Anda di halaman 1dari 10

15

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Partus Tidak Maju


2.1.1 Definisi Partus Tidak Maju
Partus tak maju yaitu persalinan yang ditandai tidak adanya pembukaan
serviks dalam 2 jam dan tidak adanya penurunan janin dalam 1 jam.Partus tak
maju dapat terjadi meskipun kontraksi uterus kuat, janin tidak dapat turun karena
faktor mekanis. Kemacetan persalinan biasanya terjadi pada pintu atas panggul,
tetapi dapat juga terjadi pada ronga panggul atau pintu bawah panggul. Partus tak
maju yaitu suatu persalinan dengan his yang adekuat yang tidak menunjukan
kemajuan pada pembukaan serviks, turunnya kepala dan putar paksi selama 2 jam
terakhir (Prawirhardjo,S,2009).

2.1.2 Klasifikasi
Menurut Jhonson (2004) partus tidak maju dapat digolongkan menjadi
empat yaitu:
1. Persalinan disfungsi akibat kontraksi uterus yang tidak efektif atau
upaya mengedan ibu.
2. Perubahan struktur pelvis (jalan lahir)
3. Kelainankelahiran posisi,bayi besar dan jumlah bayi
4. Respon psikologis ibu terhadap persalinan

Menurut Prawirhajo, partus tidak maju dapat digolongkan menjadi tiga


yaitu :
1. Kelahiran tenaga (his atau kekuatan kontraksi)
2. Kelahiran janin yaitu: persalinan dapat mengalami gangguan atau
kemacetankarena kelainan dalam letak atau dalam bentuk janin.
3. Kelainan jalan lahir: kelainan dalam lahir biasanya menghalangi
kemajuanatau penyebab kemacetan nyeri.

Universitas Sumatera Utara


16

2.1.3. Penyebab Partus Tak Maju Yaitu :


A. Disproporsi Sefalopelvik (pelvis sempit atau janin besar)
Keadaan panggul merupakan faktor penting dalam kelangsungan
persalinan, tetapi yang penting ialah hubungan antara kepala janin dengan
panggul ibu. Besarnya kepala janin dalam perbandingan luasnya panggul
ibu menentukan apakah ada disproporsi sefalopelvik atau tidak ada
disproporsi sefalopelvik adalah ketidakmampuan janin untuk melewati
panggul. Panggul yang sedikit sempit dapat diatasi dengan kontraksi
uterus yang efisien, letak, presentasi, kedudukan janin yang
menguntungkan dan kemampuan kepala janin untuk mengadakan molase.
Sebaliknya kontraksi uterus yang jelek, kedudukan abnormal,
ketidakmampuan kepala untuk mengadakan molase dapat menyebabkan
persalinan normal tidak mungkin.
Kehamilan pada ibu dengan tinggi badan <145 cm dapat terjadi
disproporsi sefalopelvik, kondisi luas panggul ibu tidak sebanding dengan
kepala bayi, sehingga pembukaannya berjalan lambat dan akan
menimbulkan komplikasi obstetri. Disproporsi sefalopelvik terjadi jika
kepala janin lebih besar dari pelvis, hal ini akan menimbulkan kesulitan
atau janin tidak mungkin melewati pelvis dengan selamat. Bisa juga terjadi
akibat pelvis sempit dengan ukuran kepala janin normal, atau pelvis
normal dengan janin besar atau kombinasi antara bayi besar dan pelvis
sempit. Disproporsi sefalopelvik tidak dapat didiagnosis sebelum usia
kehamilan 37 minggu karena sebelum usia kehamilan tersebut kepala
belum mencapai ukuran lahir normal (Huda,NL..2005).

Disproporsi sefalopelvik dapat terjadi karena:


1. Marginal (ini berarti bahwa masalah bisa diatasi selama persalinan,
relaksasi sendi-sendi pelvis dan molase kranium kepala janin dapat
memungkinkan berlangsungnya kelahiran pervaginam).
2. Moderat (sekitar setengah dari pasien-pasien pada kelompok lanjutan
ini memerlukan kelahiran dengan tindakan operasi).

Universitas Sumatera Utara


17

3. Definit (ini berarti pelvis sempit, bentuk kepala abnormal atau


janin mempunyai ukuran besar yang abnormal, misalnya hidrosefalus,
operasi diperlukan pada kelahiran ini).

B. Presentasi yang abnormal


Hal ini bisa terjadi pada dahi, bahu, muka dengan dagu posterior dan
kepala yang sulit lahir pada presentasi bokong.
B.1. Presentasi Dahi
Presentasi dahi adalah keadaan dimana kepala janin ditengah
antara fleksi maksimal dan defleksi maksimal, sehingga dahi
merupakan bagian terendah. Presentasi dahi terjadi karena
ketidakseimbangan kepala dengan panggul, saat persalinan kepala
janin tidak dapat turun ke dalam rongga panggul sehingga persalinan
menjadi lambat dan sulit (Scott,J..dkk,2002).
B.2. Presentasi Bahu
Bahu merupakan bagian terbawah janin dan abdomen cenderung
melebar dari satu sisi kesisi yang lain sehingga tidak teraba bagian
terbawah anak pada pintu atas panggul menjelang persalinan. Bila
pasien berada pada persalinan lanjut setelah ketuban pecah, bahu dapat
terjepit kuat di bagian atas pelvis dengan satu tangan atau lengan
keluar dari vagina.
Presentasi bahu terjadi bila poros yang panjang dari janin tegak
lurus atau pada sudut akut panjangnya poros ibu, sebagaimana yang
terjadi pada letak melintang.Presentasi bahu disebabkan paritas tinggi
dengan dinding abdomen dan otot uterus kendur, prematuritas,
obstruksi panggul. Presentasi bahu terjadi bila poros yang panjang dari
janin tegak lurus atau pada sudut akut panjangnya poros ibu,
sebagaimana yang terjadi pada letak melintang. Presentasi bahu
disebabkan paritas tinggi dengan dinding abdomen dan otot uterus
kendur, prematuritas, obstruksi panggul (Prawirhardjo,S,..1999).

Universitas Sumatera Utara


18

B.3. Presentasi muka


Pada presentasi muka, kepala mengalami hiperekstensi sehingga
oksiput menempel pada punggung janin dan dagu merupakan bagian
terendah. Presentasi muka terjadi karena ekstensi pada kepala, bila
pelvis sempit atau janin sangat besar. Pada wanita multipara,
terjadinya presentasi muka karena abdomen yang menggantung yang
menyebabkan punggung janin menggantung ke depan atau ke lateral,
seringkali mengarah kearah oksiput. Presentasi muka tidak ada faktor
penyebab yang dapat dikenal, mungkin terkait dengan paritas tinggi
tetapi 34% presentasi muka terjadi pada primigravida.

C. Abnormalitas pada janin


Hal ini sering terjadi bila ada kelainan pada janin misalnya :
Hidrosefalus, pertumbuhan janin lebih besar dari 4.000 gram, bahu yang
lebar dan kembar siam.

D. Abnormalitas sistem reproduksi


Abnormalitas sistem reproduksi misalnya tumor pelvis, stenosis vagina
kongenital, perineum kaku dan tumor vagina (WHO,2002).

Gambar 2.1.Letakmemanjang, presentasi kepala. Perbedaan sikap tubuh janin


pada presentasi (A) verteks, (B) sinsiput, (C) wajah, (D) dahi

Universitas Sumatera Utara


19

2.1.4. Epidemiologi Partus tidak maju


Penelitian Gessesssew dan Mesfin di R.S Adigrat Zonal tahun 2001
diperoleh 195 kasus partus tak maju, 114 kasus terjadi pada wanita usia 20-34
tahun dengan proporsi 58,4%, 60 kasus terjadi pada wanita usia >34 tahun dengan
proporsi 30,8% dan 21 kasus terjadi pada wanita usia <20 tahun dengan proporsi
10,8%. Sedangkan pada paritas diperoleh 90 kasus terjadi pada paritas 1-4 dengan
proporsi 46,2%, 59 kasus terjadi pada paritas 0 dengan proporsi 30,2% dan 46
kasus terjadi pada paritas≥ 5 dengan proporsi 23,6%.16 .Penelitian Simbolon di
Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang tahun 2007 diperoleh 273 kasus partus tak
maju, 201 kasus terjadi pada wanita usia 20-35 tahun dengan proporsi 73,6%, 63
kasus terjadi pada wanita usia > 35 tahun dengan proporsi 23,1% dan 9 kasus
terjadi pada wanita usia < 20 tahun dengan proporsi 3,3%. Sedangkan pada paritas
diperoleh 118 kasus terjadi pada paritas 0 dengan proporsi 43,2%, 98 kasus terjadi
pada paritas 1-3 dengan proporsi 35,9% dan 57 kasus terjadi pada paritas > 3
dengan proporsi 20,9% (Simbolon,D,2008).
Di negara-negara maju panggul kecil telah berkurang sebagai penyebab
distosia.namun pada kelompok ekonomi lemah di negara maju dan penduduk kota
yang miskin di negara berkembang, panggul kecil masih ada dan menyebabkan
partus tak maju. Di negara-negara maju 70% wanita bentuk panggul normal dan
di Asia 80% wanita bentuk panggul normal 36. Penelitian Adhikari dkk di RS di
India tahun 1993-1998 diperoleh 43.906 persalinan terdapat 245 kasus partus tak
maju dengan proporsi 1%.37 Penelitian Ikojo dkk di RS Pendidikan Enugu
Nigeria tahun 1999-2004 diperoleh 4.521 persalinan terdapat 120 kasus partus tak
maju dengan proporsi 2,7%.
Di Indonesia proporsi partus tak maju 9% dari penyebab kematian ibu
langsung.8 Penelitian Olva di RSU Unit Swadana Subang Jawa Barat tahun 2001
diperoleh 400 persalinan terdapat 200 kasus partus tak maju dengan proporsi
50%.Hasil penelitian Sidabutar di RS Santa Elisabeth Medan Tahun 2000-2004
diperoleh proporsi partus tak maju 19,7% yaitu 1.418 kasus dari 7.163 persalinan.
40 Hasil penelitian Idriyani di RSIA Fatimah Makasar tahun 2006 diperoleh
proporsi partus tak maju 2,9% yaitu 74 kasus dari 2.552 persalinan
(Idriyani,A,R,2007).

Universitas Sumatera Utara


20

2.2. Seksio Sesarea


2.2.1. Definisi Seksio Sesarea
Istilah Seksio Sesarea berasal dari perkataan Latin Caedere yang artinya
memotong. Seksio sesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat
sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina (Mochtar,
1998).
Seksio sesarea atau kelahiran sesarea adalah melahirkan janin melalui
irisan pada dinding perut (laparatomi) dan dinding uterus (histerektomi). Defenisi
ini tidak termasuk melahirkan janin dari rongga perut pada kasus ruptura uteri
atau kehamilan abdominal (Pritchard dkk, 1991).

2.2.2. Klasifikasi Seksio Sesarea


Ada beberapa jenis seksio sesarea yaitu seksio sesarea klasik atau corporal
yaitu insisi pada segmen atas uterus atau korpus uteri.Pembedahan ini dilakukan
bila segmen bawah rahim tidak dapat dicapai dengan aman, bayi besar dengan
kelainan letak terutama jika selaput ketuban sudah pecah (Manuaba, 1999).Seksio
sesarea ismika atau profundal (low servical dengan insisi pada segmen bawah
rahim) merupakan suatu pembedahan dengan melakukan insisi pada segmen
bawah uterus (Prawiroharjo, 2008).Hampir 99 % dari seluruh kasus seksio sesarea
memilih teknik ini karena memiliki beberapa keunggulan seperti kesembuhan
lebih baik dan tidak banyak menimbulkan perlekatan.
Seksio sesarea yang disertai histerektomi yaitu pengangkatan uterus
setelah seksio sesarea karena atoni uteri yang tidak dapat diatasi dengan tindakan
lain, pada miomatousus yang besar dan atau banyak atau pada ruptur uteri yang
tidak dapat diatasi dengan jahitan (Manuaba, 1999). Seksio sesarea vaginal yaitu
pembedahan melalui dinding vagina anterior ke dalam rongga uterus (Manuaba,
1999).Seksio sesarea ekstraperitoneal yaitu seksio yang dilakukan tanpa insisi
peritoneum dengan mendorong lipatan peritoneum ke atas dan kandung kemih ke
bawah atau ke garis tengah kemudian uterus dibuka dengan insisi di segmen
bawah (Manuaba, 1999).

Universitas Sumatera Utara


21

2.2.3 Indikasi Seksio Sesarea


Dalam persalinan ada beberapa faktor yang menentukan keberhasilan
suatu persalinan yaitu jalan lahir, janin, kekuatan ibu, psikologi ibu dan penolong.
Apabila terdapat salah satu gangguan pada salah satu faktor tersebut akan
mengakibatkan persalinan tidak berjalan dengan lancar bahkan dapat
menimbulkan komplikasi yang dapat membahayakan ibu dan janin (Mohctar,
1998).
Operasi seksio sesarea dilakukan jika kelahiran pervaginal mungkin akan
menyebabkan resiko pada ibu ataupun pada janin. Adapun indikasi dilakukannya
seksio sesarea adalah persalinan berkepanjangan, malpresentasi atau malposisi,
disproporsi sefalo-pelvis, distress janin, prolaps tali pusat, plasenta previa,
abrupsio plasenta, penyakit pada calon ibu, bedah sesarea ulangan (Simkin dkk,
2008).
Persalinan berkepanjangan dimana kontraksi dengan kualitas rendah,
pembukaan yang tidak berkembang, bayi yang tidak turun meskipun sudah
dilakukan usaha untuk mengistirahatkan rahim atau merangsang kontraksi lebih
kuat; malpresentasi atau malposisi dimana letak bayi dalam rahim tidak
menguntungkan untuk melahirkan lewat vagina. Contoh malpresentasi adalah
posisi transversal, presentasi sungsang. Malposisi mencakup posisi oksiput
posterior yang persisten atau asinklitisme; disproporsi sefalo-pelvis dimana kepala
bayi terlalu besar, struktur panggul ibu terlalu kecil atau kombinasi keduanya;
distress janin dimana perubahan tertentu pada kecepatan denyut jantung janin
dapat menunjukkan adanya masalah pada bayi.
Perubahan kecepatan jantung ini dapat terjadi jika tali pusat tertekan atau
berkurangnya aliran darah teroksigenasi ke plasenta. Memantau respon kecepatan
jantung janin terhadap rangsang kulit kepala atau menggunakan pemantauan
kejenuhan oksigen janin dapat membantu pemberi perawatan mengetahui apakah
bayi mengompensasi keadaan ini dengan baik atau mulai mengalami efek
kekurangan oksigen. Jika bayi tidak mampu lagi mengompensasinya, perlu
dilakukan bedah sesar; prolaps tali pusat dimana jika tali pusat turun melalui leher
rahim sebelum si bayi, kepala atau tubuh bayi dapat menjepit tali pusat tersebut

Universitas Sumatera Utara


22

dan secara drastis mengurangi pasokan oksigen sehingga mengharuskan


dilakukannya melahirkan secara bedah sesar segera; plasenta previa dimana
plasenta menutupi sebagian leher rahim. Saat leher rahim melebar, plasenta
terlepas dari rahim menyebabkan perdarahan yang tidak sakit pada calon ibu.Hal
ini dapat mengurangi pasokan oksigen ke janin. Melahirkan lewat vagina yang
aman tidak dimungkinkan pada plasenta previa, karenaplasenta akan keluar
sebelum si bayi (Duffet, 1995; Kasdu, 2003; Simkin dkk, 2008).
Abrupsio plasenta dimana plasenta secara dini terlepas dari dinding
rahim.Keadaan ini dapat menyebabkan perdarahan vagina atau perdarahan
tersembunyi dengan sakit perut yang spontan. Pemisahan ini merupakan pasokan
oksigen ke janin dan bergantung pada seberapa banyak plasenta yang terlepas,
perlu dilakukan bedah sesar; penyakit pada calon ibu misalnya ibu mempunyai
sakit jantung atau kondisi medis lain yang serius, ibu mungkin tidak akan mampu
menahan stress persalinan dan melahirkan lewat vagina. Adanya luka herpes pada
atau di dekat vagina pada saat persalinan juga merupakan indikasi untuk
melahirkan sesar karena bayi akan tertular infeksi jika dilahirkan melewati jalan
lahir. Seorang ibu yang positif HIV akan dapat mengurangi risiko penularan virus
ke bayinya jika ia menjalani melahirkan sesar yang sudah direncanakan (Duffet,
1995; Simkin dkk, 2008).

2.2.4. Jenis-jenis Seksio Sesarea


Menurut Mochtar Rustam (1998) jenis-jenis sectio caesarea adalah :
1. Sectio Caesarea Transperitonealis
a. Sectio Caesarea Klasik (korporal)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri
kira-kira sepanjang 10 cm.
Kelebihan :
1) Mengeluarkan janin lebih cepat
2) Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih
3) Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal

Universitas Sumatera Utara


23

Kekurangan :

1) Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak


ada riperitonearisasi yang baik
2) Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi ruptura uteri
Spontan
b. Sectio Caesarea ismika (profunda)
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang-konkaf pada
segmen bawah rahim (low cervical transversal) kira-kira 10
cm.
Kelebihan :
1) Penjahitan luka lebih mudah
2) Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik
3) Tumpang tindih dari peritoneal flat baik sekali untuk menahan
penyebaran isi uterus ke rongga periutoneum
4) Perdarahan kurang
5) Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptura uteri
spontan kurang atau lebih kecil.
Kekurangan :
1) Luka dapat melebar ke kiri, kanan, dan bawah, sehingga dapat
menyebabkan uterine putus dan terjadi perdarahan hebat.
2) Keluhan pada kandung kemih postoperatif tinggi.

2. Sectio Caesarea ekstraperitonealis


Sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis, dengan
demikian tidak membuka kavum abdominan

Universitas Sumatera Utara


24

2.2.5. Komplikasi Seksio Sesare


Komplikasi yang dapat terjadi akibat seksio sesarea antara lain :
a. Mortalitas ibu
Angka mortalitas ibu yang melahirkan secara seksio sesarea didapati
25 kali lebih besar dibandingkan angka mortalitas ibu yang melahirkan
secara pervaginam.Komplikasi yang paling sering menyebabkan
mortalitas ibu adalah perdarahan, komplikasi akibat tindakan anestesi,
dan infeksi (Arulkumaran, 2007 & Pernoll, 2001).
b. Morbiditas intraoperatif
Komplikasi bedah intraoperatif diperkirakan lebih dari 11% seluruh
tindakan seksio sesarea (80% minor, 20% mayor). Kompilikasi mayor
berupa: cedera kandung kemih, laserasi hingga serviks atau vagina,
laserasi korpus uterus, laserasi isthmus yang meluas ke ligamen,
laserasi kedua arteri uterus, cedera janin beserta sekuelnya, dan cedera
intestinal. Komplikasi minor meliputi: transfusi darah, cedera janin
tanpa sekuel, dan laserasi minor pada isthmus.
c. Morbiditas pascaoperasi
Morbiditas pascaoperasi diperkirakan sekitar 15% dari seluruh
tindakan seksio sesarea, di mana sebagian besarnya (90%) diakibatkan
oleh infeksi (endometritis, infeksi saluran kemih, dan sepsis).
Komplikasi lain yang tidak begitu sering (10%) disebabkan oleh ileus
paralitik, perdarahan intraabdominal, paresis kandung kemih,
trombosis, dan penyakit paru.
d. Morbiditas dan mortalitas perinatal
Persalinan melalui seksio sesarea memiliki risiko yang lebih kecil bagi
janin dibandingkan persalinan pervaginam, jadi mortalitas dan
morbiditas bayi menurun.Morbiditas yang menjadi perhatian utama
adalah prematuritas iatrogenik pada seksio sesarea elektif berulang
(Pernoll, 2001).

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai