Anda di halaman 1dari 11

I.

PENDAHULUAN

II. TINJAUAN PUSTAKA


A. PENGERTIAN
Persalinan merupakan suatu proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta)
yang cukup bulan atau dapat hidup diluar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan
lain, dengan bantuan ataupun tanpa bantuan (kekuatan sendiri) (Sulistyowati &
Nugraheny, 2013). Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup
dari dalam uterus ke dunia luar. Persalinan dan kelahiran normal merupakan proses
pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan
dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam waktu 18 jam, tanpa
komplikasi baik ibu maupun janin. (Jannah, 2015). Persalinan adalah bagian dari proses
melahirkan sebagai respons terhadap kontraksi uterus, segmen bawah uterus teregang dan
menipis, serviks berdilatasi, jalan lahir terbentuk dan bayi bergerak turun ke bawah melalui
rongga panggul. (Hanretty, 2014).
Jutaan perempuan di dunia merasakan bahwa melahirkan itu sakit sehingga diyakini
bahwa proses melahirkan itu sakit dan nyeri. Untuk beberapa hal, persalinan yang nyaman
dan tanpa rasa sakit merupakan suatu keberuntungan bagi wanita. Situasi dan kondisi
psikologis yang labil memegang peranan penting dalam memunculkan nyeri persalinan
yang lebih berat. Salah satu mekanisme pertahanan jiwa terhadap stress adalah konversi,
yaitu memunculkan gangguan secara psikis menjadi gangguan fisik (Andarmoyo, 2013).
Nyeri persalinan merupakan rasa sakit yang ditimbulkan saat persalinan yang berlangsung
dimulai dari kala I persalinan, rasa sakit terjadi karena adanya aktifitas besar di dalam
tubuh ibu guna mengeluarkan bayi, semua ini terasa menyakitkan bagi ibu. Rasa sakit
kontraksi dimulai dari bagian bawah perut, mungkin juga menyebar ke kaki, rasa sakit
dimulai seperti sedikit tertusuk, lalu mencapai puncak, kejadian itu terjadi ketika otot-otot
rahim berkontraksi untuk mendorong bayi keluar dari dalam rahim ibu (Danuatmaja, 2004,
dalam Adriana, 2012, hal. 14). Menurut Judha dkk (2012, hal. 75) rasa nyeri dalam
persalinan adalah manifestasi dari adanya kontraksi otot rahim. Kontraksi inilah yang
menimbulkan rasa sakit pada pinggang darah perut dan menjalar kea rah paha. Kontraksi
ini menyebabkan adanya pembukaan mulut rahim (servik).

B. PENYEBAB NYERI
Nyeri persalinan kala-satu adalah akibat dilatasi seviks dan sagmen uterus bawah
dengan distensi lanjut, peregangan, dan trauma pada serat otot dan ligamen. Faktor
penyebab nyeri persalinan adalah (Simkin, P., Whalley, J., dan Keppler, A., 2007, hal.
150) :
a) berkurangnya pasokan oksigen ke otot rahim (nyeri persalinan menjadi lebih hebat
jika interval antara kontraksi singkat, sehingga pasokan oksigen ke otot rahim belum
sepenuhnya pulih)
b) meregangnya leher rahim (effacement dan pelebaran)
c) tekanan bayi pada saraf di dan dekat leher rahim dan vagina
d) ketegangan dan meregangnya jaringan ikat pendukung rahim dan sendi panggul
selama kontraksi dan turunnya bayi
e) Tekanan pada saluran kemih, kandung kemih, dan anus
f) Meregangnya otot-otot dasar panggul dan jaringan vagina
g) ketakutan dan kecemasan yang dapat menyebabkan dikeluarkannya hormon stress
dalam jumlah besar (epinefrin, norepinefrin, dan lainlain) yang mengakibatkan timbulnya
nyeri persalinan yang lama dan lebih berat.
Nyeri itu sendiri berarti pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan
akibat kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial atau yang digambarkan dalam
bentuk kerusakan tersebut. Nyeri adalah suatu pengalaman sensorik yang
multidimensional. Fenomena ini dapat berbeda dalam intensitas (ringan,sedang, berat),
kualitas (tumpul, seperti terbakar, tajam), durasi (transien, intermiten, persisten), dan
penyebaran (superfisial atau dalam, terlokalisir atau difus). Meskipun nyeri adalah suatu
sensasi, nyeri memiliki komponen kognitif dan emosional, yang digambarkan dalam suatu
bentuk penderitaan. Nyeri juga berkaitan dengan reflex menghindar dan perubahan output
otonom (Meliala,2004). Nyeri merupakan pengalaman yang subjektif, sama halnya saat
seseorang mencium bau harum atau busuk, mengecap manis atau asin, yang kesemuanya
merupakan persepsi panca indera dan dirasakan manusia sejak lahir. Walau demikian,
nyeri berbeda dengan stimulus panca indera, karena stimulus nyeri merupakan suatu hal
yang berasal dari kerusakan jaringan atau yang berpotensi menyebabkan kerusakan
jaringan (Meliala,2004).
Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri pada persalinan
Menurut Hidayat (2006), faktor-faktor yang mempengaruhi respon nyeri adalah
sebagai berikut:
1. Faktor fisiologis
a. Keadaan umum Kondisi fisik yang menurun seperti kelelahan dan malnutrisi
dapat meningkatkan intensitas nyeri yang dirasakan. Dengan demikian dapat
dikatakan di dalam proses persalinan diperlukan kekuatan atau energi yang cukup
besar, karena jika ibu mengalami kelelahan dalam persalinan tidak cukup toleran
dalam menghadapi rasa nyeri yang timbul sehingga intensitas nyeri yang
dirasakan semakin tinggi
b. Usia Ibu yang melahirkan pertama kali pada usia tua umumnya akan mengalami
persalinan yang lebih lama dan merasakan lebih nyeri dibandingkan ibu yang
masih muda. Sehingga dapat dikatakan pada primipara dengan usia tua akan
merasakan intensitas nyeri yang lebih tinggi dan persalinan yang lebih lama dari
primipara usia muda
c. Ukuran janin Dikatakan bahwa persalinan dengan ukuran janin yang besar akan
menimbulkan rasa nyeri yang lebih kuat dari persalinan dengan ukuran janin
normal. Karena itu dapat disimpulkan 11 bahwa semakin besar ukuran janin
semakin lebar diperlukan peregangan jalan lahir sehingga nyeri yang dirasakan
semakin kuat
d. Endorphin Efek opioid endogen atau endorphin adalah zat seperti opiate yang
berasal dari dalam tubuh yang disekresi oleh medulla adrenal. Endorphin adalah
neurotransmitter yang menghambat pengiriman rangsang nyeri sehingga dapat
menurunkan sensasi nyeri. Tingkatan endorphin berbeda antara satu orang
dengan orang lainnya. Hal ini yang menyebabkan rasa nyeri seseorang dengan
yang lain berbeda
2. Faktor psikologi
a. Takut dan cemas Cemas dapat mengakibatkan perubahan fisiologis seperti
spasme otot, vasokontriksi dan mengakibatkan pengeluaran substansi penyebab
nyeri (kotekolamin), sehingga cemas dapat meningkatkan intensitas nyeri yang
dirasakan. Sementara perasaan takut dalam menghadapi persalinan akan
menyebabkan timbulnya ketegangan dalam otot polos dan pembuluh darah
seperti kekakuan leher rahim dan hiposia rahim. Oleh Karen aitu dapat
disimpulkan bahwa perasaan cemas dan takut selama persalinan dapat memicu
sistem syaraf simpatis dan parasimpatis, sehingga dapat lebih meningkatkan
intensitas nyeri yang dirasakan
b. Arti nyeri bagi individu Arti nyeri bagi individu adalah penilaian seseorang
terhadap nyeri yang dirasakan. Hal ini sangat berbeda antara satu orang dengan
yang lainnya, karena nyeri merupakan pengalaman yang sangat individual dan
bersifat subjektif
c. Kemampuan kontrol diri Kemampuan kontrol diartikan sebagai suatu
kepercayaan bahwa seseorang mempunyai sistem kontrol terhadap suatu
permasalahan sehingga dapat mengendalikan diri dan dapat mengambil tindakan
guna menghadapi masalah yang muncul. Hal ini sangat diperlukan ibu dalam
menghadapi persalinan sehingga tidak akan terjadi respon psikologis yang
berlebihan seperti ketakutan dan kecemasan yang dapat menganggu proses
persalinan
d. Fungsi kognitif Dijelaskan bahwa perbedaan respon seseorang dalam
menghadapi suatu permasalahan atau rangsang berhubungan dengan fungsi
kognitif. Suasana kognitif dapat mempengaruhi respon dan perilaku seseorang
terhadap suatu permasalahan atau rangsang
e. Percaya diri Percaya diri adalah keyakinan pada diri seseorang bahwa ia akan
mampu menghadapi suatu permasalahan dengan suatu tindakan atau perilaku
yang akan dilakukan dikatakan pula jika ibu percaya bahwa ia dapat melakukan
sesuatu untuk mengontrol persalinan maka ia akan memerlukan upaya minimal
untuk mengurangi nyeri yang dirasakan. Dengan kata lain bahwa percaya diri
yang tinggi dapat menghadapi rasa nyeri yang timbul selama persalinan dan
mampu mengurangi intensitas nyeri yang dirasakan.

C. JENIS PERSALINAN

D. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERSALINAN

Menurut Rukiyah (2009) faktor-faktor yang mempengaruhi persalinan, yaitu faktor power,
faktor passenger, faktor passage, dan faktor psyche:
1. Faktor Power (Kekuatan)
Power adalah kekuatan janin yang mendorong janin keluar. Kekuatan yang
mendorong janin keluar dalam persalinan ialah his, kontraksi otot-otot perut,
kontraksi diafragma dan aksi dari ligament, dengan kerja sama yang baik dan
sempurna. (Oxorn, 2010)
2. Faktor Passanger (Bayi) Faktor lain yang berpengaruh terhadap persalinan adalah
faktor janin,yang meliputi sikap janin, letak janin, presentasi janin, bagian
terbawah janin, dan posisi janin. (Rohani, 2011)
3. Faktor Passage (Jalan Lahir) Passage atau faktor jalan lahir dibagi atas: a) Bagian
keras : tulang-tulang panggul (rangka panggul). b) Bagian lunak : otot-otot,
jaringan-jaringan, dan ligamentligament. (Asrinah, 2010)
4. Faktor psyche (Psikis) Psikis ibu bersalin sangat berpengaruh dari dukungan suami
dan anggota keluarga yang lain untuk mendampingi ibu selama bersalin dan
kelahiran anjurkan merreka berperan aktif dalam mendukung dan mendampingi
langkah-langkah yang mungkin akan sangat membantu kenyamanan ibu, hargai
keinginan ibu untuk didampingi, dapat membantu kenyamanan ibu, hargai
keinginan ibu untuk didampingi. (Rukiyah, 2009) 8
5. Posisi Ibu (Positioning) Posisi ibu dapat memengaruhi adaptasi anatomi dan
fisiologi persalinan. Perubahan posisi yang diberikan pada ibu bertujuan untuk
menghilangkan rasa letih, memberi rasa nyaman, dan memperbaiki sirkulasi.
(Sondakh, 2013)
Penanganan dan pengawasan nyeri persalinan terutama pada kala I sangat penting,
karena itu sebagai titik penentu apakah seorang ibu bersalin dapat menjalani
persalinan normal atau diakhiri dengan suatu tindakan dikarenakan adanya
penyulit yang diakibatkan nyeri yang sangat hebat. Intervensi untuk mengurangi
ketidaknyamanan atau nyeri selama persalinan yaitu intervensi farmakologis nyeri
dan non farmakologis. Nyeri persalinan yang disebabkan oleh rasa takut dan tegang
dapat dikurangi/diredakan dengan berbagai metode yaitu menaikkan pengetahuan
ibu tentang hal-hal yang akan terjadi pada suatu persalinan, menaikkan
kepercayaan diri dan relaksasi pernafasan (Abdul Ghofur, 2010).

E. FISIOLOGI PERSALINAN
Persalinan merupakan suatu peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan wanita.
Proses persalinan memiliki arti yang berbeda disetiap wanita, dengan belum adanya
pengalaman akan memunculkan kecemasan dan ketakutan yang berlebih selama proses
persalinan. Keadaan ini sering terjadi pada wanita yang pertama kali melahirkan (Wijaya
dkk, 2014). Persalinan merupakan suatu proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan
plasenta) yang cukup bulan atau dapat hidup diluar kandungan melalui jalan lahir atau
melalui jalan lain, dengan bantuan ataupun tanpa bantuan (kekuatan sendiri) (Sulistyowati
& Nugraheny, 2013). Proses persalinan dipengaruhi tiga faktor berupa passage (jalan
lahir), passanger (janin), power (kekuatan). Persalinan dapat berjalan dengan normal
(Euthocia) apabila ketiga faktor terpenuhi dengan baik. Selain itu terdapat faktor lain yang
mempengaruhi proses persalinan yaitu psikologis dan penolong (Rohani dkk, 2011). Pada
ibu yang pertama kali menjalani proses persalinan akan takut, cemas, khawatir yang
berakibat pada peningkatan nyeri selama proses persalinan dan dapat menganggu jalan
persalinan menjadi tidak lancar (Wijaya dkk, 2014).
Persalinan identic dengan rasa nyeri yang ditimbulkan. Nyeri pada persalinan merupakan
proses fisiologis namun rasa nyeri ini terkadang membuat ibu merasa khawatir untuk
melakukan proses persalinan. Penelitian yang dilakukan Reeder et al (2011) menyatakan
sebanyak 67% wanita merasa sedikit khawatir, 12% merasa sangat khawatir dan 23% sama
sekali tidak khawatir tentang nyeri persalinan.
Tahap persalinan menurut Prawirohardjo (2008) adalah:
1. Kala 1 (kala pembukaan) Persalinan dibagi menjadi 4 tahap yaitu kala I (serviks
membuka dari 0 sampai 10 cm), kala II (kala pengeluaran), kala III 23 (kala urie), dan
kala IV (2 jam postpartum). Kala satu persalinan adalah permulaan kontraksi
persalinan sejati, yang ditandai oleh perubahan serviks yang progresif yang diakhiri
dengan pembukaan lengkap (10 cm) pada primigravida kala I berlangsung kira-kira
13 jam, sedangkan pada multigravida kira-kira 7 jam. Terdapat 2 fase pada kala satu,
yaitu (Prawirohardjo, 2008):
a. Fase laten Merupakan periode waktu dari awal persalinan pembukaan mulai
berjalan secara progresif, yang umumnya dimulai sejak kontraksi mulai muncul
hingga pembukaan 3-4 cm atau permulaan fase aktif berlangsung dalam 7-8 jam.
Selama fase ini presentasi mengalami penurunan sedikit hingga tidak sama sekali
b. Fase Aktif Merupakan periode waktu dari awal kemajuan aktif pembukaan
menjadi komplit dan mencakup fase transisi, pembukaan pada umumnya dimulai
dari 3-4 cm hingga 10 cm dan berlangsung selama 6 jam. Penurunan bagian
presentasi janin yang progresif terjadi selama akhir fase aktif dan selama kala dua
persalinan. Fase aktif dibagi dalam 3 fase , antara lain:
1) Fase Akselerasi, yaitu dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm menjadi 4 cm.
2) Fase Dilatasi, yaitu dalam waktu 2 jam pembukaan sangat cepat, dari 4 cm
menjadi 9 cm
3) Fase Deselerasi, yaitu pembukaan menjadi lamban kembali dalam waktu 2 jam
pembukaan 9 cm menjadi lengkap
2. Kala II (kala pengeluaran janin) Menurut (Prawirohardjo, 2008), beberapa tanda dan
gejala persalinan kala II adalah:
a. ibu merasakan ingin mengejan 24 bersamaan terjadinya kontraksi
b. ibu merasakan peningkatan tekanan pada rectum atau vaginanya,
c. perineum terlihat menonjol
d. vulva vagina dan sfingter ani terlihat membuka
e. peningkatan pengeluaran lendir darah Pada kala II his terkoordinir, kuat, cepat
dan lama, kira-kira 2-3 menit sekali. Kepala janin telah turun masuk ruang
panggul sehingga terjadi tekanan pada otot-otot dasar panggul yang secara reflek
timbul rasa mengedan. Karena tekanan pada rectum, ibu seperti ingin buang air
besar dengan tanda anus terbuka. Pada waktu his kepala janin mulai terlihat, vulva
membuka dan perineum meregang. Dengan his mengedan yang terpimpin akan
lahir kepala dengan diikuti seluruh badan janin. Kala II pada primi: 1 ½ - 2 jam,
pada multi ½ - 1 jam (Mochtar, 2003)
3. Kala III (kala pengeluaran plasenta) Menurut Prawirohardjo (2008), tanda-tanda
lepasnya plasenta mencakup beberapa atau semua hal dibawah ini
1) Perubahan bentuk dan tinggi fundus. Sebelum bayi lahir dan miometrium
mulai berkontraksi, uterus berbentuk bulat penuh (discoit) dan tinggi fundus
biasanya turun sampai di bawah pusat. Setelah uterus berkontraksi dan uterus
terdorong ke bawah, uterus menjadi bulat dan fundus berada di atas pusat
(sering kali mengarah ke sisi kanan)
2) Tali pusat memanjang Tali pusat terlihat keluar memanjang atau terjulur
melalui vulva dan vagina (tanda Ahfeld)
3) Semburan darah tiba-tiba Darah yang terkumpul di belakang plasenta akan
membantu mendorong plasenta keluar dan dibantu oleh gaya gravitasi.
Semburan darah yang secara tiba-tiba menandakan darah yang terkumpul
diantara melekatnya plasenta dan permukaan maternal plasenta (maternal
portion) keluar dari 25 tepi plasenta yang terlepas. Setelah bayi lahir
kontraksi rahim istirahat sebentar. Uterus teraba keras dengan fundus uterus
setinggi pusat, dan berisi plasenta yang menjadi tebal 2x sebelumnya.
Beberapa saat kemudian timbul his pelepasan dan pengeluaran plasenta.
Dalam waktu 5-10 menit plasenta terlepas, terdorong ke dalam vagina akan
lahir spontan atau sedikit dorongan dari atas simfisis atau fundus uteri.
Seluruh proses biasanya berlangsung 5-30 menit setelah bayi lahir.
Pengeluaran plasenta disertai dengan pengeluaran darah kira-kira 100-200 cc
(Mochtar, 2003)
4. Kala IV Kala pengawasan selama 2 jam setelah plasenta lahir untuk mengamati
keadaan ibu terutama bahaya perdarahan postpartum.

F. PENYULIT PERSALINAN
G. MEMPERINGAN PERSALINAN
Penanganan Nyeri Persalinan Secara Non Farmakologis Menurut Henderson (2006),
penanganan nyeri persalinan secara non farmakologis adalah:
1. Teknik Pernapasan
Teknik pernapasan dapat mengendalikan nyeri karena dapat meminimalkan fungsi
simpatis dan meningkatkan aktifitas komponen parasimpatik. Demikian ibu dapat
mengurangi nyerinya dengan cara mengurangi sensasi nyeri dan dengan
mengontrol intensitas reaksi terhadap nyeri (Mander, 2003). Teknik ini
mempunyai efek bagi ibu karena dapat membantu ibu. Demikian ibu dapat
menyimpan tenaga dan menjamin pasokan oksigen untuk bayi. Teknik relaksasi
bernafas merupakan teknik pereda nyeri yang banyak memberikan masukan
terbesar karena teknik relaksasi dalam persalinan dapat mencegah kesalahan yang
berlebihan pasca persalinan. Adapun relaksasi bernapas selama proses persalinan
dapat mempertahankan komponen sistem saraf simpatis dalam keadaan
homeostasis sehingga tidak terjadi peningkatan suplai darah, mengurangi
kecemasan dan ketakutan agar ibu dapat beradaptasi dengan nyeri selama proses
persalinan (Prasetyo, 2010). Teknik relaksasi dapat dilakukan untuk
mengendalikan rasa nyeri ibu dengan meminimalkan aktifitas simpatik dalam
sistem saraf otonom. Ibu belajar untuk meningkatkan aktivitas komponen saraf
parasimfatik vegetative yang lebih banyak secara simultan. Teknik tersebut dapat
mengurangi sensasi nyeri dan mengontrol intensitas reaksi ibu terhadap rasa nyeri
tersebut (Haderson, 2005).
Menurut Djamaludin dan Novikasari (2016) penurunan tingkat nyeri pada ibu
setelah diberi teknik nafas dalam disebabkan oleh karena teknik nafas dalam dapat
mengurangi ketegangan pada ibu yang membuat stress pada saat nyeri persalinan,
dengan dilakukannya teknik relaksasi nafas dalam ini akan membuat rileks tubuh
dan akan menghentikan produksi hormon adrenalin dan semua hormon yang
diperlukan saat stress, maka hormon tersebut akan digantikan dengan hormon
endorphin yang merupakan hormon penghilang rasa sakit sehingga nyeri yang
dirasakan ibu dapat berkurang, namun masih terdapat ibu bersalin yang tidak
mengalami penurunan tingkat nyeri secara signifikan setelah dilakukan teknik
nafas dalam karena ibu tidak kooperatif atau sulit untuk mengikuti instruksi teknik
nafas dalam, sehingga perlu dibuat Standar Operasional Prosedur (SOP) mengenai
program penatalaksanaan nyeri kontraksi uterus berupa teknik nafas sehingga
setiap bidan yang bertugas dapat melakukan teknik nafas dalam sesuai dengan SOP
yang tersedia.
Teknik pernapasan yang tepat akan meningkatkan asupan oksigen yang masuk ke
tubuh ibu. Oksigen dibutuhkan untuk proses metabolisme ibu dan janin. Selain itu,
Teknik pernafasan yang tepat membuat ibu lebih nyaman (mengurangi nyeri) dan
akhirnya meningkatkan hormon endorphin sehingga proses persalinan menjadi
lancer (Simkin and Bolding, 2014). Penelitian Thomas & Dhiwar tahun 2011
menemukan teknik pernapasan efektif menurunkan nyeri persalinan pada kala I.
Sebuah survei terhadap ibu bersalin di Amerika Serikat pada tahun 2005,
menemukan, 77 % menyatakan penggunaan teknik pernapasan sangat membantu
dalam proses persalinan, dan 23 % tidak membantu (DeClercq et al, 2016). Hasil
studi pendahuluan peneliti di puskesmas Pembantu Dauh Puri, menemukan ibu
bersalin tidak melakukan teknik bernapas khusus, terutama di kala I, sedangkan di
kala II sudah menggunakan teknik khusus. Teknik pernapasan yoga adalah salah
satu teknik bernapas saat persalinan dengan teknik khusus pada persalinan kala I,
dan kala II, sehingga mampu memasok oksigen secara efektif.

2. Pengaturan Posisi
Ibu yang menjalani persalinan harus mengupayakan posisi yang nyaman baginya.
Posisi yang dapat diambil antara lain: terlentang, rekumben lateral, dada lutut
terbuka, tangan lutut, berjalan dan jongkok. Posisi tersebut dapat membantu rotasi
janin dari posterior ke anterior. Setiap posisi yang mengarahkan uterus ke depan
(anterior) membantu gravitasi membawa posisi yang lebih berat pada punggung
janin ke depan, ke sisi bawah abdomen ibu. Posisi tersebut mencakup
membungkuk ke depan, jika berbaring di atas tempat tidur posisi tangan lutut,
posisi lutut dada. Posisi rekumben lateral atau sim atau semi telungkuk akan
membantu janin berotasi ke arah anterior dari posisi oksipital posterior kiri.
3. Massage
Massage adalah memberikan tekanan tangan pada jaringan 18 lunak biasanya otot,
tendon atau ligamentum, tanpa menyebabkan gerakan atau perubahan posisi sendi
untuk meredam nyeri, menghasilkan relaksasi dan memperbaiki sirkulasi. Massage
dapat menghambat perjalanan rangsangan nyeri pada pusat yang lebih tinggi pada
sistem syaraf pusat. Selanjutnya rangsangan taktil dan perasaan positif yang
berkembang ketika dilakukan bentuk perhatian yang penuh sentuhan dan empati,
bertindak memperkuat efek massage untuk mengendalikan nyeri.
4. Konseling Dalam memberikan informasi, bidan menggunakan kemampuan
interpersonal dan keterampilan kebidanan untuk mendukung ibu, hal tersebut
bertujuan untuk membantu seseorang mengenali kondisinya saat ini, masalah yang
sedang di hadapi menentukan jalan keluar atau upaya untuk mengatasi masalah
tersebut dengan mengajarkan ibu untuk tidak pesimis adanya kemungkinan para
ibu mampu mengendalikan, memilih cara pengendalian nyeri untuk
mengendalikan rasa nyeri yang dideritanya (Henderson, 2006).
5. Kehadiran Pendamping Kehadiran pendamping selama proses persalinan,
sentuhan, penghiburan, dan dorongan orang yang mendukung sangat besar artinya
karena dapat membantu ibu saat proses persalinan. Pendamping ibu saat proses
persalinan sebaiknya adalah orang yang peduli pada ibu dan yang paling penting
adalah orang yang diinginkan ibu untuk mendampingi ibu selama proses
persalinan.
Nyeri Persalinan Primigravida dan Multigravida Menurut Bobak (2000) pengalaman
melahirkan sebelumnya juga dapat mempengaruhi respon ibu terhadap nyeri. Bagi ibu
primigravida belum mempunyai pengalaman melahirkan dibandingkan ibu
multigravida. Ibu yang pertama kali melahirkan akan merasa stres atau takut dalam
menghadapi persalinan. Intensitas nyeri persalinan 19 pada primigravida sering kali
lebih berat daripada nyeri persalinan pada multigravida. Hal itu karena multigravida
mengalami effacement (penipisan serviks) bersamaan dengan dilatasi serviks,
sedangkan pada primigravida proses effacement biasanya terjadi lebih dahulu daripada
dilatasi serviks. Proses ini menyebabkan intensitas kontraksi yang dirasakan
primigravida lebih berat daripada multigravida, terutama pada kala I persalinan
(Yuliatun, 2008). Primigravida juga mengalami proses persalinan lebih lama daripada
proses persalinan pada multigravida sehingga primigravida mengalami kelelahan yang
lebih lama. Kelelahan berpengaruh terhadap peningkatan persepsi nyeri. Hal itu
menyebabkan nyeri seperti suatu lingkaran setan (Bobak, 2005). Kebanyakan
primigravida merespons nyeri dengan rasa takut dan cemas yang dapat meningkatkan
aktifitas sistem syaraf simpatis sehingga meningkatkan sekresi katekolamin (epinefrin
dan norepinefrin). Epinefrin akan menstimulasi reseptor α dan β, sedangkan
norepinefrin akan menstimulasi reseptor α. Stimulasi pada reseptor α menyebabkan
seluruh bagian uterus berkontraksi dan meningkatkan tonus otot uterus yang dapat
menurunkan aliran darah pada uterus. Sementara itu, stimulasi pada reseptor β
menyebabkan uterus relaksasi dan vasodilatasi pembuluh darah pada uterus dan
menyebabkan penurunan aliran darah ke plasenta. Dengan demikian, sekresi
katekolamin yang berlebih akan menyebabkan penurunan aliran darah ke dan dari
plasenta sehingga fetus kekurangan oksigen dan menurunkan efektivitas kontraksi
uterus yang mengakibatkan proses persalinan menjadi lebih lama (Bobak, 2005). Stres
atau rasa takut ternyata secara fisiologis dapat menyebabkan kontraksi uterus menjadi
terasa semakin nyeri dan sakit dirasakan. Ibu dalam kondisi inpartu tersebut
mengalami stress maka tubuh merangsang tubuh mengeluarkan hormon stressor yaitu
hormon Katekolamin dan hormon Adrenalin. Akibatnya tubuh tersebut maka 20 uterus
menjadi semakin tegang sehingga aliran darah dan oksigen ke dalam otot-otot uterus
berkurang karena arteri mengecil dan menyempit akibatnya adalah rasa nyeri yang tak
terelakkan. Ibu multigravida telah mempunyai pengalaman tentang nyeri pada
persalinan sebelumnya sehingga multigravida telah mempunyai mekanisme untuk
mengatasi nyeri persalinannya. Tidak demikian halnya pada primigravida, dimana
proses persalinan yang dialaminya merupakan pengalaman pertama yang
menyebabkan emosi, cemas, dan takut yang dapat memperberat persepsi nyeri. Nyeri
atau kemungkinan nyeri dapat menginduksi ketakutan sehingga timbul kecemasan
yang berakhir pada kepanikan.

Nyeri persalinan merupakan akibat interaksi berbagai faktor fisiologik dan psikologik
yang kompleks dan subyektif pada wanita dalam menginterpretasikan stimulus persalinan.
Nyeri persalinan umumnya terasa hebat dan hanya 2-4% ibu saja yang mengalami nyeri
ringan pada persalinan. Bonica dalam penelitiannya menemukan bahwa 15% persalinan
disertai nyeri persalinan ringan, 35% disertai nyeri persalinan sedang, 30% disertai nyeri
persalinan berat dan 20% persalinan disertai nyeri yang sangat berat (Batbual, 2010)
Kondisi nyeri yang hebat pada kala I persalinan memungkinkan para ibu cenderung
memilih cara yang paling gampang dan cepat untuk menghilangkan rasa nyeri. Fenomena
yang terjadi saat ini ibu memiliki kecenderungan untuk melakukan operasi caesar walau
tanpa indikasi yang jelas. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kasdu (2003)
didapatkan data bahwa dari 64 rumah sakit di Jakarta terdapat 17.665 kelahiran dimana
sebanyak 33,7-55,3 % nya melahirkan dengan operasi caesar. Semakin banyaknya wanita
yang ingin melahirkan dengan proses persalinan yang berlangsung tanpa nyeri
menyebabkan berbagai cara dilakukan untuk menurunkan nyeri pada persalinan, baik
dengan teknik farmakologi maupun non farmakologi antara lain dapat dilakukan dengan
cara distraksi, biofeedback atau umpan balik hayati, hipnosis, mengurangi persepsi nyeri,
dan stimulasi kutaneus (masase, mandi air hangat, kompres panas atau dingin, stimulasi
saraf elektrik transkutan). Metode nonfarmakologi untuk menurunkan nyeri tidak
berpotensi menimbulkan efek bahaya bagi ibu dan bayi. Beberapa manfaat tehnik
nonfarmakologi selain menurunkan nyeri persalinan juga mempunyai sifat noninvasif,
sederhana, efektif, dan tanpa efek yang membahayakan. Metode farmakologi dalam
persalinan umumnya ditemukan dilapangan lebih efektif dalam penurunan nyeri daripada
metode nonfarmakologi, meskipun demikian, metode tersebut tetap lebih mahal dan juga
menimbulkan efek bahaya. Metode nonfarmakologi selain lebih murah, aman, tanpa efek
samping juga tidak membutuhkan waktu dan tenaga khusus seperti pada manajemen
farmakologi (Bobak, 2004). Salah satu metoda nonfarmakologi yang dapat digunakan oleh
perawat untuk menurunkan nyeri persalinan adalah penggunaan hipnosis dalam persalinan
atau disebut juga hypnobirthing.
Intensitas nyeri responden pada kelompok yang dimasase lebih rendah dibandingkan
dengan kelompok yang tidak dimasase, perbedaan tersebut sebesar 29.62 point. Secara
statistik perbedaan tersebut signifikan p=0.001, maka dapat dinyatakan ada pengaruh
masase pada punggung terhadap intensitas nyeri kala I fase laten persalinan normal. Pada
penelitian ini memberikan hasil bahwa masase pada punggung yang dimulai pada servikal
7 kearah luar menuju sisi tulang rusuk selama 30 menit dapat mengaktivasi serabut saraf
berdiameter besar untuk menutup pintu gerbang hantaran nyeri yang dibawa oleh serabut
saraf berdiamater kecil sehingga tertutupnya hantaran nyeri ke kortek serebral dan
mengakibatkan nyeri berkurang. 10 Mekanisme pemijatan menggunakan teori
pengendalian gerbang informasi nyeri yang bergantung pada keseimbangan aktifitas
diserat saraf berdiamater besar dan kecil disepanjang spina columna yang dapat
menghambat hantaran nyeri ke otak. 11 Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian di
RSUD Tidar Malang menyebutkan teknik counter pressure yang dilakukan di daerah
lumbal dapat memblok reseptor nyeri dari rahim dan servik yang berjalan bersama saraf
simpatik memasuki sumsum tulang belakang melalui torakal 10-12 sampai lumbal 1 yang
dapat menurunkan intensitas nyeri persalinan kala I fase aktif. Teknik counter pressure
lebih efektif menurunkan nyeri dibandingkan teknik abdominal lifting yang dilakukan
dengan cara mengusap pada puncak perut ibu bersalin tanpa menekan kearah bawah. 14
Begitu juga dengan penelitian di Demak menyebutkan ada pengaruh endorphine massage
terhadap intensitas nyeri kala I persalinan normal ibu primipara, pada penelitian ini yang
dinilai efek masase terhadap intensitas nyeri sedangkan penilaian kadar endorfin tidak
dilakukan disamping itu tempat dimanan melakukan masase masase tidak disebutkan.
Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa nyeri pada saat persalinan dapat dikurangi
melalui endorphine massage, endorphine massage dapat menghambat hantaran nyeri
sehingga dapat menurunkan intensitas nyeri yang dirasakan oleh ibu bersalin kala I fase
persalinan normal. 13 Penelitian di Kanada menyebutkan bahwa masase terapi yang
dilakukan pada kala I fase aktif pada ibu bersalin normal primipara menyebutkan dengan
melakukan masase selama 5 jam dapat menunda penggunaan analgesik epidural.
Responden yang dimasase lebih lambat menggunakan analgesik dengan pembukaan servik
satu cm dibanding yang tidak dimasase oleh terapi pijat, dan intensitas nyeri pada
kelompok yang dipijat lebih rendah 20 point dibandingkan yang menggunakan analgesik
epidural. 22 Pada penelitian ini ibu bersalin yang dilakukakan masase pada punggung yang
dimulai pada servikal 7 kearah luar menuju sisi tulang rusuk selama 30 menit terjadi
aktivasi pada serabut saraf besar sehingga terjadi penutupan pintu gerbang hantaran nyeri
yang dapat menghambat transmisi nyeri dimedula spinalis ke otak untuk mempersepsikan
nyeri sehingga nyeri tidak begitu terasa. Secara statistik ada pengaruh masase pada
punggung terhadap intensitas nyeri kala I fase laten persalinan normal dengan nilai
p=0.001. Masase pada punggung merupakan salah satu asuhan kebidanan yang dapat
mengurangi rasa nyeri yang dialami ibu saat persalinan.
Hasil penelitian yang dilakukan di Iran menyebutkan bahwa masase pada kala I fase aktif
dapat mempercepat kemajuan persalinan, mengurangi lama persalinan dan penurunan
kadar plasma kortisol. Disamping itu masase dapat meningkakan sekresi opioid endogen
(endorfin). Dengan Masase dapat merangsang serabut saraf berdiamter besar dan serat para
simpatis di mesencephalon yang dapat mengurangi nyeri dan stres saat persalinan dan
dapat mempercepat proses persalinan. 12,23 Penelitian yang dilakukan di Florida, masase
yang dilakukan pada orang dewasa yang sehat sebagai subyek penelitian, menunjukkan
tidak terdapat perbedaan yang bermakna kadar β-endorphin dan βlipotropin kelompok
yang dimasase dengan yang tidak dimasase. Hal ini disebabkan subyek penelitian adalah
orang dewasa yang sehat atau pasien yang tidak mengalami nyeri. Sementara endorfin
akan disekresi oleh kelenjer hipofisis pada keadaan nyeri, stres atau cedera jaringan tubuh.
17 Masase merupakan salah satu metoda yang dapat merangsang analgesik endogen
(endorfin). Masase mengganggu transmisi nyeri dengan cara meningkatkan sirkulasi
neurotransmitter yang dihasilkan secara alami oleh tubuh pada sinaps neural di jalur sitem
saraf pusat. Endorfin berikatan dengan membran prasinaptik, menghambat pelepasan
substansi P yang dapat menghambat transmisi nyeri, sehingga nyeri berkurang. 23,24
Ketika sentuhan dan nyeri dirangsang bersama, sensasi sentuhan berjalan keotak
sementara sistem kontrol desenden merangsang thalamus untuk mensekresi endorfin yang
menutup pintu gerbang hantaran nyeri di medulla spinalis. 24 Pijatan mempunyai efek
distraksi yang dapat merangsang reseptor opiat yang berada pada otak dan spinal cord.
Sistem saraf pusat mensekresi opiat endogen (endorfin) melalui sistem kontrol desenden
yang dapat membuat relaksasi otot. Endorfin mempengaruhi transmisi nyeri yang di
interpretasikan oleh pusat pengatur nyeri. 10 Pemijatan ringan dapat meningkatkan
pelepasan oksitosin sebuah hormon yang memfasilitasi persalinan yang dapat
mempercepat proses persalinan dan opiat endogen yang dapat mengurangi nyeri
persalinan. Masase ringan dilakukan pada seekor kelinci selama 7 hari dengan membelai
pada punggung kelinci. Stimulasi sensorik berupa pijatan ringan seperti membelai dengan
kecepatan rendah (≥20 cm/detik) dan frekuensi 40x gosokan/menit, dengan tekanan
diperkirakan 100 mmH20. Pijat seperti membelai diuji dan dikonfirmasi dengan aplikasi
tekanan serupa untuk mengukur tekanan kecil. 15,25 Munculnya endorfin dalam tubuh
bisa dipicu melalui berbagai kegiatan, seperti pernafasan yang dalam, relaksasi serta
mediasi. Mekanisme relaksasi mengurangi nyeri dengan cara mengurangi sensasi dan
dengan mengontrol intensitas reaksi terhadap nyeri serta mengurangi ketegangan yang
timbul. Sedangkan situasi seperti stres dan nyeri selama persalinan menyebabkan
peningkatan kadar endorfin. Tingkatan endorfin berbeda antara satu individu disatu situasi
dengan situasi lain. 1,10 Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat yang dikemukan oleh
Sherwood dan Mander bahwa masase yang dilakukan pada punggung selama 30 menit
pada ibu bersalin kala I fase laten berpengaruh terhadap peningkatan kadar endorfin.
Masase pada ibu bersalin pada kelompok perlakuan merangsang thalamus untuk
mensekresi endorfin yang menutup pintu gerbang hantaran nyeri di medulla spinalis. 10,26
Masase mempunyai efek distraksi yang dapat merangsang reseptor opiat yang berada pada
otak dan spinal cord. Sistem saraf pusat mensekresi opiat endogen (endorfin) dalam sistem
kontrol desenden. 24 Pada penelitian ini terdapat perbedaan kadar endorfin pada kelompok
yang dimasase sebanyak 19 responden sedangkan pada kelompok yang tidak masase kadar
endorfin dibawah nilai normal kadar endorfin ibu bersalin kala I fase laten. Endorfin yang
dihasilkan pada kelompok perlakuan bervariasi, kadar endorfin berbeda antara satu
individu disatu situasi dengan situasi lain karena stres dan nyeri selama persalinan
menyebabkan perbedaan kadar endorfin tersebut. Hal inilah yang mengakibatkan
terjadinya variasi rerata kadar endorfin ibu bersalin kala I fase laten persalinan normal
pada kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol. Kadar endorfin seseorang dapat juga
dipengaruhi oleh faktor lain seperti faktor fisik dan psikologis seseorang, misalnya seks
juga merupakan pemicu pelepasan. 1,25 Setelah dilakukan masase pada punggung ibu
bersalin kala I fase laten yang mengalami nyeri saat persalinan terjadi peningkatan kadar
endorfin pada kelompok perlakuan sedangkan pada kelompok kontrol tidak terjadi
peningkatan kadar endorfin. Hasil penelitian ini pada kelompok perlakuan yang dimasase
selama 30 menit rerata kadar endorfin diatas nilai normal sedangkan pada kelompok
kontrol rerata kadar endorfin berada pada nilai normal dan bahkan ada yang dibawah nilai
normal kadar endorfin ibu bersalin kala I fase laten. Secara statistik terdapat perbedaan
yang bermakna dengan p value 0.001, sehingga masase dapat digeneralisasi sebagai
asuhan yang baik untuk menstimulasi kadar endorfin yang dapat memberikan rasa nyaman
pada saat persalinan.

H. A
I. A
J. A
Batbual, Bringiwatty. 2010. Hypnosis Hypnobirthing. Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Kasdu, D. 2003. Operasi Caesar: Masalah dan Solusinya. Jakarta: Puspa Swara.
Bobak, I. M., Lowdermilk, D. L., & Jensen, M. D. 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas.
Jakarta: EGC

Simkin, P. , Bolding, A. , 2014. Update On Nonpharmacologic Approaches To Relieve Labor


Pain And Prevent Suffering, Midwifery Womens Health.
DeClercq, ER, Sakala, C, Corry, MP, Applebaum, S. 2016. Listening to Mothers II: Report of
the Second National Survey of Women’s Childbearing Experiences. Childbirth Comnection,
New York.

III. KESIMPULAN

Rasa nyeri pada persalinan kala I disebabkan oleh munculnya kontraksi otot-otot uterus,
hipoksia dari otot-otot yang mengalami kontraksi, peregangan serviks, iskemia korpus uteri,
dan peregangan segmen bawah rahim. Reseptor nyeri ditransmisikan melalui segmen saraf
spinalis T11-12 dan saraf – saraf asesori torakal bawah serta saraf simpatik lumbal atas. Sistem
ini berjalan mulai dari perifer melalui medullla spinalis, batang otak, thalamus dan kortek
serebri. 1,3
Menghilangkan rasa nyeri ialah hal yang penting. Bukan jumlah nyeri yang dialami wanita
yang perlu dipertimbangkan, akan tetapi upaya tetang bagaimana cara mengatasi nyeri tersebut.
Hal ini sejalan dengan program yang dicanangkan oleh Kementrian Kesehatan (Kemenkes)
yaitu program Making Pregnancy Saver (MPS) dengan salah satu aspek penatalaksanaan dalam
persalinan yaitu aspek sayang ibu. 4,5
perlu dilakukan upaya pengendalian nyeri saat persalinan dengan teknik non farmakologis,
salah satu diantaranya yaitu masase.Masase dapat meningkatkan relaksasi tubuh dan
mengurangi stres. Disamping itu masase merupakan asuhan yang efektif, aman sederhana dan
tidak menimbulkan efek yang merugikan baik pada ibu maupun janin. 6,8
Masase pada punggung merangsang titik tertentu di sepanjang meridian medulla spinalis yang
ditransmisikan melalui serabut saraf besar ke formatio retikularis, thalamus dan sistem limbic
tubuh akan melepaskan endorfin. Endorfin merupakan neurotransmitter atau neuromodulator
yang menghambat pengiriman rangsang nyeri dengan menempel kebagian reseptor opiat pada
saraf dan sumsum tulang belakang sehingga dapat memblok pesan nyeri ke pusat yang lebih
tinggi dan dapat menurunkan sensasi nyeri.9,11
Masase pada punggung saat persalinan dapat berfungsi sebagai analgesik epidural yang dapat
mengurangi nyeri dan stres, serta dapat memberikan kenyaman pada ibu bersalin. Oleh karena
itu diperlukan asuhan essensial pada ibu saat persalinan untuk mengurangi nyeri dan stres
akibat persalinan yang dapat meningkatkan asuhan kebidanan pada ibu bersalin.13,14

Anda mungkin juga menyukai