Anda di halaman 1dari 5

Atasi Konflik Ketika Balita Sudah Mulai Bergaul

Manusia adalah makhluk sosial yang senang bergaul. Bahkan sejak balita,
keinginan untuk bersosialisasi itu sudah muncul. Umur berapa balita sudah mulai
senang bergaul?
Menurut pakar perkembangan bayi dan balita Victoria J Youcha, balita mulai
senang bersosialisasi dengan teman-teman balitanya ketika sudah mencapai usia 2
tahun. Meski pada usia tersebut anak belum memahami dasar-dasar persahabatan dan
kerjasama seperti mendengarkan, menanggapi, bergantian atau saling berbagi, tapi ia
akan menikmati bermain berdampingan dengan anak lain, menonton serta meniru yang
anak lain lakukan atau katakan.
  Perilaku ini disebut dengan bermain asosiatif dan merupakan cara yang hebat
bagi anak untuk belajar dari anak-anak lain. Umumnya anak akan belajar keterampilan
sosial dari satu sama lain serta membangun kreativitasnya sendiri. Sedangkan konflik
yang terjadi antar anak merupakan langkah pertama bagi anak dalam belajar untuk
bekerjasama serta berbagi. Lalu saat anak menginjak usia 3 tahun, ia mungkin sudah
memiliki satu atau dua teman spesial seperti teman untuk saling berbagi dan bermain
selama 1-2 jam tanpa saling berkelahi.
 Menurut Victoria seperti diberitakan dari Babycenter, Selasa (1/2/2011), ketika
masih di bawah 12 bulan umumnya anak lebih asyik bermain sendiri dan tidak
menghiraukan teman-teman di sekelilingnya.  "Meski begitu pada usia sebelum 12 bulan
bayi mulai terpesona dengan bayi lainnya, mereka akan mengeksplorasi satu sama lain
seperti halnya saat mereka mengeksplorasi mainan," ujar Victoria.
  Eksplorasi yang dilakukan oleh para bayi ini bisa menghibur atau justru
mengesalkan orangtuanya, karena cara eksplorasi ini cenderung disertai dengan
tangisan air mata dan juga jeritan gembira anak-anak saat bermain.  Setelah itu ketika
usianya masuk antara 1-2 tahun, balita akan terlibat sesuatu hal yang dikenal sebagai
'bermain paralel', yaitu cara bermain yang mana anak-anak duduk bermain
berdampingan dengan anak lain tapi tidak benar-benar berinteraksi, selain untuk
mengambil mainan.
Sebentar lagi balita Anda akan memasuki pre-school dan merasakan
pengalaman bersekolah untuk pertama kalinya. Dia akan memulai untuk bersosialisasi
dengan teman sebayanya, bukan hanya dengan anggota keluarganya. Karena itu Anda
perlu mengetahui cara mendidiknya agar ia pun aktif secara sosial.
 Seorang anak balita tidak mampu bersosialisasi seperti kita yang sudah
dewasa. Di usia yang sangat dini ini, sebagian besar anak belum mempunyai empati
yang cukup untuknya bermain secara harmonis di dalam grup. Bagi kebanyakan balita,
satu hal yang paling penting baginya adalah dirinya sendiri. Ditambah lagi, balita masih
belum mengerti dengan jelas mengenai hal yang benar dan salah, belum bisa bersopan-
santun dan pada dasarnya belum bisa mengendalikan diri.
Tetapi, untuk beberapa tahun ke depan, ia dapat belajar untuk berbagi dan
bekerjasama, belajar peka akan perasaan orang lain, menyelesaikan pertengkaran
dengan kata-kata dan bukan dengan perilaku yang agresif, pendeknya, mereka akan
mampu untuk berteman. Anda bisa membantu mereka mencapai titik ini dengan
melakukan hal-hal berikut ini:
1. Mengajarkan rasa percaya diri. Anak-anak harus menyukai dirinya sendiri
sebelum mereka dapat membuka diri kepada orang lain.
2. Berteman dengan balita Anda. Kesempatan pertama balita Anda untuk berteman
adalah dengan orang tuanya. Di setiap saat Anda bersamanya, ingatlah untuk
mencontohkan perilaku sosial yang benar. Ajarkan ia untuk berbagi, ajarkan ia
untuk berkata, “Boleh tidak?” bila ia hendak melakukan atau mengambil sesuatu,
ajarkan ia untuk berterima kasih, Mengobrollah dengan dia dan siapkan ia untuk
beradaptasi dengan situasi sosial yang akan ia hadapi di kemudian hari.
3. Bermain dengan anak lain. Lebih mudah bagi kebanyakan balita untuk
bersosialisasi dengan hanya satu orang anak lain. Anda bisa mengatur agar si
Kecil bisa bermain dengan anak teman Anda, atau sepupunya, terutama bila
anak Anda mempunyai kesulitan bergaul dengan grup yang besar. Tetapi,
jangan memaksanya untuk bergaul bila ia belum siap; selain tidak adil untuknya,
hal ini juga bisa menyebabkan ia untuk berotak.
4. Ajarkan permainan secara grup. Ada beberapa aktivitas yang mendukung
kebersamaan dibanding individualisistis, seperti permainan petak umpet,
membangun balok, permainan bola, dan permainan lain yang mengharuskan
anak-anak untuk bergiliran dan memberikan pengalaman yang mereka butuhkan
untuk memupuk persahabatan.
5. Bersikap netral dan awasi dia dari dekat. Karena balita masih seringkali tidak
bisa ditebak dan emosional, saat ia mulai bergaul, Anda perlu mengawasinya.
Anda tidak perlu terlibat dalam pergaulannya tetapi Anda harus menjaga bila
tiba-tiba terjadi konflik. Anda juga harus bisa bersikap netral dan tidak selalu
memihak anak Anda.
6. Terima gaya bergaul anak Anda. Setiap balita, seperti juga orang dewasa,
mempunyai pendekatan yang tersendiri dalam bergaul. Ada yang lebih senang
bermain dengan grup besar, ada yang lebih senang bergaul dengan satu-dua
teman saja. Tetapi ada juga yang cuma lebih senang mengamati dari jauh dan
tidak mencoba bergaul dekat. Semuanya tidak apa-apa.
7. Berikan banyak kesempatan untuk berlatih. Anak-anak yang memulai pergaulan
pada umur yang lebih awal (berasal dari keluarga besar, biasa bermain dengan
anak tetangga, dsb) akan lebih mudah untuk bersosialisasi. Bila anak Anda
belum mempunyai pengalaman ini, Anda bisa mengaturkan grup bermain
baginya, atau Anda juga bisa membiasakan dia bermain dengan sepupu-
sepupunya terlebih dahulu.
Jangan memaksa. Bila Anda memaksanya untuk bersosialisasi, Anda tidak
membantunya untuk berteman, sebaliknya ini bisa membuat ia menjadi anti sosial.
Seiring dengan waktu, anak Anda akan mengerti sendiri bahwa bermain dengan teman
sebayanya adalah sangat menyenangkan. (fn/dt/ib) www.suaramedia.com
Bantu dan ajari balita atasi masalahnya sendiri
Ketika anak bertengkar bersama dengan teman-temannya dan anda
mendapati mereka saling marah dan menjauhi satu sama lain.
Maka sebaiknya jangan terburu-buru untuk menghampiri anak dan menanyakan apa
yang terjadi, lalu setelah itu melerai permasalahan antar keduanya.
Ya, seringkali sebagai orangtua dari anak balita, kita seringkali dibuat khawatir saat
anak-anak terjebak pertentangan dan adu argumentasi, pada akhirnya anda akan
langsung menyelesaikan masalahnya dan melerai pertengkaran tersebut dengan
alasan anak-anak yang masih begitu kecil belum bisa menyelesaikan masalahnya
sendiri. Bahkan beberapa mengatakan bahwa jangankan untuk menyelesaikan
masalahnya sendiri, untuk mengurus dirinya sendiri sajaanak-anakbelum mampu.
Namun siapa bilang demikian? Ketika anak besar kelak, mereka dituntut
untuk dapat menyelesaikan masalah sendiri bukan? Nah, untuk itulah tidak ada
salahnya jika hal tersebut diajarkan sejak mereka usia dini. Bukankah pengajaran
sejak dini akan jauh lebih berguna dibandingkan saat mereka sudah besar kelak?
Untuk itulah, saat anda sudah melihat anak-anak sudah memiliki kemampuan untuk
berpikir dan mengalirkan keinginannya, maka tidak ada salahnya melatih dan
membantu mereka untuk dapat memecahkan masalahnya sendiri.
Ketika anda sudah cukup bijaksana untuk mengatasi masalahnya sendiri,
anda tentu akan merasa senang. Bukan saja itu, anak anda pun akan belajar
berbagai hal seperti bagaimana untuk dapat tetap tenang, berpikir rasional ketika
ada masalah dan bahkan bisa menjadi "wasit" ketika menghadapi teman-temannya
bertengkar. Dengan demikian, saat anak dibekali dengan kemampuan ini, maka
akan lebih tenang bagi anda melepaskan mereka dilingkungan seikitarnya,
khususnya lingkungannya bermain.
Untuk itulah, ketika anda bertengkar bersama dengan teman-temannya,
jangan lantas terburu menghampiri anak dan menghakiminya. Tidak selamanya
pertengkaran ini membawa dampak buruk kok, sebaliknya hal ini bisa dijadikan
kesempatan untuk anak untuk belajar bagaimana mengatasi masalahnya sendiri.
Hanya saja, pengawasan anda dari anak-anak tentunya tidak boleh lengah, apalagi
ketika anak mulai terlihat memanas. Anda perlu sesekali menjadi jembatan anak
balita anda agar mereka bisa mengarahkan kekesalannya menjadi sebuah
perdamaian yang diharapkan seiring dengan berjalannya waktu kemampuan anak
dalam menyelesaikan masalah bisa menjadi lebih baik.
Anak-anak yang dibekali dengan kemampuan menyelesaikan masalah saat
mereka dewasa kelak akan tentu saja melahirkan sikap yang tenang, lebih sabar
dan membuat mereka mudah diterima dengan lingkungannya. Selain itu, anak-anak
dengan kemampuan ini akan tumbuh menjadi seseorang yang bersahaja dengan
tidak senang mendekati sumber masalah dan permasalahan.
Anak-anak yang memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalah
tentunya akan tumbuh menjadi pribadi yang lebih mandiri, yang mana tentunya hal
ini akan membuat anda merasa senang memiliki anak yang demikian bukan? Untuk
itu, yuk bantu dan dukung anak belajar menyelesaikan masalahnya sendiri.
1. Bantu Anak Identifikasi Masalahnya
Langkah pertama yang penting diberikan pada anak anda adalah dengan
membantu anak mengidentifikasi masalahnya sendiri. Hal ini adalah hal penting
yang perlu dilakukan pertama, dengan mengetahui masalah yang sesungguhnya
anda akan dapat membantu anak untuk menentukan hal yang selanjutnya bisa ia
lakukan. Misalkan ketika anak bertengkar dengan temannya, minta anak untuk
duduk bersabar dan tanyakan masalah apa yang sebenarnya terjadi, jika
masalahnya dipicu karena salah paham, maka anda bisa meminta anak untuk
kembali bersama dengan teman-temannya dan bermain bersama kembali.
2. Usahakan Untuk Tidak Ikut Campur
Ketika anak menengahi pertengkaran teman-temannya. Maka, coba hargai
pendapat anak dan berikan mereka kepercayaan bahwa ia akan dapat
menemukan solusinya. Berikan anak anda waktu untuk dapat menengahinya.
Meski tak jarang hal ini akan membuat ia berlari dan meminta bantuan orang
dewasa untuk dapat menyelesaikan konflik, akan tetapi tetap berikan ruang dan
kepercayaan.
Ketika anda datang menghampiri anda untuk meminta bantuan agar bisa
menengahi pertengkaran temannya, cobalah ajukan beberapa pertanyaan
padanya. Dengan begini, umumnya anak-anak akan dapat menerima solusi yang
diusulkan oleh orang dewasa. "Kalo kata ibu sih, daripada kalian bertengkar gara-
gara ingin satu kelompok, lebih baik bermain bersama-sama sayang."
3. Bantu Si Anak Balita Memiliki Empati
Anak dengan usia 3-4 tahun sudah mulai bisa menunjukan rasa empatinya
terhadap oranglain. Jadi, jangan heran ketika ia melihat kucing atau temannya
disakiti ia akan menangis atau kesal. Akan tetapi, terkadang juga masih muncul
sifat egosentrisnya pada si anak. Nah, untuk mengasah kemampuan si anak
mengenali perasaan oranglain, maka ajaklah balita anda untuk mengenali bahasa
tubuh dan ekspresi yang dimunculkan oleh temannya. Dari sini, anak-anak akan
bisa menghindari dan menentukan perbuatannya terhadap oranglain sehingga
masalah bisa dihindari.
4. Asah Kemampuan Si Anak Balita
Asah kemampuan balita anda untuk dapat memilah dan milih situasi dengan
mengajukan sebuah pertanyaan. Hal ini tentunya dilakukan untuk mengetahui
apa yang terjadi dan menghindari pertengkaran pada si anak yang akan memicu
masalah. Seperti misalkan, tanyakan apa yang terjadi, mengapa masalah
tersebut terjadi dan lain-lain.
Nah, jika balita anda masih mengalami kesulitan untuk menemukan solusi dalam
menyelesaikan masalah, maka berikan mereka pilihan solusi. Misalkan, tanyakan
apakah anak anda ingin meminta temannya bergantian atau meminta permanan
lain yang bisa dilakukan berdua. Selain itu, tanyakan pula alasannya mengapa
anak anda memilih cara tersebut.
5. Selesaikan Masalah dengan Ajak Balita Anda Berbicara
Berikan pehaman pada balita anda tentang bagaimana menyelesaikan masalah
yang baik. Tidak perlu ada agresi fisik seperti memukul, mencubit atau bahkan
mengigit. Penyelesaian masalah bisa dilakukan dengan dialog.
Cara ini mungkin akan terdengar sulit dilakukan anak balita, aka tetapi balita akan
dapat memilih cara penyelesaian solusi ini jika ada dukungan dari orangtua. Anda
juga harus mampu memberikan contoh pada mereka bagaimana menghadapi
konflik dengan baik.
Berikan contoh pada anak tentang bagaimana mengontrol sikap. Anda juga bisa
menyelesaikan masalah yang melibatkan balita anda dengan membawa mereka
dan mengajaknya untuk berdiskusi. Cara ini diharapkan bisa ditiru oleh si balita
dan diserapnya untuk kemudian bisa ia aplikasikan dalam kehidupan nyatanya.
Meskipun masih kecil dan tumbuh dalam tubuh balita, bukan berarti anak-anak
tidak memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. Asal ada
usaha dan bantuan serta dorongan dari orangtua untuk melakukannya, maka
perlahan namun pasti si balita akan belajar bagaiman caranya menyesaikan
sebuah konflik. Memang hasil yang diraih tidak akan sempurna, akan tetapi
proses lah yang harus dinilai bukanlah hasil akhirnya. Demikian beberapa cara
diatas semoga bisa menjadi panduan dan referensi untuk anda.

Sumber :Bantu dan Ajarkan Balita Atasi Masalahnya Sendiri -


Bidanku.comhttp://bidanku.com/bantu-dan-ajarkan-balita-atasi-masalahnya-
sendiri#ixzz3syhOyfq3

Anda mungkin juga menyukai