Anda di halaman 1dari 18

PORTOFOLIO INTERNSHIP KASUS JIWA

“(F25.0) Skizoafektif tipe Manik”

Oleh:
dr. Wuri Kusuma Atmaja

Pendamping:
dr. Nofi Liza Meliana
dr. Henri Perwira Negara

RS SIAGA MEDIKA
PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA
(Periode 06 September 2018 – 06 September 2019)
Berita Acara Presentasi Portofolio

Pada hari ini hari Kamis, tanggal Maret 2019 telah dipresentasikan portofolio oleh:
Nama : dr. Wuri Kusuma Atmaja
Judul/ topik : (F25.0) Skizoafektif tipe Manik
No. ID dan Nama Pendamping : dr. Nofi Liza Meliana
dr. Henri Perwira Negara
No. ID dan Nama Wahana : RS Siaga Medika Pemalang

Nama Peserta Presentasi No. ID Peserta Tanda Tangan

1. 1.

2. 2.

3. 3.

4. 4.

5. 5.

6. 6.

7. 7.

Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.

Pembimbing Pendamping

dr. Maya Anggraeni, Sp. KJ dr. Nofi Liza Meliana dr. Henri Perwira Negara

No. ID dan Nama Peserta : dr. Wuri Kusuma Presenter : dr. Wuri Kusuma Atmaja
Atmaja

No. ID dan Nama Wahana : RS Siaga Medika Pendamping : dr. Nofi Liza Meliana
Pemalang dr. Henri Perwira Negara

TOPIK : F25.0 Skizoafektif tipe Manik

Tanggal (kasus) : 26 Februari 2019

Nama Pasien : Tn. C No. RM : 1449xx

Tempat Presentasi : RS Siaga Medika Pemalang

OBJEKTIF PRESENTASI

o Keilmuan o Keterampilan o Penyegaran o Tinjauan Pustaka

√ Diagnostik √ Manajemen o Masalah o Istimewa

o Neonatus o Bayi o Anak o Remaja √ Dewasa o Lansia o Bumil

o Deskripsi :

Heteroanamnesis dengan keluarga pasien dilakukan pada tanggal 26 Februari 2019 di IGD
Siaga Medika Pemalang

o Tujuan:

1. Menegakkan diagnosis (F25.0) Skizoafektif tipe Manik


2. Menejemen penatalaksanaan pada pasien (F25.0) Skizoafektif tipe Manik
3. Edukasi pada pasien (F25.0) Skizoafektif tipe Manik

Bahan Bahasan o Tinjauan Pustaka o Riset √ Kasus o Audit

Cara Membahas √ Diskusi o Presentasi dan o E-mail o Pos


Diskusi

DATA PASIEN Nama : Tn. C No Registrasi : 1449xx

Nama klinik : Bangsal Edelweis Telp : - Terdaftar sejak : 26 Februari


2019

Data utama untuk bahan diskusi:

1. Diagnosis/ Gambaran Klinis:


Sering mengamuk sejak malam hari. Pasien pulang dari jakarta diantar oleh temannya
karena sering mengamuk, bicara sendiri, dan marah-marah.

2. Riwayat Gangguan Psikiatri


Pasien belum pernah mengalami gangguan jiwa sebelumnya.
3. Riwayat gangguan Medis
Riwayat cedera kepala : disangkal
Riwayat kejang : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat opname : disangkal

4. Riwayat Medis Umum:


Riwayat penyalahgunaan zat : disangkal
Riwayat alkohol : disangkal
Riwayat merokok : disangkal
Riwayat konsumsi obat psikotropik : disangkal

5. Riwayat Kehidupan Pribadi


a. Prenatal dan Perinatal
Pasien merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Pasien merupakan anak yang
diharapkan oleh keluarga. Kondisi ibu saat mengandung pasien dalam keadaan sehat,
tidak pernah mengalami penyakit fisik yang serius dan tidak mengkonsumsi obat-
obatan. Proses kelahiran normal dan cukup bulan, dan pasien langsung menangis saat
di lahirkan. Kelahirannya di tolong oleh bidan setempat.

b. Masa anak awal


Pasien diasuh oleh ibu dan ayah kandungnya dan tumbuh normal sesuai umurnya
c. Masa anak pertengahan
Pasien diasuh oleh kedua orangtuanya. Pasien tumbuh dan berkembang sesuai anak
sesusianya. Pasien anak yang cukup aktif dan dapat bergaul dengan teman sebayanya.
Pasien dapat mengikuti tingkat pendidikan sesuai dengan kelas dan tidak pernah
tinggal kelas serta pesien dapat bergaul denga teman sebayanya, pasien termasuk
orang yang suka bergaul dan memiliki banyak teman. Pasien hanya menyelesaikan
pendidikan SD dan SMP sampai lulus. Pasien tidak melanjutkan SMA karena jenuh
dan ingin bekerja.

d. Masa anak akhir (Pubertas sampai remaja)


Sebelum mengalami gangguan jiwa, pasien setelah lulus SMP langsung pergi ke kota
untuk bekerja sebagai buruh harian lepas. Selama bekerja di kota, pasien merupakan
orang yang mudah bersosialisasi dan akrab dengan teman-teman kerjanya.
e. Riwayat Kemiliteran dan Hukum
Pasien tidak pernah terlibat dalam permasalahan hukum.

f. Riwayat Situasi Sekarang


Pasien saat ini tinggal bersama kakak kandung, adik dan kedua orang tuanya.
Menurut kedua orang tua nya, pasien tidak pernah terlihat ada masalah dengan
teman, keluarga dan lingkungan tetangga nya.

6. Riwayat Keluarga
Pasien adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Hubungan pasien dengan sauadara
kandung dan adik-adik nya cukup baik. Pasien tidak memiliki riwayat keluarga yang
memiliki gangguan jiwa. .

7. Lain-lain : (-)
HASIL PEMBELAJARAN:

1. Penegakan diagnosis pada kasus (F25.0)


2. Penatalaksanaan yang tepat pada kasus (F25.0)
3. Edukasi pasien (F25.0)

1. SUBJEKTIF
a. Alloanamnesis:
Alloanamnesis didapatkan dari Ny. R, ibu pasien, berusia 52 tahun, bekerja
sebagai wiraswasta (satu rumah dengan pasien). Ny. R menceritakan bahwa pasien
dibawa ke RS Siaga Medika karena sering mengamuk sejak semalam. Pasien baru
pulang dari jakarta diantar oleh teman kerjanya sekitar jam 2 pagi. Menurut cerita dari
temannya, pasien di jakarta tiba-tiba sering marah-marah sendiri. Sehingga akhirnya
pasien diajak pulang ke rumah oleh temannya. Selama di rumah pasien tidak hanya
mengamuk, tetapi juga memukul tembok rumah, sering melontarkan kata-kata kotor,
sering bicara sendiri, bahkan mengancam mau membunuh ibunya. Menurut ibunya,
pasien belum pernah seperti ini. Namun, ibunya tidak begitu mengetahui jika ternyata
selama di jakarta sering mengamuk. Saat ibunya menanyakan kepada temannya,
temannya sendiri tidak memberi keterangan secara lengkap. Menurut ibunya pasien
bukan orang yang pendiam. Pasien suka bergaul dengan teman sebaya bahkan lebih tua
dengan usia pasien. Ibunya mengakui pasien agak sulit diatur. Namun ibunya
mengatakan pasien habis minum obat batuk komix 10 bungkus dan tidak pernah
minum-minuman alkohol ataupun mengkonsumsi obat terlarang. Selama di rumah,
pasien sering bicara sendiri dan mengancam membunuh ibunya maupun orang
disekitar. Pasien tidak ada keinginan untuk bunuh diri.

Autoanamnesis:

Ketika ditanyakan tentang identitasnya, pasien menjawab dengan suara yang agak
keras tetapi artikulasinya tidak jelas. Ia menjawab bernama Tn. C, usianya 25 tahun. Wajah
pasien tampak sesuai usia, dan perawatan dirinya cukup. Ketika ditanya keberadaan pasien
sekarang pasien menjawab di rumah sakit. Saat pasien ditanya penyebab dirinya dibawa
kesini, pasien menjawab tidak tahu dan berontak ingin segera dibawa pulang saja. Pasien
menceritakan bahwa dirinya diantar oleh teman pasien yang tidak suka terhadap diri pasien.
Ketika ditanya apakah ada suara bisikan, pasien menjawab ada. Menurut pasien
suara bisikan tersebut mengajak pasien untuk pulang ke rumah bukan di rumah sakit.
Menurut keterangan pasien bahwa pasien bingung kenapa dibawa ke rumah sakit padahal
dirinya tidak sakit. Pasien merasa terganggu dengan suara tersebut karena menurut pasien
suara tersebut seperti mengendalikan dirinya. Sewaktu pasien ditanya apakah dirinya melihat
hal-hal yang tidak wajar, pasien menjawab ada. Pasien melihat sosok seperti teman pasien
yang tidak suka terhadap dirinya. Kemudian ketika ditanya apakah pasien minum alkohol
pasien tidak menjawab.

2. OBJEKTIF
PEMERIKSAAN STATUS MENTAL

a. Gambaran Umum
1. Penampilan: seorang laki-laki berusia 25 tahun, tampak sesuai umur, perawatan
diri cukup.
2. Perilaku dan psikomotor : hiperaktif
3. Sikap terhadap pemeriksa: kurang kooperatif.
b. Kesadaran
1. Kuantitatif : GCS E4V5M6
2. Kualitatif : berubah
c. Pembicaraan
1. Kuantitatif : inkoheren
2. Kualitatif : volume keras, intonasi dan artikulasi tidak jelas
d. Mood dan afek:
1. Mood : hipotimia
2. Afek : labil
3. Keserasian : tidak serasi
4. Empati : tidak dapat dirasakan
e. Pikiran:
1. Bentuk pikiran : tidak realistik
2. Isi Pikiran : gangguan isi pikiran (+)
3. Arus pikiran : inkoheren
f. Persepsi
1. Halusinasi : ada
2. Ilusi : tidak ditemukan
3. Depersonalisasi : tidak ditemukan
4. Derealisasi : ada
g. Kesadaran dan kognisi
1. Orientasi
a. Orang : buruk
b. Tempat : baik
c. Waktu : buruk
2. Daya Ingat
a. Remote memory : buruk, pasien tidak dapat menyebutkan anggota
keluarganya dengan benar.
b. Recent past memory : buruk, pasien tidak mengetahui dimana tempat
sebelumnya dia tinggal.
c. Recent memory : buruk, pasien tidak mampu menyebutkan waktu jam
berapa dan hari apa sekarang.
d. Immadiate retention and recall memory: buruk, tidak mampu menyebut angka
yang pemeriksa sebutkan berturut-turut.
3. Daya konsentrasi dan perhatian
Buruk
Kemampuan visuospasial
Buruk, pasien tidak dapat ditanya perbedaan jeruk dan bola.
4. Pikiran abstrak
Buruk, pasien tidak mengetahui tentang peribahasa.
5. Intelegensia dan kemampuan informasi
terganggu, saat ditanya siapa nama presiden dan wakil presiden Indonesia saat ini
pasien tidak dapat menjawab.
6. Kemampuan menolong diri sendiri
Buruk
h. Pengendalian Impuls
Buruk
i. Daya Nilai dan Tilikan:
1. Daya nilai sosial:
Buruk ( Pasien mengatakan bahwa rumah sakit adalah tempat orang jahat).
2. Uji Daya Nilai:
Buruk ( Pasien tidak mampu menilai kapabilitas penilaian sosial secara baik).
Penilaian Realita:
Buruk
3. Tilikan Diri:
Pasien tidak memiliki kesadaran bahwa dirinya saat ini sakit. (Tilikan derajat I)

Secara keseluruhan informasi diatas cukup dapat dipercaya.

STATUS INTERNIS
 Keadaan Umum : Tenang, Kesan Gizi Cukup
 Vital sign
 Tekanan Darah : 110/80 mmHg
 Nadi : 74x /menit
 Suhu : 36,2º C
 Respirasi : 20x /menit
 Kepala
o Kepala : Normochepal
o Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
o THT : Hipertrofi tonsil (-/-), faring hiperemis (-/-)
o Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-/-)
 Thorax
Pulmo
Inspeksi : Simetris, ketinggalan gerak (-)
Palpasi : Fremitus raba kanan=kiri
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Suara vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)
Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : BJ I-II Intensitas Normal, regular, bising (-)
 Abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Peristaltik (+) N
Perkusi : Timpani
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-)

 Kulit : dalam batas normal


 Ekstremitas
o atas : akral hangat (+/+), edema (-/-), petekie (+/-)
o bawah : akral hangat (+/+), edema (-/-), petekie (-/-)

2. Status Neurologis:
- Fungsi kesadaran : GCS E4V5M6
- Fungsi luhur : baik
- fungsi kognitif : dalam batas normal
- fungsi motorik : dalam batas normal
- fungsi sensorik : dalam batas normal

3. ASSESSMENT
Pada pasien ini ditemukan adanya gangguan halusinasi dan isi pikir serta
gangguan mood dan afek yang secara klinis bermakna dan menimbulkan suatu
penderitaan (distress) dan hendaya (disability) dalam melakukan aktivitas kehidupan
sehari-hari yang biasa dan fungsi pekerjaan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
pasien ini menderita gangguan jiwa.
Dari alloanamnesis dengan ibu pasien Tn. C terungkap bahwa pasien sering
marah setelah pulang dari jakarta. Sering mengamuk dan memukul tembok serta bicara
sendiri. Diketahui pasien tidak ada masalah di keluarganya namun keluarga tidak
mengetahui ada masalah pekerjaan atau tidak. Ibu pasien mengatakan pasien tidak pernah
minum alkohol tetapi minum obat komix 10 bungkus. Pada pemeriksaan status internus
dan status neurologis tidak ditemukan kelainan yang mengindikasikan gangguan medis
umum yang berkaitan dengan gejala psikis. Pemeriksaan laboratorium tidak didapatkan
adanya kelainan. Dari pemeriksaan status mentalis didapatkan terdapat gangguan isi pikir,
persepsi, serta mood dan afek. Pasien menyangkal total bahwa dirinya sakit. Dalam hal
ini pasien memiliki Tilikan derajat I.
Berdasarkan data-data yang telah tersebut diatas, maka sesuai dengan kriteria
PPDGJ III diusulkan diagnosis:
Aksis I : F25.0 skizoafektif tipe mania

Aksis II : tidak ada diagnosis

Aksis III : tidak ada diagnosis

Aksis IV : Masalah dengan lingkungan sosial

Aksis V : skala GAF 60-51 dengan gejala sedang (moderate), disabilitas


sedang

4. PLAN
 Farmakoterapi :
 Inf RL 20 tpm
 Inj. Cepezet 1 ampul
 Inj. Diazepam 1 ampul

Konsul dr. Maya, Sp.KJ, advis:


 Inj. Cepezet 1 ampul I.M
 Inj. Miloz 1 ampul iv pelan, jika sulit IM saja
 Clorilex 1x50mg
 Risperidon 2x2 mg
 Heximer 2x2 mg
 Pasien tetap direstrain

 Non Farmakologi
Terapi individual
- Memberikan informasi dan edukasi kepada pasien mengenai penyakitnya serta hal-hal
yang dapat mencetuskan atau memperberat dan meringankan penyakit pasien sehingga
dapat memperpanjang remisi dan mencegah kekambuhan.
- Memberikan informasi dan edukasi kepada pasien mengenai pentingnya minum obat
secara teratur, adanya efek samping yang bisa timbul dari pengobatan ini.
Terapi kelompok
- Apabila kondisi pasien sudah lebih baik diberikan terapi aktivitas kelompok, yang
bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pasien dalam pengendalian impuls saat
memberikan respon terhadap stimulus dari luar, belajar mengungkapkan komunikasi
verbal dan mengekspresikan emosi secara sehat, membantu pasien untuk
meningkatkan orientasinya realitas dan memotivasi pasien agar dapat bersosialisasi
dengan sehat.
Terhadap keluarga
- Memberi penjelasan yang bersifat komunikatif, informatif dan edukatif tentang
keadaan penyakit pasien sehingga bisa menerima dan memahami keadaan pasien, serta
mendukung proses penyembuhannya dan mencegah kekambuhan
- Memberi informasi dan edukasi kepada keluarga mengenai terapi yang diberikan
kepada pasien dan pentingnya pasien untuk kontrol dan minum obat secara teratur
- Memberikan informasi dan edukasi kepada keluarga mengenai pentingnya dukungan
dari pihak keluarga dalam keadaan pasien yang seperti ini.

Follow up
Tanggal S O A P

27/02/2019 Gelisah berkurang Mood: hipotimi Skizoafektif Inj. Miloz 1mg iv


Mania (malam)

Risperidon 2mg

Heximer 2mg

Clorilex 50 mg

28/02/2019 Afek: datar ( 2x1 Caps)


Skizoafektif
Mania
Gelisah berkurang
1/03/2019 Komunikasi (+) Afek datar
Terapi lanjut
Skizoafektif
Mania

Keluhan (-)

BLPL

Risperidon 2mg

Heximer 2mg

Clorilex 50mg

(2x1 Caps)

TINJAUAN PUSTAKA
Skizoafektif tipe Manik

A. DEFINISI

Gangguan skizoafektif adalah kelainan mental yang rancu yang ditandaidengan


adanya gejala kombinasi antara gejala skizofrenia dan gejala gangguanafektif. Penyebab
gangguan skizoafektif tidak diketahui, tetapi empat model konseptual telah diajukan,
antara lain:

 Gangguan skizoafektif mungkin merupakan suatu tipe skizofrenia atau suatu


tipegangguan mood.

 Gangguan skizoafektif mungkin merupakan ekspresi bersama-sama dari skizofrenia


dan gangguan mood.
 Gangguan skizoafektif mungkin merupakan suatu tipe psikosis ketiga yang berbeda,
tipe yang tidak berhubungan dengan skizofrenia maupun suatu gangguan mood.
 Kemungkinan terbesar adalah bahwa gangguan skizoafektif adalah
kelompok gangguan yang heterogen yang meliputi semua tiga kemungkinan yang
pertama(Sadock,dkk., 2003).

B. PATOFISIOLOGI
Pada prinsipnya patofisiologi dari skizoafektif sama dengan skizofrenia yaitu dimana
mungkin melibatkan ketidakseimbangan neurotransmiter di otak, terutama norepinefrin,
serotonin, dan dopamine (Sadock dkk, 2003). Namun, proses patofisiologi gangguan
skizoafektif masih belum diketahui secara pasti. Penelitian yang mempelajari fungsi
neurotransmitter pada penderita gangguan skizoafektif sangatlah sedikit, dan kebanyakan
menggunakan sampel dari cairan serebrospinal atau plasma. Telah dilaporkan pola
abnormalitas neurotransmiter yang serupa antara penderita gangguan skizoafektif,
skizofrenia, dan gangguan bipolar. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara kadar
norepinefrin, prostaglandin E1 dan platelet 5HT pada pasien skizofrenia dan skizoafektif
(Abrams, dkk, 2008).
Secara umum, penelitian-penelitian telah menemukan bahwa gangguan skizoafektif
dikaitkan dengan penurunan volume otak, terutama bagian temporal (termasuk
mediotemporal), bagian frontal, termasuk substansia alba dan grisea. Dari sejumlah
peneltian ini, daerah otak yang secara konsisten menunjukkan kelainan adalah daerah
hippocampus dan parahipocampus (Abrams, dkk, 2008). Pada penelitian neuroimaging
pasien dengan gangguan skizoafektif, ditemukan penurunan volume thalamus dan
deformitas thalamus yang serupa dengan pasien skizofrenia, tetapi abnormalitas pada
nucleus ventrolateral penderita gangguan skizoafektif tidak separah penderita skizofrenia.
Penderita skizoafektif juga menunjukkan deformitas pada area thalamus medius, yang
berhubungan dengan sirkuit mood (Smith, dkk, 2011).

Penelitian genetik penderita gangguan skizoafektif cenderung menunjukkan adanya


gangguan afek dan skizofrenia pada sanak saudara penderita (Trimble dan George, 2010).
Hodgkinson dkk (2004) melaporkan bahwa penderita gangguan skizoafektif memiliki
gangguan pada kromosom lq42, yaitu abnormalitas pada DISC 1 (Disrupted-In-
Schizophrenia-1). DISC 1 berfungsi dalam perkembangan neuron dan diekspresikan pada
lobus frontal. Abnormalitas pada gen ini juga menyebabkan disfungsi pada regulasi emosi
dan proses informasi (Ishizuka, dkk, 2006).

C. PEDOMAN DIAGNOSIS
Menurut PPDGJ-III
1. Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala definitif
adanya skizofrenia dan gangguan afektif sama-sama menonjol pada saat yang
bersamaan, atau dalam beberapa hari yang satu sesudah yang lain, dalam satu
episode penyakit yang sama, dan bilamana, sebagai konsekuensi dari ini, episode
penyakit tidak memenuhi kriteria baik skizofrenia maupun episode manik atau
depresif.
2. Tidak dapat digunakan untuk pasien yang menampilkan gejala skizofrenia dan
gangguan afektif tetapi dalam episode penyakit yang berbeda.
3. Bila seorang pasien skizofrenik menunjukkan gejala depresif setelah mengalami
suatu episode psikotik, diberi kode diagnosis F20.4 (depresi pasca-skizofrenia).
Beberapa pasien dapat mengalami episode skizoafektif berulang, baik berjenis
manik (F25.0) maupun depresif (F 25.1) atau campuran dari keduanya (F 25.5).
Pasien lain mengalami satu atau dua episode skizoafektif terselip diantara episode
manik atau depresif (F30-33) (Maslim, 2002).
D. KLASIFIKASI
 Gangguan Skizoafektif Tipe Manik (F25.0)
Pedoman diagnostik:
a. Kategori ini digunakan baik untuk episode skizoafektif tipe manik yang tunggal
maupun untuk gangguan berulang dengan sebagian besar episode skizoafektif
tipe manik
b. Afek harus meningkat secara menonjol atau ada peningkatan afek yang tak
begitu menonjol dikombinasi dengan iritabilitas atau kegelisahan yang
memuncak.
c. Dalam episode yang sama harus jelas ada sedikitnya satu atau lebih baik lagi
dua, gejala skizofrenia yang khas (sebagaimana ditetapkan untuk skizofrenia)
 Gangguan Skizoafektif Tipe Depresif (F25.1)
Pedoman diagnostik:
a. Kategori ini harus dipakai baik untuk episode skizoafektif tipe depresif yang
tunggal, dan untuk gangguan berulang dimana sebagian besar episode
didominasi oleh skizoafektif tipe depresif
b. Afek depresif harus menonjol, disertai oleh sedikitnya dua gejala khas, baik
depresif maupun kelainan perilaku terkait seperti tercantum dalam uraian untuk
episode depresif (F.32)
c. Dalam episode yang sama, sedikitnya harus jelas ada satu, dan sebaiknya ada
dua gejala khas skizofrenia (sebagaimana ditetapkan dalam pedoman diagnosis
skizofrenia (F.20).
 Gangguan skizoafektif tipe campuran (F25.2)
Gangguan dengan gejala-gejala skizofrenia berada secara bersama-sama dengan
gejala-gejala afektif bipolar campuran (F31.6)
 Gangguan skizoafektif lainnya (F25.8)
 Gangguan skizoafektif YTT (F25.9)
(Maslim, 2002).

E. PENATALAKSANAAN
Penanganan pasien gangguan skizoafektif meliputi :

 Farmakoterapi
a. Gejala manik : antimanik
b. Gejala depresi : antidepresan
Pasien dengan gangguan skizoafektif, tipe depresif, harus diberikan percobaan
anti depresan dan terapi elektrokonvulsan (ECT) sebelum mereka diputuskan
tidak responsif terhadap terapi anti depresan.
c. Gejala bipolar : antipsikotik. harus mendapatkan percobaan lithium,
carbamazepine (Tegretol), valporate (Depakene), atau suatu kombinasi obat-
obat tersebut jika satu obat saja tidak efektif (Sadock, dkk., 2003).
 Psikoterapi
d.  Psikoterapi suportif
Psikoterapi ini dapat dilakukan dengan bimbingan, reassurance, serta terapi
kelompok
b. Psikoterapi reedukatif
1) Terhadap Pasien :
a) Memberikan informasi kepada pasien dan edukasi mengenai penyakit
yang dideritanya, gejala-gejala, dampak, faktor-faktor penyebab,
pengobatan, komplikasi, prognosis, dan risiko kekambuhan agar pasien
tetap taat meminum obat dan segera datang ke dokter bila timbul gejala
serupa di kemudian hari
b) Memotivasi pasien untuk berobat teratur
c) Mengajarkan terapi relaksasi pada pasien saat pasien marah ataupun
akan marah sehingga diharapkan pasien dapat mengontrol marahnya dan
mengemukakan amarahnya dengan cara yang lebih halus.
2) Terhadap Keluarga :
a) Memberikan edukasi dan informasi mengenai penyakit pasien, gejala,
faktor-  faktor pemicu, pengobatan, komplikasi, prognosis, dan risiko
kekambuhan di kemudian hari.
b) Menjelaskan kepada keluarga bahwa salah satu faktor pemicu penyakit
pasien saat ini adalah keluarga pasien yang mengabaikan pasien
c) Meminta keluarga untuk mendukung pasien pada saat-saat setelah sakit
agar pasien dapat mengalami remisi.
F. PROGNOSIS
Prognosis buruk pada pasien dengan gangguan skizoafektif umumnya dikaitkan
dengan sejarah premorbid yang buruk, onset yang tidak diketahui, tidak ada faktor
pencetus, psikosis yang dominan, gejala negatif, onset awal, kekambuhan yang tak henti-
hentinya, atau mereka yang memiliki anggota keluarga dengan skizofrenia (Brannon,
2012).

DAFTAR PUSTAKA
Abrams, DJ., Rojas, DC., Arciniegas, DB. 2008. Is Schizoaffective disorder a distinct clinical
condition?. Journal of Neuropsychiatric Disease and Treatment, 4(6) 1089–1109
APA Clinical Guidelines. American Psychiatric Association. 2004. Practice Guidelines for
the treatment of patients with schizophrenia.
Brannon GE, MD. 2012. Schizoaffective Disorder.
http://emedicine.medscape.com/article/294763-overview#aw2aab6b2b5aa Diakses
pada tanggal 29 Oktober 2012.
Buchanan RW, Carpenter TW. 2005. Schizophrenia: Introduction and overview. Kaplan &
Sadock’s comprehensive textbook of psychiatry (7th ed.). Philadelphia: Lippincott,
Williams & Wilkins, Inc.
Durland VM, and Barlow DH. 2007. Essentials of Abnormal Psychology. 3rd edition Pacific
Grove, CA: Wadsworth
Freedman R. 2003. Schizophrenia. The New England Journal of Medicine. Colorado:
University of Colorado Health Sciences Center
Hodgkinson CA, Goldman D, Jaeger J, et al. 2004. Disrupted in schizophrenia 1 (DISC1):
association with schizophrenia, schizoaffective disorder, and bipolar disorder. Am J
Hum Genet, 75:862–72.
Ishizuka K, Paek M, Kamiya A, et al. 2006. A review of Disrupted-In-Schizophrenia-1
(DISC1): neurodevelopment, cognition, and mental conditions. Biol Psychiatry,
59:1189–97.
Keith et al. 2004. Psychiatric Services. 55: 997-1005
Lieberman et al. 2003. Pharmacol Rev, 60: 358-403
Maharatih GA, Nuhriawangsa I, dan Sudiyanto A. 2010. Psikiatri Komprehensif. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Mansjoer Arief, et al. (editor). 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 1. Jakarta:
Media Aesculapis.
Maramis WF. 2006. Catatan Kuliah Kedokteran Jiwa. Cetalan ketujuh. Surabaya: Penerbit
Airlangga University Press.
Maslim R. (editor). 2002. Diagnosis Gangguan Jiwa : Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III.
Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya
Sadock BJ, Kaplan HI, Grebb JA. 2003. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Prilaku
Psikiatri Klinis Jilid 1. Jakarta: Binarupa Aksara.

Anda mungkin juga menyukai