Pembimbing:
dr. Nurwati
Disusun Oleh:
dr. Muh. Ilham Raymana Amiruddin
Disusun Oleh :
dr. Muh. Ilham Raymana Amiruddin
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Program
Internsip Dokter Indonesia di Puskesmas Amparita, Sidenreng Rappang periode 12
Oktober 2020 – 12 Februari 2021
Mengetahui,
Pembimbing,
dr. Nurwati
i
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan
hidayah–Nyalah penulis dapat menyelesaikan Mini Project ini dalam rangka
memenuhi persyaratan dalam program Internsip di Kabupaten Sidenreng Rappang
mengenai Karakteristik pasien trauma di IGD Puskesmas Amparita Oktober-
Desember 2020.
Dalam penyusunan tugas dan materi ini, tidak sedikit hambatan yang dihadapi.
Namun, penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain
berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan semua pihak sehingga kendala-kendala
yang penulis hadapi dapat teratasi. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Andi Palla, S. Kep, NS,, M.
Kes, sebagai Kepala Puskesmas, serta dr. Nurwati sebagai dokter pembimbing dalam
pembuatan Mini Project ini. Dan tidak lupa kami ucapakan terima kasih kepada
seluruh staff yang ada di Puskesmas Amparita .
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan Mini Project ini masih terdapat
banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis terbuka terhadap kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak. Semoga Mini Project ini dapat bermanfaat dan
membantu teman sejawat.
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Masih minimnya data tentang karakterisrik pasien trauma akibat KLL serta
pentingnya data ini untuk menjadi bahan informasi dan evaluasi dari berbagai pihak
mendasari peneliti untuk melakukan penelitian terkait karakteristik pasien trauma di
IGD Puskesmas Amparita Oktober- Desember 2021.
Dari latar belakang yang tersebut diatas, maka rumusan masalah pada
penelitian ini adalah bagaimana karakteristik pasien trauma di IGD Puskesmas
Amparita Oktober- Desember 2021?
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Trauma
Trauma adalah penyebab paling umum kematian pada orang usia 16-44
tahun di seluruh dunia (WHO, 2004). Proporsi terbesar dari kematian (1,2
juta pertahun) kecelakaan di jalan raya. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
memprediksi bahwa pada tahun 2020, cedera lalu lintas menduduki peringkat
ketiga dalam penyebab kematian dini dan kecacatan (Peden, 2004).
2.2. Kecelakaan
Kecelakaan lalu lintas merupakan masalah kesehatan diseluruh dunia,
khususnya di negara berkembang. Kecelakaan lalu lintas bisa dialami oleh
siapa saja, kapan saja dan dimana saja. Badan kesehatan dunia mencacat di
tahun 2011 terdapat lebih dari 5,6 juta orang meninggal dikarenakan insiden
kecelakan dan sekitar 1,3 juta orang mengalami kecacatan fisik. Salah satu
insiden kecelakan yang memiliki prevalensi cukup tinggi yaitu insiden fraktur
ekstrimitas bawah sekitar 40% dari insiden kecelakaan yang terjadi.
Kecelakaan lalu lintas bisa mengakibatkan kerusakan fisik hingga kematian.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) tahun 2013
didapatkan bahwa dari jumlah kecelakaan yang terjadi, terdapat 5,8% korban
cedera atau sekitar delapan juta orang mengalami fraktur dengan jenis fraktur
yang paling banyak terjadi yaitu fraktur pada bagian ekstremitas bawah
sebesar 65,2% dan ekstremitas atas sebesar 36,9%.
Fraktur di Indonesia menjadi penyebab kematian terbanyak ketiga
dibawah penyakit jantung koroner dan tuberculosis. Berdasarkan hasil riset
kesehatan dasar (riskesdas) tahun 2013 didapatkan bahwa angka kejadian
cidera mengalami peningkatan dibandingkan dari hasil pada tahun 2007.
Kasus fraktur yang disebabkan oleh cedera antara lain karena terjatuh,
3
kecelakaan lalu lintas dan trauma benda tajam atau tumpul. Kecendrungan
prevalensi cedera menunjukkan kenaikan dari 7,5% pada tahun 2007 menjadi
8,2% pada tahun 2013 (kemenkes RI, 2013). Peristiwa terjatuh terjadi
sebanyak 45.987 dan yang mengalami fraktur sebanyak 1.775 orang (58%)
turun menjadi 40,9%, dari 20.829, kasus kecelakaan lalu lintas yang
mengalami fraktur sebanyak 1.770 orang (25,9%) meningkat menjadi 47,7%
dari 14.125 trauma benda tajam atau tumpul yang mengalami fraktur
sebanyak 236 orang (20,6%) turun menjadi 7,3%. Fraktur yang sering terjadi
yaitu fraktur femur. Fraktur femur adalah hilangnya kontinuitas tulang paha,
kondisi fraktur femur secara klinis bisa berupa fraktur femur terbuka yang
disertai adanya kerusakan jaringan lunak dan fraktur femur tertutup yang
dapat disebabkan oleh trauma langsung pada paha (Helmi, 2014).
Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 juga menyebutkan bahwa
kejadian kecelakaan di Provinsi Bali yaitu 8,6% karena cedera, 43,3% karena
sepeda motor, 5,8% karena transport lain, 37,7% karena jatuh, 8,7 % karena
benda tumpul/tajam. Kejadian fraktur di provinsi Bali cukup tinggi. Data
registrasi Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Bali tahun 2011, di dapatkan
data fraktur sebanyak 3.065 kasus (8,9%) dari seluruh penyakit yang dirawat
di Rumah Sakit di Bali
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di Ruang
Bima RSUD Sanjiwani Gianyar tahun 2019, didapatkan data jumlah
penderita fraktur satu tahun terakhir yaitu pada bulan Maret 2018 sampai
dengan Maret 2019 berjumlah rata-rata 33 orang.
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik (Rendy & Margareth., 2012). Trauma yang disebabkan tulang
patah dapat berupa trauma langsung, misalnya yaitu benturan pada lengan
bawah yang bisa menyebabkan patah tulang radius dan ulna, dan dapat juga
berupa trauma tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang
dapat menyebabkan tulang klavikula atau radius distal patah atau fraktur.
Akibat daripada trauma pada tulang yaitu bergantung pada jenis trauma,
kekuatan dan arahnya. Trauma tajam yang secara langsung atau trauma
4
tumpul yang kuat bisa menyebabkan patah tulang dengan luka terbuka sampai
ke tulang yaitu disebut patah tulang terbuka. Patah tulang di dekat sendi atau
mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang yang disebut fraktur
dislokasi (Sjamsuhidayat & Jong., 2011). Fraktur dapat mengakibatkan nyeri
yaitu nyeri akut dan nyeri kronis.
2.3. Instalasi Gawat Darurat
Gawat Darurat adalah keadaan klinis yang membutuhkan tindakan medis
segera untuk penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan (Permenkes RI
No. 47 tahun 2018).
Pelayanan kegawat daruratan adalah tindakan medis yang dibutuhkan
oleh pasien gawat darurat dalam waktu segera untuk menyelamatkan nyawa
dan pencegahan kecacatan (Permenkes RI No. 47 tahun 2018). Fasilitas
Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif,
kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah pusat,
pemerintah daerah, dan/atau masyarakat (Permenkes RI No. 47 tahun 2018).
IGD adalah salah satu unit pelayanan di Rumah Sakit yang menyediakan
penanganan awal (bagi pasien yang datang langsung ke rumah sakit)/lanjutan
(bagi pasien rujukan dari fasilitas pelayanan kesehatan lain), menderita sakit
ataupun cedera yang dapat mengancam kelangsungan hidupnya (Permenkes
RI No. 47 tahun 2018). IGD berfungsi menerima, menstabilkan dan mengatur
Pasien yang membutuhkan penanganan kegawatdaruratan segera, baik dalam
kondisi sehari-hari maupun bencana (Permenkes RI No. 47 tahun 2018). IGD
berfungsi menerima, menstabilkan dan mengatur pasien yang membutuhkan
penanganan kegawatdaruratan segera, baik dalam kondisi sehari - hari
maupun bencana (Permenkes RI No. 47 tahun 2018). Secara garis besar
kegiatan di IGD rumah sakit dan menjadi tanggung jawab IGD secara umum
terdiri dari:
1) Menyelenggarakan pelayanan kegawatdaruratan yang bertujuan
menangani kondisi akut atau menyelamatkan nyawa dan/atau kecacatan
pasien.
5
2) Menerima pasien rujukan yang memerlukan penanganan
lanjutan/definitif dari fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.
IGD rumah sakit harus dikelola dan diintegrasikan dengan instalasi/unit
lainnya di dalam sumah sakit. Kriteria umum IGD rumah sakit (Permenkes RI
No. 47 tahun 2018) :
1) Dokter/dokter gigi sebagai kepala IGD rumah sakit disesuaikan
dengan kategori penanganan.
2) Dokter/dokter gigi penanggungjawab pelayanan kegawatdaruratan
ditetapkan oleh kepala/direktur rumah sakit.
3) Perawat sebagai penanggung jawab pelayanan keperawatan
kegawatdaruratan.
4) Semua dokter, dokter gigi, tenaga kesehatan lain, dan tenaga
nonkesehatan mampu melakukan teknik pertolongan hidup dasar (Basic Life
Support).
5) Memiliki program penanggulangan pasien massal, bencana (disaster
plan) terhadap kejadian di dalam rumah sakit maupun di luar rumah sakit.
6) Jumlah dan jenis serta kualifikasi tenaga di IGD rumah sakit sesuai
dengan kebutuhan pelayanan.
6
BAB III
METODE PENELITIAN
7
2.5 Definisi Operasional
Tabel berikut ini akan diuraikan variabel penelitian dalam bentuk definisi
operasional.
Cara Ukur:
a. Pengetahuan
Pengetahuan responden diukur melalui 10 pertanyaan, sehingga skor
total adalah 10. Selanjutnya dikategorikan atas baik, cukup, dan kurang
dengan definisi sebagai berikut:
1. Baik, apabila ≥ 75% responden memiliki pengetahuan tentang
hipertensi dengan nilai jawaban 8.
2. Cukup, apabila 56% - 74% responden memiliki jawaban dengan nilai
7–6.
3. Kurang, apabila < 55% responden memiliki jawaban dengan nilai < 6.
b. Sikap
Sikap responden diukur melalui 10 pertanyaan, sehingga skor total
adalah 10. Selanjutnya dikategorikan atas baik, cukup, dan kurang dengan
definisi sebagai berikut:
8
1. Baik, apabila ≥ 75% responden memiliki sikap tentang hipertensi dengan
nilai jawaban 8.
2. Cukup, apabila 56% - 74% responden memiliki jawaban dengan nilai 7 –
6.
3. Kurang, apabila < 55% responden memiliki jawaban dengan nilai < 6.
9
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan disajikan hasil penelitian dan pembahasan tentang gambaran
tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap hipertensi di wilayah kerja
Puskesmas Anggrek pada bulan september – oktober tahun 2020. Hasil penelitian ini
disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
10
membiayai dan masyarakat selaku objek, untuk ikut berperan dalam
meningkatkan derajat kesehatannya.
1. Data Peta Wilayah Kerja
11
3. Data Tenaga Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Anggrek
12
3 Tolongio 30 26 86
4 Motilango 33 24 72
5 Langge 21 17 80
6 Ilodulunga 12 10 83
7 Popalo 22 19 86
8 Putiana 30 26 86
9 Hiyalooyile 20 16 80
Jumlah 213 177 83,1%
Karakteristik Responden
Keterangan Jumlah (n) Persen (%)
Usia
< 51 45 46,9
≥ 51 51 53,1
Jenis Kelamin
Laki-laki 21 21,9
Perempuan 75 78,1
Pendidikan Terakhir
Tidak Tamat SD 25 26
SD 29 30,2
SMP 21 21,9
SMA 13 13,5
Perguruan Tinggi 8 8,3
Total 96 100
Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik Responden
Karakteristik responden penelitian ini yang memiliki usia < 51 tahun ada
45 orang responden dengan persentase 46,9% dan yang memiliki usia ≥ 51
tahun ada 51 orang responden dengan persentase 53,1%. Responden dengan
jenis kelamin laki-laki ada 21 orang responden dengan persentase 21,9% dan
jenis kelamin perempuan ada 75 orang responden dengan persentase 78,1%.
Responden dengan pendidikan terakhir tidak tamat SD ada 25 orang
responden dengan persentase 26%, dengan pendidikan terakhir SD ada 29
orang dengan persentase 30,2%, dengan pendidikan terakhir SMP ada 21
13
orang dengan persentase 21,9%, dengan pendidikan terakhir SMA ada 13
orang dengan persentase 13,5%, dan dengan pendidikan terakhir perguruan
tinggi ada 8 orang dengan persentase 8,3%.
Hasil tingkat pengetahuan dapat dilihat pada tabel 4.2 dibawah ini.
Hasil tingkat sikap dapat dilihat pada tabel 4.3 dibawah ini.
14
Berdasarkan tabel diatas, kategori tingkat sikap responden dengan
kategori baik ada 20 orang responden dengan persentase 20,8%, dengan
kategori cukup ada 34 orang responden dengan persentase 35,4%, dan
dengan kategori kurang ada 42 orang responden dengan persentase 43,8%.
3.3 Pembahasan
a) Pengetahuan
b) Sikap
15
bahwa 66% responden memiliki kategori tingkat sikap kurang tentang
hipertensi.
Sikap seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pengalaman
pribadi, pengaruh orang lain, dan media massa. Sikap responden mengenai
hipertensi sejalan dengan pengetahuan, pendidikan, dan usia. Adanya
pengetahuan yang kurang tentang penyakit hipertensi dan kurangnya
kesadaran atau kemauan responden untuk berperilaku hidup sehat, sehingga
membentuk sikap yang kurang terhadap penyakit hipertensi.
16
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Dari data yang berhasil dikumpulkan dalam penelitian ini telah
diperoleh gambaran tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat tentang
hipertensi di wilayah Kerja Puskesmas Anggrek bulan September – Oktober
tahun 2020 sebagai berikut:
1. Pengetahuan masyarakat tentang penyakit hipertensi secara umum kurang
baik sejumlah 49 responden dengan persentase 51%.
2. Sikap masyarakat tentang penyakit hipertensi secara umum kurang baik
sejumlah 42 responden dengan persentase 43,8%.
4.2 Saran
1. Untuk Masyarakat
Agar lebih meningkatkan pengetahuan tentang penyakit hipertensi
dengan mengikuti penyuluhan kesehatan yang diberikan oleh petugas
kesehatan terdekat agar dapat terhindar dari penyakit hipertensi secara dini.
2. Untuk Petugas Kesehatan
Diharapkan bagi petugas kesehatan agar dapat lebih meningkatkan
sosialisasi tentang penyakit tekanan darah tinggi dan memberikan
penyuluhan tentang upaya mencegah penyakit hipertensi secara dini dan
tindakan apa saja yang harus dilakukan jika tekanan darah meningkat serta
menjelaskan pentingnya memeriksakan tekanan darah secara teratur ke
pelayanan kesehatan terdekat.
17
3. Untuk Penderita Hipertensi
Agar lebih rajin dalam memeriksakan tekanan darahnya ke pelayanan
kesehatan terdekat atau rumah sakit serta mengikuti kegiatan yang
berkaitan dengan kesehatan untuk mencegah komplikasi penyakit
hipertensi serta dapat termotivasi untuk menghindari hal-hal yang dapat
memperberat penyakit hipertensi, misalnya menghindari makanan yang
mengandung lemak seperti gorengan, daging kambing, santan, mengurangi
konsumsi garam dapur, minuman yang mengandung kafein, alcohol,
merokok, malas berolahraga, serta menjauhi stress.
18
DAFTAR PUSTAKA
19
11. Bowman ST et al. Clinical Research Hypertension. A Prospective Study of
Cigarette Smokey And Risk of Inciden Hypertension In Bringham And
Women Hospital Massachucetts, 2007.
12. Cahyono, Suharjo. 2008. Gaya Hidup dan Penyakit Modern. Jakarta :
Kanisius.
13. Price, Wilson. 2006. Patofisiologi Volume 2. Jakarta: EGC
14. Gray, Huon. 2005. Kardiologi Edisi IV. Jakarta: Erlangga.
15. Depkes 2006. Pedoman Teknis Penemuan dan Tata Laksana Penyakit
Hipertensi. Jakarta: Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular Depkes
RI.
16. Hoeymans N, Smit HA, Verkleij H, Kromhout D. Cardiovascular Risk
Factors in Netherlands. Eur Heart , 1999.p 520.
17. Susalit E, Kapojos EJ, Lubis HR. Hipertensi Primer Dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, Edisi III, Jilid II, Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
18. Ridjab DA. Pengaruh Aktifitas Fisik Terhadap Tekanan Darah. Majalah
Kedokteran Atmajaya, Volume 4, Nomor 2 2005. hal.73.
19. Almatser, S. 2005. Penuntun Diit Instaalsi Gizi Perjan RSCM. Jakarta:PT
Gramedia Pustaka Utama
20. Notoatmojo S. 2005. Promosi Kesehatan, Teori dan Aplikasi. Jakarta: Rineka
Cipta.
21.
20
LAMPIRAN
21
2. Grafik Hasil Pengolahan Data
22
23
24
3. Kuesioner
KUESIONER PENELITIAN
A. Karakteristik Responden
Nama (inisial) : .........................................................................................
Umur : .........................................................................................
Jenis Kelamin : .........................................................................................
Tingkat Pendidikan: Tidak tamat SD
SD
SMP
SMA
Perguruan tinggi
B. Keluarga yang selama ini merawat:
Suami :
Istri :
Anak :
Ayah/Ibu :
Yang lain sebutkan .......................................................
25
Pengetahuan dan Sikap
No Pernyataan Benar Salah
1 Hipertensi/darah tinggi adalah penyakit
meningkatnya tekanan darah
2 Tekanan darah normal adalah 120/80 mmHg
3 Semakin tua kita, tekanan darah semakin
meningkat
4 Hipertensi/darah tinggi merupakan penyakit yang
bisa disembuhkan
5 Tekanan darah dapat berubah-ubah sesuai dengan
aktivitas yang dilakukan.
6 Hipertensi/ darah tinggi dapat diturunkan dari
orang tua ke anak.
7 Olahraga dapat meningkatkan metabolism tubuh
dan memperlancar perdarahan sehingga tidak baik
untuk jantung
8 Latihan fisik yang berat tidak dapat meningkatkan
tekanan darah
9 Olah raga teratur, diit rendah garam merupakan hal
cara mencegah komplikasi hipertensi
10 Merokok hanya merusak paru-paru tidak merusak
jantung
11 Pola makan rendah lemak baik untuk mengontrol
tekanan darah
12 Penggunaan garam berlebih tidak berpengaruh
pada tekanan darah
13 Kelebihan berat badan dapat meningkatkan resiko
hipertensi/ darah tinggi.
14 Hipertensi akan sembuh jika minum obat dengan
rutin
15 Hipertensi merupakan penyakit yang bahaya
apabila tidak dikontrol
16 Hipertensi/ darah tinggi dapat dikontrol
26
18 Kurang istirahat dan banyak beban pikian dapat
menyebabkan tekanan darah meningkat
19 Jika istirahat cukup tetapi masih pusing, teruskan saja
minum obat anti hipertensi tidak perlu ke puskesmas
20 Penderita hipertensi sebaiknya memeriksakan tekanan
darah
secara teratur tiap bulan dan mengontrol pola makan
27