Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PRAKTIK KLINIK KEBIDANAN VA

PRECEPTORSHIP DAN PENGELOLAAN ADMINISTRASI PWS KIA

Disusun Guna Memenuhi Tugas Praktik Klinik Kebidanan VA

Di Rumah Bersalin Anny Rahardjo

Nama Pembimbing:

Disusun Oleh :

1. Maria Agnes Lamawuran


2. Febriyanti Z. latjuba
3. Novi Sukmawati
4. Lilis Hestiani
5. Desi Astuti

PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM SARJANA TERAPAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS NASIONAL

2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Berbagai upaya telah dilakukan untuk menurunkan angka kematian ibu  dan bayi, mulai dari

tingkat internasional (World Health Organization/WHO), tingkat nasional, sampai ke tingkat

daerah. Di antaranya adalah pertemuan millenium Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada

September 2000 yang menyepakati bahwa Tujuan Pembangunan Millenium (Millenium

Development Goals/MDGs) harus tercapai pada tahun 2015. Seiring dengan target tersebut

Pemerintah telah mencanangkan pengimplementasian MDGs, khususnya pada nomor 1, 4 dan 5,

yakni : Menurunkan angka status gizi kurang/buruk pada anak-anak berusia di    bawah lima

tahun (balita) sebesar 50% dari keadaan tahun 1990 pada tahun 2015 menjadi 15%, menurunkan

angka kematian bayi dan balita sebesar 66% dari keadaan tahun 1990 yaitu menjadi 16 / 1000

kelahiran hidup pada tahun 2015, menurunkan angka kematian ibu sebesar 75% dari keadaan

tahun 1990 yaitu menjadi 125 / 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015.

Tujuan  bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 alinea IV adalah untuk

melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia serta untuk

memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mencapai tujuan

tersebut diselenggarakan pembangunan Nasional secara berkelanjutan, terencana dan terarah.

Pembangunan Kesehatan merupakan bagian integral dan terpenting dalam pembangunan

Nasional.

Tujuan diselenggarakan Pembangunan Kesehatan adalah untuk meningkatkan kesadaran,

kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang optimal. Keberhasilan Pembangunan Kesehatan berperan penting dalam

meningkatkan mutu dan daya saing sumber daya manusia Indonesia.

Untuk mencapai tujuan tersebut perlu diselenggarakan upaya kesehatan yang menyeluruh,

terpadu dan merata serta dapat diterima dan dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.

PWS-KIA adalah alat manajemen program KIA untuk memantau cakupan pelayanan KIA di

suatu wilayah kerja secara terus menerus. Hal tersebut dimaksudkan agar dapat dilakukan tindak

lanjut yang cepat dan tepat terhadap wilayah kerja yang cakupan pelayanan KIA-nya masih

rendah ataupun wilayah yang membutuhkan penanganan atau tindak lanjut secara khusus.

Penyajian PWS-KIA dapat dipakai sebagai alat motivasi dan komunikasi kepada sektor terkait

yang berkaitan terhadap pelaksanaan pelayanan kesehatan ibu dan anak. Dapat dijabarkan lebih

lanjut bahwa penyajian PWS-KIA berkaitan langsung dengan masyarakat setempat, khususnya

aparat yang berperan dalam pendataan dan penggerakan sasaran agar mendapatkan pelayanan

KIA, maupun dalam membantu memecahkan masalah non teknis rujukan kasus resiko tinggi.

Dalam hal ini adalah sumber daya masyarakat setempat seperti kader kesehatan, tokoh

masyarakat dan tokoh agama.

Pembelajaran dalam jenjang D IV Kebidanan mencakup kuliah di kelas dan praktik klinik.

Praktik Klinik Kebidanan V adalah salah satu proses pembelajaran yang harus ditempuh oleh

mahasiswi kebidanan. Melalui proses pembelajaran ini diharapkan terbentuk lulusan yang

handal, siap pakai, serta inovatif dengan bekal pengetahuan dan kemampuan yang akhirnya

mampu mengaplikasikan apa yang dipelajari di dunia kerja serta menjadi aset yang bernilai

tinggi bagi institusi tempat bekerja. 


Praktik klinik merupakan suatu kegiatan untuk memberikan pengalaman belajar bagi mahasiswi

kebidanan dalam situasi yang nyata, khususnya dalam membentuk peran dan tanggungjawab

mahasiswa untuk menjadi bidan yang profesional dan berpengetahuan tinggi, dengan

menunjukkan sebuah pencapaian berupa memberikan asuhan yang aman, menunjukkan

akuntabilitas kerja, dapat dipercaya, menunjukkan kemampuan dalam mengorganisasi asuhan

kebidanan, mengelola program PWS KIA, dan mampu berkomunikasi dengan baik terhadap

pasien dan staf lainnya di institusi kesehatan.

Mengacu pada Kurikulum Program Studi Kebidanan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas

Nasional Semester VII tentang pencapaian kemampuan preceptorship untuk membimbing dan

memotivasi praktisi kesehatan baru yang memenuhi persyaratan untuk melewati masa transisi

bagi mahasiswi untuk mengembangkan kemampuan praktik mereka lebih lanjut. Serta untuk

mengaplikasikan praktik administrasi PWS KIA, maka mahasiswi diwajibkan untuk

melaksanakan kegiatan praktik klinik berikut.

Selama pelaksanaan praktik klinik kebidanan V, mahasiswi diharapkan mampu menerapkan

serta mengembangkan pengetahuan dan keterampilannya yang telah didapat di perkuliahan dan

laboratorium ke dalam pelayanan yang nyata di Puskesmas terkait,

dengan preceptorship dan coaching dalam asuhan kebidanan pada kehamilan, pada ibu bersalin,

nifas, bayi baru lahir, KB, serta pengelolaan administrasi PWS KIA.

Program preceptorship dalam pembelajaran bertujuan untuk membentuk peran dan tanggung

jawab mahasiswa untuk menjadi perawat yang profesional dan berpengetahuan tinggi, dengan

menunjukan sebuah pencapaian berupa memberikan perawatan yang aman, menunjukan


akuntabilitas kerja, dapat dipercaya, menunjukan kemampuan dalam mengorganisasi perawatan

pasien dan mampu berkomunikasi dengan baik terhadap pasien dan staf lainnya.

Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas yang berada di bawah Dinas Kesehatan yang

merupakan pelaksana pelayanan kesehatan strata pertama  (dasar) dalam sistem kesehatan di

Indonesia.

Tugas pokok dan fungsi Puskesmas yaitu sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan

kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat serta sebagai pusat pelayanan kesehatan strata

pertama. Atas dasar itu, semua program yang ada di Puskesmas mengacu kepada tugas pokok

dan fungsi tersebut sehingga pelaksanaan kegiatan mengarah kepada tujuan yang akan dicapai.

Dalam pelaksanaan kegiatan program diawali dengan perencanaan, pelaksanaan, pengawasan

serta diakhiri dengan laporan sebagai bentuk pertanggungjawaban kegiatan yang telah

dilaksanakan, baik dalam bentuk laporan bulanan maupun tahunan.

Berdasarkan hal tersebut di atas, Puskesmas Sekarwangi memberikan  informasi/ input kepada

Dinas Kesehatan dalam bentuk laporan tahunan pelaksanaan kegiatan Puskesmas Tahun

Anggaran 2011.

1.2 Tujuan Penulisan

1.2.1 Tujuan Umum

Melaksanakan praktik pembelajaran klinik dan pelaporan PWS-KI.

1.2.2 Tujuan Khusus

a. Sebagai Preseptor
b. Sebagai Coach

c. PWS-KIA

1.2.2.1

1.2.2.2

1.2.2.3

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Teori Preseptorship/Preseptoring

2.1.1 Pengertian
Preceptorship adalah suatu metode pengajaran dan pembelajaran kepada

mahasiswa dengan menggunakan bidan sebagai model perannya. Preceptorship bersifat formal,

disampaikan secara perseorangan dan individual dalam waktu yang sudah ditentukan

sebelumnya antara bidan yang berpengalaman (preceptor) dengan bidan baru (preceptee) yang

didesain untuk membantu bidan baru untuk menyesuaikan diri dengan baik dan menjalankan

tugas yang baru sebagai seorang bidan ( CAN, 1995)

Preseptoring adalah suatu bentuk dari pembelajaran klinik individu yang

membantu individu tersebut menjadi lebih ahli didalam struktur organisasi dan professional

(Kitchin 1993). Suatu program pembelajaran yang terorganisasi dan terencana yang mana staf

kebidanan preceptor meningkatkan keterlibatan bidan baru (Craven 1993).

Program preceptorship dalam pembelajaran bertujuan untuk membentuk peran

dan tanggung jawab mahasiswa untuk menjadi tenaga kesehatan yang professional dan

berpengetahuan tinggi, dengan menunjukkan sebuah pencapaian berupa memberikan perawatan


yang aman, menunjukkan akuntabilitas kerja, dapat dipercaya, menunjukkan kemampuan dalam

mengorganisasi perawatan pasien dan mampu berkomunikasi dengan baik terhadap pasien dan

staf lainnya (CAN, 2004).

2.1.2 Tujuan Preseptoring

Secara mikro bertujuan untuk melibatkan pengembangan perawat didalam

organisasi. Shamian dan Inhaber ( 1985) menyatakan bahwa model preceptorship digunakan

sebagai alat sosialisasi dan orientasi. Hill dan Loweinstein (1992) memandang model

preceptorship sebagai salah satu metode rekrutmen staf. Akses ke pengetahuan organisasi dan

praktik klinik tidak dapat diprediksi oleh bidan baru, sehingga diskusi antara preceptor dan

preceptee diperlukan untuk memberikan praktik terkini dalam lingkungan klinik dengan harapan

preceptee akan memiliki kemampuan yang sama dengan preceptornya.

Preceptoring secara mikro (bagi individu) adalah untuk membantu proses transisi

dari pembelajar ke praktisioner (Mahen dan Clark, 1996) mengurangi dampak syok realita

(Kramer, 1947) dan memfasilitasi bidan untuk berkembang apa yang dihadapi dalam ingkungan

barunya (Bain, 1996). Fokus pada efisiensi dan efektifitas layanan kebidanan yang berkembang

cepat sering kali menimbulkan culture shock tersendiri khususnya bagi bidan baru.

2.1.3 Kriteria Preseptoring

Tidak semua bidan senior dan media dapat memiliki kriteria sebagai seorang

preceptoring. UKCC (1993) menganjurkan bahwa preceptoring adalah bidan yang memiliki

pengalaman minimal 12 tahun dibidang yang sama atau bidang yang masih berhubungan.

Keterampilan komunikasi dan kepemimpinan, kemampuan membuat keputusan yang tepat, dan

mendukung perkembangan professional merupakan hal terpenting (Shamian dan Inhaber, 1985).
Secara garis besar dapat disimpulkan kriteria seorang preceptor yang berkualitas adalah

berpengalaman dan ahli dilingkungan klinik berjiwa kepemimpinan, keterampilan komunikasi

yang baik, kemampuan membuat keputusan, mendukung perkembangan professional, memiliki

kemauan untuk mengajar dan mengambil peran dalam penerrapan model preceptorship, tidak

mempunyai sikap yang menilai terlalu awal pada rekan kerja asertif, fleksibilitas untuk berubah,

mampu beradaptasi dengan pembelajaran individu.

Faktor kunci dalam pengembangan dan implementasi model preceptorship adalah

keterlibatan staf yang berpengalaman disemua tingkatan, ketersediaan literature untuk

mendapatkan kepahaman praktik yang terbaik, dan penggunaan pengetahuan yang diperoleh

untuk dijadikan panduan dalam praktik.

2.1.4 Manfaat Preceptorship

Dalam program preceptorship dapat memberikan manfaat baik kepada

preceptor/guru presptee atau murid, lulusan yang baru, yaitu:

a. Peningkatan pengalaman preceptee dalam perawatan pasien.

b. Peningkatan diri preceptor dalam memecahkan sebuah kasus

c. Syarat preceptor

d. Berpengalaman dan ahli dalam bidang klinik.

e. Berjiwa kepemimpinan

f. Kemampuan membuat keputusan

g. Mendukung perkembangan professional

h. Memiliki kemauan untuk mengajar dan mau mengambil peran dalam penerapan model

preseptorship
i. Peran preceptor

j. Meyakinkan mahasiswa dapat mencapai tujuan belajar

k. Mahasiswa dapat dievaluasi secara proporsional

l. Tercapai 3 patnership, antara mahasiswa, akademi, dan preceptor

m. Tanggung jawab preceptor

n. Mengoreksi mahasiswa ke unit kebidanan dank lien

o. Mengoreksi tujuan belajar dan menyediakan anjuran bagi berlangsungnya pengalaman

belajar

p. Melakukan supervise

q. Bertanya pada mahasiswa dan membawa mahasiswa pada situasi yang menantang sesuai

dengan tujuan belajar

r. Bersikap role model.

2.1.5 Keuntungan Preseptorship

Mahasiswa yang telah secara formal diberikan pendidikan oleh preceptor

menunjukkan tingkat sosialisasi dan performa yang lebih baik (Udis, 2006). Program

preseptorship juga telah terbukti bermanfaat dalam mengendalikan biaya melalui retensi bidan

baru, peningkatan kualitas pelayanan, dan mendorong pengembangan professional. Studi

deskriptif yang dilakukan oleh (Kim, 2007) menemukan bahwa kompetensi kebidanan diantara

para mahasiswa bidan senior secara positif berhubungan dengan partisipasi dalam program

preseptorship klinis.
Canadian Nurse Association (CNA) menyebutkan ada tiga pihak yang

mendapatkan keuntungan dari program preseptorship ini yaitu preceptee (partisipan), institution

(institusi pendidikan), dan Profession (profesi).

a. Bagi preceptee (partisipan)

1) Adanya peningkatan kepuasan kerja

2) Penurunan tingkat stress bagi mahasiswa

3) Perkembangan diri yang signifikan

4) Meningkatkan kepercayaan diri

5) Penciptaan sikap, pengetahuan, dan kemampuan yang lebih baik.

b. Bagi Institusi

1) Penghematan biaya kesehatan

2) Meningkatkan perekrutan bidan baru

3) Meningkatkan upaya penyembuhan terhadap pasien

4) Meningkatkan loyalitas institusi

5) Meningkatkan produktivitas

c. Terhadap profesi

1) Meningkatkan dukungan terhadap lulusan baru

2) Meningkatkan kualitas kerja bagi bidan yang sudah bekerja.

3) Mengurangi angka perekrutan bidan

4) Meningkatkan jumlah bidan yang mempunyai nilai kepemimpinan dan pengajaran yang

baik.
2.2 Teori Coaching

2.2.1 Pengertian

Perusahaan yang baik adalah perusahaan yang memiliki sumber daya manusia

yang berkualitas dan handal dalam memajukan perusahaan dan mencapai tujuan perusahaan.

Untuk mendapatkan sumber daya manusia yang berkualitas, maka perusahaan harus melatih atau

membimbing karyawan melalui programprogram pelatihan karyawan,salah satunya melalui

coaching.

Menurut Whitmore (2008:14) di dalam bukunya yang berjudul Performance

Coaching, menyatakan bahwa Coaching adalah pembinaan yang membuka potensi seseorang

untuk memaksimalkan kinerja mereka sendiri, yang membantu mereka untuk belajar daripada

mengajar mereka. Menurutnya, coaching berarti:

1. Mengakses potensial

2. Memfasilitasi individu untuk membuat perubahan yangdiperlukan

3. Memaksimalkan kinerja

4. Membantu orang memperoleh keterampilandan mengembangkan

5. Menggunakan teknik komunikasi khusus

Menurut Stone (2007:11) Coaching adalah proses dimana individu mendapatkan

keterampilan,kemampuan,dan pengetahuan yang mereka butuhkan untuk mengembangkan diri

secara profesional dan menjadi lebih efektif dalam 9 pekerjaan mereka. Ketika individu

mendapatkan coaching dari atasan, mereka dapat meningkatkan kinerja mereka baik dalam saat

ini, dan juga meningkatkan potensi mereka untuk berbuat lebih banyak di masa depan.

Menurut Salim (2014:2) Coaching adalah bagaimana membantu seseorang

menemukan apa yang diinginkan dari posisi dimana dia sekarang, dengan menggali sumber daya
apa saja yang dibutuhkan, sikap mental yang harus dibangun dan teknik-teknik yang cocok

dalam mengimplementasikannya.

Menurut Morrison (1971:65) Coaching adalah Sesuatu yang harus dilakukan

supervisor dalam waktu yang lama, yang menindaklanjuti perkembangan individu dalam

hubungan nya dengan pekerjaan mereka.

Jaques dan Clement (1994:195) menyatakan definisi coaching adalah “percakapan

terstruktur yang menggunakan informasi tentang kinerja yang nyata antara seorang atasan

dengan seorang individu (atau tim) yang menghasilkan kinerja yang lebih tinggi.” Merujuk pada

definisi tersebut di atas, bentuk dari coaching adalah percakapan dan membantu orang yang

dibimbing untuk meningkatkan kinerjanya. Coaching juga dapat dilakukan dimanapun apakah di

kantor atau di lapangan,formal ataupun tidak formal.

Menurut Jaques, coaching terhadap karyawan/bawahan harus merupakan bagian

dari aktivitas harian seorang atasan. Coaching bisa dalam bentuk berbagi pengetahuan,

keterampilan dan pengalaman yang berkaitan dengan pekerjaan karyawan. 10 Tujuan coaching

adalah sebagai berikut :

1. Membantu karyawan untuk memahami peluang penuh dalam jabatannya yaitu jangkauan

tipe penugasan yang tersedia bagi karyawan sesuai dengan jabatannya dan memberikan

gambaran mengenai manfaat apa saja yang dapat dia ambil dari peluang penugasan

tersebut.

2. Membantu karyawan dalam belajar pengetahuan baru misalnya metode, teknologi dan

prosedur.
3. Membawa nilai karyawan lebih sejalan dengan nilai dan filosofi perusahaan.

4. Membantu karyawan mengembangkan kebijaksanaannya, misalnya dengan pengalaman

yang dimiliki oleh atasannya diamampu menyelesaikan masalah yang serupa.

5. Membantu karyawan memperbaiki perilaku-perilaku yang yang tidak sesuai dengan

jabatannya.

Coaching tidak akan mengubah kepribadian yang bukan merupakan bagian dari

akuntabilitas atasan.Jika ada masalah yang berkaitan dengan perilaku karyawan atau perilaku-

perilaku yang tidak dapat diterima untuk jabatan karyawan, atasan harus menyampaikannya

kepada karyawan dan menjelaskan apa konsekuensi dari perilaku tersebut. Dalam hal ini seorang

atasan juga harus menawarkan bantuan kepada karyawan untuk memperbaiki perilakunya.

Dalam melaksanakan coaching, seorang atasan harus cermat untuk menghindari pengambil

alihan pekerjaan karyawan. Atasan dapat saja menunjukkan teknik atau prosedur pelaksanaan

suatu penugasan, tapi karyawan harus tetap yang berakuntabilitas melaksanakan pekerjaan

tersebut.Coaching juga 11 menunjukkan bahwa atasan peduli dengan kinerja karyawan meskipun

pelaksanaannya bisa memakan waktu. Perancoaching sangat penting dalam membentuk rasa

percaya diri, loyalitas dan semangat kerja tim yang dimiliki karyawan.

2.2.2 Jenis-Jenis Coaching

Para supervisor biasanya mengerjakan tiga jenis coaching : coaching untuk

sukses, coaching untuk perbaikan kinerja dan mengelola berbagai masalah kinerja. Coaching

untuk sukses biasanya dikerjakan secara proaktif di lakukan sebelum orang menangani suatu

situasi ataupun tugas, atau ketika mereka baru pertama kali melakukannya. Coaching untuk

perbaikan kinerja dan mengelola berbagai masalah kinerja dilakukan sebagai reaksi untuk
memperbaiki masalah-masalah yang berhubungan dengan kinerja. Berikut ini adalah definisi dari

setiap jenis coaching:

1. Coaching untuk sukses Coaching yang diberikan kepada orang agar sukses menangani suatu

situasi baru atau situasiyang menantang. Misalnya:

a. Mendapatkan tanggung jawab baru, seperti menyiapkan perkiraan biaya, dan jadwal

kerja.

b. Mempelajari keterampilan, tugas, dan fungsi pekerjaan yang baru, seperti menggunakan

peralatan atau program komputer baru.

c. Bekerja dengan rekan kerja, kelompok kerja atau pemasok yang baru.

d. Menangani situasi yang baru atau sulit, seperti melakukan presentasi atau memimpin

pertemuan yang sulit.

2. Coaching untuk perbaikan kinerja Coaching yang diberikan kepada orang untuk

memperbaiki kinerja atau kebiasaan kerjanya yang tidak efektif. Misalnya:

a. Pekerjaan yang selalu tidak selesai, selalu datang terlambat, terlalu banyak mengobrol

atau menggunakan Internet untuk keperluan di luar pekerjaan.

b. Tidak efektif dalam melakukan rapat, tidak sabar dan tidak man bekerja lama dengan

rekan kerja lainnya.

c. Selalu melewati batas waktu yang telah ditetapkan, tidak mencapai target penjualan atau

selalu melebihi perkiraan biaya yang telah direncanakan.

d. Mendapat penilaian bunik dari pelanggan atau terlalu banyak melakukan kesalahan.
3. Coaching untuk mengelola berbagai masalah kinerja. Coaching yang ditujukan untuk

menangani masalahkinerja, kebiasaan kerja, atau kelalaian yangserius. Misalnya:

a. Terus menerus tidak mencapai sasaran penjualan atau produksi.

b. Berulangkali datang terlambat atau tidak datang dengan alasan sakit, melanggar peraturan

yang penting.

c. Mengancam atau melakukan pelecehan terhadap rekan kerja.

Langkah-Langkah dalam melaksanakan Coaching menurut Salim (2014:61) adalah sebagai

berikut :

1. Building Trust (Membangun Kepercayaan)

Membangun Kepercayaan dapat dilakukan dengan cepat dan sederhana,melalui

komunikasi. Ada beberapa hal yang perlu diketahui untuk membangun sebuah hubungan

yang baik secara efektif, yakni dengan 3 perangkat komunikasi yaitu Content (Kata-kata),

Body Posture and Facial Expression (Bahasa Tubuh), Voice Pitch and Volume (Intonasi

Suara).

2. Active Listening (Mendengarkan Secara Aktif)

Dengan menjadi pendengar yang aktif,kita dapat dengan mudah

mempengaruhi,bernegosiasi,dan berkomunikasi.Selain itu,kita dapat menghindari

kesalahpahaman yang seharusnya tidak perlu terjadi.

3. Clarifying (Mengklarifikasikan untuk kejelasan pembicaraan)


Mengklarifikasi bertujuan untuk membantu menemukan permasalahan yang

sesungguhnya. Clarifying juga dapat menghindarkan terciptanya makna ganda (ambigu) yang

sering kali membingungkan dan membuat orang salah mengerti.

4. Asking the Right Questions (Menanyakan pertanyaan yang tepat)

Menanyakan pertanyaan yang tepat dapat membantu menemukan permasalahan

yang sesungguhnya,serta dapat membantu untuk menjawab dan mengatasi permasalahan

yang dihadapi oleh client/pegawai

5. Giving Feedback (Memberikan umpan balik)

Memberikan jawaban dari permasalahan yang dihadapi,serta mengarahkan

2.3 Teori PWS – KIA

2.3.1     Pengertian Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS-KIA)

Puskesmas merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan dasar yang berfungsi

membina peran serta masyarakat sebagi pusat pembangunan kesehatan masyarakat.Manajemen yang

baik merupakan faktor yang sangat menentukan dalam mewujudkan fungsi puskesmas.Fungsi

manajemen tersebut, terutama dalam hal monitoring (pemantauan) dan evaluasi (penilaian)

keberhasilan program puskesmas.Salah satu upaya monitoring dan evaluasi adalah dengan

menggunakan Pemantauan Wilayah Setempat (PWS).Program kesehatan Ibu dan Anak (KIA) merupakan

salah satu program pokok di puskesmas yang mendapat prioritas tinggi, mengingat kelompok ibu hamil,

menyusui, bayi dan anak merupakan kelompok yang sangat rentan terhadap kesakitan dan kematian.

Pemantauan wilayah setempat KIA adalah suatu alat manajemen program KIA untuk

memantau cakupan pelayanan KIA di suatu wilayah (Puskesmas/Kecamatan) secara terus menerus,

sehingga dapat dilakukan tindak lanjut yang cepat dan tepat terhadap desa dengan cakupan pelayanan

KIA yang masih rendah (Aisyah,2009).


Tujuan PWS-KIA adalah Meningkatkan jangkauan dan mutu pelayanan KIA di wilayah

kerja puskesmas, melalui pemantauan cakupan pelayanan KIA di tiap desa secara terus menerus.

2.3.2     Tujuan PWS-KIA

a.       Tujuan Umum

Meningkatkan jangkauan dan mutu pelayanan KIA di wilayah kerja puskesmas, melalui

pemantauan cakupan pelayanan KIA di tiap desa secara terus menerus.

b.      Tujuan Khusus

1) Memantau cakupan pelayanan KIA yang dipilih sebagai indikator secara teratur (bulanan)

dan terus menerus.

2) Menilai kesenjangan antara target dengan pencapaian.

3) Menentukan urutan daerah prioritas yang akan ditangani secara intensif.

4) Merencanakan tindak lanjut dengan menggunakan sumber daya yang tersedia.

5) Membangkitkan peran pamong dalam menggerakkan sasaran dan mobilisasi sumber daya.

2.2.3     Prinsip Program KIA

Pengelolaan program KIA bertujuan memantapkan dan meningkatkan jangkauan serta

mutu pelayanan KIA secara efektif dan efisien. Pemantapan pelayanan KIA ini diutamakan pada

kegiatan-kegiatan pokok, sebagai berikut:

a. Peningkatan pelayanan antenatal di semua fasilitas pelayanan dengan mutu sesuai standar

serta menjangkau seluruh sasaran.

b. Peningkatan pertolongan persalinan ditujukan kepada peningkatan pertolongan oleh

tenaga kesehatan kebidanan secara bertahap.


c. Peningkatan deteksi dini resiko tinggi/komplikasi kebidanan baik oleh tenaga kesehatan

maupun di masyarakat oleh kader dan dukun bayi, serta penanganan dan pengamatannnya

secara terus-menerus.

d. Peningkatan penanganan komplikasi kebidanan secara adekuat dan pengamatan secara

terus menerus oleh tenaga kesehatan.

e. Peningkatan pelayanan neonatal dan ibu nifas dengan mutu sesuai standar dan

menjangkau seluruh sasaran.

4.     Batasan PWS-KIA

a.      Pelayanan Antenatal

Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga profesional untuk ibu selama masa

kehamilannya, yang dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang ditetapkan.Standar

operasioanal yang ditetapkan untuk pelayanan antenatal adalah “5T/7T”.

b.     Penjaringan (Deteksi) Dini Kehamilan Beresiko

Kegiatan ini bertujuan menemukan ibu hamil beresiko, yang dapat dilakukan oleh kader, dukun bayi,

dan tenaga kesehatan.

c.      Kunjungan Ibu Hamil

Kontak ibu hamil dengan tenaga profesional untuk mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar

yang ditetapkan. Istilah “kunjungan” disini tidak mengandung arti bahwa ibu hamil yang berkunjung ke

fasilitas pelayanan, tetapi setiap kontak tenaga kesehatan (di posyandu, pondok bersalin desa,

kunjungan rumah) dengan ibu  hamil untuk memberikan pelayanan antenatal sesuai standar dapat

dianggap sebagai kunjungan ibu hamil.

d.     Kunjungan Baru Ibu Hamil (K1)


Adalah kunjungan ibu hamil yang pertama kali pada masa kehamilan.

e.      Kunjungan Ulang

Adalah kontak ibu hamil dengan tenaga kesehatan yang kedua dan seterusnya, untuk mendapatkan

pelayanan antenatal sesuai standar selama satu periode kehamilan berlangsung.

f.      K4

Adalah kontak ibu hamil dengan tenaga kesehatan yang ke-4 (atau lebih), untuk mendapatkan

pelayanan antenatal sesuai standar yang ditetapkan, dengan syarat:

1)     Minimal satu kali kontak pada trimester I

2)     Minimal satu kali kontak pada trimester II

3)     Minimal dua kali kontak pada trimester III

g.     Kunjungan Neonatal (KN)

Adalah kontak neonatal dengan tenaga kesehatan minimal dua kali untuk mendapatkan pelayanan dan

pemeriksaan kesehatan neonatal, baik di dalam maupun di luar gedung puskesmas (termasuk bidan di

desa, polindes, dan kunjungan rumah), dengan ketentuan :

1)     Kunjungan pertama kali pada hari pertama sampai dengan hari ke-7 (sejak 6 jam setelah lahir).

2)     Kunjungan kedua kali pada hari ke-8 sampai dengan hari ke-28.

3)     Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan bukan merupakan kunjungan neonatal.

h.     Cakupan Akses
Adalah persentase ibu hamil di suatu wilayah, dalam kurun waktu tertentu, yang pernah mendapat

pelayanan antenatal sesuai standar paling sedikit satu kali selama kehamilan. Cara menghitungnya

adalah sbb: (jumlah kunjungan baru ibu hamil dibagi dengan jumlah sasaran ibu hamil yang ada disuatu

wilayah kerja dalam kurun waktu satu tahun) dikalikan 100 %.

i.       Cakupan Ibu Hamil (K4)

Adalah persentase ibu hamil disuatu wilayah, dalam kurun waktu tertentu, yang mendapatkan

pelayanan antenatal sesuai standar paling sedikit 4 kali dengan trimester I, 1 kali pada trimester ke II dan

2 kali pada trimester ke III. Cara menghitungnya adalah sbb : (Jumlah ibu hamil yang telah menerima K4

dibagi jumlah sasaran ibu hamil dengan kurun waktu 1 tahun) dikalikan 100 %)

j.       Sasaran Ibu Hamil

Adalah jumlah semua ibu hamil disuatu wilayah dalam kurun waktu 1 tahun, angka ini dapat diperoleh

dengan berbagai cara yaitu :

1)     Angka sebenarnya, yang diperoleh berdasarkan cacah jiwa.

2)     Angka perkiraan, yaitu memakai rumus : = angka kelahiran kasar (CBR) x 1.1 x jumlah penduduk

setempat ; dengan pengambilan angka CBR dari provinsi atau bila ada dari kabupaten setempat atau 3 %

x jumlah penduduk setempat.

k.     Cakupan Pertolongan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan

Adalah persentase ibu bersalin di suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu yang  ditolong

persalinannya oleh tenaga kesehatan.

l.       Cakupan Penjaringan Ibu Hamil Beresiko Oleh Masyarakat


Adalah persentase ibu hamil beresiko yang ditemukan oleh kader dan dukun bayi yang kemudian dirujuk

ke puskesmas/tenaga kesehatan, dalam kurun waktu tertentu.

m.   Cakupan Penjaringan Ibu Hamil Beresiko Oleh Tenaga Kesehatan

Adalah persentase ibu hamil beresiko yang ditemukan baik oleh tenaga kesehatan maupun oleh kader/

dukun bayi yang telah dipastikan oleh tenaga kesehatan, yang kemudian ditindaklanjuti (dipantau secara

intensif dan ditangani sesuai kewenangan dan /atau dirujuk ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi)

dalam kurun waktu tertentu.

n.     Ibu Hamil Beresiko

Adalah ibu hamil yang mempunyai faktor resiko dan resiko tinggi.

o.     Cakupan Kunjungan Neonatal (KN)

Adalah persentase neonatal (bayi umur kurang dari 1 bulan) yang memperoleh pelayanan kesehatan

minimal dua kali dari tenaga kesehatan, satu kali pada hari pertama sampai dengan hari ketujuh dan

satu kali pada hari ke delapan sampai dengan hati ke dua puluh delapan.

5.     Indikator PWS-KIA

Indikator pemantauan program KIA yang dipakai untuk PWS-KIA meliputi indikator yang dapat

menggambarkan keadaan kegiatan pokok dalam program KIA. Ditetapkan 6 indikator dalam PWS-KIA,

yaitu :

a.      Akses pelayanan antenatal (cakupan K1)


Indikator akses ini digunakan untuk mengetahui jangkauan pelayanan antenatal serta kemampuan

program dalam menggerakkan masyarakat. Rumus yang dipakai untuk perhitungannya adalah :

Jumlah kunjungan baru (K1) ibu hamil X 100 %

Jumlah sasaran ibu hamil dalam satu tahun

b.     Cakupan Pelayanan Ibu Hamil ( Cakupan K4 )

Indikator ini dapat diketahui cakupan pelayanan antenatal secara lengkap (memenuhi standar

pelayanan dan menepati waktu yang ditetapkan), yang menggambarkan tingkat perlindungan ibu hamil

di suatu wilayah, disamping menggambarkan kemampuan manajemen ataupun kelangsungan program

KIA.

Rumus :

Jumlah kunjungan ibu hamil (K4) X 100 %

Jumlah sasaran ibu hamil dalam satu tahun

c.      Cakupan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan

Indikator ini dapat diperkirakan proporsi persalinan yang ditangani oleh tenaga kesehatan dan ini

menggambarkan kemampuan manajemen program KIA dalam pertolongan persalinan secara

profesional.

Rumus :

Jumlah persalinan oleh tenaga kesehatan X 100 %


Jumlah sasaran persalinan dalam satu tahun

d.     Penjaringan (Deteksi) Ibu Hamil Beresiko Oleh Masyarakat

Indikator ini dapat diukur tingkat kemampuan dan peran serta masyarakat dalam melakukan deteksi ibu

hamil beresiko di suatu wilayah.

Rumus :

Jumlah ibu hamil beresiko yang dirujuk X 100 %

oleh dukun bayi/kader ketenagakesehatan

Jumlah sasaran ibu hamil dalam 1 tahun

e.      Penjaringan ( Deteksi) Ibu Hamil Beresiko Oleh Tenaga Kesehatan

Indikator ini dapat diperkirakan besarnya masalah yang dihadapi oleh program KIA dan harus

ditindaklanjuti dengan intervensi secara intensif.

Rumus :

Jumlah ibu hamil beresiko yang ditemukan oleh

tenaga kesehatan dan atau dirujuk  oleh dukun

bayi dan kader

Jumlah sasaran ibu hamil dalam 1 tahun X 100 %

f.      Cakupan Pelayanan Neonatal (KN) Oleh Tenaga Kesehatan

Indikator ini dapat diketahui jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan neonatal.
Rumus :

Jumlah kunjungan neonatal yang mendapat

pelayanan kesehatan minimal 2 kali oleh tenaga

kesehatan

Jumlah seluruh sasaran bayi dalam 1 tahun X 100 %

6.     Cara Membuat Grafik PWS-KIA

PWS-KIA disajikan dalam bentuk grafik dari tiap indikator yang dipakai, yang juga menggambarkan

pencapaian tiap desa dalam tiap bulan. Dengan demikian tiap bulannya dibuat 6 grafik, yaitu :

a.      Grafik cakupan K1.

b.     Grafik cakupan K4.

c.      Grafik cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan.

d.     Grafik penjaringan ibu hamil beresiko oleh masyarakat.

e.      Grafik penjaringan ibu hamil beresiko oleh tenaga kesehatan.

f.      Grafik cakupan neonatal oleh tenaga kesehatan

Semuanya itu dipakai untuk alat pemantauan program KIA, dapat dimanfaatkan juga untuk alat motivasi

dan komunikasi lintas sektor. Di bawah ini dijabarkan cara membuat grafik PWS-KIA untuk tingkat

Puskesmas, yang dilakukan tiap bulan, untuk desa. Langkah-langkah pokok dalam pembuatan grafik

PWS-KIA :

1)     Pengumpulan Data
Data yang diperlukan untuk menghitung tiap indikator diperoleh dari catatan ibu hamil per desa, register

kegiatan harian, register kohort ibu dan bayi, kegiatan pemantauan ibu hamil per desa, catatan

posyandu, laporan dari bidan/dokter praktek swasta, rumah sakit bersalin dan sebagainya

2)     Pengelolaan Data

Sebagai contoh dalam menggambarkan grafik PWS-KIA untuk bulan juni 2012, maka data yang

diperlukan adalah :

a)     Cakupan kumulatif per desa.

b)     Cakupan bulan (Juni 2012) untuk keenam indikator.

c)     Cakupan bulan lalu (Mei 2012).

Di bawah ini contoh perhitungan/pengelolaan data untuk cakupan K1 dan K4 :

a.      Perhitungan untuk cakupan K1 (akses)

1)     Pencapaian kumulatif per desa

Pencapaian cakupan kumulatif ibu hamil baru per desa (januari s/d juni 2012) per sasaran ibu hamil per

desa selama 1 tahun dikali 100%.

2)     Pencapaian bulan ini per desa

Pencapaian sasaran ibu hamil per desa selama bulan juni 2012 per sasaran ibu hamil per desa selama 1

tahun dikali 100%.

3)     Pencapaian bulan lalu per desa


Pencapaian cakupan ibu hamil baru per desa selama bulan juni 2012 per sasaran ibu hamil per desa

selama 1 tahun dikali 100%.

b.     Perhitungan untuk cakupan K4

1)     Pencapaian kumulatif per desa

Pencapaian cakupan kumulatif kunjungan ibu hamil (K4) per desa (januari s/d juni 2012) per sasaran ibu

hamil per desa selama 1 tahun dikali 100%.

2)     Pencapaian bulan ini

Pencapaian cakupan kunjungan ibu hamil (K4) per desa selama bulan juni 2012 per sasaran ibu hamil per

desa selama 1 tahun dikali 100%.

3)     Pencapaian bulan lalu

Pencapaian cakupan kunjungan ibu hamil (K4) per desa selama bulan mei 2012 per sasaran ibu hamil per

desa selama 1 tahun dikali 100%. Cara untuk keempat indikator lainnya sama dengan perhitungan di

atas.

7.     Penggambaran Grafik PWS-KIA

Langkah-langkah yang dilakukan dalam membuat grafik PWS-KIA (dengan menggunakan indikator

cakupan K1) adalah sebagai berikut

a.      Menentukan target rata-rata per bulan untuk menggambarkan skala pada garis vertikal (sumbu Y).
b.     Hasil perhitungan pencapaian kumulatif cakupan K1 s/d bulan juni dimasukkan ke dalam jalur %

kumulatif secara berurutan sesuai peringkat. Pencapaian tertinggi di sebelah kiri dan terendah di

sebelah kanan, sedangkan pencapaian untuk puskesmas dimasukkan ke dalam kolom terakhir.

c.      Nama desa bersangkutan dituliskan pada lajur desa, sesuai dengan cakupan kumulatif masing-

masing desa yang dituliskan pada butir b diatas.

d.     Hasil perhitungan pencapaian bulan ini (Juni) dan bulan lalu  (Mei) untuk tiap desa dimasukkan ke

dalam lajur masing-masing.

e.      Gambar anak panah dipergunakan untuk mengisi lajur Trend. Bila pencapaian cakupan bulan ini

lebih besar dari pencapaian cakupan bulan lalu, maka digambar anak panah yang menunjuk ke

atas.Sebaliknya, untuk cakupan bulan ini yang lebih rendah dari cakupan bulan lalu, digambarkan anak

panah yang menunjukkan ke bawah, sedangkan untuk cakupan yang tetap/sama gambarkan dengan

tanda (-).

2.4 Teori Dari Kasus Mahasiswa yang Dibimbing

BAB III

TINJAUAN KASUS

3.1

3.2

3.3

3.4

BAB IV

PEMBAHASAN
4.1

4.2

4.3

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

1.1 Simpulan
1.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai