Anda di halaman 1dari 26

MINI PROJECT

PERBANDINGAN PENCAPAIAN TARGET KADAR GULA DARAH PADA


PASIEN DIABETES MELITUS (DM) PROGRAM PROLANIS DAN NON-
PROLANIS DI PUSKESMAS PENARUKAN

Program Interenship Dokter Indonesia

Disusun oleh :
dr. Muhammad Madarilsya

PUSKESMAS PANARUKAN
KABUPATEN SITUBINDO JAWA TIMUR
PERIODE JUNI 2018-JUNI 2019
LEMBAR PENGESAHAN

MINI PROJECT

PERBANDINGAN PENCAPAIAN TARGET KADAR GULA DARAH PADA PASIEN DIABETES MELITUS
(DM) PROGRAM PROLANIS DAN NON-PROLANIS DI PUSKESMAS KARIANGAU BALIKPAPAN
Laporan Mini Project ini diajukan dalam rangka memenuhi tugas internship diPuskemas
Panarukan, 26 Januari 2019

Pendamping Internship Peserta Internship,

(dr. Reni wahyuningrum) (dr. Muhammad Madarilsya)


2
1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT dan junjungan kita Nabi Muhammad SAW, karena
hanya berkat dan rahmatnya sehingga peneliti dapat menyelesaikan mini proyek yang berjudul
“Perbandingan pencapaian target kadar gula darah pada pasien Diabetes Melitus (DM)
program Prolanis dan non-Prolanis di Puskesmas Panarukan Situbondo ,Jawa Timur”.
Peneliti menyadari bahwa keberhasilan penelitian ini tidak terlepas dari
bantuan, dukungan, doa dan kerjasama yang baik berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini
peneliti ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada:
1. Dr.Imam Hariyono, selaku Kepala Puskesmas Penarukan.
2. Dr.Reny wahyunigrum selaku dokter Pembimbing internship Puskesmas Penarukan.
3. Rekan-rekan seperjuangan peserta PIDI Balikpapan khususnya dr.Nita dr.ifran dr.agus
dr.Pretty. Terima kasih untuk dukungan dan bantuannya selama menjalankan tugas di
Puskesmas Panarukan.
4. Seluruh staf Puskesmas Penarukan dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu
persatu yang telah banyak membantu peneliti dalam menyelesaikan mini proyek ini.
Akhir kata, peneliti menyadari bahwa mini proyek ini masih terdapat banyak
keterbatasan. Oleh karena itu, peneliti sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun
dari para pembaca. Semoga mini proyek ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan dan menjadi berkah bagi peneliti maupun pembacanya.

Situbondo, 26 Januari 2019

dr.Muhammad Madarilsya

3
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................................... .. 1
KATA PENGANTAR .............................................................................................................. 3
Daftar Isi .............................................................................................................................. 4

BAB I
PENDAHULUAN ................................................................................................................... 5
1.1Latar belakang ............................................................................................................... 5
1.2Pernyataan Masalah ...................................................................................................... 6
1.3Tujuan ............................................................................................................................ 6
1.4Manfaat ......................................................................................................................... 6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................................... 7
2.1 Diabetes Melitus .......................................................................................................... 7
2.1.1 Definisi ............................................................................................................ 7
2.1.2 Klasifikasi DM .................................................................................................. 7
2.1.3 Patogenesis Diabetes Melitus Tipe 2 .............................................................. 7
2.1.4 Diagnosis ......................................................................................................... 10
2.1.5 Penatalaksanaan Diabetes Melitus ................................................................. 12
2.1.6 kriteria pengendalian DM ............................................................................... 19
2.3 Prolanis......................................................................................................................... 20
2.4 Kerangka Konsep ......................................................................................................... 20
BAB III
METODE PENELITIAN ........................................................................................................ 21
3.1 Desain Penelitian .........................................................................................................21
3.2 Populasi dan Sampel Penelitian .................................................................................. 21
3.3 Bahan dan Instrumen Penelitian ................................................................................. 22
3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional .............................................................. 22
3.5 Teknik pengolahan dan analisis data........................................................................... 22
3.7 Alur kegiatan ............................................................................................................... 23
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................................................. 23
4.1 Hasil ............................................................................................................................. 24
4.2 Pembahasan ................................................................................................................ 25
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................................................. 25
5.1 Kesimpulan .................................................................................................................. 25
5.2 Saran............................................................................................................................. 25
Daftar Pustaka ................................................................................................................... 26

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Hiperglikemia adalah suatu kondisi medik berupa peningkatan kadar glukosa dalam darah
melebihi batas normal. Hiperglikemia merupakan salah satu tanda khas penyakit diabetes
melitus (DM), meskipun juga mungkin didapatkan pada beberapa keadaan yang lain. Saat ini
penelitian epidemiologi menunjukan adanya kecenderungan peningkatan angka insidensi dan
prevalensi DM tipe 2 diberbagai penjuru dunia.
Badan kesehatan dunia (WHO) memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang
DM yang menjadi salah satu ancaman kesehatan global. WHO memprediksi kenaikan jumlah
penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun
2030. Laporan ini menunjukan adanya peningkatan jumlah penyandang DM sebanyak 2-3 kali
lipat pada tahun 2035. Sedangkan International Diabetes Federation (IDF) memprediksi adanya
kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 9,1 juta pada tahun 2014 menjadi 14,1 juta
pada tahun 2035.
Berdasarkan data badan pusat statistik indonesia tahun 2003, diperkirakan penduduk
indonesia yang berusia diatas 20 tahun sebanyak 133 juta jiwa. Dengan mengacu pada pola
pertumbuhan penduduk, maka diperkirakan pada tahun 2030 nanti akan ada 194 juta penduduk
yang berusia diatas 20 tahun. (1)
Data-data diatas menunjukan bahwa jumlah penyandang DM di Indonesia sangat besar.
Dengan kemungkinan terjadi peeningkatan jumlah penyandang DM dimasa mendatang akan
menjadi beban yang sangat berat untuk dapat ditangani sendiri oleh dokter
spesialis/subspesialis atau bahkan oleh semua tenaga kesehatan yang ada. (1)
Peran dokter umum sebagai ujung tombak dipelayanan kesehatan primer menjadi sangat
penting. Kasus DM sederhana tanpa penyulit dapat dikelola dengan tuntas oleh dokter umum
dipelayanan kesehatan primer. Penyandang DM dengan kadar glukosa yang sulit dikendalikan
atau yang berpotensi mengalami penyulit DM perlu secara periodik dikonsultkan kepada dokter
spesialis penyakit dalam atau dokter spesialis penyakit dalam konsultan endokrin metabolik dan
diabetes ditingkat pelayanan kesehatan yang lebih tinggi dirumah sakit rujukan. Pasien dapat
dikirim kembali kepada dokter pelayanan primer setelah penanganan dirumah sakit rujukan
selesai. (1)
Salah satu program JKN yaitu PROLANIS (Program Pengelolahan Penyakit Kronis)
merupakan suatu sistem pelayanan kesehatan dan pendekatan proaktif yang dilaksanakan
secara terintegrasi yang melibatkan peserta, fasilitas kesehatan dan BPJS (Badan
Penyelenggaraan Jaminan Sosial) Kesehatan dalam rangka pemeliharan kesehatan bagi peserta
yang menyandang penyakit kronis untuk mencapai kualitas hidup yang optimal dengan biaya
pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien. (2)
DM merupakan penyakit menahun yang akan disandang seumur hidup. Pengelolaan

5
penyakit ini memerlukan peran serta dokter, perawat, ahli gizi, dan tenaga kesehatan lain.
Pasien dan keluarga juga mempunyai peran yang penting, sehingga perlu mendapatkan edukasi
untuk memberikan pemahaman mengenai perjalanan penyakit, pencegahan, penyulit, dan
penatalaksanaan DM. Pemahaman yang baik akan sangat membantu meningkatkan
keikutsertaan keluarga dalam upaya penatalaksanaan DM guna mencapai hasil yang lebih baik.
Keberadaan organisasi profesi seperti PERKENI dan IDAI, serta perkumpulan pemerhati DM yang
lain seperti PERSADIA, PEDI, dan yang lain menjadi sangat dibutuhkan. Organisasi profesi dapat
meningkatkan kemampuan tenaga profesi kesehatan dalam penatalaksanaan DM dan
perkumpulan yang lain dapat membantu meningkatkan pengetahuan.

1.2 Pernyataan Masalah


Bagaimana perbandingan pencapaian target kadar gula darah pada pasien Diabetes
Melitus (DM) program Prolanis dan non-Prolanis di Puskesmas Penarukan.

1.3 Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui perbandingan pencapaian target kadar gula darah pada pasien
Diabetes Melitus (DM) program Prolanis dan non-Prolanis di Puskesmas Panarukan
2. Tujuan khusus

- Diketahuinya pencapaian target kadar gula darah pada pasien diabetes melitus
(DM) program Prolanis di Puskesmas Panarukan.
- Diketahuinya pencapaian target kadar gula darah pada pasien diabetes melitus
(DM) program non-Prolanis di Puskesmas Panarukan.
- Diketahuinya pengaruh program PROLANIS terhadap pencapaian target kadar gula
darah pasien diabetes melitus (DM) di Puskesmas Panarukan.
-
1.4 Manfaat
1. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengalaman bagi peneliti dalam melakukan
penelitian dan penambah wawasan peneliti dalam hal penyakit DM secara
komprehensif.
2. Bagi Masyarakat
Dari penelian ini diharapkan agar masyarakat menjadi lebih tahu dan mengerti tentang
penyakit Diabetes Melitus sehingga mau melakukan gaya hidup sehat, kontrol rutin dan
patuh terhadap terapi yang diberikan oleh tenaga kesehatan.
3. Bagi Puskesmas
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi Puskesmas Kariangau dalam
rangka meningkatkan pelayanan kesehatan secara komprehensif khususnya penyakit
Diabetes Melitus.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes Melitus

Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik


hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
(1)

2.1.1 Definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, diabetes melitus merupakan
suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakterisitik hiperglikemia yang terjadi karena
kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
Sedangangkan menurut WHO 1980 dikatakan bahwa diabetes melitus merupakan
suatu yang tidak dapat dituangkan dalam suatu jawaban yang jelas dan singkat tapi secara
umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan dikimia yang
merupakan akibat dari sejumlah faktor dimana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif
dan gangguan fungsi insulin. (3)
2.1.2 Klasifikasi DM
Tipe 1 : Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin
absolut:Autoimun,Idiopatik
Tipe 2 : Bervariasi mulai dari yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relative
sampai dengan defek sekresi insulin disertai resistensi insulin.
Tipe lain : Defek genetik fungsi sel beta,Defek genetik kerja insulin,Penyakit eksokrin
pancreas,Endokrinopati,Karena obat atau zat kimia,Infeksi,Sebab imunologi yang
jarang,Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM
2.1.3 Patogenesis Diabetes Melitus Tipe 2
Resistensi insulin pada otot dan liver serta kegagalan sel beta pankreas telah dikenal
sebagai patofisiologi kerusakan sentral dari DM tipe 2. Belakangan diketahui bahwa
kegagalan sel beta terjadi lebih dini dan lebih berat dari pada yang diperkirakan
sebelumnya. Selain otot, liver dan sel beta, organ lain seperti : jaringan lemak
(meningkatkan lipolisis), ganstrointestinal (defisiensi incretin), sel alpha pankreas
(hiperglukagonemia), ginjal (peningkatan absorpsi glukosa), dan otak (resistensi insulin),
kesemuanya ikut berperan dalam menimbulkan terjadinya gangguan toleransi glukosa pada
DM tipe 2. Delapan organ penting dalam gangguan toleransi glukosa ini ( aminous octet)
penting dipahami karena dasar patofisiologi ini memberikan konsep tentang :
1. Pengobatan harus ditujukan guna memperbaiki gangguan patogenesis,
bukan hanya untuk menurunkan HbA1c saja.
2. Pengobatan kombinasi yang diperlukan harus didasari atas kinerja obat pada
gangguan multipel dari patofisiologi DM tipe 2.
7
3. Pengobatan harus dimulai sedini mungkin untuk mencegah atau
memperlambat progesivitas kegagalan sel beta yang sudah terjadi pada
penyandang gangguan toleransi glukosa.

DeFronzo pada tahun 2009 menyampaikan bahwa tidak hanya otot, liver dan sel beta
pankreas saja yang berperan sentral dalam patogenesis penderita DM tipe 2 tetapi
terdapat organ lain yang berperan yang disebutnya sebagai the ominous octet. (1)

Secara garis besar patogenesis DM tipe 2 disebabkan oleh delapan hal (ominous
octet) berikut :

1. Kegagalan sel beta pankreas :


Pada saat DM tipe 2 ditegakkan, fungsi sel beta sudah sangat berkurang.
Obat anti diabetik yang bekerja melalui jalur ini adalah sulfonilurea,
meglitinid, GLP-1 agonis dan DPP-4 inhibitor.
2. Liver :
Pada penderita DM tipe 2 terjadi resistensi insulin yang berat dan memicu
glukoneogenesis sehingga produksi glukosa dalam keadaan basal oleh liver
(HGP=hepatic glucose production) meningkat. Obat yang bekerja melalui
lajur ini adalah merformin, yang menekan proses glukoneogenesis.

3. Otot : Pada penderita DM tipe 2 didapatkan gangguan kinerja insulin yang


multiple di intramioseluler, akibat gangguan fosforilasi tirosin sehingga
8
timbul gangguan transport glukosa dalam sel otot, penurunan sintesis
glikogen, dan penurunan oksidasi glukosa. Obat yang bekerja dijalur ini
adalah metformin, dan tiazolidindion.
4. Sel lemak :
Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin, menyebabkan
meningkatan proses lipolysis dan kadar asam lemak bebas (FFA=Free Fatty
Acid) dalam plasma. Peningkatan FFA akan merangsang proses
glukoneogenesis, dan mencetuskan resistensi insulin di liver dan otot.FFA
juga akan mengganggu sekresi insulin. Gangguan yang disebabkan oleh FFA
ini disebut sebagai lipotoxocity. Obat yang bekerja dijalur ini adalah
tiazolidindion.
5. Usus :
Glukosa yang ditelan memicu respon insulin jauh lebih besar dibanding kalau
diberikan secara intravena. Efek yang dikenal sebagai efek incretin ini
diperankan oleh 2 hormon GLP-1 (glukagon-like polypeptida-1) dan GIP
(glucose-dependent insulinotrophic polypeptida atau disebut juga gastric
inhibitory polypeptida). Pada penderita DM tipe 2 didapatkan defisiensi GLP-
1 dan resisten terhadap GIP. Disamping hal tersebut incretin segera dipecah
oleh keberadaan enzim DPP-4, sehingga hanya bekerja dalam beberapa
menit. Obat yang bekerja menghambat kinerja DPP-4adalah kelompok DPP-
4 inhibitor.Saluran pencernaan juga mempunyai peran dalam penyerapan
karbohidrat melalui kinerja enzim alfa-glukosidase yang memecah
polisakarida menjadi monosakarida yang kemudian diserap oleh usus dan
berakibat meningkatkan glukosa darah setelah makan. Obat yang bekerja
untuk menghambat kinerja enzim alfa-glukosidase adalah acarbose.

6. Sel alpha pankreas :

Sel-α pankreas merupakan organ keenam yang berperan dalam


hiperglikemia dan sudah diketahui sejak 1970. Sel-α berfungsi dalam sintesis
glukagon yang dalam keadaan puasa kadarnya didalam plasma akan
meningkat. Peningkatan ini menyebabkan HGP dalam keadaan basal
meningkat secara signifikan dibanding individu yang normal. Obat yang
menghambat sekresi glukagon atau menghambat reseptor glukagon
meliputi GLP-1 agonis, DPP-44 inhibitor dan amylin.

7. Ginjal :
Ginjal merupakan organ yang diketahui berperan dalam patogenesis DM
tipe 2. Ginjal memfiltrasi sekitar 163 gram glukosa sehari. 90% dari glukosa
terfiltrasi ini akan diserap kembali melalui peran SGLT-2 (Sodium Glucose co-
Transporter) pada bagian convulated tubulus proximal. Sedang 10% sisanya

9
akan diabsorpsi melalui peran SGLT-1 pada tubulus descenden dan ascenden,
sehingga akhirnya tidak ada glukosa dalam urine. Pada penderita DM terjadi
peningkatan ekspresi gen SGLT-2. Obat yang menghambat kinerja SGLT-2 ini
akan menghambat penyerapan kembali glukosa ditubulus ginjal sehingga
glukosa akan dikeluarkan lewat urin. Obat yang bekerja di jalur ini adalah
SGLT-2 inhibitor. Dapaglifozin adalah salah satu contoh obatnya.
8. Otak :
Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada individu yang obes
baik yang DM maupun non-DM, didapatkan hiperinsulinemia yang
merupakan mekanisme kompensasi dari resistensi insulin. Pada golongan ini
asupan makanan justru meningkat akibat adanya resistensi insulin yang juga
terjadi diotak. Obat yang bekerja di jalur ini adalah GLP-1 agonis, amylin dan
bromokriptin. (1)

2.1.5 Diagnosis
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Pemeriksaan
glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksan glukosa secara enzimatik dengan
bahan plasma darah vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan
menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer. Diagnosis
tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria.

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM. Kecurigaan adanya DM perlu
dipikirkan apabila terdapat keluhan seperti:

- Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan
yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
- Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi
pada pria, serta pruritus vulva pada wanita. (1) (4)
Kriteria diagnosis DM

 Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl. Puasa adalah kondisi tidak ada asupan
kalori minimal 8 jam.
Atau
 Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl 2-jam setelah Tes Toleransi Glukosa Oral
(TTGO) dengan beban glukosa 75 gram.
Atau
 Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl dengan keluhan klasik.
Atau
 Pemeriksaan HbA1c ≥6,5% dengan menggunakan metode yang terstandarisasi oleh
National Glycohaemoglobin Standarization Program (NGSP).

10
Tabel 2. Kadar tes laboratorium darah untuk diagnosis diabetes dan prediabetes.

Tabel -. Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994):

1. Tiga hari sebelum pemeriksaan, pasien tetap makan (dengan karbohidrat yang
cukup) dan melakukan kegiatan jasmani seperti kegiatan sehari-hari.
2. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum
air putih tanpa glukosa tetap diperbolehkan.
3. Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa.

4. Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/kgBB (anak-anak),


dilarutkan dalam air 250ml dan diminum dalam waktu 5 menit.
5. Berpuasa kembali sampai pemngambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2
jam setelah minum larutan glukosa selesai.
6. Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa.

7. Selama proses pemeriksaan, subject yang diperiksa tetap istirahat dan tidak
merokok. (1)

Pemeriksaan penyaring dilakukan untuk menegakkan diagnosis diabetes melitus tipe 2


(DMT2) dan prediabetes pada kelompok resiko tinggi yang tidak menunjukkan gejala
klasik DM yaitu :

1. Kelompok dengan berat badan lebih (Indeks Massa Tubuh (IMT) ≥23 kg/m2)
yang disertai dengan satu atau lebih faktor resiko sebagai berikut:
- Aktifitas fisik yang kurang.

- First degree relative DM (terdapat faktor keturunan DM dalam keluarga).

- Kelompok ras/etnis tertentu.

- Perempuan yang memiliki riwayat melahirkan bayi dengan BBL >4 kg atau
mempunyai riwayat diabetes melitus gestasional (DMG).
- Hipertensi (≥140/90 mmHg atau sedang mendapat terapi untuk
hipertensi).
- HDL <35 mg/dL dan atau trigliserida >250mg/dL.

- Wanita dengan syndrom polikistik ovarium.

11
- Riwayat prediabetes.

- Obesitas berat, akantosis nigrikans.

- Riwayat penyakit kardiovaskular.

2. Usia >45 tahun tanpa faktor resiko diatas.

Catatan:

Kelompok resiko tinggi dengan hasil pemeriksaan glukosa plasma normal


sebaiknya diulang setiap 3 tahun, kecuali pada kelompok prediabetes
pemeriksaan diulang setiap 1 tahun.

2.1.6 Penatalaksanaan Diabetes Melitus


Tujuan penatalaksaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup
penyandang diabetes. Tujuan penatalaksanaan meliputi:

1. Tujuan jangka pendek: menghilangkan keluhan DM, memperbaiki kualitas


hidup, dan mengurangi resiko komplikasi akut.

2. Tujuan jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit


mikroangiopati dan makroangiopati.
3. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.

Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan
darah,

berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara komprehensif. (1)

Langkah-langkah penatalaksanaan umum


Perlu dilakukan evaluasi medis yang lengkap pada pertemuan pertama, meliputi:

1. Riwayat penyakit

- Usia dan karakteristik saat onset diabetes.

- Pola makan, status nutrisi, status aktifitas fisik, dan riwayat perubahan
berat badan.
- Riwayat tumbuh kembang pada pasien anak/dewasa muda.

- Pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya secara lengkap, termasuk


terapi gizi medis dan penyuluhan yang telah diperoleh tentang perawatan
DM secara mandiri.
- Pengobatan yang sedang dijalani, termasuk obat yang digunakan,
perencanaan makan dan program latihan jasmani.
- Riwayat komplikasi akut (ketoasidosis diabetik, hiperosmolar
hiperglikemia, hipoglikemia).

12
- Riwayat infeksi sebelumnya, terutama infeksi kulit, gigi, dan traktus
urogenital.

- Gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronis pada ginjal, mata,


jantung dan pembuluh darah, kaki, saluran pencernaan, dll.
- Pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadap glukosa darah.

- Faktor resiko: merokok, hipertensi, riwayat penyakit jantung koroner,


obesitas, dan riwayat penyakit keluarga (termasuk penyakit DM dan
endokrin lain).
- Riwayat penyakit dan pengobatan diluar DM.

- Karakteristik budaya, psikososial, pendidikan, dan status ekonomi.

2. Pemeriksaan fisik

- Pengukuran tinggi dan berat badan.

- Pengukuran tekanan darah, temasuk pengukuran tekanan darah dalam


posisi berdiri untuk mencari kemungkinan adanya hipotensi ortostatik.
- Pemeriksaan funduskopi.

- Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid.

- Pemeriksaan jantung.

- Evaluasi nadi baik secara palpasi maupun dengan stetoskop.

- Pemeriksaan kaki secara komprehensif (evaluasi kelainan vaskular,


neuropati, dan adanya deformitas).
- Pemeriksaan kulit (akantosis nigrikans, bekas luka, hiperpigmentasi,
necrobiosis diabeticorum, kulit kering, dan bekas lokasi penyuntikan
insulin.).
- Tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipe lain. 3.
Evaluasi laboratorium
- Pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan 2 jam setelah TTGO.

- Pemeriksaan kadar HbA1c.

13
Jasmani

Latihan jasmani merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DMT2 apabila tidak disertai
adanya nefropati. Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani dilakukan secara teratur sebanyak
3-5x seminggu selama 30-45 menit. Jeda antara latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut.
Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan glukosa darah sebelum latihan jasmani. Apabila kadar
glukosa darah <100 mg/dl pasien harus mengkonsumsi karbohidrat dahulu dan bila >250 mg/dl
dianjurkan untuk menunda latihan jasmani. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga
dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitifitas insulin, sehingga akan memperbaiki
kendali glukosa darah. (1)

Terapi farmakologis

Terapi farmakologi diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani (gaya hidup
sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.

1. Obat antihiperglikemia oral

Berdasarkan cara kerjanya onat antihiperglikemia oral dibagi menjadi 5 golongan:


a. Pemacu sekresi insulin (Insulin Secretagogue)

o Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel
beta pankreas. Efek samping utama adalah hipoglikemia dan peningkatan
berat badan. Hati-hati penggunaan sulfonilurea pada pasien dengan resiko tinggi
hipoglikemia (orang tua, gangguan faal hati, dan ginjal).
o Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan
penekanan pada peningakatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari
2 macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat
fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah
pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati. Obat ini dapat
mengatasi hiperglikemia postprandial. Efek samping yang mungkin adalah
hipoglikemia.
b. Peningkatan sensitifitas tehadap insulin
o Metformin
Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis), dan memperbaiki ambilan glukosa dijaringan perifer, metformin
merupakan pilihan pertama pada sebagian kasus DMT2. Dosis metformin diturunkan
pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (GFR 30-60 ml/menit/1,73 m2).
Metformin tidak boleh diberikan pada beberapa keadaan seperti GFR <30
ml/menit/1,73 m2, adanya gangguan hati berat, serta pasien pasien dengan
kecendrungan hipoksemia (misalnya penyakit cerebrovaskular, sepsis, renjatan,

14
PPOK, gagal jantung (NYHA III-IV)). Efek samping yan mungkin berupa gangguan
saluran pencernaan seperti halnya gejala dispepsia.Tiazolidindion (TZD)
Tiazolidindion merupan agonis dari Peroxisome Proliferator Activated Receptor
Gamma (PPAR-gamma), suatu reseptor inti yang terdapat antara lain di sel otot,
lemak, dan hati. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan
meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan
glukosa dijaringan perifer. Tiazolidindion meningkatkan retensi cairan tubuh
sehingga dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung (NYHA III_IV) karena
dapat memperberat edema/retensi cairan. Hati-hati pada gangguan faal hati, dan
bila diberikan perlu pemantauan faal hati secara berkala. Obat yang masuk golongan
ini adalah pioglitazone.
c. Penghambat absorpsi glukosa ddisaluran pencernaan
Penghambat alfa glucosidase Obat ini bekerja dengan memperlambat absorpsi
glukosa dalam usus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah
sesudah makan. Penghambat glukosidase alfa tidak digunakan pada keadaan GFR ≤ 30
ml/menit/1,73 m2, gangguan faal hati yang berat, iritable bowel syndrom. Efek samping
yang mungkin terjadi berupa bloating (penumpukan gas dalam usus) sehingga sering
menimbulkan flatus. Guna mengurai efek samping pada awalnya diberikan dengan dosis
kecil. Contoh obat golongan ini adalah acarbose.
d. Penghambat DPP-IV
Obat golongan ini menghambat kerja enzim DPP-IV sehingga GLP-1 (Glucose Like
Peptida-1) tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif. Aktifitas GLP-1 untuk
meningkatkan sekresi insulin dan menekan sekresi glukagon bergantung kadar glukosa
darah (Glucose dependent.contoh obat golongan iniadalah Sitagliptin dan Linagliptin.
e. Penghambat SGLT-2
Obat golongan ini merupakan obat antidiabetes oral jenis baru yang menghambat
penyerapan kembali glukosa ditubuli distal ginjal dengan cara menghambat kinerja
transporter glukosa SGLT-2. Obat yang termasuk golongan ini antara lain: Canagliflozin,
empagliflozin, dapagliflozin, ipragliflozin. (1) (4) (5)

2. Obat antihiperglikemia suntik


Termasuk anti hiperglikemia suntik, yaitu insulin, agonis GLP-1 dan kombinasi insulin dan
agonis GLP-1.
Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan: o HbA1c > 9% dengan
kondisi dekompensasi metabolik.
o Penurunan berat badan yang cepat o Hiperglikemia berat yang disertai
ketosis o Krisis hiperglikemia
o Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal

15
o Stress berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark miocard akut,
stroke) o Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang
tidak terkendali dengan perencanaan makan.
o Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat o Kontraindikasi dan atau
alergi terhadap OHO o Kondisi perioperatif sesuai dengan indikasi (1)

Jenis dan lama kerja insulin

Berdasarkan lama kerja, insulin terbagi menjadi 5 jenis, yakni:

o Insulin kerja cepat (rapid acting insulin) o Insulin kerja pendek (short
acting insulin) o Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin) o
Insulin kerja panjang (long acting insulin) o Insulin kerja ultra panjang
(ultra-long acting insulin)
o Insulin campuran tetap, kerja pendek dengan menengah dan kerja
cepat dengan menengah (premixed insulin) (1) Efek samping terapi
insulin
o Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia o
Efek samping yang lain berupa reaksi alergi terhadap insulin.

16
Algoritma pengobatan DMT2 tanpa dekompensasi metabolik dapat dilihat pada bagian
1

17
Monitoring
Pada prakter sehari-hari, hasil pengobatan DMT2 harus dipantau secara terencana dengan
melakukan anamnesis, pemeriksaan jasmani, dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan yang dapat
dilakukan adalah:

a. Pemeriksaan kadar glukosa darah:

Tujuan pemeriksaan gula darah:

- Mengetahui apakah sasaran terapi telah tercapai

- Melakukan penyesuaian dosis obat, bila belum tercapai sasaran terapi.

Waktu pelaksanaan pemeriksaan glukosa darah:

- Pemeriksaan kadar glukosa darah puasa

- Glukosa 2 jam setelah makan

- Glukosa darah pada waktu yang lain secara berkala sesuai dengan kebutuhan.

b. Pemeriksaan HbA1c

Tes hemoglobin terglikosilasi, yang disebut juga sebagai glikohemoglobin, atau hemoglobin
glikosilasi (HbA1c), merupakan cara yang digunakan untuk menilai efek
perubahan terapi 8-12 minggu sebelumnya. Untuk melihat hasil terapi dan rencana
perubahan terapi, HbA1c diperiksa setiap 3 bulan, atau tiap bulan pada keadaan HbA1c yang
sangat tinggi (>10%). Pada pasien yang telah mencapai sasaran terapi disertai kendali
glikemik yang stabil HbA1c diperiksa paling sedikit 2 kali dalam 1 tahun. HbA1c tidak dapat
dipergunakan sebagai alat untuk evaluasi pada kondisi tertentu seperti: anemia,
hemoglominopati, riwayat tranfusi darah 2-3 bulan terakhir, keadaan lain yang
mempengaruhi umur eritrosit dan gangguan fungsi ginjal.
c. Pemantauan glukosa darah mandiri (PGDM)

Pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan dengan menggunakan darah kapiler. Saat
ini banyak didapatkan alat pengukur kadar glukosa darah dengan menggunakan reagen kering
yang sederhana dan mudah dipakai. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah memakai alat-
alat tersebut dapat dipercaya sejauh kalibrasi dilakukan dengan baik dan cara pemeriksaan
dilakukan sesuai dengan cara standar yang dianjurkan. Hasil pemantauan dengan cara reagen
kering perlu dibandingkan dengan cara konvensional secara berkala. PGDM dianjurkan bagi
pasien dengan pengobatan suntik insulin beberapa kali sehari atau pada pengguna obat
pemacu sekresi insulin. Waktu pemeriksaan PGDM bervariasi, tergantung pada tujuan
pemeriksaan yang pada umumnya terkait dengan terapi yang diberikan. Waktu yang
dianjurkan adalah pada saat sebelum makan, 2 jam setelah makan (untuk menilai ekskresi
glukosa), menjelang waktu tidur (untuk menilai resiko hipoglikemia), dan diantara siklus tidur
(untuk menilai adanya hipoglikemia nokturnal yang kadang tanpa gejala), atau ketika
mengalami gejala seperti seperti hypoglycemic spells.

18
PGDM terutama dianjurkan pada:

- Penyandang DM yang direncanakan mendapat terapi insulin


- Penyandang DM dengan terapi insulin dengan keadaan sebagai berikut:
o Pasien dengan A1C yang tidak mencapai target setelah terapi o
Wanita yang merencanakan hamil o Wanita hamil dengan
hiperglikemia o Kejadian hipoglikemia berulang (1)

2.1.7 kriteria pengendalian DM


Kriteria pengendalian DM didasarkan pada hasil pemeriksaan kadar glukosa, kadar HbA1c, dan profil
lipid. Definisi DM yang terkendali baik adalah apabila kadar glukosa darah, kadar lipid, dan HbA1c
mencapai kadar yang diharapkan, serta status gizi maupun tekanan darah sesuai target yang
ditentukan. Kriteria keberhasilan pengendalian DM dapat diliat pada tabel dibawah ini. (1)

19
2.3 Prolanis

Program pengelolaan penyakit kronis atau PROLANIS adalah suatu sistem pelayanan kesehatan
dan pendekatan proaktif yang dilaksanakan secara terintegrasi yang melibatkan peserta, fasilitas
kesehatan dan BPJS kesehatan dalam rangka pemeliharaan kesehatan bagi peserta BPJS kesehatan
yang menderita penyakit kronis untuk mencapai kualitas hidup yang optimal dengan biaya pelayanan
kesehatan yang efektif dan efisien. (2)
Tujuan diadakannya Prolanis ini untuk mendorong peserta penyandang penyakit kronis
mencapai kualitas hidup optimal dengan indikator 75% peserta terdaftar yang berkunjung ke faskes
tingkat pertama memiliki hasil “baik” pada pemeriksaan spesifik terhadap penyakit DM tipe 2 dan
hipertensi sesuai panduan klinis terkait sehingga dapat mencegah timbulnya komplikasi penyakit.
Aktifitas dalam prolanis meliputi aktifitas konsultasi medis/edukasi,Home visit, reminder, aktifitas
club dan pemantauan status kesehatan. (2)
2.4 Kerangka Konsep

BAB III

20
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian survey deskriptif dengan rancangan cross sectional study
dengan metode observasional, yaitu rancangan penelitian yang pengukuran dan pengamatannya
dilakukan secara simultan pada satu saat.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian akan dilakukan di Puskesmas Penarukan pada bulan November 2018.

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian


Populasi dalam penelitian ini adalah semua penderita Diabetes Melitus yang terdapat di Puskesmas
Penarukan Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah penderita Diabetes Melitus yang
datang saat program Prolanis dan pasien diabetes melitus yang tercatat di Simpus pada bulan
November 2018.

KRITERIA SAMPEL
KRITERIAN EKLUSI
INKLUSI PENELITIAN

1.PASIEN DM
1.PERSERTA PROLANIS
2.TERDAFTAR DI YANG TIDAK HADIR
PROLANIS
2.TIDAK BERSEDIA
3. DATANG PADA MENGIKUTI PROLANIS.
PROGRAM PROLANIS.

3.3 Bahan dan Instrumen Penelitian


Data pasien PROLANIS diperoleh dari hasil pemeriksaan gula darah yang telah dilakukan oleh peneliti
pada saat kegiatan PROLANIS dengan menggunakan pemeriksaan kadar gula darah. Instrumen
penelitian berupa alat cek gula darah stik. Sedangkan untuk pasien Non-PROLANI data didapatkan
dari rekam medis Puskesmas Penarukan.

3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional


- variabel independent penelitian adalah penderita diabetes melitus PROLANIS dan
diabetes melitus Non-PROLANIS di Puskesmas Panarukan.
- variabel dependent penelitian adalah kadar gula darah.

21
3.5 Teknik pengolahan dan analisis data

Data nilai gula darah sampel penelitian yang telah didapatkan akan diolah untuk dilakukan
perbandingan capaian target kadar gula darah berdasarkan PERKENI 2015 dengan menghitung
resiko relatif. Selain itu juga dilakukan perbandingan rata-rata kadar gula darah sewaktu (GDS) pada
kedua kelompok.

22
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Pada penelitian ini diperoleh responden 16 orang penyandang DM yang telah memenuhi kriteria
inklusi (Tabel 1).
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kepesertaan PROLANIS

37,5
62,5

Hasil pengukuran gula darah didapatkan bahwa rata-rata gula darah pada kelompok PROLANIS
lebih rendah dibandingkan dengan kelompok non-PROLANIS. Hasil perbandingan kadar gula darah
sewaktu kelompok PROLANIS 205 dan pada kelompok nonPROLANIS 265.
Tabel 2. Perbandingan Rata-rata Kadar Gula Darah
Rata-rata Kadar Gula Darah

Hasil perbandingan capaian target gula darah berdasarkan PERKENI dengan menggunakan
kadar GDS didapatkan pasien non-PROLANIS yang tidak mencapai target gula darah lebih tinggi
dibandingkan pasien non-PROLANIS dengan nilai RR = 3,5 artinya pasien DM yang tidak mengikuti
program prolanis memiliki resiko 3,5 kali lebih besar mengalami kegagalan mencapai target gula
darah.

Tabel 3. Perbandingan capaian target kadar gula darah

23
4.2 Pembahasan
Diabetes melitus adalah suatu kondisi medik berupa peningkatan kadar glukosa dalam darah
melebihi batas normal. Hiperglikemia merupakan salah satu tanda khas penyakit diabetes melitus
(DM), kriteria diagnosis DM adalah dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl. Puasa
adalah kondisi tidak ada asupan kalori minimal 8 jam. Atau Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl
2-jam setelah Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 gram. Atau Pemeriksaan
glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl dengan keluhan klasik. Atau Pemeriksaan HbA1c ≥6,5% dengan
menggunakan metode yang terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin Standarization Program
(NGSP). (1) (3)

Pada penelitian ini pasien diabetes melitus di Puskesmas Panarukan yang mengikuti program
PROLANIS memiliki rata-rata kadar gula darah sewaktu lebih rendah dibandingkan pasien non-
PROLANIS. Selain itu pasien PROLANIS memiliki resiko lebih rendah mengalami kegagalan mencapai
target tekanan darah.

Pasien PROLANIS tidak hanya memperoleh terapi farmakologi, namun juga mendapatkan
pendekatan proaktif yang dilaksanakan secara terintegrasi yang melibatkan peserta, fasilitas
kesehatan dan BPJS. Salah satu program PROLANIS adalah senam. Sampai saat ini memang belum
ditemukan cara atau pengobatan yang dapat menyembuhkan DM secara menyeluruh. Tetapi DM
dapat dikendalikan dengan baik dengan cara diet, olahraga, dan dengan menggunakan obat
antidiabetik.

24
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian terhadap 15 pasien diabetes melitus di Puskesmas Panarukan dapat
disimpulkan bahwa pada kedua kelompok terdapat penurunan bermakna kadar gula darah. Selain
itu pasien diabetes melitus yang tidak mengikuti PROLANIS memiliki resiko 3,5 kali lebih besar gagal
mencapai target gula darah.

5.2 Saran
1. Penderita DM diharapkan agar lebih rajin dalam memeriksakan gula darah darahnya ke
pelayanan kesehatan terdekat serta mengikuti kegiatan yang berkaitan dengan kesehatan serta
dapat termotivasi untuk menghindari hal-hal yang dapat menambah penyakit DM menjadi lebih
parah lagi
2. Bagi petugas kesehatan diharapkan lebih giat dalam mengajak dan menggalakkan program
PROLANIS dan serta lebih diperluas lagi wilayah-wilayah yang diikut sertakan dalam program
prolanis sehingga lebih banyak penderita DM yang bergabung serta aktif dalam menjalankan
program tersebut.
3. Masyarakat diharapkan agar lebih meningkatkan pengetahuan tentang penyakit hipertensi
dengan mengikuti penyuluhan kesehatan yang diberikan oleh petugas kesehatan terdekat
seperti posbindu.

25
Daftar Pustaka

1. PERKENI. Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. s.l. : PB.PERKENI,
2015.

2. B. kesehatan, Panduan Praktis PROLANIS (program pengelolaan penyakit kronis) . jakarta : BPJS
Indonesia, 2015.

3. indonesia, Perhimpunan dokter spesialis penyakit dalam. konsensus pengelolaan dan


pencegahan diabetes melitus tipe 2 di indonesia. 2006.

4. buku ajar ilmu penyakit dalam. jakarta : PDSPDI, 2009.

5. farmakologi dan terapi. jakarta : departemen farmakologi dan terapeutik fakultas kedokteran
universitas indonesia, 2008.

26

Anda mungkin juga menyukai