Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Derajat kesehatan suatu bangsa masih diukur dengan jumlah AKI dan AKB di
wilayah tersebut. Hal ini menandakan jika masih banyak AKI dan AKB maka perlu
strategi yang sistematis dan mudah dilakukan untuk menurunkan morbiditas dan
mortalitas pada ibu dan bayi. Persalinan merupakan suatu proses yang banyak
menyumbang terhadap morbiditas dan mortalitas pada ibu maupun bayi. Untuk itu
dirasa perlu suatu terobosan baru untuk membantu hal tersebut dan salah satunya
perlunya teknologi dalam pelayanan kebidanan yang dalam hal ini pada proses
persalinan.
Teknologi tepat guna adalah teknologi yang didesain dengan mempertimbangkan
aspek lingkungan, etik budaya, sosial, dan ekonomi bagi komunitas. Ciri-ciri
teknologi adalah mudah diterapkan, mudah dimodifikasi, untuk kegiatan skala kecil,
padat karya sesuai dengan perkembangan budaya masyarakat, bersumber dari nilai
tradisional adaptif terhadap perubahan lingkungan.
Teknologi tepat guna dalam bidang kebidanan terdiri dari penggunaan alat, obat,
prosedur dan sistem. Untuk itu bidan perlu memadukan teknologi tepat guna dalam
dalam persalinan untuk upaya penurunan morbiditas dan mortalitas bayi. Adanya
teknologi tepat guna dalam bidang obat, alat, procedure maupun sistem maka sedikit
demi sedikit akan membantu upaya proses persalianan yang aman dan nyaman. Maka
dari itu penyusun makalah tertarik untuk membuat makalah mengenai “Teknologi
Tepat Guna dalam Pelayanan Persalinan”.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis menjadikan beberapa rumusan
masalah agar pembahasan dalam makalah ini dapat lebih terfokus, yaitu:
1. Apa Teknologi Tepat Guna dalam bentuk obat dalam Persalinan?

1
2. Apa Teknologi Tepat Guna dalam bentuk alat dalam Persalinan?
3. Apa Teknologi Tepat Guna dalam bentuk prosedur dalam Persalinan?
4. Apa Teknologi Tepat Guna dalam bentuk sistem dalam Persalinan?

1.3. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui teknologi tepat guna dalam bidang obat pada persalinan
2. Untuk mengetahui teknologi tepat guna dalam bidang alat pada persalinan
3. Untuk mengetahui teknologi tepat guna dalam bidang prosedure pada persalinan
4. Untuk mengetahui teknologi tepat guna dalam bidang sistem pada persalinan

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Obat
2.1.1 Pemberian Suntikan Oksitosin
Pemberian suntikan oksitosin dilakukan dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir.
Namun perlu diperhatikan dalam pemberian suntikan oksitosin adalah memastikan
tidak ada bayi lain (undiagnosed twin) di dalam uterus. Mengapa demikian?
Oksitosin dapat menyebabkan uterus berkontraksi yang dapat menurunkan pasokan
oksigen pada bayi. Suntikan oksitosin dengan dosis 10 unit diberikan secara
intramuskuler (IM) pada sepertiga bagian atas paha bagian luar (aspektus lateralis).
Tujuan pemberian suntikan oksitosin dapat menyebabkan uterus berkontraksi dengan
kuat dan efektif sehingga dapat membantu pelepasan plasenta dan mengurangi
kehilangan darah.
Dosis pemberian oksitosin:
a) Injeksi intravena :
 Induksi partus : mula-mula 0.5 miliunit/menit; dapat ditambah 1 – 2 miliunit/menit
tiap 30 – 40 menit sampai kontraksi uterus optimal (3 – 4 kali kontraksi tiap 10
menit).
 Induksi partus aterm : 8 – 10 miliunit/menit sudah cukup.
b) Infus :

3
Mencegah atoni atau perdarahan post-partum : 20 – 40 miliunit/mL dalam larutan
elektrolit dengan kecepatan 40 miliunit/menit.

Sediaan
a) Larutan injeksi 10 miliunit/mL
b) Ampul 1 mL.

2.1.2 Lidocaine
Lidocaine adalah obat yang digunakan untuk menghilangkan rasa sakit atau
memberi efek mati rasa pada bagian tubuh tertentu untuk sementara. Obat ini bekerja
dengan cara menghambat sinyal penyebab nyeri sehingga mencegah timbulnya rasa
sakit. Lidocaine bukan obat bius total, sehingga efek mati rasa yang ditimbulkan tidak
disertai dengan hilangnya kesadaran. Di Indonesia, lidocaine tersedia dalam berbagai
bentuk dan masing-masing digunakan untuk menangani area yang berbeda. Berikut
merupakan fungsi lidocaine berdasarkan bentuknya.
Dosis yang biasa digunakan sebelum tindakan episotomi :
 Lidocain HCL 1% injeksi tiap ml mengandung 10 mg lidocain HCL

4
 Lidocain HCL 2% injeksi tiap ml mengandung 20 mg lidocain HCL

Sediaan:
 Vial 0.2 mg/mL
 Ampul 5 ml lidokain 2%

2.1.3 Metergin
Methylergometrine (Methergin) merupakan obat golongan alkaloid ergot semi
sintetis yang mengandung zat aktif methylergonovine maleate. Methergin tersedia
dalam bentuk tablet dan suntikan. Obat ini bekerja pada otot polos rahim secara
langsung meningkatkan tonus, frekuensi, dan amplitudo dari ritme kontraksi rahim.
Peningkatan kontraksi ini berguna untuk mencegah dan mengontrol perdarahan rahim
setelah melahirkan (post partum). Methergin bekerja cepat, yaitu sekitar 5-10 menit
setelah diminum.
Dosis Methylergometerine
 Oral : 0.2 – 0.4 mg sehari 2 – 4 kali, selama 2 hari
 IV atau IM : 0.2 mg (1 mL). IM boleh diulang setelah 2 – 4 jam, bila perdarahan
hebat. Pemberian IM lebih menguntungkan daripada IV karena efek samping lebih
ringan.
Sediaan Methylergometerine
 Tablet salut 0.125 mg dalam strip 10x10 tablet
 Vial 0.2 mg/mL
Ampul 1 Ml

2.2 Alat
2.2.1 Doppler
Doppler merupakan alat yang digunakan untuk mendengarkan detak jantung
janin selama masih ada didalam kandungan. Yang menggunakan prinsip pantulan

5
gelombang elektromagnetik,  doppler sangat berguna untuk mengetahui kondisi
kesehatan janin dalam kandungan ibu. Doppler biasanya terdapat di ruang kebidanan
untuk membantu perawat dalam untuk mengetahui kondisi jantung janin dalam
kandungan ibu. Doppler menggunakan 2 sensor yaitu :
1. Ultrasound Menggunakan transmitter dan receiver, Keuntungannya lebih peka
dan akurat, tetapi harganya lebih mahal.
2. Mikrosound Tidak menggunakan transmitter dan receiver. Hanya menerima,
tidak memancarkan, sehingga kurang peka.
Fungsi Doppler adalah untuk mendeteksi detak jantung pada janin, yang
biasanya digunakan pada usia kehamilan 11 minggu keatas.

2.2.2 Kompres Hangat dan Dingin


Kompres dingin adalah memberi rasa dingin pada daerah setempat dengan
menggunakan kain yang dicelupkan pada air biasa atau air es sehingga memberi efek
rasa dingin pada daerah tersebut. Tujuan diberikan kompres dingin adalah
menghilangkan rasa nyeri akibat odema atau truma, mencegah kongesti kepala,
memperlambat denyutan jantung, mempersempit pembuluh darah dan mengurangi

6
arus darah local. Tempat yang diberikan kompres dingin tergantung lokasinya.
Selama pemberian kompres, kulit klien diperiksa setelah 1 menit pemberian, jika
dapat ditoransi oleh kulit diberikan selama 20 menit.
Kompres panas adalah memberikan rasa hangat pada daerah tertentu dengan
menggunakan cairan atau alat yang menimbulkan hangat pada bagian tubuh yang
memerlukan. Tindakan ini selain untuk melancarkan sirkulasi darah juga untuk
menghilangkan rasa sakit, merangsang peristaltic usus, pengeluaran getah radang
menjadi lancer, serta memberikan ketenangan dan kesenangan pada klien.

2.2.3 CTG (Cardiotocography)


CTG (Cardiotocography) adalah alat khusus yang digunakan untuk memantau
denyut jantung janin dan kontraksi rahim. Tindakan ini bisa melihat adanya gangguan
perkembangan janin sebelum atau selama persalinan. Jika ditemukan perubahan
denyut jantung janin dan kontraksi rahim, dokter segera melakukan pertolongan
medis.
Cara Kerja Cardiotocography
CTG berupa dua piringan kecil yang memiliki fungsi berbeda. Satu piringan
berfungsi mengukur denyut jantung janin, sedangkan yang lain berfungsi mengukur
tekanan pada perut. Selama tes, alat ini ditempelkan ke permukaan perut
menggunakan ikat pinggang elastis yang dilingkarkan pada perut ibu hamil. Tes ini
membantu dokter mengetahui kapan ibu hamil mengalami kontraksi beserta
kekuatannya.
Alat CTG mengeluarkan hasil berupa grafik sesuai denyut jantung janin dan
kontraksi rahim. Denyut jantung janin normal adalah sekitar 110 – 160 kali per menit.
Apabila hasil CTG menunjukkan lebih rendah, bisa jadi ada masalah pada janin.
Kontraksi palsu pada trimester ke-3 kehamilan bisa dideteksi lewat tes CTG. Ibu
hamil tidak perlu khawatir dengan CTG karena tes ini tidak menggunakan radiasi.
Indikasi Cardiotocography (CTG)

7
CTG dilakukan atas anjuran dokter sesuai indikasi medis. Biasanya ibu hamil perlu
melakukan CTG secara berkala jika mengalami kondisi berikut:

 Ibu hamil mengidap demam tinggi, hipertensi, atau diabetes.


 Ibu hamil mengidap infeksi seperti HIV/AIDS atau hepatitis.
 Terdapat lebih dari satu janin (kehamilan kembar).
 Posisi janin sungsang.
 Ada masalah pada plasenta.
 Adanya masalah pada air ketuban.
 Pergerakan janin lemah atau tidak teratur.
 Ketuban pecah dini.
 Adanya perdarahan saat persalinan.

Langkah melakukan Cardiotocography (CTG)


Tes dilakukan dalam posisi duduk atau berbaring selama 20-60 menit. Alat CTG
dipasangkan secara melingkar pada perut ibu hamil. Jika dalam 20 menit janin tidak
bergerak atau sedang tidur, tes diperpanjang hingga janin bergerak. Dokter akan
merangsang pergerakan janin secara manual atau menempelkan perangkat yang
mengeluarkan suara.
CTG menghasilkan dua kemungkinan, yaitu denyut jantung janin meningkat (hasil
reaktif) dan denyut jantung janin tidak meningkat karena sedang tidur atau penyebab
lain. Tes dilakukan secara berulang untuk mendapatkan hasil akurat. Jika setelah
CTG ulang janin tetap tidak bergerak, perlu tes penunjang untuk diagnosis penyebab
seperti identifikasi profil biofisik dan contraction stress test. Biasanya dilakukan jika
usia kehamilan kurang dari 39 minggu. Apabila lebih dari 39 minggu, dokter dapat
menganjurkan persalinan dini.

2.2.4 Pelvic rocking dengan birth ball

8
Birth Ball adalah terapi fsik atau latihan sederhana menggunakan bola. (atau
birth ball dapat diartikan ketika latihan dengan menggunakan bola diterapkan untuk
ibu hamil, ibu melahirkan dan ibu pasca melahirkan. Tujuan dilakukan terapi birth
ball adalah mengontrol, mengurangi dan menghilangkan nyeri pada persalinan
terutama kala 1. Pelaksanaan terapi birthball ini disarankan dilakukan dengan
frekuensi latihan sebnayak 0-1 kali per minggu dengan intensitas sedang dan waktu
latihan maksimum 40 menit persesi. Jenis gerakan dalam terapi Birthball ini berupa
gerakan inti seperti duduk di atas bola, duduk bersandar, berdiri bersandar di atas
bola, berlutut dan bersandar di atas bola serta jongkok
Metode penelitian yang dilakukan menggunakan jenis penelitian observasional.
Dengan rancangan penelitian Quasi Experiment. Kelompok rancangan yang
digunakan termasuk jenis “Non-Equivalent Control Group” yaitu membandingkan
hasil intervensi antara ibu-ibu bersalin yang diberikan latihan pelvic rocking dengan
ibu-ibu yang diberikan counter pressure dan posisi jongkok. Lokasi dan Waktu
Penelitian di RSU PKU Muhammadiyah Delanggu pada bulan Juli – Oktober 2013.
Dalam penelitian ini populasinya adalah semua ibu bersalin di RSU PKU
Muhammadiyah Delanggu, sedangkan sampelnya adalah ibu-ibu yang melahirkan di
RSU PKU Muhammadiyah dan mengalami nyeri pinggang persalinan pada bulan
April 2013. Analisa data akan dikerjakan dengan system komputerisasi melalui
program SPSS dengan tingkat signifikasi 0,05 dan CI 95%. Analisa data nyeri
pinggang.
Hasil Penelitian :
 Pelvic rocking exercise dapat menurunkan intensitas nyeri pinggang ibu bersalin
dalam kala I ketika dilakukan sebagai tindakan tunggal.
 Tidak ada pengaruh pelvic rocking exercise terhadap nyeri pinggang kala I
persalinan dan lama waktu kala II persalinan ketika disandingkan dengan counter
pressure dan posisi miring kekiri. Untuk lama waktu kala II dalam kategori normal
untuk kedua tindakan tersebut .

9
2.2.5 Balon Kateter/ Kondom Kateter
Perdarahan pascasalin adalah perdarahan yang terjadi setelah bayi lahir yang
melewati batas fisiologis normal. Pada umumnya seorang ibu melahirkan akan
mengeluarkan darah secara fisiologis sampai jumlah 500 ml tanpa menyebabkan
gangguan homeostasis. Dengan demikian secara konvensional dikatakan bahwa
perdarahan yang melebihi 500 ml dapat dikategorikan sebagai perdarahan pascasalin
dan perdarahan yang secara kasat mata mencapai 1000 ml harus segera ditangani
secara serius, hal ini secara khusus bertujuan membahas penanganan perdarahan
pascasalin dini karena atoni dan usaha penanganannya menggunakan tampon kondom
dalam rangka menurunkan angka kematian ibu (AKI).
Secara ringkas langkah-langkah penanganan aktif kala III persalinan adalah
sebagai berikut:
1. Suntik 10 unit oksitosin (1 ampul) segera setelah janin lahir.
2. Tunggu uterus kontraksi
a. Ibu merasa mules
b. Uterus berbentuk globuler
c. Uterus terasa keras

3. Lakukan tarikan terkendali pada talipusat kearah ventro kaudal, sambil


melakukan counter-pressure kearah dorsokranial untuk menghindari
inversi uterus, sambil ibu diminta mengejan.

4. Lakukan masase fundus uterus

a. segera setelah plasenta lahir sampai uterus berkontraksi kuat

b. ulangi masase tiap 15 menit dan yakinkan uterus tidak lembek


setelah masase berhenti.
Begitu terdapat sisa jaringan plasenta maka itu harus segera
dikeluarkan sampai besih. Sering atoni uteri terjadi secara sekunder akibat

10
adanya retensi sisa plasenta. Begitu sisa plasenta dikeluarkan kontraksi uterus
sering menjadi kuat dan perdarahan berhenti. Bila dengan kontraksi yang kuat
perdarahan masih berlanjut perlu dicurigai adanya laserasi jalan lahir seperti
robekan serviks dan dinding vagina. Kalau ini terjadi pemeriksaan in speculo
menjadi wajib dan perdarahan dihentikan dengan melakukan penjahitan
secukupnya.
Bila isi kavum uteri bersih, robekan jalan lahir tidak ada atau sudah
teratasi dan darah masih merembes, sangat mungkin diagnosisnya adalah atoni
uteri. Dalam keadaan ini ada beberapa hal penting yang harus bidan kerjakan:

1. Masase fundus uteri (LoC 4A). Masase dilakukan di fundus uteri


melalui dinding depan abdomen dengan gerakan sirkuler dengan
penekanan ke arah kaudal sampai terasa kontraksi yang kuat. Bila
kontraksi telah baik, palpasi uterus dilakukan setiap 15 menit dan
untuk meyakinkan bahwa uterus tidak lembek setelah masase berhenti.
Meskipun kualitas evidendence nya lemah tetapi rekomendasi untuk
melakukan masase fundus uteri adadalah kuat.

Hemorrhage Immediately Following Delivery


Gambar 2. Kompresi bimanual ((Dikutip dari: Kenneth JL. Williams Manual of
Pregnancy Complication. McGraw Hill Co, 13th Ed, 2013 New York Kennet,
2013)
2. Kompresi bimanual. Bila dengan masase kontraksi uterus masih

11
lembek maka langkah kedua Anda harus melakukan kompresi
bimanual (Gambar 2, LoC 4A). Satu tangan mengepal berada di
forniks anterior dan tangan yang lain mengangkat dan menekan korpus
uteri ke arah kaudal (Gambar2). Aksi ini dikerjakan sampai kontraksi
timbul dan perdarahan berhenti. Karena tindakan ini sangat melelahkan
maka ini hanya bersifat sementara sambil menunggu tindakan definitif,
misal selama persiapan dan transportasi pasien ke kamar operasi atau
ke rumah sakit.(17) Kualitas evidence nya sangat lemah dan
rekomendasinyapun lemah.(18)
3. Evakuasi plasenta secara manual (LoC 4A).

Bila perdarahan terjadi dan plasenta masih seutuhnya berada di dalam


kavum uteri, maka diagnosis menjadi PPS karena retensi plasenta dan
anda harus melakukan evakuasi plasenta secara manual (manual
removal of the plasenta, Gambar 3).(17) Tangan kanan (bagi yang
tidak kidal) masuk ke dalam kavum uteri secara obstetrik (mengepal)
melalui vagina dan serviks, selanjutnya mencari tepi plasenta dan
mengelupasnya dari dinding dalam kavum uteri. Tangan kiri berada di
abdomen untuk

memfiksasi korpus uteri. Dengan cara ini harus dipastikan bahwa tidak
ada lagi sisa jaringan plasenta yang tertinggal di dalam kavum uteri.
Penggunaan Tampon Kondom (LoC 3B).

Bila dengan masase dan kompresi bimanual kontraksi uterus masih


lembek dan perdarahan masih berlangsung maka Anda bisa melakukan
pemasangan tampon kondom. Metode ini dikembangkan di

12
Bangladesh oleh seorang Ginekologist, Prof. Sayeba Achter. Pada
awalnya kondom diikatkan dalam sebuah kateter, sehingga metode ini
dahulunya disebut metode kondom kateter. Sekarang kondom
diikatkan langsung dalam ujung selang infus, sehingga cara ini
sekarang dikenal dengan metode tampon kondom. Fungsi utama
metode ini adalah mengembangkan uterus dari dalam dengan
mengembangkan kondom yang diisi air, sehingga kondom menekan
pembuluh darah yang terbuka.(19). Di RS H Ahmad Syah Pahang
Malaysia, keberhasilan penggunaan tanpon kondom mencapai lebih
dari 80%.(20)

Indikasi utama adalah perdarahan karena atoni uterius, yang gagal


dikelola dengan cara medikamentosa, sementara uterus masih harus
dipertahankan. Sebagai persiapan harus dipastikan bahwa tidak terdapat
robekan jalan lahir maupun ruptur uterus, dan tidak terdapat sisa jaringan
plasenta.
Langkah-langkah pemasangan tampon kondom adalah sebagai
berikut:

a. Pasien dalam posisi litotomi.

b. Buka kondom, masukkan dalam selang infus, ikat dengan benang


sutera atau benang tali talipusat steril.
c. Masukkan ujung selang infus dengan tangan sampai ke dalam kavum
uteri.

d. Alirkan segera larutan NaCl kalau perlu dengan diperas.

e. Sambil dialirkan, tahan kondom dengan tangan agar tidak terlepas.

f. Alirkan antara 500 sampai 1000 ml cairan atau sampai aliran


berhenti (Penulis pernah mengsisi balon kondom dengan 1500 ml).
g. Sumbat dengan jegul supaya kondom tidak lepas.

13
h. Pasang kateter tinggal untuk monitor urin.

i. Tampon kondom dikatakan berhasil bila dalam 30 menit sampai 1


jam darah yang keluar tidak lebih dari 25 sampai 50 ml.
j. Berikan antibiotika sebagai profilaksi sebagaimana seharusnya.

k. Pastikan bahwa infus, transfusi (bila ada) berjalan lancar.

l. Lakukan monitoring tanda vital dan observasi jumlah urin yang


keluar.

Cara melepas tampon kondom (LoC 4A).


a. Bila dalam 24 jam kondisi pasien stabil, tampon kondom bisa dilepas.
Alirkan cairan dalam kondom dengan membuka penutup aliran infus
pada selang infus kondom.
b. Alirkan secara bertahap, 100 ml tiap 5-10 menit sambil diobervasi
apakah terjadi perdarahan baru atau tidak. Bila tidak teruskan sampai
seluruh cairan habis.
c. Angkat jegul atau tampon vagina, tarik selang dan selesai.

14
Gambar 4a. Memasang kondom pada ujung selang infus dan mengikat

Gambar 4b. Kondom berada di dalam kavum uteri (model)

Petunjuk praktis mengatasi perdarahan pascasalin.


Perdarahan pascasalin sering bersifat akut, dramatik, underestimate dan
merupakan sebab utama kematian maternal. Secara ringkas, petunjuk praktis
mengatasi perdarahan pascasalin di tingkat layanan primer adalah sebagai berikut:
1. Minta tolong (ask for help).

2. Pasang infus 2 jalur dengan venocatheter no 18 atau 16.

3. Pasang oksigen 5-10 liter / menit.

4. Pasang kateter tinggal, monitor urine output paling tidak sampai


mencapai 0,5 sd 1 mL/menit
5. Guyur 1000-1500 ml larutan RL dalam 15 menit.

6. Berikan cairan 3x dari jumlah darah yang hilang, sampai tekanan darah
kembali normal (1 – 2 jam). Dosis pemeliharaan 40 tetes per menit

15
sampai kondisi stabil.
7. Berikan uterotonika: oksitosin 1 ampul per botol (maksimal 6 ampul),
metergin 1 ampul / botol (maksimal 5 ampul).
8. Jika kondisi perdarahan belum teratasi, berikan misoprostol 3 tablet
secara rektal, maksimal 6 tablet (kontraindikasi asma bronkial).
9. Bila atoni uterus masih berlangsung, lakukan kompresi bimanual.

10. Selama melakukan kompresi bimanual siapkan pemasangan tampon


kondom.
11. Pasang tampon kondom sebagai tindakan sementara, dan segera pasien
dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih tinggi sambil berusaha
mendapatkan darah.

2.3. Prosedur
2.1.1 Posisi persalinan
1. Posisi Berbaring (litotomi)
Caranya adalah ibu terlentang dengan kaki menggantung di penopang khusus
untuk orang bersalin. Posisi ini terkesan pasif, karena ibu akan mengalami kesulitan
dalam mengejan. Selain itu, dengan posisi seperti ini biasanya ibu merasa pegal pada
punggung. Posisi ini juga seringkali dapat meningkatkan tekanan pada perineum yang
dapat menimbulkan robek pada jalan lahir. Namun, posisi ini sangat memudahkan
dokter dalam membantu proses kelahiran dan memberikan perlakuan medis. Biasanya
posisi di lakukan juga saat dokter hendak melakukan tindakan kuret.
2. Posisi setengah duduk (semi sitting)
Ini adalah posisi yang sering kita temui, yaitu ibu berbaring dengan punggung
bersandar pada bantal, kemudian kaki di tekuk dan paha terbuka. Posisi ini
memudahkan dokter atau bidan dalam membantu proses kelahiran dan mendapatkan
bantuan dari gaya gravitasi bumi. Selain itu jalan lahir yang di tempuh bayi untuk

16
keluar menjadi lebih pendek dengan suplai oksigen dari ibu ke janin dapat berjalan
dengan optimal.
3. Posisi miring (lateral)
Ibu berbaring menghadap miring dengan salah satu kaki diangkat dan posisi kaki
satunya dalam keadaan lurus. Posisi ini di lakukan apabila posisi kepala bayi belum
tepat di jalan lahir. Manfaat yang diperoleh adalah bayi mendapat pasokan oksigen
melalui plasenta lancar, karena peredaran darah ibu juga lancar saat posisi miring.
Dengan posisi miring ibu juga lebih bisa menghemat energi. Kekurangan dari posisi
ini adalah menyulitkan dokter dalam melakukan pemeriksaan perkembangan proses
kelahiran.
4. Posisi jongkok (squatting)
Peran ayah sangat dibutuhkan dalam posisi ini, karena posisi ini membutuhkan
sandaran yang kuat di belakang ibu. Cara lain adalah duduk di atas bangku kecil.
Selain itu dibutuhkan bantalan atau kursi khusus yang berguna untuk menahan kepala
serta tubuh bayi saat keluar.
Posisi ini di percaya sebagai cara alami dalam proses kelahiran secara normal.
Selain mendapat bantuan gaya gravitasi bumi, ibu masih bisa melakukan kontrol saat
mengejan. Dalam kondisi kehamilan yang sehat posisi ini sangat memungkinkan
untuk di pilih. Posisi ini secara medis kurang baik karena menyulitkan dokter dan
bidan dalam memantau posisi bukaan jalan lahir dan memberikan tindakan.
5. Posisi berlutut
Caranya adalah ibu bertumpu dengan kedua kaki di tekuk dan terbuka sehingga
memungkinkan bayi keluar dengan bantuan gravitasi bumi.
Sama seperti posisi jongkok, posisi melahirkan dengan berlutut memanfaatkan
gaya gravitasi untuk mempermudah proses kelahiran. Selain itu ibu masih bisa
melakukan kontrol saat mengejan.
6. Posisi merangkak
Caranya, ibu mengambil posisi merangkak dengan kedua lengan di depan
menopang tubuh.

17
Posisi merangkak sangat membantu meringankan rasa sakit di punggung. Selain
itu posisi ini akan mempercepat penurunan kepala bayi ke dalam panggul.
7. Posisi Berdiri tegak
Dikatakan posisi berdiri tegak bukan berarti ibu pasif. ibu bisa bersandar ke
belakang atau ke depan. Walaupun pada nanti kenyataannya saat melahirkan
posisinya bisa menjadi berubah. Posisi berdiri tegak membuat ibu lebih leluasa
bergerak dan mengalihkan perhatian saat mengalami kontraksi. Selain itu gerakan-
gerakan bisa membantu posisi bayi mendekati jalan lahir. Efektifitas Posisi Jongkok
Dan Posisi Miring Kiri Terhadap Percapatan Kemajuan Persalinan Kala I Fase Aktif
Pada Ibu Primipara Di BPM Endang Sumaningdyah.
Menggunakan desain penelitian True eksperiment dengan rancangan post test
only control group designe. Populasi yang diambil adalah semua ibu inpartu
primipara di BPM teknik Purposive sampling berjumlah 24 orang. Instrumen
penelitian dengan menggunakan partograf.
Dari total 24 responden, didapatkan sebagian besar responden diberi posisi
jongkok sebanyak 13 responden, seluruhnya didapatkan dengan posisi jongkok
mengalami proses percepatan persalinan kala I fs aktif ≤ 6 jam.
Kesimpulannya posisi jongkok lebih efektif terhadap percepatan kemajuan
persalinan kala I fase aktif pada primipara dibandingkan posisi miring kiri.
2.3.2 Lotus
Kelahiran Lotus adalah praktik meninggalkan tali pusat tidak dipotong setelah
melahirkan sehingga bayi dibiarkan melekat pada plasenta sampai secara alami
memisahkan di umbilikus, biasanya beberapa hari setelah lahir. Pengaruh Metode
Persalinan Lotus Terhadap Adaptasi Fisiologis Bayi Baru Lahir Di Klinik Bidan Kita
(Yuyun & Satino, 2015)
Metode Penelitian:
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan menerapkan metode
persalinan lotus pada ibu intra natal. Rancangan pada penelitian ini adalah “cross
sectional” yaitu setiap subyek di observasi sekaligus pada saat yang sama, artinya

18
subyek hanya diobservasi satu kali saja dan diukur menurut keadaannya pada saat
diobservasi. Pada penelitian ini peneliti ingin mendapatkan gambaran tentang
pengaruh metode persalinan lotus terhadap adaptasi fisiologis bayi baru lahir.
Hasil Penelitian:
Terdapat pengaruh yang signifikan antara metode persalinan lotus dengan
pernafasan bayi baru lahir dengan nilai p: 0.000. Terdapat pengaruh yang signifikan
antara metode persalinan lotus terhadap sirkulasi darah bayi baru lahir dengan nilai p:
0.000. Terdapat pengaruh yang signifikan antara metode persalinan lotus terhadap
termoregulasi bayi baru lahir dengan nilai p: 0.000.

2.3.3 Hypnobirthing
Hypnobirthing didasarkan pada kekuatan sugesti. Prosesnya dapat menggunakan
musik, video, pemikiran dan kata-kata positif guna memandu pikiran, membuat tubuh
santai, dan mengendalikan napas saat proses persalinan berlangsung. Misalnya
diputarkan musik suara alam, video berkembangnya sebuah bunga, atau memikirkan
kalimat-kalimat pernyataan seperti “saya ingin melahirkan secara normal”, “saya
relaks, bayi saya juga relaks”.
Hipnosis dalam hypnobirthing dapat dilakukan sendiri (self-hypnosis) atau
meminta bantuan dari hipnoterapis, tergantung pada kebutuhan sang calon ibu.
Sebelum melakukan hypnobirthing, calon ibu (dan ayah) dapat mengikuti kelas
kursus hypnobirthing pada saat kandungan berusia sekitar 32 minggu. Pada kursus
tersebut akan diajarkan posisi tubuh saat persalinan dan kelahiran, relaksasi dan self-
hypnosis, dan teknik bernapas.Hypnobirthing Meningkatkan Toleransi Nyeri Dan
Menurunkan Kecemasan Ibu Inpartu Kala I Fase Aktif (Nursalam, dkk, 2017)
Metode Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pre experimental
static group comparison purposive sampling design. Instrumen yang digunakan
dalam penelitian ini meliputi lembar observasi untuk toleransi nyeri dengan item
penilaian terdiri dari vokalisasi, ekspresi wajah, gerakan tubuh dan interaksi social

19
Hasil Penelitian
Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh responden (100%) pada
kelompok kontrol memiliki toleransi rendah terhadap nyeri, sedangkan pada
kelompok perlakuan 5 responden (83,33%) memiliki toleransi yang tinggi terhadap
nyeri dan 1 responden (16,67%) memiliki toleransi rendah. (lihat gambar 1). Seluruh
responden (100%) pada kelompok kontrol menunjukkan respons sedang terhadap
kecemasan, sedangkan pada kelompok perlakuan hanya 1 responden (16,67%)
menunjukkan respons sedang dan 5 responden (83,33%) menunjukkan respons ringan
terhadap kecemasan.

2.3.4 PIJAT OKSITOSIN


Pengurangan rasa nyeri pada saat persalinan sebetulnya dapat dilakukan dengan
metode bukan farmakologis yang cenderung lebih aman dan mudah. Salah satunya
adalah dengan memberikan pijat oksitosin. Pijat oksitosin adalah sentuhan ringan
atau pijatan tulang belakang mulai dari costa ke 5 - 6 sampai scapula yang dapat
meninmbulkan efek relaksasi. Relaksasi yang dialami ibu merangsang otak untuk
menurunkan kadar hormon adrenalin dan meningkatkan produksi oksitosin yang
merupakan faktor timbulnya kontraksi uterus yang adekuat.
Langkah-langkah dalam melakukan pijat oksitosin harus diperhatikan dengan baik
agar pemijatan menghasilkan pengaruh yang optimal, salah satu langkah yang perlu
diperhatikan adalah cara pemijatan pada setiap ibu dengan postur tubuh yang
berbeda, seperti ibu yang gemuk harus dipijat dengan posisi telapak tangan
mengepal sedangkan pada ibu dengan tubuh yang kurus atau normal bisa
menggunakan jempol tangan kiri dan kanan atau punggung telunjuk kiri dan kanan.
Selain itu, durasi pemijatan oksitosin pun perlu untuk diperhatikan, waktu yang baik
untuk dilakukan pemijatan yaitu selama 3-5 menit.
Cara pijat Oksitosin :
1. Ibu berada dalam posisi duduk bersandar ke depan sambil memeluk bantal
agar lebih nyaman. ...

20
2. Pijat kedua sisi tulang belakang menggunakan kepalan tangan dengan ibu jari
menunjuk ke depan. ...
3. Pijat sisi tulang belakang ke arah bawah sampai sebatas dada, dari leher
sampai ke tulang belikat
Pijat oksitosin juga membuat ibu merasa lebih dekat dengan orang yang
merawatnya. Sentuhan seseorang yang peduli dan ingin menolong merupakan
sumber kekuatan saat ibu sakit, lelah, dan takut.

2.3.5 Pijat Endorphine


Pada proses persalinan terjadi sebuah kombinasi antara proses
fisik dan pengalaman emosional bagi seorang perempuan. Salah satu
faktor psikis yang mempengaruhi persalinan yaitu rasa cemas dan takut
dalam menghadapi persalinan. Kecemasan adalah kekhawatiran pada
sesuatu yang akan terjadi dengan penyebab yang tidak jelas dan
dihubungkan dengan perasaan tidak menentu dan tidak berdaya. Beberapa
kasus kecemasan sebesar 5%-42% merupakan suatu perhatian terhadap
proses fisiologis. Kecemasan ini disebabkan oleh penyakit fisik ataupun
keabnormalan perubahan fisik dikarenakan konflik emosional yaitu
kecemasan. Efek dari kecemasan dalam persalinan dapat mengakibatkan
kadar katekolamin yang berlebihan menyebabkan turunnya aliran darah ke
rahim, turunnya kontraksi rahim, turunnya aliran darah ke plasenta,
turunnya oksigen yang tersedia untuk janin serta dapat meningkatkan
lamanya persalinan (Hall, 2009).
Manajemen nyeri persalinan dapat diterapkan secara non
farmakologis dan farmakologis. Pendekatan secara non farmakologis
tanpa penggunaan obatobatan seperti relaksasi, masase, akupresur,
akupunktur, kompres panas atau dingin dan pijat, sedangkan secara
farmakologis melalui penggunaan obatobatan.

21
Masase merupakan salah satu cara memanjakan diri, karena sentuhan
memiliki keajaiban tersendiri yang sangat berguna untuk menghilangkan rasa
lelah pada tubuh, memperbaiki sirkulasi darah, merangsang tubuh untuk
mengeluarkan racun, serta meningkatkan kesehatan pikiran. Endorphin adalah
neurotransmitter yang menghambat pengiriman rangsang nyeri sehingga dapat
menurunkan sensasi nyeri.
Menurut Sumarah (2008), upaya menangani kecemasan khususnya
pada ibu primipara merupakan salah satu solusi yang bermanfaat pada ibu dan
janinnya. Beberapa cara mengendalikan rasa nyeri juga dapat menurunkan
kecemasan antara lain dengan teknik massase dan terapi musik, karena
pengendalian rasa nyeri merupakan upaya dukungan untuk mengurangi
kecemasan (Sumarah, 2008).
Tekhnik pijat endorphine
Cara (1) :
1. Ambil posisi senyaman mungkin, bisa dilakukan dengan duduk, atau
berbaring miring. Sementara pasangan Anda berada di dekat Anda (duduk di
samping atau di belakang Anda).
2. Tarik napas yang dalam lalu keluarkan dengan lembut sambil memejamkan
mata. Sementara itu pasangan atau suami mengelus permukaan luar lengan
Anda, mulai dari tangan sampai lengan bawah. Mintalah ia untuk
membelainya dengan sangat lembut yang dilakukan dengan menggunakan
jari-jemari atau hanya ujung-ujung jari saja.
3. Setelah kurang lebih 5 menit, mintalah pasangan untuk berpindah ke lengan/
tangan yang lain.
Meski sentuhan ringan ini hanya dilakukan di kedua lengan, namun dampaknya
luar biasa. Anda akan merasa bahwa seluruh tubuh menjadi rileks dan tenang.
Cara (2) :
Teknik sentuhan ringan ini juga sangat efektif jika dilakukan di bagian
punggung.

22
Caranya :
1. Ambil posisi berbaring miring atau duduk.
2. Pasangan mulai melakukan pijatan lembut dan ringan dari arah leher
membentuk huruf V terbalik, ke arah luar menuju sisi tulang rusuk.
3. Terus lakukan pijatan-pijatan ringan ini hingga ke tubuh Anda bagian bawah
belakang.

Suami dapat memperkuat efek pijatan lembut dan ringan ini dengan kata-kata
yang menentramkan Anda. Misalnya, sambil memijat lembut, suami bisa
mengatakan, “Saat aku membelai lenganmu, biarkan tubuhmu menjadi lemas dan
santai,” atau “Saat kamu merasakan setiap belaianku, bayangkan endorphin-
endorphin yang menghilangkan rasa sakit dilepaskan dan mengalir ke seluruh
tubuhmu”. Bisa juga dengan mengungkapkan kata-kata cinta.
Setelah melakukan endorphin massage sebaiknya pasangan langsung memeluk
istrinya, sehingga tercipta suasana yang benar-benar menenangkan.
Endorphine massage sebaiknya dilakukan pada ibu hamil yang usia kehamilannya
sudah memasuki 36 minggu. Mengapa? Karena Endorphine massage dapat
merangsang keluarnya hormon oxytocin, yang bisa memicu terjadinya kontraksi,
Dan bagi ibu dengan riwayat persalinan premature atau riwayat keguguran secara
berulang, teknik ini harus dilakukan dibawah pengawasan bidan/dokter

2.4 Sistem
2.4.1 P4K
P4K dengan stiker adalah merupakan suatu kegiatan yang di fasilitasi oleh Bidan
di desa dalam rangka peran aktif suami, keluarga dan masyarakat dalam
merencanakan persalinan yang aman dan persiapan menghadapi komplikasi bagi ibu
hamil, termasuk perencanaan penggunaan KB pasca persalinan dengan menggunakan
stiker sebagai media notifkasi sasaran dalam rangka meningkatkan cakupan dan mutu
pelayanan kesehatan bagi ibu dan bayi baru lahir. Program Perencanaan Persalinan

23
dan Pencegahan Komplikasi (P4K) oleh Bidan pada Puskesmas di Kota Ambon
(StudipadaPuskesmasBinaan) Hasnawati ,AtikMawarni, Lucia Ratna (2014)
Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan pendekatan waktu cross
sectional. Pengumpulan data dilakukan dengan tehnik wawancara mendalam (Indepth
Interview) pada 3 bidan pelaksana P4K sebagai informan utama,3 Kepala Puskesmas
dan seorang Kabid Kesehatan Keluarga serta 3 orang ibu pascasalin 0-42 hari sebagai
informan triangulasi. Analisa data menggunakan metode analisisisi (content analysis).
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa implementasi P4K yaitu pemberian
konseling secara komperhensif belum dilakukan oleh bidan. Kunjungan Antenatal
(ANC) belum dilakukan sesuai standar. Masih ada persalinan yang ditolong dukun.
Penggunaan KB pasca salin belum mencapai target. Tabulin dan penggalangan donor
darah belum dilaksanakan. Sosialisasi program kepada masyarakat dan lintas sektor
masih kurang. Jumlah bidan belum memadai. Sarana prasarana belum memadai serta
tidak ada alokasi dana untuk kegiatan sosialisasi. Lemahnya manajemen kontrol dari
Dinas Kesehatan Kota Ambon dan kepala Puskesmas. Bidan belum melaksanakan
forum komunikasi khusus P4K. Sikap bidan pelaksana setuju dan berkomitmen baik
dalam pelaksanaan P4K. SOP pelaksanaan P4K belum tersedia.

2.4.2 Doula
Kata ‘doula’ dalam bahasa Yunani berarti seorang pembantu wanita.
Maksudnya, doula berperan khusus untuk mendampingi para calon ibu dan
memberikan dukungan dari segi emosional, fisik, sekaligus juga edukasi pada
pasangan suami-istri untuk menyambut kelahiran bayi.
Doula mendampingi ibu dari semenjak kehamilan, selama melahirkan, hingga setelah
melahirkan. Tujuan adanya doula adalah untuk membantu para wanita hamil melalui
pengalaman melahirkan yang lancar, nyaman, dan minim rasa sakit.
Peran doula dalam proses persalinan adalah: 

24
1. Memberikan dukungan emosional
2. Membantu ibu agar merasakan nyaman dengan Menggunakan tindakan
kenyamanan: pernapasan, relaksasi, gerakan, perubahan posisi
3. Memberikan informasi kepada ibu hamil da nib bersalin tentang kehamilan
dan persalinan
4. Terus meyakinkan dan menghibur ibu (kata kuncinya adalah doula tidak
pernah meninggalkan ibu)
5. Membantu ibu menjadi informasi tentang berbagai pilihan kelahiran
6. Advokat untuk ibu dan membantu memfasilitasi komunikasi antara ibu dan
tenaga kesehatan
Hal yang paling penting bagi seorang ibu selama proses persalinan adalah
dukungan yang terus menerus. Ini berarti bahwa ibu memiliki pendamping yang
berada di sisi ibu terus menerus dari awal sampai akhir.
Yang kita tahu tugas bidan adalah mendampingi kliennya, namun kenyataan di
lapangan tidaklah demikian. Tidak jarang seorang ibu di biarkan merintih dan
mengaduh sendirian di tempat tidur di ruang persalinan , dan bu bidan sibuk untuk
menulis rekam medis klien.
Tidak jarang bu bidan hanya datang dan menghampiri ibu bersalin jika dia
membutuhkan data untuk di tulis di partogram atau untuk bahan laporan kepada
dokter. Entah itu pemeriksaan dalam maupun pemantauan detak jantung janin.
Setelah selesai melakukan dan mengambil data yangdiperlukan , biasanya para bidan
kembali ke mejanya dan meninggalkan sang ibu yang cemas dan kesakitan. doula
tidak pernah meninggalkan sisi ibu . Sedangkan bidan memiliki banyak tanggung
jawab lain selain berada di samping ibu bersalin, maka dari itu doula sangat
membantu sekali, menguntungkan bagi ibu dan juga bagi bidan atau perawat yang
merawat ibu

25
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penggunaan obat teknologi tepat guna persalinan antara lain penggunaan obat
oksitosin, lidokain, dan metergin. Sedangkan untuk alat dalam teknologi tepat
guna pada persalinan yang berguna untuk menagemen nyeri antara lain kompress
hangat dan dingin, pelvic rocking dan birthing ball dan lain-lain. Alat-alat
tersebut memiliki fungsi pereda nyeri dan ada yang bermanfaat untuk
memperpendek kala I.
Selanjutnya prosedur teknologi tepat guna pada persalinan antara lain adanya,
Hypnobirthing,Pijat Oksitosin, Pijat Endorfin, dan penggunaan berbagai posisi.
Prosedur tersebut memiliki manfaat yang berbeda.
Sistem pada teknologi tepat guna merujuk pada Sistem P4K, doula dan semua
aspek didalamnya. Bidan sebagai pemberi pelayanan persalinan normal harus
berupaya menggunakan aspek teknologi dalam pelayanannya untuk menurunkan
aspek morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi.

26
3.2 Saran
Teknologi tepat guna apabila dimanfaatkan dengan baik maka akan
memeperoleh hasil yang bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan tenaga
kesehatan.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. DJ Tarigan Benny (2016). Perbedaan Efektivitas Kompres Hangat Dan Teknik


Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Persalinan Kala I
Fase Aktif. Surabaya: Akademi Kebidanan Griya Husada.
http://jurnal.akbid-griyahusada.ac.id/files/e-journal/vol3_no2/e-journal-3-2-9.pdf
(Diunduh tanggal 30 September 2017).
2. Hasnawati, Mawarni Atik, dan Ratna Lucia. (2014). Implementasi Program
Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) oleh Bidan pada
Puskesmas di Kota Ambon (Studi pada Puskesmas Binaan). Jurnal Manajemen
Kesehatan Indonesia Vol 02 no 02 Agustus 2014.
https://media.neliti.com/media/publications/112056-ID-none.pdf (Diunduh
tanggal 01 Oktober 2017).
3. Herlyssa dkk. (2015). Pertumbuhan Bayi Baru Lahir Pada Metode Lotus Birth.
Poltekkes Kemenkes Jakarta III: Jurnal Ilmu dan Teknologi Kesehatan, Vol. 2,
Nomor 2, Maret 2015, hlm : 1 – 9.
ejurnal.poltekkesjakarta3.ac.id/index.php/JITEK/article/view/.../79 (Diunduh
tanggal 01 Oktober 2017).
4. Ratnasari Lia, dkk. (2013). Pengaruh Persalinan Lotus Birth Terhadap Lama
Pelepasan Plasenta, Lama Pelepasan Tali Pusat Dan Keberhasilan Bounding
Attachment. Akbid Estu Utomo Boyolali: Jurnal Kebidanan Volume 5 No 2
Desember 2013.
http://journal.stikeseub.ac.id/index.php/jkeb/article/view/122(Diunduh tanggal 01
Oktober 2017).
5. Renaningtyas Dyah dkk. (2013). Hubungan Pelaksanaan Pelvic Rocking Dengan
Birthing Ball Terhadap Lamanya Kala I Pada Ibu Bersalin Di Griya Hamil
Sehat Mejasem. Tegal : DIII Kebidanan Politeknik Harapan Bersama. (Diunduh
tanggal 30 Septempber 2017).

iii
http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=447702&val=9478&title=HUBUNGAN%20PELAKSANAAN
%20PELVIC%20ROCKING%20DENGAN%20BIRTHING%20BALL
%20TERHADAP%20LAMANYA%20KALA%20I%20PADA%20IBU
%20BERSALIN%20DI%20GRIYA%20HAMIL%20SEHAT%20MEJASEM
(Diunduh tanggal 30 Septempber 2017).
6. Rinjani Sih H (2013). Pengaruh Pelvic Rocking Terhadap Pengurangan Nyeri
Pinggang Persalinan Kala I Dan Lama Waktu Persalinan Kala Ii Di Rsu Pku
Muhammadiyah Delanggu. Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan, Volume 2, Nomor 2,
Nopember 2013, hlm.41-155 Poltekkes Surakarta.
http://jurnal.poltekkes-solo.ac.id/index.php/Int/article/view/67/57 (Diunduh
tanggal 30 Oktober 2017).
7. Setyorini Yuyun & Satini (2015). Pengaruh Metode Persalinan Lotus Terhadap
Adaptasi Fisiologis Bayi Baru Lahir Di Klinik Bidan Kita. Kementerian
Kesehatan Politeknik Kesehatan Surakarta Jurusan Keperawatan: Jurnal Terpadu
Ilmu Kesehatan, Volume 4, No 2,November 2015, hlm 82-196
http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=403738&val=6664&title=PENGARUH%20METODE
%20PERSALINAN%20LOTUS%20TERHADAP%20ADAPTASI
%20FISIOLOGIS%20BAYI%20BARU%20LAHIR%20DI%20KLINIK
%20BIDAN%20KITA (Diunduh tanggal 01 Oktober 2017).
8. Sokhiyatun, dkk. (2013). Pelaksanaan Program Perencanaan Persalinan dan
Pencegahan Komplikasi (P4K) Ditinjau dari Aspek Bidan Desa sebagai
Pelaksana di Kabupaten Jepara. Jurnal Manajemen Kesehatan Indonesia Vol 01
No 01 April 2013
http://ejournal.undip.ac.id/index.php/jmki/article/view/10316 (Diunduh tanggal
01 Oktober 2017).

iv
9. Sukarsi Sri & Susilowati Endang (2013). Pengaruh Inisiasi Menyusu Dini Pada
Kontraksi Uterus Ibu Bersalin Di Bps Kecamatan Bluto. Jurnal Kesehatan
“Wiraraja Medika”
http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=253497&val=6831&title=PENGARUH%20INISIASI%20MENYUSU
%20DINI%20PADA%20KONTRAKSI%20UTERUS%20IBU%20BERSALIN
%20DI%20BPS%20KECAMATAN%20BLUTO. (Diunduh tanggal 01 Oktober
2017).
10. Suryani dkk (2014). Pengaruh Teknik Pemberian Kompres Hangat Terhadap
Perubahan Skala Nyeri Pada Klien Primigravida. Jakarta : Poltekkes Kemenkes
Jakarta 1. (Diunduh tanggal 01 Oktober 2017)
https://www.poltekkesjakarta1.ac.id/read-el-dki-pengaruh-teknik-pemberian-
kompres-hangat-terhadap-perubahan-skala-nyeri-persalinan-pada-klien-
primigravida(Diunduh tanggal 01 Oktober 2017)
11. Ulfah Maria (2013). Efektivitas Gentle Birth Terhadap Pemberian Asi Eksklusif.
Bidan Prada : Jurnal Ilmiah Kebidanan, Vol. 4 No. 1 Edisi Desember 2013, hlm.
150-156.
http://ojs.akbidylpp.ac.id/index.php/Prada/article/viewFile/72/63 (Diunduh
tanggal 01 Oktober 2017).
12. Vilanti Nepi dan Turlina Lilin. (2013). Pengaruh Kompres Dingin Terhadap
Penurunan Nyeri Persalinan Kala I Fase Aktif Di Bps Ny.Mujiyati, Amd.Keb
Desa Joto Sanur Kecamatan Tikung Kabupaten Lamongan Tahun 2013. SURYA
54 Vol.01, No.XVII, Maret 2014
http://stikesmuhla.ac.id/wp-content/uploads/jurnalsurya/noXVII/53-60-Jurnal-
Lilin-Turlina.pdf (Diunduh tanggal 01 Oktober 2017)
13. Efektifitas Posisi Jongkok Dan Posisi Miring Kiri Terhadap Percepatan
Kemajuan Persalinan Kala I Fase Aktif Pada Ibu Primipara Di Bpm Endang
Sumaningdyah. Kediri : STIKes Surya Mitra Husada Kediri

v
http://publikasi.stikesstrada.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/10-
EFEKTIFITAS-POSISI-JONGKOK-fx.pdf (Diunduh tanggal 30 September
2017).
14. http://www.bidankita.com/doula-dan-bukti-ilmiahnya/2/ (diunduh pada 04 Oktober
2019 pukul : 22:01 WIB)
15. Pengaruh Masase pada Punggung Terhadap Intensitas Nyeri Kala 1 Fase Laten
Persalinan Normal Melalui Peningkatan kadar Endorfin
http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/view/193/188 (diunduh pada 02
Oktober 2019 pukul 09:45 WIB)
16.The Effect of Oxytosin Massage on Pain and Prosperity of Labor in
Mother Was In The garuda Health Center
https://e-journal.ibi.or.id/index.php/jib/article/view/85 (diunduh pada 02 Oktober 2019
Pukul 10:00 WIB)

vi

Anda mungkin juga menyukai