Anda di halaman 1dari 58

MINI PROJECT

INTERVENSI KASUS STUNTING MELALUI


PROGRAM TEMU PENTING
“TEMULAWAK PENCEGAH STUNTING”
DI PUSKESMAS BAYUNG LENCIR

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan


Program Internsip Dokter Indonesia

Disusun Oleh :
dr. Syerin Fitria Sari
dr. Arrinalhaq Andre Sondakh
dr. Laras Zoesfa Rahmalia

Dokter Pendamping :
dr. Intan Indriani

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


PUSKESMAS BAYUNG LENCIR
PERIODE AGUSTUS 2022 - FEBRUARI 2023
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN MINI PROJECT


INTERVENSI KASUS STUNTING MELALUI
PROGRAM TEMU PENTING
“TEMULAWAK PENCEGAH STUNTING”
DI PUSKESMAS BAYUNG LENCIR

Disusun Oleh :
dr. Syerin Fitria Sari
dr. Arrinalhaq Andre Sondakh
dr. Laras Zoesfa Rahmalia

Program Internsip Dokter Indonesia


Puskesmas Bayung Lencir
Provinsi Sumatera Selatan
2023

Laporan ini telah diterima dan dipresentasikan


Pada, Februari 2023

Dokter Pendamping :

dr. Intan Indriani


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Mini
Project dengan judul “TEMU PENTING (Temulawak Pencegah Stunting)”
sebagai salah satu tugas wajib untuk menyelesaikan Program Internship dalam
forum ilmiah UPT Puskesmas Bayung Lencir. Mini Project ini dapat diselesaikan
berkat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan
in penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Kedua orang tua penulis.
2. Bapak Yusrizal, S.KM., M.KM. selaku Kepala Puskesmas Bayung Lencir
dan Bapak Misran Zoha, AM.Kep. selaku Kasubag TU Puskesmas Bayung
Lencir yang telah memberikan izin untuk dilakukannya penelitian ini.
3. dr. Intan Indriani, selaku pendamping yang telah menyediakan waktu,
tenaga, dan pikiran untuk membimbing penulis dalam banyak hal, baik
dalam penulisan Mini Project dan dalam menjalani program Internship ini.
4. dr. Fitri Zelia dan dr. Ragil Putra Jaya Utama, selaku pendamping selama
di Puskesmas yang telah banyak memberikan arahan dalam melaksanakan
Mini Project ini.
5. Ibu Umi Hasanah, S.Gz. selaku Pemegang Program Gizi Puskesmas
Bayung Lencir dan Ibu Dewi, AM.Keb. selaku Bidan Desa Mendis yang
telah memberikan masukan, wawasan dan membimbing penulis selama
melakukan penelitian ini.
6. Ibu Dwi Okatrina, AM.Keb dan Ibu Nariani Yulia, AM.Keb, selaku
Pemegang Program Anak Puskesmas Bayung Lencir.
7. Seluruh staff Puskesmas Bayung Lencir yang telah membantu dalam
penelitian ini.
8. Teman-teman Insternsip Periode III tahun 2022 yang bekerja sama di
Puskesmas Bayung Lencir yang telah mendukung, bersama-sama
memberikan sumbangsih pikiran dalam pelaksanaan penelitian dan
penyusunan penelitian ini.

Penulis menyadari sepenuhnya penyusunan Mini Project ini masih jauh dari
sempurna karena keterbatasan waktu dan kemampuan. Karena itu kami sangat
berterimakasih atas kritik dan saran yang bersifat membangun. Akhir kata semoga
laporan Mini Project ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan
Puskesmas Bayung Lencir pada khususnya.

Bayung lencir, Februari 2023


Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN....................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang……….……......................................................... 1
1.2 Identifikasi Masalah……….......................................................... 1
1.3 Tujuan Kegiatan…........................................................................ 2
1.3.1 Tujuan Umum…............................................................... 2
1.3.2 Tujuan Khusus.................................................................. 3
1.4 Manfaat Kegiatan.......................................................................... 3
1.4.1 Untuk Masyarakat............................................................. 3
1.4.2 Untuk Dokter Internsip..................................................... 3
1.4.3 Untuk Puskesmas.............................................................. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................... 4
2.1 Profil Puskesmas Bayung Lencir.................................................. 4
2.2 Profil Stunting Puskesmas............................................................ 4
2.3 Peran Puskesmas Dalam Pelayanan UKM.................................... 5
2.4 Temulawak.................................................................................... 5
2.4.1 Manfaat Temulawak.......................................................... 7
2.4.2 Manfaat Temulawak Pada Stunting.................................. 8
2.5 Stunting......................................................................................... 9
2.5.1 Definisi Stunting............................................................... 9
2.5.2 Epidemiologi Stunting...................................................... 9
2.5.3 Etiologi Stunting............................................................... 10
2.5.4 Faktor Risiko Stunting...................................................... 11
2.5.5 Pencegahan Stunting........................................................ 12
2.6 Hipotesa........................................................................................ 13
BAB III RANCANGAN KEGIATAN......................................................... 14
3.1 Nama Kegiatan.............................................................................. 14
3.2 Deskripsi Kegiatan........................................................................ 14
3.3 Waktu Kegiatan............................................................................. 14
3.4 Tempat Kegiatan........................................................................... 14
3.5 Sasaran Kegiatan........................................................................... 15
3.6 Rincian Kegiatan........................................................................... 15
3.7 Cara Penyeduhan Ekstrak Temulawak.......................................... 16
3.8 Analisis Data................................................................................. 16
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN....................................................... 18
4.1 Deskripsi Sasaran Kegiatan........................................................... 18
4.2 Hasil Kegiatan............................................................................... 18
4.3 Pengolahan Data............................................................................ 22
4.4 Pembahasan................................................................................... 24
4.5 Keterbatasan Penelitian................................................................. 25
v

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN........................................................ 27


5.1 Kesimpulan................................................................................... 27
5.2 Saran.............................................................................................. 27
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 28
LAMPIRAN................................................................................................... 30
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masa seribu hari pertama kehidupan (1000 HPK) terdiri atas 270 hari
selama kehamilan dan 730 hari pada dua tahun pertama kehidupan. Periode ini
disebut Golden Age karena terjadi pertumbuhan otak sangat pesat yang dapat
menentukan kualias hidup anak di masa depan. Namun, bila terjadi gangguan
pada periode ini akan berdampak pada kelangsungan hidup dan tumbuh kembang
anak. Perkembangan masalah gizi di Indonesia sangat kompleks, permasalahan
tersebut mengacu pada kekurangan gizi dan kelebihan gizi yang harus di tangani
dengan serius. Saat ini prioritas pemerintah fokus terhadap 1000 hari pertama
kehidupan untuk menyelesaikan masalah gizi dan terutama masalah stunting.
Seribu hari pertama kehidupan seorang anak merupakan masa kritis yang dapat
menentukan masa depannya, saat ini anak di Indonesia menghadapi gangguan
pertumbuhan yang serius. Indonesia ikut serta dalam komitmen global SUN
(Scalling Up Nutrition) dalam menurunkan stunting.1
Stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat
kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang yang ditandai dengan panjang atau
tinggi badannya berada di bawah standar yakni dipresentasikan dengan z-score
tinggi badan menurut umur (TB/U) pada ambang batas <-2 SD sampai dengan -3
SD (pendek/stunting) dan <-3 (sangat pendek). Sekitar satu dari empat anak
dibawah usia 5 tahun mengalami stunting, yaitu 26% pada tahun 2011. Masalah
stunting/pendek pada balita di Indonesia tergolong cukup serius, tahun 2013
angka stunting sebesar 37,2% dan terjadi penurunan pada tahun 2018, dimana
angka stunting mencapai 30,8% balita stunting. Berdasarkan indeks TB/U atau
PB/U, prevalensi stunting di Indonesia didapatkan sebesar 20,1%, dengan rincian
baduta sangat pendek sebesar 6,9% dan baduta pendek sebesar 13,2%.1,2
Stunting pada anak-anak mencerminkan efek yang luas dari kekurangan
gizi yang kronis selain itu beresiko lebih besar menderita penyakit menular dan
tidak menular pada usia dewasa. Anak pendek ini merupakan gambaran
kekurangan gizi kronis yang dimulai sejak janin hinggamasa pertumbuhan sampai
2

usia 2 tahun. Jika pada periode tersebut kurang gizi dampaknya akan sangat
signifikan pada kejadian anak pendek. Kondisi Stunting pada anak tersebut dapat
menyebabkan gangguan perkembangan fungsi kognitif dan psikomotor serta
penurunan produktivitas ketika dewasa.3
Penggunaan obat tradisional dalam upaya mempertahankan kesehatan
masyarakat telah banyak kita ketahui. Pengetahuan tentang khasiat dan
penggunaan obat-obat tradisional yang berkembang dimasyarakat hanya
didasarkan pada pengalaman empiris yang biasanya diwariskan secara turun
temurun dan belum teruji secara ilmiah, dengandemikian perlu dilakukan
pengujian lebih lanjut sehingga nantinya obattradisional tersebut dapat digunakan
dengan aman dan efektif. Beberapa jenis tanaman di Indonesia telah banyak
digunakan masyarakat sebagai penambah nafsu makan. Salah satu tanaman obat
yangdapat dimanfaatkan untuk mengatasi gangguan kurangnya nafsu makan
adalah Curcuma xanthorrhiza atau lebih dikenal dengan nama temulawak dan
sambiloto.4
Temulawak sudah dikenal secara luas dapat meningkatkan nafsu makan,
temulawak merupakan salah satu komposisi dari jamu cekok yang secara turun
temurun telah dipercaya memiliki efek meningkatkan nafsu makan. Kandungan
dalam temulawak yang diduga memiliki efek untuk peningkatan nafsu makan
adalah minyak atsirinya.4

1.2 Identifikasi Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah penelitian ini adalah :
1. Apakah ekstrak temulawak berpengaruh dalam meningkatkan nafsu
makan dan terhadap perubahan status gizi anak ?

1.3 Tujuan Kegiatan


1.3.1 Tujuan Umum
Diharapkan penelitian ini dapat meminimalisir kasus stunting di wilayah
kerja Puskesmas dan mengetahui upaya intervensi yang tepat pada anak stunting
dengan cara meningkatkan nafsu makan dan meningkatkan berat badan anak.
3

1.3.2 Tujuan Khusus


Tujuan khusus dari survey penelitian adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai stunting.
2. Meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya asupan
nutrisi dan gizi lengkap dalam pencegahan stunting.
3. Mengidentifikasikan upaya masyarakat dalam meningkatkan nafsu
makan balita dan upaya meningkatkan berat badan anak.

1.4 Manfaat Kegiatan


1.4.1 Untuk Masyarakat
1. Diharapkan penelitian ini menjadi acuan pentingnya meninjau status
gizi anak.
2. Masyarakat lebih memahami tentang bahaya stunting.

1.4.2 Untuk Dokter Internship


1. Merupakan kesempatan untuk menambah pengalaman dan
menerapkan ilmu kedokteran terutama ilmu kesehatan masyarakat.
2. Meningkatkan keterampilan komunikasi di masyarakat dan
bersosialisasi dengan masyarakat dan juga meningkatkan kemampuan
berpikir analisis dan sistematis dalam mengidentifikasi dan
menyelesaikan masalah kesehatan.

1.4.3 Untuk Puskesmas


1. Memberikan informasi dan wawasan bagi puskesmas sehingga dapat
digunakan sebagai acuan untuk memberikan intervensi yang tepat
dalam upaya pencegahan kasus stunting.
2. Menambah informasi mengenai keadaan kesehatan masyarakat di
puskesmas khususnya stunting.
3. Meningkatkan kerjasama antar lintas program yaitu antara program
gizi dan program anak.
4. Menambah inovasi di bidang kesehatan sehingga dapat diterapkan di
Puskesmas Bayung Lencir.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Profil Puskesmas Bayung Lencir


UPT Puskesmas Bayung Lencir terletak di Wilayah Kecamatan Bayung
Lencir dan berada di tepi Jalan Raya Palembang-Jambi Km 205 yang dapat
ditempuh kurang lebih 6 jam dari Kota Palembang. Dengan luas wilayah kerja
358.884 Km2.
Daerah di Wilayah kerja Puskesmas Bayung Lencir adalah sebagian
merupakan daerah aliran sungai dan daratan, sebagian merupakan kawasan
perkebunan karet dan sawit, sehingga mempunyai resiko terjadinya kecelakaan
akibat kerja, KLB atau penyebaran penyakit yang dapat diakibatkan dari faktor
migrasi penduduk yang bekerja sebagai karyawan sawit sebagai pendatang serta
dapat juga disebabkan vektor serangga dan nyamuk terutama daerah aliran sungai.
Wilayah kerja Puskesmas Bayung Lencir meliputi 17 desa dan 2
kelurahan dari keseluruhan 23 desa yang berada di Wilayah Kecamatan Bayung
Lencir, yaitu Kelurahan Bayung Lencir, Kelurahan Bayung Lencir Indah, Desa
Lubuk Harjo, Desa Simpang Bayat, Desa Telang, Desa Sindang Marga, Desa Kali
Berau, Desa Tampang Baru, Desa Bayat Ilir, Desa Pangkalan Bayat, Desa Pagar
Desa, Desa Muara Bahar, Desa Mendis, Desa Mendis Jaya, Desa Muara Medak,
Desa Pulai Gading, Desa Mangsang, Desa Mangsang dan Desa Kepayang.

2.2 Profil Stunting Puskesmas


Jumlah balita dengan kondisi stunting berdasarkan data Agustus 2022
adalah 9 orang yaitu sebagai berikut :
1. An. Ha usia 1 tahun 7 bulan
2. An. Mb usia 1 tahun 9 bulan
3. An. Vm usia 2 tahun 9 bulan
4. An. Ab usia 1 tahun 7 bulan
5. An. Ar usia 1 tahun 3 bulan
6. An. Ma usia 1 tahun 1 bulan
7. An. Ke usia 2 tahun 1 bulan
5

8. An. Wi usia 2 tahun 11 bulan


9. An. Sr usia 2 tahun

2.3 Peran Puskesmas Dalam Pelayanan UKM


Puskesmas adalah layanan kesehatan primer di Indonesia yang paling luas
jangkauannya dan memengaruhi langsung tingkat kesehatan masyarakat di
wilayah kerjanya. Kesehatan adalah salah satu bentuk hak asasi manusia.
Setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan negara
bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas kesehatan dalam Undang- Undang
Dasar Pasal 28 H dan Pasal 34. Pelayanan kesehatan tradisional menurut UU no
36 tahun 2009 adalah pengobatan atau perawatan dengan obat yang mengacu pada
pengalaman dan keterampilan turun menurun secara empiris yang dapat
dipertanggung jawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di
masyarakat. Pelayanan ini dilakukan melalui :
1. Pendekatan holistik dengan menelaah dimensi fisik, mental, spiritual,
sosial, dan budaya dari pasien.
2. Mengutamakan hubungan dan komunikasi efektif antara tenaga
kesehatan dan pasien.
3. Diberikan secara rasional.
4. Diselenggarakan atas persetujuan pasien (Informed Consent).
5. Mengutamakan pendekatan alamiah.
6. Meningkatkan kemampuan penyembuhan sendiri.
7. Pemberian terapi bersifat individual.

2.4 Temulawak
Temulawak merupakan salah satu keluarga temu-temuan (Zingiberacea).
Tanaman ini biasanya ditemukan di hutan-hutan daerah tropis. Temulawak juga
berkembang biak di tanah tegalan sekitar pemukiman, terutama pada tanah yang
gembur, sehingga buah rimpangnya mudah berkembang menjadi besar. Tanaman
ini mampu tumbuh di dataran rendah dan juga sampai pada ketinggian tanah 1.500
meter di atas permukaan laut. Kedudukan tanaman temulawak dalam sistematika
tumbuhan termasuk dalam klasifikasi berikut.4
6

Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Zingiberales
Keluarga : Zingiberaceae
Genus : Curcuma
Spesies : Curcuma xanthorrhiza Roxb

Gambar 2.1 Batang dan Daun Tanaman Temulawak

Temulawak adalah tanaman tahunan, batangnya semu, berwarna hijau dan


cokelat gelap. Tinggi batang temulawak antara 1,5 cm sampai 2,0 cm.
Batangnyatersusun atas upih-upih daun seperti upih-upih daun yang ada pada
pisang,tumbuh tegak, lurus, dan berumpun. Daun dari temulwak berbentuk seperti
matalembing jorong agak melonjong. Telapak daunnya berwarna hijau tua,
bergaris-garis cokelat lebarnya antara 1 cm sampai 2,5 cm, berbintik-bintik jernih
hijau muda.4
7

Gambar 2.2 Rimpang Tanaman Temulawak


Akar temulawak tersusun dari umbi akar yang bentuknya telur
dengangaris diameter sampai 6 cm. Akarnya adalah rimpang yang terdiri dari
rimpang induk (empu) dan rimpang anakan (cabang). Rimpang induk temulawak
berbentuk bulat seperti telur dan berwarna kuning tua atau coklat kemerahan.
Bagian dalamnya berwarna jingga kecoklatan. Rimpang kedua keluar dari
rimpang induk. Rimpang kedua ukurannya lebih kecil dan jumlahnya sekitar 3-7
buah dengan warna yang lebih muda dan bentuk bermacam-macam. Rimpang
inibaunya harum dan rasanya pahit agak pedas.Bunga dari tanaman temulawak
bentuknya lebar dan pendek, berwarna putih kuning atau kuning muda bercampur
warna merah di puncaknya, dan berkembang secara teratur. Di ujung perbungaan
terdapat daun-daun pelindung berwarna merah lembayung serta di ketiaknya sama
sekali tidak ada bunga.5

2.4.1 Manfaat Temulawak


Menurut penelitian yang dilakukan oleh Dicky Alexander dkk, ekstrak
etanol temulawak memiliki daya hambat terhadap bakteri Staphylococcus aureus
dan Escherichia coli. Dalam penelitiannya dijelaskan bahwa ekstrak etanol
temulawak yang di ekstraksi menggunakan pelarut etanol mengandung berbagai
macam senyawa/ zat aktif yang berpotensi baik bagi kesehatan, yaitu mampu
berfungsi sebagai antibakteri adalah kurkumin (kurkuminoid) dan minyak atsiri.
Minyak atsiri memiliki kemampuan untuk melisiskan membran sel bakteri dan
kurkumin memiliki kemampuan untuk menghambat proliferasi dari sel bakteri.
Kemudian ekstrak diuji diatas media agar diffusion dan didapatkan rata rata
diameter zona hambat mikroba ekstrak etanol temulawak ini terhadap
Staphylococcus aureus berkisar 8-15 mm dan Escherichia coli berkisar 9-31 mm
yang mana tergolong kedalam daya hambat antibakteri sedang-kuat.6
Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Farida Yunahara dkk, ekstrak
etanol temulawak memiliki sifat sebagai antiinflamasi. Penelitian ini
membandingkan aktivitas antiinflamasi dari ekstrak rimpang temulawak dengan
nanopartikelnya. Ekstrak rimpang temulawak dibuat dengan maserasi yang
menggunakan pelarut etanol 96%. Ekstrak dibuat menjadi nanopartikel dengan
8

metode gelasi ionik dimana menggunakan kitosan dan tripolifosfat. Uji


antiinflamasi in vitro dilakukan dengan metode penghambatan denaturasi protein.
Hasil uji aktivitas antiinflamasi dengan menggunakan metode penghambatan
denaturasi protein pada ekstrak dan nanopartikel ektrak rimpang temulawak
menunjukkan bahwa ekstrak memiliki aktivitas antiinflamasi. Hasilnya
menunjukkan bahwa aktivitas antiinflamasi nanopartikel ekstrak rimpang
temulawak lebih baik daripada ekstrak rimpang temulawak.7

2.4.2 Manfaat Temulawak Pada Stunting


Antioksidan dan anti inflamasi adalah dua mekanisme primer yang
dimiliki oleh temulawak. Selain itu, temulawak memiliki kandungan curcuminoid
yang dapat merangsang nafsu makan. Beberapa studi mengatakan bahwa
temulawak aman dan bermanfaat untuk dikonsumsi. Jumlah konsumsi harian
temulawak adalah 100- 250 mg. Konsumsi temulawak sejumlah 500- 12.000 mg
per hari dalam minimal 72 jam dapat menimbulkan efek samping berupa mual,
diare, nyeri kepala, ruam, dan BAB warna kuning.4
Temulawak sudah dikenal secara luas dapat meningkatkan nafsu makan,
temulawak merupakan salah satu komposisi dari jamu cekok yang secara turun
temurun telah dipercaya memiliki efek meningkatkan nafsu makan. Kandungan
dalam temulawak yang diduga memiliki efek untuk peningkatan nafsu makan
adalah minyak atsirinya. Kandungan minyak astiri dalam temulawak dapat
menyebabkan peningkatan nafsu makan karena memiliki sifat koleretik yang
mampu mempercepat sekresi empedu sehingga dapat mempercepat pengosongan
lambung, mempercepat pencernaan dan absorpsi lemak di usus yang kemudian
akan mensekresi berbagai hormon yang mampu meregulasi peningkatan nafsu
makan. Penelitian terdahulu membuktikan bahwa Minyak atsiri temulawak dapat
meningkatkan nafsu makan tikus. Namun bukan hanya minyak astiri saja yang
dapat meningkatkan nafsu makan, kandungan kurkumin dalam temulawak juga
dapat berfungsi meningkatkan nafsu makan. Beberapa efek terapi telah
diperlihatkan pada jurnal Turmeric and Curcumin : Biological Actions and
Medicinal Applications. Berdasarkan jurnal tersebut terdapat pernyataan dimana
fungsi dari curcumin dapat meningkatkan nafsu makan melalui fungsinya sebagai
9

karminativum (antiflatulent). Sebagai penambah nafsu makan, kurkuminoid juga


dapat memperbaiki kelainan pada kantung empedu dengan memperlancar
pengeluaran cairan empedu dan pankreas, sehingga terjadi peningkatan aktivitas
pencernaan. Penggunaan ekstrak rimpang temulawak akan mempercepat
pengosongan lambung sehingga akan menambah nafsu makan.4

2.5 Stunting
2.5.1 Definisi Stunting
Stunting atau perawakan pendek adalah gangguan pertumbuhan dan
perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang yang
ditandai dengan panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar yakni
dipresentasikan dengan z-score tinggi badan menurut umur (TB/U) pada ambang
batas <-2 SD sampai dengan -3 SD (pendek/stunting) dan <-3 (sangat pendek).1

2.5.2 Epidemiologi Stunting


Prevalensi stunting di Indonesia lebih tinggi daripada negara-negara lain di
Asia Tenggara, seperti Myanmar (35%), Vietnam (23%), dan Thailand (16%). Di
Indonesia, sekitagr 39% atau hampir 9 juta balita mengalami stunting dan
Indonesia adalah negara dengan prevalensi stunting kelima terbesar di dunia.8, 9
Prevalensi stunting dalam 10 tahun terakhir menunjukkan bahwa stunting
merupakan salah satu masalah gizi terbesar pada balita di Indonesia. Hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan 30,8% balita menderita stunting
dan 29.9% balita pendek dan sangat pendek, yang apabila dilakukan intervensi
yang tepat maka dapat mengoptimalkan potensi yang dimiliki. Masalah gizi lain
terkait dengan stunting yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat adalah
ibu hamil Kurang Energi Kronis atau KEK (17,3%), anemia pada ibu hamil
(48,9%), bayi lahir prematur (29,5%), Berat Bayi Lahir Rendah atau BBLR
(6,2%), balita dengan status gizi buruk (17,7%) dan anemia pada balita.8,9
10

Gambar 2.3 Peta Prevalensi Balita Pendek di Indonesia Tahun 2017

Gambar 2.4 Prevalensi Status Gizi Sangat Pendek Baduta Menurut


Provinsi, Indonesia 2013 dan 2018
Terdapat 20 provinsi dengan prevalensi diatas nasional (30,8%) dengan
yang tertinggi terdapat di Nusa Tenggara Timur, terendah di Bali.

2.5.3 Etiologi Stunting


Stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi. Banyak hal yang
menyebabkan terjadinya stunting terutama kesalahan pola asuh yang terjadi pada
1000 Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK). Contoh kesalahan yang dapat terjadi
dalam hal ini antara lain adalah :10
1. Praktek pengasuhan yang tidak baik.
 Kurangnya pengetahuan ibu mengenai kesehatan dan gizi sebelum
dan pada masa kehamilan, serta setelah ibu melahirkan.
 60% dari anak usia 0-6 bulan tidak mendapatlan ASI eksklusif.
11

 2 dari 3 anak usia 0-24 bulan tidak menerima Makanan Pengganti


ASI (MP-ASI).
2. Masih terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan Ante Natal
Care (ANC), Post Natal dan pembelajaran dini yang berkualitas.
 1 dari 3 anak usia 3-6 tahun tidak terdaftar di Pendidikan Anak
Usia Dini (PAUD).
 2 dari 3 ibu hamil belum mengkonsumsi suplemen zat besi yang
memadai.
 Menurunnya tingkat kehadiran anak di posyandu (dari 79% di
2007 menjadi 64% di 2013).
 Tidak mendapat akses yang memadai ke layanan imunisasi.
3. Masih kurangnya akses makanan bergizi.
 1 dari 3 ibu hamil anemia.
 Makanan bergizi mahal.
4. Kurangnya akses air bersih dan sanitasi.
 1 dari 5 rumah tangga masih BAB diruang terbuka.
 1 dari 3 rumah tangga belum memiliki akses air bersih.

2.5.4 Faktor Risiko Stunting


Berbagai hasil desk review dan formative research yang dilakukan oleh
Kementerian Kesehatan menunjukkan berbagai perilaku di masyarakat ditemukan
belum optimal :2
1. Asupan makan ibu hamil dipengaruhi oleh suaminya dan/atau mertua
sebagai orang yang mengambil keputusan mengenai makanan apa
yang akan dibeli dan dikonsumsi.
2. Inisiasi menyusu dini belum menjadi norma; hanya sekitar setengah
dari ibu melahirkan melakukan inisiasi menyusu dini dalam satu jam
kelahiran.
3. Pengenalan kepada makanan tambahan yang terlalu dini, setengah dari
anak yang mendapatkan ASI sudah menerima makanan padat atau
semi padat pada umur empat atau lima bulan.
12

4. Perilaku mencuci tangan dengan sabun sebelum makan, memasak, atau


saat memberi makan masih rendah.
5. Status ekonomi dan pantangan makanan (food taboo) masih menjadi
faktor yang sangat berpengaruh bagi masyarakat Indonesia.
6. Stunting tidak hanya terjadi pada kalangan masyarakat miskin tetapi
juga di kelompok rumah tangga terkaya, yaitu sebesar 29% balita dari
20% rumah tangga dengan status sosial ekonomi tertinggi.
7. Akses ke fasilitas pelayanan kesehatan yang terbatas juga
mempengaruhi kepatuhan masyarakat, khususnya ibu hamil dan ibu
menyusui, untuk mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai jadwal.
8. Ketimpangan akses air minum dan sanitasi masih cukup besar,
terutama di wilayah Indonesia Timur.
Mengacu pada permasalahan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
permasalahan utama stunting di Indonesia adalah kombinasi antara kebijakan
yang belum konvergen dalam memberikan dukungan terhadap pencegahan
stunting serta permasalahan perilaku yang terjadi baik di tingkat individu, tingkat
masyarakat, dan tingkat layanan kesehatan masyarakat. Untuk itu, Strategi
Nasional Komunikasi Perubahan Perilaku yang terpadu diperlukan agar terjadi
pembagian peran dan tanggung jawab masing-masing pemangku kepentingan
untuk mendukung komunikasi perubahan perilaku sebagai salah satu upaya dalam
pencegahan stunting.2
Kombinasi elemen advokasi kebijakan, kampanye, komunikasi antar
pribadi dan mobilisasi sosial akan saling melengkapi dan meneguhkan untuk
memperkuat proses pengambilan keputusan, koordinasi, kualitas dan akuntabilitas
program yang akan diimplementasikan.2

2.5.5 Pencegahan Stunting


Penurunan stunting menitik beratkan pada penanganan penyebab langsung
dan tidak langsung. Mengacu pada “The Conceptual Framework of the
Determinants of Child Undernutrition”, “The Underlying Drivers of
Malnutrition”, dan “Faktor Penyebab Masalah Gizi Konteks Indonesia” penyebab
langsung masalah gizi pada anak, termasuk stunting, adalah konsumsi makanan
13

dan status infeksi. Adapun penyebab tidak langsungnya meliputi ketersediaan dan
pola konsumsi rumah tangga, pola asuh pemberian ASI/ MP-ASI, pola asuh
psikososial, penyediaan MP-ASI, kebersihan dan sanitasi, pelayanan kesehatan
dan kesehatan lingkungan. Intervensi terhadap penyebab langsung dan tidak
langsung tersebut diharapkan dapat mencegah masalah gizi, baik kekurangan
maupun kelebihan gizi.9
Untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia masa depan maka usaha
yang paling efisien adalah mencegah terjadinya malnutrisi dengan
mensosialisasikan praktik pemberian makan yang benar pada 1000 hari pertama
kehidupan yang berbasis bukti.Sosialisasi dan edukasi kepada keluarga terutama
kepada ibu tentang 1000 HPK sangat penting untuk dilakukan. Hal ini disebabkan
karena pengetahuan ibu tentang pola asuh yang benar sangat berpengaruh
terhadap status gizi anaknya di kemudian hari.11

2.6 Hipotesa
H0 : Tidak ada perbedaan kenaikan berat badan dan tinggi badan sebelum
dan setelah pemberian ekstrak temulawak.
H1 : Ada perbedaan kenaikan berat badan dan tinggi badan sebelum dan
setelah pemberian ekstrak temulawak.
BAB III
RANCANGAN KEGIATAN

3.1 Nama Kegiatan


Temu Penting (Temulawak Pencegah Stunting)

3.2 Deskripsi Kegiatan


Temu Penting adalah salah satu program yang di lakukan untuk
penatalaksanaan kasus stunting pada anak yang tinggal di wilayah kerja
Puskesmas Bayung Lencir dengan usia 1 tahun hingga 5 tahun dan terjaring
sebagai kasus Stunting pada kegiatan Posyandu.
Orang tua dari responden diberikan edukasi dan informasi singkat mengenai
stunting serta bagaimana cara mengatasinya menggunakan ramuan tradisional
temulawak termasuk cara pembuatannya. Setelah dianggap mengerti orang tua
akan diberikan ekstrak temulawak yang sudah di buat dan diminta agar
memberikan ramuan ini ke anak-anak mereka dengan jangka waktu pemberian
selama 1 bulan. Setelah 2 minggu pemberian, orang tua di minta untuk datang ke
Posyandu dan memeriksakan berat badan dan tinggi badan balita nya agar
penambahannya dapat dipantau. Setelah 1 bulan pemberian ramuan temulawak,
akan dilakukan evaluasi apakah terdapat perbedaan hasil pengukuran sebelum
pemberian ramuan dan setelah pemberian ramuan.

3.3 Waktu Kegiatan


Kegiatan Temu Penting dilakukan pada 11 Januari sampai dengan 7
Februari 2023.

3.4 Tempat Kegiatan


Kegiatan akan dilakukan di dalam gedung (Posyandu) desa mendis
maupun di rumah responden.
15

3.5 Sasaran Kegiatan


Balita stunting di wilayah kerja Puskesmas Bayung Lencir desa Mendis
dengan kriteria sebagai berikut :
Kriteria Inklusi :
 Balita yang berusia ≥ 1 tahun pada bulan Januari 2023
 Balita yang berusia ≤ 5 tahun pada bulan Januari 2023
 Orangtua balita bersedia mengikuti kegiatan

Kriteria Eksklusi :
 Peserta yang tidak bersedia diambil datanya
 Peserta yang tidak mengikuti penyuluhan secara penuh

3.6 Rincian Kegiatan


Rincian kegiatan yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah:
1. Pembuatan proposal kegiatan.
2. Mendapatkan ekstrak temulawak yang diperoleh dari industri rumahan
yang ada di Bayung Lencir.
3. Penjaringan anak stunting dalam kelompok usia 1 hingga 5 tahun di
Posyandu Wilayah Desa Mendis menggunakan data kasus stunting di
Puskesmas Bayung Lencir.
4. Pengukuran berat badan dan tinggi badan anak sebelum diberikan
temulawak.
5. Pemberian edukasi kepada orangtua atau keluarga anak dengan
stunting berupa informasi mengenai manfaat dan cara konsumsi
ekstrak temulawak, serta waktu untuk melakukan pengukuran berat
badan dan tinggi badan.
6. Pembagian ekstrak temulawak.
7. Pemberian temulawak dilakukan sebanyak 2 kali sehari selama 1 bulan
(pagi dan malam).
8. Pasien diminta untuk melakukan pemeriksaan berat badan dan tinggi
badan setiap 2 minggu sekali di Posyandu.
16

9. Dilakukan pencatatan hasil pengukuran berat badan dan tinggi badan


pada kurva pertumbuhan WHO.
10. Evaluasi akhir pengukuran berat badan dan tinggi badan setelah 1
bulan pemberian ekstrak temulawak.
11. Pembuatan laporan akhir kegiatan.

3.7 Cara Penyeduhan Ekstrak Temulawak


Bahan:
1. Bubuk temulawak 1 sendok teh
2. Madu 1 sendok teh
3. Air putih hangat

Alat:
1. Sendok
2. Gelas

Langkah-langkah:
1. Ambilkan 1 sendok teh bubuk temulawak
2. Larutkan dengan 125 cc air putih hangat
3. Tambahkan 1 sendok teh madu
4. Aduk hingga rata
5. Berikan kepada anak

3.8 Analisis Data


Penelitian ini menggunakan analisis data secara bivariat untuk melihat
hubungan antara variabel dependen dan variabel independen. Uji yang dilakukan
pada penelitian ini untuk melihat ada perbedaan signifikan antara kenaikan berat
badan dan tinggi badan anak sebelum dan setelah pemberian ekstrak temulawak
dengan menggunakan Uji t. Uji t yang digunakan dalam analisis bivariat pada
penelitian ini adalah uji beda mean dependen (Dependen t test). Uji beda mean
dependen (Dependen t test) digunakan untuk menguji perbedaan mean antara dua
kelompok data yang dependen. Dari uji tersebut diperoleh nilai probabilitas (P
value), lalu dibandingkan dengan nilai α = 0,05 (derajat kepercayaan 95%).
17

Asumsi yang dipakai adalah apabila signifikansi t lebih besar dari tingkat
alpha (α) yang ditetapkan, maka variabel independen tersebut tidak berpengaruh
terhadap variabel dependen atau hipotesis yang diajukan tidak didukung oleh data.
Tetapi sebaliknya apabila nilai signifikansi t lebih kecil dari tingkat alpha yang
digunakan maka data mendukung hipotesis penelitian. Bila P value ≤ 0,05 maka
H0 ditolak, perbedaan kenaikan berat badan dan tinggi badan anak sebelum dan
setelah pemberian ekstrak temulawak. Namun sebaliknya bila p value > 0,05
maka H0 gagal ditolak, tidak ada perbedaan signifikan antara kenaikan berat badan
dan tinggi badan anak sebelum dan setelah pemberian ekstrak temulawak.
18
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Sasaran Kegiatan


Sasaran kegiatan pada “Intervensi Kasus Stunting Melalui Program Temu
Penting (Temulawak Pencegah Stunting) Di Puskesmas Bayung Lencir”,
didapatkan dari data dasar balita stunting di Desa Mendis pada bulan Desember
2022 di wilayah kerja Puskesmas Bayung Lencir dengan rincian sebagai berikut :

Tabel 4.1 Data Dasar Balita Stunting di Desa Mendis Pada Bulan Desember 2022
BB/U
No. Nama JK Tgl Lahir Usia BB TB
TB/U
(-2) – (-3) SD
1. An. Ha L 06/01/2021 1 tahun 11 bulan 8,9 73
< -3 SD
< -3 SD
2. An. Mb L 08/11/2020 2 tahun 1 bulan 8,7 79
(-2) – (-3) SD
< -3 SD
3. An. Vm P 29/10/2019 3 tahun 2 bulan 6,8 75
< -3 SD
(-2) – (-3) SD
4. An. Ab L 08/01/2021 1 tahun 11 bulan 8,8 80
(-2) – (-3) SD
(-2) – (-3) SD
5. An. Ar L 23/04/2021 1 tahun 8 bulan 8,8 76
-3 SD
(-2) – (-3) SD
6. An. Ma L 10/06/2021 1 tahun 6 bulan 8,5 76
(-2) – (-3) SD
(-2) – (-3) SD
7. An. Ke P 17/06/2020 2 tahun 6 bulan 9,5 82
(-2) – (-3) SD
< -3 SD
8. An. Wi L 29/08/2019 3 tahun 4 bulan 8,7 85
< -3 SD
-2 SD
9. An. Sr P 27/07/2020 2 tahun 5 bulan 9,9 81
(-2) – (-3) SD

4.2 Hasil Kegiatan


Hasil pengukuran Desember tahun 2022 dilihat dari pencatatan Posyandu
pada bulan tersebut. Kemudian dilakukan pengukuran pada bulan Januari 2023
sebelum pemberian intervensi dan selanjutnya per 2 minggu dilakukan
pengukuran hingga bulan Februari 2023. Hasil pengukuran dicatat dan
20

dimasukkan pada grafik WHO untuk mendapatkan status gizi balita. Berikut data
pengukuran status gizi balita stunting bulan Desember 2022 - Februari 2023.

Tabel 4.2 Status Gizi Balita di Desa Mendis Pengukuran 11 Januari 2023
11 Januari 2023
No. Nama JK Usia BB/U
BB TB
TB/U
(-2) – (-3) SD
1. An. Ha L 1 tahun 12 bulan 9 74
< -3 SD
-3 SD
2. An. Mb L 2 tahun 2 bulan 8,9 79
-3 SD
< -3 SD
3. An. Vm P 3 tahun 3 bulan 7 75
< -3 SD
(-2) – (-3) SD
4. An. Ab L 1 tahun 12 bulan 9 80
(-2) – (-3) SD
(-2) – (-3) SD
5. An. Ar L 1 tahun 9 bulan 9 77
(-2) – (-3) SD
(-0) – (-2) SD
6. An. Ma L 1 tahun 7 bulan 8,8 76
(-2) – (-3) SD
(-2) – (-3) SD
7. An. Ke P 2 tahun 7 bulan 9,6 83
(-2) – (-3) SD
< -3 SD
8. An. Wi L 3 tahun 5 bulan 9,1 86
< -3 SD
-2 SD
9. An. Sr P 2 tahun 6 bulan 10 81
(-2) – (-3) SD

Tabel 4.3 Status Gizi Balita di Desa Mendis Setelah Intervensi


26 Januari 2023 7 Februari 2023

No. Nama JK BB/U BB/U


BB TB BB TB
TB/U TB/U
(-2) – (-3) SD (-2) – (-3) SD
1. An. Ha L 9,6 74 9,4 75
< -3 SD < -3 SD

(-2) – (-3) SD (-2) – (-3) SD


2. An. Mb L 9,6 79 9,2 80
-3 SD -3 SD

3. An. Vm P 7,4 75 < -3 SD 7,6 75 < -3 SD


21

< -3 SD < -3 SD
(-2) – (-3) SD (-2) – (-3) SD
4. An. Ab L 9,2 80 9,5 81
(-2) – (-3) SD (-2) – (-3) SD
(-2) – (-3) SD (-2) – (-3) SD
5. An. Ar L 9,4 77 9,2 77
-3 SD -3 SD
(-0) – (-2) SD (-0) – (-2) SD
6. An. Ma L 9,6 76 9,6 77
(-2) – (-3) SD (-2) – (-3) SD
(-2) – (-3) SD (-2) – (-3) SD
7. An. Ke P 10,2 83 10 83
(-2) – (-3) SD (-2) – (-3) SD
< -3 SD < -3 SD
8. An. Wi L 9,2 86 9,5 86
< -3 SD < -3 SD
-2 SD -2 SD
9. An. Sr P 10,5 81 10,1 82
(-2) – (-3) SD (-2) – (-3) SD

Kepada 9 balita tersebut diberikan ekstrak temulawak per hari selama 1


bulan dan dipantau pertumbuhannya per 2 minggu dengan hasil sebagai berikut :

Berat Badan
12

10

0
An. Ha An. Mb An. Vm An. Ab An. Ar An. Ma An. Ke An. Wi An. Sr

Desember Januari Februari

Gambar 4.1 Diagram Kenaikan Berat Badan Balita di Desa Mendis


22

Tinggi Badan
90

85

80

75

70

65
An. Ha An. Mb An. Vm An. Ab An. Ar An. Ma An. Ke An. Wi An. Sr

Desember Januari Februari

Gambar 4.2 Diagram Kenaikan Tinggi Badan Balita di Desa Mendis

Tabel 4.4 Kenaikan Berat Badan Balita di Desa Mendis Sebelum dan Setelah
Intervensi
No. Nama Sebelum Intervensi Setelah Intervensi
1. An. Ha 0,1 0,4
2. An. Mb 0,2 0,3
3. An. Vm 0,2 0,6
4. An. Ab 0,2 0,5
5. An. Ar 0,2 0,2
6. An. Ma 0,3 0,8
7. An. Ke 0,1 0,4
8. An. Wi 0,3 0,4
9. An. Sr 0,1 0,1
23

Tabel 4.5 Kenaikan Tinggi Badan Balita di Desa Mendis Sebelum dan Setelah
Intervensi
No. Nama Sebelum Intervensi Setelah Intervensi
1. An. Ha 1 1
2. An. Mb 0 1
3. An. Vm 0 0
4. An. Ab 0 1
5. An. Ar 1 0
6. An. Ma 0 1
7. An. Ke 1 0
8. An. Wi 1 0
9. An. Sr 0 1

4.3 Pengolahan Data


Sebelum dilakukan Uji Dependent t test untuk melihat secara statistik
apakah terdapat perbedaan bermakna antara kenaikan berat badan dan tinggi
badan sebelum intervensi dan setelah intervensi, data tersebut terlebih dahulu
dilakukan Uji Normalitas untuk melihat apakah data terdistribusi normal atau
tidak karena syarat mutlak dilakukan Uji Dependent t test adalah data harus
terdistribusi normal.
Berikut hasil Uji Normalitas data perbedaan rata-rata kenaikan berat badan
balita antara sebelum pemberian ekstrak temulawak dan setelah pemberian ekstrak
temulawak :

Tabel 4.6 Uji Normalitas data perbedaan rata-rata kenaikan berat badan balita
antara sebelum pemberian ekstrak temulawak dan setelah pemberian ekstrak
temulawak
Shapiro-Wilk
Intervensi
Statistic df Sig.
Sebelum 0,838 9 0,055
Setelah 0,969 9 0,885

Keterangan:
sig < 0,05  data penelitian tidak terdistribusi normal
sig > 0,05  data penelitian terdistribusi normal
24

Hasil Uji Normalitas pada tabel 4.6 diatas menunjukkan bahwa nilai sig.
data sebelum intervensi adalah sebesar 0,055 sedangkan nilai sig. data setelah
intervensi adalah sebesar 0,885. Dapat disimpulkan bahwa data perbedaan rata-
rata kenaikan berat badan balita antara sebelum pemberian ekstrak temulawak
dan setelah pemberian ekstrak temulawak adalah terdistribusi normal (p > 0,05).
Selanjutnya untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan bermakna rata-
rata kenaikan berat badan balita antara sebelum pemberian ekstrak temulawak dan
setelah pemberian ekstrak temulawak secara uji statistik dilakukan Uji Dependent
t test dengan hasil sebagai berikut :

Tabel 4.7 Hasil Uji Dependent t test perbedaan rata-rata kenaikan berat badan
balita antara sebelum pemberian ekstrak temulawak dan setelah pemberian ekstrak
temulawak

Mean t df Sig.
Sebelum
Intervensi –
-2,22222 -3,730 8 0,006
Setelah
Intervensi

Keterangan:
sig < 0,05  terdapat perbedaan signifikan
sig > 0,05  tidak terdapat perbedaan signifikan

Nilai p value ditunjukkan oleh nilai Sig. pada tabel 4.7 Nilai p value <
0,05 maka keputusan hipotesis adalah menerima H 1 dan menolak H0 atau yang
berarti terdapat perbedaan signifikan kenaikan berat badan sebelum dan setelah
pemberian ekstrak temulawak.
Berikut hasil Uji Normalitas data perbedaan rata-rata kenaikan tinggi
badan balita antara sebelum pemberian ekstrak temulawak dan setelah pemberian
ekstrak temulawak :

Tabel 4.8 Uji Normalitas data perbedaan rata-rata kenaikan tinggi badan balita
antara sebelum pemberian ekstrak temulawak dan setelah pemberian ekstrak
temulawak
Shapiro-Wilk
Intervensi
Statistic df Sig.
Sebelum 0,655 9 0,000
Setelah 0,655 9 0,000
25

Keterangan:
sig < 0,05  data penelitian tidak terdistribusi normal
sig > 0,05  data penelitian terdistribusi normal
Hasil Uji Normalitas pada tabel 4.8 diatas menunjukkan bahwa nilai sig.
data sebelum intervensi adalah sebesar 0,000 sedangkan nilai sig. data setelah
intervensi adalah sebesar 0,000. Dapat disimpulkan bahwa data perbedaan rata-
rata kenaikan tinggi badan balita antara sebelum pemberian ekstrak temulawak
dan setelah pemberian ekstrak temulawak adalah tidak terdistribusi normal (p >
0,05).
Oleh karena data tidak terdistribusi normal, maka untuk mengetahui
apakah terdapat perbedaan bermakna rata-rata kenaikan tinggi badan balita antara
sebelum pemberian ekstrak temulawak dan setelah pemberian ekstrak temulawak
secara uji statistik dilakukan uji alternatif lain, yaitu Uji Wilcoxon dengan hasil
sebagai berikut :

Tabel 4.9 Hasil Uji Wilcoxon perbedaan rata-rata kenaikan tinggi badan balita
antara sebelum pemberian ekstrak temulawak dan setelah pemberian ekstrak
temulawak

Sebelum Intervensi dan


Setelah Intervensi
Z -3,78b
Asymp. Sig. (2-tailed) 0,705

Keterangan:
sig < 0,05  terdapat perbedaan signifikan
sig > 0,05  tidak terdapat perbedaan signifikan

Nilai p value ditunjukkan oleh nilai Sig. pada tabel 4.9 Nilai p value >
0,05 maka keputusan hipotesis adalah menerima H 0 dan menolak H1 atau yang
berarti tidak terdapat perbedaan signifikan kenaikan tinggi badan sebelum dan
setelah pemberian ekstrak temulawak.

4.4 Pembahasan
Seluruh balita stunting yang terjaring rutin datang ke Posyandu untuk
mengikuti kegiatan rutin yang diadakan oleh petugas di desa tiap bulannya.
Peneliti melakukan pencatatan pengukuran 1 bulan sebelum intervensi yaitu
26

pengukuran bulan Desember 2022. Kemudian peneliti mengikuti Posyandu bulan


Januari 2023 yang diadakan pada tanggal 11 Januari 2023, lalu melakukan
briefing singkat kepada orangtua maksud dan tujuan dilakukannya intervensi ini
serta membagikan ekstrak temulawak kepada masing-masing orangtua yang
anaknya terjaring kedalam balita stunting.
Ekstrak temulawak memiliki rasa agak pahit sehingga kurang disukai oleh
anak-anak. Namun, petugas menganjurkan agar orangtua para balita berinovasi
dengan mencampurkan ekstrak pada makanan atau minuman lain untuk
menyamarkan rasa. Beberapa orangtua balita memberikan feedback positif yaitu
nafsu makan anak yang meningkat dan setelah kegiatan berakhir di bulan Februari
masih ada orangtua balita yang meminta diberikan ekstrak temulawak lagi.
Berat badan menjadi ukuran antropometri yang terpenting pada balita,
sebagai indikator terbaik untuk mengetahui keadaan gizi dan tumbuh
kembangnya. Temulawak mengandung zat kurkumin dan kurkuminoid yang
memiliki efek farmakologi, memulihkan kesehatan, meningkatkan daya tahan
tubuh, dan dapat meningkatkan nafsu makan. Sehingga, pemberian temulawak
secara tidak langsung dapat meningkatkan berat badan anak karena anak jadi lebih
mudah untuk makan.
Kasus stunting disebabkan oleh multifaktorial yang terjadi saat prenatal
dan postnatal. Penyakit ini membutuhkan terapi karena dapat memiliki dampak
jangka pendek berupa peningkatan angka morbiditas dan mortalitas, penurunan
perkembangan kognitif, motorik, dan bahasa, serta dapat meningkatkan
pengeluaran untuk pengobatan anak yang sakit.
Penurunan nafsu makan pada anak sering disebabkan oleh bentuk
makanan yang kurang menarik, rasa makanan yang kurang cocok, dan anak sudah
kenyang dengan makanan ringan lain yang kurang bergizi. Selain itu, anak
terutama usia 1 - 3 tahun mulai aktif dan lebih banyak menghabiskan waktu untuk
bermain dan beraktivitas. Terutama apabila orangtua balita kurang berinovasi
terhadap makanan dan minuman anaknya, serta kurang telaten dan tidak mau
meluangkan waktu untuk menemani makan anaknya. Hal ini dapat menyebabkan
balita mengalami kekurangan gizi.
27

4.5 Keterbatasan Penelitian


Penelitian ini dilakukan hanya dalam waktu 1 bulan, sehingga untuk
mengukur kenaikan tinggi badan tidak cukup akurat hanya dengan waktu yang
singkat. Untuk itu perlu dilakukan penelitian yang sama dengan rentang waktu
yang panjang agar kenaikan tinggi badan dapat dilihat dan dilakukan
perbandingan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Dari 9 balita stunting yang diberikan ekstrak temulawak, terdapat 9
balita yang mengalami peningkatan pertumbuhan berat badan yang
signifikan dalam 1 bulan pengukuran.
2. Ekstrak temulawak dapat membantu meningkatkan pertumbuhan berat
badan pada balita.

5.2 Saran
1. Program ini baik untuk dilanjutkan akan tetapi dengan masa
pengamatan yang lebih panjang agar peningkatan pertumbuhan berat
badan dan tinggi badannya lebih berarti.
2. Pemberian ekstrak temulawak disertai pemberian makanan tambahan
makanan pada balita stunting akan jauh lebih efektif meningkatkan
pertumbuhan berat badan dan tinggi badan balita.
3. Dilakukan modifikasi terhadap ekstrak temulawak menjadi makanan
yang memiliki rasa dan bentuk yang jauh lebih menarik untuk anak,
agar anak mau mengkonsumsi ekstrak temulawak ini.
DAFTAR PUSTAKA

1. UNICEF. Improving child nutrition, the achievable imperative for global


progress. New York: New York: United Nations Children's Fund, 2018.
2. Kemenkes RI. Pedoman strategi komunikasi perubahan perilaku dalam
percepatan pencegahan stunting di Indonesia. Jakarta. Direktorat Jenderal
Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan. 2018
3. IDAI. 2017. Perawatan Pendek pada Anak dan Remaja di Indonesia.
Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia
4. Hewlings SJ, Douglas Kalman. Curcumin: A Review of Its’ Effects on
Human Health. Foods. 6(10): p1-11.
5. Khamidah A, Antarlina SS & Tri Sudaryono. Ragam Produk Olahan
Temulawak untuk Mendukung Keanekaragaman Pangan. Jurnal Litbang
Pertanian. 36(1): p1-12
6. Dicky A, Apriliana E. Efek Pemberian Ekstrak Temulawak (Curcuma
xanthorhiza roxb) terhadap Daya Hambat Pertumbuhan Staphylococcus
aureus Dan Escherichia coli secara in vitro. JK Unila: Bagian
Mikrobiologi Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
2016
7. Farida Y, Rahmat D, Widia Amanda A. Uji Aktifitas Antiinflamasi
Nanopartikel Ekstrak Etanol Rimpang Temulawak (Curcuma xantorhiza
roxb) dengan Metode Penghambatan Denaturasi Protein. Jakarta Selatan:
Fakultas Farmasi Universitas Pancasila Jakarta. 2018
8. Amini, A. Hubungan Kunjungan Antenatal Care (ANC) dengan Kejadian
Stunting Pada Balita Usia 12-59 Bulan di Kabupaten Lombok Utara
Provinsi NTB Tahun 2016. Program Studi Magister Program Pasca
Sarjana Universitas Aisyiyah. 2016
9. Gladys, Apriluana dan Sandra, Fikawati. Analisis Faktor-Faktor Risiko
terhadap Kejadian Stunting pada Balita (0-59 Bulan) di Negara
Berkembang dan Asi Tenggara. Depo, Jawa Barat, Indonesia: Departemen
Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. 2018
10. Melani N, Nurwahyuni A. Analisis Faktor yang Berhubungan dengan
30

Demand atas Pemanfaatan Penolong Persalinan di Provinsi Banten:


Analisis Data Susenas 2019. J Inov Penelitian. 2022;(2)10:3175-3184
11. Lestari, AE. Nurrohmah, A. Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Kehamilan
Resiko Tinggi di Wilayah Kerja Puskesmas Cepogo Kabupaten Boyolali.
Borobudur Nursing Review. 2021:(1)1;36-42
31
32
33
34
35
36
37
38
39
DOKUMENTASI PENELITIAN

40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Sebelum Intervensi .223 9 .200
*
.838 9 .055
Setelah Intervensi .188 9 .200
*
.969 9 .885
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction

Paired Samples Statistics


Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
51
Pair 1 Sebelum Intervensi 1.8889 9 .78174 .26058
Setelah Intervensi 4.1111 9 2.08833 .69611
Paired Samples Test
Paired Differences
95% Confidence Interval of the
Difference
Mean Std. Deviation Std. Error Mean Lower Upper t df
m Intervensi - Setelah -2.22222 1.78730 .59577 -3.59606 -.84838 -3.730 8
nsi

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Sebelum Intervensi .356 9 .002 .655 9 .000
Setelah Intervensi .356 9 .002 .655 9 .000
a. Lilliefors Significance Correction

Test Statisticsa
Setelah
Intervensi -
Sebelum
Intervensi
Z -.378b
Asymp. Sig. (2-tailed) .705
a. Wilcoxon Signed Ranks Test
b. Based on negative ranks.

52
53

Anda mungkin juga menyukai