Disusun Oleh:
dr. Nafisa Rima Amani
Pembimbing:
dr. Aris Munandar
Telah disetujui dan disahkan oleh dokter pendamping program internsip dokter di
Puskesmas Petarukan Pemalang pada Juli 2021
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT, atas rahmatNya penulis dapat
menyelesaikan laporan mini project yang berjudul “Gambaran Penderita
Hipertensi Di Puskesmas Petarukan Kabupaten Pemalang Bulan Mei – Juli
Tahun 2021”. Penulisan laporan mini project ini dilakukan untuk memenuhi
sebagian persyaratan program internship dokter Indonesia angkatan IV periode
Mei 2021 – Agustus 2021.
Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
pihak-pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingan dalam
menyelesaikan karya tulis ini, yaitu:
1. Kepala Puskesmas Petarukan yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis untuk melakukan penelitian mini project ini.
2. dr. Aris Munandar sebagai dokter pembimbing yang telah meluangkan
waktu dan pikiran dalam memberikan koreksi, bimbingan, membantu
penulis dalam pengumpulan data, sehingga mini project ini dapat
terselesaikan.
3. Pemegang program hipertensi di Puskesmas Petarukan dan seluruh
karyawan Puskesmas Petarukan yang telah meluangkan waktu dalam
membantu proses pengambilan data pada penelitian ini.
4. Seluruh pihak yang membantu dalam penyelesaian mini project ini
namun tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan pada laporan ini. Oleh
karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang dapat menambah
kesempurnaan laporan ini. Akhirnya semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi
pembaca dan pihak lain.
iii
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................
i
LEMBAR PENGESAHAN..............................................................................
ii
KATA PENGANTAR......................................................................................
iii
DAFTAR ISI....................................................................................................
iv
DAFTAR GRAFIK..........................................................................................
vi
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................
1
1.1 Latar Belakang Masalah.............................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................
2
1.3 Tujuan Penelitian........................................................................................
2
1.4 Manfaat Penelitian......................................................................................
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................
4
2.1 Definisi.......................................................................................................
4
2.2 Epidemiologi...............................................................................................
5
2.3 Etiologi.......................................................................................................
6
v
2.4 Patofisiologi................................................................................................
10
2.5 Manifestasi Klinis.......................................................................................
11
2.6 Penatalaksanaan..........................................................................................
12
2.7 Komplikasi..................................................................................................
18
BAB III METODE PENELITIAN...................................................................
20
3.1 Desain Penelitian........................................................................................
20
3.2 Ruang Lingkup Kerja.................................................................................
20
3.2.1 Tempat.....................................................................................................
20
3.2.2 Waktu.......................................................................................................
20
3.2.3 Populasi dan Sampel Penelitian...............................................................
20
3.3 Etika Penelitian...........................................................................................
21
3.4 Pengambilan Data.......................................................................................
22
3.5 Penyajian dan Analisis Data.......................................................................
22
vi
4.1 Hasil Penelitian...........................................................................................
23
4.1.1 Gambaran Umum.....................................................................................
23
4.1.2 Kejadian Hipertensi.................................................................................
23
4.1.3 Karakteristik Penderita Hipertensi...........................................................
25
4.2 Pembahasan................................................................................................
26
4.2.1 Kejadian Hipertensi.................................................................................
26
4.2.2 Karakteristik Penderita Hipertensi...........................................................
26
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...........................................................
28
5.1 Kesimpulan.................................................................................................
28
5.2 Saran...........................................................................................................
28
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................
29
vii
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1. Sebaran Penderita Diabetes Melitus Tipe II di Wilayah Kerja
Puskesmas Petarukan Tahun 2020
.....................................................................................................................16
Grafik 2. Karakteristik Penderita Diabetes Melitus Tipe II berdasarkan jenis
kelamin
...................................................................................................................18
Grafik 3. Karakteristik Penderita Diabetes Melitus Tipe II berdasarkan usia...............
18
viii
ix
BAB I
PENDAHULUAN
1
diantaranya meninggal setiap tahunnya. Tujuh dari sepuluh penderita tersebut
tidak mendapatkan pengobatan yang adekuat.
Di Indonesia masalah hipertensi cenderung meningkat. Hasil Survei
Kesehatan RumahTangga (SKRT) tahun 2001menunjukkan bahwa 8,3%
penduduk menderita hipertensi dan meningkat menjadi 27,5% pada tahun
2004. Kelompok Kerja Serebro kardiovaskuler FK UNPAD/RSHS tahun
1999, menemukan prevalensi hipertensi sebesar 17,6%, dan MONICA Jakarta
tahun 2000 melaporkan prevalensi hipertensi di daerah urban adalah 31,7%.
Sementara untuk daerah rural (Sukabumi) FKUI menemukan prevalensi
sebesar 38,7%.
Berdasarkan uraian diatas perlu pengkajian untuk mengetahui gambaran
penderita Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Petarukan Kabupaten
Pemalang dengan menggunakan metode deskriptif.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, penelitian ini mengangkat
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana gambaran kejadian hipertensi di puskesmas Petarukan
Kabupaten Pemalang Bulan Mei – Juli Tahun 2021?
2. Bagaimana gambaran jenis kelamin penderita hipertensi di Puskesmas
Petarukan Kabupaten Pemalang Bulan Mei – Juli Tahun 2021?
3. Bagaimana gambaran usia penderita hipertensi di Puskesmas Petarukan
Kabupaten Pemalang Bulan Mei – Juli Tahun 2021)
2
3. Mengetahui gambaran usia penderita hipertensi pada wilayah kerja
puskesmas Petarukan Kabupaten Pemalang Bulan Mei – Juli Tahun 2021.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Hipertensi merupakan masalah kesehatan yang sering ditemukan pada
Negara berkembang. Secara umum, hipertensi tidak bergejala, mudah dideteksi,
biasanya mudah diobati dan sering menyebabkan komplikasi kematian bila tidak
ditangani. Sebagai hasil dari program pendidikan yang luas pada akhir tahun 1960
dan 1970-an baik oleh lembaga swasta maupun pemerintah, jumlah pasien
terdiagnosis dan / atau tidak diobati berkurang secara signifikan pada akhir 1980-
an ke level 25% dengan seiring penurunan mortalitas kardiovaskular. Sayangnya,
pertengahan 1990-an, tren menguntungkan ini mulai berubah. Jumlah pasien
terdiagnosis dengan hipertensi meningkat menjadi hampir 33%, penurunan angka
kematian kardiovaskular cenderung statis, dan jumlah individu dengan penyakit
kronis dengan hipertensi yang tidak diobati atau pengobatannya buruk cenderung
meningkat (Fisher, 2005).
Saat ini untuk orang dewasa, hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan
tekanan darah sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih tinggi dan atau peningkatan
tekanan darah diastolik mencapai 90 mmHg atau lebih tinggi. Hipertensi dibagi
menjadi dua tingkatan baik bersadarkan sistolik maupun diastolik darah. Tekanan
darah sistolik antara 120 dan 139 mmHg atau tekanan darah diastolik antara 80
dan 89 mmHg dikategorikan prehipertensi. Orang dengan prehipertensi memiliki
peningkatan risiko penyakit kardiovaskular dan perkembangan hipertensi dari
waktu ke waktu dibandingkan dengan orang dengan tekanan darah normal
(Schwartz, 2008).
Hipertensi merupakan masalah kesehatan yang menjadi semakin penting.
Prevalensi hipertensi meningkat dengan bertambahnya umur ke titik di mana lebih
dari setengah dari orang usia 60-69 tahun dan sekitar tiga-perempat dari mereka
70 tahun dan lebih tua. Peningkatan terutama tekanan darah sistolik bertanggung
jawab dalam meningkatkan insiden dan prevalensi hipertensi sejalan dengan
pertambahan usia. Studi Jantung Framingham baru-baru ini menjelaskan risiko
4
seumur hidup hipertensi mencapai sekitar 90 persen untuk pria dan wanita yang
tidak hipertensi pada usia 55 atau 65 tahun dan selamat sampai usia 80-85.
Bahkan setelah disesuaikan dengan persaingan angka kematian, risiko seumur
hidup sisa hipertensi adalah 86-90 persen pada wanita dan 81-83 persen pada pria
(JNC 7, 2003).
2.2 Epidemiologi
Prevalensi hipertensi tergantung antara komposisi ras pada populasi yang
diteliti dan kriteria yang digunakan untuk mendefinisikan kondisi. Dalam populasi
suburban kulit putih seperti dalam penelitian Framingham, hampir seperlima dari
individu memiliki tekanan darah 160/95 mmHg, sementara setengahnya memiliki
tekanan darah 140/90 mmHg. Prevalensi yang lebih tinggi telah
didokumentasikan dalam penduduk kulit putih. Pada perempuan prevalensi
berkaitan erat dengan usia, dengan peningkatan yang substansial terjadi setelah
usia 50. Peningkatan ini diduga berkaitan dengan perubahan hormonal saat
menopause, meskipun mekanismenya belum diketahui dengan jelas. Dengan
demikian, rasio frekuensi hipertensi pada wanita dibandingkan pria meningkat
0,6-0,7 pada usia 30 hingga 1,1-1,2 pada usia 65 (Fisher, 2003).
Data dari The National Health and Nutrition Survey (NHANES) telah
menunjukkan bahwa 50 juta atau lebih orang Amerika menderita hipertensi yang
5
menjalani beberapa bentuk pengobatan (Fisher, 2003). Di Seluruh Dunia estimasi
prevalensi untuk hipertensi diperkirakan sebanyak 1 miliar orang, dan sekitar 7,1
juta kematian per tahun mungkin disebabkan hipertensi. Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) melaporkan bahwa tekanan darah suboptimal (tekanan darah
sistolik > 115 mmHg) bertanggung jawab atas 62 persen dari penyakit
serebrovaskular dan 49 persen dari penyakit jantung iskemik (IHD), dengan
sedikit variasi berdasarkan jenis kelamin. Selain itu, tekanan darah suboptimal
tersebut merupakan faktor risiko nomor satu kematian di dunia (Fisher, 2003).
2.3 Etiologi
Sebagian besar (80-90%) dari pasien dengan hipertensi memiliki peningkatan
tekanan darah primer, yaitu hipertensi esensial yang tidak diketahui penyebabnya
(Camm, 2005).
6
(a) Obesitas.
Orang gemuk memiliki tekanan darah yang lebih tinggi dibandingkan orang
kurus. Ada resiko, yang cenderung lebih tinggi jika tekanan darah diukur dengan
manset kecil. Sesuaikan ukuran maset dengan lingkar lengan. Gangguan
pernafasan saat tidur yang bersamaan ditemukan pada pasien obesitas merupakan
faktor risiko tambahan.
(b) Alkohol.
Asupan Garam yang tinggi telah disarankan untuk menjadi penentu utama
dari perbedaan tekanan darah dalam populasi di seluruh dunia. Populasi dengan
asupan natrium lebih tinggi memiliki tekana darah rata-rata lebih tinggi
dibandingkan dengan asupan natrium rendah. Migrasi dari pedesaan ke
lingkungan perkotaan dikaitkan dengan peningkatan tekanan darah yang sebagian
terkait dengan jumlah garam dalam diet. Studi tentang pembatasan asupan garam
telah menunjukkan efek yang menguntungkan pada tekanan darah pada pasien
hipertensi. Sejumlah bukti telah menjelaskan komsumsi tinggi kalium dapat
melawan efek asupan kadar garam yang tinggi.
(d) Stres.
Nyeri akut atau stress dapat meningkatkan tekanan darah. Namun hubungan
antaran nyeri kronik dan peningkatan tekanan darah belum dapat dijelaskan
dengan pasti.
7
d.) Mekanisme Hormonal
Adanya sistem saraf otonom maupun Renin-angiotensis, peptide nautriuetik dan
sistem kalikrein-kinin memainkan peran dalam regulasi perubahan tekanan darah
jangka pendek dan telah dikaitkan dalam patogenesis hipertensi. Penurunan renin,
saltsensitive, hipertensi esensial yang terjadi pada pasien yang mengalami retensi
garam dan air dapat dijelaskan.
e.) Resistensi Insulin
Hubungan antara diabetes dan hipertensi telah lama telah diakui dan sebuah
sindrom telah dijelaskan dari adanya hiperinsulinemia, intoleransi glukosa,
penurunan tingkat kolesterol HDL, hipertrigliseridemia dan obesitas sentral
(semua yang berhubungan dengan resistensi insulin) dalam hubungan dengan
hipertensi. Hubungan ini (juga disebut sindrom metabolik) merupakan faktor
risiko utama untuk penyakit kardiovaskular.
b. Hipertensi Sekunder.
Hipertensi sekunder adalah keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah
akibat dari penyakit spesifik dan berpotensi dapat diobati. Bentuk-bentuk dari
penyeba hipertensi sekunder seperti yang ada di bawah ini:
a.) Penyakit Ginjal.
Sekitar 80% pasien penyakit ginjal mengalami hipertensi. Penyebab yang palig
sering adalah:
- Nefropati diabetik
- Glomerulonefritis Kronik
- Penyakit Polikistik pada dewasa
- Nefritis tubulointestinal Kronik
- Penyakit renovaskuler.
Hipertensi itu sendiri dapat menyebabkan atau memperburuk penyakit ginjal.
Mekanisme peningkatan tekanan darah ini akibat retensi garam dan air, meskipun
dapat pula ditemukan ketidaksesuaian peningkatan level plasma rennin.
8
b.) Penyakit Endokrin
- Sindrom Conn
- Adrenalhiperplasia
- Pheochromasitoma
- Sindrom Cushing
- Acromegali
c.) Penyakit kardiovaskular Kongenital
Penyebab yang paling sering adalah coartasio aorta.
d.) Obat-obatan
Banyak obat telah terbukti menyebabkan atau memperburuk hipertensi, atau
mengganggu respon terhadap beberapa agen antihipertensi: NSAID, kontrasepsi
oral, steroid, carbenoxolone, akar manis, simpatomimetik dan vasopressin. Pasien
yang memakai monoamine oxidase inhibitors yang mengkonsumsi makanan yang
mengandung tyramin dapat mengembangkan paroksismal hipertensi berat.
e.) Kehamilan
Curah jantung meningkat pada kehamilan tetapi, karena relatif besarnya
penurunan resistensi perifer, tekanan darah pada ibu hamil perempuan biasanya
lebih rendah dari pada mereka yang tidak hamil. Hipertensi dicatat dalam 8-10%
dari kehamilan; bila terdeteksi pada trimester pertama kehamilan atau bertahan
setelah melahirkan, biasanya karena sudah ada hipertensi esensial sebelumnya.
Hipertensi yang muncul pada paruh kedua kehamilan atau 'hipertensi yang
dicetuskan oleh kehamilan’ biasanya sembuh setelah melahirkan. Ketika tekanan
darah meningkat terhadap pengobatan> 160/110 mmHg dibenarkan untuk diobati.
Pre-eklampsia adalah sindrom yang terdiri dari kehamilan yang diinduksi
hipertensi dengan proteinuria. penyebab primer tidak diketahui dengan pasti,
tetapi kemungkinan melibatkan gangguan sirkulasi uteroplasenta dan
mengakibatkan pembatasan pertumbuhan intrauterin. Hipertensi pada kehamilan,
bersama dengan emboli paru, adalah penyebab kematian ibu yang paling umum,
dengan kejadian 10 per 1 juta kehamilan. Selain itu, penting kondisi eklampsia,
yang berhubungan dengan berat hipertensi, pada akhirnya dapat menyebabkan
9
kejang-kejang, gangguan edema otak dan paru, penyakit kuning, kelainan
pembekuan dan kematian janin.
2.4 Patofisiologi
Mekanisme patogenesis hipertensi yaitu peningkatan tekanan darah yang
dipengaruhi oleh curah jantung dan tahanan perifer. Mekanisme hipertensi tidak
dapat dijelaskan dengan satu penyebab khusus, melainkan sebagai akibat interaksi
dinamis antara faktor genetic, lingkungan dan faktor lainnya. Tekanan darah
dirumuskan sebagai perkalian antara curah jantung dan/atau tekanan perifer yang
akan meningkatkan tekanan darah. Retensi sodium, turunnya filtrasi ginjal,
meningkatnya rangsangan saraf simpatis, meningkatnya aktifitas renin angiotensin
aldosteron, perubahan membrane sel, hyperinsulinemia, disfungsi endotel
merupakan beberapa faktor yang terlibat dalam mekanisme hipertensi.
10
2.5 Manifestasi Klinis
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala meskipun
secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya
berhubungan dengan tekanan darah tinggi, padahal sesungguhnya tidak. Gejala
yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah
kemerahan dan kelelahan yang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi
maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal. Hipertensi diduga
dapat berkembang menjadi masalah kesehatan yang lebih serius dan bahkan dapat
menyebabkan kematian. Sering kali hipertensi disebut sebagai silent killer karena
dua hal yaitu:
11
b. Hipertensi dapat diketahui dengan mengukur tekanan darah secara teratur.
Hipertensi apabila tidak ditangani dengan baik, akan mempunyai risiko besar
untuk meninggal karena komplikasi kardiovaskular seperti stroke, serangan
jantung, gagal jantung, dan gagal ginjal.
Jika timbul hipertensi yang berat atau menahun dan tidak terobati, bisa timbul
gejala berikut:
1) Sakit kepala
2) Kelelahan
4) Mual
5) Muntah
6) Sesak napas
7) Gelisah
9) Telinga berdenging
2.6 Penatalaksanaan
Pasien dengan tekanan diastolik 90 mmHg atau tekanan sistolik 140 mmHg
harus ditangani. Pasien dengan hipertensi sistolik terisolasi (level 160 mmHg
dengan tekanan diastolik 89 mmHg) harus juga diobati jika mereka di atas usia 65
tahun. Pasien dengan hipertensi dengan tekanan darah yang tidak stabil atau
12
hipertensi sistolik terisolasi yang tidak diobati harus memiliki tindak lanjut
pemeriksaan rutin pada interval 6 bulan karena hipertensi dapat menjadi progresif
dan / atau berkelanjutan. Akhirnya, pasien dengan penyakit vaskular
aterosklerotik atau diabetes mellitus dan tekanan darah diastolik antara 85 dan 90
mmHg juga harus menerima terapi antihipertensi (Fisher, 2005).
Sekitar kurang dari sepertiga dari pasien hipertensi di Amerika Serikat diobati
secara efektif. Jumlah kegagalan terhitung kecil terkait dengan obat yang tidak
merespom. Kebanyakan kegagalan akibat (1) gagal mendeteksi hipertensi, (2)
kegagalan institusi dalam pengobatan yang efektif pasien hipertensi asimtomatik,
dan (3) kegagalan pasien hipertensi asimtomatik untuk mematuhi terapi. Untuk
membantu mengatasi masalah selanjutnya, pasien harus diedukasi untuk
melanjutkan perawatan dengan regimen yang efektif. Efek samping dan
ketidaknyamanan pengobatan harus diminimalkan atau dihilangkan agar pasien
dapat bekerja sama (Fisher, 2005).
a. Pengobatan Non-Farmakologi
Perubahan gaya hidup dapat menurunkan tekanan darah dan harus digalakkan
untuk semua orang dengan prehipertensi. Modifikasi mungkin cukup sebagai
terapi awal untuk beberapa orang dengan hipertensi stadium 1. Perlu terapi
tambahan bagi mereka dengan hipertensi yang lebih parah (Schwartz, 2008).
13
produk susu rendah lemak (kalsium tinggi) dengan pengurangan kandungan dari
lemak total dan jenuh (Schwartz, 2008).
Pembatasan asupan natrium setiap hari menjadi100 mEq (2,4 g natrium atau 6
gr garam) menurunkan tekanan darah pada sejumlah pasien tapi tidak semua
pasien hipertensi. Sensitivitas terhadap garam lebih umum pada orang-orang ras
African American, obesitas, atau orang tua atau yang memiliki hipertensi rendah
renin, tingkat tekanan darah yang lebih tinggi, atau penyakit ginjal kronik, efek
antihipertensi dari banyak obat yang ditingkatkan oleh pembatasan natrium. Juga,
pembatasan natrium meminimalkan kehilangan kalium yang menginduksi
diuresis.
Latihan aerobik yang teratur dapat menurunkan tekanan darah secara langsung
dan secara tidak langsung dengan memfasilitasi penurunan berat badan.
Setidaknya 30 menit sehari-hari aktivitas aerobik, seperti berjalan, harus
digalakkan (Schwartz, 2008).
Pembatasan asupan alkohol setiap hari ]kurang dari 1 oz (30 ml) dan etanol
(<0.5 oz untuk perempuan atau laki-laki ringan) sering dikaitkan dengan
penurunan tekanan darah. Alkohol adalah sumber kalori, dan penggunaannya
sering dikaitkan dengan buruknya kepatuhan dengan terapinantihipertensi.
Asupan alkohol yang berlebihan dapat menyebabkan hipertensi yang tidak stabil
yang sulit untuk mengontrol dalam hubungan dengan gejala lain (pembilasan dan
takikardia) yang merujuk pada penyakit pheochromocytoma (Schwartz, 2008).
Karena komplikasi dari penyakit arteri koroner yang paling umum penyebab
kematian pada orang hipertensi, semua risiko untuk penyakit kardiovaskular harus
ditangani. Manfaat penurunan tekanan darah dikurangi pada perokok. Komponen
14
sindrom metabolik hidup berdampingan lebih sering pada orang hipertensi
dibandingkan orang normotensi. Pengobatan sindrom metabolik menurunkan
risiko penyakit jantung dan hipertensi yang sedang berkembang. Ini mencakup
instruksi dalam diet rendah lemak, penurunan berat badan; dorongan berolahraga
secara teratur, dan penggunaan obat-obatan untuk menurunkan kadar serum lipid,
tekanan darah, dan sensitivitas insulin bila diperlukan (Schwartz, 2008).
a. Pengobatan Farmakologi
Pada lebih dari 50% dari orang dengan hipertensi stadium 1, tekanan darah
dapat dikontrol dengan terapi obat tunggal. Faktor penting untuk pertimbangkan
ketika memilih obat untuk terapi awal adalah khasiat sebagai monoterapi, rute
eliminasi, interaksi obat, efek samping, dan biaya. Pemilihan obat yang tepat
adalah penting untuk menjaga kepatuhan jangka panjang.
Obat kelas lain dipertimbangan untuk diberikan apabila diuretik tidak efektif
atau ada kontraindikasi atau dengan pengaturan obat lain yang memiki alternative
pada kondisi tertentu (misalnya ACEIs pada pasien hipertensi dengan gagal
jantung kongestif). Antagonis alfa yang bekerja sentral (clonidin, methyldopa,
guanabenz dan guanfacine) dan vasodilator (hydralazine dan monoxidil) dapat
dipertimbangkan dalam kondisi pseudotoleransi. Pseudotoleransi adalah stimulasi
15
refleks dari sistem rennin-angiotensin-aldosteron atau sistem saraf simpatis yang
menyebabkan retensi cairan, peningkatan resistensi vaskular, atau peningkatan
curah jantung dengan hilangnya kemanjuran dengan penggunaan jangka panjang.
Oleh karena itu sejumlah obat tidak diberikan sendiri. Obat efek sentral (beta-
agonist cocok ketika diberikan dengan diuretik, vasodilator paling baik diberikan
sebagai obat ketiga dalam kombinasi diuretik dan adrenergik inhibitor. Adapula
obat yang lebih baik pada sejumlah umur dan ras tertentu (diuretik dan CCB lebih
efektif pada ras Afro-Amerika dan pasien usia: beta-bloker , ACEI dan ARB lebih
efektif pada pasien kulit putih dan dan pasien yang lebih muda. Dengan terapi
kombinasi, memastikan obat bekerja kombinasi dan dua obat dari kelas yang sama
tidak boleh diberikan. Biasanya, salah satu obat kombinasi adalah diuretik
kelemahan dan impotensi. Impotensi merupakan efek sampiang yang paling
berpotensi pada semua obat anti hipertensi.
Dikenal ada 2 kelompok obat lini pertama yang lazim digunakan untuk
pengobatan awal hipertensi yang itu diuretic, beta-bloker, ACE-inhbitor, ARB dan
antagonis kalsium. Pada JNC-VII, penyekat reseptor alfa adrenergik tidak
dimasukkan dalam lini pertama (Hafrialdi, 2007).
1. Diuretik.
Sampai sekarang diuretik golongan tiazid merupakan obat utama dalam terapi
hipertensi. Sebagian penelitian besar membuktikan bahwa diuretik terbukti paling
efektif dalam menurunkan risiko kardiovaskuler.
16
Diuretik bekerja dengan menghambat transport bersama Na-Cl di tubulus
distal ginjal, sehingga ekskresi Na+ dan Cl- meningkat.Beberapa obat golongan
diuretic antara lain hidroklorotiazid, bendroflumetiazid, klorotiazid dan diuretik
lain yang memiliki gugus aryl-sulfonamida. Pemberian 1x sehari (Hafrialdi,
2007).
2. Beta bloker.
Dari berbagai beta-bloker, atenolol merupakan obat yang sering dipilih. Dosis
lazim 50-100 mg per oral sehari. Metoprolol diberikan dua kali sehari dengan
dosis 50-100 mg. Labetolol diberikan dua kali sehari maksimal 300 mg, dam
karvedilol sekali sehari maksimal 50 mg (Hafrialdi, 2007).
17
Obat ARB seperti Losartan 25-100 mg 1-2x sehari, valsartan, irberstan,
telmisartan dan candesartan 1x sehari (Hafrialdi, 2007).
4. Antagonis Kalsium
Antagonis kalsium meghambat influx kalsium pada sel otot polos pembuluh
darah dan miokard. Di pembuluh darah, antagonis kalsium terutama menimbulkan
relaksasi arteriol, sedangkan vena kurang dipengaruhi. Penurunan resistensi
perifer ini sering diikuti oleh reflek takikardia dan vasokontriksi, terutama
menggunakan golongan dihidropiridin kerja pendek (nifedipin). Dossi nifedipin 3-
4x sehari tab 100 mg. Sedangkan diltiazem 80-180 mg 3x sehari dan verapamil
80-320 mg 2-3x sehari tidak menimbulkan takikardia karena efek kronotropik
negative langsung pada jantung. Bila reflex takikardia kurang baik, seperti pada
orang tua, maka pemberian antagonis kalsium dapat menimbulkan hipotensi yang
berlebihan (Hafrialdi, 2007).
2.7 Komplikasi
Salah satu alasan mengapa kita perlu mengo-ati tekanan darah tinggi adalah
untuk mencegah kemungkinan terjadinya komplikasi yang dapat timbul jika
penyakit ini tidak disembuhkan. Beberapa komplikasi hipertensi yang umum
terjadi diantaranya sebagai berikut :
1). Stroke
Hipertensi adalah faktor resiko yang penting dari stroke dan trancient
ischaemic attack. Pada penderita hipertensi 80% stroke yang terjadi merupakan
stroke iskemik, yang disebabkan karena trombosis intra arterial atau embolisasi
dari jantung dan arteri besar. Sisanya 20% disebabkan oleh pendarahan
(haemorrhage) yang juga berhubungan dengan nilai tekanan darah yang sangat
tinggi. Studi populasi menunjukan bahwa penurunan tekanan darah sebesar 6
mmHg menurunkan resiko terjadinya stroke.
18
2). Penyakit jantung koroner dan gagal jantung
4). Retinopati
Ginjal merupakan organ penting yang sering rusak akibat hipertensi. Dalam
waktu beberapa tahun hipertensi parah dapat menyebabkan insufiensi ginjal,
kebanyakan sebagai akibat nekrosis fibrinoid karena insufisiensi arteri ginjal
kecil. Perkembangan kerusakan ginjal akibat hipertensi biasanya ditandai oleh
proteinuria. Proteinuria dapat dikurangi dengan menurunkan tekanan darah secara
efektif.
19
BAB III
METODE PENELITIAN
20
c. Memiliki hasil pemeriksaan tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg
dan/atau diastolik ≥ 90 mm Hg
4) Kriteria eklusi
a. Penderita selain hipertensi
b. Penderita hipertensi sekunder
21
populasi (beneficence). Peneliti meminimalisasi dampak yang merugikan
bagi subyek (nonmaleficence). Apabila intervensi penelitian berpotensi
mengakibatkan cedera atau stres tambahan maka subyek dikeluarkan dari
kegiatan penelitian untuk mencegah terjadinya cedera, kesakitan, stres,
maupun kematian subyek penelitian (Nursalam, 2011).
22
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
23
Sumber : Data Puskesmas Petarukan
Grafik 1. Persentase Penderita Hipertensi di Puskesmas Petarukan Periode Mei-Juli 2021
24
4.1.3 Karakteristik Penderita Hipertensi
Penderita Hipertensi yang dimaksud dalam hal ini merupakan orang yang
memiliki gejala klinis Hipertensi dan pemeriksaan tekanan darah menunjukkan
hasil sistolik ≥ 140 mmHg dan/atau diastolik ≥ 90 mm Hg saat memeriksakan diri
ke poli umum Puskesmas Petarukan selama bulan Mei-Juli 2021.
Karakteristik penderita yang diamati dalam penelitian ini meliputi jenis
kelamin dan usia. Distribusi frekuensi berdasarkan karakteristik pendertita
Hipertensi di wilayah kerja Puskemas Petarukan sebagai berikut:
25
Grafik 4. Karakteristik Penderita Hipertensi berdasarkan usia
Karakteristik penderita hipertensi berdasarkan jenis kelamin diperoleh
penderita laki-laki sebanyak 43 orang (29%) dan perempuan sebanyak 104 orang
(71%). Berdasarkan usia didapatkan penderita Diabetes Melitus Tipe II terbanyak
yaitu usia 60-69 tahun sebanyak 55 orang (38%) dan paling sedikit yaitu usia 20-
39 tahun yaitu sebanyak 2 orang (1%).
4.2 Pembahasan
4.2.1 Kejadian Hipertensi
Berdasarkan data sekunder yang didapatkan, jumlah kejadian hipertensi di
Puskesmas Petarukan selama bulan Mei-Juli adalah sebanyak 147 pasien. Hal ini
berkaitan dengan beberapa faktor internal dan eksternal dimana faktor internal
yaitu yang berkaitan dengan faktor risiko penyakit hipertensi itu sendiri dan faktor
eksternal diantaranya penurunan jumlah pasien secara keseluruhan yang datang
memeriksakan diri ke Puskesmas Petarukan selama masa pandemic Covid-19.
4.2.2 Karakteristik Penderita Hipertensi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penderita Hipertensi banyak terjadi
pada jenis kelamin perempuan daripada laki-laki. Data tersebut sesuai dengan
penelitian Schwartz (2008) yang menyatakan bahwa dalam usia dewasa muda dan
usia pertengahan awal, hipertensi lebih umum pada pria dibandingkan pada
26
wanita. Pada orang yang lebih tua dari 60 tahun, sebaliknya adalah hipertensi
lebih umum pada wanita dibandingkan pada pria. Pada perempuan prevalensi
berkaitan erat dengan usia, dengan peningkatan yang substansial terjadi setelah
usia 50. Peningkatan ini diduga berkaitan dengan perubahan hormonal saat
menopause, meskipun mekanismenya belum diketahui dengan jelas. Dengan
demikian, rasio frekuensi hipertensi pada wanita dibandingkan pria meningkat
0,6-0,7 pada usia 30 hingga 1,1-1,2 pada usia 65.
Mayoritas penderita hipertensi pada penelitian ini berusia 60-69 tahun yang
merupakan usia lanjut. Data tersebut sesuai dengan laporan oleh JNC 7 dimana
Prevalensi hipertensi meningkat dengan bertambahnya umur ke titik di mana lebih
dari setengah dari orang usia 60-69 tahun dan sekitar tiga-perempat dari mereka
70 tahun dan lebih tua. Peningkatan terutama tekanan darah sistolik bertanggung
jawab dalam meningkatkan insiden dan prevalensi hipertensi sejalan dengan
pertambahan usia.
Tekanan darah meningkat sejalan dengan peningkatan usia. Tekanan darah
sistolik meningkat sepanjang hidup, tetapi tekanan darah diastolik cenderung
stabil pada usia dekade kelima. Dengan demikian, baik insiden dan prevalensi
hipertensi meningkat dengan bertambahnya usia, dan hipertensi sistolik terisolasi
menjadi subtipe yang paling umum pada orang tua. Untuk orang setengah baya
dengan tekanan darah normal yang hidup sampai usia 85 tahun, masa residual
risiko mengembangkan hipertensi adalah 90% (Fisher, 2005).
27
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang di lakukan mengenai
gambaran penderita hipertensi di Puskesmas Petarukan Kabupaten Pemalang
bulan Mei sampai Juli 2021, dapat di simpulkan sebagai berikut :
1. Daerah dengan penderita Hipertensi paling tinggi yakni Kelurahan
Petarukan, sedangkan Kelurahan Bulu dan Tegalmlati merupakan
kelurahan dengan kejadian hipertensi terendah.
2. Berdasarkan jenis kelamin, dari keseluruhan penderita hipertensi
didominasi oleh pasien dengan jenis kelamin Perempuan.
3. Jika dikelompokkan berdasarkan usia, penderita hipertensi yang paling
banyak yaitu usia 60-69 tahun.
5.2 Saran
1) Meningkatkan mutu sumber daya manusia dengan memberikan
penyuluhan rutin di bidang kesehatan serta perilaku hidup bersih dan sehat
terutama yang berkaitan dengan Hipertensi pada masyarakat agar
meningkatkan pengetahuan dan perilaku untuk mengurangi angka
penambahan penderita Hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Petarukan.
2) Meningkatkan kualitas dan kuantitas dalam pelaksanaan screening dini
Hipertesni agar dapat diobati dan mencegah terjadinya komplikasi lebih
lanjut yang dapat mengakibatkan kematian
28
DAFTAR PUSTAKA
29