Oleh:
ALFIAH MARIKA NURHANAFI M
P1337424820005
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan
bimbingan-Nya saya dapat menyelesaikan Laporan Ilmiah dengan judul “Laporan
Ilmiah Kegawatdaruratan Neonatal dengan Hiperbilirubinemia di Ruang NRT
RSUP Dr. Kariyadi Semarang”. Laporan ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Bidan (Bd) pada Program Studi Profesi Bidan Politeknik
Kesehatan Kemenkes Semarang.
Penulis menyadari sepenuhnya hanya dengan ketelitian, kesabaran serta
bantuan dari berbagai pihak penulis dapat menyelesaikan Laporan Ilmiah ini.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-
besarnya dengan hati yang tulus kepada:
1. Direktur Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang yang telah memberikan
kesempatan dan fasilitas kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan
pendidikan program studi kebidanan.
2. Ibu Sri Rahayu, S.Kp.Ns., S.Tr.Keb, M.Kes selaku Ketua Jurusan Program
Studi Kebidanan Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang.
3. Ibu Ida Ariyanti, S.SiT, M.Kes selaku Ketua Program Studi S1 Terapan
Kebidanan dan Profesi Bidan Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang.
4. Ibu Erna Widyastuti, S.SiT, M.Kes selaku pembimbing institusi yang telah
memberikan bimbingan, arahan dan masukannya dalam penyusunan laporan.
5. Ibu Nur Hidayah, S.Kep.Ns selaku pembimbing lahan yang telah memberikan
bimbingan, arahan dan masukannya dalam penyusunan laporan ini.
6. Seluruh pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini, yang
tidak ias saya sebutkan satu persatu.
Semoga Allah SWT membalas budi baik semua pihak yang telah
mendukung dan membantu dalam menyelesaikan laporan ini. Harapan saya
semoga laporan ini dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya untuk para
pembaca.
Semarang, Maret 2021
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Angka Kematian Bayi (AKB) adalah jumlah kematian bayi per 1000
kelahiran hidup (Shetty dan Sraddha, 2014). Angka Kematian Bayi
(AKB) merupakan salah satu indikator status kesehatan masyarakat yang
terkait dengan berbagai indikator kesehatan dan indikator pembangunan
lainnya. Angka Kematian Bayi (AKB) tidak hanya menggambarkan
keberhasilan pembangunan sektor kesehatan, tetapi juga terkait langsung
dengan angka rata-rata harapan hidup penduduk disuatu daerah (Mala, 2015).
Angka Kematian Bayi (AKB) pada Negara ASEAN (Association of
South East Asia Nations) seperti di Singapura sebanyak 3 per 1000 kelahiran
hidup, Malaysia 5,5 per 1000 kelahiran hidup, Thailand 17 per 1000 kelahiran
hidup, Vietnam 18 per 1000 kelahiran hidup, dan Indonesia 27 per 1000
kelahiran hidup. Angka Kematian Bayi di Indonesia masih tinggi dari negara
ASEAN lainnya, jika dibandingkan dengan target dari MDGs (Millenium
Development Goals) pada tahun 2015 yaitu 23 per 1000 kelahiran hidup
(World Health Organization, 2015).
Beberapa penyelidikan kematian neonatal di beberapa rumah sakit di
Indonesia menunjukkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan kematian
neonatal adalah adalah faktor ibu yang mempertinggi kematian neonatal atau
perinatal (High Risk Mother) dan faktor bayi yang mempertinggi kematian
neonatal atau perinatal (High Risk Infant) diantaranya adalah BBLR, asfiksia
dan ikterus neonatorum (Herawati dan Indriati, 2017).
Penurunan AKN menjadi perhatian karena kematian neonatal
menyumbang 59% dari kematian bayi. Kematian bayi yang utama di
Indonesia disebabkan karena BBLR 26%, ikterus 9%, hipoglikemia 0,8% dan
infeksi neonatorum 1,8%. Prevalensi kejadian ikterus neonatorum di dunia
masih cukup tinggi. Di Amerika Serikat, 65% dari 4 juta neonatus yang lahir
setiap tahunnya mengalami ikterus neonatorum dalam minggu pertama
kehidupannya. Di Indonesia, menurut data di salah satu Rumah Sakit yaitu
RSUD Dr. Soetomo menunjukkan peningkatan kejadian ikterus neonatorum,
pada tahun 2012 sebanyak 380 kasus, dan pada tahun 2013 terdapat sebanyak
392 kasus ikterus neonatorum, dan pada tahun 2018, terdapat 395 kasus
ikterus neonatorum.
Ikterus Neonatorum merupakan salah satu fenomena klinis yang
paling sering ditemukan pada bayi baru lahir. Lebih dari 85% bayi cukup
bulan yang kembali dirawat dalam minggu pertama kehidupan disebabkan
oleh keadaan ini. Bayi dengan hiperbilirubinemia tampak kuning akibat
akumulasi pigmen bilirubin yang berwama kuning pada sklera dan kulit
(Mathindas, 2014). Bilirubin adalah produk dari pemecahan sebagian
hemoglobin yang terjadi saat darah merah sel-sel hancur. Biasanya, bilirubin
diekskresikan melalui tubuh setelah melewati hati, limpa, ginjal dan saluran
gastrointestinal. Pengobatan ikterus neonatorum pada umumnya dilakukan
dengan fototerapi dan minoritas kecil memerlukan transfusi tukar (Shetty dan
Binoop, 2014).
Ikterus neonatorum tidak selamanya fisiologis, akan tetapi bila tidak
segera ditangani dengan baik akan menimbulkan cacat seumur hidup atau
bahkan kematian. Demikian juga ikterus patologi yaitu ikterus yang timbul
apabila kadar bilirubin total melebihi 12 mg/dl, apabila tidak ditangani
dengan baik akan menimbulkan komplikasi yang membahayakan karena
bilirubin dapat menumpuk diotak yang disebut dengan kem ikterus yang
merupakan komplikasi ikterus neonatorum yang paling berat.
Selain memiliki angka mortalitas yang tinggi, juga dapat menyebabkan
gejala sisa berupa cerebral palsy, tuli nada tinggi, paralisis dan displasia
dental yang sangat mempengaruhi kualitas hidup (Herawati dan Indriati,
2017).
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu melaksanakan asuhan kebidanan pada neonatus
hiperbilirubinemia dengan menerapkan pola pikir melalui pendekatan
manajemen kebidanan kompetensi bidan di Indonesia dan
pendokumentasian menggunakan SOAP.
2. Tujuan khusus
Diharapkan mahasiswa Pendidikan Profesi Bidan Politeknik Kesehatan
Kemenkes Semarang mampu:
a. Mahasiswa diharapkan dapat melakukan pengumpulan data fokus
secara subjektif dan objektif
b. Mahasiswa diharapkan dapat menginterprestasikan data sesuai dengan
data yang telah dikumpulkan
c. Mahasiswa diharapkan dapat mengidentifikasi diagnosa dan masalah
potensial sesuai dengan interprestasi data yang ada
d. Mahasiswa diharapkan dapat mengidentifikasi kebutuhan tindakan
untuk mengantisipasi masalah potensial
e. Mahasiswa diharapkan dapat merencanakan asuhan kebidanan secara
menyeluruh
f. Mahasiswa diharapkan dapat melaksanakan asuhan kebidanan secara
komprehensif dan menyeluruh
g. Mahasiswa diharapkan dapar mengevaluasi asuhan kebidanan yang
telah dilakukan
h. Mahasiswa diharapkan dapat melakukan dokumentasi asuhan
kebidanan pada kegawatdaruratan neonatal dengan hiperbilirubinemia
sesuai dengan SOAP
i. Mahasiswa mampu menganalisa dan membahas kasus.
C. Manfaat
1. Manfaat bagi Mahasiswa
Mahasiswa mampu mengaplikasikan teori yang telah dipelajari kepada
pasien dan mampu memberikan asuhan kebidanan secara komprehensif.
2. Klien
Klien mendapatkan asuhan kebidanan yang komprehensif dan terhindar
dari komplikasi yang tidak diinginkan.
3. Institusi pendidikan dan petugas kesehatan
Diharapkan dapat memberikan masukan yang bermanfaat untuk
pengembangan ilmu manajemen asuhan kebidanan pada Neonatus
dengan hiperbilirubinemia
BAB II
TINJAUAN TEORI
b. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium, sampel yang digunakan adalah
darah yang diambil melalui tusukan pada tumit bayi. Pemeriksaan ini
meliputi:
1) Bilirubin serum untuk menentukan kadar dan apakah bilirubin tak
terkonjugasi atau terkonjugasi. Guna mengantisipasi komplikasi
yang mungkin timbul, maka perlu diketahui daerah letak kadar
bilirubin serum total seperti dalam grafik berikut.
2) Uji Coombs direk untuk mendeteksi adanya antibodi maternal
pada SDM janin.
3) Uji Coombs indirek untuk mendeteksi adanya antibodi maternal
dalam serum.
4) Hitung retikulosit-meningkat akibat hemolisis saat SDM baru
diproduksi.
5) Golongan darah ABO dan tipe Rhesus terhadap kemungkinan
inkompatibilitas.
6) Taksiran hemoglobin/hematokrit untuk melihat adanya sel anemia.
7) Apusan darah perifer-struktur SDM untuk melihat adanya sel
abnormal.
8) Hitung sel darah putih untuk mendeteksi infeksi.
9) Sampel serum untuk imunoglobulin spesifik guna melihat adanya
infeksi TORCH.
10) Assay Glukosa-6-Fosfat Dehidrogenase (G6PD)
11) Zat dalam urin, misalnya galaktosa (Fraser and Cooper, 2011).
7. Penatalakasanaan
a. Penatalaksanaan awal
1) Memberikan ASI sesering mungkin
2) Menjemur bayi dibawah sinar matahari pada pukul 06.00-07.00
WIB dengan kondisi telanjang selama 30 menit, 15 menit dalam
posisi terlentang dan 15 menit sisanya dalam posisi tengkurap.
Berdasarkan penelitian Cheremisinoff dan Regino (1978) yang
menguji tentang kekuatan radiasi sinar matahari yang dilakukan
selama 1 x 24 jam yang berhasil menemukan bahwa antara pukul
06.00-07.00 radiasi sinar matahari hampir tidak ada sama sekali
atau nol persen.
3) Memberikan asupan makanan bergizi tinggi pada ibu dan
menganjurkan ibu untuk tidak minum jamu
4) Menganjurkan ibu dan keluarga untuk segera merujuk bayinya
apabila keadaan bayi bertambah parah serta mengeluarkan feses
berwarna putih keabu-abuan dan liat seperti dempul (Dewi, 2010).
b. Terapi sinar (fototerapi)
1) Definisi
Terapi sinar (light therapy) bertujuan untuk memecah bilirubin
menjadi senyawa dipirol yang nontoksik dan dikeluarkan melalui
urin dan feses (Dewi, 2010). Indikasinya adalah jika kadar bilirubin
dalam darah ≥10 mg% dan setelah atau sebelum dilakukannya
tranfusi tukar (Dewi, 2010).
Foto terapi intensif adalah fototerapi dengan menggunakan sinar
blue-green spectrum (panjang gelombang 430-490 nm) dengan
kekuatan paling kurang 30 uW/cm2 (diperiksa dengan radiometer,
atau diperkirakan dengan menempatkan bayi langsung dibawah
sumber sinar dan kulit bayi yang terpajan lebih luas)
2) Cara
a) Pakaian bayi dibuka agar seluruh bagian tubuh bayi kena sinar
b) Kedua mata dan gonad ditutup dengan penutup yang
memantulkan cahaya
c) Jarak bayi dan lampu ±40 cm
d) Posisi bayi sebaiknya diubah setiap 6 jam sekali
e) Lakukan pengukuran suhu setiap 4-6 jam
f) Periksa kadar bilirubin setiap 8 jam atau sekurang-kurangnya
sekali dalam 24 jam
g) Lakukan pemeriksaan hemoglobin secara berkala terutama pada
pasien yang mengalami hemolisis
h) Lakukan observasi dan catat lamanya terapi sinar
i) Berikan atau sediakan lampu masing-masing 20 watt sebanyak
8-10 buah yang disusun sevara paralel
j) Berikan air susu ibu yang cukup. Pada saat memberikan ASI
bayi dikeluarkan dari tempat terapi dan dipangku (posisi
menyusui), penutup mata dibuka, serta diobservasi ada tidaknya
iritasi (Vita,2020)
3) Efek samping
a) Perubahan suhu dan metabolik lainnya (peningkatan suhu
lingkungan dan tubuh, peningkatan konsumsi oksigen,
peningkatan laju respirasi, peningkatan aliran darah ke kulit)
b) Perubahan kardiovaskuler (perubahan sementara curah jantung
dan penurunan curah ventrikel kiri)
c) Status cairan (peningkatan aliran darah perifer dan peningkatan
insensible water loss)
d) Fungsi saluran cerna (peningkatan jumlah dan frekuensi buang
air besar, feses cair dan berwarna hijau kecoklatan, penurunan
waktu transit usus, penurunan absorbsi, retensi nitrogen, air dan
elektrolit, serta perubahan aktivitas laktosa)
e) Perubahan aktivitas (letargi, rewel, gelisah)
f) Perubahan berat badan (penurunan nafsu makan)
g) Perubahan kulit (tanning, rashes, burns dan bronze baby
syndrome)
h) Perubahan endokrin (perubahan kadar gonadotropin serum,
peningkatan LH dan FSH)
i) Perubahan hematologi (peningkatan turn over trombosit, cedera
pada sel darah merah dalam sirkulasi dengan penurunan kalium
dan peningkatan aktivitas ATP)
j) Perhatian terhadap perilaku psikologis (isolasi, perubahan
status organisasi dan manajemen perilaku)
4) Indikasi Fototerapi Pada Neonatus Berdasarkan Rekomnedasi
AAP
Tabel 1. Rekomendasi American Academy of Pediatrics Tahun
2004 untuk Penanganan Hiperbilirubin pada Neonaus Sehat dan
Cukup Bulan
Total Serum Bilirubin (mg/dl)
Usia Pertimbangan Fototerapi Transfusi tukar Transfusi
Fototerapi jika fototerapi tukar dan
intensif gagal fototerapi
intensif
≤ 24 jam - - - -
25-48 ≥ 12 ≥ 15 ≥ 20 ≥ 25
49-72 ≥ 15 ≥ 18 ≥ 25 ≥ 30
> 72 ≥ 17 ≥ 20 ≥ 25 ≥ 30
6) Pemeriksaan neurologis
(a) Reflek moro/terkejut
Apabila bayi diberi sentuhan mendadak terutama dengan jari
dan tangan maka akan menimbulkan gerak terkejut.
(b) Reflek mengenggam
Apabila telapak tangan disentuh dengan jari pemeriksa maka
akan berusaha mengenggam jari pemeriksa.
(c) Reflek rooting/mencari
Apabila pipi disentuh oleh jari pemeriksa maka ia akan
menoleh dan mencari sentuhan itu.
(d) Reflek menghisap/sucking reflek
Apabila bayi diberi dot/putting maka ia berusaha untuk
menghisap.
DAFTAR PUSTAKA
American Academy of Pediatrics. 2014. Subcommitte on hyperbilirubinemia.
Management of hyperbilirubinemia in the newborn infant 35 or more weeks
of gestation, Clinical Practice Guidelines. Pediatrics.
Bilgin, B.S., Koroglu, O.A., Yalaz, M., Karaman, S., Kultursay, N., 2013. Factors
Affecting Bilirubin Levels during First 48 Hours of Life in Healthy Infants.
BioMed Research International. http://dx.doi.org/10.1155/2013/316430
Chen YJ, Chen WC, Chen CM. 2012. Risk Factors for Hyperbilirubinemia in
Breastfed Term Neonates. European Journal of Pediatrics.
Dewi, V. N. L. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Salemba Medika.
Jakarta.
Fraser, D.M. & Cooper, M.A. (2011). Myles Buku Ajar Bidan (Edisi 14). Jakarta:
EGC.
Kosim, M. S. 2010. Gangguan Napas pada Bayi Baru Lahir dalam Buku Ajar
Neonatologi. Jakarta: IDI.
Maulike, Novie dan Nurjannah Ade. Faktor-Faktor Pada Ibu Bersalin Yang
Berhubungan dengan Kejadian Hiperbilirubin Pada Bayi Baru Lahir:
Jurnal Kesehatan Kartika. Vol.8. No.4 Maret 2013
Muchowski, K. E., Hospital, N., Pendleton, C., Medicine, F., Program, R., &
Pendleton, C. 2014. Evaluation and Treatment of Neonatal
Hyperbilirubinemia. Am Fam Physician.
Patel, A.S., Desai, D.A., Patel, A.R., 2017. Association of ABO and Rh
incompatibility with neonatal hyperbilirubinaemia. International Journal of
Reproduction, Contraception, Obstetrics and Gynecology.
http://dx.doi.org/10.18203/2320-1770.ijrcog20171393.
Varney, Helen. 2017. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4 Volume 2. Jakarta:
EGC.
Wiknjosastro H. 2014. Ilmu Kebidanan Ed.4 Cetakan ke-2. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.