun kata sifat atau keadaan. Sedang
kaitannya dengan penguasaan cara berkomunikasi dengan orang
lain, yang dapat dilakukan antara lain dengan bermain sosiodrama
atau dengan bermain peran. APE untuk kemampuan berbahasa
dapat dilihat dari apa yang telah dikembangkan oleh peabody. APE
yang dikembangkan oleh kakak beradik Elizabeth Peabody yang
terdiri atas dua boneka tangan uang berfungsi sebagai tokoh
mediator. Boneka ini dilengkapi dengan papan magnet, gambar-
gambar, piringan hitam berisi lagu dan tema cerita serta kantong
pintar sebagai pelengkap. Karya ini memberikan program
pengetahuan dasar yang mengacu pada aspek pengembangan
bahasa, yaitu kosakata yang dekat dengan anak.
e. APE untuk pengembangan sosial
Bahan dan peralatan yang dapat digunakan untuk mengembangkan
kemampuan sosial adalah buku cerita, buku bergambar, bahan teka-
teki, kuda-kudaan, dan telepon mainan. Peralatan tersebut dapat
digunakan secara perorangan maupun bersama-sama untuk
memperoleh pengalaman bahwa anak dapat berinteraksi dan
bekerjasama dengan anak yang lain, dengan temanteman disekolah
maupun dilingkungan mereka.
f. APE untuk pengembangan emosional
Bahan dan pelatan yang dapat mengembangkan keterampilan emosi
anak antara lain tanah liat dan lumpur, balok-balok, hewan piaraan,
bermain drama, dan buku cerita yang menggambarkan perwatakan
dan situasi perasaan tertentu yang sedang dialami atau dirasakan
oleh anak. Oleh karena itu, tema-tema yang dipilih dan diramu
haruslah relevan dengan pengetahuan dan budaya anak setempat,
atau lingkungan di mana anak tinggal.
3) Fungsi Alat Permainan Edukatif
Alat-alat permainan yang dikembangkan memiliki berbagai
fungsi dalam mendukung penyelenggaraan proses belajar anak
sehingga kegiatan dapat berlangsung dengan baik dan bermakna serta
menyenangkan bagi anak. Fungsi-fungsi tersebut adalah (Badru,
2012):
a. Menciptakan situasi bermain (belajar) yang menyenangkan bagi
anak dalam proses pemberian perangsangan indikator kemampuan
anak. Sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa
kegiatan bermain itu ada yang menggunakan alat, ada pula yang
tidak menggunakan alat. Khusus dalam permainan yang
menggunakan alat, dengan penggunaan alat-alat permainan
tersebut anak-anak tampak sangat menikmati kegiatan belajar
karena banyak hal yang mereka peroleh melalui kegiatan belajar
tersebut.
16
b. Menumbuhkan rasa percaya diri dan membentuk citra diri anak
yang positif. Dalam suasana yang menyenangkan, anak akan
mencoba melakukan berbagai kegiatan yang mereka sukai dengan
cara menggali dan menemukan sesuai yang ingin mereka ketahui.
Kondisi tersebut sangat mendukung anak dalam mengembangkan
rasa percaya diri mereka dalam melakukan kegiatan. Alat
permainan edukatif memiliki fungsi yang sangat strategis sebagai
bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan anak dalam melakukan
kegiatan- kegiatannya sehingga rasa percaya diri dan citra diri
berkembang secara wajar. Pada kegiatan anak memainkan suatu alat
permainan dengan tingkat kesulitan tertentu misalnya menyusun balok-
balok menjadi suatu bentuk bangunan tertentu, pada saat tersebut ada
suatu proses yang dilalui anak sehingga anak mengalami suatu kepuasaan
setelah melampaui suatu tahap kesulitan tertentu yang terdapat dalam alat
permainan tersebut. Proses-proses seperti itu akan dapat mengembangkan
rasa percaya secara wajar dimana anak merasakan bahwa tiada suatu
kesulitan yang tidak ditemukan penyelesaiannya.
c. Memberikan stimulus dalam pembentukan perilaku dan
pengembangan kemampuan dasar. Pembentukan perilaku melalui
pembiasaan dan pengembangan kemampuan dasar merupakan
fokus pengembangan pada anak usia usia dini. Alat permainan
edukatif dirancang dan dikembangkan untuk memfasilitasi kedua
aspek pengembangan tersebut. Sebagai contoh pengembangan alat
permainan dalam bentuk boneka tangan akan dapat mengembangan
kemampuan berbahasa anak karena ada dialog dari tokoh-tokoh
yang diperankan boneka tersebut, anak memperoleh pengetahuan
tentang berbagai hal yang disampaikan melalui tokoh-tokoh
boneka tersebut, dan pada saat yang sama anak-anak memperoleh
pelajaran berharga mengenai karakteristik dan sifat yang dimiliki
oleh para tokok yang disimbolkan oleh boneka-boneka tersebut.
d. Memberikan kesempatan anak bersosialisasi, berkomunikasi
dengan teman sebaya. Alat permainan edukatif berfungsi
memfasilitasi anak-anak mengembangkan hubungan yang
harmonis dan komunikatif dengan lingkungan disekitar misalnya
dengan teman- temannya. Ada alat-alat permainan yang dapat
digunakan bersama- sama antara satu anak dengan anak yang lain
misalnya anak-anak menggunakan botol suara secara bersama
sama dengan suara yang berbeda sehingga dihasilkan suatu irama
yang merdu hasil karya anak-anak. Untuk menghasilkan suatu
irama yang merdu dengan perbedaan botol-botol suara tersebut perlu
kerjasama, komunikasi dan harmonisasi antar anak sehingga dihasilkan
suara yang merdu. Ada dua hal yang menjadi perhatian ketika anak
bermain, Pertama, bermain hendaknya tidak menyebabkan kecapaian
yang berlebihan (menambah capai), dan kesulitan yang menyakitkan.
Sebab, dalam hal seperti itu terdapat bahaya bagi fisik dan melemahkan
jasmani.
C. Konsep Teori Bermain
Bermain tidak dapat dipisahkan dari dia anak atau dengan kata lain
dunia anak adalah dunia bermain. Bermain merupakan haunl yang amat
penting bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Melalui bermain anak
akan belajar tentang dunia sekitarnya dan belajar berkomunikasi dengan
obyek, waktu, lingkungan yang berhubungan dengan orang lain. Juga
17
dengan bermain anak akan belajar menghadapi berbagai macam stres.
Aktivitas bermain merupakan suatu kegiatan yang menyenangkan bagi
anak, meskipun hal tersebut tidak menghasilkan komoditas tertentu
misalnya keuntungan financial ( uang ). Anak bebas mengekspresikan
perasaan takut, cemas, gembira, atau perasaan lainnya, sehingga dengan
memberikan kebebasan bermain orang tua mengetahui suasana hati anak.
Bermain merupakan cara ilmiah bagi seorang anak untuk mengungkapkan
konflik yang ada dalam dirinya yang pada awalnya anak belum sadar
bahwa dirinya sedang mengalami konflik ( Miller B F, 1983 ). Pengertian
lain mengenai bermain disampaikan oleh Foster dan Pearden yang
didefinisikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh seorang anak
secara sungguh- sungguh sesuai dengan keinginannya sendiri / tanpa
paksaan dari orang tua maupaun lingkungan dimana dimaksudkan semata
hanya untuk memperoleh kesenangan dan kepuasan.
Dalam melaksanakan aktivitas bermain pada anak, usia dan tingkat
perkembangan anak selalu harus dipertimbangkan, mengingat bahwa alat
permainan yang digunakan merupakan salah satu alat untuk menstimulasi
perkembanganya. Pada Masa Balita (2-5 tahun) Stimulus yang diberikan
pada anak seharusnya sudah dimulai sejak dalam kandungan, misalnya
dengan bisikan, sentuhan pada perut ibu, gizi ibu yang mencukupi, dan
menghindari pemicu stres yang mempengaruhi psikologis ibu. Setelah
lahir, stimulus langsung dilakukan pada bayi. Pada tahun pertama
kehidupan, stimulus diberikan untuk perkembangan sensori motor,
meskipun pada tahun-tahun berikutnya stimulasi ini tetap harus diberikan.
Stimulasi yang diberikan melalui aktivitas bermain bertujuan untuk
melatih dan mengevaluasi reflek-reflek fisiologis, koordinasi antara mata
dan tangan serta mata dan telinga, mencari obyek yang tidak kelihatan,
sumber asal suara, serta kepekaan perabaan. Contoh alat permainan yang
dianjurkan adalah benda yang aman untuk dimasukan kemulut, boneta
orang / binatang yang lunak, mainan yang bersuara, bola dan lain-lain.
Berdasarkan karakteristik bermain, permainan pada masa ini termasuk
permainan dengan bermain bersama teman tanpa interaksi. Pada masa ini,
anak kelihatan ingin berteman tetapi kemampuan sosialnya belum
memadai. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa anak bermain secara
spontan dan bebas, serta dapat berhenti sesukanya. Koordinasi motorik
masih kurang, sehingga sering merusak mainannya.
18
Lampiran 2 Media
19
Lampiran 3 Foto Kegiatan
20