Disusun oleh :
dr. Muhammad Madarilsya
PUSKESMAS PANARUKAN
KABUPATEN SITUBINDO JAWA TIMUR
PERIODE JUNI 2018-JUNI 2019
LEMBAR PENGESAHAN
MINI PROJECT
PERBANDINGAN PENCAPAIAN TARGET KADAR GULA DARAH PADA PASIEN DIABETES MELITUS
(DM) PROGRAM PROLANIS DAN NON-PROLANIS DI PUSKESMAS KARIANGAU BALIKPAPAN
Laporan Mini Project ini diajukan dalam rangka memenuhi tugas internship diPuskemas
Panarukan, 26 Januari 2019
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT dan junjungan kita Nabi Muhammad SAW, karena
hanya berkat dan rahmatnya sehingga peneliti dapat menyelesaikan mini proyek yang berjudul
“Perbandingan pencapaian target kadar gula darah pada pasien Diabetes Melitus (DM)
program Prolanis dan non-Prolanis di Puskesmas Panarukan Situbondo ,Jawa Timur”.
Peneliti menyadari bahwa keberhasilan penelitian ini tidak terlepas dari
bantuan, dukungan, doa dan kerjasama yang baik berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini
peneliti ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada:
1. Dr.Imam Hariyono, selaku Kepala Puskesmas Penarukan.
2. Dr.Reny wahyunigrum selaku dokter Pembimbing internship Puskesmas Penarukan.
3. Rekan-rekan seperjuangan peserta PIDI Balikpapan khususnya dr.Nita dr.ifran dr.agus
dr.Pretty. Terima kasih untuk dukungan dan bantuannya selama menjalankan tugas di
Puskesmas Panarukan.
4. Seluruh staf Puskesmas Penarukan dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu
persatu yang telah banyak membantu peneliti dalam menyelesaikan mini proyek ini.
Akhir kata, peneliti menyadari bahwa mini proyek ini masih terdapat banyak
keterbatasan. Oleh karena itu, peneliti sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun
dari para pembaca. Semoga mini proyek ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan dan menjadi berkah bagi peneliti maupun pembacanya.
dr.Muhammad Madarilsya
3
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................................... .. 1
KATA PENGANTAR .............................................................................................................. 3
Daftar Isi .............................................................................................................................. 4
BAB I
PENDAHULUAN ................................................................................................................... 5
1.1Latar belakang ............................................................................................................... 5
1.2Pernyataan Masalah ...................................................................................................... 6
1.3Tujuan ............................................................................................................................ 6
1.4Manfaat ......................................................................................................................... 6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................................... 7
2.1 Diabetes Melitus .......................................................................................................... 7
2.1.1 Definisi ............................................................................................................ 7
2.1.2 Klasifikasi DM .................................................................................................. 7
2.1.3 Patogenesis Diabetes Melitus Tipe 2 .............................................................. 7
2.1.4 Diagnosis ......................................................................................................... 10
2.1.5 Penatalaksanaan Diabetes Melitus ................................................................. 12
2.1.6 kriteria pengendalian DM ............................................................................... 19
2.3 Prolanis......................................................................................................................... 20
2.4 Kerangka Konsep ......................................................................................................... 20
BAB III
METODE PENELITIAN ........................................................................................................ 21
3.1 Desain Penelitian .........................................................................................................21
3.2 Populasi dan Sampel Penelitian .................................................................................. 21
3.3 Bahan dan Instrumen Penelitian ................................................................................. 22
3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional .............................................................. 22
3.5 Teknik pengolahan dan analisis data........................................................................... 22
3.7 Alur kegiatan ............................................................................................................... 23
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................................................. 23
4.1 Hasil ............................................................................................................................. 24
4.2 Pembahasan ................................................................................................................ 25
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................................................. 25
5.1 Kesimpulan .................................................................................................................. 25
5.2 Saran............................................................................................................................. 25
Daftar Pustaka ................................................................................................................... 26
4
BAB I
PENDAHULUAN
Hiperglikemia adalah suatu kondisi medik berupa peningkatan kadar glukosa dalam darah
melebihi batas normal. Hiperglikemia merupakan salah satu tanda khas penyakit diabetes
melitus (DM), meskipun juga mungkin didapatkan pada beberapa keadaan yang lain. Saat ini
penelitian epidemiologi menunjukan adanya kecenderungan peningkatan angka insidensi dan
prevalensi DM tipe 2 diberbagai penjuru dunia.
Badan kesehatan dunia (WHO) memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang
DM yang menjadi salah satu ancaman kesehatan global. WHO memprediksi kenaikan jumlah
penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun
2030. Laporan ini menunjukan adanya peningkatan jumlah penyandang DM sebanyak 2-3 kali
lipat pada tahun 2035. Sedangkan International Diabetes Federation (IDF) memprediksi adanya
kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 9,1 juta pada tahun 2014 menjadi 14,1 juta
pada tahun 2035.
Berdasarkan data badan pusat statistik indonesia tahun 2003, diperkirakan penduduk
indonesia yang berusia diatas 20 tahun sebanyak 133 juta jiwa. Dengan mengacu pada pola
pertumbuhan penduduk, maka diperkirakan pada tahun 2030 nanti akan ada 194 juta penduduk
yang berusia diatas 20 tahun. (1)
Data-data diatas menunjukan bahwa jumlah penyandang DM di Indonesia sangat besar.
Dengan kemungkinan terjadi peeningkatan jumlah penyandang DM dimasa mendatang akan
menjadi beban yang sangat berat untuk dapat ditangani sendiri oleh dokter
spesialis/subspesialis atau bahkan oleh semua tenaga kesehatan yang ada. (1)
Peran dokter umum sebagai ujung tombak dipelayanan kesehatan primer menjadi sangat
penting. Kasus DM sederhana tanpa penyulit dapat dikelola dengan tuntas oleh dokter umum
dipelayanan kesehatan primer. Penyandang DM dengan kadar glukosa yang sulit dikendalikan
atau yang berpotensi mengalami penyulit DM perlu secara periodik dikonsultkan kepada dokter
spesialis penyakit dalam atau dokter spesialis penyakit dalam konsultan endokrin metabolik dan
diabetes ditingkat pelayanan kesehatan yang lebih tinggi dirumah sakit rujukan. Pasien dapat
dikirim kembali kepada dokter pelayanan primer setelah penanganan dirumah sakit rujukan
selesai. (1)
Salah satu program JKN yaitu PROLANIS (Program Pengelolahan Penyakit Kronis)
merupakan suatu sistem pelayanan kesehatan dan pendekatan proaktif yang dilaksanakan
secara terintegrasi yang melibatkan peserta, fasilitas kesehatan dan BPJS (Badan
Penyelenggaraan Jaminan Sosial) Kesehatan dalam rangka pemeliharan kesehatan bagi peserta
yang menyandang penyakit kronis untuk mencapai kualitas hidup yang optimal dengan biaya
pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien. (2)
DM merupakan penyakit menahun yang akan disandang seumur hidup. Pengelolaan
5
penyakit ini memerlukan peran serta dokter, perawat, ahli gizi, dan tenaga kesehatan lain.
Pasien dan keluarga juga mempunyai peran yang penting, sehingga perlu mendapatkan edukasi
untuk memberikan pemahaman mengenai perjalanan penyakit, pencegahan, penyulit, dan
penatalaksanaan DM. Pemahaman yang baik akan sangat membantu meningkatkan
keikutsertaan keluarga dalam upaya penatalaksanaan DM guna mencapai hasil yang lebih baik.
Keberadaan organisasi profesi seperti PERKENI dan IDAI, serta perkumpulan pemerhati DM yang
lain seperti PERSADIA, PEDI, dan yang lain menjadi sangat dibutuhkan. Organisasi profesi dapat
meningkatkan kemampuan tenaga profesi kesehatan dalam penatalaksanaan DM dan
perkumpulan yang lain dapat membantu meningkatkan pengetahuan.
1.3 Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui perbandingan pencapaian target kadar gula darah pada pasien
Diabetes Melitus (DM) program Prolanis dan non-Prolanis di Puskesmas Panarukan
2. Tujuan khusus
- Diketahuinya pencapaian target kadar gula darah pada pasien diabetes melitus
(DM) program Prolanis di Puskesmas Panarukan.
- Diketahuinya pencapaian target kadar gula darah pada pasien diabetes melitus
(DM) program non-Prolanis di Puskesmas Panarukan.
- Diketahuinya pengaruh program PROLANIS terhadap pencapaian target kadar gula
darah pasien diabetes melitus (DM) di Puskesmas Panarukan.
-
1.4 Manfaat
1. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengalaman bagi peneliti dalam melakukan
penelitian dan penambah wawasan peneliti dalam hal penyakit DM secara
komprehensif.
2. Bagi Masyarakat
Dari penelian ini diharapkan agar masyarakat menjadi lebih tahu dan mengerti tentang
penyakit Diabetes Melitus sehingga mau melakukan gaya hidup sehat, kontrol rutin dan
patuh terhadap terapi yang diberikan oleh tenaga kesehatan.
3. Bagi Puskesmas
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi Puskesmas Kariangau dalam
rangka meningkatkan pelayanan kesehatan secara komprehensif khususnya penyakit
Diabetes Melitus.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, diabetes melitus merupakan
suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakterisitik hiperglikemia yang terjadi karena
kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
Sedangangkan menurut WHO 1980 dikatakan bahwa diabetes melitus merupakan
suatu yang tidak dapat dituangkan dalam suatu jawaban yang jelas dan singkat tapi secara
umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan dikimia yang
merupakan akibat dari sejumlah faktor dimana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif
dan gangguan fungsi insulin. (3)
2.1.2 Klasifikasi DM
Tipe 1 : Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin
absolut:Autoimun,Idiopatik
Tipe 2 : Bervariasi mulai dari yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relative
sampai dengan defek sekresi insulin disertai resistensi insulin.
Tipe lain : Defek genetik fungsi sel beta,Defek genetik kerja insulin,Penyakit eksokrin
pancreas,Endokrinopati,Karena obat atau zat kimia,Infeksi,Sebab imunologi yang
jarang,Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM
2.1.3 Patogenesis Diabetes Melitus Tipe 2
Resistensi insulin pada otot dan liver serta kegagalan sel beta pankreas telah dikenal
sebagai patofisiologi kerusakan sentral dari DM tipe 2. Belakangan diketahui bahwa
kegagalan sel beta terjadi lebih dini dan lebih berat dari pada yang diperkirakan
sebelumnya. Selain otot, liver dan sel beta, organ lain seperti : jaringan lemak
(meningkatkan lipolisis), ganstrointestinal (defisiensi incretin), sel alpha pankreas
(hiperglukagonemia), ginjal (peningkatan absorpsi glukosa), dan otak (resistensi insulin),
kesemuanya ikut berperan dalam menimbulkan terjadinya gangguan toleransi glukosa pada
DM tipe 2. Delapan organ penting dalam gangguan toleransi glukosa ini ( aminous octet)
penting dipahami karena dasar patofisiologi ini memberikan konsep tentang :
1. Pengobatan harus ditujukan guna memperbaiki gangguan patogenesis,
bukan hanya untuk menurunkan HbA1c saja.
2. Pengobatan kombinasi yang diperlukan harus didasari atas kinerja obat pada
gangguan multipel dari patofisiologi DM tipe 2.
7
3. Pengobatan harus dimulai sedini mungkin untuk mencegah atau
memperlambat progesivitas kegagalan sel beta yang sudah terjadi pada
penyandang gangguan toleransi glukosa.
DeFronzo pada tahun 2009 menyampaikan bahwa tidak hanya otot, liver dan sel beta
pankreas saja yang berperan sentral dalam patogenesis penderita DM tipe 2 tetapi
terdapat organ lain yang berperan yang disebutnya sebagai the ominous octet. (1)
Secara garis besar patogenesis DM tipe 2 disebabkan oleh delapan hal (ominous
octet) berikut :
7. Ginjal :
Ginjal merupakan organ yang diketahui berperan dalam patogenesis DM
tipe 2. Ginjal memfiltrasi sekitar 163 gram glukosa sehari. 90% dari glukosa
terfiltrasi ini akan diserap kembali melalui peran SGLT-2 (Sodium Glucose co-
Transporter) pada bagian convulated tubulus proximal. Sedang 10% sisanya
9
akan diabsorpsi melalui peran SGLT-1 pada tubulus descenden dan ascenden,
sehingga akhirnya tidak ada glukosa dalam urine. Pada penderita DM terjadi
peningkatan ekspresi gen SGLT-2. Obat yang menghambat kinerja SGLT-2 ini
akan menghambat penyerapan kembali glukosa ditubulus ginjal sehingga
glukosa akan dikeluarkan lewat urin. Obat yang bekerja di jalur ini adalah
SGLT-2 inhibitor. Dapaglifozin adalah salah satu contoh obatnya.
8. Otak :
Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada individu yang obes
baik yang DM maupun non-DM, didapatkan hiperinsulinemia yang
merupakan mekanisme kompensasi dari resistensi insulin. Pada golongan ini
asupan makanan justru meningkat akibat adanya resistensi insulin yang juga
terjadi diotak. Obat yang bekerja di jalur ini adalah GLP-1 agonis, amylin dan
bromokriptin. (1)
2.1.5 Diagnosis
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Pemeriksaan
glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksan glukosa secara enzimatik dengan
bahan plasma darah vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan
menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer. Diagnosis
tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria.
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM. Kecurigaan adanya DM perlu
dipikirkan apabila terdapat keluhan seperti:
- Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan
yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
- Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi
pada pria, serta pruritus vulva pada wanita. (1) (4)
Kriteria diagnosis DM
Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl. Puasa adalah kondisi tidak ada asupan
kalori minimal 8 jam.
Atau
Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl 2-jam setelah Tes Toleransi Glukosa Oral
(TTGO) dengan beban glukosa 75 gram.
Atau
Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl dengan keluhan klasik.
Atau
Pemeriksaan HbA1c ≥6,5% dengan menggunakan metode yang terstandarisasi oleh
National Glycohaemoglobin Standarization Program (NGSP).
10
Tabel 2. Kadar tes laboratorium darah untuk diagnosis diabetes dan prediabetes.
1. Tiga hari sebelum pemeriksaan, pasien tetap makan (dengan karbohidrat yang
cukup) dan melakukan kegiatan jasmani seperti kegiatan sehari-hari.
2. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum
air putih tanpa glukosa tetap diperbolehkan.
3. Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa.
7. Selama proses pemeriksaan, subject yang diperiksa tetap istirahat dan tidak
merokok. (1)
1. Kelompok dengan berat badan lebih (Indeks Massa Tubuh (IMT) ≥23 kg/m2)
yang disertai dengan satu atau lebih faktor resiko sebagai berikut:
- Aktifitas fisik yang kurang.
- Perempuan yang memiliki riwayat melahirkan bayi dengan BBL >4 kg atau
mempunyai riwayat diabetes melitus gestasional (DMG).
- Hipertensi (≥140/90 mmHg atau sedang mendapat terapi untuk
hipertensi).
- HDL <35 mg/dL dan atau trigliserida >250mg/dL.
11
- Riwayat prediabetes.
Catatan:
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan
darah,
berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara komprehensif. (1)
1. Riwayat penyakit
- Pola makan, status nutrisi, status aktifitas fisik, dan riwayat perubahan
berat badan.
- Riwayat tumbuh kembang pada pasien anak/dewasa muda.
12
- Riwayat infeksi sebelumnya, terutama infeksi kulit, gigi, dan traktus
urogenital.
2. Pemeriksaan fisik
- Pemeriksaan jantung.
13
Jasmani
Latihan jasmani merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DMT2 apabila tidak disertai
adanya nefropati. Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani dilakukan secara teratur sebanyak
3-5x seminggu selama 30-45 menit. Jeda antara latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut.
Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan glukosa darah sebelum latihan jasmani. Apabila kadar
glukosa darah <100 mg/dl pasien harus mengkonsumsi karbohidrat dahulu dan bila >250 mg/dl
dianjurkan untuk menunda latihan jasmani. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga
dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitifitas insulin, sehingga akan memperbaiki
kendali glukosa darah. (1)
Terapi farmakologis
Terapi farmakologi diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani (gaya hidup
sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.
o Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel
beta pankreas. Efek samping utama adalah hipoglikemia dan peningkatan
berat badan. Hati-hati penggunaan sulfonilurea pada pasien dengan resiko tinggi
hipoglikemia (orang tua, gangguan faal hati, dan ginjal).
o Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan
penekanan pada peningakatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari
2 macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat
fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah
pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati. Obat ini dapat
mengatasi hiperglikemia postprandial. Efek samping yang mungkin adalah
hipoglikemia.
b. Peningkatan sensitifitas tehadap insulin
o Metformin
Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis), dan memperbaiki ambilan glukosa dijaringan perifer, metformin
merupakan pilihan pertama pada sebagian kasus DMT2. Dosis metformin diturunkan
pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (GFR 30-60 ml/menit/1,73 m2).
Metformin tidak boleh diberikan pada beberapa keadaan seperti GFR <30
ml/menit/1,73 m2, adanya gangguan hati berat, serta pasien pasien dengan
kecendrungan hipoksemia (misalnya penyakit cerebrovaskular, sepsis, renjatan,
14
PPOK, gagal jantung (NYHA III-IV)). Efek samping yan mungkin berupa gangguan
saluran pencernaan seperti halnya gejala dispepsia.Tiazolidindion (TZD)
Tiazolidindion merupan agonis dari Peroxisome Proliferator Activated Receptor
Gamma (PPAR-gamma), suatu reseptor inti yang terdapat antara lain di sel otot,
lemak, dan hati. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan
meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan
glukosa dijaringan perifer. Tiazolidindion meningkatkan retensi cairan tubuh
sehingga dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung (NYHA III_IV) karena
dapat memperberat edema/retensi cairan. Hati-hati pada gangguan faal hati, dan
bila diberikan perlu pemantauan faal hati secara berkala. Obat yang masuk golongan
ini adalah pioglitazone.
c. Penghambat absorpsi glukosa ddisaluran pencernaan
Penghambat alfa glucosidase Obat ini bekerja dengan memperlambat absorpsi
glukosa dalam usus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah
sesudah makan. Penghambat glukosidase alfa tidak digunakan pada keadaan GFR ≤ 30
ml/menit/1,73 m2, gangguan faal hati yang berat, iritable bowel syndrom. Efek samping
yang mungkin terjadi berupa bloating (penumpukan gas dalam usus) sehingga sering
menimbulkan flatus. Guna mengurai efek samping pada awalnya diberikan dengan dosis
kecil. Contoh obat golongan ini adalah acarbose.
d. Penghambat DPP-IV
Obat golongan ini menghambat kerja enzim DPP-IV sehingga GLP-1 (Glucose Like
Peptida-1) tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif. Aktifitas GLP-1 untuk
meningkatkan sekresi insulin dan menekan sekresi glukagon bergantung kadar glukosa
darah (Glucose dependent.contoh obat golongan iniadalah Sitagliptin dan Linagliptin.
e. Penghambat SGLT-2
Obat golongan ini merupakan obat antidiabetes oral jenis baru yang menghambat
penyerapan kembali glukosa ditubuli distal ginjal dengan cara menghambat kinerja
transporter glukosa SGLT-2. Obat yang termasuk golongan ini antara lain: Canagliflozin,
empagliflozin, dapagliflozin, ipragliflozin. (1) (4) (5)
15
o Stress berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark miocard akut,
stroke) o Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang
tidak terkendali dengan perencanaan makan.
o Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat o Kontraindikasi dan atau
alergi terhadap OHO o Kondisi perioperatif sesuai dengan indikasi (1)
o Insulin kerja cepat (rapid acting insulin) o Insulin kerja pendek (short
acting insulin) o Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin) o
Insulin kerja panjang (long acting insulin) o Insulin kerja ultra panjang
(ultra-long acting insulin)
o Insulin campuran tetap, kerja pendek dengan menengah dan kerja
cepat dengan menengah (premixed insulin) (1) Efek samping terapi
insulin
o Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia o
Efek samping yang lain berupa reaksi alergi terhadap insulin.
16
Algoritma pengobatan DMT2 tanpa dekompensasi metabolik dapat dilihat pada bagian
1
17
Monitoring
Pada prakter sehari-hari, hasil pengobatan DMT2 harus dipantau secara terencana dengan
melakukan anamnesis, pemeriksaan jasmani, dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan yang dapat
dilakukan adalah:
- Glukosa darah pada waktu yang lain secara berkala sesuai dengan kebutuhan.
b. Pemeriksaan HbA1c
Tes hemoglobin terglikosilasi, yang disebut juga sebagai glikohemoglobin, atau hemoglobin
glikosilasi (HbA1c), merupakan cara yang digunakan untuk menilai efek
perubahan terapi 8-12 minggu sebelumnya. Untuk melihat hasil terapi dan rencana
perubahan terapi, HbA1c diperiksa setiap 3 bulan, atau tiap bulan pada keadaan HbA1c yang
sangat tinggi (>10%). Pada pasien yang telah mencapai sasaran terapi disertai kendali
glikemik yang stabil HbA1c diperiksa paling sedikit 2 kali dalam 1 tahun. HbA1c tidak dapat
dipergunakan sebagai alat untuk evaluasi pada kondisi tertentu seperti: anemia,
hemoglominopati, riwayat tranfusi darah 2-3 bulan terakhir, keadaan lain yang
mempengaruhi umur eritrosit dan gangguan fungsi ginjal.
c. Pemantauan glukosa darah mandiri (PGDM)
Pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan dengan menggunakan darah kapiler. Saat
ini banyak didapatkan alat pengukur kadar glukosa darah dengan menggunakan reagen kering
yang sederhana dan mudah dipakai. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah memakai alat-
alat tersebut dapat dipercaya sejauh kalibrasi dilakukan dengan baik dan cara pemeriksaan
dilakukan sesuai dengan cara standar yang dianjurkan. Hasil pemantauan dengan cara reagen
kering perlu dibandingkan dengan cara konvensional secara berkala. PGDM dianjurkan bagi
pasien dengan pengobatan suntik insulin beberapa kali sehari atau pada pengguna obat
pemacu sekresi insulin. Waktu pemeriksaan PGDM bervariasi, tergantung pada tujuan
pemeriksaan yang pada umumnya terkait dengan terapi yang diberikan. Waktu yang
dianjurkan adalah pada saat sebelum makan, 2 jam setelah makan (untuk menilai ekskresi
glukosa), menjelang waktu tidur (untuk menilai resiko hipoglikemia), dan diantara siklus tidur
(untuk menilai adanya hipoglikemia nokturnal yang kadang tanpa gejala), atau ketika
mengalami gejala seperti seperti hypoglycemic spells.
18
PGDM terutama dianjurkan pada:
19
2.3 Prolanis
Program pengelolaan penyakit kronis atau PROLANIS adalah suatu sistem pelayanan kesehatan
dan pendekatan proaktif yang dilaksanakan secara terintegrasi yang melibatkan peserta, fasilitas
kesehatan dan BPJS kesehatan dalam rangka pemeliharaan kesehatan bagi peserta BPJS kesehatan
yang menderita penyakit kronis untuk mencapai kualitas hidup yang optimal dengan biaya pelayanan
kesehatan yang efektif dan efisien. (2)
Tujuan diadakannya Prolanis ini untuk mendorong peserta penyandang penyakit kronis
mencapai kualitas hidup optimal dengan indikator 75% peserta terdaftar yang berkunjung ke faskes
tingkat pertama memiliki hasil “baik” pada pemeriksaan spesifik terhadap penyakit DM tipe 2 dan
hipertensi sesuai panduan klinis terkait sehingga dapat mencegah timbulnya komplikasi penyakit.
Aktifitas dalam prolanis meliputi aktifitas konsultasi medis/edukasi,Home visit, reminder, aktifitas
club dan pemantauan status kesehatan. (2)
2.4 Kerangka Konsep
BAB III
20
METODE PENELITIAN
KRITERIA SAMPEL
KRITERIAN EKLUSI
INKLUSI PENELITIAN
1.PASIEN DM
1.PERSERTA PROLANIS
2.TERDAFTAR DI YANG TIDAK HADIR
PROLANIS
2.TIDAK BERSEDIA
3. DATANG PADA MENGIKUTI PROLANIS.
PROGRAM PROLANIS.
21
3.5 Teknik pengolahan dan analisis data
Data nilai gula darah sampel penelitian yang telah didapatkan akan diolah untuk dilakukan
perbandingan capaian target kadar gula darah berdasarkan PERKENI 2015 dengan menghitung
resiko relatif. Selain itu juga dilakukan perbandingan rata-rata kadar gula darah sewaktu (GDS) pada
kedua kelompok.
22
BAB IV
4.1 Hasil
Pada penelitian ini diperoleh responden 16 orang penyandang DM yang telah memenuhi kriteria
inklusi (Tabel 1).
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kepesertaan PROLANIS
37,5
62,5
Hasil pengukuran gula darah didapatkan bahwa rata-rata gula darah pada kelompok PROLANIS
lebih rendah dibandingkan dengan kelompok non-PROLANIS. Hasil perbandingan kadar gula darah
sewaktu kelompok PROLANIS 205 dan pada kelompok nonPROLANIS 265.
Tabel 2. Perbandingan Rata-rata Kadar Gula Darah
Rata-rata Kadar Gula Darah
Hasil perbandingan capaian target gula darah berdasarkan PERKENI dengan menggunakan
kadar GDS didapatkan pasien non-PROLANIS yang tidak mencapai target gula darah lebih tinggi
dibandingkan pasien non-PROLANIS dengan nilai RR = 3,5 artinya pasien DM yang tidak mengikuti
program prolanis memiliki resiko 3,5 kali lebih besar mengalami kegagalan mencapai target gula
darah.
23
4.2 Pembahasan
Diabetes melitus adalah suatu kondisi medik berupa peningkatan kadar glukosa dalam darah
melebihi batas normal. Hiperglikemia merupakan salah satu tanda khas penyakit diabetes melitus
(DM), kriteria diagnosis DM adalah dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl. Puasa
adalah kondisi tidak ada asupan kalori minimal 8 jam. Atau Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl
2-jam setelah Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 gram. Atau Pemeriksaan
glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl dengan keluhan klasik. Atau Pemeriksaan HbA1c ≥6,5% dengan
menggunakan metode yang terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin Standarization Program
(NGSP). (1) (3)
Pada penelitian ini pasien diabetes melitus di Puskesmas Panarukan yang mengikuti program
PROLANIS memiliki rata-rata kadar gula darah sewaktu lebih rendah dibandingkan pasien non-
PROLANIS. Selain itu pasien PROLANIS memiliki resiko lebih rendah mengalami kegagalan mencapai
target tekanan darah.
Pasien PROLANIS tidak hanya memperoleh terapi farmakologi, namun juga mendapatkan
pendekatan proaktif yang dilaksanakan secara terintegrasi yang melibatkan peserta, fasilitas
kesehatan dan BPJS. Salah satu program PROLANIS adalah senam. Sampai saat ini memang belum
ditemukan cara atau pengobatan yang dapat menyembuhkan DM secara menyeluruh. Tetapi DM
dapat dikendalikan dengan baik dengan cara diet, olahraga, dan dengan menggunakan obat
antidiabetik.
24
BAB V
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian terhadap 15 pasien diabetes melitus di Puskesmas Panarukan dapat
disimpulkan bahwa pada kedua kelompok terdapat penurunan bermakna kadar gula darah. Selain
itu pasien diabetes melitus yang tidak mengikuti PROLANIS memiliki resiko 3,5 kali lebih besar gagal
mencapai target gula darah.
5.2 Saran
1. Penderita DM diharapkan agar lebih rajin dalam memeriksakan gula darah darahnya ke
pelayanan kesehatan terdekat serta mengikuti kegiatan yang berkaitan dengan kesehatan serta
dapat termotivasi untuk menghindari hal-hal yang dapat menambah penyakit DM menjadi lebih
parah lagi
2. Bagi petugas kesehatan diharapkan lebih giat dalam mengajak dan menggalakkan program
PROLANIS dan serta lebih diperluas lagi wilayah-wilayah yang diikut sertakan dalam program
prolanis sehingga lebih banyak penderita DM yang bergabung serta aktif dalam menjalankan
program tersebut.
3. Masyarakat diharapkan agar lebih meningkatkan pengetahuan tentang penyakit hipertensi
dengan mengikuti penyuluhan kesehatan yang diberikan oleh petugas kesehatan terdekat
seperti posbindu.
25
Daftar Pustaka
1. PERKENI. Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. s.l. : PB.PERKENI,
2015.
2. B. kesehatan, Panduan Praktis PROLANIS (program pengelolaan penyakit kronis) . jakarta : BPJS
Indonesia, 2015.
5. farmakologi dan terapi. jakarta : departemen farmakologi dan terapeutik fakultas kedokteran
universitas indonesia, 2008.
26