Oleh:
dr. Aufan Lisan Shidqi
dr. Humaira Arum Muflihah
dr. Irsyad Hapsoro Ristiansah
Pembimbing:
dr. Sugeng Purnomo, M.Gizi
1.1.Latar Belakang
Munculnya virus baru yang saat ini sangat meresahkan masyarakat di berbagai
belahan dunia memberikan dampak yang yang luar biasa bagi kehidupan manusia,
terutama dalam bidang kesehatan. World Health Organization (WHO) menyebutnya
dengan COVID-19 (Coronavirus disease 2019). COVID19 adalah penyakit yang tidak
boleh disepelekan karena virus ini sangat berbahaya, penyebaran COVID-19 begitu
cepat sehingga terdapat di setiap wilayah termaksud di Indonesia. World Health
Organization (WHO) telah memastikan COVID-19 sebagai pandemi dan di Indonesia
COVID-19 sudah dipastikan menjadi bencana nasional. Beberapa hasil penelitian
menunjukkan bahwa tingkat kematian pada COVID-19 berbedabeda, ada yang
menyatakan 2,84%, penelitian lain menyatakan 15%, dan 33%. Tingkat keparahan
COVID-19 dipengaruhi oleh daya tahan tubuh, usia, dan beberapa penyakit komorbid,
diantaranya adalah asma, diabetes militus, dan hipertensi..
Tekanan darah adalah faktor penting dalam sistem sirkulasi tubuh manusia.
Banyak foktor yang berpengaruh terhadap peningkatan tekanan darah. Faktor yang
mempengaruhi tekanan darah yaitu usia, olah raga, stress, ras, obesitas, jenis kelamin,
medikasi (Kozier, 2010). Tekanan darah dapat dengan mudah berubah meski dalam
hitungan detik, ditandai dengan pusing, sakit kepala, leher terasa kaku, dan mata
berkunang-kunang. Hal ini jelas akan mempengaruhi aktivitas sehari-hari
(Sasmalinda, Syafriandi, & Helma, 2013). Kondisi seseorang dapat dilihat dari
perubahan tekanan darah. Seiring dengan peningkatan usia seseorang, tekanan darah
juga dapat berubah. Misalnya pada usia lansia sering terjadi peningkatan tekanan
darah walaupun ini tidak dianggap sebagai kondisi yang diinginkan (Fadlilah, Rahil,
& Lanni, 2020).
Hipertensi adalah salah satu penyakit penyerta yang banyak di temukan pada
penderita COVID-19, sekitar 15% kasus hipertensi yang terdapat pada pasien
COVID-19. Awalnya hipertensi dan tingkat rawat inap untuk COVID-19
dihubungkan karena dari data 20,982 pasien COVID-19 dan data dari penyakit
penyerta, data hipertensi sekitar 12,6%. dari 406 pasien yang meninggal karena
infeksi COVID-19, proporsi total dari hipertensi adalah 39,7% untuk hipertensi yang
dilaporkan sendiri. Pada 406 pasien yang meninggal dengan infeksi COVID-19,
proporsi keseluruhan dari hipertensi adalah 39,7%. Tetapi, 81% pasien yang
meninggal dunia berusia >60 tahun.
Bidang kesehatan ikut terdampak akibat covid-19. Rumah sakit mulai fokus
menangani pasien terkonfirmasi Covid-19 sehingga beberapa kasus lain seperti
hipertensi tidak bisa tertangani dengan baik karena takut akan tertular (Marzuki,
2020). Pasien tidak berani melakukan pemeriksaan ke rumah sakit, sehingga jika ada
keluhan yang tidak begitu berat mereka akan membeli obat di apotik tanpa
mengetahui tekanan darahnya (Suprayitno & Wahid, 2019). Hal ini sangat
mengkhawatirkan karena tekanan darah yang tidak terkontrol dapat menyebabkan
kompikasi lain seperti stroke (Suprayitno & Huzaimah, 2020)
Peninggian tekanan darah kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala. Bila
demikian gejala baru muncul setelah terjadi komplikasi pada ginjal, mata, otak atau
jantung. Gejala lain yang sering ditemukan adalah sakit kepala, epiktaksis, marah,
telinga berdengung, rasa berat di tengkuk, sukar tidur, mata berkunang-kunang, dan
pusing (Mansjoer dkk, 2001). Kepatuhan pasien berpengaruh terhadap keberhasilan
suatu pengobatan. Hasil terapi tidak akan mencapai tingkat optimal tanpa adanya
kesadaran dari pasien itu sendiri, bahkan dapat menyebabkan kegagalan terapi, serta
dapat pula menimbulkan komplikasi yang sangat merugikan dan pada akhirnya akan
berakibat fatal (Hussar, 1995). Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian angka kunjungan sebelum dan sesudah pandemi virus Covid 19
di wilayah kerja puskesmas Bendosari.
2.2.1. Hipertensi
Hipertensi atau yang biasa disebut tekanan darah tinggi merupakan
peningkatan tekanan darah sistolik di atas batas normal yaitu lebih dari 140
mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg (WHO, 2013; Ferri,
2017). Penyakit hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah salah satu jenis
penyakit yang mematikan di dunia. Faktor risiko utama terjadinya hipertensi yaitu
faktor usia sehingga penyakit hipertensi sering dijumpai pada usia lanjut (Fauzi,
2015), sedangkan menurut Setiati (2015), hipertensi merupakan tanda klinis
ketidakseimbangan hemodinamik suatu sistem kardiovaskular, di mana penyebab
terjadinya disebabkan oleh beberapa faktor/ multi faktor sehingga tidak bisa
terdiagnosis dengan hanya satu faktor tunggal (Setiati, 2015).
2.2.2. Etiologi
Menurut Smeltzer (2017), berdasarkan penyebab terjadinya, hipertensi terbagi
atas dua bagian, yaitu :
a) Hipertensi Primer (Esensial)
Jenis hipertensi primer sering terjadi pada populasi dewasa antara
90% - 95%. Hipertensi primer, tidak memiliki penyebab klinis yang
dapat diidentifikasi, dan juga kemungkinan kondisi ini bersifat
multifaktor (Smeltzer, 2017; Lewis, Dirksen, Heitkemper, & Bucher,
2015). Hipertensi primer tidak bisa disembuhkan, akan tetapi bisa
dikontrol dengan terapi yang tepat. Dalam hal ini, faktor genetik
mungkin berperan penting untuk pengembangan hipertensi primer dan
bentuk tekanan darah tinggi yang cenderung berkembang secara
bertahap selama bertahun-tahun (Bell, Twiggs, & Olin, 2015).
b) Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder memiliki ciri dengan peningkatan tekanan
darah dan disertai penyebab yang spesifik, seperti penyempitan arteri
renalis, kehamilan, medikasi tertentu, dan penyebab lainnya.
Hipertensi sekunder juga bisa bersifat menjadi akut, yang menandakan
bahwa adanya perubahan pada curah jantung (Ignatavicius, Workman,
& Rebar, 2017).
2.2.3. Klasifikasi
Ada beberapa klasifikasi dari hipertensi, diantaranya menurut The Seventh
Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Eveluation,
and Tretment of High Blood Pressure (JNC7) klasifikasi tekanan darah pada
orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat
1 dan derajat 2 (dilihat tabel 1), menurut World Health Organization (WHO) dan
International Society Of Hypertension Working Group (ISHWG) (dilihat tabel 3).
Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC 7
Klasifikasi TDS (mmHg) TDD (mmHg)
Tekanan Darah
Normal < 120 Dan < 80
Prehipertensi 120 – 139 Atau 80 – 89
Hipertensi stadium 1 140 – 159 Atau 90 – 99
Hipertensi stadium 2 ≥ 160 Atau ≥ 100
2.2.5. Patofisiologi
Tekanan darah arteri sistemik merupakan hasil perkalian total
resistensi/tahanan perifer dengan curah jantung (cardiac output). Hasil Cardiac
Output didapatkan melalui perkalian antara stroke volume (volume darah yang
dipompa dari ventrikel jantung) dengan hearth rate (denyut jantung). Sistem
otonom dan sirkulasi hormonal berfungsi untuk mempertahankan pengaturan
tahanan perifer. Hipertensi merupakan suatu abnormalitas dari kedua faktor
tersebut yang ditandai dengan adanya peningkatan curah jantung dan resistensi
perifer yang juga meningkat (Kowalak, 2011; Ardiansyah, 2012).
Berbagai teori yang menjelaskan tentang terjadinya hipertensi, teoriteori
tersebut antara lain (Kowalak, 2011) :
a. Perubahan yang terjadi pada bantalan dinding pembuluh darah arteri yang
mengakibatkan retensi perifer meningkat.
b. Terjadi peningkatan tonus pada sistem saraf simpatik yang abnormal dan
berasal dalam pusat vasomotor, dapat mengakibatkan peningkatan retensi
perifer.
c. Bertambahnya volume darah yang disebabkan oleh disfungsi renal atau
hormonal.
d. Peningkatan penebalan dinding arteriol akibat faktor genetik yang disebabkan
oleh retensi vaskuler perifer.
e. Pelepasan renin yang abnormal sehingga membentuk angiotensin II yang
menimbulkan konstriksi arteriol dan meningkatkan volume darah.
Kerja jantung terutama ditentukan besarnya curah jantung dan tahanan perifer.
Umumnya curah jantung pada penderita hipertensi adalah normal. Adanya
kelainan terutama pada peninggian tahanan perifer. Peningkatan tahanan perifer
disebabkan karena vasokonstriksi arteriol akibat naiknya tonus otot polos pada
pembuluh darah tersebut. Jika hipertensi sudah dialami cukup lama, maka yang
akan sering dijumpai yaitu adanya perubahan-perubahan struktural pada pembuluh
darah arteriol seperti penebalan pada tunika interna dan terjadi hipertrofi pada
tunika media. Dengan terjadinya hipertrofi dan hiperplasia, maka sirkulasi darah
dalam otot jantung tidak mencukupi lagi sehingga terjadi anoksia relatif. Hal ini
dapat diperjelas dengan adanya sklerosis koroner (Riyadi, 2011).
2.2.8. Komplikasi
Komplikasi hipertensi berdasarkan target organ, antara lain sebagai berikut
(Irwan, 2016):
a. Serebrovaskuler: stroke, transient ischemic attacks, demensia vaskuler,
ensefalopati.
b. Mata: retinopati hipertensif.
c. Kardiovaskuler: penyakit jantung hipertensif, disfungsi atau hipertrofi
ventrikel kiri, penyakit jantung koroner, disfungsi baik sistolik maupun
diastolik dan berakhir pada gagal jantung (heart failure).
d. Ginjal: nefropati hipertensif, albuminuria, penyakit ginjal kronis.
e. Arteri perifer: klaudikasio intermiten.
2.2.9. Pencegahan
Sebagaimana diketahui pre hipertensi bukanlah suatu penyakit, juga bukan
sakit hipertensi, tidak diindikasikan untuk diobati dengan obat farmasi, bukan
target pengobatan hipertensi, tetapi populasi pre hipertensi adalah kelompok
yang berisiko tinggi untuk menuju kejadian penyakit kardiovaskular. Di
populasi USA, menurut NHANES 1999-2000, insiden pre hipertensi sekitar 30
%. Populasi pre hipertensi ini diprediksi pada akhirnya akan menjadi
hipertensi permanen sehingga pada populasi ini harus segera dianjurkan untuk
merubah gaya hidup (lifestyle modification) agar tidak menjadi progresi ke
TOD (Setiati, 2015).
Rekomendasi gaya hidup yang harus ditaati menurut CHEP 2011 untuk
mencegah risiko menjadi hipertensi, dianjurkan untuk menurunkan asupan
garam sampai di bawah 1500 mg/hari. Diet yang sehat ialah bilamana dalam
makanan sehari-hari kaya dengan buah-buahan segar, sayuran, rendah lemak,
makanan yang kaya serat (soluble fibre), protein yang berasal dari tanaman,
juga harus tidak lupa olahraga yang teratur, tidak mengkonsumsi alkohol,
mempertahankan berat badan pada kisaran 18,5 – 24,9 kg/m2 (Setiati, 2015).
Menurut Riyadi (2011), pencegahan hipertensi terbagi atas dua bagian,
yaitu :
a. Pencegahan primer
Faktor risiko hipertensi antara lain: tekanan darah di atas rata-rata, adanya
riwayat hipertensi pada anamnesis keluarga, ras (negro), takikardia, obesitas,
dan konsumsi garam yang berlebihan dianjurkan untuk:
1) Mengatur diet agar berat badan tetap ideal juga untuk menjaga agar tidak
terjadi hiperkolesterolemia, diabetes mellitus, dan sebagainya.
2) Dilarang merokok atau menghentikan merokok.
3) Merubah kebiasaan makan sehari-hari dengan konsumsi rendah garam.
4) Melakukan exercise untuk mengendalikan berat badan.
b. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder dikerjakan bila penderita telah diketahui menderita
hipertensi karena faktor tertentu, tindakan yang bisa dilakukan berupa:
1) Pengelolaan secara menyeluruh bagi penderita baik dengan obat maupun
tindakan-tindakan seperti pencegahan primer.
2) Harus dijaga supaya tekanan darahnya tetap dapat terkontrol secara normal
atau stabil mungkin.
3) Faktor-faktor risiko penyakit jantung iskemik yang lain harus dikontrol.
4) Batasi aktivitas.
2.2.1. Penyakit COVID 19
a. Tidak berkomplikasi
Kondisi ini merupakan kondisi teringan. Gejala yang muncul berupa gejala
yang tidak spesifik. Gejala utama tetap muncul seperti demam, batuk, dapat
disertai dengan nyeri tenggorok, kongesti hidung, malaise, sakit kepala, dan
nyeri otot. Perlu diperhatikan bahwa pada pasien dengan lanjut usia dan
pasien immunocompromises presentasi gejala menjadi tidak khas atau
atipikal. Selain itu, pada beberapa kasus ditemui tidak disertai dengan demam
dan gejala relative ringan. Pada kondisi ini pasien tidak memiliki gejala
komplikasi diantaranya dehidrasi, sepsis atau napas pendek.
b. Pneumonia ringan
Gejala utama dapat muncul seperti demam, batuk, dan sesak. Namun tidak
ada tanda pneumonia berat. Pada anak-anak dengan pneumonia tidak berat
ditandai dengan batuk atau susah bernapas
Pada anamnesis gejala yang dapat ditemukan yaitu, tiga gejala utama:
demam, batuk kering (sebagian kecil berdahak) dan sulit bernapas atau sesak.
d. Kasus terkonfirmasi
Seseorang yang secara laboratorium terkonfirmasi COVID-19.
Saat ini belum ada penelitian atau bukti talaksana spesifik pada
COVID-19. Belum ada tatalaksana antiviral untuk infeksi Coronavirus yang
terbukti efektif. Pada studi terhadap SARSCoV, kombinasi lopinavir dan
ritonavir dikaitkan dengan memberi manfaat klinis. Saat ini penggunaan
lopinavir dan ritonavir masih diteliti terkait efektivitas dan keamanan pada
infeksi COVID-19. Tatalaksana yang belum teruji / terlisensi hanya boleh
diberikan dalam situasi uji klinis yang disetujui oleh komite etik atau melalui
Monitored Emergency Use of Unregistered Interventions Framework
(MEURI), dengan pemantauan ketat. Selain itu, saat ini belum ada vaksin
untuk mencegah pneumonia COVID-19 ini (PDPI, 2020).
BAB III
METODE PENELITIAN
observasi atau pengukuran variabel pada satu saat tertentu. Kata satu saat bukan
berarti semua subyek diamati tepat pada satu saat yang sama, tetapi tiap subyek
hanya diobservasi satu kali dan pengukuran variabel subyek dilakukan pada saat
pemeriksaan tersebut. Pada studi ini peneliti tidak melakukan tindak lanjut terhadap
dilakukan pada bulan Desember 2020 sampai Januari 2021 meliputi pengambilan
dari SIMPUS Puskesmas Bendosari dari bulan Oktober 2019 sampai September
2020. Data kelompok sebelum pandemi diambil dari bulan Oktober 2019 sampai
Maret 2020. Sedangkan kelompok sesudah pandemi diambil dari bulan April sampai
September 2020.
Bendosari.
Skala : rasio
yang berhubungan memiliki rata-rata yang berbeda. Tujuan metode statistik ini adalah
membandingkan rata-rata dua grup yang berhubungan satu sama lain. Dalam
penelitian ini kelompok yang diuji yaitu kelompok pasien Hipertensi yang kontrol di
masa sebelum dan sesudah pandemi COVID-19. Pertanyaan yang coba dijawab
adalah apakah kedua grup tersebut mempunyai nilai rata-rata yang sama ataukah
tidak sama secara signifikan (Dahlan, 2011). Syarat yang harus dipenuhi untuk
menggunakan uji paired t test yaitu jenis skala pengukuran numerik, sebaran data
harus normal dan varians data homogen. Tingkat kemaknaan yang digunakan adalah
α = 0,05. Untuk mengetahui normalitas data dilakukan uji normalitas data digunakan
uji Kolmogorov Smirnov karena jumlah data lebih dari 50, sedangkan untuk uji
homogenitas data dilakukan uji Levene. Jika persebaran data tidak normal, dan atau
varians data tidak homogen, maka data dianalisis menggunakan uji Mann-Whitney.
BAB IV
HASIL ANALISIS DATA
Tabel 4.2 Data Pasien Hipertensi yang kontrol ke Puskesmas Bendosari sesudah pandemi
COVID-19
No Bulan
Jumlah Pasien Kontrol
.
1. April 2020 42
2. Mei 2020 35
3. Juni 2020 73
4. Juli 2020 77
5. Agustus 2020 59
6. September 2020 67
Tabel 4.3 Hasil statistik data Pasien Hipertensi yang kontrol ke Puskesmas Bendosari
sebelum dan sesudah pandemi COVID-19
Dari data tersebut dilakukan analisis paired t-test. Hasilnya dari 2 kelompok yang di
uji, terdapat perbedaan yang signifikan (p < 0,05), dengan nilai p yaitu 0,001 (tabel 4.4).
Hal ini menunjukan bahwa jumlah pasien hipertensi yang kontrol di wilayah kerja
Puskesmas Bendosari sebelum dan sesudah Pandemi COVID-19 berbeda secara
signnifikan. Jumlah rata-rata pasien yang kontrol setelah pandemi COVID-19 turun
dibandingkan sebelumnya. Padahal dari tinjauan pustaka yang ada, hipertensi dapat
berkomplikasi menjadi berbagai penyakit serius apabila tidak terkontrol. Maka dari itu,
perlu identifikasi masalah yang melatarbelakangi hal tersebut dan juga solusinya agar
pasien hipertensi tetap dapat terapi yang sesuai guideline.
BAB V
PENENTUAN PRIORITAS MASALAH DAN ANALISIS DATA
6.3. Metode
Metode diharapkan dapat meningkatkan angka berobat rutin pasien Hipertensi, yaitu
dengan cara melakukan penyuluhan kepada masyarakat mengenai penyakit hipertensi,
pencegahan serta pengobatannya yang bersifat jangka panjang, melakukan kunjungan
rumah pasien hipertensi dengan komplikasi, sehingga diharapkan meningkatkan
keinginan pasien untuk berobat rutin sehingga komplikasi yang ditimbulkan tidak
bertambah parah, serta melakukan kunjungan rumah keluarga pasien hipertensi dengan
komplikasi, untuk diberikan informasi mengenai hipertensi beserta pengobatannya yang
bersifat jangka panjang serta komplikasi yang dapat muncul sehingga diharapkan
keluarga pasien dapat ikut mendukung pengobatan pasien, melakukan penambahan
jumlah kader dengan cara advokasi pada pemegang kebijakan setempat.
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
7.1.1 Masalah utama yang berhubungan dengan kesehatan yang menjadi prioritas
atau diagnosa komunitas di lingkup kerja Puskesmas Bendosari adalah
rendahnya penderita hipertensi yang berobat teratur
7.1.2 Tingginya angka penderita hipertensi yang berobat tidak teratur disebabkan
karena kurangnya kesadaran masyarakat untuk berobat rutin karena
pengetahuan serta informasi yang kurang, metode sosialisasi yang kurang
personal, dan tidak adanya kader khusus untuk penanganan penyakit tidak
menular.
7.1.3 Strategi untuk mengatasi masalah yang berhubungan dengan kesehatan di
lingkup kerja Puskesmas Bendosari ini adalah dengan cara melakukan
penyuluhan pada kegiatan posyandu lansia, home visit pasien hipertensi
dengan komplikasi, serta advokasi pada pembuat kebijakan (perangkat desa)
untuk pengajuan kader penyakit tidak menular. Kegiatan tersebut dilakukan di
Puskesmas Bendosari.
7.2 Saran
7.2.1. Perlu dilakukan pemantauan berkala hasil penyuluhan yang diberikan, yang
dapat ditunjukkan dengan meningkatnya kunjungan berobat rutin pasien
hipertensi.
7.2.2. Perlu dilakukan pemantauan terkait pembentukan kader untuk mengatasi
PTM.
DAFTAR PUSTAKA
Bell, K. 2015. Hypertension: The Silnet Killer: Updated JNC-8 Guideline Recommendations.
Counting Education , 2.
Departemen Kesehatan. 2007. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia-
Tahun 2007. Depkes RI :Jakarta.
Drager, Luciano F., Pio-Abreu, Andrea, Lopes, Renato D., & Bortolotto, Luiz A. (2020). Is
Hypertension a Real Risk Factor for Poor Prognosis in the COVID-19 Pandemic?
Current Hypertension Reports, 22(43). doi: doi.org/10.1007/s11906-020- 01057-x
Channel News Asia. (2020). Wuhan virus outbreak: 15 medical workers infected, 1 in
critical condition. [Homepage on The Internet].
Cited Jan 28th 2020. Available
on:https://www.channelnewsasia.com/news/asia/wuhanpneumonia-outbreak-health-workers-
coronavirus-12294212
Fauzi, Isma. 2014. Buku Pintar Deteksi Dini Gejala, & Pengobatan Asam Urat, Diabetes &
Hipertensi. Yogyakarta: Araska.
Ferri, F. F. 2017. Ferri's Clinical Advisor 2017: 5 Books in 1. Philadelphia: Elsevier, Inc.
Huang, C., Wang, Y., Li, X., Ren, L., Zhao ,J., Zan,g Li., Fan, G., etc. (2020). Clinical
features of patients infected with 2019 novel coronavirus in Wuhan, China. The
Lancet. 24 jan 2020.
Ignatavicius, Workman, & Rebar. 2017. Medical Surgical Nursing: Concepts For
Interprofessional Collaborative Care (9 th ed.). St. Louis : Elsevier, Inc.
Lewis, Dirksen, Heitkemper, & Bucher. 2014. Medical Surgical Nursing. Assessment And
Management Of Clinical Problems (9th ed.). St. Louis : Elsevier Mosby.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. (2020). Panduan Praktik Klinis: Pneumonia 2019-
nCoV. PDPI: Jakarta
Relman, E. (2020). Business insider Singapore. Cited Jan 28th 2020. Available
on:https://www.businessinsider.sg/deadly-china-wuhan-virusspreading- human-to-human-
officials-confirm-2020- 1/?r=US&IR=T.
Setiati, Siti. 2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II Ed. VI. Jakarta: Interna
Publishing.
Smeltzer, Susan C. 2017. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth : Alih Bahasa,
Devi Yulianti, Amelia Kimin : editor edisi bahasa Indonesia, Eka Anisa Mardella. – Ed.
12. Jakarta: EGC.
The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, detection, evaluation,
and treatment of High Blood Pressure. 2003.