Disusun Oleh :
dr. Andi Nur Patria
Pendamping :
dr. Mira Firdayanti
MINI PROJECT
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
mini projek yang berjudul “HUBUNGAN STUNTING TERHADAP
PRESTASI BELAJAR SISWA DI SDN 020 BALIKPAPAN BARAT”
Peneliti menyadari bahwa keberhasilan penelitian ini tidak terlepas dari
bantuan, dukungan, doa, dan kerjasama yang baik berbagai pihak. Maka pada
kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terima
kasih kepada :
Akhir kata, peneliti menyadari bahwa mini projek ini masih terdapat banyak
keterbatasan. Oleh karena itu, peneliti sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari para pembaca. Semoga mini projek ini dapat bermanfaat bagi
ii
pengembangan ilmu pengetahuan dan menjadi berkah bagi peneliti maupun
pembacanya.
Peneliti
iii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................................... 3
1.3 Tujuan ........................................................................................................................ 3
1.4 Manfaat ...................................................................................................................... 3
iv
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian ....................................................................................................... 17
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................................... 17
3.3 Populasi dan Sampel ................................................................................................. 17
3.4 Kriteria Subjek Penelitian ......................................................................................... 17
3.5 Instrumen Penelitian .................................................................................................. 18
3.6 Defini Operasional .................................................................................................... 18
3.7 Analisis Data ............................................................................................................. 19
3.8 Alur Kegiatan ............................................................................................................ 20
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Pembahasan ................................................................................................................. 26
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kurva TB/U untuk laki-laki umur 5-19 tahun WHO ........................................ 5
Gambar 2.2 Kurva TB/U untuk perempuan umur 5-19 tahun WHO.................................... 5
Gambar 2.3 Kecenderungan Prevalensi Status Gizi ............................................................. 5
Gambar 2.4 Prevalensi pendek anak umur 5-12 tahun menurut provinsi, Indonesia
2013 ....................................................................................................................................... 5
vi
DAFTAR TABEL
vii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) mengenai prevalensi anak
stunting usia 5-18 tahun di Indonesia tahun 2013 mendapatkan bahwa pada anak
laki laki, prevalensi pendek tertinggi di umur 13 tahun (40,2%), sedangkan pada
anak perempuan di umur 11 tahun (35,8%). Secara nasional prevalensi pendek
pada anak umur 5-12 tahun ialah 30,7% (12,3% sangat pendek dan 18,4%
pendek). Prevalensi sangat pendek terendah di DI Yogyakarta ialah 14,9%) dan
tertinggi di Papua sebesar 34,5%. Sebanyak 15 provinsi dengan prevalensi sangat
pendek di atas prevalensi nasional yaitu Kalimantan Tengah, Aceh, Sumatera
Selatan, Jambi, Nusa Tenggara Barat, Gorontalo, Bengkulu, Maluku, Sulawesi
Barat, Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Timur, Lampung, dan
Papua.1
Provinsi Kalimantan Timur memiliki angka prevalensi stunting yang
masih tergolong tinggi yaitu sebesar 30,6 %. Kota Balikpapan sendiri memiliki
angka prevalensi stunting sebesar 21 %. Dan Kelurahan Kariangau menduduki
angka tertinggi dibandingkan dengan kelurahan lain yang ada di Kota Balikpapan
yaitu sebesar 11,6%.1,45
Stunting menggambarkan keadaan kurang gizi yang kronis dimana
pasokan nutrisi yang diperlukan tubuh termasuk otak berkurang. Hal ini
menyebabkan perkembangan otak tidak optimal, sehingga dapat berpengaruh
pada perkembangan kognitif anak, performance di sekolah, dan kemampuan
belajarnya, yang akibatnya berpengaruh pada prestasi belajar anak di sekolah.10
Prestasi belajar adalah penilaian hasil usaha kegiatan belajar yang
dinyatakan dalam bentuk simbol, angka, huruf, maupun kalimat yang dapat
mencerminkan hasil yang sudah dicapai oleh setiap anak dalam periode tertentu.
Prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar,
karena kegiatan belajar merupakan proses, sedangkan prestasi merupakan hasil
dari proses belajar. Prestasi belajar anak sekolah dapat diketahui setelah
diadakannya evaluasi. Hasil evaluasi dapat memperlihatkan tinggi atau rendahnya
prestasi belajar siswa.11
2
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut dapat dirumuskan masalah yaitu :
Bagaimanakah hubungan stunting dengan prestasi siswa kelas 5 di SDN
020 Balikpapan Barat?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui hubungan stunting terhadap prestasi belajar pada siswa kelas 5
SDN 020 Balikpapan Barat.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mengetahui data karakteristik siswa kelas 5 di SDN 020
Balikpapan Barat berupa tanggal lahir, jenis kelamin, dan tinggi badan
1.3.2.2 Mengetahui prestasi belajar siswa kelas 5 SDN 020 Balikpapan
Barat
1.3.2.3 Mengetahui hubungan stunting terhadap prestasi belajar siswa
kelas 5 di SDN 020 Balikpapan Barat
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat bagi peneliti
Sebagai sarana mengaplikasikan ilmu-ilmu kedokteran, meningkatkan
pengalaman dan keterampilan peneliti dalam kemampuan menganalisis dan
pemecahan masalah terutama dalam pengetahuan hubungan stunting terhadap
perstasi belajar siswa SD.
1.4.2 Manfaat bagi puskesmas
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi informasi tambahan bagi
Puskesmas Kariangau dalam mendata prevalensi stunting dan hubungannya
terhadap prestasi belajar siswa di SD 020 Balikpapan Barat.
1.4.3 Manfaat bagi masyarakat
Dari penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan masyarakat
dan menjadi bahan pertimbangkan agar dapat memperbaiki asupan nutrisi pada
1000 hari pertama kehidupan anak.
3
1.4.4 Manfaat bagi sekolah
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan sekolah agar lebih
memperhatikan siswa-siswi yang mengalami masalah kekurangan gizi dan lebih
waspada dalam menghadapi masalah-masalah gizi.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Stunting
2.1.1 Definisi
Stunting adalah kegagalan untuk mencapai pertumbuhan yang optimal,
diukur berdasarkan TB/U (tinggi badan menurut umur). Stunting atau malnutrisi
kronik merupakan bentuk lain dari kegagalan pertumbuhan.1
Gizi kurang merupakan hasil dari ketidak seimbangan faktor-faktor
pertumbuhan (faktor internal dan eksternal). Gizi kurang dapat terjadi selama
beberapa periode pertumbuhan, seperti masa kehamilan, masa perinatal, masa
menyusui, bayi dan masa pertumbuhan (masa anak). Hal ini juga bisa disebabkan
karena defisiensi dari berbagai zat gizi, misalnya mikronutrien, protein atau
energi.1
Stunting menggambarkan kegagalan pertumbuhan yang terakumulasi sejak
sebelum dan sesudah kelahiran yang diakibatkan oleh tidak tercukupinya asupan
zat gizi.13 Stunting atau pendek merupakan kegagalan pertumbuhan linier dengan
defisit dalam panjang badan menurut umur <-2 z-skor berdasarkan rujukan baku
pertumbuhan World Health Organization. Stunting adalah sebuah proses yang
dapat mempengaruhi perkembangan anak dari tahap awal konsepsi sampai tahun
ketiga atau keempat kehidupan, dimana gizi ibu dan
anak merupakan penentu penting pertumbuhan. Kegagalan memenuhi persyaratan
mikronutrien, lingkungan yang tidak mendukung dan penyediaan perawatan yang
tidak adekuat merupakan faktor yang bertanggungjawab dan mempengaruhi
kondisi pertumbuhan hampir 200 juta anak dibawah umur 5 tahun.14
5
Gambar 2.1 Kurva TB/U untuk laki-laki umur 5-19 tahun versi WHO
Gambar 2.2 Kurva TB/U untuk perempuan umur 5-19 tahun versi WHO
2.1.2 Epidemiologi
Menurut data Riskesdas, prevalensi pendek secara nasional pada balita
adalah 37,2% yang terdiri dari sangat pendek sebesar 18% dan pendek 19,2%.
Terdapat 20 provinsi dengan prevalensi diatas nasional (37,2%) dengan yang
tertinggi terdapat di Nusa Tenggara Timur, terendah di Jambi, dan Sumatera Utara
menempati urutan ke – 8 tertinggi.1
6
Gambar 2.3 Kecenderungan prevalensi status gizi TB/U < -2 SD
menurut provinsi, Indonesia 2007, 2010, dan 2013
7
antropometri yang menggambarkan pertumbuhan skeletal. Dalam keadaan
normal, tinggi badan tumbuh seiring pertambahan umur. Indeks TB/U
menggambarkan status gizi masa lampau serta erat kaitannya dengan sosial
ekonomi.2
Indikator TB/U memberikan indikasi masalah gizi yang sifatnya kronik
sebagai akibat dari keadaan berlangsung lama, misalnya kemiskinan, perilaku
hidup sehat dan pola asuh/pemberian makanan yang kurang baik dari sejak anak
dilahirkan yang mengakibatkan anak menjadi pendek.3
Kategori dan ambang batas penilaian status gizi berdasarkan indikator
tinggi badan menurut umur (TB/U) atau panjang badan menurut umur (PB/U)
disajikan pada tabel berikut:
8
complementary foods. Praktik pemberian makanan yang tidak memadai,
meliputi pemberian makan yang jarang, pemberian makan yang tidak adekuat
selama dan setelah sakit, konsistensi pangan yang terlalu ringan, kuantitas
pangan yang tidak mencukupi, pemberian makan yang tidak berespon.15
Bukti menunjukkan keragaman diet yang lebih bervariasi dan konsumsi
makanan dari sumber hewani terkait dengan perbaikan pertumbuhan linear.
Analisis terbaru menunjukkan bahwa rumah tangga yang menerapkan diet
yang beragam, termasuk diet yang diperkaya nutrisi pelengkap, akan
meningkatkan asupan gizi dan mengurangi risiko stunting.15
2) Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat
kurang dari 2500 gram, tanpa memandang usia kehamilan. Bayi yang lahir
dengan BBLR tergolong bayi dengan resiko tinggi, karena angka kesakitan
dan kematiannya tinggi. Oleh karena itu pencegahan BBLR adalah sangat
penting, dengan pemeriksaan prenatal yang baik dan memerhatikan kebutuhan
gizi ibu. Dikatakan bahwa bayi yang lahir dengan BBLR kurang baik karena
pada bayi BBLR telah terjadi retardasi pertumbuhan sejak di dalam
kandungan, lebih-lebih jika tidak mendapat nutrisi yang baik setelah lahir.4
3) Penyakit Infeksi
Scrimshaw et.al, (1959) menyatakan bahwa ada hubungan yang sangat
erat antara infeksi (bakteri, virus dan parasit) dengan malnutrisi. Mereka
menekankan interaksi yang sinergis antara malnutrisi dengan penyakit infeksi,
dan juga infeksi akan mempengaruhi status gizi dan mempercepat malnutrisi.2
Beberapa contoh infeksi yang sering dialami yaitu infeksi enterik seperti
diare, enteropati, dan cacing, dapat juga disebabkan oleh infeksi pernafasan
(ISPA), malaria, berkurangnya nafsu makan akibat serangan infeksi, dan
inflamasi.10
4) Pendapatan Keluarga
Pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan kualitas dan
kuantitas makanan, antara pendapatan dan gizi sangat erat kaitannya dalam
pemenuhan makanan kebutuhan hidup keluarga, makin tinggi daya beli
9
keluarga makin banyak makanan yang dikonsumsi dan semakin baik pula
kualitas makanan yang dikonsumsi. Disini terlihat jelas bahwa pendapatan
rendah akan menghalangi perbaikan gizi dan dapat menimbulkan kekurangan
gizi.5
5) Pola Asuh
Pola asuh yang baik pada anak balita dapat dilihat pada praktek pemberian
makanan yang bertujuan untuk mendapatkan zat-zat gizi yang cukup bagi
pertumbuhan fisik dan mental anak. Zat gizi juga berperan dalam memelihara
dan memulihkan kesehatan anak dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari.
Aspek gizi juga mempunyai dampak terhadap tumbuh kembang dan
kecerdasan anak yang ditentukan sejak bayi, bahkan dalam kandungan.6
6) Sanitasi Lingkungan
Rumah tangga yang memiliki sanitasi layak menurut Susenas adalah
apabila fasilitas sanitasi yang digunakan memenuhi syarat kesehatan, antara
lain dilengkapi dengan jenis kloset leher angsa atau plengsengan dengan tutup
dan memiliki tempat pembuangan akhir tinja tangki (septic tank) atau Sistem
Pembuangan Air Limbah (SPAL), dan merupakan fasilitas buang air besar
yang digunakan sendiri atau bersama. Persentase rumah tangga yang memiliki
akses sanitasi layak di Indonesia tahun 2017 adalah 67,89%. Provinsi dengan
persentase tertinggi adalah DKI Jakarta (91,13%), sedangkan persentase
terendah adalah Papua (33,06%).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Maya, Proporsi stunting pada
keluarga dengan sumber air yang tidak terlindung sebesar 39,1% lebih besar
dibandingkan proporsi stunting pada keluarga dengan sumber air yang
terlindung. Demikian juga proporsi stunting pada keluarga dengan sumber air
minum yang tidak terlindung lebih besar 37,9% dibandingkan keluarga
dengan sumber air minum terlindung 33,9%. Proporsi stunting pada keluarga
yang menggunakan fasilitas buang air besar dan tempat pembuangan akhir
kotoran yang tidak layak ditemukan berkisar 36%.46
10
2.1.5 Consequences
Stunting memiliki dampak pada kehidupan balita, WHO
mengklasifikasikan menjadi dampak jangka pendek dan dampak jangka panjang.7
a) Concurrent problems & short-term consequences atau dampak jangka pendek
Sisi kesehatan : angka kesakitan dan angka kematian meningkat
Sisi perkembangan : penurunan fungsi kognitif, motorik, dan
perkembangan bahasa
Sisi ekonomi : peningkatan health expenditure, peningkatan pembiayaan
perawatan anak yang sakit
11
kebiasaan dan keterampilan serta sikap setelah mengikuti proses pembelajaran
yang dapat dibuktikan dengan hasil tes. Prestasi belajar merupakan suatu hal yang
dibutuhkan siswa untuk mengetahui kemampuan yang diperolehnya dari suatu
kegiatan yang disebut belajar.16
12
c) Ranah Psikomotorik, berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan
kemampuan bertindak. Pengukuran ranah psokomotorik dilakukan
terhadap hasil-hasil belajar yang berupa penampilan.
13
kemampuan daya tangkap anak dalam mengikuti pelajaran di sekolah dan akan
memengaruhi prestasi belajarnya.18
14
2.4 Kerangka Teori
- Asupan Makanan
- Penyakit Infeksi
- BBLR
- Pendapatan keluarga
- Sanitasi Lingkungan
- Pola Asuh
PRESTASI BELAJAR
Mempengaruhi
15
2.5 Kerangka Konsep
Karakteristik :
- Usia (tanggal
lahir) --------------------------
- Jenis Kelamin
- Tinggi Badan
Keterangan :
= Variabel yang dicari hubungannya
------- = Variabel yang tidak dicari hubungannya
2.6 Hipotesis
Dari rumusan masalah yang telah dibuat, dapat diambil hipotesis sebagai berikut :
16
BAB III
METODE PENELITIAN
17
3.5 Instrumen Penelitian
Intrumen penelitian yang digunakan adalah pengukur tinggi badan
/ microtoise dan kurva WHO (height for age, 5 to 19 years)
1. Usia
Definisi : Usia yang diukur dengan mengurangi jumlah tahun lahir
dengan tahun saat ini.
Cara ukur : Mengurangi jumlah tahun lahir dengan tahun sekarang.
Alat ukur : Raport siswa atau dokumen lain yang mendukung.
Hasil ukur : 1) 10 tahun. 2) 11 tahun.
Skala : Ordinal.
2. Jenis Kelamin
Definisi : Tanda fisik yang teridentifikasi pada subjek dan dibawa
sejak lahir Cara ukur : Melihat raport siswa.
Alat ukur : Raport siswa atau dokumen lain yang mendukung.
Hasil ukur : 1) Laki-laki. 2) Perempuan.
Skala : Nominal.
3. Tinggi Badan
Definisi : Ukuran posisi tubuh berdiri (vertical) dengan kaki
menempel pada lantai, posisi kepala dan leher tegak,
pandangan lurus ke depan, dada dibusungkan, perut
datar.
Cara ukur : Pengukuran dengan menggunakan pengukur tinggi
badan.
Alat ukur : Microtoise.
Hasil ukur : Dinyatakan dalam sentimeter (cm).
Skala : Numerik.
18
4. Stunting
Definisi : Indeks pengukuran panjang badan dibanding umur
(PB/U) atau atau tinggi badan dibanding umur (TB/U)
jika berada pada ambang batas (z-score) kurang dari -2
SD atau dibawah persentil 3.
Cara ukur : Mengukur tinggi badan badan kemudian cocokan
berdasarkan nilai Z-score tinggi badan menurut umur
(TB/U) pada kurva WHO.
Alat ukur : Microtoise dan kurva WHO.
Hasil ukur : 1) Z-score ≥-3,0 s/d < -2,0 = Pendek (stunting), 2) Z-
score ≥ -2,0 = Tidak Stunting.
Skala : Ordinal/numerik.
5. Prestasi Belajar
Definisi : Ketercapaian peserta didik yang dinyatakan dalam
hitungan angka, merupakan kumpulan sebuah penilaian
panjang dalam proses belajar mengajar yang diberikan
oleh guru dalam periode tertentu.
Cara ukur : Rekapitulasi nilai rapor untuk nilai rata-rata semua
pelajaran dari kelas 4 semester 1 hingga kelas 5 semester
1.
Alat ukur : Raport siswa.
Hasil ukur : 1) Kurang = < 75, 2) Cukup = 75-85, 3) Baik > 85 .
Skala : Ordinal/ Numerik.
19
data yang tidak berdistribusi tidak normal akan ditampilkan dalam bentuk
nilai median atau nilai tengah. Data univariat kategorik ditampilkan dalam
bentuk nilai proporsi (Sastroasmoro dan Ismael, 2012).
Analisis bivariat bertujuan untuk menganalisis hubungan antara
variabel bebas (Stunting) dengan variabel terikat (Prestasi Belajar). Uji
analisis bivariat akan disajikan dalam tabel 3.1 dibawah ini.
Tabel 3.1 Uji Variabel Bivariat
Variabel Bebas Variabel Alternatif 1 Alternatif 2
Terikat
Stunting Prestasi Belajar Chi-Square Fisher
(Kategorik) (Kategorik)
Sumber: Sastroasmoro dan Ismael,2012
20
BAB IV
HASIL PENELITIAN
21
Menurut data yang didapatkan dari penelitian ini, jumlah jumlah
usia terbanyak dari subjek penelitian adalah usia 10 tahun (60%),
sedangkan usia 11 tahun (40%).
Pada tabel 4.3 diperoleh nilai tengah usia subjek penelitian adalah
10 tahun, dan rerata tinggi badan 138,3 ± 9,8 cm.
22
Tabel 4.4 Sebaran Subjek Penelitian Berdasarkan Stunting dan
Prestasi Belajar
Variabel Frekuensi
Penelitian N %
Stunting
Tidak Stunting 36 90
Stunting 4 10
Prestasi Belajar
Kurang 4 10
Cukup 33 82,5
Baik 3 7,5
23
Tabel 4.6 Hubungan Stunting Terhadap Prestasi Belajar
Tabel 4.6 di atas merupakan tabel 3x3 hasil uji hipotesis dengan
menggunakan uji chi-square. Pada uji tersebut didapatkan 4 sel dengan
frekuensi nol sehingga tidak memenuhi syarat uji chi-square, untuk itu
peneliti melakukan penggabungan sel sebagai alternatif uji chi-square.
Tabel 4.7 merupakan hasil uji chi-square hubungan stunting terhadap
prestasi belajar setelah dilakukan penggabungan sel. Kelompok tingkat
prestasi belajar yang cukup digabungkan dengan kelompok tingkat prestasi
yang baik. Berdasarkan tabel tersebut didapatkan didapatkan lebih dari
20% sel mempunyai nilai expected count yang kurang dari lima sehingga
tabel 3x3 ini tidak memenuhi kriteria Chi-square. Peneliti kemudian
menggunakan uji alternatif Fisher sehingga didapatkan nilai p=0,355.
Berdasarkan uji Fisher yang dilakukan tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara stunting dan prestasi belajar (p>0,05).
Tabel 4.7 Hubungan Stunting Terhadap Prestasi Belajar
Setelah Penggabungan Sel
Prestasi Belajar
Kurang Cukup - Baik Total Nilai p
N % N %
Stunting Stunting 1 25 3 75 4 0,355
Tidak Stunting 3 8,3 33 91,6 36
Total 4 10 36 90 40
F: uji Fisher
24
Hasil uji menunjukkan bahwa subjek penelitian dengan stunting
memiliki prestasi belajar yang cukup-baik (3 orang) dibandingkan subjek
penelitian yang yang tidak stunting (33 orang).
25
BAB V
PEMBAHASAN
26
prestasi belajar siswa Sekolah Dasar Negeri 063 di Pesisir Sungai Siak
Kecamatan Rumbai Pesisir Kota Pekanbaru berjumlah 93 siswa. Hasil uji
statistik menggunakan uji chi-square menunjukkan tidak terdapat
hubungan status gizi dengan prestasi belajar anak (P=0,771).19 Demikian
pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Nirmala et al mengenai
hubungan status stunting dan prestasi belajar pada siswa siswi kelas 4, 5,
dan 6, di SD Negeri 1 Mawasangka Kecamatan Mawasangka Kabupaten
Buton Tengah, dengan jumlah sampel 36 anak stunting dari 98 anak. Hasil
uji statistik dengan menggunakan uji Mann Whitney mendapatkan nilai
P=0,694 (tingkat kepercayaan 95%) yang menunjukkan bahwa tidak
terdapat hubungan bermakna antara status stunting dan prestasi belajar.20
Prestasi belajar yang baik tidak hanya dicapai dengan asupan gizi
yang optimal tetapi terdapat hal-hal lain yang dapat memengaruhi prestasi
belajar di antaranya, motivasi belajar siswa, konsentrasi belajar siswa,
pendekatan dan perhatian orang tua terhadap anak yang dapat membentuk
mental dan karakter dari anak, minat belajar anak dan lingkungan dimana
anak ini tumbuh dan berkembang.23
Ada hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan ibu
dengan kejadian stunting. Hasil ini diperoleh dari penelitian yang
dilakukan di wilayah Puskesmas Cempaka, Banjarbaru, Kalimantan
Selatan. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang
bermakna antara tingkat pendidikan ibu dengan kejadian stunting pada
anak.25 Tingkat pendidikan memiliki pengaruh terhadap kesehatan, salah
satunya adalah status gizi. Individu yang memiliki tingkat pendidikan
tinggi memiliki kemungkinan lebih besar mengetahui pola hidup sehat dan
cara menjaga tubuh tetap bugar yang tercermin dari penerapan pola hidup
sehat seperti konsumsi diet bergizi. Selain itu, tingkat pendidikan juga
berhubungan dengan pendapatan, dimana tingkat pendapatan cenderung
meningkat seiring peningkatan tingkat pendidikan. Pendapatan yang cukup
memungkinkan untuk hidup dengan kualitas yang lebih baik.34 Status
ekonomi rendah dianggap memiliki pengaruh yang dominan terhadap
27
kejadian kurus dan pendek pada anak. Orang tua dengan pendapatan
keluarga yang memadai akan memiliki kemampuan untuk menyediakan
semua kebutuhan primer dan sekunder anak. Keluarga dengan status
ekonomi yang baik juga memiliki akses pelayanan kesehatan yang lebih
baik.35 Anak pada keluarga dengan status ekonomi rendah cenderung
mengkonsumsi makanan dalam segi kuantitas, kualitas, serta variasi yang
kurang. Status ekonomi yang tinggi membuat seseorang memilih dan
membeli makanan yang bergizi dan bervariasi.36
Analisis data menyimpulkan bahwa antara jumlah anggota rumah
tangga dengan kejadian stunting tidak memiliki hubungan yang signifikan.
Penelitian yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Kedungbanteng
Banyumas juga menemukan bahwa jumlah anggota keluarga tidak
memilki hubungan yang signifikan dengan kejadian stunting pada anak
batita.37 Hal ini disebabkan status gizi memiliki banyak faktor, tidak hanya
dipengaruhi oleh jumlah anggota rumah tangga. Status gizi juga
dipengaruhi oleh dukungan keluarga dalam pemberian makanan bergizi
dan status sosial ekonomi keluarga.35 Jumlah anggota rumah tangga tidak
menjamin secara mutlak status gizi anggotanya. Jumlah anggota rumah
tangga yang banyak apabila diimbangi dengan asupan nutrien yang cukup
akan menurunkan risiko stunting.38
Terdapat hubungan yang bermakna antara rerata durasi penyakit
infeksi (ISPA atau diare) dengan kejadian stunting. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan di Desa Kopandakan Kecamatan Kotamobagu
Selatan yang mendapatkan bahwa rerata durasi sakit saat balita > 3 hari
per episode sakit memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian
stunting pada anak SD.26 Penelitian di Malawi menemukan bahwa
peningkatan durasi diare dan ISPA berhubungan dengan penurunan status
gizi anak. Peningkatan durasi diare berhubungan dengan penurunan indeks
TB/U. Peningkatan durasi diare, demam, dan ISPA juga berhubungan
dengan parameter gizi lain, yaitu penurunan indeks BB/U. Hambatan
pertumbuhan yang disebabkan oleh diare berhubungan dengan gangguan
28
absorpsi nutrien selama dan setelah episode diare. Hambatan pertumbuhan
yang disebabkan oleh ISPA berhubungan dengan peningkatan kebutuhan
metabolik dan gangguan intake makanan selama periode penyakit.33 Hasil
yang berbeda didapatkan dari penelitian yang dilakukan di wilayah kerja
Puskesmas Gilingan, Surakarta yang menyatakan bahwa frekuensi
penyakit infeksi (ISPA dan diare) tidak memiliki hubungan yang
signifikan dengan kejadian stunting pada anak usia 12-48 bulan.27 Hal ini
disebabkan stunting tidak hanya dipengaruhi oleh frekuensi penyakit
infeksi, tetapi juga dipengaruhi oleh durasi penyakit infeksi dan asupan
nutrien selama episode penyakit infeksi tersebut.28
Berat badan lahir memiliki hubungan yang bermakna dengan
kejadian stunting. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di
wilayah kerja Puskesmas Sungai Karias, Kabupaten Hulu Sungai Utara,
Provinsi Kalimantan Selatan yang menyimpulkan bahwa faktor Berat
Badan Lahir Rendah (BBLR) merupakan faktor risiko yang paling
dominan terhadap kejadian stunting pada anak baduta.29 Karakteristik bayi
saat lahir (BBLR atau BBL normal) merupakan hal yang menentukan
pertumbuhan anak. Anak dengan riwayat BBLR mengalami pertumbuhan
linear yang lebih lambat dibandingkan Anak dengan riwayat BBL
normal.30
Status pemberian ASI eksklusif tidak mimiliki hubungan yang
signifikan dengan kejadian stunting. Penelitian yang dilakukan di Desa
Menduran, Kecamatan Brati, Kabupaten Grobogan, Provinsi Jawa Tengah
mendapatkan hasil dimana status pemberian ASI eksklusif bukan faktor
risiko stunting pada anak usia 1-3 tahun.39 Hal ini disebabkan oleh
keadaan stunting tidak hanya ditentukan oleh faktor status pemberian ASI
eksklusif, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor lain seperti: kualitas
Makanan Pendamping ASI (MP-ASI), kecukupan asupan gizi yang
diberikan kepada anak setiap hari, serta status kesehatan bayi.40
Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status imunisasi
dasar dengan kejadian stunting. Penelitian yang dilakukan di wilayah kerja
29
Puskesmas Siloam Tamako, Kabupaten Kepulauan Sangihe, Provinsi
Sulawesi Utara juga mendapatkan tidak ada hubungan yang signifikan
antara status imunisasi dasar dengan kejadian stunting pada pada anak
TK.41 Anak yang tidak diberikan imunisasi dasar yang lengkap tidak serta-
merta menderita penyakit infeksi. Imunitas anak dipengaruhi oleh faktor
lain seperti status gizi dan keberadaan patogen. Ada istilah “herd
immunity” atau “kekebalan komunitas” dalam imunisasi, yaitu individu
yang tidak mendapatkan program imunisasi menjadi terlindungi karena
sebagian besar individu lain dalam kelompok tersebut kebal terhadap
penyakit setelah mendapat imunisasi.42
Hubungan antara tingkat asupan energi dengan kejadian stunting
secara statistik bermakna. Hal ini diperoleh pada penelitian yang dilakukan
di Kelurahan Kejawan Putih Tambak, Kecamatan Mulyorejo, Kota
Surabaya, yaitu terdapat perbedaan tingkat kecukupan asupan energi yang
signifikan antara balita stunting dan non stunting.31
30
BAB VI
6.1 Kesimpulan
1. Berdasarkan penelitian didapatkan karakteristik subjek sebagian besar
berusia 10 tahun dengan jumlah jenis kelamin sama laki-laki dan
perempuan. Pada penelitian ini juga didapatkan sebagian besar subjek
tidak stunting dengan nilai rerata tinggi badan 138,3 ± 9,8.
2. Siswa SD kelas 5 di SD 020 Balikpapan Barat sebagian besar tidak
stunting dengan jumlah sebanyak 36 siswa (90%) dan memiliki tingkat
prestasi belajar bervariasi. Sebanyak 33 siswa (91,6%) memiliki
prestasi belajar cukup-baik dan 3 siswa (8,3%) memiliki prestasi
belajar kurang.
3. Terdapat 4 siswa (10%) di kelas 5 SD 020 Balikpapan Barat yang
tergolong stunting. Diantaranya 3 siswa (75%) memiliki prestasi
belajar cukup-baik dan 1 siswa (25%) memiliki prestasi belajar kurang.
4. Tidak terdapat hubungan komparatif yang signifikan antara stunting
terhadap prestasi belajar.
6.2 Saran
1. Bagi Puskesmas
Meningkatkan pemberian informasi dan penyuluhan tentang stunting,
terutama untuk ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Kariangau
Balikpapan.
2. Bagi Tenaga Kesehatan
Diharapkan agar tenaga kesehatan terutama bagian gizi dan KIA dapat
lebih meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang stunting dan
31
pentingnya asupan gizi pada masa 1000 hari kehidupan yaitu mulai dari
janin berada dalam kandungan sampai anak tersebut berusia 2 tahun.
3. Bagi Masyarakat
Diharapkan agar masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan mengenai
stunting, terutama pencegahannya dengan cara mengikuti penyuluhan atau
melalui media cetak dan elektronik sehingga dapat menurunkan angka
stunting pada anak di Indonesia.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan agar peneliti selanjutnya mengembangkan penelitian ini
dengan populasi yang lebih besar. Selain itu menambahkan indicator
lainnya seperti riwayat tinggi badan kedua orang tua, data panjang badan
lahir, dan berat badan lahir subjek penelitian.
32
DAFTAR PUSTAKA
33
11. Ridwan. Kegiatan belajar terhadap prestasi yang dicapai. 2008. (online).
Available from: http://ridwan202.wordpress. com 20080423kegiatan-
belajar–danprestasi.html diakses 20 Mei 2019.
12. Picauly, Toy. Analisis Determinan dan Pengaruh Stunting Terhadap
Persati Belajar Anak Sekolah Di Kupang dan Sumba Timur, NTT. Jurnal
Gizi dan Pangan. Maret 2013.
13. Milman, Anna, Frongillo EA, de Onis M dan Hwang Jy. (2005).
Differential Improvement among countries in child Stunting Is
Associatedwith Long-TermDevelopment and Specific Interventions”. The
Journal of Nutrition. 135:1415-1422 dalam http://www.ncbi.nlm.nih.gov,
Diakses tanggal 20 Mei 2019.
14. Branca, F., M. Ferrari. 2002. Impact of Micronutrient Deficiencies on
Growth: The Stuntinh Syndrome. Annals of Nutrition & Metabolism
2002;36 (suppl):8- 17. Italy: INRAN (National Institute for Food Nutrition
Research).
15. Purwandini K, Kartasurya M. Pengaruh pemberian mikronutrient sprinkle
terhadap perkembangan motorik anak stunting usia 12-36 bulan. Journal of
Nutrition College 2013
16. Ahmad Dahlan. (2014). Definisi Prestasi Belajar dan Faktor-Faktor
Prestasi Belajar. Diakses dari laman web tanggal 20 mei 2019 dari:
http://www.eurekapendidikan.com/2015/03/definisi-prestasi-belajar-
dan-faktor.html
17. Azhar. (2012, Mei). Definisi, Pengertian dan Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Prestasi Belajar. Diakses dari laman web tanggal 21 mei
2019 dari:
https://azharm2k.wordpress.com/2012/05/09/definisi-pengertian-dan-
faktor-faktor-yang-mempengaruhi-prestasi-belajar/
18. Almatsier S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Cetakan ke-5. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
34
19. Muchlis. Hubungan status gizi dengan prestasi belajar siswa Sekolah
Dasar Negeri 063 di Pesisir Sungai Siak Kecamatan Rumbai Pesisir Kota
Pekanbaru. Jom FK. 2015
20. Syah M. Psikologi belajar. Jakarta: PT. Radjagrafindo Persada, 2007
21. Tridjaja B (2013). Short Stature (Perawakan Pendek) Diagnosis dan Tata
Laksana. Dalam: Best Practices in Pediatrics. Jakarta: Ikatan Dokter Anak
Indonesia Cabang DKI Jakarta; p:11-8
22. Wahyuni, S (2011). Hubungan Status Sosial Ekonomi Orang Tua dan
Pemanfaatan Media Belajar dengan Prestasi Belajar pada Siswa Kelas XI
SMA Batik 2 Surakarta Tahun Ajaran 2010/2011. Available from:
http://core.ac.uk/download/pdf/16507225.pdf
23. Gunawan, G et al (2018). Hubungan Stunting dengan Prestasi Belajar
Anak Sekolah Dasar di Kecamatan Tikala Manado. Jurnal e-Clinic (eCl),
Volume 6, Nomor 2.
24. Slavin, R. E. 2000. Educational Psychology:Theory and Practices. New
York: Allyn & Bocan.
25. Rahayu A, Khairiyati L. Risiko pendidikan ibu terhadap kejadian stunting
pada anak 6-23 bulan. Panel Gizi Makan; 2014
26. Ponamon NS. Hubungan antara durasi dan frekuensi sakit balita dengan
terjadinya stunting pada anak SD di Desa Kopandakan 1 Kecamatan
Kotamobagu Selatan (skripsi). Manado: Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Samratulangi; 2015.
27. Efendhi A. Hubungan kejadian stunting dengan frekuensi penyakit ISPA
dan diare pada balita usia 12-48 bulan di wilayah kerja Puskesmas
Gilingan Surakarta (skripsi). Surakarta: Universitas Muhammadiyah
Surakarta; 2015.
28. Welasasih BD, Wirjatmadi RB. Beberapa faktor yang berhubungan
dengan status gizi balita stunting. Surabaya: The Indonesian Journal of
Public Health. 2012
35
29. Rahayu A, Yulidasari F, Putri AO, Rahman F. Riwayat berat badan lahir
dengan kejadian stunting pada anak usia bawah dua tahun. Jurnal
Kesehatan Masyarakat Nasional. 2015
30. Kusharisupeni. Growth faltering pada bayi di Kabupaten Indramayu Jawa
Barat. Makara Kesehatan. 2002
31. Damayanti RA, Muniroh L, Farapti. Perbedaan tingkat kecukupan zat gizi
dan riwayat pemberian ASI eksklusif pada balita stunting dan non
stunting. Media Gizi Indonesia. 2016
32. Sulastri D. Faktor determinan kejadian stunting pada anak usia sekolah di
Kecamatan Lubuk Kilangan Kota Padang. Padang: Majalah Kedokteran
Andalas. 2012
33. Weisz A, Meuli G, Thakwalakwa C, Trehan I, Maleta K, Manary M. The
Duration of Diarrhea and Fever is 284 http://jurnal.fk.unand.ac.id Jurnal
Kesehatan Andalas. 2018; 7(2) Associated with Growth Faltering in Rural
Malawian Children Aged 6-18 Months. Nutrition Journal. 2011
34. Huang W. Understanding the effects of education on health: evidence
from China. 2015 Tersedia dari: https://scholar.harvard.edu/
weihuang/publications/understanding-effects-education-health-evidence-
china
35. Soetjiningsih. Tumbuh kembang anak. Jakarta: EGC; 1995.
36. Pipes LP. Nutrition in infancy and childhood. Missouri: Times Mirror/
Mosby College Publishing; 1985.
37. Kusumawati E, Rahardjo S, Sari HP. Model pengendalian faktor risiko
stunting pada anak usia di bawah tiga tahun. Depok: Jurnal Kesehatan
Masyarakat Nasional;2015
38. Aridiyah FO, Rohmawati N, Ririanty M. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kejadian stunting pada anak balita di wilayah pedesaan dan
perkotaan. e-Jurnal Pustaka Kesehatan. 2015
39. Vaozia S, Nuryanto. Faktor risiko kejadian stunting pada anak usia 1-3
tahun (studi di Desa Menduran Kecamatan Brati Kabupaten Grobogan).
Journal of Nutrition College. 2016
36
40. Hindrawati N, Rusdiarti. Gambaran riwayat pemberian ASI eksklusif
dengan kejadian stunting pada anak usia 6-24 bulan di Desa Arjasa
Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember. JKAKJ. 2018
41. Bentian I, Mayulu N, Rattu AJM. Faktor risiko terjadinya stunting pada
anak TK di wilayah kerja Puskesmas Siloam Tamako Kabupaten
Kepulauan Sangihe Provinsi Sulawesi Utara. Jurnal Ilmu Kesehatan
Masyarakat Unsrat. 2015
42. Kementerian Kesehatan RI. Mengenal herd immunity dalam imunisasi.
2018. Tersedia dari: http://www.depkes.go.id/ pdf.php?id=17042600003
43. Najahah, I (2014) Faktor Risiko Panjang Lahir Bayi Pendek di Ruang
Bersalin RSUD Patut Patuh Patju Kabupaten Lombok Barat. Jurnal Media
Bina Ilmu, 8 p:16–23.
44. Anisa, P. 2012. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting
pada balita usia 25-60 bulan di kelurahan kalibaru depok tahun 2012.
45. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan
RI. Riset kesehatan dasar provinsi Kalimantan Timur. Jakarta: Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia, 2009; p: 26-7
46. Maya Adiyanti. 2010. Pola asuh gizi, sanitasi lingkungan, dan
pemanfaatan posyandu dengan kejadian stunting pada baduta di Indonesia
(Analisis data riskesdas tahun 2010).
37
LAMPIRAN
38
Lampiran 2 Hasil Pengolahan Data
Statistics
pb TB
N Valid 40 40
Missing 0 0
39
Tinggi Cumulative
Badan Frequency Percent Valid Percent Percent
40
PB Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
41
87.7 1 2.5 2.5 100.0
Cases
Count
Prestasi Belajar
Stunting normal 3 33 36
stunting 1 3 4
Total 4 36 40
Chi-Square Tests
Point
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1- Probabi
Value df sided) sided) sided) lity
N of Valid Cases 40
a. 3 cells (75.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .40.
42
Lampiran 3 Dokumentasi
43