Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

KONSEP PEMBELAJARAN KLINIK

Disusun oleh

Ni Wayan Fatmawati
P07124317022

Dosen Pengampuh

Hadriani SST,. M.Keb

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALU

PRODI DIV KEBIDANAN

TAHUN AJARAN 2017/2018

KATA PENGANTAR

i
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa.Yang telah
memberikan banyak nikmat-Nya kepada kami. Sehingga kami mampu menyelesaikan
makalah ini sesuai dengan waktu yang kami rencanakan.Makalah ini yang berjudul
“KONSEP PEMBELAJARAN KLINIK” kami buat dalam rangka memenuhi salah
satu syarat penilaian mata kuliah METODIK KHUSUS yang meliputi nilai tugas,
Kami sebagai penyusun pastinya tidak pernah lepas dari kesalahan. Begitu
pula dalam penyusunan makalah ini yang mempunyai banyak kekurangan.Oleh
karena itu, kami mohon maaf atas segala kekurangannya.
Kami ucapkan terima kasih kepada pembimbing mata kuliah Organisasi
Manajemen Pelayanan Kebidanan yang telah membimbing kami dalam penyusunan
makalah ini.

Palu, Mei 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I.......................................................................................................................4

PENDAHULUAN...................................................................................................4

A. Latar belakang……………………………………………………………...4
B. Rumusan masalah…………………………………………………………..4
C. Tujuan Penulisan…………………………………………………………...4
BAB II......................................................................................................................5

PEMBAHASAN......................................................................................................5

A. Konsep dan managemen bimbingan klinik………………………………...6


B. Issue-issue terkait pembelajaran praktek klinik…………………………....6
C. Tantangan pada pembelajaran klinik……………………………………....
D. Komunikasi dalam bimbingan klinik dan perilaku asertif………………....9
BAB III..................................................................................................................19

PENUTUP..............................................................................................................19

A. Kesimpulan………………………………………………………………..19
B. Saran………………………………………………………………………19
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................20

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Pembelajaran praktik klinik adalah suatu proses transformasi mahasiswa
menjadi seorang bidan professional yang memberi kesempatan mahasiswa untuk
beradaptasi dengan perannya sebagai bidan professional di situasi nyata pada
pelayanan kesehatan klinik atau komunitas (Nursalam, 2009)
B. Rumusan masalah
1. Apa saja issue-issue terkait pembelajaran praktek klinik?
2. Apa saja tantangan pada pembelajaran klinik?
3. Bagaimana komunikasi dalam bimbingan klinik dan perilaku asertif?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui issue-issue terkait pembelajaran praktek klinik.
2. Untuk mengetahui tantangan pada pembelajaran klinik.
3. Untuk mengetahui komunikasi dalam bimbingan klinik dan perilaku asertif.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep dan managemen bimbingan klinik

1
Konsep Pembelajaran Klinik

Pembelajaran klinik merupakan focus pembelajaran dan pengajaran yang


melibatkan klien secara langsung dan menjadi “jantung” dari pendidikan kebidanan.
Pada program pendidikan profesi, peserta didik dimungkinkan untuk memperoleh
kesempatan praktik klinik sebanyak mungkin dan mengenal area klinik diawal
pembelajaran. Untuk program spesialisasi, pembelajaran klinik merupakan inti dari
pengembangan professional. Bagaimana cara pembimbing klinik meningkatkan kualitas
pengajaran dan pembelajaran dalam praktik sehari-hari.

B. Issue-issue terkait pembelajaran praktek klinik


Berdasarkan Jurnal yang berjudul ‘Persepsi Mahasiswa, Dosen dan Bidan
pembimbingTentang Model Pembelajaran Klinik Kebidanan yang Ideal’ yang di lakukan
oleh Yanti Purnomo studi S2 IKM yang diterbitkan dalam jurnal pendidikan kedokteran
Indonesia terbitan maret 2014.

Penelitian ini melibatkan 32 orang dari 76 mahasiswa tingkat akhir Akademi


Kebidanan Estu Utomo Boyolali tahun 2013, 14 dosen dan 13 bidan pembimbing klinik
dari organisasi profesi (IBI Cabang Boyolali). Seluruh responden adalah mereka yang
terlibat dalam program pembelajaran praktik klinik kebidanan Akademi Kebidanan Estu
Utomo Boyolali tahun 2012-2013. Diambil kesimpulan tentang beberapa isu-isu
pembelajaran praktek klinik sebagai berikut

2
1. Target Kasus

Baik mahasiswa, dosen maupun bidan pembimbing klinik hampir seluruhnya


menyatakan bahwa model asuhan kebidanan pada pembelajaran praktik klinik
dengan target kasus selama ini sangat memberatkan dan hanya berorientasi pada
kuantitas dibanding kualitas. Untuk itu dari ketiga kelompok mengharapkan adanya
model pembelajaran klinik kebidanan dengan jumlah kasus tertentu namun cukup
bermakna dalam pen-capaian kompetensi mahasiswa.

a. Mahasiswa
Mahasiswa menyatakan bahwa model asuhan kebidanan pada pembelajaran
praktik klinik dengan target kasus selama ini sangat memberatkan dan hanya
berorientasi pada kuantitas, dibanding kualitas. Mereka mengharapkan agar
target kasus diturunkan dan kalau memungkinkan disesuaikan dengan kebutuhan
masing-masing mahasiswa untuk mencapai kompetensi.

b. Bidan
Kelompok bidan pembimbing menyatakan bahwa model beban kasus yang
diterapkan kurang dihayati karena mahasiswa hanya mem-berikan bukti tulisan
(laporan askeb). Mereka mengharapkan agar selama praktik klinik, mahasiswa

3
dibebani dengan kasus nyata di lapangan sebagai bentuk pembelajaran klinik
asuhan kebidanan.

c. Dosen
Disisi lain, dosen pembimbing juga memberikan komentar yang senada tentang
ketidaksetujuan-nya dengan model pembelajaran klinik ke-bidanan dengan target
kasus selama ini. Model pembelajaran klinik kebidanan yang terpotong-potong
dalam 3 kali PKK dinilai kurang ber-makna dalam menanamkan pemahaman
kepada mahasiswa tentang bagaimana dan seperti apa asuhan kebidanan
dijalankan. Mereka meng-harapkan adanya model pembelajaran klinik kebidanan
dengan memberikan asuhan kebidan-an yang sejalan dengan filosofi asuhan
kebidanan.

2. Durasi Praktik Klinik


Dari sisi durasi praktik klinik, seluruh peserta DKT baik dari kelompok mahasiswa,
dosen maupun bidan mengusulkan adanya penambahan alokasi waktu di klinik.
Setiap periode praktik klinik minimal dialokasi-kan 3 bulan dengan harapan dapat
praktik memberikan asuhan kebidanan secara berkelanjutan terhadap kasus (hamil,
bersalin, nifas).

a. Mahasiswa
Kelompok mahasiswa merasa durasi praktik klinik selama ini masih kurang.
Mereka mengusulkan agar lama praktik klinik ditambah agar dapat memberikan
asuhan kebidanan kepada setiap kasus secara berkelanjutan dari hamil, bersalin
hingga masa nifas.

b. Bidan dan dosen


Menurut bidan dan dosen, praktik klinik kebidanan minimal selama 3 bulan
untuk memfasilitasi keterampilan memberikan asuhan kebidanan secara
menyeluruh. Berikut salah satu komentar bidan tentang usulan durasi praktik
klinik kebidanan.

3. Penempatan Klinik
a. Mahasiswa

4
Menurut pendapat mahasiswa, kompetensi asuhan kebidanan akan lebih mudah
dicapai bila mereka ditempatkan di bidan komunitas (bidan desa) dan tidak perlu
dilakukan rolling (rotasi).

b. Bidan
Hal yang sama juga disampaikan oleh kelompok bidan pembimbing.

4. Bimbingan Praktik Klinik


a. Mahasiswa
Kelompok mahasiswa sangat mengharapkan bimbingan klinik yang intensif dan
lebih banyak diberi kesempatan berlatih keterampilan yang menjadi target
kompetensi mereka.

b. Dosen
Dari pihak dosen mengusulkan bimbingan dengan model kemitraan, dimana
mahasiswa sebagai calon bidan diperlakukan sebagai mitra bidan yang dapat
membantu tugas-tugas bidan.

5. Dokumentasi Laporan
a. Mahasiswa
Mahasiswa menghendaki dokumentasi laporan asuhan kebidanan dalam
pembelajaran praktik klinik berupa bukti target keterampilan tertentu yang telah
kuasai oleh mahasiswa dan beberapa laporan asuhan kebidanan panjang dari
kasus yang benar-benar dilakukan.

b. Bidan
Dari kelompok bidan juga mengusulkan bentuk dokumentasi laporan berupa
laporan asuhan kebidanan panjang berdasarkan kasus yang telah diberikan
asuhan oleh mahasiswa.

c. Dosen
Kelompok dosen menambahkan dokumen berupa portofolio atau log book, yang
dapat diguna-kan untuk membantu melatih mahasiswa berfikir refleksi.

5
C. Tantangan pembelajaran klinik
Tantangan dari pembelajaran klinik adalah sebagai berikut :
a. Dibatasi oleh waktu
b. Berorientasi pada tuntutan klinik
c. Meningkatnya jumlah mahasiswa
d. Jumlah klien yang sedikit
e. Lingkungan klinik terkadang kurang kondusif bagi pembelajaran (sarana dan
prasarana)
f. Reward yang diterima oleh pembimbing klinik kurang memenuhi standar

D. Komunikasi dalam bimbingan klinik dan perilaku asertif


1. Komunikasi efektif dalam bimbingan klinik
Komunikasi sebagai sarana untuk mengadakan pertukaran ide, fikiran dan
perasaan atau keterangan dalam rangka menciptakan rasa saling mengerti, saling percaya
besar sekali perannya dalam mewujudkan hubungan yang baik antara seseorang dengan
lainnya, termasuk dalam pembelajaran klinik. Hal ini diperlukan karena dalam
pembelajaran klinik banyak perubahan psikososial yang terjadi pada peserta didik.
Parkes (1985) melaporkan tiga penyebab stres bagi peserta didik adalah; merawat klien
yang akan meninggal, konflik interpersonal dengan pembimbing, dan takut tidak dapat
melakukan prosedur pelayanan.
Pembimbing klinik dapat menurunkan kecemasan peserta didik dengan menciptakan
suasana pembelajaran klinik yang kondusif, menerima keadaan peserta didik seperti apa
adanya, bahwa pengetahuan, perilaku atau ketrampilan yang diaplikasikan tidak selalu
sempurna. Justru peserta didik belajar ke arah sempurna yang dapat dipertanggung
jawabkan. Disinilah peran komunikasi efektif antara pembimbing klinik dan peserta
didik diperlukan untuk mengantisipasi dan menyelesaikan masalah praktek klinik yang
dapat menghambat keberhasilan pembelajaran klinik.

Komunikasi

Komunikasi sebagai sarana pertukaran informasi, sangat penting artinya dalam


pembelajaran klinik. Pembimbing klinik perlu memperhatikan lagi proses, jenis, dan
faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi. Proses komunikasi terjadi melaui
ideation, encoding, transmission, receiving dan decoding sehingga terjadilah respons.
Keadaan ini terjadi timal balik antara komunikan dan komunikator.

6
A. Jenis Komunikasi
1. Komunikasi Verbal

Komunikasi verbal adalah pertukaran informasi secara verbal terutama pembicaraan


dengan tatap muka. Komunikasi verbal biasanya lebih tepat dan akurat. Kata-kata
adalah merupakan alat atau simbol yang dipakai untuk mengekspresikan ide atau
perasaan, membangkitkan respon emosional, atau menguraikan obyek, observasi dan
ingatan. Komunikasi verbal sering juga digunakan untuk menyampaikan arti yang
tersembunbyi, dan menguji minat seseorang. Keuntungan komunikasi verbal dengan
tatap muka adalah memungkinkan tiap individu memberikan respon secara langsung.

Komunikasi verbal yang efektif harus;

a. Jelas dan ringkas.

Komunikasi yang efektif harus sederhana, pendek dan langsung. Makin sedikit kata-kata
yang digunakan makin kecil kemungkinan terjadinya kerancuan. Kejelasan dapat dicapai
dengan berbicara dengan lambat dan mengucapkannya dengan jelas. Penggunaan contoh
bisa membuat penjelasan lebih mudah dipahami, dan ulang bagian yang penting.
Penerima pesan perlu mengetahui apa, mengapa, bagaimana, kapan, siapa dan dimana.

b. Perbendaharaan kata

Komunikasi tidak akan berhasil jika pengirim pesan tidak mampu menerjemahkan kata
dan ucapan (menggunakan kata yang tidak dimengerti).

c. Arti denotatif dan konotatif

Arti denotatif memberikan pengertian yang sama terhadap kata yang digunakan (arti
yang sebenarnya), sedang arti konotatif merupakan fikiran, perasaan atau ide yang
terdapat dalam suatu kata

d. Selaan dan kecepatan bicara

Kecepatan dan tempo bicara yang tepat turut menentukan keberhasilan komunikasi
verbal. Selaan yang lama dan pengalihan yang cepat pada pokok bahasan lain mungkin
akan menimbulkan kesan keraguan, ketidak tahuan atau mungkin menyembunyikan
sesuatu. Selaan perlu digunakan untuk menekankan hal tertentu, memberi waktu pada
pendengar untuk memahami arti kata.

7
e. Waktu dan relevansi

Pertimbangkan waktu yang tepat untuk mengungkapkan pesan. Bila klien sedang
menangis kesakitan, bukan waktunya untuk menjelaskan resiko operasi, tetapi duduklah
disamping klien, diam sejenak, gunakan sentuhan dan tunjukkan bahwa anda mengerti
apa yang sedang dialami oleh klien. Kendatipun pesan diucapkan secara jelas dan
singkat, tetapi waktu yang tidak tepat dapat menghalami penerimaan pesan secara akurat.

f. Humor

“Tertawa” membantu mengurangi ketegangan dan rasa sakit akibat stress, dan
meningkatkan keberhasilan tenaga kesehatan dalam memberikan dukungan emosional
terhadap klien. Humor merangsang produksi katekolamin dan hormon yang
menimbulkan perasaan sehat, meningkatkan toleransi terhadap rasa sakit, mengurangi
ansietas, memfasilitasi relaksasi pernafasan dan meningkatkan metabolisme. Namun
perlu berhati-hati jangan menggunakan humor untuk menutupi rasa takut dan tidak enak
atau menutupi ketidakmampuannya.

2. Komunikasi Non Verbal

Komunikasi non verbal adalah pemindahan pesan tanpa menggunakan kata-kata.


Komunikaksi non verbal merupakan cara yang paling meyakinkan untuk menyampaikan
pesan pada orang lain, karena dapat menambah arti terhadap pesan verbal.

Komunikasi non verbal teramati pada;

a. Metakomunikasi

Metakomunikasi adalah suatu komentar terhadap isi pembicaraan dan sifat hubungan
antara yang berbicara, misal; tersenyum ketika sedang marah. Jadi komunikasi tidak
hanya tergantung pada pesan tetapi juga pada hubungan / reaksi antara pembicara dan
lawan bicaranya.

b. Penampilan personal

Penampilan merupakan hal pertama yang diperhatikan selama komunikasi interpersonal.


Kesan pertama timbul 20 detik sampai 4 menit pertama, dan 84 % dari kesan seseorang

8
berdasarkan penampilannya (Ascosi, 1990). Bentuk fisik, cara berpakaian dan berhias
menunjukkan kepribadian, status sosial, pekerjaan, agama, budaya dan konsep diri.

Penampilan fisik mempengaruhi persepsi klien terhadap pelayanan yang diterima, karena
tiap klien mempunyai citra bagaimana seharusnya penampilan tenaga kesehatan.
Walaupun penampilan tidak sepenuhnya mencerminkan kemampuan.

c. Intonasi (nada suara)


Nada suara pembicara mempunyai dampak yang besar terhadap arti pesan yang
dikirimkan, karena emosi seseorang dapat secara langsung mempengaruhi nada
suaranya.
d. Ekspresi wajah

Hasil suatu penelitian menunjukkan 6 keadaan emosi utama yang tampak melalui
ekspresi wajah adalah; terkejut, takut, marah, jijik, bahagia dan sedih. Ekspresi wajah
sering digunakan sebagai dasar penting dalam menentukan pendapat interpersonal, selain
itu kontak mata juga penting untuk diperhatikan. Orang yang mempertahankan kontak
mata selama pembicaraan dipersepsikan sebagai orang yang dapat dipercaya, dan
memungkinkan untuk menjadi pengamat yang baik.

e. Langkah dan sikap tubuh

Langkah dan sikap tubuh menggambarkan sikap, emosi, konsep diri dan keadaan
fisik.Tenaga kesehatan perlu meningkatkan kesadaran diri untuk mengamati langkah dan
sikap tubuh yang ditampilkan.

f. Sentuhan

Kasih sayang, dukungan emosional, dan perhatian disampaikan melalui sentuhan.


Sentuhan merupakan bagian yang penting dalam komunikasi, namun harus diperhatikan
norma sosial.

B. Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi


1. Perkembangan

9
Keadaan pertumbuhan dan perkembangan sangat mempengaruhi pola komunikasi.
Tenaga kesehatan harus memperhatikan dengan siapa dia berkomunikasi, apakah
dengan anak, remaja, orang dewasa, atau usia lanjut. Sebab dari masing-masing
perkembangan tersebut menentukan sendiri pola komunikasinya.
2. Persepsi

Persepsi adalah pandangan personal terhadap suatu kejadian. Perbedaan cara pandang
dapat mempengaruhi arti dan tindakan seseorang, dengan demikian akan menghambat
komunikas

3. Nilai

Nilai adalah sesuatu yang penting dan bermakna bagi seseorang. Tenaga kesehatan harus
mampu mengklarifikasi nilai dalam membuat keputusan dan berinteraksi, jangan pernah
memaksakan nilai pribadi kepada orang lain, sebab sesuatu yang penting bagi dirinya
belum tentu baik pula untuk orang lain.

4. Sosial budaya

Kebiasaan sosial atau ras juga mempengaruhi cara berkomunikasi, kebiasaan orang Solo
harus berbicara lemah lembut dan sebagainya yang bertolak belakang dengan cara bicara
orang Surabaya, keras dan langsung. Oleh karena itu tidak salahnya memperhatian latar
belakan sosial budaya lawan bicara.

5. Emosi

Emosi adalah suatu nada perasaan, subyektif terhadap suartu peristiwa. Emosi dapat
mempengaruhi kemampuan menerima pesan dengan benar, jika tidak tepat dapat
menimbulkan salah tafsir terhadap pesan yang disampaikan.

6. Pengetahuan

Komunikasi akan sulit dilakukan jika orang yang berkomunikasi memiliki tingkat
pengetahuan yang berbeda. Apa yang dikomunikasikan bisa tidak dimengerti, oleh sebab
itu tingkat pengetahuan harus dipertimbangkan. Berkomunikasilah seperti apa yang ia
ketahui.

7. Peran

10
Peran dalam status sosial akan mempengaruhi gaya komunikasi. Sebagai manajer, cara
berkomunikasinya jelas berbeda dengan bawahan

8. Tatanan interaksi

Komunikasi interpersonal akan lebih efektif jika dilakukan dalam suatu lingkungan
yang menunjang, keadaan bising, kurang keleluasan pribadi, dan ruangan yang sempit
dapat menimbulkan kerancuan, ketegangan dan ketidak nyamanan.

C. Prinsip-prinsip Komunikasi
1. Prinsip relevan : buatlah pesan yang anda sampaikan relevan dengan keadaan
2. Prinsip kesederhanaan ; kurangilah ide-ide yang kompleks termasuk pemakaian kata
yang berbelit.
3. Prinsip definisi ; definisikan ide sebelum terlanjur jauh anda menerangkan apa yang
anda sampaikan.
4. Prinsip struktur; organisasikan pesan yang hendak anda sampaikan, perhatikan mana
yang harus anda sampaikan terlebih dahulu, mana yang menjadi pokok
permasalahan yang ingin disampaikan.
5. Prinsip pengulangan ; ulangilah konsep-konsep utama yang penting dari pesan yang
anda sampaikan.
6. Prinsip perbandingan ; bandingkan ide lama yang berkaitan dengan ide baru yang
sedang anda sampaiakan.
7. Prinsip penekanan ; berfokus pada aspek utama dan penting dari komunikasi.

Komunikasi Efektif Dalam Bimbingan Klinik

Hubungan terapeutik antara tenaga kesehatan dengan klien telah dipelajari dan harus
diterapkan pada saat praktek klinik, sayangnya peserta didik jarang sekali merasakan
hubungan yang terapeutik dengan pembimbing walaupun prinsip yang sama dapat
digunakan. Jika pembimbing berperan sebagai “Role Model” dengan melakukan
komunikasi terbuka dan jujur, saling percaya, mendorong peserta didik mengungkapkan
fikiran, perasaan, mungkin peserta didik akan lebih cepat belajar hubungan terapeutik
yang dapat diterapkan pada klien.

Konflik dengan pembimbing yang sering menimbulkan ansietas adalah komentar


yang menghina / mengecilkan / mengejek, kurang umpan balik, dan pembimbing yang

11
ansietas. Situasi lain yang dapat menimbulkan ansietas adalah pada saat mulai masuk
klinik.

Situasi yang memfasilitasi proses pembelajaran klinik adalah kesiapan peserta didik
dan pembimbing klinik yang memberikan dukungan emosional dengan menciptakan
suasana yang kondusif dan tidak mengancam. Beberapa karakteistik pembimbing yang
diharapkan adalah; humor, respect (memperhatikan dan menghargai), dan antusias.

Carl Rogers, mengemukakan hubungan pembimbing klinik – peserta didik adalah


hubungan saling membantu (helping relationship) dimana satu pihak selalu membantu
pertumbuhan, perkembangan, kematangan, peningkatan fungsi, peningkatan koping dari
pihak yang lainnya. Pembimbing dan peserta didik sama-sama belajar.

Peserta didik perlu merasakan sukses akan kerja dan upayanya. Pembimbing perlu
melakukan pendekatan yang positif dengan memberikan “reinforcement” terhadap
keberhasilan peserta didik, memberikan informasi dan arahan terhadap hal yang belum
tepat. Pembimbing klinik yang tidak supportif memberi dampak besar terhadap
kemampuan belajar peserta didik yang disebabkan kecemasan.

Fokus sentral staf pengajar / pembimbing adalah mengembangkan hubungan,


menciptakan lingkungan yang kondusif agar self motivasi, kematangan kepribadian dan
pembelajaran yang bermakna dari peserta didik dapat tercapai.

A. Strategi Hubungan Pembimbing – Peserta Didik


1. Tunjukkan pandangan positif pada diri sendiri dan orang lain
Pembimbing memperlihatkan harga diri yang positif dan kemampuan melihat aspek
positif dari peserta didik. Peserta didik “salah” adalah suatu yang biasa terjadi, justru
disitulah diperlukan peran pembimbing. Meskipun demikian, strategi untuk
mengingatkan peserta didik harus hati-hati, pembimbing harus memperlihatkan
sikap positif pada peserta didik, yaitu bahwa peserta didik mampu belajar dan
berkembang karena dipercaya dan dihargai.
2. Terima peserta didik dengan ihlas
Peserta didik harus diterima sebagai individu yang berharga dan unik, itulah
kenyataannya peserta didik, jangan menuntut lebih atau mengharap peserta didik
mampu melakukan semua kegiatan tanpa bimbingan. Pembimbing dapat
menampilkannya melalui nada suara, ekspresi muka, sikap tubuh, kontak mata,

12
sentuhan, dan jarak. Dengan penerimaan yang ihlas dari pembimbing, peserta didik
akan menyadari bahwa ia mampu belajar.
3. Mengembangkan respon pada lingkungan
Pembimbing yang efektif cenderung memberi kebebasan pada peserta didik dari
pada mengekang, memberi kesempatan mengungkapkan pendapat dan rencana
terhadap lingkungan yang tidak menyimpang dari tujuan. Keadaan ini dapat lebih
mengembangkan ototnomi, kreativitas dan penghargaan terhadap peserta didik.
4. Menggunakan komunikasi yang wajar, terbuka dan sentuhan pribadi
Saling terbuka akan mengurangi jarak jauh, rasa takut antara peserta didik dan
pembimbing. Keterbukaan akan hal-hal tertentu diperlukan untuk mengembangkan
hubungan saling percaya.
5. Demonstrasikan empati
Peserta didik yang menerima empati dan perhatian dari pembimbing akan tumbuh
rasa percaya diri dan hubungan interdependen. Dengan mendengar peserta didik,
pembimbing memperlihatkan penghargaan dan perhatian. Perhatian pembimbing
mengkomunikasikan bahwa pembimbing ingin mengerti situasi yang dihadapi
peserta didik. Peserta didik tidak perlu takut salah, karena disitu ada pembimbing.
6. Contoh peran dan nara sumber
Pembimbing klinik sudah seharusnya dapat menjadi contoh peran dan nara sumber.
Pengalaman belajar klinik adalah merupakan wahana untuk sosialisasi profesi bagi
peserta didik, disitulah mereka mempelajari pengetahuan, sikap dan ketrampilan
profesionalnya di tatanan nyata pemberi pelayanan kesehatan. Apapun yang
diajarkan dan diperkenalkan di tatanan nyata pemberi pelayanan kesehatan disitulah
menjadi tempat pembelajaran “kedua” setelah institusi pendidikannya.. Jika
pengetahuan, ketrampilan, keahlian, perasaan dan reaksi emosi pembimbing siap
membantu peserta didik, maka meraka akan merasa bebas untuk berinteraksi dan
memanfaatkan pembimbing sebagai nara sumber.
7. Tekankan tanggung jawab peserta didik dalam pembelajaran
Individu yang merasa diberi kepercayaan untuk mengontrol kehidupan dirinya
sendiri akan lebih bertanggung jawab, mengembangkan motivasi yang positif,
optimis dan percaya diri. Pembimbing klinik sebaiknya dapat mengajarkan
“antisipasi” kepada peserta didik, sehingga mereka dapat mengetahui apa yang harus
disiapkan, dikerjakan dan dievaluasi.
8. Beri kesempatan pengalaman belajar yang sukses

13
Kesempatan belajar dengan sukses dapat mengembangkan konsep diri yang positif
dan meningkatkan harga diri. Pembimbing dapat merancang kegiatan yang
memungkinkan peserta didik dapat mengerjakan dengan sukses, hargai upaya peserta
didik dan berikan reinforcement yang positif.
9. Beri penghargaan dan evaluasi yang jujur
Pemberian penghargaan yang konkrit dan obyektif dengan suasana hangat akan
mengembangkan konsep diri peserta didik. Peserta didik akan mempunyai gambaran
diri yang akurat dan mungkin merubah sikap. Jika peserta didik tahu bahwa
pembimbing “care” terhadap dirinya, mereka akan menerima pencapaiannya dan
memperbaiki kelemahan.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

14
Konsep pembelajaran klinik adalah Merupakan salah satu metode mendidik
peserta didik di klinik yang memungkinkan pendidikan memilih dan menerapkan
cara mendidik yang sesuai dengan objektif (tujuan), dan karakteristik individual
peserta didik berdasarkan kerangka konsep pembelajaran.
B. Saran
Masyarakat professional kebidanan harus mempunyai tanggung jawab bersama
dalam menyiapkan peserta didik kebidanan menjadi bidan yang professional.

DAFTAR PUSTAKA

 Jurnal : Kusumawati, Anis. 2016. ‘Kecemasan, Pendekatan Belajar, Dan


Pencapaian Kompetensi Mahasiswa Program Studi DIPLOMA III KEBIDANAN
Dalam Praktik Klinik KEBIDANAN KEGAWATDARUARATAN MATERNAL
NEONATAL’
 Relly, D.E & Obermann, M.H. 2002. Pengajaran Klinis dalam pendidikan
keperawatan, alih bahasa Eni Noviestari. Jakarta : EGC
 Waluyo, A. 2005. Metode Pengajaran Klinik Keperawatan. Makalah pelatihan
bimbingan klinik FIK – UI.
 Nursalam & ferr E. 2008. Pendidikan dalam keperawatan. Jakarta : Salemba
Medika.

15

Anda mungkin juga menyukai