Oleh :
dr. Chairi Hidayat
Pendamping :
dr. Risva Azmi
DOKTER INTERSHIP
TAPAK TUAN
2019
LEMBAR PENGESAHAN
MINI PROJECT
Laporan Mini Project ini diajukan dalam rangka memenuhi tugas internship di
Puskemas
Hiperglikemia adalah suatu kondisi medik berupa peningkatan kadar glukosa dalam
darah melebihi batas normal. Hiperglikemia merupakan salah satu tanda khas penyakit
diabetes melitus (DM), meskipun juga mungkin didapatkan pada beberapa keadaan yang
lain. Saat ini penelitian epidemiologi menunjukan adanya kecenderungan peningkatan
angka insidensi dan prevalensi DM tipe 2 diberbagai penjuru dunia. Badan kesehatan
dunia (WHO) memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang DM yang menjadi
salah satu ancaman kesehatan global. WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang
DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030.
Laporan ini menunjukan adanya peningkatan jumlah penyandang DM sebanyak 2-3 kali
lipat pada tahun 2035. Sedangkan International Diabetes Federation (IDF) memprediksi
adanya kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 9,1 juta pada tahun 2014
menjadi 14,1 juta pada tahun 2035. (1)
Berdasarkan data badan pusat statistik indonesia tahun 2003, diperkirakan penduduk
indonesia yang berusia diatas 20 tahun sebanyak 133 juta jiwa. Dengan mengacu pada pola
pertumbuhan penduduk, maka diperkirakan pada tahun 2030 nanti akan ada 194 juta
penduduk yang berusia diatas 20 tahun. (1)
Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 oleh departemen
kesehatan, menunjukan bahwa rata-rata prevalensi DM didaerah urban untuk usia diatas 15
tahun sebesar 5,7%. Prevalensi tecil terdapat di provinsi Papua sebesar 1,7% dan terbesar
di provinsi Maluku Utara dan Kalimantan Barat yang mencapai 11,1%. Sedangkan
prevalensi toleransi glukosa terganggu (TGT), berkisar antara 4,0% diprovinsi Jambi
sampai 21,8% di propinsi Papua Barat dengan rerata sebesar 10,2%. (1)
Peran dokter umm sebagai ujung tombak dipelayanan kesehatan primer menjadi
sangat penting. Kasus DM sederhana tanpa penyulit dapat dikelola dengan tuntas oleh
dokter umum dipelayanan kesehatan primer. Penyandang DM dengan kadar glukosa yang
sulit dikendalikan atau yang berpotensi mengalami penyulit DM perlu secara periodik
dikonsultkan kepada dokter spesialis penyakit dalam atau dokter spesialis penyakit dalam
konsultan endokrin metabolik dan diabetes ditingkat pelayanan kesehatan yang lebih tinggi
dirumah sakit rujukan. Pasien dapat dikirim kembali kepada dokter pelayanan primer
setelah penanganan dirumah sakit rujukan selesai. (1)
Salah satu program JKN yaitu PROLANIS (Program Pengelolahan Penyakit Kronis)
merupakan suatu sistem pelayanan kesehatan dan pendekatan proaktif yang dilaksanakan
secara terintegrasi yang melibatkan peserta, fasilitas kesehatan dan BPJS (Badan
Penyelenggaraan Jaminan Sosial) Kesehatan dalam rangka pemeliharan kesehatan bagi
peserta yang menyandang penyakit kronis untuk mencapai kualitas hidup yang optimal
dengan biaya pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien. (2)
PERSADIA, PEDI, dan yang lain menjadi sangat dibutuhkan. Organisasi profesi
dapat meningkatkan kemampuan tenaga profesi kesehatan dalam penatalaksanaan DM dan
perkumpulan yang lain dapat membantu meningkatkan pengetahuan penyandang DM
tentang penyakitnya dan meningkatkan peran aktif mereka untuk ikut serta dalam
pengelolaan dan pengendalian DM. (1) Oleh karena penatalaksanaan DM harus
memerlukan semua peran serta keluarga, masyarakat dan tenaga kesehatan, peneliti merasa
tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “perbandingan pencapaian target kadar
gula darah pada pasien Diabetes Melitus (DM) program Prolanis dan non-Prolanis di
Puskesmas Tapak Tuan”.
Bagaimana perbandingan pencapaian target kadar gula darah pada pasien Diabetes
Melitus (DM) program Prolanis dan non-Prolanis di Puskesmas Tapak Tuan?
1.3 Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui perbandingan pencapaian target kadar gula darah pada pasien Diabetes
Melitus (DM) program Prolanis dan non-Prolanis di Puskesmas Tapak Tuan.
2. Tujuan khusus
Diketahuinya pencapaian target kadar gula darah pada pasien diabetes melitus (DM)
program Prolanis di Puskesmas Tapak Tuan.
Diketahuinya pencapaian target kadar gula darah pada pasien diabetes melitus (DM)
program non-Prolanis di Puskesmas Tapak Tuan.
Diketahuinya pengaruh program PROLANIS terhadap pencapaian target kadar gula
darah pasien diabetes melitus (DM) di Puskesmas Tapak Tuan.
1.4 Manfaat
1. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengalaman bagi peneliti dalam melakukan
penelitian dan penambah wawasan peneliti dalam hal penyakit DM secara komprehensif.
2. Bagi Masyarakat
Dari penelian ini diharapkan agar masyarakat menjadi lebih tahu dan mengerti tentang
penyakit Diabetes Melitus sehingga mau melakukan gaya hidup sehat, kontrol rutin dan
patuh terhadap terapi yang diberikan oleh tenaga kesehatan.
3. Bagi Puskesmas
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi Puskesmas Tapak Tuan dalam
rangka meningkatkan pelayanan kesehatan secara komprehensif khususnya penyakit
Diabetes Melitus.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, diabetes melitus merupakan
suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakterisitik hiperglikemia yang terjadi karena
kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Sedangangkan menurut WHO
1980 dikatakan bahwa diabetes melitus merupakan suatu yang tidak dapat dituangkan
dalam suatu jawaban yang jelas dan singkat tapi secara umum dapat dikatakan sebagai
suatu kumpulan problema anatomik dan dikimia yang merupakan akibat dari sejumlah
faktor dimana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin. (3)
2.1.2 Klasifikasi DM
Klasifikasi DM dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Klasifikasi etiologi DM (1)
Tipe 1 Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi
insulin absolut
- Autoimun
- Idiopatik
Tipe 2 Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai
defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi
insulin disertai resistensi insulin.
Tipe lain - Defek genetik fungsi sel beta
- Defek genetik kerja insulin
- Penyakit eksokrin pankreas
- Endokrinopati
- Karena obat atau zat kimia
- Infeksi
- Sebab imunologi yang jarang
- Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM
Diabetes melitus gestasional
2. Pengobatan kombinasi yang diperlukan harus didasari atas kinerja obat pada
gangguan multipel dari patofisiologi DM tipe 2.
DeFronzo pada tahun 2009 menyampaikan bahwa tidak hanya otot, liver dan sel beta
pankreas saja yang berperan sentral dalam patogenesis penderita DM tipe 2 tetapi terdapat
organ lain yang berperan yang disebutnya sebagai the ominous octet. (1)
Secara garis besar patogenesis DM tipe 2 disebabkan oleh delapan hal (ominous
octet) berikut :
Pada saat DM tipe 2 ditegakkan, fungsi sel beta sudah sangat berkurang. Obat anti diabetik
yang bekerja melalui jalur ini adalah sulfonilurea, meglitinid, GLP-1 agonis dan DPP-4
inhibitor.
2. Liver :
Pada penderita DM tipe 2 terjadi resistensi insulin yang berat dan memicu
glukoneogenesis sehingga produksi glukosa dalam keadaan basal oleh liver (HGP=hepatic
glucose production) meningkat. Obat yang bekerja melalui lajur ini adalah merformin,
yang menekan proses glukoneogenesis.
3. Otot :
4. Sel lemak :
Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin, menyebabkan meningkatan
proses lipolysis dan kadar asam lemak bebas (FFA=Free Fatty Acid) dalam plasma.
Peningkatan FFA akan merangsang proses glukoneogenesis, dan mencetuskan resistensi
insulin di liver dan otot.FFA juga akan mengganggu sekresi insulin. Gangguan yang
disebabkan oleh FFA ini disebut sebagai lipotoxocity. Obat yang bekerja dijalur ini adalah
tiazolidindion.
5. Usus :
Glukosa yang ditelan memicu respon insulin jauh lebih besar dibanding kalau diberikan
secara intravena. Efek yang dikenal sebagai efek incretin ini diperankan oleh 2 hormon
GLP-1 (glukagon-like polypeptida-1) dan GIP (glucose-dependent insulinotrophic
polypeptida atau disebut juga gastric inhibitory polypeptida). Pada penderita DM tipe 2
didapatkan defisiensi GLP-1 dan resisten terhadap GIP. Disamping hal tersebut incretin
segera dipecah oleh keberadaan enzim DPP-4, sehingga hanya bekerja dalam beberapa
menit. Obat yang bekerja menghambat kinerja DPP-4adalah kelompok DPP-4 inhibitor.
Saluran pencernaan juga mempunyai peran dalam penyerapan karbohidrat melalui kinerja
enzim alfa-glukosidase yang memecah polisakarida menjadi monosakarida yang kemudian
diserap oleh usus dan berakibat meningkatkan glukosa darah setelah makan. Obat yang
bekerja untuk menghambat kinerja enzim alfa-glukosidase adalah acarbose.
Sel-α pankreas merupakan organ keenam yang berperan dalam hiperglikemia dan sudah
diketahui sejak 1970. Sel-α berfungsi dalam sintesis glukagon yang dalam keadaan puasa
kadarnya didalam plasma akan meningkat. Peningkatan ini menyebabkan HGP dalam
keadaan basal meningkat secara signifikan dibanding individu yang normal. Obat yang
menghambat sekresi glukagon atau menghambat reseptor glukagon meliputi GLP-1
agonis, DPP-44 inhibitor dan amylin.
7. Ginjal :
Ginjal merupakan organ yang diketahui berperan dalam patogenesis DM tipe 2. Ginjal
memfiltrasi sekitar 163 gram glukosa sehari. 90% dari glukosa terfiltrasi ini akan diserap
kembali melalui peran SGLT-2 (Sodium Glucose co-Transporter) pada bagian convulated
tubulus proximal. Sedang 10% sisanya akan diabsorpsi melalui peran SGLT-1 pada tubulus
descenden dan ascenden, sehingga akhirnya tidak ada glukosa dalam urine. Pada penderita DM
terjadi peningkatan ekspresi gen SGLT-2. Obat yang menghambat kinerja SGLT-2 ini akan
menghambat penyerapan kembali glukosa ditubulus ginjal sehingga glukosa akan dikeluarkan
lewat urin. Obat yang bekerja di jalur ini adalah SGLT-2 inhibitor. Dapaglifozin adalah salah
satu contoh obatnya.
8. Otak :
Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada individu yang obes baik yang
DM maupun non-DM, didapatkan hiperinsulinemia yang merupakan mekanisme
kompensasi dari resistensi insulin. Pada golongan ini asupan makanan justru meningkat
akibat adanya resistensi insulin yang juga terjadi diotak. Obat yang bekerja di jalur ini
adalah GLP-1 agonis, amylin dan bromokriptin. (1)
2.1.4 Diagnosis
Kriteria diagnosis DM
Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl. Puasa adalah kondisi tidak ada asupan
kalori minimal 8 jam.
Atau
Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl 2-jam setelah Tes Toleransi Glukosa Oral
(TTGO) dengan beban glukosa 75 gram.
Atau
Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl dengan keluhan klasik.
Atau
Pemeriksaan HbA1c ≥6,5% dengan menggunakan metode yang terstandarisasi oleh
National Glycohaemoglobin Standarization Program (NGSP).
1. Tiga hari sebelum pemeriksaan, pasien tetap makan (dengan karbohidrat yang
cukup) dan melakukan kegiatan jasmani seperti kegiatan sehari-hari.
2. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air
putih tanpa glukosa tetap diperbolehkan.
3. Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa.
4. Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/kgBB (anak-anak),
dilarutkan dalam air 250ml dan diminum dalam waktu 5 menit.
5. Berpuasa kembali sampai pemngambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam
setelah minum larutan glukosa selesai.
6. Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa.
7. Selama proses pemeriksaan, subject yang diperiksa tetap istirahat dan tidak
merokok.
Pemeriksaan penyaring dilakukan untuk menegakkan diagnosis diabetes melitus tipe 2
(DMT2) dan prediabetes pada kelompok resiko tinggi yang tidak menunjukkan gejala klasik
DM yaitu :
1. Kelompok dengan berat badan lebih (Indeks Massa Tubuh (IMT) ≥23 kg/m2) yang
Kelompok resiko tinggi dengan hasil pemeriksaan glukosa plasma normal sebaiknya
diulang setiap 3 tahun, kecuali pada kelompok prediabetes pemeriksaan diulang setiap 1
tahun.
Pada keadaan yang tidak memungkinkan dan tidak tersedia fasilitas pemeriksaan
TTGO, maka pemeriksaan penyaring dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah
perifer, diperbolehkan untuk patokan diagnosis DM. Dalam hal ini harus diperhatikan
adanya perbedaan hasil pemeriksaan glukosa darah plasma vena dan glukosa darah kapiler
seperti pada tabel dibawah ini. (1)
Tabel 3, kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan
diagnosis DM (mg/dl)
Perlu dilakukan evaluasi medis yang lengkap pada pertemuan pertama, meliputi:
1. Riwayat penyakit
- Pola makan, status nutrisi, status aktifitas fisik, dan riwayat perubahan berat
badan.
- Riwayat infeksi sebelumnya, terutama infeksi kulit, gigi, dan traktus urogenital.
- Gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronis pada ginjal, mata, jantung dan
pembuluh darah, kaki, saluran pencernaan, dll.
2. Pemeriksaan fisik
- Pemeriksaan funduskopi.
- Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid.
- Pemeriksaan jantung.
3. Evaluasi laboratorium
4. Penapisan komplikasi
Penapisan komplikasi harus dilakukan pada setiap penderita yang baru terdiagnosis DMT2
melalui pemeriksaan:
- Profil lipid pada keadaan puasa: kolesterol total, High Density Lipoprotein
(HDL), Low Density Lipoprotein (LDL), dan trigliserida.
- EKG.
- Foto rontgen thorax (bila ada indikasi: TBC, penyakit jantung kongestif).
Penatalaksanaan DM dimulai dengan menerapkan pola hdup sehat (terapi nutrisi medis
dan aktifitas fisik) bersamaan dengan intervensi farmakologis dengan obat anti
hiperglikemia secara oral dan /atau suntikan. Obat anti hrglikemia oral dapat diberikan
sebagai terapi tunggal atau kombinasi. Pada keadaan emergency dengan dekompensasi
metabolik berat, misalnya: ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan
cepat, atau adanya ketonuria, harus segera dirujuk ke Pelayanan Kesehatan Sekunder atau
Tersier. (1)
- Karbohidrat
- Lemak
o Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak
jenuh dan lemak trans antara lain: daging berlemak dan fullcream.
o Konsumsi kolesterol dianjurkan <200 mg/hari.
- Protein
- Natrium
o Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan
pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.
- Serat
o Anjuran konsumsi serat adalah 20-35 g/hari yang berasal dari berbagai
sumber bahan makanan.
- Pemanis alternatif
b. Kebutuhan kalori
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan penyandang
DM, antara lain dengan perhitungan kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kal/kgBB
ideal. Jumlah kebutuhan tersebut ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa faktor
yaitu: jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dan lain-lain. Beberapa cara perhitungan
berat badan ideal adalah sebagai berikut:
o Bagi pria dengan tinggi badan dibawah 160 cm dan wanita dibawah 150
cm, rumus dimodifikasi menjadi:
- Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh (IMT). Indeks
massa tubuh dapat dihitung dengan rumus:
o BB kurang <18,5
o BB lebih ≥23.0
Obes I 25,0-29,9
Obes II ≥30
o Pasien usia diatas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk setiap
dekade antara 40-59 tahun.
o Penambahan sejumlah 40% pada aktifitas berat: petani, buruh, atlet, militer
dalam keadaan latihan.
- Stres metabolik
- Berat badan
o Penyandang DM yang gemuk, kebutuhan kalori dikurangi sekitar 20-30%
tegantung pada tingkat kegemukan.
o Jumlah kalori yang diberikan paling sedikit 1000-1200 kal perhari untuk
wanita dan 1200-1600 kal perhari untuk pria.
Secara umum, makanan siap saji dengan jumlah kalori yang terhitung dan komposisi
tersebut diatas, dibagi dala mtiga porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%), dan
sore (25%), serta 2-3 porsi makanan ringan (10-15%) diantaranya. (1)
Jasmani
Latihan jasmani merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DMT2 apabila tidak
disertai adanya nefropati. Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani dilakukan secara
teratur sebanyak 3-5x seminggu selama 30-45 menit. Jeda antara latihan tidak lebih dari 2
hari berturut-turut. Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan glukosa darah sebelum
latihan jasmani. Apabila kadar glukosa darah <100 mg/dl pasien harus mengkonsumsi
karbohidrat dahulu dan bila >250 mg/dl dianjurkan untuk menunda latihan jasmani. Latihan
jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan
memperbaiki sensitifitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. (1)
Terapi farmakologis
Terapi farmakologi diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani
(gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.
1. Obat antihiperglikemia oral
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta
pankreas. Efek samping utama adalah hipoglikemia dan peningkatan berat badan. Hati-hati
penggunaan sulfonilurea pada pasien dengan resiko tinggi hipoglikemia (orang tua,
gangguan faal hati, dan ginjal)
Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan
penekanan pada peningakatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2
macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin).
Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat
melalui hati. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia postprandial. Efek samping yang
mungkin adalah hipoglikemia.
b. Peningkatan sensitifitas tehadap insulin o Metformin
pasien dengan gangguan fungsi ginjal (GFR 30-60 ml/menit/1,73 m2). Metformin tidak
boleh diberikan pada beberapa keadaan seperti GFR <30 ml/menit/1,73 m2, adanya
Tiazolidindion (TZD)
Obat ini bekerja dengan memperlambat absorpsi glukosa dalam usus, sehingga
mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Penghambat
glukosidase alfa tidak digunakan pada keadaan GFR ≤ 30 ml/menit/1,73 m2, gangguan faal
hati yang berat, iritable bowel syndrom. Efek samping yang mungkin terjadi berupa
bloating (penumpukan gas dalam usus) sehingga sering menimbulkan flatus. Guna
mengurai efek samping pada awalnya diberikan dengan dosis kecil. Contoh obat golongan
ini adalah acarbose.
d. Penghambat DPP-IV
Obat golongan ini menghambat kerja enzim DPP-IV sehingga GLP-1 (Glucose Like
Peptida-1) tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif. Aktifitas GLP-1 untuk
meningkatkan sekresi insulin dan menekan sekresi glukagon bergantung kadar glukosa
darah (Glucose dependent.contoh obat golongan ini adalah Sitagliptin dan Linagliptin.
e. Penghambat SGLT-2
Obat golongan ini merupakan obat antidiabetes oral jenis baru yang menghambat
penyerapan kembali glukosa ditubuli distal ginjal dengan cara menghambat kinerja
transporter glukosa SGLT-2. Obat yang termasuk golongan ini antara lain: Canagliflozin,
empagliflozin, dapagliflozin, ipragliflozin. (1) (4) (5)
Golongan obat Cara kerja utama Efek samping utama Penurunan HbA1c
Termasuk anti hiperglikemia suntik, yaitu insulin, agonis GLP-1 dan kombinasi
insulin dan agonis GLP-1.
a. Insulin
o HbA1c > 9% dengan kondisi dekompensasi metabolik.
o Krisis hiperglikemia
o Stress berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark miocard akut, stroke)
o Insulin campuran tetap, kerja pendek dengan menengah dan kerja cepat
dengan menengah (premixed insulin) (1)
3. Terapi kombinasi
Pengaturan diet dan kegiatan jasmani merupakan hal yang utama dalam
penatalaksanaan DM, namun bila diperlukan dapat dilakukan bersamaan dengan
pemberian obat antihiperglikemia oral tunggal atau kombinasi sejak dini. Pemberian obat
antihiperglikemia oral maupun insulin selau dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian
dinaikan secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa darah. Terapi kombinasi obat
antihiperglikemia oral, baik secara terpisah atau pun fixed dose
combination, harus menggunakan 2 macam obat dengan mekanisme kerja yang berbeda.
Pada keadaan tertentu apabila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai dengan
kombinasi 2 macam obat, dapat diberikan kombinasi 2 obat antihiperglikemia dengan
insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinis dimana insulin tidak
memungkinkan untuk dipakai, terapi dapat diberikan kombinasi 3 obat antihiperglikemia
oral.
Pada prakter sehari-hari, hasil pengobatan DMT2 harus dipantau secara terencana
dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan jasmani, dan pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah:
a. Pemeriksaan kadar glukosa darah: Tujuan pemeriksaan gula darah:
- Mengetahui apakah sasaran terapi telah tercapai
- Glukosa darah pada waktu yang lain secara berkala sesuai dengan kebutuhan.
b. Pemeriksaan HbA1c
Parameter Sasaran
Sampel penelitian
3.3 Bahan dan Instrumen Penelitian
Data pasien PROLANIS diperoleh dari hasil pemeriksaan gula darah yang telah
dilakukan oleh peneliti pada saat kegiatan PROLANIS dengan menggunakan pemeriksaan
kadar gula darah. Instrumen penelitian berupa alat cek gula darah stik. Sedangkan untuk
pasien Non-PROLANIS data didapatkan dari rekam medis Puskesmas Manyak Payed
Data nilai gula darah sampel penelitian yang telah didapatkan akan diolah untuk
dilakukan perbandingan capaian target kadar gula darah berdasarkan PERKENI 2015
dengan menghitung resiko relatif. Selain itu juga dilakukan perbandingan rata-rata kadar
gula darah sewaktu (GDS) pada kedua kelompok.
3.7 Alur kegiatan
Menghitung nilai
Menghubungi Melakukan analisis
resiko relative antara
pemegang program dan kesimpulan atas
kedua kekelompok
prolanis hasil yang didapatkan
penelitian
Membandingkan
Mendata Jumlah kadar GDS antara
Peserta Prolanis dua kelimpok
penelitian
Mengukur dan
Mengikuti kegiatan
mencatat nilai gula
Prolanis
darah peserta Prolanis
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Hasil pengukuran gula darah didapatkan bahwa rata-rata gula darah pada kelompok
PROLANIS lebih rendah dibandingkan dengan kelompok non-PROLANIS. Hasil
perbandingan kadar gula darah sewaktu kelompok PROLANIS 204 dan pada kelompok
non-PROLANIS 304.
Tabel 2. Perbandingan Rata-rata Kadar Gula Darah
Rata-rata Kadar Gula Darah
GDS
Non-PROLANIS 304
PROLANIS 204
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
No PROLANIS Non-PROLANIS
Nama Kadar GDS Nama Kadar GDS
1 J 231 S 442
2 S 101 N 438
3 J 116 M 273
4 R 104 S 399
5 S 241 A 357
6 R 313 M 281
7 A 316 S 191
8 F 282 J 293
9 P 383 I 286
10 N 122 I 480
11 Z 207 A 473
12 S 163 S 296
13 F 257 R 131
14 S 116 S 123
15 A 108 Y 101
Nilai rata-rata 204 Nilai rata-rata 304
A. Identitas Pribadi
1. Nama : dr. Chairi Hidayat
2. Tempat/ Tanggal Lahir : Banda Aceh, 24 April 1993
3. Jenis Kelamin : Laki-laki
4. Agama : Islam
5. Alamat/ No. HP : Jl. Kemuning I no. 16 dusun timur kopelma
Darussalam Banda Aceh/ 082168605797
B. Identitas Orangtua
1. Ayah : Drs. Zainal Abidin
2. Ibu : Dra. Yusmani
3. Alamat : Jl. Kemuning I no. 16 dusun timur kopelma
Darussalam Banda Aceh
C. Riwayat Pendidikan
1. TK/ TPA/ Sederajat : TK FKIP UNSYIAH
2. SD/ MI/ Sederajat : MIN Model Banda Aceh I
3. SMP/ MTs/ Sederajat : MTsN Model Banda Aceh I
4. SMA/ MA/ Sederajat : SMAN 3 Banda Aceh
5. S1 : Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala