Anda di halaman 1dari 60

MINI PROJECT

PERBANDINGAN PENCAPAIAN TARGET KADAR GULA DARAH PADA


PASIEN DIABETES MELITUS (DM) PROGRAM PROLANIS DAN NON-
PROLANIS DI PUSKESMAS TAPAK TUAN

Oleh :
dr. Chairi Hidayat

Pendamping :
dr. Risva Azmi

DOKTER INTERSHIP
TAPAK TUAN
2019
LEMBAR PENGESAHAN

MINI PROJECT

PERBANDINGAN PENCAPAIAN TARGET KADAR GULA DARAH PADA


PASIEN DIABETES MELITUS (DM) PROGRAM PROLANIS DAN NON-
PROLANIS DI PUSKESMAS TAPAK TUAN

Laporan Mini Project ini diajukan dalam rangka memenuhi tugas internship di
Puskemas

TAPAK TUAN, AGUSTUS 2019

Pendamping Peserta Internship,


Internship

(dr. Risva Azmi ) dr, Septhia Banita


Daftar Isi

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................................................... 1


KATA PENGANTAR ....................................................................................................................... 2
Daftar Isi 4
BAB I 6
PENDAHULUAN ............................................................................................................................. 6
1.1 Latar belakang.................................................................................................................. 6
1.2 Pernyataan Masalah ......................................................................................................... 8
1.3 Tujuan .............................................................................................................................. 8
1.4 Manfaat ............................................................................................................................ 9
BAB II 10
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................................................. 10
2.1 Profil Puskesmas Manyak Payed ............................................................................................... 10
2.2 Diabetes Melitus ........................................................................................................................ 14
2.2.1 Definisi.................................................................................................................................... 14
2.2.2 Klasifikasi DM ........................................................................................................................ 14
2.2.3 Patogenesis Diabetes Melitus Tipe 2 ...................................................................................... 14
2.2.4 Diagnosis................................................................................................................................. 17
2.2.5 Penatalaksanaan Diabetes Melitus .......................................................................................... 20
2.2.6 Monitoring .............................................................................................................................. 37
2.2.7 kriteria pengendalian DM ....................................................................................................... 38
2.3 Prolanis ...................................................................................................................................... 39
2.4 Kerangka Konsep ....................................................................................................................... 39
BAB III ....................................................................................................................................... 40
METODE PENELITIAN ................................................................................................................. 40
3.1 Desain Penelitian ........................................................................................................... 40
3.2 Populasi dan Sampel Penelitian ..................................................................................... 40
3.3 Bahan dan Instrumen Penelitian .................................................................................... 41
3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ................................................................ 41
3.6 Teknik pengolahan dan analisis data ......................................................................................... 41
3.7 Alur kegiatan.............................................................................................................................. 42
BAB IV 43
HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................................................ 43
4.1 Hasil 43
4.2 Pembahasan................................................................................................................................ 44
BAB V 45
KESIMPULAN DAN SARAN........................................................................................................ 45
5.1 Kesimpulan ................................................................................................................................ 45
5.2 Saran 45
Daftar Pustaka .................................................................................................................................. 46
Lampiran 1 ....................................................................................................................................... 47
Lampiran 2 ....................................................................................................................................... 48
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Hiperglikemia adalah suatu kondisi medik berupa peningkatan kadar glukosa dalam
darah melebihi batas normal. Hiperglikemia merupakan salah satu tanda khas penyakit
diabetes melitus (DM), meskipun juga mungkin didapatkan pada beberapa keadaan yang
lain. Saat ini penelitian epidemiologi menunjukan adanya kecenderungan peningkatan
angka insidensi dan prevalensi DM tipe 2 diberbagai penjuru dunia. Badan kesehatan
dunia (WHO) memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang DM yang menjadi
salah satu ancaman kesehatan global. WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang
DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030.
Laporan ini menunjukan adanya peningkatan jumlah penyandang DM sebanyak 2-3 kali
lipat pada tahun 2035. Sedangkan International Diabetes Federation (IDF) memprediksi
adanya kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 9,1 juta pada tahun 2014
menjadi 14,1 juta pada tahun 2035. (1)

Berdasarkan data badan pusat statistik indonesia tahun 2003, diperkirakan penduduk
indonesia yang berusia diatas 20 tahun sebanyak 133 juta jiwa. Dengan mengacu pada pola
pertumbuhan penduduk, maka diperkirakan pada tahun 2030 nanti akan ada 194 juta
penduduk yang berusia diatas 20 tahun. (1)

Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 oleh departemen
kesehatan, menunjukan bahwa rata-rata prevalensi DM didaerah urban untuk usia diatas 15
tahun sebesar 5,7%. Prevalensi tecil terdapat di provinsi Papua sebesar 1,7% dan terbesar
di provinsi Maluku Utara dan Kalimantan Barat yang mencapai 11,1%. Sedangkan
prevalensi toleransi glukosa terganggu (TGT), berkisar antara 4,0% diprovinsi Jambi
sampai 21,8% di propinsi Papua Barat dengan rerata sebesar 10,2%. (1)

Data-data diatas menunjukan bahwa jumlah penyandang DM di Indonesia sangat


besar. Dengan kemungkinan terjadi peeningkatan jumlah penyandang DM dimasa
mendatang akan menjadi beban yang sangat berat untuk dapat ditangani sendiri oleh
dokter spesialis/subspesialis atau bahkan oleh semua tenaga kesehatan yang ada. (1)
Penyakit DM sangat berpengaruh tehadap kualitas sumber daya manusia dan
berdampak pada peningkatan biaya kesehatan yang cukup besar. Oleh karenanya semua
pihak, baik masyarakat maupun pemerintah, seharusnya ikut serta secara aktif dalam usaha
penanggulangan DM, khususnya dalam upaya pencegahan. (1)

Peran dokter umm sebagai ujung tombak dipelayanan kesehatan primer menjadi
sangat penting. Kasus DM sederhana tanpa penyulit dapat dikelola dengan tuntas oleh
dokter umum dipelayanan kesehatan primer. Penyandang DM dengan kadar glukosa yang
sulit dikendalikan atau yang berpotensi mengalami penyulit DM perlu secara periodik
dikonsultkan kepada dokter spesialis penyakit dalam atau dokter spesialis penyakit dalam
konsultan endokrin metabolik dan diabetes ditingkat pelayanan kesehatan yang lebih tinggi
dirumah sakit rujukan. Pasien dapat dikirim kembali kepada dokter pelayanan primer
setelah penanganan dirumah sakit rujukan selesai. (1)

Salah satu program JKN yaitu PROLANIS (Program Pengelolahan Penyakit Kronis)
merupakan suatu sistem pelayanan kesehatan dan pendekatan proaktif yang dilaksanakan
secara terintegrasi yang melibatkan peserta, fasilitas kesehatan dan BPJS (Badan
Penyelenggaraan Jaminan Sosial) Kesehatan dalam rangka pemeliharan kesehatan bagi
peserta yang menyandang penyakit kronis untuk mencapai kualitas hidup yang optimal
dengan biaya pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien. (2)

DM merupakan penyakit menahun yang akan disandang seumur hidup. Pengelolaan


penyakit ini memerlukan peran serta dokter, perawat, ahli gizi, dan tenaga kesehatan lain.
Pasien dan keluarga juga mempunyai peran yang penting, sehingga perlu mendapatkan
edukasi untuk memberikan pemahaman mengenai perjalanan penyakit, pencegahan,
penyulit, dan penatalaksanaan DM. Pemahaman yang baik akan sangat membantu
meningkatkan keikutsertaan keluarga dalam upaya penatalaksanaan DM guna mencapai
hasil yang lebih baik. Keberadaan organisasi profesi seperti PERKENI dan IDAI, serta
perkumpulan pemerhati DM yang lain seperti

PERSADIA, PEDI, dan yang lain menjadi sangat dibutuhkan. Organisasi profesi
dapat meningkatkan kemampuan tenaga profesi kesehatan dalam penatalaksanaan DM dan
perkumpulan yang lain dapat membantu meningkatkan pengetahuan penyandang DM
tentang penyakitnya dan meningkatkan peran aktif mereka untuk ikut serta dalam
pengelolaan dan pengendalian DM. (1) Oleh karena penatalaksanaan DM harus
memerlukan semua peran serta keluarga, masyarakat dan tenaga kesehatan, peneliti merasa
tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “perbandingan pencapaian target kadar
gula darah pada pasien Diabetes Melitus (DM) program Prolanis dan non-Prolanis di
Puskesmas Tapak Tuan”.

1.2 Pernyataan Masalah

Bagaimana perbandingan pencapaian target kadar gula darah pada pasien Diabetes
Melitus (DM) program Prolanis dan non-Prolanis di Puskesmas Tapak Tuan?

1.3 Tujuan

1. Tujuan umum
Untuk mengetahui perbandingan pencapaian target kadar gula darah pada pasien Diabetes
Melitus (DM) program Prolanis dan non-Prolanis di Puskesmas Tapak Tuan.

2. Tujuan khusus
 Diketahuinya pencapaian target kadar gula darah pada pasien diabetes melitus (DM)
program Prolanis di Puskesmas Tapak Tuan.
 Diketahuinya pencapaian target kadar gula darah pada pasien diabetes melitus (DM)
program non-Prolanis di Puskesmas Tapak Tuan.
 Diketahuinya pengaruh program PROLANIS terhadap pencapaian target kadar gula
darah pasien diabetes melitus (DM) di Puskesmas Tapak Tuan.

1.4 Manfaat

1. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengalaman bagi peneliti dalam melakukan
penelitian dan penambah wawasan peneliti dalam hal penyakit DM secara komprehensif.
2. Bagi Masyarakat
Dari penelian ini diharapkan agar masyarakat menjadi lebih tahu dan mengerti tentang
penyakit Diabetes Melitus sehingga mau melakukan gaya hidup sehat, kontrol rutin dan
patuh terhadap terapi yang diberikan oleh tenaga kesehatan.
3. Bagi Puskesmas
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi Puskesmas Tapak Tuan dalam
rangka meningkatkan pelayanan kesehatan secara komprehensif khususnya penyakit
Diabetes Melitus.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes Melitus


Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-
duanya.(1)

2.1.1 Definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, diabetes melitus merupakan
suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakterisitik hiperglikemia yang terjadi karena
kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Sedangangkan menurut WHO
1980 dikatakan bahwa diabetes melitus merupakan suatu yang tidak dapat dituangkan
dalam suatu jawaban yang jelas dan singkat tapi secara umum dapat dikatakan sebagai
suatu kumpulan problema anatomik dan dikimia yang merupakan akibat dari sejumlah
faktor dimana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin. (3)

2.1.2 Klasifikasi DM
Klasifikasi DM dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Klasifikasi etiologi DM (1)
Tipe 1 Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi
insulin absolut
- Autoimun
- Idiopatik
Tipe 2 Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai
defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi
insulin disertai resistensi insulin.
Tipe lain - Defek genetik fungsi sel beta
- Defek genetik kerja insulin
- Penyakit eksokrin pankreas
- Endokrinopati
- Karena obat atau zat kimia
- Infeksi
- Sebab imunologi yang jarang
- Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM
Diabetes melitus gestasional

2.1.3 Patogenesis Diabetes Melitus Tipe 2


Resistensi insulin pada otot dan liver serta kegagalan sel beta pankreas telah dikenal
sebagai patofisiologi kerusakan sentral dari DM tipe 2. Belakangan diketahui bahwa
kegagalan sel beta terjadi lebih dini dan lebih berat dari pada yang diperkirakan
sebelumnya. Selain otot, liver dan sel beta, organ lain seperti : jaringan lemak
(meningkatkan lipolisis), ganstrointestinal (defisiensi incretin), sel alpha pankreas
(hiperglukagonemia), ginjal
(peningkatan absorpsi glukosa), dan otak (resistensi insulin), kesemuanya ikut berperan
dalam menimbulkan terjadinya gangguan toleransi glukosa pada DM tipe 2. Delapan organ
penting dalam gangguan toleransi glukosa ini ( aminous octet) penting dipahami karena
dasar patofisiologi ini memberikan konsep tentang :

1. Pengobatan harus ditujukan guna memperbaiki gangguan patogenesis, bukan hanya


untuk menurunkan HbA1c saja.

2. Pengobatan kombinasi yang diperlukan harus didasari atas kinerja obat pada
gangguan multipel dari patofisiologi DM tipe 2.

3. Pengobatan harus dimulai sedini mungkin untuk mencegah atau memperlambat


progesivitas kegagalan sel beta yang sudah terjadi pada penyandang gangguan
toleransi glukosa.

DeFronzo pada tahun 2009 menyampaikan bahwa tidak hanya otot, liver dan sel beta
pankreas saja yang berperan sentral dalam patogenesis penderita DM tipe 2 tetapi terdapat
organ lain yang berperan yang disebutnya sebagai the ominous octet. (1)
Secara garis besar patogenesis DM tipe 2 disebabkan oleh delapan hal (ominous
octet) berikut :

1. Kegagalan sel beta pankreas :

Pada saat DM tipe 2 ditegakkan, fungsi sel beta sudah sangat berkurang. Obat anti diabetik
yang bekerja melalui jalur ini adalah sulfonilurea, meglitinid, GLP-1 agonis dan DPP-4
inhibitor.

2. Liver :

Pada penderita DM tipe 2 terjadi resistensi insulin yang berat dan memicu
glukoneogenesis sehingga produksi glukosa dalam keadaan basal oleh liver (HGP=hepatic
glucose production) meningkat. Obat yang bekerja melalui lajur ini adalah merformin,
yang menekan proses glukoneogenesis.

3. Otot :

Pada penderita DM tipe 2 didapatkan gangguan kinerja insulin yang multiple di


intramioseluler, akibat gangguan fosforilasi tirosin sehingga timbul gangguan transport
glukosa dalam sel otot, penurunan sintesis glikogen, dan penurunan oksidasi glukosa. Obat
yang bekerja dijalur ini adalah metformin, dan tiazolidindion.

4. Sel lemak :

Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin, menyebabkan meningkatan
proses lipolysis dan kadar asam lemak bebas (FFA=Free Fatty Acid) dalam plasma.
Peningkatan FFA akan merangsang proses glukoneogenesis, dan mencetuskan resistensi
insulin di liver dan otot.FFA juga akan mengganggu sekresi insulin. Gangguan yang
disebabkan oleh FFA ini disebut sebagai lipotoxocity. Obat yang bekerja dijalur ini adalah
tiazolidindion.
5. Usus :

Glukosa yang ditelan memicu respon insulin jauh lebih besar dibanding kalau diberikan
secara intravena. Efek yang dikenal sebagai efek incretin ini diperankan oleh 2 hormon
GLP-1 (glukagon-like polypeptida-1) dan GIP (glucose-dependent insulinotrophic
polypeptida atau disebut juga gastric inhibitory polypeptida). Pada penderita DM tipe 2
didapatkan defisiensi GLP-1 dan resisten terhadap GIP. Disamping hal tersebut incretin
segera dipecah oleh keberadaan enzim DPP-4, sehingga hanya bekerja dalam beberapa
menit. Obat yang bekerja menghambat kinerja DPP-4adalah kelompok DPP-4 inhibitor.
Saluran pencernaan juga mempunyai peran dalam penyerapan karbohidrat melalui kinerja
enzim alfa-glukosidase yang memecah polisakarida menjadi monosakarida yang kemudian
diserap oleh usus dan berakibat meningkatkan glukosa darah setelah makan. Obat yang
bekerja untuk menghambat kinerja enzim alfa-glukosidase adalah acarbose.

6. Sel alpha pankreas :

Sel-α pankreas merupakan organ keenam yang berperan dalam hiperglikemia dan sudah
diketahui sejak 1970. Sel-α berfungsi dalam sintesis glukagon yang dalam keadaan puasa
kadarnya didalam plasma akan meningkat. Peningkatan ini menyebabkan HGP dalam
keadaan basal meningkat secara signifikan dibanding individu yang normal. Obat yang
menghambat sekresi glukagon atau menghambat reseptor glukagon meliputi GLP-1
agonis, DPP-44 inhibitor dan amylin.

7. Ginjal :

Ginjal merupakan organ yang diketahui berperan dalam patogenesis DM tipe 2. Ginjal
memfiltrasi sekitar 163 gram glukosa sehari. 90% dari glukosa terfiltrasi ini akan diserap
kembali melalui peran SGLT-2 (Sodium Glucose co-Transporter) pada bagian convulated
tubulus proximal. Sedang 10% sisanya akan diabsorpsi melalui peran SGLT-1 pada tubulus
descenden dan ascenden, sehingga akhirnya tidak ada glukosa dalam urine. Pada penderita DM
terjadi peningkatan ekspresi gen SGLT-2. Obat yang menghambat kinerja SGLT-2 ini akan
menghambat penyerapan kembali glukosa ditubulus ginjal sehingga glukosa akan dikeluarkan
lewat urin. Obat yang bekerja di jalur ini adalah SGLT-2 inhibitor. Dapaglifozin adalah salah
satu contoh obatnya.

8. Otak :

Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada individu yang obes baik yang
DM maupun non-DM, didapatkan hiperinsulinemia yang merupakan mekanisme
kompensasi dari resistensi insulin. Pada golongan ini asupan makanan justru meningkat
akibat adanya resistensi insulin yang juga terjadi diotak. Obat yang bekerja di jalur ini
adalah GLP-1 agonis, amylin dan bromokriptin. (1)
2.1.4 Diagnosis

Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.


Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksan glukosa secara enzimatik
dengan bahan plasma darah vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan
menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer. Diagnosis tidak
dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria.
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM. Kecurigaan adanya DM
perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan seperti:
- Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang
tidak dapat dijelaskan sebabnya.
- Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi
pada pria, serta pruritus vulva pada wanita. (1) (4)

Kriteria diagnosis DM
Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl. Puasa adalah kondisi tidak ada asupan
kalori minimal 8 jam.
Atau
Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl 2-jam setelah Tes Toleransi Glukosa Oral
(TTGO) dengan beban glukosa 75 gram.
Atau
Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl dengan keluhan klasik.
Atau
Pemeriksaan HbA1c ≥6,5% dengan menggunakan metode yang terstandarisasi oleh
National Glycohaemoglobin Standarization Program (NGSP).

Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau kriteria DM


digolongkan kedalam kelompok prediabetes yang meliputi: toleransi glukosa terganggu
(TGT) dan glukosa darah puasa terganggu (GDPT).
- Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT): hasil pemeriksaan glukosa plasma puasa
antara 100-125 mg/dl dan pemeriksaan TTGO glukosa plasma 2-jam <140 mg/dl.
- Toleransi Glukosa Terganggu (TGT): hasil pemeriksaan glukosa plasma 2-jam
setelah TTGO antara 140-199 mg/dl dan glukosa plasma puasa <100 mg/dl.
- Bersama-sama didapatkan GDPT dan TGT.
- Diagnosis prediabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan HbA1c
yang menunjukan angka 5,7-6,4%. (1) (4)
Tabel 2. Kadar tes laboratorium darah untuk diagnosis diabetes dan prediabetes.

Glukosa darah Glukosa plasma 2


HbA1c (%) puasa jam
(mg/dl) setelah TTGO (mg/dl)

Diabetes ≥6,5% ≥126 mg/dl ≥200 mg/dl

Prediabetes 5,7-6,4% 100-125 mg/dl 140-199 mg/dl

Normal <5,7% <100 mg/dl <140 mg/dl

Tabel -. Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994):

1. Tiga hari sebelum pemeriksaan, pasien tetap makan (dengan karbohidrat yang
cukup) dan melakukan kegiatan jasmani seperti kegiatan sehari-hari.
2. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air
putih tanpa glukosa tetap diperbolehkan.
3. Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa.
4. Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/kgBB (anak-anak),
dilarutkan dalam air 250ml dan diminum dalam waktu 5 menit.
5. Berpuasa kembali sampai pemngambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam
setelah minum larutan glukosa selesai.
6. Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa.
7. Selama proses pemeriksaan, subject yang diperiksa tetap istirahat dan tidak
merokok.
Pemeriksaan penyaring dilakukan untuk menegakkan diagnosis diabetes melitus tipe 2
(DMT2) dan prediabetes pada kelompok resiko tinggi yang tidak menunjukkan gejala klasik
DM yaitu :
1. Kelompok dengan berat badan lebih (Indeks Massa Tubuh (IMT) ≥23 kg/m2) yang

disertai dengan satu atau lebih faktor resiko sebagai berikut:

- Aktifitas fisik yang kurang.


- First degree relative DM (terdapat faktor keturunan DM dalam keluarga).
- Kelompok ras/etnis tertentu.
- Perempuan yang memiliki riwayat melahirkan bayi dengan BBL >4 kg atau
mempunyai riwayat diabetes melitus gestasional (DMG).
- Hipertensi (≥140/90 mmHg atau sedang mendapat terapi untuk hipertensi)
- HDL <35 mg/dL dan atau trigliserida >250mg/dL.
- Wanita dengan syndrom polikistik ovarium.
- Riwayat prediabetes.

- Obesitas berat, akantosis nigrikans.

- Riwayat penyakit kardiovaskular.

1. Usia >45 tahun tanpa faktor resiko diatas. Catatan:

Kelompok resiko tinggi dengan hasil pemeriksaan glukosa plasma normal sebaiknya
diulang setiap 3 tahun, kecuali pada kelompok prediabetes pemeriksaan diulang setiap 1
tahun.
Pada keadaan yang tidak memungkinkan dan tidak tersedia fasilitas pemeriksaan
TTGO, maka pemeriksaan penyaring dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah
perifer, diperbolehkan untuk patokan diagnosis DM. Dalam hal ini harus diperhatikan
adanya perbedaan hasil pemeriksaan glukosa darah plasma vena dan glukosa darah kapiler
seperti pada tabel dibawah ini. (1)
Tabel 3, kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan
diagnosis DM (mg/dl)

Bukan DM Belum pasti DM DM


Kadar glukosa Plasma vena <100 100-199 ≥200

darah sewaktu Darah kapiler <90 90-199 ≥200


(mg/dl)

Kadar glukosa Plasma vena <100 100-125 ≥126

darah puasa Darah kapiler <90 90-99 ≥100


(mg/dl)

2.1.5 Penatalaksanaan Diabetes Melitus

Tujuan penatalaksaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup penyandang


diabetes. Tujuan penatalaksanaan meliputi:
1. Tujuan jangka pendek: menghilangkan keluhan DM, memperbaiki kualitas hidup, dan
mengurangi resiko komplikasi akut.
2. Tujuan jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit
mikroangiopati dan makroangiopati.

3. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.

Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah,


tekanan darah, berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara
komprehensif. (1)

2.1.5.1 Langkah-langkah penatalaksanaan umum

Perlu dilakukan evaluasi medis yang lengkap pada pertemuan pertama, meliputi:

1. Riwayat penyakit

- Usia dan karakteristik saat onset diabetes.

- Pola makan, status nutrisi, status aktifitas fisik, dan riwayat perubahan berat
badan.

- Riwayat tumbuh kembang pada pasien anak/dewasa muda.

- Pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya secara lengkap, termasuk terapi


gizi medis dan penyuluhan yang telah diperoleh tentang perawatan DM secara
mandiri.

- Pengobatan yang sedang dijalani, termasuk obat yang digunakan, perencanaan


makan dan program latihan jasmani.

- Riwayat komplikasi akut (ketoasidosis diabetik, hiperosmolar hiperglikemia,


hipoglikemia).

- Riwayat infeksi sebelumnya, terutama infeksi kulit, gigi, dan traktus urogenital.
- Gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronis pada ginjal, mata, jantung dan
pembuluh darah, kaki, saluran pencernaan, dll.

- Pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadap glukosa darah.

- Faktor resiko: merokok, hipertensi, riwayat penyakit jantung koroner, obesitas,


dan riwayat penyakit keluarga (termasuk penyakit DM dan endokrin lain).

- Riwayat penyakit dan pengobatan diluar DM.

- Karakteristik budaya, psikososial, pendidikan, dan status ekonomi.

2. Pemeriksaan fisik

- Pengukuran tinggi dan berat badan.

- Pengukuran tekanan darah, temasuk pengukuran tekanan darah dalam posisi


berdiri untuk mencari kemungkinan adanya hipotensi ortostatik.

- Pemeriksaan funduskopi.
- Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid.

- Pemeriksaan jantung.

- Evaluasi nadi baik secara palpasi maupun dengan stetoskop.

- Pemeriksaan kaki secara komprehensif (evaluasi kelainan vaskular, neuropati,


dan adanya deformitas).

- Pemeriksaan kulit (akantosis nigrikans, bekas luka, hiperpigmentasi, necrobiosis


diabeticorum, kulit kering, dan bekas lokasi penyuntikan insulin.).
- Tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipe lain.

3. Evaluasi laboratorium

- Pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan 2 jam setelah TTGO.

- Pemeriksaan kadar HbA1c.

4. Penapisan komplikasi

Penapisan komplikasi harus dilakukan pada setiap penderita yang baru terdiagnosis DMT2
melalui pemeriksaan:

- Profil lipid pada keadaan puasa: kolesterol total, High Density Lipoprotein
(HDL), Low Density Lipoprotein (LDL), dan trigliserida.

- Tes fungsi hati.

- Tes fungsi ginjal: kreatinin serum dan estimasi –GFR

- Tes urin rutin.

- Albumin urin kuantitatif.

- Rasio albumin-kreatinin sewaktu.

- EKG.

- Foto rontgen thorax (bila ada indikasi: TBC, penyakit jantung kongestif).

- Pemeriksaan kaki secara komprehensif.


Penapisan komplikasi dilakukan di Pelayanan Kesehatan Primer. Bila fasilitas belum
tersedia, penderita dirujuk ke Pelayanan Kesehatan Sekunder dan/atau Tersier. (1)

2.1.5.2 langkah-langkah penatalaksanaan khusus

Penatalaksanaan DM dimulai dengan menerapkan pola hdup sehat (terapi nutrisi medis
dan aktifitas fisik) bersamaan dengan intervensi farmakologis dengan obat anti
hiperglikemia secara oral dan /atau suntikan. Obat anti hrglikemia oral dapat diberikan
sebagai terapi tunggal atau kombinasi. Pada keadaan emergency dengan dekompensasi
metabolik berat, misalnya: ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan
cepat, atau adanya ketonuria, harus segera dirujuk ke Pelayanan Kesehatan Sekunder atau
Tersier. (1)

Terapi Nutrisi Medis


TNM merupakan bagian penting dari penatalaksanaan DMT2 secara komprehensif.
Kunci keberhasilannya adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim (dokter,
ahli gizi, petugas kesehatan lain serta pasien dan keluarganya). Guna mencapai sasaran
terapi TNM sebaiknya diberikan sesuai dengan kebutuhan setiap penyandang DM.

Prinsip pengaturan makan pada penyandang DM hampir sama dengan anjuran


makan untuk masyarakat umum, yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan
kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Penyandang DM perlu diberikan
penekanan mengenai pentingnya keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah kandungan
kalori, terutama pada mereka yang menggunakan obat yang meningkatkan sekresi insulin
atau terapi insulin itu sendiri. (1)

a. Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:

- Karbohidrat

o Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi. Terutama


karbohidrat yang berserat tinggi.
o Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan.

o Glukosa dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes dapat


makan sama dengan makanan keluarga yang lain.

o Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.

o Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti glukosa, asal


tidak melebihi batas aman konsumsi harian (Accepted Daily Intake/ADI).

o Dianjurkan makan 3x sehari dan bila perlu dapat diberikan makanan


selingan seperti buah atau makanan lain sebagai bagian dari kebutuhan
kalori sehari.

- Lemak

o Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori, dan tidak


diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.

o Komposisi yang dianjurkan:


 Lemak jenuh < 7% kebutuhan kalori.
 Lemak tidak jenuh ganda <10%.
 Selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal.

o Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak
jenuh dan lemak trans antara lain: daging berlemak dan fullcream.
o Konsumsi kolesterol dianjurkan <200 mg/hari.

- Protein

o Kebutuhan protein sebesar 10-20% total asupan energi.


o Sumber protein yang baik adalah ikan, udang, cumi, daging tanpa
lemak,ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu
dan tempe.

o Pada pasien dengan nefropati diabetik perlu penurunan asupan protein


menjadi 0,8 g/kgBB perhari atau 10% dari kebutuhan energi, dengan 65%
diantaranya bernilai biologik tinggi. Kecuali pada penderita DM yang sudah
mengalami hemodialisis asupan protein menjadi 1-1,2 g/kgBB perhari.

- Natrium

o Anjuran asupan natrium untuk penyandang DM sama dengan orang


sehatyaitu <2300 mg perhari.

o Penyandang DM yang juga menderita hipertensi perlu dilakukan


pengurangannatrium secara individual.

o Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan
pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.

- Serat

o Penyandang DM perlu dianjurkan mengkonsumsi serat dari kacang-


kacangan, buah dan sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi serat.

o Anjuran konsumsi serat adalah 20-35 g/hari yang berasal dari berbagai
sumber bahan makanan.

- Pemanis alternatif

o Pemanis alternatif aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas


aman
o Pemanis alternatif dikelompokan menjadi pemanis berkalori dan pemanis
takberkalori.

o Pemanis berkalori perlu perhitungan kandungan kalorinya sebagai bagian


dari kebutuhan kalori, seperti glukosa alkohol, dan fruktosa.

o Glukosa alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol,


dan xylitol.
o Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang DM karena dapat
meningkatkan kadar LDL, namun tidak ada alasan menghindari makanan
seperti buah dan sayuran yang mengandung fruktosa alami.

o Pemanis tak berkalori termasuk: aspartam, sakarin, acesulfame, potassium,


sukralosa, neotame.

b. Kebutuhan kalori

Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan penyandang
DM, antara lain dengan perhitungan kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kal/kgBB
ideal. Jumlah kebutuhan tersebut ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa faktor
yaitu: jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dan lain-lain. Beberapa cara perhitungan
berat badan ideal adalah sebagai berikut:

- Perhitungan berat badan ideal (BBI) menggunakan rumus Broca yang


dimodifikasi:
o Berat badan ideal = 90% x (TB(cm) – 100) x 1 kg.

o Bagi pria dengan tinggi badan dibawah 160 cm dan wanita dibawah 150
cm, rumus dimodifikasi menjadi:

Berat badan ideal = (TB(cm) – 100) x 1 kg.


BB normal : BB ideal ±10% Kurus: kurang dari BBI – 10% Gemuk: lebih
dari BBI + 10%

- Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh (IMT). Indeks
massa tubuh dapat dihitung dengan rumus:

IMT = BB(kg)/TB(m2) Klasifikasi IMT

o BB kurang <18,5

o BB normal 18,5 – 22,9

o BB lebih ≥23.0

Dengan risiko 23,0-24,9

Obes I 25,0-29,9

Obes II ≥30
o Pasien usia diatas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk setiap
dekade antara 40-59 tahun.

o Pasien usia diantara 60-69 tahun dikurangi 10%.

o Pasien usia diatas 70 tahun dikurangi 20%.

- Aktifitas fisik atau pekerjaan

o Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktifitas fisik.

o Penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal diberikan pada keadaan


istirahat.

o Penambahan sejumalah 20% pada pasien dengan aktifitas ringan: pegawai


kantor, guru, ibu rumah tangga.

o Penambahan sejumlah 30% pada aktifitas sedang: pegawai industri ringan,


mahasaiswa, militer yang sedang tidak perang.

o Penambahan sejumlah 40% pada aktifitas berat: petani, buruh, atlet, militer
dalam keadaan latihan.

o Penambahan sejumlah 50% pada aktifitas sangat berat: tukang becak,


tukang gali.

- Stres metabolik

o Penambahan 10-30% tergantung dari beratnya stress metabolik (sepsis,


operasi, trauma).

- Berat badan
o Penyandang DM yang gemuk, kebutuhan kalori dikurangi sekitar 20-30%
tegantung pada tingkat kegemukan.

o Penyandang DM kurus, kebutuhan kalori ditambah sekitar 20-30% sesuai


dengan kebutuhan untuk meningkatkan BB.

o Jumlah kalori yang diberikan paling sedikit 1000-1200 kal perhari untuk
wanita dan 1200-1600 kal perhari untuk pria.

Secara umum, makanan siap saji dengan jumlah kalori yang terhitung dan komposisi
tersebut diatas, dibagi dala mtiga porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%), dan
sore (25%), serta 2-3 porsi makanan ringan (10-15%) diantaranya. (1)
Jasmani

Latihan jasmani merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DMT2 apabila tidak
disertai adanya nefropati. Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani dilakukan secara
teratur sebanyak 3-5x seminggu selama 30-45 menit. Jeda antara latihan tidak lebih dari 2
hari berturut-turut. Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan glukosa darah sebelum
latihan jasmani. Apabila kadar glukosa darah <100 mg/dl pasien harus mengkonsumsi
karbohidrat dahulu dan bila >250 mg/dl dianjurkan untuk menunda latihan jasmani. Latihan
jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan
memperbaiki sensitifitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. (1)

Terapi farmakologis

Terapi farmakologi diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani
(gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.
1. Obat antihiperglikemia oral

Berdasarkan cara kerjanya onat antihiperglikemia oral dibagi menjadi 5 golongan:

a. Pemacu sekresi insulin (Insulin Secretagogue) o Sulfonilurea

Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta
pankreas. Efek samping utama adalah hipoglikemia dan peningkatan berat badan. Hati-hati
penggunaan sulfonilurea pada pasien dengan resiko tinggi hipoglikemia (orang tua,
gangguan faal hati, dan ginjal)
 Glinid

Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan
penekanan pada peningakatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2
macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin).
Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat
melalui hati. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia postprandial. Efek samping yang
mungkin adalah hipoglikemia.
b. Peningkatan sensitifitas tehadap insulin o Metformin

Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati


(glukoneogenesis), dan memperbaiki ambilan glukosa dijaringan perifer, metformin
merupakan pilihan pertama pada sebagian kasus DMT2. Dosis metformin diturunkan pada

pasien dengan gangguan fungsi ginjal (GFR 30-60 ml/menit/1,73 m2). Metformin tidak

boleh diberikan pada beberapa keadaan seperti GFR <30 ml/menit/1,73 m2, adanya

gangguan hati berat, serta pasien-pasien dengan kecendrungan hipoksemia (misalnya


penyakit cerebrovaskular, sepsis, renjatan, PPOK, gagal jantung (NYHA III-IV)). Efek
samping yan mungkin berupa gangguan saluran pencernaan seperti halnya gejala dispepsia.

 Tiazolidindion (TZD)

Tiazolidindion merupan agonis dari Peroxisome Proliferator Activated Receptor


Gamma (PPAR-gamma), suatu reseptor inti yang terdapat antara lain di sel otot, lemak, dan
hati. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan
jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa dijaringan
perifer. Tiazolidindion meningkatkan retensi cairan tubuh sehingga dikontraindikasikan
pada pasien dengan gagal jantung (NYHA III_IV) karena dapat memperberat edema/retensi
cairan. Hati-hati pada gangguan faal hati, dan bila diberikan perlu pemantauan faal hati
secara berkala. Obat yang masuk golongan ini adalah pioglitazone.

c. Penghambat absorpsi glukosa ddisaluran pencernaan Penghambat alfa glukosidase

Obat ini bekerja dengan memperlambat absorpsi glukosa dalam usus, sehingga
mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Penghambat

glukosidase alfa tidak digunakan pada keadaan GFR ≤ 30 ml/menit/1,73 m2, gangguan faal

hati yang berat, iritable bowel syndrom. Efek samping yang mungkin terjadi berupa
bloating (penumpukan gas dalam usus) sehingga sering menimbulkan flatus. Guna
mengurai efek samping pada awalnya diberikan dengan dosis kecil. Contoh obat golongan
ini adalah acarbose.

d. Penghambat DPP-IV
Obat golongan ini menghambat kerja enzim DPP-IV sehingga GLP-1 (Glucose Like
Peptida-1) tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif. Aktifitas GLP-1 untuk
meningkatkan sekresi insulin dan menekan sekresi glukagon bergantung kadar glukosa
darah (Glucose dependent.contoh obat golongan ini adalah Sitagliptin dan Linagliptin.

e. Penghambat SGLT-2

Obat golongan ini merupakan obat antidiabetes oral jenis baru yang menghambat
penyerapan kembali glukosa ditubuli distal ginjal dengan cara menghambat kinerja
transporter glukosa SGLT-2. Obat yang termasuk golongan ini antara lain: Canagliflozin,
empagliflozin, dapagliflozin, ipragliflozin. (1) (4) (5)

Tabel 4, profil obat antihiperhlikemia oral yang tersedia di Indonesia

Golongan obat Cara kerja utama Efek samping utama Penurunan HbA1c

Sulfonilurea Meningkatan BB naik, 1,0-2,0%


sekresi insulin hipoglikemia

Glinid Meningkatkan BB naik, 0,5-1,5%


sekresi insulin hipoglikemia

Metformin Menekan produksi Dispepsia, diare, 1,0-2-0%


glukosa hati asidosis laktat
&menambah
sensitifitas terhadap
insulin

Penghambat alfa- Menghambat Flatulen, tinja 0,5-0,8%


glukosidase absorpsi glukosa lembek
Tiazolidindion Menambah Edema 0,5-1,4%
sensitifitas terhadap
insulin

Penghambat DPP-IV Meningkatkan Sebah, muntah 0,5-0,8%


seresi insulin,
menghambat
sekresi glukagon

Penghambat SGLT-2 Menghambat Dehidrasi, infeksi 0,8-1,0%


penyerapan saluran kemih
kembali glukosa
ditubuli distal ginjal
Tabel 5, Obat anti hiperglikemia oral
2. Obat antihiperglikemia suntik

Termasuk anti hiperglikemia suntik, yaitu insulin, agonis GLP-1 dan kombinasi
insulin dan agonis GLP-1.

a. Insulin
o HbA1c > 9% dengan kondisi dekompensasi metabolik.

o Penurunan berat badan yang cepat

o Hiperglikemia berat yang disertai ketosis

o Krisis hiperglikemia

o Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal

o Stress berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark miocard akut, stroke)

o Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak


terkendali

dengan perencanaan makan.

o Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat

o Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

o Kondisi perioperatif sesuai dengan indikasi (1)

Jenis dan lama kerja insulin

Berdasarkan lama kerja, insulin terbagi menjadi 5 jenis, yakni:

o Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)


o Insulin kerja pendek (short acting insulin)

o Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)

o Insulin kerja panjang (long acting insulin)

o Insulin kerja ultra panjang (ultra-long acting insulin)

o Insulin campuran tetap, kerja pendek dengan menengah dan kerja cepat
dengan menengah (premixed insulin) (1)

Efek samping terapi insulin

o Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia

o Efek samping yang lain berupa reaksi alergi terhadap insulin.

Tabel 6. Farmakokinetik insulin eksogen berdasarkan waktu kerja (Time Course of


Action)
b. Agonis GLP-1/Incretin Mimetic

Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan pendekatan baru untuk


pengobatan DM. Agonis GLP-1 dapat bekerja pada sel beta sehingga terjadi peningkatan
pelepasan insulin, mempunyai efek menurunkan berat badan, menghambat pelepasan
glukagon, dan menghambat nafsu makan. Efek penurunan berat badan agonis GLP-1 juga
digunakan untuk indikasi penurunan berat badan pada pasien DM dengan obesitas. Efek
samping yang timbul pada pemberian obat ini antara lain sebah dan muntah. Obat yang
termasuk golongan ini adalah: liraglutide, exenatide, albiglutide, dan lixisenatide. (1)

3. Terapi kombinasi

Pengaturan diet dan kegiatan jasmani merupakan hal yang utama dalam
penatalaksanaan DM, namun bila diperlukan dapat dilakukan bersamaan dengan
pemberian obat antihiperglikemia oral tunggal atau kombinasi sejak dini. Pemberian obat
antihiperglikemia oral maupun insulin selau dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian
dinaikan secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa darah. Terapi kombinasi obat
antihiperglikemia oral, baik secara terpisah atau pun fixed dose
combination, harus menggunakan 2 macam obat dengan mekanisme kerja yang berbeda.
Pada keadaan tertentu apabila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai dengan
kombinasi 2 macam obat, dapat diberikan kombinasi 2 obat antihiperglikemia dengan
insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinis dimana insulin tidak
memungkinkan untuk dipakai, terapi dapat diberikan kombinasi 3 obat antihiperglikemia
oral.

Kombinasi obat antihiperglikemia oral dengan insulin dimulai dengan pemberian


insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang). Insulin kerja menengah
harus diberikan jam 10 malam menjelang tidur, sedangkan insulin kerja panjang dapat
diberikan sejak sore sampai sebelum tidur. Pendekatan terapi tersebut pada umumnya
dapat mencapai kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil.
Dosis awal insulin basal untuk kombinasi adalah 6-10 unit. Kemudian dilakukan evaluasi
dengan mengukur kadar glukosa darah puasa keesokan harinya. Dosis insulin dinaikan
secara perlahan (pada umumnya 2 unit) apabila kadar glukosa darah puasa belum
mencapai target. Pada keadaan dimana kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak
terkendali meskipun sudah mendapat insulin basal, maka perlu diberikan terapi kombinasi
insulin basal dan prandial, sedangkan pemberian obat antihiperglikemia oral dihentikan
dengan hati-hati. (1)
Algoritma pengobatan DMT2 tanpa dekompensasi metabolik dapat dilihat pada
bagian 1
2.2.6 Monitoring

Pada prakter sehari-hari, hasil pengobatan DMT2 harus dipantau secara terencana
dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan jasmani, dan pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah:
a. Pemeriksaan kadar glukosa darah: Tujuan pemeriksaan gula darah:
- Mengetahui apakah sasaran terapi telah tercapai

- Melakukan penyesuaian dosis obat, bila belum tercapai sasaran terapi.

Waktu pelaksanaan pemeriksaan glukosa darah:

- Pemeriksaan kadar glukosa darah puasa

- Glukosa 2 jam setelah makan

- Glukosa darah pada waktu yang lain secara berkala sesuai dengan kebutuhan.

b. Pemeriksaan HbA1c

Tes hemoglobin terglikosilasi, yang disebut juga sebagai glikohemoglobin, atau


hemoglobin glikosilasi (HbA1c), merupakan cara yang digunakan untuk menilai efek
perubahan terapi 8-12 minggu sebelumnya. Untuk melihat hasil terapi dan rencana
perubahan terapi, HbA1c diperiksa setiap 3 bulan, atau tiap bulan pada keadaan HbA1c
yang sangat tinggi (>10%). Pada pasien yang telah mencapai sasaran terapi disertai kendali
glikemik yang stabil HbA1c diperiksa paling sedikit 2 kali dalam 1 tahun. HbA1c tidak
dapat dipergunakan sebagai alat untuk evaluasi pada kondisi tertentu seperti: anemia,
hemoglominopati, riwayat tranfusi darah 2-3 bulan terakhir, keadaan lain yang
mempengaruhi umur eritrosit dan gangguan fungsi ginjal.

c. Pemantauan glukosa darah mandiri (PGDM)


Pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan dengan menggunakan darah kapiler.
Saat ini banyak didapatkan alat pengukur kadar glukosa darah dengan menggunakan reagen
kering yang sederhana dan mudah dipakai. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah memakai
alat-alat tersebut dapat dipercaya sejauh kalibrasi dilakukan dengan baik dan cara pemeriksaan
dilakukan sesuai dengan cara standar yang dianjurkan. Hasil pemantauan dengan cara reagen
kering perlu dibandingkan dengan cara konvensional secara berkala. PGDM dianjurkan bagi
pasien dengan pengobatan suntik insulin beberapa kali sehari atau pada pengguna obat pemacu
sekresi insulin. Waktu pemeriksaan PGDM bervariasi, tergantung pada tujuan pemeriksaan
yang pada umumnya terkait dengan terapi yang diberikan. Waktu yang dianjurkan adalah
pada saat sebelum makan, 2 jam setelah makan (untuk menilai ekskresi glukosa), menjelang
waktu tidur (untuk menilai resiko hipoglikemia), dan diantara siklus tidur (untuk menilai
adanya hipoglikemia nokturnal yang kadang tanpa gejala), atau ketika mengalami gejala
seperti seperti hypoglycemic spells. PGDM terutama dianjurkan pada:

- Penyandang DM yang direncanakan mendapat terapi insulin

- Penyandang DM dengan terapi insulin dengan keadaan sebagai berikut:

o Pasien dengan A1C yang tidak mencapai target setelah terapi

o Wanita yang merencanakan hamil

o Wanita hamil dengan hiperglikemia

o Kejadian hipoglikemia berulang (1)

2.2.7 Kriteria Pengendalian DM

Kriteria pengendalian DM didasarkan pada hasil pemeriksaan kadar glukosa, kadar


HbA1c, dan profil lipid. Definisi DM yang terkendali baik adalah apabila kadar glukosa
darah, kadar lipid, dan HbA1c mencapai kadar yang diharapkan, serta status gizi maupun
tekanan darah sesuai target yang ditentukan. Kriteria keberhasilan pengendalian DM dapat
diliat pada tabel dibawah ini. (1)
Tabel 7. Sasaran Pengendalian DM

Parameter Sasaran

IMT (kg/m2) 18,5 - <23

Tekanan darah sistolik (mmHg) < 140

Tekanan darah diastolik (mmHg) < 90

Glukosa darah preprandial kapiler (mg/dl) 80 – 130

Glukosa darah 1-2 jam PP kaliper (mg/dl) < 180

HbA1c (%) <7

Kolesterol LDL (mg/dl) <100 (<70 bila risiko kardiovaskular sangat


tinggi)

Kolesterol HDL (mg/dl) Laki-laki >40 Perempuan >50

Trigliserida (mg/dl) < 150


2.3 Prolanis

Program pengelolaan penyakit kronis atau PROLANIS adalah suatu sistem


pelayanan kesehatan dan pendekatan proaktif yang dilaksanakan secara terintegrasi yang
melibatkan peserta, fasilitas kesehatan dan BPJS kesehatan dalam rangka pemeliharaan
kesehatan bagi peserta BPJS kesehatan yang menderita penyakit kronis untuk mencapai
kualitas hidup yang optimal dengan biaya pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien. (2)

Tujuan diadakannya Prolanis ini untuk mendorong peserta penyandang penyakit


kronis mencapai kualitas hidup optimal dengan indikator 75% peserta terdaftar yang
berkunjung ke faskes tingkat pertama memiliki hasil “baik” pada pemeriksaan spesifik
terhadap penyakit DM tipe 2 dan hipertensi sesuai panduan klinis terkait sehingga dapat
mencegah timbulnya komplikasi penyakit. Aktifitas dalam prolanis meliputi aktifitas
konsultasi medis/edukasi, Home visit, reminder, aktifitas club dan pemantauan status
kesehatan. (2)

2.4 Kerangka Konsep

Diabetes Melitus PROLANIS

Mendapatkan terapi farmakologis dan non


farmakologis (penyuluhan dan senam) sesuai PERKENI
2015

Dapat mengontrol kadar gula darah sesuai PERKENI


2015
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian survey deskriptif dengan rancangan cross
sectional study dengan metode observasional, yaitu rancangan penelitian yang pengukuran
dan pengamatannya dilakukan secara simultan pada satu saat.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian akan dilakukan di Puskesmas Manyak Payed pada bulan April 2019.

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian


Populasi dalam penelitian ini adalah semua penderita Diabetes Melitus yang terdapat
di Puskesmas Manyak Payed. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah penderita
Diabetes Melitus yang datang saat program Prolanis dan pasien diabetes melitus yang
tercatat di Simpus pada bulan April 2019.

Kriteria inklusi : Kriteria eksklusi :


pasien diabetes Peserta prolanis
melitus yg tidak datang
terdaftar pada bulan
diprolanis agustus
Datang pada saat Tidak bersedia
program prolanis mengikuti
Datang pada penelitian
bulan agustus
2017

Sampel penelitian
3.3 Bahan dan Instrumen Penelitian
Data pasien PROLANIS diperoleh dari hasil pemeriksaan gula darah yang telah
dilakukan oleh peneliti pada saat kegiatan PROLANIS dengan menggunakan pemeriksaan
kadar gula darah. Instrumen penelitian berupa alat cek gula darah stik. Sedangkan untuk
pasien Non-PROLANIS data didapatkan dari rekam medis Puskesmas Manyak Payed

3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional


- variabel independent penelitian adalah penderita diabetes melitus PROLANIS dan diabetes
melitus Non-PROLANIS di Puskesmas Manyak Payed
- variabel dependent penelitian adalah kadar gula darah

No Variabel Definisi Operasional


1 DM Pasien yang didiagnosis DM di puskesmas Manyak Payed pada bulan april
2019 yang datang ke puskesmas untuk berobat dan datang ke puskesmas
untuk senam Prolanis
2 Kadar gula darah Kadar gula darah pasien

3.6 Teknik pengolahan dan analisis data

Data nilai gula darah sampel penelitian yang telah didapatkan akan diolah untuk
dilakukan perbandingan capaian target kadar gula darah berdasarkan PERKENI 2015
dengan menghitung resiko relatif. Selain itu juga dilakukan perbandingan rata-rata kadar
gula darah sewaktu (GDS) pada kedua kelompok.
3.7 Alur kegiatan

Menghitung nilai
Menghubungi Melakukan analisis
resiko relative antara
pemegang program dan kesimpulan atas
kedua kekelompok
prolanis hasil yang didapatkan
penelitian

Membandingkan
Mendata Jumlah kadar GDS antara
Peserta Prolanis dua kelimpok
penelitian

Mengukur dan
Mengikuti kegiatan
mencatat nilai gula
Prolanis
darah peserta Prolanis
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Pada penelitian ini diperoleh responden 30 orang penyandang DM yang telah


memenuhi kriteria inklusi (Tabel 1).
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kepesertaan PROLANIS
Jumlah (%)
PROLANIS
Ya 15 50
Tidak 15 50

Hasil pengukuran gula darah didapatkan bahwa rata-rata gula darah pada kelompok
PROLANIS lebih rendah dibandingkan dengan kelompok non-PROLANIS. Hasil
perbandingan kadar gula darah sewaktu kelompok PROLANIS 204 dan pada kelompok
non-PROLANIS 304.
Tabel 2. Perbandingan Rata-rata Kadar Gula Darah
Rata-rata Kadar Gula Darah
GDS
Non-PROLANIS 304
PROLANIS 204

Hasil perbandingan capaian target gula darah berdasarkan PERKENI dengan


menggunakan kadar GDS didapatkan pasien non-PROLANIS yang tidak mencapai target
gula darah lebih tinggi dibandingkan pasien non-PROLANIS dengan nilai RR = 2, artinya
pasien DM yang tidak mengikuti program prolanis memiliki resiko 2 kali lebih besar
mengalami kegagalan mencapai target gula darah.
Tabel 3. Perbandingan capaian target kadar gula darah

Target Terkanan Darah


Tidak tercapai Tercapai
Non-PROLANIS 12 3
PROLANIS 6 9
Resiko relatif = 12/(12+3) : 6/(9+6) = 2
4.2 Pembahasan
Diabetes melitus adalah suatu kondisi medik berupa peningkatan kadar glukosa
dalam darah melebihi batas normal. Hiperglikemia merupakan salah satu tanda khas
penyakit diabetes melitus (DM), kriteria diagnosis DM adalah dengan pemeriksaan
glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl. Puasa adalah kondisi tidak ada asupan kalori minimal 8
jam. Atau Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl 2-jam setelah Tes Toleransi Glukosa
Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 gram. Atau Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu
≥200 mg/dl dengan keluhan klasik. Atau Pemeriksaan HbA1c ≥6,5% dengan
menggunakan metode yang terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin
Standarization Program (NGSP). (1) (3)
Pada penelitian ini pasien diabetes melitus di Puskesmas Manyak Payed yang
mengikuti program PROLANIS memiliki rata-rata kadar gula darah sewaktu lebih rendah
dibandingkan pasien non-PROLANIS. Selain itu pasien PROLANIS memiliki resiko lebih
rendah mengalami kegagalan mencapai target tekanan darah.
Pasien PROLANIS tidak hanya memperoleh terapi farmakologi, namun juga
mendapatkan pendekatan proaktif yang dilaksanakan secara terintegrasi yang melibatkan
peserta, fasilitas kesehatan dan BPJS. Salah satu program PROLANIS adalah senam.
Sampai saat ini memang belum ditemukan cara atau pengobatan yang dapat
menyembuhkan DM secara menyeluruh. Tetapi DM dapat dikendalikan dengan baik
dengan cara diet, olahraga, dan dengan menggunakan obat antidiabetik.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian terhadap 30 pasien diabetes melitus di


Puskesmas Manyak Payed dapat disimpulkan bahwa pada kelompok Prolanis
terdapat penurunan bermakna kadar gula darah.. Selain itu pasien diabetes
melitus yang tidak mengikuti PROLANIS memiliki resiko 2 kali lebih besar
gagal mencapai target gula darah.

5.2 Saran

1. Penderita DM diharapkan agar lebih rajin dalam memeriksakan gula darah


darahnya ke pelayanan kesehatan terdekat serta mengikuti kegiatan yang
berkaitan dengan kesehatan serta dapat termotivasi untuk menghindari hal-hal
yang dapat menambah penyakit DM menjadi lebih parah lagi
2. Bagi petugas kesehatan diharapkan lebih giat dalam mengajak dan
menggalakkan program PROLANIS dan serta lebih diperluas lagi wilayah-
wilayah yang diikut sertakan dalam program prolanis sehingga lebih banyak
penderita DM yang bergabung serta aktif dalam menjalankan program tersebut.

3. Masyarakat diharapkan agar lebih meningkatkan pengetahuan tentang penyakit


hipertensi dengan mengikuti penyuluhan kesehatan yang diberikan oleh petugas
kesehatan terdekat seperti posbindu.
Daftar Pustaka

1. PERKENI. Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. s.l. :


PB.PERKENI, 2015.

2. B. kesehatan, Panduan Praktis PROLANIS (program pengelolaan penyakit kronis) .


jakarta : BPJS Indonesia, 2015.

3. indonesia, Perhimpunan dokter spesialis penyakit dalam. konsensus pengelolaan


dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di indonesia. 2006.
4. buku ajar ilmu penyakit dalam. jakarta : PDSPDI, 2009.

5. farmakologi dan terapi. jakarta : departemen farmakologi dan terapeutik fakultas


kedokteran universitas indonesia, 2008.
Lampiran 1

Gambar 1. Kegiatan senam PROLANIS

Gambar 2. Kegiatan senam PROLANIS


Lampiran 2

No PROLANIS Non-PROLANIS
Nama Kadar GDS Nama Kadar GDS
1 J 231 S 442
2 S 101 N 438
3 J 116 M 273
4 R 104 S 399
5 S 241 A 357
6 R 313 M 281
7 A 316 S 191
8 F 282 J 293
9 P 383 I 286
10 N 122 I 480
11 Z 207 A 473
12 S 163 S 296
13 F 257 R 131
14 S 116 S 123
15 A 108 Y 101
Nilai rata-rata 204 Nilai rata-rata 304
A. Identitas Pribadi
1. Nama : dr. Chairi Hidayat
2. Tempat/ Tanggal Lahir : Banda Aceh, 24 April 1993
3. Jenis Kelamin : Laki-laki
4. Agama : Islam
5. Alamat/ No. HP : Jl. Kemuning I no. 16 dusun timur kopelma
Darussalam Banda Aceh/ 082168605797

B. Identitas Orangtua
1. Ayah : Drs. Zainal Abidin
2. Ibu : Dra. Yusmani
3. Alamat : Jl. Kemuning I no. 16 dusun timur kopelma
Darussalam Banda Aceh

C. Riwayat Pendidikan
1. TK/ TPA/ Sederajat : TK FKIP UNSYIAH
2. SD/ MI/ Sederajat : MIN Model Banda Aceh I
3. SMP/ MTs/ Sederajat : MTsN Model Banda Aceh I
4. SMA/ MA/ Sederajat : SMAN 3 Banda Aceh
5. S1 : Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala

Anda mungkin juga menyukai