Anda di halaman 1dari 66

LITERATUR RIVIEW

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG KESEHATAN


REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKS PRA NIKAH
PADA REMAJA

Diusulkan oleh :
RAJUL DELITA
NIM : 191092084

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN PONTIANAK
JURUSAN KEBIDANAN PRODI KEBIDANAN
PROGRAM SARJANA TERAPAN
TAHUN 2020
LITERATUR RIVIEW

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG KESEHATAN


REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKS PRA NIKAH
PADA REMAJA

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar


Sarjana Terapan Kebidanan

Diusulkan oleh :
RAJUL DELITA
NIM : 1910

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN PONTIANAK
JURUSAN KEBIDANAN PRODI KEBIDANAN
PROGRAM SARJANA TERAPAN
TAHUN 2020
HALAMAN PERSETUJUAN

LITERATUR RIVIEW

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG KESEHATAN


REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKS PRA NIKAH
PADA REMAJA

Diusulkan Oleh :

RAJUL DELITA
NIM : 191092084

Telah Disetujui di Pontianak


Pada Tanggal ……………

Pembimbing Utama, Pembimbing Pendamping,

Rohuna, SKM., M. Pd Emy Yulianti, S. Kep., M. Kes


NIDN. 4016095702 NIDN. 4004127302

Ketua Program Sarjana Terapan Kebidanan

Henny Fitriani, S.S.iT., M.Keb


NIDN. 4007078401
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Rajul Delita


NIM : 191092084
Program Studi : Diploma IV Alih Jenjang
Jurusan : Kebidanan
Perguruan Tinggi : Poltekkes Kemenkes Pontianak

Menyatakan bahwa peneliti tidak melakukan kegiatan plagiat dalam penulisan


Literatur Riview yang berjudul:

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG KESEHATAN


REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKS PRA NIKAH
PADA REMAJA

Apabila suatu saat nanti terbukti peneliti melakukan tindakan plagiat, maka
peneliti bersedia menerima sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Demikian surat pernyataan ini peneliti buat dengan sebenar-benarnya.

Pontianak, 10 Juli 2020


Peneliti

Rajul Delita
NIM 191092060
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah Subhanallahu wa Ta’ala,


karena berkat rahmat dan Hidayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan
Literatur Riview dengan judul “Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Tentang
Kesehatan Reproduksi Dengan Perilaku Seks Pra Nikah Pada Remaja” dapat
terselesaikan. Literatur Riview ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Terapan Kebidanan bagi peserta didik Program Studi Sarjana Terapan
Kebidanan Politeknik Kesehatan Pontianak.

Selanjutnya ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada
Ibu Rohuna, SKM., M. Pd selaku dosen pembimbing utama danIbu Emy Yulianti S.
Kep., M. Kes selaku dosen pembimbing pendamping yang telah memberikan saran,
motivasi, perhatian serta masukan untuk peneliti. Tidak lupa peneliti ingin
mengucapkan terima kasih juga kepada :

1. Bapak Didik Haryadi, S.Gz., M.Si selaku Direktur Politeknik Kesehatan


Kemenkes Pontianak.
2. Bapak Jamiril SKM selaku Kepala Dinas Kesehatan Mempawah
3. Ibu Agustina AM selaku Kepala Puskesmas Anjungang
4. Bapak Siscodoni Kepala Desa Pak Bulu
5. Ibu Dini Fitri Damayanti, M.Kes selaku Ketua Jurusan Kebidanan Politeknik
Kesehatan Kemenkes Pontianak.
6. Bapak dan Ibu Dosen, staf pendidikan dan staf perpustakaan yang telah
membantu dalam penyusunan Proposal Skripsi ini.
7. Suami, anak-anak dan saudara-saudara tercinta yang selalu memberikan
dukungan.
8. Rekan-rekan seperjuangan Prodi DIVAlih Jenjang Jurusan Kebidanan Politeknik
Kesehatan Kemenkes Pontianak.
9. Pihak-pihak terkait yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu.
Peneliti menyadari bahwa dalam penulisan dan penyusunan Literatur Riview
ini masih banyak kekurangan untuk itu diperlukan kritik dan saran yang membangun
untuk kelengkapan Literatur Riview ini agar dapat dijadikan sebagai acuan dalam
melaksanakan penelitian.

Pontianak, Juli 2020

Peneliti
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i


HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN ...................................................................... iv
BIODATA PENELITIAN…………………………………………………. v
KATA PENGANTAR .................................................................................. vi
DAFTAR ISI ................................................................................................ viii
DAFTAR TABEL ........................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...................................................................... 1
B. Rumusan Penelitian .............................................................. 4
C. Tujuan Penelitian .................................................................. 4
D. Manafaat Penelitian .............................................................. 5
E. Keaslian Penelitian ............................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Remaja .................................................................................. 6
B. Kerangka Teori...................................................................... 17
BAB III KERANGKA KONSEPTUAL
A. Kerangka Konsep .................................................................. 18
B. Hipotesis ................................................................................ 18
C. Definisi Operasional .............................................................. 18
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian ................................................................... 20
B. Populasi dan Sampel .............................................................. 20
C. Waktu dan Tempat Penelitian................................................. 21
D. Jenis Data Penelitian ............................................................. 21
E. Teknik dan Instrumen Penelitian............................................ 21
F. Teknik Pengolahan dan Penyajian Data ................................ 21
G. Analisis.................................................................................. 23
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Remaja adalah rentangan kehidupan manusia, yang berlangsung sejak
berakhirnya masa kanak-kanak sampai awal dewasa.Oleh karena itu sering juga
disebut masa peralihan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa.Batasan
dan pengertian usia remaja yaitu sekitar 13-21 tahun. Sebagaimana halnya
tahapan perkembangan pada setiap fase, remaja pun memiliki karakteristik yang
membedakannya dengan masa-masa yang lain. Masa remaja merupakan masa
dimana seorang anak akan banyak mendapatkan pembelajaran tentang
kehidupan. Seorang anak akan sangat produktif di usia ini, tergantung orang tua,
lingkungan sekitar dan budaya yangakan mengarahkan seorang anak menjadi
seperti apa. Salah satu permasalahan yang sangat kompleks tentang remaja
adalah kenalan remaja.
Kenakalan remaja (juvenile delinquency) adalah suatu perbuatan yang
melanggar norma,aturan atau hukum dalam masyarakat yang dilakukan pada usia
remaja atau transisi masa anak-anak dan dewasa. Saat ini, hampir tidak terhitung
berapa jumlah remaja yang melakukan hal-hal negatif. Bahkan, akibat kenakalan
remaja tersebut, banyak sekali kerugian yang terjadi, baik bagi remaja itu sendiri
maupun orang-orang di sekitar mereka.
Permasalahan remaja yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi yang
semuanya berakar dari kurangnya informasi, pemahaman, dan kesadaran untuk
mencapai keadaan sehat secara reproduksi. Banyak remaja yang menunjukkan
perilaku yang positif dan berprestasi di berbagai bidang, namun, banyak juga dari
mereka yang berperilaku negatif seperti merokok, penggunaan napza, tawuran,
adanya tindakan aborsi, seks bebas yang dapat menyebabkan kehamilan yang
tidak diinginkan dan penyakit menular lainnya. Untuk itu diperlukan pemahaman
mengenai pemeliharaan kebersihan alat reproduksi, prosesproses reproduksi serta
dampak dari perilaku yang tidak bertanggung jawab seperti kehamilan yang tidak
diinginkan, aborsi, dan penyakit menular seksual lainnya yang sampai saat ini
belum dapat untuk dipecahkan (Irianti dan Herlina,2012:15)
World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa komplikasi
kehamilan seperti perdarahan, sepsis, persalinan dan aborsi yang tidak aman
adalah penyebab utama kematian pada remaja puteri usia 15-19 tahun. Sepanjang
tahun 2015 ada sebanyak 28.886 remaja puteri berusia 10-19 tahun meninggal
akibat komplikasi kehamilan, persalinan, dan nifas
Kehamilan pada remaja puteri memiliki risiko komplikasi dan kematian
lebih tinggi dibandingkan pada wanita dewasa. Menurut data WHO tahun 2014
di banyak negara berpenghasilan rendah dan menengah, sekitar 16 juta anak
perempuan berusia 15 sampai 19 tahun dan sekitar 1 juta anak perempuan di
bawah usia 15 tahun melahirkan setiap tahunnya, dan sekitar 3 juta anak
perempuan berusia 15 sampai 19 tahun mengalami aborsi yang tidak aman dan
tingkat kematian yang tinggi pada bayi yang dilahirkan.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) 2018
mengungkapkan bahwa di Indonesia angka kehamilan remaja masih tinggi yaitu
sepanjang tahun 2017 terjadi 48 dari 1000 remaja. Angka Kehamilan yang tidak
direncanakan di Kalimantan Barat mencapai 24,7%, artinya mereka hamil tidak
sengaja karana pergaulan bebas remaja (BKKBN, 2019).
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti disalah satu SMA
di Desa Pak Bulu peneliti melakukan wawancara kepada guru BK pada tahun
2019 teradapat 4 siswa putri putus sekolah kerana hamil diluar nikah, selain itu
peneliti juga banyak menjumpai anak – anak remaja pada malam hari
bergoncengan dengan berlawan jenis, di tempat yang gelap. Menurut data yang
di dapat dari Desa Pak Bulu bahwasannya pada tanggal 11-9-2019 telah terjadi
pemerkosaan terhadap anak dibawah umur yaitu anak berusia 8 tahun. Dimana
pelaku nya merupakan seorang remaja.
Berdasarkan data diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai “Hubungan Pengetahuan dan Sikap Tentang Kesehatan Reproduksi
Dengan Prilaku Seks Pra Nikah Pada Remaja”.
B. Ruang lingkup Penelitian
Ruang lingkup keilmuan dalam penelitian ini adalah mengenai “Hubungan
Pengetahuan dan Sikap Tentang Kesehatan Reproduksi Dengan Prilaku Seks Pra
Nikah Pada Remaja”

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakanag masalah diatas, maka rumusan masalah dari
penelitian ini adalah “Apakah Terdapat Hubungan Pengetahuan dan Sikap
Tentang Kesehatan Reproduksi Dengan Prilaku Seks Pra Nikah Pada Remaja?”

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah memperoleh pemahaman yang
lebih baik apakah terdapat hubungan pengetahuan dan sikap tentang kesehatan
reproduksi dengan prilaku seks pra nikah pada remaja.
2. Tujuan Khusus
a Untuk menganalisis hubungan Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi
dengan prilaku seks pra nikah pada remaja.
b Untuk meganalisis hubungan sikap tentang kesehatan reproduksi dengan
prilaku seks pra nikah pada remaja.

E. Manfaat Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini adalah:
a SecaraTeoritis
Hasil Penelitian ini di harapkan dapat menjadi bahan informasi dan
dapat di jadikan bahan pertimbangan dalam memperkaya teori pendidikan
khususnya tentang kesehatan reproduksi dan seks pra nikah pada remaja dan
upanya apa saja yang sudah dilakukan orang tua untuk mengatasi Kenakalan
Remaja dan upaya apa saja yang sudah dilakukan Pihak Kelurahan untuk
mengatasi Kenakalan Remaja di Desa Pak Bulu Kecamatan Anjongan
Kabupaten Mempawah.
b SecaraPraktis
Hasil penelitian di harapkan dapat menjadi masukan bagi orang tua,
perangkat agama, perangkat desa dan remaja untuk mengetahui Faktor-faktor
Penyebab Kenakalan Remaja dan upanya apa saja yang sudah dilakukan orang
tua untuk mengatasi Kenakalan Remaja dan upaya apa saja yang sudah
dilakukan Pihak Kelurahan, Desa.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Tinjuan Teori
1. Pengetahuan
1) Pengertian Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2014:27) pengetahuan adalah hasil
penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui
indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan
sendirinya pada waktu penginderaan sehingga menghasilkan pengetahuan
tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap
objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera
pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (mata). Pengetahuan
seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkatan yang
berbeda-beda.
Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah
orang mengadakan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan terhadap objek terjadi melalui panca indera manusia yakni
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba dengan sendiri. Pada
waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat
dipengaruhi oleh intensitas perhatian persepsi terhadap obyek. Sebagian
besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Wawan,
2011:11).
2) Cara Memperoleh Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2012:10-18) dari berbagai macam cara yang
telah digunakan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang
sejarah, dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu:
3) Cara memperoleh kebenaran nonilmiah
Cara kuno atau tradisional ini dipakai orang untuk memperoleh
kebenaran pengetahuan, sebelum dikemukakannya metode ilmiah atau
metode penemuan secara sistematik dan logis adalah dengan cara nonilmiah,
tanpa melalui penelitian. Cara-cara penemuan pengetahuan pada periode ini
antara lain meliputi:
1) Cara coba salah (Trial and Error)
Cara memperoleh kebenaran non ilmiah, yang pernah digunakan
oleh manusia dalam memperoleh pengetahuan adalah melalui cara coba-
coba atau dengan kata yang lebih dikenal “trial and error”. Cara ini telah
dipakai orang sebelum adanya kebudayaan, bahkan mungkin sebelum
adanya peradaban. Pada waktu itu seseorang apabila menghadapi
persoalan atau masalah, upaya pemecahannya dilakukan dengan coba-
coba. Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan beberapa
kemungkinan dalam memecahkan masalah, dan apabila kemungkinan
tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan yang lain. Apabila
kemungkinan kedua ini gagal pula, maka dicoba lagi dengan
kemungkinan ketiga dan seterusnya, sampai masalah tersebut dapat
terpecahkan.
2) Secara kebetulan
Penemuan kebenaran secara kebetulan terjadi karena tidak
disengaja oleh orang yang bersangkutan.
3) Cara kekuasaan atau otoritas
Dalam kehidupan manusia sehari-hari, banyak sekali kebiasaan-
kebiasaan dan tradisi-tradisi yang dilakukan oleh orang, tanpa melalui
penalaran apakah yang dilakukan tersebut baik atau tidak. Kebiasaan-
kebiasaan ini biasanya diwariskan turun temurun dari generasi ke generasi
berikutnya.
4) Berdasarkan pengalaman pribadi
Pengalaman adalah guru yang baik, demikian bunyi pepatah.
Pepatah ini mengandung maksud bahwa pengalaman itu merupakan
sumber pengetahuan, atau pengalaman itu merupakan suatu cara untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu pengalaman pribadi
pun dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan. Hal ini
dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh
dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa lalu. Apabila
dengan cara yang digunakan tersebut orang dapat memecahkan masalah
yang dihadapi, maka untuk memecahkan masalah lain yang sama, orang
dapat pula menggunakan atau merujuk cara tersebut. Tetapi bila ia gagal
menggunakan cara tersebut, ia tidak akan mengulangi cara itu, dan
berusaha untuk mencari cara yang lain, sehingga berhasil
memecahkannya.
5) Cara akal sehat (common sense)
Akal sehat atau common sense kadang-kadang dapat menemukan
teori atau kebenaran. Sebelum ilmu pendidikan ini berkembang, para
orang tua zaman dahulu agar anaknya mau menuruti nasihat orang tuanya,
atau agar anaknya disiplin menggunakan cara hukuman fisik bila anaknya
berbuat salah, misalnya dijewer telinganya atau dicubit.
6) Kebenaran melalui wahyu
Ajaran dan dogma agama adalah suatu kebenaran yang diwahyukan
dari tuhan melalui para Nabi. Kebenaran ini harus diterima dan diyakini
oleh pengikut-pengikut agama yang bersangkutan, terlepas dari apakah
kebenaran tersebut rasional atau tidak. Sebab kebenaran ini diterima oleh
para Nabi adalah sebagai wahyu dan bukan karena hasil usaha penalaran
atau penyelidikan manusia.
7) Kebenaran secara intuitif
Kebenaran secara intuitif diperoleh manusia secara cepat sekali
melalui proses di luar kesadaran dan tanpa melalui proses penalaran atau
berpikir. Kebenaran yang diperoleh melalui intuitif sukar dipercaya
karena kebenaran ini tidak menggunakan cara-cara yang rasional dan
yang sistematis. Kebenaran ini diperoleh seseorang hanya berdasarkan
intuisi atau suara hati atau bisikan hati saja.
8) Melalui jalan pikiran
Sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat manusia, cara
berpikir manusia pun ikut berkembang. Dari sini manusia telah mampu
menggunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuan. Dengan
kata lain, dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia telah
menggunakan jalan pikirannya, baik melalui induksi maupun deduksi.
Induksi dan deduksi pada dasarnya merupakan cara melahirkan pemikiran
secara tidak langsung melalui pernyataan-pernyataan yang dikemukakan,
kemudian dicari hubungannya sehingga dapat dibuat suatu kesimpulan.
9) Induksi
Induksi adalah proses penarikan kesimpulan yang dimulai dari
pernyataan-pernyataan khusus ke pernyataan yang bersifat umum. Hal ini
berarti dalam berpikir induksi pembuatan kesimpulan tersebut
berdasarkan pengalaman-pengalaman empiris yang ditangkap oleh indera.
Kemudian disimpulkan ke dalam suatu konsep yang memungkinkan
seseorang untuk memahami suatu gejala.
10) Deduksi
Deduksi adalah pembuatan kesimpulan dari pernyataan-pernyataan
umum ke khusus. Di dalam proses berpikir deduksi berlaku bahwa
sesuatu yang dianggap benar secara umum pada kelas tertentu, berlaku
juga kebenarannya pada semua peristiwa yang terjadi pada setiap yang
termasuk dalam kelas itu.
4) Cara ilmiah dalam memperoleh pengetahuan
Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa
ini sistematis, logis, dan ilmiah. Cara ini disebut “Metode penelitian ilmiah”
atau lebih popular disebut metode penelitian (research methodology)
5) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Menurut Wawan (2011:16-18) ada dua faktor yang mempengaruhi
pengetahuan antara lain:
1) Faktor Internal
a) Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap
perkembangan orang lain menuju kearah cita-cita tertentu yang
menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk
mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk
mendapat informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan
sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Pendidikan dapat
mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola
hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan serta dalam
pembangunan. Pada umumnya makin tinggi pendidikan seseorang
makin mudah pula menerima informasi.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa satuan
pendidikan merupakan kelompok layanan pendidikan yang menan
pendidikan pada jalur formal, nonformal dan informal pada setiap
jenjang dan jenis pendidikan.
(1) Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan
berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan
menengah dan pendidikan tinggi. Jenis-jenis pendidikan formal
antara lain:
1) Taman Kanak-Kanak atau Raudatul Athfal.
2) Sekolah Dasar atau Madrasah Ibtidaiyah.
3) Sekolah Menengah Pertama atau Madrasah Tsanawiyah.
4) Sekolah Menengah Atas atau Madrasah Aliyah.
5) Sekolah Menengah Kejuruan atau Madrasah Aliyah Kejuruan.
6) Perguruan tinggi (Akademi, Politeknik, Sekolaj Tinggi,
Institut, dan Universitas).
(2) Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan
formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
Jenis-jenis pendidikan nonformal antara lain:
(a) Lembaga kursus dan pelatihan, terdiri dari lembaga kursus
komputer, lembaga kursus bahasa asing dan lain-lain.
(b) Kelompok belajar yang terdiri dari sekelompok masyarakat
yang saling berbagi pengalaman dan kemampuan satu sama
lain.
(c) Pusat kegiatan belajar masyarakat, yang berfungsi sebagai
tempat untuk belajar dari atau oleh atau dan untuk masyarakat.
(d) Majlis ta’lim, terdiri dari kelompok yasinan, kelompok
pengajian dan lain-lain.
(e) Pendidikan sejenis, terdiri dari pra sekolah, balai latihan dan
penyuluhan, kepramukaan, sanggar kesenian dan lain-lain.
(3) Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan
lingkungan. Jenis-jenis pendidikan informal antara lain:
(a) Pendidikan budi pekerti.
(b) Pendidikan agama.
(c) Pendidikan etika.
(d) Pendidikan sopan santun.
(e) Pendidikan moral
(f) Sosialisasi dengan lingkungan.
Pasal 26 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa
pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang
memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti,
penambah, dan atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka
mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan nonformal
meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini,
pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan,
pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja,
pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk
mengembangkan kemampuan peserta didik. Satuan pendidikan
nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok
belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta
satuan pendidikan yang sejenis.
b) Pekerjaan
Pekerjaan adalah keburukan yang harus dilakukan terutama
untuk menunjang kehidupan keluarga. Pekerjaan bukanlah sumber
kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah yang
membosankan, berulang dan banyak tantangan. Sedangkan bekerja
umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu. Bekerja bagi ibu-
ibu akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga.
c) Umur
Usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan
sampai berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan
kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari
segi kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa dipercaya
dari orang yang belum tinggi kedewasaannya. Hal ini akan sebagai
dari pengalaman dan kematangan jiwa.
2) Faktor Eksternal
a) Faktor Lingkungan
Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar
manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan
dan perilaku orang atau kelompok.
b) Sosial Budaya
Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat
mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi.
6) Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting
untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan yang tercakup dalam
domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu:
1) Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengikat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah
mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh
bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu
“tahu” ini adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari
yaitu menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasi, menyatakan dan
sebagainya.
2) Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang obyek yang diketahui dan dimana dapat
menginterpretasikan secara benar. Orang yang telah paham terhadap
objek atau materi terus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh,
menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap suatu obyek yang
dipelajari.
3) Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi
disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum,
rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang
lain.
4) Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam struktur
organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5) Sintesis (Synthesis)
Sintesis yang dimaksud menunjukkan pada suatu kemampuan untuk
melaksakakan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk
keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu
kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada.
6) Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-
penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau
menggunakan kriteria-kriteria yang ada (Wawan, 2011:12-14).
2. Sikap
a. Pengertian Sikap
Sikap adalah determinan perilaku, karena mereka berkaitan dengan
persepsi, kepribadian, dan motivasi. Sikap merupakan reaksi atau respon
yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek.
Sebuah sikap merupakan suatu keadaan sikap mental, yang dipelajari dan
diorganisasi menurut pengalaman dan yang menyebabkan timbulnya
pengaruh khusus atas reaksi seseorang terhadap orang-orang, objek-objek,
dan situasi-situasi dengan siapa ia berhubungan. Pendapat lain menyatakan
sikap adalah suatu predisposisi (keadaan mudah terpengaruh) terhadap
seseorang, ide atau objek yang berisi komponen-komponen cognitive,
affective, dan behaviour.
Beberapa batasan tentang sikap yang dikutip oleh Notoatmodjo
antara lain menurut Campbell (1950) mengemukakan batasan tentang sikap
yaitu tingkah laku sosial seseorang merupakan syndrom atau gejala dari
konsistensi reseptor dengan nilai objek sosialnya. Dari batasan diatas dapat
disimpulkan bahwa manifestasi dari sikap itu tidak dapat langsung dilihat,
tetapi hanya ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku tertutup. Sikap
secara nyata menunjukan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap
stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang
bersifat emosional terhadap stimulous sosial. Sikap belum merupakan suatu
tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan suatu predisposisi tindakan
suatu perilaku. Sikap masih merupakan reaksi tertutup. Sikap merupakan
kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai
suatu penghayatan terhadap objek.
b. Tingkatan Sikap
Menurut Notoatmojo, sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu:
1) Menerima (receiving), menerima diartikan bahwa subjek mau dan
memperhatikan stimulus yang diberikan.
2) Merespon (responding), memberikan jawaban apabila ditanya,
mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu
indikasi dari sikap.
3) Menghargai (valuing), mengajak orang lain untuk mengerjakan atau
mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
4) Bertanggungjawab (responsible), bertanggungjawab atas segala suatu
yang telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang
memiliki tingkatan paling tinggi.16
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya sikap ialah:
1) Faktor internal, faktor-faktor yang terdapat dalam diri orang yang
bersangkutan sendiri, seperti selektifitas. Oleh sebab itu, harus memilih
rangsangan-rangsangan mana yang harus didekati dan mana yang harus
dijauhi. Karena dengan memilih inilah dapat menyusun sifat positif.
2) Faktor eksternal, yaitu faktor-faktor yang terdapat dalam diri sendiri dan
faktor-faktor dari luar, yaitu sifat objek yang dijadikan sasaran sikap,
kewibawaan orang yang mengemukakan suatu sikap, sifat orang-orang
atau kelompok yang mendukung sikap tersebut, media komunikasi yang
digunakan dalam menyampaikan sikap, situasi pada saat sikap itu
terbentuk.
Jadi dapat disimpulkan bahwa sikap dapat berupa respon negatif dan
respon positif yang akan dicerminkan dalam bentuk perilaku.
3. Remaja
1) Pengertian Remaja
Remaja atau adolescence, berasal dari bahasa latin “adolescere”
yang berarti tumbuh kearah kematangan. Kematangan yang dimaksud
adalah bukan kematangan fisik saja, tetapi juga kematangan sosial dan
psikologis. Masa remaja adalah masa transisi yang ditandai oleh adanya
perubahan fisik, emosi dan psikis. Masa remaja, yakni antara usia 10-19
tahun, adalah suatu periode masa pematangan organ reproduksi manusia
dan sering disebut masa pubertas (Widyastuti, 2009). Masa remaja adalah
masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, dimana pada
masa itu terjadi pertumbuhan yang pesat termasuk fungsi reproduksi
sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan-perubahan perkembangan,
baik fisik, mental maupun peran sosial (Kurmalasari dan Andhyantoro,
2012).
1) Batasan Usia Remaja
Batasan usia remaja menurut WHO (2011) adalah 12-24 tahun.
Menurut Menkes RI (2009) adalah antara 12-25 tahun dan belum kawin,
sedangkan menurut BKKBN (2010) adalah 12-24 tahun.
2) Perkembangan Remaja
Menurut Erikson (1994) dalam Agustiani (2012) menyatakan
berdasarakan sifat atau ciri perkembanganya, masa remaja ada tiga
tahap, yaitu:
a) Masa Remaja Awal (12-15 tahun)
Pada masa ini individu mulai meninggalkan peran sebagai
anak-anak dan berusaha mengembangkan diri individu yang unik dan
tidak tergantung pada orang tua. Fokus dari tahap ini adalah
penerimaan terhadap bentuk dan kondisi fisik serta adanya
konformitas yang kuat dengan teman sebaya Masa Remaja
Pertengahan (15-18 tahun)
Masa ini ditandai dengan berkembangannya kemampuan
berfikir yang baru. Teman sebaya masih memiliki peran yang
penting, namun individu sudah lebih mampu mengarahkan diri
sendiri (self directed). Pada masa ini remaja mulai mengembangkan
kematangan tingkah laku belajar mengendalikan implusivitas, dan
membuat keputusan-keputusan awal yang berkaitan dengan tujuan
vokalitas yang ingin dicapai.
b) Masa Remaja Akhir (19-22 tahun)
Masa ini ditandia oleh persiapan akhir untuk memasuki peran-
peran orang dewasa. Selama periode ini remaja berusaha
memantapkan tujuan vokasional dan mengembangkan sense of
personel identity. Keinginan yang kuat untuk menjadi matang dan
diterima dalam kelompok teman sebaya dan orang dewasa, juga
menjadi ciri dari tahap ini.
3) Perubahan-Perubahan Pada Remaja
Perubahan-perubahan yang terjadi pada masa remaja sebagai berikut:
a) Perubahan Psikis Remaja
Menurut Widyastuti (2014), perubahan-perubahan yang
berkaitan dengan psikis pada masa remaja adalah perubahan emosi
dan perubahan intelegensi dimana remaja telalu sensitif atau peka
misalnya mudah menangis, cemas, frustrasi, dan bisa tertawa tanpa
alasan yang jelas, mudah bereaksi bahkan agresif terhadap gangguan
atau rangsangan luar yang mempengaruhinya, ada kecenderungan
tidak patuh pada orang tua dan lebih senang pergi bersama temannya,
cenderung mengembangkan cara berpikir abstrak,suka memberikan
kritik, dan Cenderung ingin mengetahui hal-hal baru, sehingga
muncul perilaku ingin mencoba-coba.
b) Perubahan Kognitif Remaja
Menurut Piaget dalam Wong (2009), intelegensia (kognitif)
memungkinkan individu melakukan adaptasi terhadap lingkungan
sehingga meningkatkan kemungkinan bertahan hidup dan melalui
perilakunya, individu membentuk dan mempertahankan
keseimbangan dengan lingkungan. Pada tahap ini remaja mulai
mengembangakan kemampuan berpikir operasinal formal yang
dicirikan dengan adaptabilitas dan fleksibilitas. Remaja dapat
berpikir dengan menggunakan istilah-istilah abstrak.
Potter dan Perry (2012) mengatakan remaja mungkin
kebingunngan antara ideal dan praktik tetapi pada saat mereka
dihadapkan dengan masalah (nyata atau hipotesis), mereka dapat
menyarankan beberapa solusi. Remaja juga mulai menyadari masalah
moral dan politik dari berbagai pandangan yang ada. Hasil pada tahap
ini digunakan selama proses kehidupan.
c) Perubahan Psikososial Remaja
Erikson dalam Potter dan Perry (2012), menyatakan bahwa
remaja berada pada tahap konflik antara identity vs indentity
confusion, maksudnya remaja pada tahap ini dihadapkan dalam
mengembangkan pernyatuan rasa “diri sendiri”. Selama tahap
tersebut, remaja dihadapkan untuk memutuskan siapa mereka, apa
mereka, dan kemana tujuan mereka dalam hidup.
d) Perubahan Fisik Remaja
Menurut Proverawati (2011) perubahan fisik dan seksual
terlihat dari pertumbuhan misalnya tinggi dan berat badan atau
perkembangan dari ciri seks skunder. Hormon pertumbuhan
menghasilkan dorongan pertumbuhan yang cepat, yang membawa
tubuh mendekati fungsi optimum. Pencapaian kematangan seksual
pada gadis remaja ditandai oleh kehadiran menstruasi. Hormon utama
yang mengatur perubahan ini adalah hormon estrogen.
4) Karekteristik remaja
Karakteristik remaja Hurlock (1999: 207-209) berpendapat, bahwa
semua periode yang penting selama masa kehidupan mempunyai
karakteristiknya sendiri. Begitupun masa remaja mempunyai ciri-ciri
tertentu yang membedakannya dengan periode masa kanak-kanak dan
dewasa. Ciri-ciri tersebut antara lain :
a) Masa remaja sebagai periode yang penting
Masa remaja dipandang sebagai periode yang penting daripada
periode lain karena akibatnya yang langsung terhadap sikap dan
perilaku, serta akibat-akibat jangka panjangnya. Misalnya saja,
perkembangan biologis menyebabkan timbulnya perubahan-
perubahan tertentu, baik yang bersifat fisiologis yang cepat dan
disertai percepatan perkembangan mental yang cepat, terutama pada
masa remaja awal. Semua perkembangan itu menimbulkan perlunya
penyesuaian mental dan perlunya membentuk sikap, nilai, dan minat
baru.
Minat baru yang dominan muncul pada masa remaja adalah
minatnya terhadap seks. Pada masa remaja ini mereka berusaha
melepaskan ikatan-ikatan afektif lama dengan orang tua. Remaja lalu
berusaha membangun relasi-relasi afektif yang baru dan yang lebih
matang dengan lawan jenis dan dalam memainkan peran yang lebih
tepat dengan seksnya. Dorongan untuk melakukan ini datang dari
tekanantekanan sosial akan tetapi terutama dari minat remaja pada
seks dan keingintahuannya tentang seks.
Karena meningkatnya minat pada seks inilah, maka remaja
berusaha mencari lebih banyak informasi mengenai seks. Tidak
jarang, karena dorongan fisiologis ini juga, remaja mengadakan
percobaan dengan jalan masturbasi, bercumbu, atau bersenggama
(Hurlock, 1999: 226)
b) Masa remaja sebagai periode peralihan
Artinya, apa yang sudah terjadi pada masa sebelumnya akan
menimbulkan bekasnya pada apa yang terjadi pada masa sekarang dan
apa yang akan terjadi di masa yang akan datang. Anak-anak yang
beralih dari masa kanak-kanak ke masa dewasa haruslah meninggalkan
segala sesuatu yang bersifat kekanak-kanakan dan harus mempelajari
pola perilaku dan sikap baru untuk menggantikan perilaku dan sikapnya
pada masa yang sudah ditinggalkan. Meskipun disadari bahwa apa yang
telah terjadi akan meninggalkan bekasnya dan akan mempengaruhi pola
perilaku dan sikap baru. Pada masa peralihan ini remaja bukan lagi
seorang anak-anak dan juga bukan orang dewasa. Namun, status remaja
yang tidak jelas ini menguntungkan karena status ini memberi waktu
kepada remaja untuk mencoba gaya hidup yang berbeda dan
menentukan pola perilaku, nilai dan sifat yang paling sesuai bagi
dirinya.
c) Masa remaja sebagai periode perubahan
Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa remaja
beriringan dengan tingkat perubahan fisik. Pada awal masa remaja,
ketika perubahan terjadi dengan pesat maka perubahan perilaku dan
sikap juga berlangsung cepat. Begitu pula jika perubahan fisik menurun
maka perubahan sikap dan perilaku menurun juga. Perubahan itu adalah
:
1) Meningginya emosi yang intensitasnya bergantung pada tingkat
perubahan fisik dan psikologis yang terjadi
2) Perubahan tubuh, minat, dan peran yang diharapkan oleh
kelompok sosial untuk dipesankan menimbulkan masalah. Remaja
akan tetap ditimbuni masalah, sampai ia sendiri menyelesaikannya
menurut kepuasannya.
3) Perubahan minat dan pola perilaku menyebabkan nilai-nilai juga
berubah. Misalnya, sebagian besar remaja tidak lagi menganggap
bahwa banyak teman merupakan petunjuk popularitas, mereka
mulai mengerti bahwa kualitas pertemanan lebih penting daripada
kuantitas teman.
4) Remaja bersikap ambivalen terhadap setiap perubahan. Mereka
menginginkan dan menuntut kebebasan, namun mereka belum
berani untuk bertanggung jawab akan akibat perbuatan mereka
dan meragukan kemampuan mereka sendiri untuk dapat mengatasi
tanggung jawab tersebut.
d) Masa remaja sebagai usia bermasalah Masa remaja dikatakan sebagai
usia bermasalah karena sepanjang masa kanak-kanak sebagian
permasalahan anak-anak diselesaikan oleh guru atau orang tua mereka,
sehingga pada masa remaja mereka tidak cukup berpengalaman dalam
menyelesaikan masalah. Namun, pada masa remaja mereka merasa
ingin mandiri, sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri,
menolak bantuan orang tua dan gurugurunya sampai pada akhirnya
remaja itu menemukan bahwa penyelesaian masalahnya tidak selalu
sesuai dengan harapan mereka.
e) Masa remaja sebagai masa mencari identitas Pada akhir masa kanak-
kanak sampai pada awal masa remaja, penyesuaian diri dengan standar
kelompok jauh lebih penting bagi anak yang lebih besar daripada
individualitas. Namun, pada masa remaja mereka mulai mendambakan
identitas diri dan tidak puas lagi dengan menjadi sama dengan teman-
temannya dalam segala hal.
f) Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan Stereotip
populer pada masa remaja mempengaruhi konsep diri dan sikap remaja
terhadap dirinya sendiri, dan ini menimbulkan ketakutan pada remaja.
Remaja takut bila tidak dapat memenuhi tuntutan masyarakat dan orang
tuanya sendiri. Hal ini menimbulkan pertentangan dengan orang tua
sehingga membuat jarak bagi anak untuk meminta bantuan kepada
orang tua guna mengatasi pelbagai masalahnya.
g) Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik Remaja cenderung
melihat dirinya sendiri dan orang lain seperti yang mereka inginkan dan
bukan sebagaimana adanya terlebih dalam hal cita-cita. Cita-cita yang
tidak realistik ini tidak saja untuk dirinya sendiri tetapi juga untuk orang
lain disekitarnya (keluarga dan temantemannya) yang akhirnya
menyebabkan meningginya emosi. Kemarahan, rasa sakit hati, dan
perasaan kecewa ini akan lebih mendalam lagi jika ia tidak berhasil
mencapai tujuan yang ditetapkannya sendiri.
h) Masa remaja sebagai ambang masa dewasa Meskipun belumlah cukup,
remaja yang sudah pada ambang remaja ini mulai berpakaian dan
bertindak seperti orang-orang dewasa. Remaja mulai memusatkan diri
pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa, yaitu merokok,
minum minuman keras, menggunakan obatobatan terlarang, dan terlibat
dalam perbuatan seks dengan harapan bahwa perbuatan ini akan
memberikan citra yang mereka inginkan.
5) Sikap Remaja
Sikap remaja Sikap menurut Mappiare (1982: 58) adalah
kecenderungan yang relatif stabil yang dimiliki seseorang dalam mereaksi
(baik reaksi yang positif maupun negatif) yang merupakan suatu produk
pengamatan dari pengalaman individu secara unik terhadap dirinya sendiri,
orang lain, benda situasi atau kondisi sekitarnya
Pada masa remaja, sikap remaja yang menonjol adalah dalam sikap
sosial, terutama sikap sosial yang berbungan dengan teman sebaya. Sikap
remaja ini berkembang setelah remaja mengenal adanya kepentingan dan
kebutuhan yang sama. Remaja juga berusaha bersikap sesuai dengan
norma-norma kelompoknya. Sikap penyesuaian diri (conform) dengan
teman sebayanya akan tetap dipertahankan meskipun timbul pertentangan
dengan orang tua karena perbedaan nilai. Hal ini karena remaja sangat
takut jika dikucilkan atau terisolir dari kelompoknya (Mappiare, 1982: 58-
59).

4. Prilaku Seksual
a. Pengertian Perilaku Seksual
Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang di dorong oleh hasrat
seksual dengan lawan jenis. Bentuk tingkah laku ini bisa bermacam-macam
dari perasaan tertarik sampai tingkah laku berkencan, bercumbu, dan
bersenggama atau melakukan hubungan seks, lebih lanjut menjelaskan
bahwa perilaku seksual merupakan akibat langsung dari pertumbuhan
hormon dan kelenjar seks yang menimbulkan dorongan seksual pada
seseorang yang mencapai kematangan pada masa remaja awal yang ditandai
adanya perubahan fisik.
Kematangan organ seks dapat berpengaruh buruk bila remaja tidak
mampu mengendalikan rangsangan seksualnya, sehingga tergoda untuk
melakukan hubungan seks pranikah. Seksual pranikah merupakan perilaku
yang dilakukan tanpa melalui proses pernikahan. Perilaku seksual sering
ditanggapi sebagai hal yang berkonotasi negatif, padahal perilaku seksual
ini sangat luas sifatnya. Perilaku seksual merupakan perilaku yang bertujuan
untuk menarik perhatian lawan jenis. Perilaku seksual termasuk didalamnya
adalah aktivitas dan hubungan seksual. Aktivitas seksual adalah kegiatan
yang dilakukan dalam upaya memenuhi dorongan seksual atau kegiatan
mendapatkan kesenangan organ kelamin atau seksual melalui berbagai
perilaku. Hubungan seksual adalah kontak seksual yang dilakukan
berpasangan dengan lawan jenis (Gunawan dalam Soekatno, 2012)
b. Tahap- Tahap Perilaku Seksual
Menurut Masland P Robert dan David Estridge tahapan perilaku seksual
meliputi:
1) French kiss (cium bibir)
2) Hickey adalah merasakan kenikmatan untuk menghisap atau menggigit
dengan gemas pasangan
3) Necking (mencium wajah dan leher)
4) Petting termasuk merasakan dan mengusap-usap tubuh pasangan,
termasuk lengan, dada, buah dada, kaki, dan kadang daerah kemaluan (di
luar atau di dalam pakaian)
5) Hubungan intim adalah bersatunya dua orang secara seksual, yang
dilakukan setelah pasangan pria dan wanita menikah.
Sedangkan menurut Nuss dan Luckey dalam Sarlito Wirawan Sarwono
dan Duvall, E.M & Miller, B.C ada beberapa perilaku seksual di antaranya:
1) Pelukan dan pegangan tangan (Touching)
2) Berciuman (Kissing)
3) Meraba payudara (Petting)
4) Menyentuh atau meraba daerah erotis dari tubuh pasangan biasanya
meningkat dari meraba ringan sampai meraba alat kelamin
5) Meraba alat kelamin (Petiing)
6) Hubungan seks (Sexual Intercourse)
Bentuk perilaku seksual adalah segala bentuk perilaku yang mengarah
pada hubungan yang menimbulkan gaira seksual yaitu berfantasi seks,
berpegangan tangan, cium kening, cium basah, meraba tubuh pasangan,
pelukan, masturbasi, oral, petting, intercourse. Jadi dapat disimpulkan
bahwa bentuk-bentuk atau tahap-tahap perilaku seksual dari tingkatan
rendah ke tingkatan yang lebih tinggi, yakni :
1) Masturbasi dan onani
2) Berpegangan tangan dan berpelukan
3) Kissing (cium pipi atau bibir)
4) Necking (mencium wajah dan leher)
5) Petting (merasakan dan mengusap- usap tubuh pasangan, termasuk
lengan, dada, buah dada, kaki, dan kadang daerah kemaluan di dalam atau
di luar pakaian
6) Intercourse (bersenggaman/ berhubungan intim)
Para ahli dan beberapa penenelitian sebelumnya membagi perilaku
seksual dengan 2 kategori perilaku seksual berisiko berat dan perilaku
seksual berisiko ringan. Perilaku seksual berisiko ringan mulai dari
mengobrol, nonton film, pegangan tangan, jalan-jalan, pelukan, sampai cium
pipi. Sedangkan perilaku seksual berisiko berat mulai dari ciuman bibir,
ciuman mulut, ciuman leher, meraba daerah erogen, petting, dan
intercourse.
Teori yang sama juga dinyatakan oleh Hartono (2016), bentuk-
bentuk perilaku seksual dapat dikategorikan dalam tingkatan ringan dan
berat. Adapun perilaku seksual tingkatan ringan terdiri dari: berpelukan,
berciuman, masturbasi/onani. Sedangkan perilaku seksual tingkatan berat,
terdiri dari: berciuman bibir, leher, dan sekitarnya, petting, dan coitus.27
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku hubungan seksual yang pertama
dialami oleh remaja menurut Soetjiningsih (2017) yaitu:
1) Waktu/saat mengalami pubertas.
2) Kontrol sosial yang kurang tepat (terlalu ketat atau terlalu longgar),
kurangnya kontrol dari orang tua, remaja tidak tahu batas-batas mana
yang boleh dan yang tidak boleh.
3) Frekuensi pertemuan dengan pacarnya, hubungan antar mereka semakin
romantis, adanya keinginan untuk menunjukkan cinta pada pacarnya,
penerimaan aktivitas seksual pacarnya.
4) Status ekonomi, kondisi keluarga yang tidak memungkinkan untuk

mendidik anak-anak untuk memasuki masa remaja dengan baik.

5) Korban pelecehan seksual.

6) Tekanan dari teman sebaya, penggunaan obat-obat terlarang dan

alkohol, merasa saatnya untuk melakukan aktivitas seksual sebab sudah

merasa matang secara fisik.

7) Sekedar menunjukkan kegagahan dan kemampuan fisiknya.

8) Terjadi peningkatan rangsangan seksual akibat peningkatan kadar

hormon reproduksi dan seksual.

5. Seks Bebas
1) Pengertian Seks Bebas
Dalam kehidupan sehari-hari, kata seks secara harfiah berarti jenis
kelamin. Pengertian seks kerap hanya mengacu pada aktivitas biologis
yang berhubungan dengan alat kelamin (genitalia), meski sebenarnya seks
sebagai keadaan anatomi dan biologis, sebenarnya hanyalah pengertian
sempit dari yang dimaksud dengan seksualitas. Seksualitas yakni
keseluruhan kompleksitas emosi, perasaan, kepribadian, dan sikap
seseorang yang berkaitan dengan perilaku serta orientasi seksualnya
(Gunawan dalam Soekatno, 2012).
Berbicara tentang seks bebas tidak pernah terlepas dari berbagai
faktor yang melatarbelakangi dan akibat negatif yang ditimbulkannya.
Perilaku seks bebas merupakan sebuah kritik sosial yang sangat
mencemaskan orang tua, pendidik, ulama, tokoh masyarakat serta aparat
pemerintah. Menurut Kartono (2012), pada umumnya seks bebas yang
terjadi berdasarkan kepada dorongan seksual yang sangat kuat serta tidak
sanggup mengontrol dorongan seksual. Selanjutnya seks bebas atau free
sex dipandang sebagai salah satu perilaku seksual yang tidak bermoral dan
sangat bertentangan dengan nilai- nilai agama dan adat istiadat. Disamping
itu, para penganut seks bebas kurang memiliki kontrol diri sehingga tidak
bisa mengendalikan dorongan seksualnya secara wajar. Dengan demikian
perilaku seks bebas kemungkinan dapat menyebabkan dan menumbuhkan
sikap yang tidak bertanggung jawab tanpa kedewasaan dan peradaban.
Seks bebas atau dalam bahasa populernya disebut extra-marial
intercourse atau kinky-sex merupakan bentuk pembebasan seks yang
dipandang tidak wajar. Seks bebas adalah kegiatan yang dilakukan secara
berdua pada waktu dan tempat yang telah disepakati bersama dari dua
orang lain jenis yang belum terikat pernikahan. Perilaku seks bebas adalah
aktifitas seksual yang dilakukan di luar perkawinan yang sama dengan
zina, perilaku ini dinilai sebagai perilaku seks yang menjadi masalah sosial
bagi masyarakat dan negara karena dilakukan di luar pernikahan
(Wahyuningsih, 2010).
Menurut Desmita (2012) pengertian seks bebas adalah segala cara
mengekspresikan dan melepaskan dorongan seksual yang berasal dari
kematangan organ seksual, seperti berkencan intim, bercumbu, sampai
melakukan kontak seksual yang dinilai tidak sesuai dengan norma. Tetapi
perilaku tersebut dinilai tidak sesuai dengan norma karena remaja belum
memiliki pengalaman tentang seksual. Selanjutnya Kartono (1992),
menyatakan bahwa salah satu bentuk perilaku seks bebas adalah hubungan
seks kelamin yang dilakukan dengan berganti-ganti pasangan yang
bertujuan untuk mendapatkan pengalaman seksual secara berlebihan.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa seks bebas
ialah suatu aktifitas seksual yang dilakukan oleh pria dan wanita sebelum
ada ikatan resmi (pernikahan) mulai dari aktivitas seks yang paling ringan
sampai tahapan senggama.
2) Bentuk – bentuk seks bebas
Berdasarkan hasil penelitian Irsyad (2012) terhadap pertanyaan yang
diajukan tentang hubungan seks bebas pranikah yang biasa dilakukan
mahasiswa, diperoleh bahwa pada umumnya responden memahami
perilaku seks bebas itu mengarah pada bentuk–bentuk berhubungan badan,
berciuman, bercumbu. Berciuman itu adalah persentuhan laki-laki dan
perempuan disekitar muka, bercumbu adalah persetuhan tangan melewati
daerah sekitar muka, sedangkan bersetubuh adalah hubungan jenis kelamin
antara laki-laki dan perempuan.
Berdasarkan penelitian Mutiara, Komariah dan Karwati, (2013)
perilaku seks bebas yang umumnya dilakukan mahasiswa diantaranya
adalah:
1) Berpegangan tangan : menyentuh tangan, menggenggam, menggandeng.
2) Berpelukan : memeluk, merangkul.
3) Necking : mencium kening, mencium pipi, mencium bibir, mencium
leher, mencium payudara.
4) Meraba bagian tubuh yang sensitif: meraba buah dada, meraba alat
kelamin
5) Petting : menempelkan alat kelamin (dengan pakaian atau tanpa
pakaian).
6) Oral seks atau seks menggunakan bantuan organ mulut.
7) Sexual intercourse atau hubungan seks (menggunakan kondom atau
tanpa kondom).
3) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Seks Bebas
Menurut Sarlito W. Sarwono (2005), faktor-faktor yang dianggap
berperan dalam munculnya permasalahan seksual pada individu adalah
sebagai berikut:
1) Perubahan-perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat seksual.
Peningkatan hasyrat seksual ini membutuhkan penyaluran dalam bentuk
tingkahlaku seksual tertentu
2) Penyaluran itu tidak dapat segera dilakukan karena adanya penundaan
usia perkawinan, maupun karena norma sosial yang makin lama makin
menuntut persyaratan yang makin meningkat untuk perkawinan
(pendidikan, pekerjaan, persiapan mental dan lain-lain).
3) Sementara usia kawin ditunda, norma-norma agama yang berlaku di
mana seseorang dilarang untuk melakukan hubungan seks sebelum
menikah. Individu yang tidak dapat menahan diri akan terdapat
kecenderungan untuk melakukan hal tersebut.
4) Kecenderungan pelanggaran makin meningkat karena adanya
penyebaran informasi dan rangsangan melalui media massa yang
dengan teknologi yang canggih (contoh: VCD, buku pornografi, foto,
majalah, internet, dan lainlain) menjadi tidak terbendung lagi. Individu
yang sedang dalam priode ingin tahu dan ingin mencoba akan meniru
apa yang dilihat atau didengar dari media massa, karena pada umumnya
mereka belum pernah mengetahui masalah seksual secara lengkap dari
orangtuanya.
5) Orang tua, baik karena ketidaktahuan maupun sikapnya yang masih
mentabukan pembicaraan mengenai seks dengan anak, menjadikan
mereka tidak terbuka pada anak. Bahkan cenderung membuat jarak
dengan anak dalam masalah ini.
6) Adanya kecenderungan yang makin bebas antara pria dan wanita dalam
masyarakat, sebagai akibat dari berkembangnya peran dan pendidikan
wanita, sehingga kedudukan wanita semakin sejajar dengan pria.
Menurut Sugiyanto (2013) Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
perilaku seks bebas, di antaranya adalah :
1) Industri pornografi. Luasnya peredaran materi pornografi memberi
pengaruh yang sangat besar terhadap pembentukan pola perilaku seks
mahasiswa.
2) Pengetahuan individu tentang kesehatan reproduksi. Banyak informasi
tentang kesehatan reproduksi yang tidak akurat, sehingga dapat
menimbulkan dampak pada pola perilaku seks yang tidak sehat dan
membahayakan.
3) Pengalaman masa anak‐anak. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa
individu yang pada masa anak‐anak mengalami pengalaman buruk akan
muda terjebak ke dalam aktivitas seks pada usia yang amat muda dan
memiliki kencenderungan untuk memiliki pasangan seksual yang
berganti‐ganti.
4) Pembinaan religius. Mahasiswa yang memiliki kehidupan religius yang
baik, lebih mampu berkata ‘tidak’ terhadap godaan seks bebas
dibandingkan mereka yang tidak memperhatikan kehidupan religius
4) Faktor Penyebab Terjadinya Perilaku Seks Bebas
Ulfa (2012) dalam penelitiannya, faktor-faktor yang meyebabkan
seseorang berperilaku seks bebas adalah sebagai berikut :
1) Tekanan yang datang dari teman pergaulannya.
Lingkungan pergaulan yang dimasuki seseorang dapat juga berpengaruh
untuk menekan temannya yang belum melakukan hubungan seks. Bagi
individu tersebut tekanan dari teman-temannya itu dirasakan lebih kuat
daripada yang didapat dari pacarnya sendiri.
2) Adanya tekanan dari pacar
Karena kebutuhan seseorang untuk mencintai dan dicintai, seseorang
harus rela melakukan apa saja terhadap pasangannya, tanpa memikirkan
risiko yang akan dihadapinya. Dalam hal ini yang berperan bukan saja
nafsu seksual, melainkan juga sikap memberontak pada orangtuanya.
3) Adanya kebutuhan badaniyah
Seks menurut para ahli merupakan kebutuhan dasar yang tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan seseorang, jadi wajar jika semua orang tidak
terkecuali pelajar dan mahasiswa sekalipun akibat dari perbuatannya
tersebut tidak sepadan dengan risiko yang dihadapinya.
4) Rasa penasaran Pada usia belia (remaja)
keingintahuannya begitu besar terhadap seks, apalagi jika teman-
temannya mengatakan bahwa terasa nikmat, ditambah lagi adanya
informasi yang tidak terbatas masuknya, maka rasa penasaran tersebut
semakin mendorong mereka lebih jauh lagi melakukan berbagai macam
percobaan sesuai dengan apa yang diharapkan
5) Pelampiasan diri
Faktor ini tidak datang dari diri sendiri, misalnya karena terlanjur
berbuat, seorang mahasiswi biasanya berpendapat sudak tidak ada lagi
yang dapat dibanggakan dalam dirinya, maka dalam pikirannya tersebut
ia akan merasa putus asa dan mencari pelampiasan yang akan
menjeruumuskannya dalam pergaulan bebas.
Sementara itu motif seorang wanita menjadi wanita panggilan
sehingga melakukan seks bebas, berbeda-beda pendapat. Namun dapat
disimpulkan terdapat dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal
(Hutabarat dalam Ulfa, 2012). Faktor internal berasal dari individu,
sedangkan faktor eksternal berasal dari luar diri individu.
1) Faktor pendorong eksternal antara lain faktor ekonomi, tingkat
pendidikan yang rendah, pernikahan di usia muda, perceraian, ajakan
teman yang sudah lebih dahulu menjadi pekerja seks komersial, serta
adanya kemudahan dalam mendapatkan uang.
2) Rasa sakit hati, marah, dan kecewa karena dihianati pasangan menjadi
faktor internal yang mendorong wanita menjadi pekerja seks komersial.
Terbukanya kesempatan pada mahasiswa untuk melakukan hubungan
seksual didukung oleh hal-hal sebagai berikut :
1) Kesibukan orang tua yang memyebabkan kurangnya perhatian pada
mahasiswa. Tuntutan kebutuhan orang hidup sering menjadi alasan
suami istri bekerja diluar rumah dan menghabiskan hari-harinya dengan
kesibukan masing-masing, sehingga perhatian terhadap anaknya
terabaikan.
2) Pemberian fasilitas. Adanya ruang yang berlebihan membuka peluang
bagi mahasiswa untuk membeli fasilitas, misalnya menginap di hotel
atau motel atau ke night club sampai larut malam. Situasi ini sangat
mendukung terjadinya hubungan seksual pranikah.
3) Pergeseran nilai-nilai moral dan etika dimasyarakat dapat membuka
peluang yang mendukung hubungan seksual pranikah pada mahasiswa.
Misalnya, dewasa ini pasangan mahasiswa yang menginap di hotel atau
motel adalah hal biasa. Sehingga tidak ditanyakan atau dipersyaratkan
untuk menunjukkan akte nikah.
4) Kemiskinan. Kemiskinan mendorong terbukanya kesempatan bagi
mahasiswa khususnya wanita untuk melakukan hubungan seks pranikah.
Karena kemiskinan ini remaja putri terpaksa bekerja. Namun sering kali
mereka tereksploitasi. Bekerja lebih dari 12 jam sehari atau bekerja
diperumahan tanpa dibayar hanya diberi makan dan pakaian bahkan
beberapa mengalami kekerasan seksual (Poltekkes, 2010).
5) Bahaya Seks Bebas
Bahaya Seks Bebas Setiap perbuatan pasti ada balasannya, begitu
juga dengan setiap perilaku pasti ada konsekwensinya, sedangkan
konsekwensi yang ditimbulkan dari hubungan seks bebas sangat jelas
terlihat khususnya bagi mahasiswi. Hamil di luar nikah merupakan salah
satu produk dari akibat perbuatan ini. Perilaku seks bebas khususnya bagi
mahasiswa yaitu akan menimbulkan masalah antara lain (Athar, dalam
Wahyuningsih, 2012)
1) Memaksa mahasiswa tersebut dikeluarkan dari tempat pendidikan,
sementara secara mental mereka tidak siap untuk dibebani masalah ini.
2) Kemungkinan terjadinya aborsi yang tak bertanggung jawab dan
membahayakan, karena mereka merasa panik, bingung dalam
menghadapi resiko kehamilan dan dan akhirnya mengambil jalan pintas
dengan cara aborsi.
3) Pengalaman seksualitas yang terlalu dini sering memberi akibat di masa
dewasa. Seseorang yang sering melakukan hubungan seks pranikah
tidak jarang akan merasakan bahwa hubungan seks bukan merupakan
sesuatu yang sakral lagi sehingga ia tidak akan dapat menikmati lagi
hubungan seksual sebagai hubungan yang suci melainkan akan
merasakan hubungan seks hanya sebagai alat untuk memuaskan
nafsunya saja.
4) Hubungan seks yang dilakukan sebelum menikah dan berganti-ganti
pasangan sering kali menimbulkan akibat-akibat yang mengerikan sekali
bagi pelakunya, seperti terjangkitnya berbagai penyakit kelamin dari
yang ringan sampai yang berat
Bukan hanya itu saja kondisi psikologis akibat dari perilaku seks
pranikah, pada sebagian remaja lain dampaknya bisa cukup serius, seperti
perasaan bersalah karena telah melanggar norma, depresi, marah,
ketegangan mental dan kebingungan untuk menghadapi segala
kemungkinan resiko yang akan terjadi, perasaan seperti itu akan timbul
pada diri individu jika individu menyesali perbuatan yang sudah
dilakukannya. Kehamilan pada remaja putri, pengguguran kandungan
(aborsi), terputusnya sekolah, perkawinan di usia muda, perceraian,
penyakit kelamin, penyalahgunaan obat merupakan akibat buruk
petualangan cinta dan seks yang salah saat individu masih sebagai seorang
remaja. Akibatnya, masa depan mereka yang penuh harapan hancur
berantakan karena masalah cinta dan seks. Untuk itulah, pendidikan seks
bagi mahasiswa ketika SMP dan SMA sebaiknya diberikan agar mereka
sadar bagaimana menjaga organ reproduksinya tetap sehat dan mereka
mempunyai pengetahuan tentang seks yang benar. Risiko-risiko yang
menyangkut kesehatan bagi para pelaku hubungan seksual dini meliputi
trauma seksual, meningkatnya pertumbuhan kanker cervix (leher rahim),
terkena penyakit menular seksual dan juga kehamilan di usia muda.
6) Sikap remaja terhadap perilaku seks bebas
Secara awam, individu bisa dikatakan remaja sejak mulainya individu
menunjukkan tanda-tanda pebertas dan kemudian dicapainya kematangan
seksual, telah dicapainya tinggi badan secara maksimal, dan pertumbuhan
mental secara penuh. Seharusnya perubahan sikap serta perilaku yang
dialami pada masa remaja selaras dengan perubahan fisiknya. Pada masa
ini ada enam perubahan yang sama dan hampir universal, yaitu emosi yang
tinggi, perubahan fisik, minat, peran, pola perilaku, dan bersifat ambivalen
terhadap setiap perubahan (Hurlock, 1999: 207). Karena perubahan sikap
inilah, remaja dalam mengambil keputusan harus mempertimbangkan baik-
buruk suatu tindakan yang akan dikerjakannya, dan sikap ini harus sudah
terdiri dari tiga komponen sikap, yaitu kognitif, afektif, serta konatifnya.
Thurstone (dikutip Walgito, 1991: 107) berpendapat bahwa sikap
merupakan tingkatan afek, baik yang bersifat positif maupun negatif dalam
hubungannya dengan obyek-obyek psikologis, yaitu simbol, slogan,
institusi, ide, maupun manusia. Afek yang positif yaitu afek senang yang
ditunjukan dengan sikap menerima atau setuju, sedangkan afek negatif
ditunjukan dengan sikap menolak atau tidak senang.
Salah satu perilaku remaja yang berhubungan dengan masalah
seksual yang banyak terjadi yaitu perilaku seks bebas. Perilaku seks bebas
adalah perilaku hubungan seksual tanpa ikatan pernikahan yang di lakukan
secara bebas dengan banyak orang. Keseluruhan disimpulkan bahwa sikap
remaja terhadap seks bebas adalah sikap menolak atau menerima perilaku
seks bebas pada remaja.
B. Kerangka Teori

Faktor internal :

1. Waktu/saat mengalami
pubertas.
2. Status ekonomi,
3. Industri pornografi
4. Pengetahuan individu Prilaku Seks
5. Pengalaman masa anak‐anak Bebas
6. Sikap remaja
b. Pembinaan relegius
c. Lingkungan sekitar

Gambar 2.1 Kerangka Teori Modifikasi : Notoadmojo (2014), Widyastuti (2012),


Ismainar (2016), Marlina (2016) dan Wahyuningsih, 2010
BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL

A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep atau kerangka pikiran merupakan dasar pemikiran pada
penelitian yang dirumuskan dari fakta-fakta, observasi dan tinjuan pustaka.
Kerangka konsep memuat teori, dalil atau konsep-konsep yang akan dijadikan
dasar dan pijakan untuk dilakukan penelitian. Uraian dalam krangka konsep
menjelaskan hubungan dan keterkaitan antar variabel penelitian (Setiawan &
Saryono, 2011). Adapun kerangka konsep tersebut dapat dilihat pada gambar
berikut ini :
Variabel Independen Variabel Dependen

1. Pengetahuan remaja
tentang kesehatan Perilaku Seks Pranikah
reproduksi Pada Remaja
2. Sikap remaja tentang
kesehatan reproduksi
BAB IV
METODE
A. Desain dan jenis Penelitian
Desain penelitian ini merupakan penjabaran lebih lanjut dari desain
rangkuman hasil penelitian dengan jenis review literature. Literature atau studi
pustaka, tinjuan pustaka, kajian pustaka, kajian teoritis, landasan teori, telaah
pustaka atau tinjuan teoritis tertentu yang dapat dari berbagai sumber seperti jurnal
, buku, internet dan pustaka lainnya.
Penelitian ini merupakan penelitian sekunder berjenis literature review yang
berarti analisis berupa kritik (membangun/menjatuhkan) dari penelitian yang telah
dilakukan terhadap suatu topik khusus atau pertanyaan terhadap suatu bagian dari
keilmuan tertentu (Agust, 2015). Dalam penelitian ini, peneliti menganalisis
hubungan pengetahuan dan sikap tentang kesehatan reproduksi dengan prilaku
seks pra nikah pada remaja.
B. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode dokumentasi. Metode dokumentasi merupakan metode pengumpulan data
dengan mencari atau menggali data dari literatur yang terkait dengan apa yang
dimaksudkan dalam rumusan masalah. Data – data yang telah didapatkan dari
berbagai literature dikumpulkan sebagai suatu kesatuan dokumen yang digunakan
untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan.
Metode yang digunakan dalam literature riview ini menggunakan strategi
secara komprehensif, seperti pencarian artikel dalam database jurnal penelitian,
pencarian melaluli internet, tinjuan ulang artikel yang mencoba menggali tentang
hubungan pengetahuan dan sikap tentang kesehatan reproduksi dengan prilaku
seks pra nikah pada remaja. Sumber yang digunakan pada studi ini dari elektronik
database yaitu EBSCO dan Geogle Scholar. Kata kunci yang digunakan dalam
pencarian artiket yaitu pengetahuan remaja, sikap dan kesehatan reproduksi.
Selama percarian jurnal tidak ditemukan jurna internasional di EBSCO dan
7.640 jurnal nasional di Geogle Scholar yang terkait kata kunci yang dicari.
Selama pencarian jurnal tidak ditemukan jurnal yang sama dengan seluruh variabel
dalam artikel ini. Kemudian dilakukan skrining terhadap jurnal tersebut,
berdasarkan kriteria dan yang masih ada hubungan dengan variabel dalam artikel
ini, sehingga jurnal yang masuk dalam kriteria 20 jurnal.

C. Kriteria
1. Kriteria Inklusi
a. Penelitian memberikan informasi tentang pengetahuan kesehatan reproduksi
b. Rentang Publikasi artikel mulai dari tahun 2015 sampai dengan tahun 2020
c. Penulisan dalam jurnal menggunakan bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris
2. Kriteria Eksklusi
a. Artikel hanya menampilkan abstrack
b. Artikel dari sumber blogspot, Wordpress dan Hand Out
c. Artikel dengan publikasi diatas lima tahun
D. Pencarian Artikel

Artikel diidentifikasi melalui pencarian


database Geogle Scholar

Total (n = 7.640)

Artikel diidentifikasi judul dan


abstrack, artikel yang tidak
sesuai topik tidak disertakan

Artikel di riview secara penuh 10 artikel tidak memenuhi


(n = 30) kriteria inklusi

Artikel yang masuk dalam


kriteria
(n=20)
E. Metode Analisa Data
Jurnal penelitian yang sesuai dengan kriteria inklusi kemudian dikumpulkan
dan dibuat ringkasan jurnal meliputi nama peneliti, tahun terbit jurnal, sampel,
metode, dan ringkasan hasil. Untuk lebih memperjelas analisis abstrak dan full
text jurnal dibaca dan dicermati. Ringkasan jurnal tersebut kemudian dilakukan
analisis terhadap isi yang terdapat dalam tujuan penelitian dan hasil/temuan
penelitian. Metode analisis yang digunakan menggunakan analisis isi jurnal.
BAB IV
ISI

A. Hasil Literatu Riview


Untuk mencari artikel, penulis melakukan pencarian menggunakan kata
kunci yang sudah disusun. Setelah dilakukan seleksi berdasarkan kriteria inklusi
dan eksklusi didapat 20 artikel, artikel tersebut kemudian dianalisis
Tabel 4.1 Literatur Riview

Nama Judul Tujuan Metode


No Hasil Penelitian
Peneliti Penelitian Penelitian Penelitian
1 Tetty Rina Hubungan untuk Metode yang Hasil penelitian
Aritonang pengetahuan mengetahui digunakan menunjukkan bahwa:
(2015) dan sikap hubungan adalah 1. Terdapat hubungan
tentang pengetahuan deskriptif yang signifikan
kesehatan dan sikap analitik antara pengetahuan
reproduksi tentang dengan dan sikap tentang
dengan perilaku kesehatan pendekatan kesehatan reproduksi
seks pranikah reproduksi cross dengan perilaku seks
pada remaja dengan perilaku sectional. pranikah pada
usia (15-17 seks pranikah remaja usia (15-17
tahun) di SMK pada remaja tahun),
Yadika 13 usia (15-17 2. Pengetahuan dan
Tambun, Bekasi tahun) di SMK sikap yang baik akan
Yadika 13 mempengaruhi
Tambun, Bekasi perilaku seks
pranikah.
3. Pengetahuan dan
sikap merupakan
faktor predisposisi
yang terdapat dalam
diri seseorang yang
memotivasi untuk
bertindak, baik
positif maupun
negatif.
2 Rasyida Hubungan Mengetahui penelitian Hasil Penelitian
Ashar Pengetahuan hubungan yang Menunjukkan Bahwa:
( 2017) Dan Sikap pengetahuan digunakan Terdapat Hubungan
Tentang dan sikap adalah Yang Signifikan Antara
Kesehatan tentang deskriptif Pengetahuan Dan Sikap
Reproduksi kesehatan Analitik. Tentang Kesehatan
Dengan reproduksi Dengan Reproduksi Dengan
Perilaku Seks dengan perilaku pendekatan Perilaku Seks Pranikah
Pranikah Pada seks pranikah Cross Pada Remaja
Remaja pada remaja Sectional Pengetahuan Dan Sikap
Yang Baik Akan
Mempengaruhi Perilaku
Seks Pranikah.
Pengetahuan Dan Sikap
Merupakan Faktor
Predisposisi Yang
Terdapat Dalam Diri
Seseorang Yang
Memotivasi Untuk
Bertindak, Baik Positif
Maupun Negatif
3 Yoga Hubungan Mengetahui Penelitian Ini Hasil Penelitian Adalah:
Pratama Antara hubungan Adalah 1. Tingkat
(2018) Pengetahuan pengetahuan Deskriptif Pengetahuan
Tentang tentang Korelasional Remaja Tentang
Kesehatan kesehatan Dengan Kesehatan
Reproduksi reproduksi Pendekatan Reproduksi
Dengan Sikap dengan sikap Cross Sebagian Besar
Seksual seksual Sectional Adalah Rendah,
Pranikah pranikah remaja 2. Sikap Remaja
Remajadi di Kelurahan Tentang Seks
Kelurahan Danguran Pranikah Sebagian
Danguran Kabupaten Besar Adalah
Kabupaten Klaten Menolak, Dan
Klaten 3. Terdapat Hubungan
Pengetahuan
Remaja Tentang
Kesehatan
Reproduksi Dengan
Sikap Seks Pranikah
Pada Remaja Di
Desa Danguran
Kecamatan Klaten
Selatan Kabupaten
Klaten.
4 Tapsila Hubungan mengetahui Penelitian Ini Hasil Penelitian Nya :
(2018) Pengetahuan hubungan Merupakam Ada Hubungan
Dan Sikap pengetahuan Penelitian Pengetahuan (P= 0.000)
Dengan dan sikap Analitik Dan Sikap (P=0.000).
Perilaku dengan perilaku Dengan Kesimpulan Dari
Seksual Pada seksual pada Menggunakan Penelitian Ini Adalah
Siswa Smk siswa Smk Pendekatan Ada Hubungan
Crossectional Pengetahuan Dan Sikap
Dengan Perilaku
Seksual Pada Remaja
Di Smk Patria
Gadingrejo Tahun 2014

5 Sitti Rahmi Hubungan untuk Jenis Hasil peneltian


Husaini Azis antara mengetahui penelitian menunjukan bahwa
(2018) pengetahuan hubungan yang sebagian besar remaja
dan sikap antara digunakan berpengetahuan kurang
tentang pengetahuan adalah baik 66,1%, remaja
kesehatan dan sikap penelitian yang memiliki sikap
reproduksi tentang survey kurang baik 55% dan
dengan kesehatan analitik perilaku remaja berisiko
perilaku reproduksi dengan 78%. Analisis hubungan
seksual dengan perilaku rancangan menggunakan uji
pranikah seksual studi potong chisquare dengan
pada remaja pranikah pada lintang (cross tingkat kepercayaan
di kos-kosan remaja di kos- sectional 95% dan α = 0,05
Kelurahan kosan study) didapatkan hasil adanya
Kleak Kota Kelurahan hubungan pengetahuan
Manado Kleak dan perilaku seksual
Lingkungan 6 pranikah p value =
Kota Manado. 0,003, sedangkan
hubungan sikap dan
perilaku seksual
pranikah p value =
0,078. Kesimpulan :
Adanya hubungan
antara pengetahuan
dengan perilaku seksual
pranikah pada remaja di
koskosan Kelurahan
Kleak Lingkungan 6
Kota Manado dan tidak
ada hubungan antara
sikap dengan perilaku
seksual pranikah pada
remaja di kos-kosan
Kelurahan Kleak
Lingkungan 6 Kota
Manado
6 Ahmad Hubungan untuk Penelitian ini Tidak ada hubungan
Teguh pengetahuan, mengetahui merupakan antara pengetahuan
(2016) sikap terhadap hubungan penelitian kesehatan reproduksi
kesehatan pengetahuan, analitik dan seksualitas dengan
reproduksi sikap terhadap dengan perilaku seksual
dengan praktik kesehatan rancangan pranikah mahasiswa
seksual reproduksi Cross Akademi Kebidanan
pranikah pada dengan praktik Sectional Politeknik Kesehatan
mahasiswi seksual Depkes Semarang. ( p=
Kebidanan di pranikah pada 0,714 ). Tidak ada
Politeknik mahasiswi hubungan antara sikap
Kesehatan Kebidanan di kesehatan reproduksi
Depkes Politeknik dan seksualitas dengan
Semarang Kesehatan perilaku seksual
Depkes pranikah mahasiswa
Semarang Akademi Kebidanan
Politeknik Kesehatan
Depkes Semarang. ( p=
0,432 )
7 Rahima Idrus Hubungan untuk Jenis analisa data
(2018) pengetahuan mengetahui penelitian mencangkup analisis
dan sikap hubungan non eksp univariat dan analisis
tentang pengetahuan erimen bivariat dengan
kesehatan dan sikap dengan menggunakan uji
Reproduksi tentang desain chisquare dengan
remaja di SMA kesehatan Cross tingkat kemaknaan
Negeri 3 Gane reproduksi sectional 0,05 dari semua
barat remaja di Populasi variable yang diteliti
Kecamatan SMA Negeri 3 Penelitian didapatkan ρ< 0,05.
Gane Barat Gane Barat adalah siswa Untuk variable
Selatan kelas I dan pengetahuan nilai p =
Kabupaten kelas II 0,000, variable sikap
Halmahera nilai p = 0,000, hal ini
Selatan berarti bahwa ada
Maluku Utara hubungan yang
bermakna antara
pengetahuan, dan
sikap, terhadap keseha
tan reproduksi remaja
di SMA Negeri 3
Gane Barat Kec. Gane
Barat Selatan Kab.
Halmahera Selatan
Maluku Utara. Dari
hasil penelitian
didapat hubungan yang
paling bermakna adalah
hubungan pengetahuan
dan sikap pada
responden
di SMA Negeri 3 Gane
Barat Kec. G
ane Barat Selatan Kab.
Halmahera Selatan
Maluku Utara.

8 Zakia Ulfah Hubungan untuk Jenis Ada hubungan yang


(2016) pengetahuan mengetahui penelitian bermakna pengetahuan
dan sikap hubungan yang kesehatan reproduksi
dengan praktik pengetahuan digunakan siswa dengan praktik
kesehatan dan sikap adalah kesehatan reproduksi
Reproduksi dengan praktik penelitian siswa. (p
siswa di SMK kesehatan kuantitatif value = 0,0001; 95%; r
“X” Kabupaten Reproduksi jenis = 0,664; CI=0,568-
Kebumen siswa di SMK explanatory 0,768)
Triwula “X” Kabupaten research Ada hubungan yang
NI Kebumen dengan desain bermakna sikap
Tahun 2016 Triwula cross kesehatan
NI sectional reproduksi siswa
Tahun 2016 study dengan praktik
. kesehatan reproduksi
siswa. (p value =
0,0001;
r=0,745; 95%;
CI=0,634-0,828). Ada
hubungan yang
bermakna bersama-
sama
pengetahuan kesehatan
reproduksi siswa dan
sikap
kesehatan reproduksi
siswa dengan praktik
kesehatan reproduksi
siswa, dengan
pengetahuan
kesehatan reproduksi
siswa berkontribusi
0,398 kali kepada
praktik dan
sikap kesehatan
reproduksi
siswa berkontribusi
0,337 kali pada praktik
kesehatan
reproduksi siswa. (p
value=0,0001; praktik
kesehatan reproduksi
siswa=17,165
+ 0,398 pengetahuan
kesehatan reproduksi
siswa + 0,337 sikap
kesehatan reproduksi
siswa)
9 Khodijatul Hubungan Untuk Jenis hasil dari penelitian ini
Asna Antara mengetahui penelitian ada hubungan antara
(2016) Pengetahuan Hubungan adalah pengetahuan tentang
Dan Sikap Pengetahuan Explanatory kesehatan reproduksi (p
Terhadap Dan Sikap research = 0,028) dan ada
Kesehatan Terhadap dengan hubungan antara sikap
Reproduksi Kesehatan pendekatan terhadap kesehatan
Dengan Reproduksi cross reproduksi (p = 0,032)
Perilaku Dengan sectional dengan prilaku seksual
Seksual Pra Perilaku pra nikah
Nikah Pada Seksual Pra
Siswa Di Sma Nikah Pada
Negeri 14 Kota Siswa Di Sma
Semarang Negeri 14 Kota
Tahun Ajaran Semarang
2015/2016 Tahun Ajaran
2015/2016
10 Kamidah Hubungan Mengetahui penelitan ini Didapatkan hail nilai
(2017) Pengetahuan hubungan menggunakan X2hitung = 24.091
Remaja Tentang pengetahuan metode lebih besar dari X2tabel
Kesehatan remaja tentang observasional = 5.991 dan nilai p =
Reproduksi kesehatan analitik 0,000 kurang dari 0,05.
Dengan reproduksi dengan Simpulan: Terdapat
Perilaku Seks dengan perilaku pendekatan hubungan positif antara
Pranikah Pada seks pranikah cross pengetahuan remaja
Siswa Kelas Xi sectional tentang kesehatan
Di Sma N reproduksi dengan
Colomadu perilaku seks pranikah
pada remaja.
11 Pratama Hubungan untuk Penelitian ini hasil penelitian adalah:
(2018) Antara mengetahui adalah (1) Tingkat
Pengetahuan Hubungan deskriptif pengetahuan remaja
Tentang Antara korelasional tentang kesehatan
Kesehatan Pengetahuan dengan reproduksi sebagian
Reproduksi Tentang pendekatan besar adalah rendah, (2)
Dengan Sikap Kesehatan cross sikap remaja tentang
Seksual Reproduksi sectional seks pranikah sebagian
Pranikah Dengan Sikap besar adalah menolak,
Remaja Di Seksual dan (3) terdapat
Kelurahan Pranikah hubungan pengetahuan
Danguran Remaja Di remaja tentang
Kabupaten Kelurahan kesehatan reproduksi
Klaten Danguran dengan sikap seks
Kabupaten pranikah pada remaja di
Klaten Desa Danguran
Kecamatan Klaten
Selatan Kabupaten
Klaten.
12 Zahrotul Hubungan Penelitin ini Penelitian ini Berdasarkan hasil
Uyun Antara bertujuan ntuk menggunakan perhitungan dengan
(2016) Pengetahuan mengetahui metode menggunakan product
Kesehatan hubungan kuantitatif moment diperoleh nilai
Reproduksi antara koefisien korelasi (rxy)
Dengan pengetahuan -0,078 (p > 0,05) yang
Perilaku Seks kesehatan artinya, tidak ada
Pranikah reproduksi hubungan antara
dengan perilaku pengetahuan kesehatan
seks pranikah; reproduksi dengan
untuk perilaku seks pranikah.
mengetahui Dari hasil penelitian ini
peranan juga diketahui bahwa
pengetahuan pengetahuan kesehatan
kesehatan reproduksi dan perilaku
reproduksi seks pranikah tergolong
terhadap rendah.
perilaku seks
pranikah; untuk
mengetahui
tingkat
pengetahuan
kesehatan
reproduksi
remaja; untuk
mengetahui
tingkat perilaku
seks pranikah
13 Haryati Hubungan Penelitian ini Penelitian ini Hasil penelitian
Astuti1 Pengetahuan bertujuan untuk menggunakan didapatkan 74% siswa/i
(20 Dan Sikap mengkonfirmasi desain memiliki pengetahuan
Terhadap hubungan penelitian baik, 79% memiliki
Perilaku Seks antara analitik dan sikap negatif terhadap
Bebas pengetahuan pendekatan seks bebas, dan 61%
dan sikap cross berperilaku kurang baik.
dengan perilaku sectional Hasil uji menujukkan
seks bebas ada hubungan
remaja SMA pengetahuan terhadap
perilaku seks bebas nilai
p value 0,016, dan ada
hubungan sikap
terhadap perilaku seks
bebas nilai p value
0,035. Ada hubungan
pengetahuan dan sikap
terhadap perilaku seks
bebas. Hasil penelitian
ini diharapkan dapat
dijadikan masukan
untuk pencegahan
peningkatan seks bebas
pranikah dan bagi
peneliti selanjutnya
diharapkan dapat
meneliti variabel lain
yang mungkin
berpengaruh terhadap
perilaku seks bebas
remaja.
14 Ruri Hubungan Penelitian ini Penelitian ini .Hasil penelitian
Maiseptya Pengetahuan bertujuan untuk menggunakan didapatkan : (1) terdapat
Sari Dengan mengetahui desain 18 siswa (24%)
(2019) Persepsi hubungan analitik, memiliki pengetahuan
Remaja Tentang pengetahuan dengan yang kurang, 31 siswa
Seks Pranikah dengan persepsi pendekatan (41,3%) memiliki
Di Smkn 3 Kota remaja tentang cross pengetahuan yang
Bengkulu seks pranikah di sectional cukup, 26 siswa
SMKN 3 Kota (34,7%) memiliki
Bengkulu pengetahuan yang baik
tentang seks pranikah.
(2) terdapat 43 siswa
(57,3%) memiliki
persepsi negatif dan 32
siswa (42,7%) memiliki
persepsi positif tentang
seks pranikah.(4) ada
hubungan antara
pengetahuan terhadap
seks pranikah pada
siswa kelas XI di
SMKN 3 Kota
Bengkulu dengan
kategori sedang. (5) ada
hubungan antara
persepsi terhadap seks
pranikah pada siswa
kelas XI di SMKN 3
Kota Bengkulu dengan
kategori sedang. D
15 Siti Novy Hubungan Tujuan Metode Hasil uji statistik
Romlah Pengetahuan penelitian ini penelitian ini didapatkan p value =
(2020) Dan Persepsi yaitu menggunakan 0.010 < a = 0,05
Tentang mengetahui desain sehingga p-value < a ,
Seksualitas apakah ada analitik cross dengan OR = 3.8 (95%
Pada Remaja hubungan sectional CI 1,45 – 9,92) maka
Dengan pengetahuan disimpulkan bahwa
Perilaku Seks dan persepsi terdapat hubungan yang
Pada Siswa tentang signifikan antara
Kelas Xi seksualitas pada pengetahuan tentang
Jurusan remaja dengan seksualitas dengan
Akuntansi Di perilaku seks perilaku seks. Hasil uji
Smk Sasmita pada siswa statistik didapatkan p-
Jaya 1 kelas XI value = 0.034 < a = 0,05
Pamulang Jurusan sehingga p-value < a,
Akuntansi di dengan OR = 3.0 (95%
SMK Sasmita CI 1,18 - 7,65) maka
Jaya 1 dapat disimpulkan hasil
Pamulang penelitian ini terdapat
hubungan yang
signifikan antara
persepsi tentang
seksualitas dengan
perilaku seks.
16 Tritjahjo Hubungan untuk Jenis Hasil penelitian
Danny Pengetahuan mengetahui penelitian ini menunjukkan bahwa
Soesilo Tentang Hubungan merupakan ada hubungan
(2019) Pendidikan Pengetahuan penelitian pengetahuan tentang
Seks Dengan Tentang korelasional. pendidikan seks dengan
Perilaku Pendidikan perilaku seksual remaja
Seksual Remaja Seks Dengan siswa kelas XI Tata
Perilaku Busana SMK Negeri 1
Seksual Remaja Pringapus tahun
pelajaran 2018/2019,
dengan nilai r = 0,435
dan koefesien
signifikansi 0,000 ≤
0,05. Maka hubungan
kedua variabel tersebut
positif dan signifikan.
Dengan demikian,
hipotesis peneliti “ Ada
Hubungan Signifikan
Antara Pengetahuan
Tentang Pendidikan
Seks Dengan Perilaku
Seksual Remaja Siswa
Kelas XI Tata Busana
SMK Negeri 1
Pringapus Tahun Ajaran
2018/2019”, jadi dapat
dikatakan hipotesis
diterima.
17 Hubungan Rancangan Hasil uji statistik
Antara Tingkat penelitian menggunakan fisher’s
Pengetahuan yang exact test didapatkan
Kesehatan digunakan bahwa terdapat
Reproduksi bersifat hubungan bermakna
Dengan analitik antara tingkat
Perilaku observasional pengetahuan kesehatan
Seksual Remaja dengan reproduksi dengan
Pada Di Sma pendekatan perilaku seksual remaja
Islam Terpadu potong (p=0,02). Simpulan dari
Pgii-1 Kota lintang penelitian ini yaitu
Bandung (Cross sebagian besar siswa
Periode 2017- Sectional). kelas XII IPA Sekolah
2018 Menengah Atas (SMA)
Islam Terpadu PGII-1
Kota Bandung memiliki
tingkat pengetahuan
yang baik mengenai
kesehatan reproduksi
serta perilaku seksual
yang baik (positif), serta
semakin tinggi tingkat
pengetahuan kesehatan
reproduksi maka
semakin baik perilaku
seksual pada remaja.
18 Lina Wahyu Gambaran Tujuan umum Penelitian ini Pengetahuan remaja
Susanti Tingkat dari penelitian menggunakan tentang seks bebas
(2018) Pengetahuan ini adalah untuk desain diukur dengan
Remaja mengetahui analitik, kuesioner yang terdiri
Terhadap gambaran dengan atas 30 butir
Perilaku Seks tingkat pendekatan pertanyaan. Dengan
Bebas Di Sma I pengetahuan cross skala Guttman (0 dan 1)
Teras Boyolali remaja terhadap sectional maka kemungkinan
perilaku seks skor tertinggi adalah 30
bebas. Tujuan dan skor terendah
khusus dari adalah 0. Dari 45
penelitian ini responden terdapat 43
adalah untuk siswa (95,6%) yang
mengetahui memiliki tingkat
tingkat pengetahuan tinggi dan
pengetahuan 2 siswa (4,4%) yang
remaja tentang memiliki tingkat
seks bebas, pengetahuan sedang.
untuk Tidak ada siswa yang
mengetahui memiliki tingkat
perilaku seks pengetahuan rendah.
bebas pada dari 45 responden
remaja, untuk terdapat 34 siswa
mengetahui (75,6%) yang memiliki
gambaran perilaku baik dan 11
tingkat siswa (24,4%) yang
pengetahuan memiliki perilaku
remaja terhadap cukup baik. Tidak ada
perilaku seks siswa yang memiliki
bebas perilaku kurang baik.
Dari distribusi ini dapat
disimpulkan bahwa
sebagian besar siswa-
siswi kelas XI SMA I
Teras Boyolali memiliki
perilaku seks pranikah
yang baik
19 Prosper Sexual health This study comparative n-school girls
Adogu knowledge, assessed and cross- demonstrated better
(2017) attitude and compared the sectional knowledge of sexual
risk sexual health design was and reproductive health
perception knowledge, used in which compared to their out-
among in- attitude and risk 391 in-school of-school counterparts.
school and perception of female The awareness of fertile
out-of-school in-school and adolescents  period, contraception
female out-of-school methods, STI and HIV
adolescents female transmission and
in Onitsha, unmarried prevention were all
Anambra adolescents in significantly better
State, Nigeria Onitsha North among the in-school
Local adolescents compared
Government to their out-of-school
Area, Anambra counterparts (P<0.05).
State, Nigeria They also had markedly
higher risk perception
of getting pregnant
(P<0.05) or acquiring
HIV infection (P<0.05)
compared to their out-
of-school counterparts.
20 Rahima Idrus Hubungan Tujuan Jenis Analisa data
(2017) Pengetahuan penelitian ini penelitian mencangkup analisis
Dan Sikap untuk non eksp univariat dan analisis
Tentang mengetahui erimen bivariat dengan
Kesehatan hubungan dengan menggunakan uji
Reproduksi pengetahuan desain chisq
Remaja Di Sma dan sikap Cross uare
Negeri 3 Gane tentang sectional dengan
Barat kesehatan tingkat kemaknaan
Kecamatan reproduksi 0,05 dari semua
Gane Barat remaja di variable yang diteliti
Selatan SMA Negeri 3 didapatkan ρ< 0,05.
Kabupaten Gane Barat Untuk variable
Halmahera Kec pengetahuan nilai p =
Selatan Maluku 0,000, variable sikap
Utara nilai p = 0,000, hal ini
berarti bahwa ada
hubungan yang
bermakna antara
pengetahuan, dan
sikap, terhadap keseha
tan reproduksi remaja
di SMA Negeri 3
Gane Barat Kec. Gane
Barat Selatan Kab.
Halmahera Selatan
Maluku Utara. Dari
hasil penelitian
didapat hubungan yang
paling bermakna adalah
hubungan pengetahuan
dan sikap pada
responden
di SMA Negeri 3 Gane
Barat Kec. G
ane Barat Selatan Kab.
Halmahera Selatan
Maluku Utara.

B. Pembahasan
Dari rangkuman 20 jurnal diatas, peneliti melihat bahwa terdapat hubungan
yang signifikan antara pengetahuan dan sikap tentang kesehatan reproduksi
dengan prilaku seks pra nikah pada remaja, berdarsarkan penelitian Tetty Rina
Aritonang (2015), dengan tujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan
sikap tentang kesehatan reproduksi dengan perilaku seks pranikah pada remaja
usia (15-17 tahun) di SMK Yadika 13 Tambun, Bekasi, Teknik pengambilan
sampel menggunakan probability sampling sebanyak 103 orang. Pengumpulan
data menggunakan instrumen kuisioner yang mencakup tiga variabel yaitu (1)
pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, (2) sikap tentang kesehatan reproduksi
dan (3) perilaku seks pranikah, Metode yang digunakan adalah deskriptif analitik
dengan pendekatan cross sectional. Hasil penelitian ini terdapat hubungan
penegtahuan tentang kesehatan reproduksi dengan perilaku seks pranikah pada
remaja usia (15-17 tahun) di SMK Yadika 13 Tambun, Bekasi.
Menurut Rahman dkk (2011:35) bahwa masalah kesehatan reproduksi pada
remaja, pada kenyataannya masih dianggap tabu untuk dibahas terutama di Asia
Tenggara. Di Indonesia dengan situasi geografis yang terdapat beribu-ribu pulau,
penyebaran penduduk belum merata dan pendidikan belum merata menyebabkan
belum mampu menjangkau tingkat kesehatan yang baik. Sedangkan menurut
Manuaba dkk (2009:118) bahwa pada umumnya, anak-anak memasuki usia remaja
tanpa memiliki pengetahuan dan pendidikan memadai tentang kesehatan
reproduksi, akan cenderung lebih memiliki resiko tinggi untuk berperilaku yang
jauh dari yang diharapkan. Bahkan, selama remaja menjalani hubungan (pacaran),
informasi yang mereka dapatkan cenderung salah. Sikap menabukan seks pada
remaja hanya akan mengurangi kemungkinan mereka untuk tidak membicarakan
secara terbuka tetapi tidak untuk mencegah perilaku seksual.
Demikian pula dari hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)
tahun 2012, menunjukkan pegetahuan tentang kesehatan reproduksi sangat rendah,
terutama akan bahayanya masalah HIV AIDS dan penyakit menular lainnya. 63-
67% mengatakan penyakit HIV AIDS dapat dicegah yaitu dengan cara
menggunakan kondom pada saat coitus. Laporan dari K4Health Reproductive
Health Indonesia, beberapa masalah remaja antara lain kehamilan yang tidak
diinginkan yaitu 33,79% (PKBI, 2015).
Dari 20 artikel terdapat 1 artikel hasil penelitian yang tidak sejalan dengan
artikel lainnya yaitu peneliti Ahmad Teguh (2016) dengan judul hubungan
pengetahuan, sikap terhadap kesehatan reproduksi dengan praktik seksual pranikah
pada mahasiswi Kebidanan di Politeknik Kesehatan Depkes Semarang, dengan
tujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan, sikap terhadap kesehatan
reproduksi dengan praktik seksual pranikah pada mahasiswi Kebidanan di
Politeknik Kesehatan Depkes Semarang. Metode Penelitian ini merupakan
penelitian analitik dengan rancangan Cross Sectional, total sampel dalam
penelitian ini 43 responden di dapatkan hasil penelitian Tidak ada hubungan antara
pengetahuan kesehatan reproduksi dan seksualitas dengan perilaku seksual
pranikah mahasiswa Akademi Kebidanan Politeknik Kesehatan Depkes Semarang.
( p= 0,714 ). Tidak ada hubungan antara sikap kesehatan reproduksi dan
seksualitas dengan perilaku seksual pranikah mahasiswa Akademi Kebidanan
Politeknik Kesehatan Depkes Semarang. ( p= 0,432 ).
Berbeda dengan penilitian Rasida Ashar (2017) dengan judul hubungan
pengetahuan dan sikap tentang kesehatan reproduksi dengan perilaku seks
pranikah pada remaja, dengan tujuan Mengetahui hubungan pengetahuan dan
sikap tentang kesehatan reproduksi dengan perilaku seks pranikah pada remaja,
metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif Analitik, dengan pendekatan
Cross Sectional, jumlah responden 130 responden. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa: terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dan sikap tentang
kesehatan reproduksi dengan perilaku seks pranikah pada remaja pengetahuan dan
sikap yang baik akan mempengaruhi perilaku seks pranikah. pengetahuan dan
sikap merupakan faktor predisposisi yang terdapat dalam diri seseorang yang
memotivasi untuk bertindak, baik positif maupun negative.
Menurut Mednick, Higgins & Kirschenbaum (2006) dalam Hastutik (2015)
pembentukan sikap dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu : pengaruh sosial seperti
norma dan kebudayaan, karakter kepribadian individu, dan informasi yang selama
ini diterima individu. Pendapat tersebut didukung oleh Wijaya (2012), bahwa
sikap tentang kesehatan reproduksi yaitu: Sikap positif ditunjukkan dengan
mampu melakukan penanganan dini dan pencegahan dini terhadap Kesehatan
Reproduksi. Sikap negatif ditunjukkan bila seseorang tersebut tidak mampu
melakukan penanganan dan pencegahan terhadap kesehatan reproduksi.
Dari pendapat di atas peneliti memberikan pandangan bahwa sikap
merupakan faktor predisposisi yang mencakup komponen seperti keyakinan, ide,
konsep serta ungkapan emosional yang diekspresikan dengan tingkah laku yang
berkaitan untuk bertindak. Dapat disimpulkan bahwa bila seseorang memiliki
sikap yang positif (baik) maka kecil kemungkinan untuk melakukan hubungan
seksual pranikah dan begitu juga sebaliknya.
Pembentukan dan perubahan sikap akan ditentukan oleh dua faktor, yaitu
faktor internal (individu itu sendiri) adalah cara individu dalam menanggapi dunia
luarnya dengan selektif sehingga tidak semua yang datang akan diterima atau
ditolak dan faktor eksternal adalah keadaan-keadaan yang ada diluar individu yang
merupakan stimulus untuk membentuk dan mengubah sikap. Hal ini sejalan
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Zakiah Ulfah (2016) yang
menyatakan Ada hubungan yang bermakna bersama-sama pengetahuan
kesehatan reproduksi siswa dan sikap kesehatan reproduksi siswa dengan prilaku
seks pranikah pada siswa.

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
1. Terdapat hubungan Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dengan prilaku
seks pra nikah pada remaja
2. Terdapat hubungan sikap tentang kesehatan reproduksi dengan prilaku seks pra
nikah pada remaja
3. Pengetahuan dan sikap yang baik akan mempengaruhi perilaku seks pranikah
dimana pengetahuan dan sikap merupakan faktor predisposisi yang terdapat
dalam diri seseorang yang memotivasi untuk bertindak baik itu positif ataupun
negatif.
4. Terdapat hubungan pengetahuan dan sikap tentang kesehatan reproduksi
dengan prilaku seks pra nikah pada remaja
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan Hubungan Pengetahuan Dan
Sikap Tentang Kesehatan Reproduksi Dengan Perilaku Seks Pra Nikah Pada
Remaja), maka peneliti ingin menyampaikan saran sebagai berikut:
1. Bagi Peneliti
Hasil literature review ini dapat menambah pengetahuan peneliti
mengenai Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Tentang Kesehatan Reproduksi
Dengan Perilaku Seks Pra Nikah Pada Remaja
2. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil literature review ini dapat meningkatkan wawasan dan tingkat
pengetahuan serta menambah referensi bagi perkembangan ilmu Kebidanan
dan perkembangan metode untuk mewujudkan pengetahuan dan Sikap
Tentang Kesehatan Reproduksi Dengan Perilaku Seks Pra Nikah Pada Remaja
3. Bagi Tempat Pelayanan Kesehatan
Hasil literature review ini dapat dijadikan sebagai informasi bagi
pelayanan kesehatan tentang sistem informasi yang benar mengenai
Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Tentang Kesehatan Reproduksi Dengan
Perilaku Seks Pra Nikah Pada Remaja dan di harapkan hasil penelitian ini
dapat menambah pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya
Pengetahuan Dan Sikap Tentang Kesehatan Reproduksi Dengan Perilaku Seks
Pra Nikah Pada Remaja.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya


Hasi literature review ini dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan
dan referensi untuk penelitian, dan sebagai bahan pertimbangan untuk lebih
memperdalam penelitian selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Ali,Mohammad,Mohammad Asrori.2015. Psikologi Remaja, jakarta ; Bumi Aksara


Anwar Hidayat. 2012. Uji statistik
Arda,Mulya.2001. Konsep Pendidikan islam Tentang Kenakalan Remaja,
Palembang ; Skripsi Tarbiyah IAIN
Badan Pusat Statistik.2016.Profil Penduduk Indonesia Hasil SUPAS
2015.BadanPusat Statistik : Jakarta.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2004. Pola Komunikasi Orang Tua & anak Dalam
Keluarga, Jakarta ; PT Asdi Mahasatya
Kartono, Kartini, 2003. Patologi Perkembangan Anak dan Remaja, Palembang ;
IAIN Raden Fatah Press
Kesehatan Jiwa Remaja dan Konseling. Jakarta: Trans Info Media Asriani, 2012.
Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kebiasaan Merokok Pada Siswa
SMAN 1 Ranomeeto Barat Kabupaten Konawe Selatan
Moleong,Lexy J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : PP. Remaja
Rosdakarya
Miles, Matthew, B, And A. Michael Huberman. 2014. Analisis Data Kualitatif,
Jakarta : UI-Press
Sudarsono, 2011.Kenakalan Remaja, Jakrta : PT Rineka Cipta
Setyawati, Heny .2017.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kenakalan Remaja
Disekolah Menengah Atas (SMAS) Satria Kendari Sulawesi Tenggara
(Skripsi)
Tapsila, 2018.Peranan Orang Tua Dalam Mengatasi Kenakalan Pada Anak Di
Lorong Gembira Kelurahan Demang Lebar Daun Kota Palembang( Skripsi)
Yulianti, Eka. Perbandingan Perilaku Agresif Antara Remaja yang Berasal Dari
Keluarga Bercerai Dengan Keluarga Utuh (Skripsi)
Zuhdiayh. 2012. Psikologi Agama, Depok Sleman Yogyakarta : Pustaka Felicha
Hutabarat, Rio LF .Faktor – Faktor Penyebab Kenakalan Remaja (Studi Kasus
Pengguna Narkoba Di Desa Perumnas Simalingkar Kecamatan Pancur Batu)
KabarIndonesia.2015.Remaja Potensi dan Kenakalannya. http://kabarindonesia.com
diakses 13 Maret 2017
Saputro, Bayu Mardi & Triana Noor Edwina Dewayani Soeharto. 2012. Hubungan
Antara Konformitas Terhadap Teman Sebaya Dengan Kecenderungan
Kenakalan Pada Remaja.
Sarwono.2011.Ilmu kebidanan.Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Sugiyono, 2011.Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung :
Alfabeta.
Septiyunii, Dara Agnis, dkk. Pengaruh Kelompok Teman Sebaya (Peer Group)
Terhadap Perilaku Bullying Siswa Di Sekolah.
Siswanto, dkk.2013. Metodologi Penelitian Kesehatan dan Kedokteran. Yogyakarta:
Bursa Ilmu Sumiati, dkk. 2009.

Anda mungkin juga menyukai