Anda di halaman 1dari 27

MINI PROJECT

GAMBARAN SIKAP TERHADAP KESEHATAN


REPRODUKSI REMAJA PADA SISWA-SISWI SMA NEGERI 1
PUPUAN

Oleh:
dr. Made Ayu Mutiara Dewi, S.Ked

Pendamping:
dr. Ni Kade Pariasih, S.Ked

DALAM RANGKA MENJALANI

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA (PIDI)

ANGKATAN KE III TAHUN 2019

PUSKESMAS PUPUAN I

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas
karunia-Nya, Laporan Mini Project “Gambaran Sikap Terhadap Kesehatan
Reproduksi Remaja Pada Siswa-siswi SMA Negeri 1 Pupuan” ini dapat
diselesaikan. Laporan Mini Project ini disusun dalam rangka mengikuti Program
Internsip Dokter Indonesia (PIDI) Angkatan Ke III Tahun 2019 Puskesmas
Pupuan I.
Semua tahapan laporan mini project dapat diselesaikan dengan sebaik-
baiknya berkat dukungan berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. dr. Ni Kade Pariasih, S.Ked selaku dokter pendamping, atas segala
nasehat, bimbingan, dan masukannya untuk menyelesaikan laporan mini
project ini.
2. dr. Ida Bagus Surya Wira Andi, S.Ked selaku Kepala Puskesmas Pupuan I
atas bantuannya dalam kelancaran tugas-tugas kami di Puskesmas.
3. Seluruh pihak dari Puskesmas Pupuan satu dan SMA Negeri 1 Pupuan
yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu, atas segala informasi
dan kerja sama terkait dengan pelaksanaan penyusunan laporan ini.
Diharapkan hasil laporan ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca
dan dapat menjadi Karena terbatasnya pengetahuan yang dimiliki penulis, maka
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun, dari semua pihak demi
perbaikan dari laporan ini. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih.

Pupuan, Januari 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul..........................................................................................................i

Kata Pengantar.........................................................................................................ii

Daftar Isi.................................................................................................................iii

Daftar Tabel.............................................................................................................v

Daftar Gambar........................................................................................................vi

Bab I Pendahuluan...................................................................................................7

1.1 Latar Belakang......................................................................................7

1.2 Rumusan Masalah...............................................................................11

1.3 Tujuan Penelitian................................................................................11

1.4 Manfaat Penelitian..............................................................................11

Bab II Tinjauan Pustaka.........................................................................................13

2.1 Remaja.................................................................................................13

2.2 Kesehatan Reproduksi.........................................................................18

Bab III Kerangka Berpikir dan Kerangka Konsep.................................................26

3.1 Kerangka Berpikir...............................................................................26

3.2 Kerangka Konsep................................................................................27

Bab IV Metode Penelitian......................................................................................28

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian..............................................................28

4.2 Rancangan Penelitian..........................................................................28

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian..........................................................28

4.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel......................30

4.5 Instrumen Pengumpul Data.................................................................31

4.6 Pengolahan dan Analisis Data.............................................................31

iii
4.7 Alur Penelitian....................................................................................32

Bab V Hasil dan Pembahasan................................................................................33

5.1 Hasil Penelitian...................................................................................33

5.2 Pembahasan.........................................................................................38

5.3 Implikasi Hasil Penelitian Terhadap Program Puskesmas..................42

5.4 Keterbatasan Penelitian.......................................................................42

Bab VI Kesimpulan dan Saran...............................................................................44

6.1 Kesimpulan.........................................................................................44

6.2 Saran....................................................................................................44

Daftar Pustaka........................................................................................................46

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 5. 1. Karakteristik responden penelitian......................................................33

Tabel 5. 2. Sumber informasi................................................................................34

Tabel 5.3. Gambaran sikap responden terhadap kesehatan reproduksi secara

keseluruhan.........................................................................................35

Tabel 5. 4. Gambaran sikap responden terhadap kesehatan reproduksi

berdasarkan usia..................................................................................35

Tabel 5. 5. Gambaran sikap responden terhadap kesehatan reproduksi

berdasarkan kelas................................................................................35

Tabel 5. 6. Gambaran sikap responden terhadap kesehatan reproduksi

berdasarkan pernah atau tidaknya menerima informasi......................36

Tabel 5. 7. Distribusi jawaban responden.............................................................36

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1. Bagian genitalia eksterna wanita....................................................14

Gambar 2. 2. Organ genitalia interna pada wanita...............................................15

Gambar 2. 3. Organ genitalia pada pria...............................................................17

Gambar 2. 4. Grafik persentase wanita usia 15-19 tahun yang pernah melahirkan

atau sedang hamil anak pertama.....................................................25

YGambar 3. 1. Kerangka konsep penelitian ……………………………....……..

27

YGambar 4. 1. Alur penelitian …………………………………………..............

32

vi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jumlah penduduk Indonesia berdasarkan Survey Penduduk Antar Sensus

(SUPAS) 2015 sebanyak 255,18 juta jiwa. Survey tersebut juga menunjukkan

bahwa bentuk piramida penduduk Indonesia tahun 2015 termasuk tipe ekspansif,

dimana sebagian besar penduduk berada pada kelompok umur muda. Kelompok

usia remaja (10-24) tahun mencapai angka 66,3 juta jiwa atau sebanyak 39% dari

total penduduk Indonesia (BPS, 2015).

Remaja merupakan tahapan penting dalam kesehatan reproduksi. WHO

mendefinisikan remaja sebagai perkembangan dari saat timbulnya tanda seks

sekunder hingga tercapainya maturasi seksual dan reproduksi, suatu proses

pencapaian mental dan identitas dewasa, serta peralihan dari ketergantungan

sosioekonomi menjadi mandiri (WHO, 2018a). Ketidaksempurnaan

perkembangan mental tersebut mampu membawa remaja menuju perilaku seksual

yang tidak bertanggung jawab seperti melakukan hubungan seksual pranikah/seks

bebas. Dampak perilaku tersebut diantaranya kehamilan remaja, kehamilan tidak

diinginkan hingga meningkatkan upaya pengguguran kehamilan yang tidak aman

dan bersifat criminal, sekaligus meningkatkan angka infeksi penyakit menular

seksual dan dampak sosial yang dapat ditanggung oleh remaja tersebut.

Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2017

menunjukkan terdapat 2% wanita dan 8% pria remaja usia 15-24 tahun pernah

melakukan hubungan seksual di luar nikah. Hubungan seksual di luar nikah ini

7
justru terjadi paling banyak pada remaja usia sekolah, yaitu pada remaja wanita

usia 15-19 tahun sebanyak 59% dan pria usia 15-19 tahun sebanyak 74%. Angka

kehamilan tidak diinginkan terjadi pada 12% wanita yang pernah melakukan

hubungan seksual. Kehamilan yang tidak diinginkan pada wanita usia 15-19 tahun

dua kali lebih besar (16%) dibandingkan kelompok 20-24 tahun (8%). Kehamilan

tidak diinginkan ini terjadi paling banyak pada wanita (21%) dengan Pendidikan

tidak tamat SMA. Persentase wanita hamil tidak diinginkan di pedesaan hampir 2

kali lebih besar (16%) dibandingkan di perkotaan (8%). Angka hasil SDKI 2017

tersebut cenderung mengalami peningkatan dibandingkan dengan hasil SDKI

2012 (BKKBN, 2017).

Kondisi yang lebih buruk justru terjadi di Provini Bali. Sesuai data Indeks

Pembangunan Pemuda Indonesia tahun 2017 dari Kementerian Pemuda dan

Olahraga, menunjukkan adanya peningkatan pada angka kehamilan remaja di Bali

yang meningkat lebih dari dua kali lipat dari 15% pada tahun 2015 menjadi 37%

pada tahun 2016, dan pernikahan usia anak mencapai 23 persen (Bappenas, 2017).

Survei yang dilakukan oleh Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI)

Daerah Bali tahun 2017 di Kota Denpasar pada remaja usia 10-24 tahun bahkan

menunjukkan 5 dari 10 remaja yang berpacaran telah melakukan hubungan

seksual (Supartika, 2018).

Kejadian kehamilan pada remaja usia dibawah 20 tahun juga relatif tinggi

terjadi di desa yang berada di lingkungan Puskesmas Pupuan I. Berdasarkan data

kohort kehamilan Puskesmas Pupuan 1 dari tahun 2017-2019, dari 7 desa, yaitu

Desa Pujungan, Desa Pupuan, Desa Bantiran, Desa Sai, Desa Pajahan, Desa

Munduk Temu, dan Desa Belatungan, angka kehamilan remaja usia dibawah 20

8
tahun sebanyak 115 kehamilan, mencakup 16,8% dari seluruh angka kehamilan di

ketujuh desa tersebut. Bahkan terdapat 2 kehamilan pada usia 14 tahun dan 11

kehamilan terjadi pada usia 15 tahun, dimana pada usia tersebut masih berada

pada rentang usia siswa SMP.

Salah satu faktor yang menyebabkan buruknya status kesehatan reproduksi

remaja di Indonesia secara umum, serta di Bali khususnya adalah rendahnya

tingkat pengetahuan remaja mengenai kesehatan reproduksi. Hanya sebanyak 33%

wanita dan 37% pria remaja yang tahu secara benar mengenai masa subur seorang

wanita dan resiko kehamilan dengan berhubungan seksual, sisanya adalah mereka

yang tahu tetapi salah (61% wanita dan 55% pria), dan tidak tahu (6% wanita dan

8% pria). Pengetahuan remaja mengenai infeksi menular seksual juga tergolong

kurang baik. Pengetahuan mengenai pencegahan penularan HIV dengan

menggunakan kondom justru tergolong lebih rendah pada usia 15-19 tahun

(wanita 45.9% dan pria 53.7%) jika dibanding pada kelompok usia 20-24 tahun

(wanita (61% dan pria 65.4%). Pengetahuan komprehensif mengenai HIV/AIDS

bahkan jauh lebih rendah, yaitu pada wanita hanya sebesar 12,8% (usia 15-19

tahun) dan 21.8% (usia 20-24 tahun) serta pada pria bahkan lebih rendah yaitu

10.6% (15-19 tahun) dan 16.4% (20-24 tahun). Hal yang sama juga terjadi pada

pengetahuan remaja mengenai IMS lain, meski pengetahuan mengenai sifilis

tergolong tinggi (68% pada wanita dan 86 persen pada pria), namun pengetahuan

mengenai penyakit IMS lain masih sangat rendah. Sebanyak 34% wanita dan 33%

pria mengetahui mengenai gonorea; 21% wanita dan 12% pria mengetahui

mengenai herpes genitalis; sedangkan mengenai IMS lain seperti Condylomata,

9
Chancroid, dan Chlamydia hanya di bawah 5% pada wanita dan pria (BKKBN,

2017).

Pendidikan kesehatan reproduksi remaja diharapkan menjadi salah satu cara

pencegahan remaja untuk menghadapi perilaku seksual berisiko. Di Indonesia,

pendidikan kesehatan reproduksi remaja diintegrasikan dalam kurikulum yang ada

disekolah; intra-kurikulum, ekstrakurikulum, dan bimbingan konseling. Beberapa

materi terkait kesehatan reproduksi dan remaja ada dalam mata pelajaran biologi,

kesehatan jasmani dan agama. Belum ada kebijakan terkait kurikulum kesehatan

reproduksi, sehingga masing-masing sekolah melaksanakan pendidikan kesehatan

reproduksi sesuai dengan kapasitas dan fasilitas masing-masing sekolah. Hal ini

memungkinkan adanya variasi dan tidak adanya standar yang sama dalam

pelaksanaan pendidikan kesehatan reproduksi remaja. Keberagaman dalam

pendidikan kesehatan reproduksi remaja akan memungkinkan adanya perbedaan

hasil (output) dari pendidikan tersebut, meliputi pengetahuan, sikap, maupun

perilaku terkait kesehatan reproduksi remaja. Selain faktor pendidikan di sekolah,

arus informasi mengenai kesehatan reproduksi juga dapat diperoleh baik secara

langsung melalui orang tua dan pergaulan remaja serta secara tidak langsung dari

media cetak dan media digital. Semakin banyaknya sumber informasi tersebut

juga berbanding lurus dengan kemungkinan perbedaan mengenai pengetahuan,

sikap, maupun perilaku remaja terkait kesehatan reproduksi.

SMA Negeri 1 Pupuan merupakan satu-satunya SMA yang terdapat di

Kecamatan Pupuan. Sekolah tersebut terletak di Desa Pujungan, dan menjadi

tujuan utama bagi remaja dari ketujuh desa di atas untuk melanjutkan

pendidikannya. Peneliti menilai bahwa perlu dilakukan penelitian mengenai

10
gambaran sikap siswa SMA Negeri 1 Pupuan terhadap kesehatan reproduksi.

Dengan penelitian ini diharapkan mampu mengevaluasi sikap siswa terhadap

kesehatan reproduksi sekaligus sebagai acuan untuk menentukan tindak

selanjutnya yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi remaja.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, dapat diambil rumusan masalah

yaitu “Bagaimana gambaran sikap terhadap kesehatan reproduksi remaja pada

siswa di SMA Negeri 1 Pupuan?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran sikap terhadap kesehatan reproduksi remaja

pada siswa di SMA Negeri 1 Pupuan

1.3.2 Tujuan Khusus

Untuk mengetahui sumber informasi yang paling dominan berkaitan dengan

gambaran sikap terhadap kesehatan reproduksi remaja pada siswa di SMA Negeri

1 Pupuan.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat bagi Penulis

Menambah wawasan dan pengertian tentang pentingnya sikap terhadap

kesehatan reproduksi terutama pada remaja.

1.4.2 Manfaat bagi Sekolah

11
Sebagai panduan dan evaluasi mengenai peran sekolah dalam memperbaiki

sikap terhadap kesehatan reproduksi remaja pada siswanya.

1.4.3 Manfaat bagi Puskesmas

Sebagai media evaluasi mengenai keberhasilan program puskesmas terkait

kesehatan reproduksi remaja sekaligus menjadi acuan dalam perencanaan program

selanjutya.

12
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Remaja

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 25 tahun 2014, remaja

adalah penduduk dalam rentang usia 10-18 tahun. BKKBN menyebutkan rentang

usia remaja adalah 10-24 tahun dan belum menikah (Kemenkes RI, 2015).

Sementara menurut WHO, remaja (adolescent) didefinisikan sebagai kelompok

individu dalam rentang usia 10-19 tahun (WHO, 2018b).

Masa remaja merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan perkembangan

yang pesat baik secara fisik, psikologis, dan intelektual. Sifat khas remaja

mempunyai rasa keingintahuan yang besar, menyukai petualangan dan tantangan

serta cenderung berani menanggung risiko atas perbuatannya tanpa didahului oleh

pertimbangan yang matang. Apabila keputusan yang diambil dalam menghadapi

konflik tidak tepat, mereka akan jatuh ke dalam perilaku berisiko dan mungkin

harus menanggung akibat jangka pendek dan jangka panjang dalam berbagai

masalah kesehatan fisik dan psikososial. Sifat dan perilaku berisiko pada remaja

tersebut memerlukan ketersediaan pelayanan kesehatan peduli remaja yang dapat

memenuhi kebutuhan kesehatan remaja termasuk pelayanan untuk kesehatan

reproduksi (Kemenkes RI, 2015).

Pada masa remaja terjadi pematangan organ-organ seksual sehingga mampu

menjalankan fungsi reproduksi. Proses ini ditandai dengan munculnya ciri-ciri

perkembangan seks primer dan sekunder. Perubahan seks primer ditandai dengan

terjadinya menarke (menstruasi pertama) pada wanita dan mimpi basah (keluarnya

13
sperma) pada laki-laki. Perubahan seks sekunder pada wanita berbeda dengan pria

dan berkaitan erat dengan perubahan hormonal.

2.1.1 Sistem Reproduksi Wanita

a) Anatomi

Organ reproduksi wanita terbagi menjadi genitalia eksterna dan interna.

Genitalia eksterna dikelompokkan menjadi vulva, dan mencakup mons pubis,

labia mayora, labia minora, klitoris, vestibulum vagina, serta glandula vestibularis

mayor (kelenjar Bartholin) dan minor (Gambar 2.2). Genitalia interna terdiri dari

vagina, uterus, tuba uterina, dan ovarium (Gambar 2.3). Ovarium berperan dalam

pematangan folikel dan ovulasi serta memproduksi hormon estrogen dan

progesteron. Tuba uterina merupakan bagian yang menghubungkan ovarium

dengan uterus dan merupakan tempat terjadinya fertilisasi. Perkembangan embrio

kemudian dilanjutkan di uterus. Vagina merupakan organ yang berperan dalam

koitus serta sebagai jalan lahir (Paulsen & Waschke, 2013).

Gambar 2. . Bagian genitalia eksterna wanita (Paulsen & Waschke, 2013)

14
Gambar 2. . Organ genitalia interna pada wanita (Paulsen & Waschke, 2013)

b) Fisiologi

Fisiologi sistem reproduksi wanita berkaitan dengan regulasi aksis

hipotalamus-pituitari-ovarium (HPO) yang menghasilkan hormon-hormon

berikut: (1) Gonadotropin-Releasing Hormone (GnRH) yang disekresikan oleh

hipotalamus, (2) Follicle-Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone

(LH) yang disekresikan oleh pituitari anterior, serta (3) estrogen dan progesterone

yang dihasilkan oleh ovarium. Sekresi GnRH merangsang sekresi FSH dan LH

oleh kelenjar pituitari anterior, yang kemudian merangsang produksi estrogen dan

progesteron oleh ovarium. Kedua hormon tersebut merangsang proliferasi dan

sekresi endometrium serta memberi umpan balik negatif bagi sekresi FSH.

Adanya peningkatan kadar estrogen yang cepat juga memberi umpan balik positif

pada kelenjar pituitari anterior dan mungkin juga hipotalamus, sehingga terjadi

peningkatan LH yang tiba-tiba (LH surge) dan merangsang ovulasi. Setelah

ovulasi, terjadi peningkatan sekresi progesteron yang diikuti dengan peningkatan

estrogen lagi. Jika ovum tidak difertilisasi, korpus luteum akan mengalami

degradasi sehingga terjadi penurunan drastis estrogen dan progesteron. Hal ini

menyebabkan deskuamasi lapisan endometrium dan terjadi menstruasi. Penurunan

15
estrogen dan progesteron menyebabkan FSH disekresikan kembali dan memulai

siklus yang baru (Melmed et al., 2016).

Estrogen berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan sistem

reproduksi, payudara, dan karakteristik seksual sekunder pada wanita. Progesteron

berperan dalam menstimulasi sekresi kelenjar endometrium uterus dan

merangsang perkembangan badan sekretorik pada payudara (Hall & Guyton,

2016).

2.1.2 Sistem Reproduksi Pria

a) Anatomi

Organ reproduksi utama pada pria adalah testis, yang merupakan tempat

terjadinya produksi sperma. Testis yang berisi hingga 900 lilitan tubulus

seminiferous, yang masing-masing memiliki panjang sekitar 1,5 meter. Sperma

kemudian masuk ke epididimis, yang merupakan suatu saluran dengan panjang

sekitar 6 meter. Dari epididmis, sperma masuk ke vas deferens, yang membesar

menjadi ampula vas deferens sebelum melewati kelenjar prostat. Kelenjar prostat,

vesikula seminalis, dan kelenjar bulbouretra merupakan kelenjar aksesorius yang

berperan dalam menghasilkan sekret untuk nutrisi sperma. Sperma lalu masuk ke

uretra dan dikeluarkan dari penis saat terjadi ejakulasi (Hall & Guyton, 2016).

16
Gambar 2. . Organ genitalia pada pria (Hall & Guyton, 2016)

b) Fisiologi

Hormon utama yang berperan dalam perkembangan sistem reproduksi dan

karakteristik seksual sekunder pada pria adalah testosteron. Testosteron

diproduksi oleh sel-sel intersisial Leydig yang berada dalam testis. Sel-sel ini

hampir tidak ada pada masa anak-anak, namun terdapat jumlah yang besar pada

masa neonatus dan pubertas. Regulasi produksi testosteron mirip dengan yang

terjadi pada wanita, yakni dipengaruhi oleh GnRH, FSH, dan LH. Produksi

testosteron oleh sel Leydig hanya terjadi jika terdapat stimulasi oleh LH.

Testosteron kemudian merangsang tubulus seminiferous pada testis untuk

17
menghasilkan sperma yang dapat keluar melalui ketika terjadi ejakulasi. FSH

berperan merangsang sel Seroli untuk mensekresikan berbagai senyawa

spermatogenik dan inhibin. Produksi testosteron dan inhibin yang berlebihan

memberikan umpan balik negatif bagi kelenjar pituitari anterior sehingga terjadi

penurunan sekresi LH dan FSH (Hall & Guyton, 2016).

Beberapa karakteristik seksual sekunder yang ditimbulkan oleh testosteron

antara lain: (1) peningkatan pertumbuhan rambut pada pubis, wajah, dada, dan

abdomen, (2) hipertrofi mukosa laring sehingga menyebabkan perubahan suara,

(3) meningkatkan sekresi kelenjar sebasea, (4) meningkatkan massa otot, (4)

meningkatkan pertumbuhan dan massa tulang sehingga terjadi pertumbuhan yang

pesat pada saat remaja, serta (5) meningkatkan laju metabolisme basal hingga 5-

10% (Hall & Guyton, 2016).

2.2 Kesehatan Reproduksi

2.2.1 Definisi Kesehatan Reproduksi

Kesehatan Reproduksi adalah keadaan sehat secara fisik, mental, dan sosial

secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan yang berkaitan

dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi (Kemenkes RI, 2015). Pada

dasarnya kesehatan reproduksi merupakan unsur yang dasar dan penting dalam

kesehatan umum, baik untuk laki-laki dan perempuan. Selain itu, kesehatan

reproduksi juga merupakan syarat ensensial bagi kesehatan bayi, anak-anak,

remaja, orang dewasa bahkan orang-orang yang berusia setelah masa

reproduksi.

18
Menurut WHO dan ICPD (International conference on Population and

Development) 1994 yang diselenggarakan di Kairo, kesehatan reproduksi adalah

keadaan sehat yang menyeluru, meliputi aspek fisik, mental dan sosial dan bukan

sekedar tidak adanya penyakit atau gangguan segala hal yang berkaitan dengan

sistem reproduksi, fungsinya maupun proses reproduksi itu sendiri (Negara,

2005). Sesuai dengan definisi tersebut “Pelayanan kesehatan reproduksi” secara

luas didefinisikan sebagai konstelasi metode, teknik dan pelayanan yang berkaitan

dengan kesehatan reproduksi dengan cara mencegah dan memecahkan masalah

kesehatan reproduksi.

Definisi kesehatan reproduksi adalah sekumpulan metode, teknik, dan

pelayanan yang mendukung kesehatan dan kesejahteraan reproduksi melalui

pencegahan dan penyelesaian masalah kesehatan reproduksi yang mencakup

kesehatan seksual, status kehidupan dan hubungan perorangan, bukan semata

konsultasi dan perawatan yang berkaitan dengan reproduksi dan penyakit yang

ditularkan melalui hubungan seks (Mahfina, 2009).

Dalam Imron (2012) disebutkan bahwa kondisi seksual dikatakan sehat

apabila seseorang berada dalam beberapa kondisi. Pertama, terbebas dan

terlindung dari kemungkinan tertularnya penyakit yang disebabkan oleh hubungan

seksual. Kedua, terlindung dari praktik-praktik berbahaya dan kekerasan seksual.

Ketiga, dapat mengontrol akses seksual orang lain terhadapnya. Keempat, dapat

memperoleh kenikmatan atau kepuasan seksual. Kelima, dapat memperoleh

informasi tentang seksualitas. Sedangkan, individu dikatakan bebas dari gangguan

reproduksi apabila yang bersangkutan:

a) Aman dari kemungkinan kehamilan yang tidak dikehendaki

19
b) Terlindung dari praktek reproduksi yang berbahaya

c) Bebas memilih alat kontrasepsi yang cocok baginya

d) Memiliki akses terhadap informasi tentang alat kontrasepsi dan reproduksi

e) Memiliki akses terhadap perawatan kehamilan dan pelayanan persalinan

yang aman

f) Memiliki akses terhadap pengobatan kemandulan (infertilitas).

Isu-isu yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi kadang merupakan isu

yang pelik dan sensitif, seperti hak-hak reproduksi, kesehatan seksual, penyakit

menular seksual (PMS) termasuk HIV/AIDS, kebutuhan khusus remaja, dan

perluasan jangkauan pelayanan ke lapisan masyarakat kurang mampu atau mereka

yang tersisih. Karena proses reprouksi terjadi melalui hubungan seksual, definisi

kesehatan reproduksi mencakup kesehatan seksual yang mengarah pada

peningkatan kualitas hidup dan hubungan antara individu, jadi bukan hanya

konseling dan pelayanan untuk proses reproduksi dan PMS. Dalam wawasan

pengembangan kemanusiaan, merumuskan pelayanan ksehatan reproduksi sangat

penting mengingat dampaknya juga terasa dalam kualitas hidup pada generasi

berikutnya. Sejauh mana orang dapat menjalankan fungsi dan proses

reproduksinya secara aman dan sehat sesunggunya tercermin dari kondisi

kesehatan selama siklus kehidupannya mulai dari saat konsepsi, masak anak,

remaja, dewasa hingga masa paska usia reproduksi.

2.2.2 Ruang Lingkup Kesehatan Reproduksi

20
Menurut Program Kerja WHO ke IX (1996-2001) pada Mei 1994,

masalah kesehatan reproduksi ditinjau dari pendekatan keluarga meliputi :

a) Praktik tradisional yang berakibat buruk semasa anak-anak (seperti:

mutilasi genital, diskriminasi nilai anak).

b) Masalah kesehatan reproduksi remaja (kemungkinan besar dimulai sejak

masa kanak-kanak yang seringkali muncul dalam bentuk kehamilan

remaja, kekerasan/pelecehan seksual dan tindakan seksual tidak aman).

c) Tidak terpenuhinya kebutuhan ber-KB, biasanya terkait dengan isu aborsi

tidak aman.

d) Mortalitas dan morbiditas ibu dan anak (sebagai kesatuan) selama

kehamilan, persalinan, dan masa nifas, yang diikuti dengan malnutrisi

anemia, bayi berat lahir rendah.

e) Infeksi Saluran Reproduksi (ISR), yang berkaitan dengan (PMS).

f) Kemandulan yang berkaitan dengan ISR/PMS.

g) Sindrom pra dan pascamenopause (andropause), dan peningkatan resiko

kanker organ reproduksi.

h) Kekurangan hormon yang menyebabkan osteoporosis dan masalah usia

lanjut lainnya.

2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Reproduksi

Secara garis besar dapat dikelompokkan empat golongan faktor yang dapat

berdampak buruk bagi kesehatan reproduksi yaitu:

21
a) Faktor sosial-ekonomi dan demografi (terutama kemiskinan, tingkat

pendidikan yang rendah dan ketidaktahuan tentang perkembangan seksual

dan proses reproduksi, serta lokasi tempat tinggal yang terpencil).

b) Faktor budaya dan lingkungan (misalnya, praktek tradisional yang

berdampak buruk pada kesehatan reproduksi, kepercayaan banyak anak

banyak rejeki, informasi tentang fungsi reproduksi yang membingungkan

anak dan remaja karena saling berlawanan satu dengan yang lain,dsb).

c) Faktor psikologis (dampak pada keretakan orang tua dan remaja, depresi

karena ketidak seimbangan hormonal, rasa tidak berharga wanita terhadap

pria yang memberi kebebasan secara materi).

d) Faktor biologis (cacat sejak lahir, cacat pada saluran reproduksi pasca

penyakit menular seksual).

2.2.4 Permasalahan Kesehatan Reproduksi Remaja

Masalah kesehatan seksual dan reproduksi adalah isu-isu seksual remaja,

termasuk kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi tidak aman, penyakit menular

melalui seks, dan HIV/AIDS. Perlu dilakukan pendekatan melalui promosi

perilaku seksual yang bertanggung jawab dan reproduksi yang sehat, termasuk

disiplin pribadi yang mandiri serta dukungan pelayanan yang layak dan

konseling yang sesuai secara spesifik untuk umur mereka. Penekana kehamilan

remaja secara umum juga diharapkan. Hal-hal yang ada seputar kesehatan

reproduksi remaja antara lain:

a) Kesehatan Alat- alat Reproduksi

22
Masalah-masalah yang berkaitan dengan kondisi kesehatan lat-alat

reproduksi ini menyentuh remaja perempuan juga remaja laki-laki. Masalah-

masalah yang dihadapi remaja perempuan antara lain adalah payudara

mengeluarkan cairan, benjolan pada payudara, masalah seputar haid (nyeri haid

yang tidak teratur), keputihan, dan infeksi saluran reproduksi. Selain itu juga

diajukan pertanyaan-pertanyaan, seputar siklus haid, waktu terjadinya masa subur,

masalah keperawanan dan masalah jerawat. Masalah-masalah yang berkenaan

dengan kesehatan alat-alat reproduksi yang dihadapi oleh remaja laki-laki antara

lain adalah masalah bentuk dan ukuran penis, jumlah testis tidak lengkap dan

hernia scrotalis (Mahfina et al., 2009).

b) Hubungan dengan Pacar

Persoalan-persoalan yang mewarnai hubungan dengan pacar adalah masalah

kekerasan oleh pacar, tekanan untuk melakukan hubungan seksual, pacar

cemburuan, pacar berselingkuh dan bagai mana menghadapi pacar yang pemarah.

Tindakan seseorang dapat digolongkan sebagai tindak kekerasan dalam percintaan

bila salah satu pihak merasa terpaksa, tersinggung dan disakiti dengan apa yang

telah di lakukan pasangannya.

c) Masturbasi

Masturbasi atau onani adalah salah satu cara yang dilakukan jika seseorang

tidak mampu mengendalikan dorongan seksual yang dirasakannya. Jika

dibandingkan dengan melakukan hubungan seksual, maka onani dapat dikatakan

mengandung resiko yang lebih kecil bagi pelakunya untuk menghadapi

kehamilan yang tidak dikehendaki dan penularan penyakit menular seksual.

Bahaya onani adalah apabila dilakukan dengan cara tidak sehat misalnya

23
menggunakan alat yang bisa menyebabkan luka atau infeksi. Onani juga bisa

menimbulkan masalah bila terjadi ketergantungan / ketagihan, bisa juga

menimbulkan perasaan bersalah (Mahfina et al., 2009).

d) Hubungan Seksual Sebelum Nikah

Cara para remaja berpacaran dewasa ini berkisar dari melakukan ciuman

bibir, raba-raba daerah sensitif, saling menggesekkan alat kelamin (petting)

sampai ada pula yang melakukan senggama. Perkembangan zaman juga

mmpengaruhi perilaku seksual dalam berpacaran para remaja. Hal ini dapat dilihat

bahwa hal-hal yang ditabukan remaja pada beberapa tahun yang lalu seperti

berciuman dan bercumbu, kini sudah dianggap biasa. Bahkan, ada sebagian kecil

dari mereka setuju dengan free sex. Perubahan dalam nilai ini, misalnya terjadi

dengan pandangan mereka terhadap hubungan seksual sebelum menikah (Mahfina

et al., 2009).

e) Infeksi Menular Seksual (IMS)

Hubungan seksual sebelum menikah juga berisiko terkena penyakit menular

seksual seperti sifilis, gonorhoe (kencing nanah), herps sampai terinfeksi HIV

(Mahfina et al., 2009).

f) Kehamilan pada Usia Dini atau Kehamilan yang Tidak Diinginkan

Hasil SDKI 2017 menunjukkan 7 persen wanita umur 15-19 tahun sudah

menjadi ibu: 5 persen sudah pernah melahirkan dan 2 persen sedang hamil anak

pertama. Persentase remaja wanita di perdesaan yang telah menjadi ibu lebih

tinggi (10%) dibandingkan dengan yang tinggal di perkotaan (5%). Semakin

tinggi tingkat pendidikan dan kuintil kekayaan, semakin rendah persentase remaja

yang telah menjadi ibu (Gambar 2.4).

24
Persentase wanita usia 15-19 tahun yang pernah melahirkan
atau sedang hamil anak pertama
40%
35%
30%
25%
20%
15%
10%
5%
0%
Tidak tamat Tamat SD Tidak tamat Tamat Perguruan
SD SLTA SLTA tinggi

Gambar 2. . Grafik persentase wanita usia 15-19 tahun yang pernah melahirkan
atau sedang hamil anak pertama (BKKBN, 2017)

Salah satu cara menghadapi kehamilan yang tidak di inginkan adalah

dengan melakukan tindakan aborsi. Aborsi masih merupakan tindakan yang ilegal

di Indonesia. Upaya sendiri untuk melakukan aborsi banyak dilakukan dengan

mengkonsumsi obat-obatan tertentu, jamu, dan lain-lain (Mahfina et al., 2009).

25
BAB III

KERANGKA BERPIKIR DAN KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Berpikir

Menurut model Blum, suatu penyakit dapat terjadi karena

dipengaruhi oleh empat faktor yaitu: genetik, perilaku, lingkungan, dan

pelayanan kesehatan. Perilaku merupakan salah satu komponen yang dapat

mempengaruhi terjadinya suatu penyakit (Notoatmodjo, 2007). Menurut

teori Lawrence Green dan kawan-kawan, perilaku manusia dapat

ditentukan dari tiga faktor yaitu: faktor predisposisi (pengetahuan, sikap,

keyakinan, kepercayaan, tradisi), faktor pemungkin (umur, status, sosial

ekonomi, pendidikan, prasarana dan sarana, sumber daya), dan faktor

pendorong (adanya contoh dari tokoh masyarakat) (Notoatmodjo, 2007).

Pemahaman tentang kesehatan reproduksi remaja berperan dalam

menimbulkan perilaku sehat dalam menjaga kesehatan alat reproduksi dan

mencegah kehamilan remaja dan yang tidak diinginkan. Tingkat

pengetahuan, sikap, dan perilaku siswa-siswi tentang kesehatan reproduksi

dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor internal dan eksternal.

Adapun faktor internal yaitu usia, jenis kelamin, dan sumber informasi,

sedangkan faktor eksternal yaitu lingkungan.

26
3.2 Kerangka Konsep

27

Anda mungkin juga menyukai