Anda di halaman 1dari 49

UPAYA POSYANDU LANSIA DALAM MENGONTROL

PENYAKIT OSTEOARTHRITIS DENGAN SENAM LANSIA


SECARA RUTIN UNTUK
MENJAGA BERAT BADAN IDEAL DAN DEMONSTRASI
MENU MAKANAN SEIMBANG UNTUK MENGURANGI
RESIKO PENYAKIT OSTEOARTHRITIS

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


MINI PROJECT

Diajukan Oleh :
dr. Melly Aprista

Dokter Pembimbing :
dr. Iput Retnosari

UPTD PUSKESMAS SEKAMPUNG


PERIODE NOVEMBER 2016 NOVEMBER 2017
LEMBAR PENGESAHAN

MINI PROJECT

Upaya Posyandu Lansia Dalam Mengontrol Penyakit Osteoarthritis dengan

Senam Lansia Secara Rutin Untuk Menjaga Berat Badan Ideal Dan

Demonstrasi Menu Makanan Seimbang Untuk Mengurangi Resiko Penyakit

Osteoarthritis

Laporan Mini Project ini diajukan dalam rangka memenuhi tugas Internsip

di Puskesmas

Sekampung, Maret 2017


Peserta Dokter Pendamping Internship

dr. Melly Aprista dr. Iput Retnosari

ii
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji dan syukur kepada ALLAH SWT atas rahmat yang

telah dilimpahkan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Mini Project ini

dengan judul Upaya Posyandu Lansia Dalam Mengontrol Penyakit

Osteoarthritis Dengan Senam Lansia Secara Rutin Untuk Menjaga Berat

Badan Ideal dan Demonstrasi Menu Makanan Seimbang untuk Mengurangi

Resiko Penyakit Osteoarthritis.

Penulis menyadari bahwa mini project ini masih jauh dari kesempurnaan.

Oleh karena itu, saran dan kritik sangat diharapkan dari semua pihak.

Sekampung, Maret 2017

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................... ii

KATA PENGANTAR ............................................................................... iii

DAFTAR ISI .............................................................................................. iv

DAFTAR TABEL ..................................................................................... vi

DAFTAR GAMBAR ................................................................................ vii

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ...................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah .................................................................. 2

1.3. Tujuan ..................................................................................... 2

1.4. Manfaat .................................................................................... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Osteoarthritis ............................................................ 4

2.2 Epidemiologi Osteoarthritis .................................................. 4

2.3 Etiologi Osteoarthritis............................................................ 5

2.4 Anatomi Sendi Lutut ............................................................. 7

2.5 Patofisiologi ............................................................................. 15

2.6 Klasifikasi................................................................................ 18

2.7 Manifestasi Klinis .................................................................. 20

2.8 Diagnosis ................................................................................. 22

2.9 Etiopatologi Nyeri Pada Osteoarthritis ................................ 24

iv
2.10 Penatalaksanaan Osteoarthritis ............................................ 27

BAB III. METODE

3.1. Rancangan Kegiatan .............................................................. 33

3.2. Lokasi dan Waktu Kegiatan ................................................. 33

3.3. Populasi Kegiatan ................................................................... 33

3.4. Subjek Kegiatan ..................................................................... 33

BAB IV. HASIL

4.1 Data Geografis dan Demografis ............................................ 34

4.2 Sumber Daya Kesehatan ....................................................... 34

4.3 Sarana Pelayanan Kesehatan ................................................ 35

4.4 Hasil Pemeriksaan .................................................................. 35

BAB V. DISKUSI ...................................................................................... 38

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ............................................................................. 39

6.2 Saran........................................................................................ 40

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

v
DAFTAR TABEL

1. Tabel 2.1 Osteoarthritis idiopatik dan sekunder.......................... 19

2. Tabel 2.2 Klasifikasi Nyeri ..................................................... 26

3. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Sebelum dan Sesudah Kegiatan....... 36

vi
DAFTAR GAMBAR

1. Gambar 2.1 Tulang Femur Tampak Depan ...................................... 8

2. Gambar 2.2 Tulang Femur Tampak Belakang ................................. 8

3. Gambar 2.3 Patella Tampak Depan ................................................. 9

4. Gambar 2.4 Patella Tampak Belakang ............................................ 9

5. Gambar 2.5 Tulang Tibia ................................................................ 10

6. Gambar 2.6 Tulang Fibula .............................................................. 10

7. Gambar 2.7 Osteoarthritis ............................................................... 17

vii
vii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Osteoarthritis (OA) juga dikenal sebagai artritis degeneratif atau penyakit

sendi degeneratif, adalah sekelompok kelainan mekanik degradasi yang

melibatkan sendi, termasuk tulang rawan artikular dan tulang subchondral.

Osteoarthritis merupakan bentuk yang paling umum dari artritis, dan menjadi

penyebab utama kecacatan kronis di Amerika Serikat. Hal ini mempengaruhi

sekitar 8 juta orang di Britania Raya. Osteoarthritis juga mempengaruhi hampir 27

juta orang di Amerika Serikat. Diperkirakan bahwa 80% penduduk telah terbukti

Osteoarthritis (radiografi) pada usia 65 tahun, walaupun hanya 60% dari mereka

yang memiliki gejala. Di Amerika Serikat, pasien yang dirawat di rumah sakit

untuk osteoarthritis meningkat dari 322.000 pada tahun 1993 menjadi 735.000

pada 2006.1

Osteoartritis merupakan salah satu masalah kedokteran yang paling sering

terjadi dan menimbulkan gejala pada orang orang usia lanjut maupun setengah

baya. Terjadi pada orang dari segala etnis, lebih sering mengenai wanita, dan

merupakan penyebab tersering disabilitas jangka panjang pada pasien dengan usia

lebih dari 65 tahun. Lebih dari sepertiga orang dengan usia lebih dari 45 tahun

mengeluhkan gejala persendian yang bervariasi mulai sensasi kekakuan sendi

tertentu dan rasa nyeri intermiten yang berhubungan dengan aktivitas, sampai

kelumpuhan anggota gerak dan nyeri hebat yang menetap, biasanya dirasakan

1
akibat deformitas dan ketidakstabilan sendi. Degenerasi sendi yang menyebabkan

sindrom klinis osteoartritis muncul paling sering pada sendi tangan, kaki, panggul,

dan spine, meskipun dapat terjadi pada sendi synovial mana pun. Prevalensi

kerusakan sendi synovial ini meningkat dengan bertambahnya usia .1

Klinis osteoartritis disertai adanya nyeri sendi yang kronik. Banyak pasien

dengan osteoartritis juga mengalami keterbatasan gerakan, krepitasi dengan

gerakan, dan efusi sendi. Pada kondisi yang berat dapat terjadi deformitas tulang

dan subluksasi. Sebagian besar pasien dengan osteoartritis datang dengan keluhan

nyeri sendi. Pasien sering menggambarkan nyeri yang dalam, ketidaknyamanan

yang sukar dilokalisasikan, yang telah dirasakan selama bertahun-tahun. Nyeri

yang berhubungan dengan aktivitas biasanya terasa segera setelah penggunaan

sendi dan nyeri dapat menetap selama berjam-jam setelah aktivitas.1

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang tersebut di atas, dapat di rumuskan masalah yang akan

di bahas adalah Bagaimana cara mengontrol penyakit Osteoarthritis pada

lansia?.

1.3 Tujuan

Meningkatkan derajat kesehatan lansia yang ikut posyandu lansia di desa

sidomukti dengan cara mengontrol penyakit Osteoarthritis.

2
1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Puskesmas

Sebagai bahan memperoleh data tentang penyakit Osteoarthritis pada

lansia di Desa Sidomukti dan mampu memberikan pengarahan bagi Posyandu

Lansia dalam penanganan penyakit Osteoarthritis di Desa Sidomukti.

1.4.2 Bagi Posyandu Lansia

Sebagai bahan memperoleh data tentang penyakit Osteoarthritis pada

lansia di Desa Sidomukti dan mampu mengontrol penyakit Osteoarthritis pada

lansia.

1.4.3 Bagi penulis

Menambah informasi dan wawasan penulis tentang cara mengontrol

penyakit Osteoarthritis pada lansia.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Osteoarthritis (OA) merupakan sindroma klinis nyeri sendi yang disertai

dengan berbagai derajat limitasi fungsi dan berkurangnya quality of life. Penyakit

ini merupakan bentuk arthritis yang paling sering terjadi di seluruh dunia,

menyerang lebih dari 20 juta orang hanya di negara Amerika Serikat saja.

Osteoartritis merupakan kelainan sendi non inflamasi yang mengenai sendi-sendi

penumpu berat badan dengan gambaran patologis yang berupa memburuknya

tulang rawan sendi, yang merupakan hasil akhir dari perubahan biokimiawi,

metabolisme fisiologis maupaun patologis yang terjadi pada persendian2,3

2.2 Epidemiologi

Osteoarthritis merupakan penyakit rematik sendi yang paling banyak

mengenai terutama pada orang-orang diatas 50 tahun. Di atas 85% orang berusia

65 tahun menggambarkan osteoarthritis pada gambaran x-ray, meskipun hanya

35%-50% hanya mengalami gejala. Umur di bawah 45 tahun prevalensi terjadinya

Osteoarthritis lebih banyak terjadi pada pria sedangkan pada umur 55 tahun lebih

banyak terjadi pada wanita. Pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa terjadi

peningkatan terjadinya Osteoarthritis pada obesitas, pada sendi penahan beban

tubuh.4

Progresifitas dari Osteoarthritis biasanya berjalan perlahan-lahan, terjadi

dalam beberapa tahun atau bahkan dekade. Nyeri yang timbul biasanya menjadi

4
sumber morbiditas awal dan utama pada pasien dengan Osteoarthritis. Pasien

dapat secara progresif menjadi semakin tidak aktif beraktivitas, membawa kepada

morbiditas karena berkurangnya aktivitas fisik. Prevalensi Osteoarthritis berbeda-

beda pada berbagai ras. Osteoarthritis lutut lebih banyak terjadi pada wanita

Afrika Amerika dibandingan dengan ras yang lainnya. Terdapat kecenderungan

bahwa kemungkinan terkena Osteoarthritis akan meningkat seiring dengan

pertambahan usia. Penyakit ini biasanya sebanding jumlah kejadiannya pada pria

dan wanita pada usia 45-55 tahun. Setelah usia 55 tahun, cenderung lebih banyak

terjadi pada wanita. Sendi distal interfalangeal dan dan proksimal interfalangeal

seringkali terserang sehingga tampak gambaran Heberden dan Bouchard nodes,

yang banyak ditemui pada wanita.2

2.3. Etiologi

Pada umumnya penderita Osteoarthritis lutut ini, etiologinya tidak

diketahui. Namun beberapa factor yang disebut-sebut mempunyai peranan atas

timbulnya Osteoarthritis antara lain :

1. Umur

Dari semua faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis, faktor ketuaan

adalah yang terkuat. Prevalensi, dan beratnya osteoartritis semakin meningkat

dengan bertambahnya umur. Osteoarthritis hampir tidak pernah pada anak-anak,

jarang pada umur di bawah 40 tahun dan sering pada umur di atas 60 tahun Hal ini

5
disebabkan karena adanya hubungan antara umur dengan penurunan kekuatan

kolagen dan proteoglikan pada kartilago sendi.

2. Jenis kelamin

Pada orang tua yang berumur lebih dari 55 tahun, prevalensi terkenanya

osteoartritis pada wanita lebih tinggi dari pria. Usia kurang dari 45 tahun

Osteoarthritis lebih sering terjadi pada pria dari wanita.

3. Suku bangsa

Osteoartritis primer dapat menyerang semua ras meskipun terdapat

perbedaan prevalensi pola terkenanya sendi pada osteoartritis. Hal ini mungkin

berkaitan dengan perbedaan cara hidup maupun perbedaaan pada frekuensi pada

kelainan kongenital dan pertumbuhan.

4. Genetik

Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoartritis. Adanya mutasi

dalam gen prokolagen atau gen-gen struktural lain untuk unsur-unsur tulang

rawan sendi seperti kolagen, proteoglikan berperan dalam timbulnya

kecenderungan familial pada osteoartritis.

5. Kegemukan

Berat badan yang berlebih ternyata dapat meningkatkan tekanan mekanik

pada sendi penahan beban tubuh, dan lebih sering menyebabkan osteoartritis lutut.

6
Kegemukan ternyata tidak hanya berkaitan dengan osteoartritis pada sendi yang

menanggung beban, tetapi juga dengan osteoartritis sendi lain, diduga terdapat

faktor lain (metabolik) yang berperan pada timbulnya kaitan tersebut antara lain

penyakit jantung koroner, diabetes melitus dan hipertensi.

6. Cedera sendi (trauma), pekerjaan dan olah raga

Pekerjaan berat maupun dengan pemakaian suatu sendi yang terus-

menerus, berkaitan dengan peningkatan resiko osteoartritis tertentu. Demikian

juga cedera sendi dan oleh raga yang sering menimbulkan cedera sendi berkaitan

resiko osteoartritis yang lebih tinggi.

2.4. Anatomi Sendi Lutut

Sendi lutut merupakan sendi yang terbesar pada tubuh manusia. Sendi ini

terletak pada kaki yaitu antara tungkai atas dan tungkai bawah. Pada dasarnya

sendi lutut ini terdiri dari dua articulatio condylaris diantara condylus femoris

medialis, lateralis dan condylus tibiae yang terkait dalam sebuah sendi pelana,

diantara patella dan fascies patellaris femoris.

1. Tulang pembentuk sendi lutut

Sendi lutut dibentuk dari tiga buah tulang yaitu tulang femur, tulang tibia,

tulang fibula dan tulang patella.

7
a. Tulang femur

Merupakan tulang panjang yang bersendi keatas dengan pelvis dan

kebawah dengan tulang tibia. Tulang femur terdiri dari epiphysis proksimal,

diaphysis dan epiphysis distalis. Pada tulang femur ini yang berfungsi dalam

persendian lutut adalah epiphysis distalis. Epiphysis distalis merupakan bulatan

sepanjang yang disebut condylous femoralis lateralis dan medialis.

Dibagian proksimal tonjolan tersebut terdapat sebuah bulatan kecil yang

disebut epicondilus lateralis dan medialis. Bila dilihat dari depan, terdapat dataran

sendi yang melebar ke lateral yang disebut facies patelaris yang nantinya bersendi

dengan tulang patella. Dan bila dilihat dari belakang, diantara condylus lateralis

dan medialis terdapat cekungan yang disebut fossa intercondyloideal.

Gambar 2.1 Tulang Femur Gambar 2.2 Tulang Femur


Tampak depan Tampak belakang1

8
b. Tulang patella

Merupakan tulang sesamoid terbesar dalam tubuh manusia dengan bentuk

segitiga dan gepeng dengan apex menghadap kearah distal. Pada permukaan

depan atau anterior tulang patella kasar sedangkan permukaan dalam atau dorsal

memiliki permukaan sendi yang lebih besar dan facies medial yang lebih kecil.

Gambar 2.3 Patella Tampak Depan Gambar 2.4 Patella Tampak


Belakang

c. Tulang tibia

Merupakan salah satu tulang tungkai bawah selain tulang fibula, tibia

merupakan tulang kuat satu-satunya yang menghubungkan femur dan tumit kaki.

Seperti halnya tulang femur, tulang tibia dibagi tiga bagian, bagian ujung

proksimal, corpus dan ujung distal bagian dari tulang tibia yang membentuk sendi

lutut adalah bagian proksimal, dimana pada bagian ujung proksimal terdapat

condillus medialis dan tubercullum inter condiloseum lateral. Didepan dan

dibelakang eminentia terdapat fossa intercondilodea anterior dan posterior.

9
Gambar 2.5 Tulang Tibia
d. Tulang fibula

Tulang fibula ini berbentuk kecil panjang, terletak di sebelah lateral dari

tibia juga terdiri dari tiga bagian : epiphysis proximal, diaphysis dan epiphysis

distalis. Epiphysis proximalis membulat disebut capitulum fibula yang

keproximal.

Gambar 2.6 Tulang Fibula

2. Jaringan lunak sekitar sendi lutut

10
a) Meniscus

Meniscus merupakan jaringan lunak, meniscus pada sendi lutut adalah

meniscus lateralis. Adapun fungsi meniscus adalah:

Penyebaran pembebanan
Peredam kejut (shock absorber)
Mempermudah gerakan rotasi
Mengurangi gerakan dan stabilisator setiap penekanan akan diserap oleh
meniscus dan diteruskan ke sebuah sendi.
b) Bursa

Bursa merupakan kantong yang berisi cairan yang memudahkan terjadinya

gesekan dan gerakan, berdinding tipis dan dibatasi oleh membrane synovial. Ada

beberapa bursa yang terdapat pada sendi lutut antara lain :

bursa popliteus
bursa supra patellaris
bursa infra patellaris
bursa subcutan prapatelaris
bursa sub patellaris

c) Ligamen-ligamen Sendi Lutut

Ligamen mempunyai sifat yang cukup lentur dan jaringannya cukup kuat

yang berfungsi sebagai pembatas gerakan dan stabilitas sendi. Ada beberapa

ligamen sendi lutut yaitu :

1) Ligamentum cruciatum anterior

11
Berjalan dari depan fossa intercondyloidea anterior ke permukaan medial

condilus lateralis femoris yang berfungsi menahan hiperekstensi dan menahan

bergesernya tibia ke depan.

2) Ligamentum cruciatum posterior

Berjalan dari facies lateralis condylus medialis femoris menuju ke fossa

intercondylodea tibia yang berfungsi menahan bergesernya tibia ke belakang.

3) Ligamentum collateral lateral

Berjalan dari epicondylus lateralis ke capitulum fibula yang berfungsi

menahan gerakan varus atau samping luar.

4) Ligamentum collateral mediale

Berjalan dari epicondylus medial ke permukaan medial tibia (epicondylus

medialis tibia) yang berfungsi menahan gerakan valgus atau samping dalam

eksorotasi. Namun secara bersamaan fungsi-fungsi ligament collateralle menahan

bergesernya tibia ke depan pada lutut 90.

5) Ligamentum patella

Yang merupakan lanjutan dari tendon M. Quadriceps Femoris yang

berjalan dari patella ke tuberositas tibia.

6) Ligamentum retinacullum patella lateral dan medial

Ligament ini berada disebelah lateral dari tendon M. Quadricep Femoris

dan berjalan menuju tibia, dimana ligamen-ligamen ini melekat dengan

tuberositas tibia.

7) Ligamentum popliteum articuatum

12
Terletak pada daerah condylus lateralis femoris erat hubungannya dengan

M. Popliteum.

8) Ligamentum popliteum oblicum

Berjalan dari condylus lateralis femoris kemudian turun menyilang menuju

fascia popliteum yang berfungsi mencegah hyperekstensi lutut.

3. Biomekanik Sendi Lutut

Biomekanik adalah ilmu yang mempelajari gerakan tubuh manusia. Pada

bahasan Karya Tulis Ilmiah ini penulis hanya membahas komponen kinematis,

ditinjau dari gerakan secara Osteokinematika dan secara Artrokinematika yang

terjadi pada sendi lutut.

a) Osteokinematika sendi lutut

Lutut termasuk dalam sendi ginglyus (hinge modified) dan mempunyai

gerak yang cukup luas seperti sendi siku, luas gerak fleksinya cukup besar.

Osteokinematika yang memungkinkan terjadi pada sendi lutut adalah gerak flexi

dan extensi pada bidang segitiga dengan lingkup gerak sendi untuk gerak fleksi

sebesar + 140 hingga 150 dengan posisi ekstensi 0 atau 5 dan gerak putaran

keluar 40 hingga 45 dari awal mid posisi.

Fleksi sendi lutut adalah gerakan permukaan posterior ke bawah menjauhi

permukaan posterior tungkai bawah. Putaran ke dalam adalah gerakan yang

membawa jari-jari ke arah sisi dalam tungkai (medial). Putaran keluar adalah

13
gerakan membawa jari-jari ke arah luar (lateral) tungkai. Untuk putaran (rotasi)

dapat terjadi posisi lutut fleksi 90, R (<90).

b) Artrokinematika sendi lutut

Pada kedua permukaan sendi lutut pergerakan yang terjadi meliputi gerak

sliding dan rolling, maka disinilah berlaku hukum konkaf-konvek. Hukum ini

menyatakan bahwa jika permukaan sendi cembung (konvek) bergerak pada

permukaan sendi cekung (konkaf) maka pergerakan sliding dan rolling

berlawanan. Dan jika permukaan sendi cekung, maka gerak slidding dan rolling

searah (Mudasir, 2002). Pada permukaan femur cembung (konvek) bergerak,

maka gerakkan slidding dan rolling berlawanan arah. Saat gerak fleksi femur

rolling ke arah belakang dan sliddingnya kebelakang. Dan pada permukaan tibia

cekung (konkaf) bergerak, fleksi ataupun ekstensi menuju ke depan atau ventral.

2.5. Patofisiologi

Selama ini Osteoarthritis sering dipandang sebagai akibat dari suatu proses

penuaan yang tidak dapat dihindari. Para pakar yang meneliti penyakit ini

sekarang berpendapat bahwa Osteoarthritis ternyata merupakan penyakit

gangguan homeostasis dari metabolisme kartilago dengan kerusakan struktur

proteoglikan kartilago yang penyebabnya belum jelas diketahui. Osteoarthritis dan

proses penuaan (aging process), serta Osteoarthritis dapat diinduksi pada

percobaan hewan yang distimulasi menggunakan zat kimia atau trauma buatan.

Proses utama Osteoarthritis tersebut sebenarnya terdapat pada khondrosit yang

merupakan satu-satunya sel hidup yang ada di dalam rawan sendi. Gangguan pada

14
fungsi khondrosit itulah yang akan memicu proses patogenik Osteoarthritis.

Khondrosit akan mensintesis berbagai komponen yang diperlukan dalam

pembentukan rawan sendi, seperti proteoglikan, kolagen dan sebagainya.

Disamping itu ia akan memelihara keberadaan komponen dalam matriks rawan

sendi melalui mekanisme turn over yang begitu dinamis.5

Osteoartritis ditandai dengan fase hipertrofi kartilago yang berhubungan

dengan suatu peningkatan terbatas dari sintesis matriks makromolekul oleh

khondrosit sebagai kompensasi perbaikan (repair). Osteoartritis terjadi sebagai

hasil kombinasi antara degradasi rawan sendi, remodelling tulang dan inflamasi

cairan sendi (Tjokroprawiro, 2007). Dengan kata lain terdapat satu keseimbangan

antara proses sintesis dan degradasi rawan sendi. Gangguan keseimbangan ini

yang pada umumnya berupa peningkatan proses degradasi, akan menandai

penipisan rawan sendi dan selanjutnya kerusakan rawan sendi yang berfungsi

sebagai bantalan redam kejut. Sintesis matriks rawan sendi tetap ada terutama

pada awal proses patologik Osteoarthritis, namun kualitas matriks rawan sendi

yang terbentuk tidak baik. Pada proses akhir kerusakan rawan sendi, adanya

sintesis yang buruk tidak mampu lagi mengatasi proses destruksi sendi yang

cepat. Hal ini terlihat dari menurunya produksi proteoglikan yang ditandai dengan

menurunnya fungsi khondrosit. Khondrosit yang merupakan aktor tunggal pada

proses ini akan dipengaruhi oleh faktor anabolik dan katabolik dalam

mempertahankan keseimbangan sintesis dan degradasi. Faktor katabolik utama

diperankan oleh sitokin Interleukin-1 (IL-1) dan tumour necrosis factor a (TNFa)

yang dikeluarkan oleh sel lain di dalam sendi. Sedangkan faktor anabolik

15
diperankan oleh transforming growth factor b(TGFb) dan insulin like growth

factor-1 (IGF-1). Perubahan patologik pada Osteoarthritis ditandai oleh kapsul

sendi yang menebal dan mengalami fibrosis serta distorsi. Pada rawan sendi

pasien Osteoarthritis juga terjadi proses peningkatan aktivitas fibrinogenik dan

penurunan aktivitas fibrinolitik. Proses ini menyebabkan terjadinya penumpukan

trombus dan komplek lipid pada pembuluh darah subkondral yang menyebabkan

terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan subkondral tersebut. Ini mengakibatkan

dilepaskannya mediator kimiawi seperti prostaglandin dan interleukin yang

selanjutnya menimbulkan bone angina lewat subkondral yang diketahui

mengandung ujung saraf sensibel yang dapat menghantarkan rasa sakit. Penyebab

rasa sakit itu dapat juga berupa akibat dari dilepasnya mediator kimiawi seperti

kinin dan prostaglandin yang menyebabkan radang sendi, peregangan tendon atau

ligamentum serta spasmus otot-otot ekstraartikuler akibat kerja yang berlebihan.

Sakit pada sendi juga diakibatkan oleh adanya osteofit yang menekan periosteum

dan radiks saraf yang berasal dari medulla spinalis serta kenaikan tekanan vena

intrameduler akibat stasis vena intrameduler karena proses remodelling pada

trabekula dan subkondral. Sinovium mengalami keradangan dan akan memicu

terjadinya efusi serta proses keradangan kronik sendi yang terkena. Permukaan

rawan sendi akan retak dan terjadi fibrilasi serta fisura yang lama-kelamaan akan

menipis dan tampak kehilangan rawan sendi fokal. Selanjutnya akan tampak

respon dari tulang subkhondral berupa penebalan tulang, sklerotik dan

pembentukkan kista. Pada ujung tulang dapat dijumpai pembentukan osteofit serta

16
penebalan jaringan ikat sekitarnya. Oleh sebab itu pembesaran tepi tulang ini

memberikan gambaran seolah persendian yang terkena itu bengkak.5

Gambar 2.7 Osteoarthritis

Peran makrofag di dalam cairan sendi juga penting, yaitu apabila

dirangsang oleh jejas mekanis, material asing hasil nekrosis jaringan atau CSFs,

akan memproduksi sitokin aktivator plasminogen (PA) yang disebut katabolin.

Sitokin tersebut adalah IL-1, IL-6, TNF dan , dan interferon (IFN) dan .

Interleukin-1 mempunyai efek multiple pada sel cairan sendi, yaitu meningkatkan

sintesis enzim yang mendegradasi rawan sendi yaitu stromelisin dan kolagenosa,

menghambat proses sintesis dan perbaikan normal khondrosit.5

Faktor pertumbuhan dan sitokin mempunyai pengaruh yang berlawanan

dengan perkembangan Osteoarthritis. Sitokin cenderung merangsang degradasi

komponen matriks rawan sendi, sebaliknya faktor pertumbuhan merangsang

sintesis, padahal IGF-1 pasien Osteoarthritis lebih rendah dibandingkan individu

normal pada umur yang sama. Percobaan pada kelinci membuktikan bahwa

17
puncak aktivitas sintesis terjadi setelah 10 hari perangsangan dan kembali normal

setelah 3-4 minggu.5

2.6. Klasifikasi

Seperti telah dijelaskan di atas Osteoarthritis dapat terjadi secara orier


(idiopatik) maupun sekunder, seperti yang tercantum di bawah ini:

IDIOPATIK SEKUNDER
Setempat Trauma
Tangan: Akut
Nodus Heberden dan Bouchard (nodal) Kronik (okupasional, port)
Artritis interfalang Kongenital atau
Karpal-metakarpal I developmental:
Kaki: Gangguan setempat:
Haluks valgus Penyakit Leg-Calve-
Haluks rigidus Perthes
Jari kontraktur (hammer/cock-up toes) Dislokasi koksa
Talonavikulare Coxa Slipped epiphysis mekanik
Eksentrik (superior) Panjang tungkai tidak sama
Konsentrik (aksial, medial) Deformitas valgus / varus
Difus (koksa senilis) Vertebra Sindroma hipermobilitas
Sendi apofiseal Okronosis (alkaptonuria)
Sendi intervertebral Hemokromatosis
Spondilosis (osteofit) Penyakit Wilson
Ligamentum (penyakit Forestier, diffuse Penyakit Gaucher Endokrin
idiopathic skeletal hyperostosis=DISH) Akromegali
Tempat lainnya: Hiperparatiroidisme
Glenohumeral Diabetes
Akromioklavikular Obesitas

18
Tibiotalar Hipotiroidisme Penyakit
Sakroiliaka Deposit Kalsium
Temporomandibular Deposit kalsium pirofosfat
Menyeluruh: dihidrat
Meliputi 3 atau lebih daerah yang tersebut Artropati hidroksiapatit
diatas (Kellgren-Moore) Penyakit Tulang dan Sendi
lainnya Setempat:
Fraktur
Nekrosis avaskular
Tabel 2.1 Osteoarthritis idiopatik dan sekunder, (Setyohadi, 2000)

2.7 Manifestasi klinis

Manifestasi klinis dari Osteoarthritis biasanya terjadi secara perlahan-

lahan. Awalnya persendian akan terasa nyeri di persendian, kemudian nyeri

tersebut akan menjadi persisten atau menetap, kemudian diikuti dengan kekakuan

sendi terutama saat pagi hari atau pada posisi tertentu pada waktu yang lama.7

Tanda dari Osteoarthritis adalah kekakuan dari persendian setelah bangun

dari tidur atau duduk dalam waktu yang lama, swelling (bengkak) pada satu atau

lebih persendian, terdengar bunyi atau gesekan (krepitasi) ketika persendian

digerakkan.8

Pada kasus-kasus yang lanjut terdapat pengurangan massa otot.

Terdapatnya luka mencerminkan kelainan sebelumnya. Perlunakan sering

ditemukan, dan dalam cairan sendi, penebalan atau osteofit dapat teraba.8

19
Pergerakan selalu terbatas, tetapi sering dirasakan tidak sakit pada jarak

tertentu, hal ini mungkin disertai dengan krepitasi. Beberapa gerakan lebih

terbatas dari yang lainnya oleh karena itu, pada ekstensi panggul, abduksi dan

rotasi interna biasanya merupakan gerakan yang paling terbatas. Pada stadium

lanjut ketidakstabilan sendi dapat muncul dikarenakan tiga hal: berkurangnya

kartilago dan tulang, kontraktur kapsuler asimetris, dan kelemahan otot.8

Seperti pada penyakit reumatik umumnya diagnosis tak dapat didasarkan

hanya pada satu jenis pemeriksaan saja. Biasanya dilakukan pemeriksaan

reumatologi ringkas berdasarkan prinsip GALS (Gait, arms, legs, spine) dengan

memperhatikan gejala-gejala dan tanda-tanda sebagai berikut :

a. Nyeri sendi

Nyeri sendi merupakan hal yang paling sering dikeluhkan. Nyeri sendi

pada osteoartritis merupakan nyeri dalam yang terlokalisir, nyeri akan bertambah

jika ada pergerakan dari sendi yang terserang dan sedikit berkurang dengan

istirahat. Nyeri juga dapat menjalar (radikulopati) misalnya pada osteoarthritis

servikal dan lumbal. Claudicatio intermitten merupakan nyeri menjalar ke arah

betis pada osteoartritis lumbal yang telah mengalami stenosis spinal.

b. Kaku pada pagi hari (morning stiffness)

Kekakuan pada sendi yang terserang terjadi setelah imobilisasi misalnya

karena duduk di kursi atau mengendarai mobil dalam waktu yang sukup lama,

20
bahkan sering disebutkan kaku muncul pada pagi hari setelah bangun tidur

(morning stiffness).

c. Hambatan pergerakan sendi

Hambatan pergerakan sendi ini bersifat progresif lambat, bertambah berat

secara perlahan sejalan dengan bertambahnya nyeri pada sendi.

d. Krepitasi

Rasa gemeretak (seringkali sampai terdengar) yang terjadi pada sendi yang

sakit.

e. Perubahan bentuk sendi

Sendi yang mengalami osteoarthritis biasanya mengalami perubahan

berupa perubahan bentuk dan penyempitan pada celah sendi.

f. Perubahan gaya berjalan

Hal yang paling meresahkan pasien adalah perubahan gaya berjalan,

hampir semua pasien osteoarthritis pada pergelangan kaki, lutut dan panggul

mengalami perubahan gaya berjalan (pincang).

2.8. Diagnosis

Diagnosis osteoarthritis lutut berdasarkan klinis, klinis dan radiologis,

serta klinis dan faktor resiko (JH Klippel, 2001) :

21
a. Klinis:

Nyeri sendi lutut dan 3 dari gejala di bawah ini:

1. umur > 50 tahun


2. kaku sendi < 30 menit
3. krepitus
4. nyeri tekan tepi tulang
5. pembesaran tulang sendi lutut
6. tidak teraba hangat pada sendi
Catatan: Sensitivitas 95% dan spesifisitas 69%.

b. Klinis dan radiologis:

Nyeri sendi dan paling sedikit 1 dari 3 kriteria di bawah ini:

1. umur > 50 tahun


2. kaku sendi <30 menit
3. krepitus disertai osteofit
Catatan: Sensitivitas 91% dan spesifisitas 86%.

c. Klinis dan Faktor Resiko:

Nyeri sendi ditambah adanya 5 dari Faktor Resiko di bawah ini:

1. usia >50 tahun


2. kaku sendi <30 menit
3. Krepitus
4. nyeri tekan tepi tulang
5. pembesaran tulang
6. tidak teraba hangat pada sendi terkena
7. LED<40 mm/jam
8. RF <1:40

22
9. analisis cairan sinovium sesuai osteoarthritis
Catatan: Sensitivitas 92% dan spesifisitas 75%.

Kriteria diagnosis osteoarthritis tangan adalah nyeri tangan, ngilu atau

kaku dan disertai 3 atau 4 kriteria berikut:

1. pembengkakan jaringan keras > 2 diantara 10 sendi tangan


2. pembengkakan jaringan keras > 2 sendi distal interphalangea (DIP)
3. pembengkakan < 3 sendi metacarpo-phalanea (MCP)
4. deformitas pada 1 diantara 10 sendi tangan
Catatan: 10 sendi yang dimaksud adalah: DIP 2 dan 3, PIP 2 dan 3 dan
CMC 1 masing-masing tangan. Sensitivitas 94% dan spesifisitas 87%.

2.9. Etiopatologi Nyeri pada Osteoartritis

Nyeri biasanya dicirikan sebagai nociceptive, neuropatik, idiopatik atau

psikogenik. reseptor dan pemancar rasa sakit yang terlibat, dan tanggapan

terhadap agen di dalam kategori seperti halnya pola distribusi nyeri. Nyeri juga

dicirikan tentang kualitas (menusuk, sakit, menembak atau paresthetic), apakah itu

bersifat permanen atau tidak tetap, atau apakah hal itu berkaitan dengan saat

latihan fisik atau mental.

Nyeri pada Osteoarthritis yang paling sering di pinggul dan lutut, yaitu

sendi besar di bawah beban mekanis. Perubahan seiring dengan rasa sakit juga

sangat umum di tulang belakang, namun sering kali ada kontroversi mengenai

apakah rasa sakit yang dihasilkan dari Osteoarthritis pada sendi intervertebralis,

atau dalam struktur lain seperti otot (Subagjo, 2000).

23
Selanjutnya osteophytes, sinovitis dan penebalan kapsul dalam

Osteoarthritis sendi intervertebralis serta herniasi dari sendi merosot dengan iritasi

mekanik dan kimia struktur saraf dapat menyebabkan nyeri neurogenik asal

perifer yang kadang-kadang sulit untuk terhindar dari rasa sakit di nociceptive

degeneratif .8

Nyeri pada Osteoarthritis dapat mulai baik dari tulang subchondral, seperti

ketika Osteoarthritis berkembang sebagai penyebab dari nekrosis avaskular di

kepala femoral dari lesi primer tulang rawan (Sapu et al 2001) atau dari sendi

bengkak dan reaksi inflamasi disertai distensi dari kapsul.8

Di lutut ada tiga kompartemen dari pandangan fungsional (McAlinder et al

1992): medial dan sendi femurotibial lateral dan sendi femuropatellar. Pada pasien

dengan Osteoarthritis lutut maju biasanya semua tiga kompartemen terlibat.

Femuropatellar fibrilasi bersama atau degenerasi tulang rawan patella adalah

umum bahkan pada orang muda, terutama pada atlet, dan nyeri diprovokasi ketika

lutut di bawah beban di fleksi, seperti pada naik tangga, jongkok atau dalam

olahraga. Dalam kebanyakan kasus nyeri sendi sedang, pada pasien dengan nyeri

yang sangat parah dan dengan malalignment di femuropatellar bersama ini dapat

diatasi pembedahan baik oleh rilis lateral kapsul atau pengalihan tuberkulum

tibialis. Arthroscopic lavage atau memperlancar tulang rawan telah digunakan

secara luas dalam kasus-kasus seperti dalam kasus dengan Osteoarthritis ringan

atau sedang dalam kompartemen lain. Namun, dalam penyelidikan double blind

baru-baru ini (Bradley et al 2002) pengobatan ini ternyata tidak lebih baik dari

24
sebuah operasi dengan sayatan kulit palsu saja. Hasil dari operasi dengan patella

pada pasien dengan Osteoarthritis terisolasi di kompartemen femuropatellar juga

telah dipertanyakan, dan belum mendapatkan digunakan secara luas. Sebaliknya

patella sering digunakan dalam penggantian lutut total dengan penggantian ketiga

kompartemen.8

Persepsi Sakit (nosisepsi) adalah sebuah fenomena yang kompleks. Nyeri

dapat secara luas diklasifikasikan atas dasar patofisiologi ke nociceptive nyeri,

inflamasi, neuropati, dan fungsional. Nyeri nosiseptik umumnya adaptif

(pelindung) karena mencegah cedera lebih lanjut dan atau meningkatkan

penyembuhan. Nyeri inflamasi yang patologis tanpa fungsi pelindung, dan

merupakan hasil kerusakan jaringan (misalnya, trauma, operasi, Osteoarthritis,

dan rheumatoid arthritis). Nyeri neuropatik hasil dari cedera langsung atau

disfungsi dari saraf, misalnya, neuralgia post infeksi virus herpes, neuropati

diabetes, dan sindrom nyeri kompleks lokal. Nyeri fungsional berhubungan

dengan pengolahan saraf abnormal tanpa adanya neurologis atau kelainan perifer,

misalnya, fibromyalgia dan sindrom iritasi usus besar.8

Nosciseptive pain
Rangsang nyeri berasal dari luar
Berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh
Inflamatory pain
Disebabkan oleh kerusakan jaringan
Muncul dari sebuah stimulus yang berada di luar system saraf
Sensasi nyeri yang muncul secara spontan dan sensitif terhadap rangsang
berbahaya

25
Tidak memiliki fungsi pelindung

Neuropathic pain
Disebabkan oleh lesi primer pada system saraf
Tidak didapatkan lesi nosiseptis
Merupakan tanda terjadi kerusakan saraf

Functional pain
Reaksi berlebihan terhadap rangsang nyeri
Tidak didapatkan tanda atau riwayat dari kerusakan saraf dan stimulasi nyeri
nosiseptif

Tabel 2.2 Klasifikasi nyeri (Woolf CJ. Ann Intern Med. 2004)

2.10. Penatalaksanaan Osteoarthritis

Strategi pengelolaan pasien dan pilihan jenis pengobatan ditentukan oleh

letak sendi yang mengalami Osteoarthritis, sesuai dengan karakteristik masing-

masing serta kebutuhannya. Oleh karena itu diperlukan penilaian yang cermat

pada sendi dan pasiennya secara keseluruhan, agar pengelolaannya aman,

sederhana, memperhatikan edukasi pasien serta melakukan pendekatan

multidisiplin atau holistic .9

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pengelolaan pasien dengan

osteoarthritis yaitu (Setyohadi, 2000):

lamanya Osteoarthritis
lokasi dan jumlah sendi yang terkena
sejak kapan mulainya gejala, eksaserbasi dan remisi
pengobatan sebelumnya beserta efeknya
efek samping obat sebelumnya
pengobatan yang dilakukan selain oleh dokter

26
injeksi steroid
injeksi hialuronan intra artikular
tindakan bedah termasuk artroskopi
penggunaan alat bantu seperti tongkat, deker, korset dll.
Adakah riwayat tukak, perdarahan GIT
Penyakit kronik penyerta : PJK, payah jantung, hipertensi, penyakit ginjal,
hati, status hormonal, penyakit kulit kronik, dll.
Terapi antikoagulan dan warfarin
Pemakaian steroid saat ini

Tujuan penatalaksanaan pasien dengan osteoarthritis adalah:

1. Meredakan nyeri
2. Mengoptimalkan fungsi sendi
3. Mengurangi ketergantungan kepada orang lain dan meningkatkan kualitas
hidup
4. Menghambat progresivitas penyakit
5. Mencegah terjadinya komplikasi

Penatalaksanaan pada pasien dengan osteoarthritis yaitu:

Nonfarmakologis:

Modifikasi pola hidup

Edukasi

Istirahat teratur yang bertujuan mengurangi penggunaan beban pada sendi

Modifikasi aktivitas

Menurunkan berat badan

Rehabilitasi fisioterapi

o Latihan statis dan memperkuat otot-otot

27
o Fisioterapi yang berguna untuk mengurangi nyeri, menguatkan otot, dan

menambah luas pergerakan sendi

Penggunaan alat bantu (Mairunzi, 2010).

Farmakologis:

A. Sistemik

1. Analgetik

Non narkotik: parasetamol

Opioid (kodein, tramadol)

2. Antiinflamasi nonsteroid (NSAIDs)

Oral

injeksi

suppositoria

3. DMOADs (disease modifying Osteoarthritis drugs)

Pada sebuah studi, telah ditetapkan bahwa sekelompok zat yang

sebelumnya dikenal sebagai food supplement, berdasarkan berbagai penelitian

yang telah dilakukan diakui sebagai nutraceutical atau disease modifying drugs.

Bahan yang tergolong nutraceutical ini berfungsi memperbaiki kartilago sendi

apabila dipergunakan dalam jangka panjang (2-3 tahun). Disamping itu beberapa

penelitian juga membuktikan bahwa obat ini bersifat anti inflamasi ringan dengan

memperbaiki konstituen cairan sendi. Diantara nutraceutical yang saat ini tersedia

di Indonesia adalah Glucosamine sulfate dan Chondroitine sulfate.

28
Karena tersedia dalam berbagai dosis dan kombinasi dengan vitamin C

atau mineral, maka dianjurkan untuk mempelajari konstituen masing-masing

sediaan.

B. Topikal

1. Krim rubefacients dan capsaicin.

Beberapa sediaan telah tersedia di Indonesia dengan cara kerja pada

umumnya bersifat counter irritant.

2. Krim NSAIDs

Selain zat berkhasiat yang terkandung didalamnya, perlu diperhatikan

campuran yang dipergunakan untuk penetrasi kulit. Salah satu yang dapat

digunakan adalah gel piroxicam dan sodium diclofenac.

C. Injeksi intraartikular / intra lesi

Injeksi intra artikular ataupun periartikular bukan merupakan pilihan

utama dalam penanganan rehabilitasi. Diperlukan kehati-hatian dan selektifitas

dalam penggunaan modalitas terapi ini, mengingat efek merugikan baik yang

bersifat lokal maupun sistemik. Pada dasarnya ada 2 indikasi suntikan intra

artikular yakni penanganan simtomatik dengan steroid, dan viskosuplementasi

dengan hyaluronan untuk modifikasi perjalanan penyakit. Dengan pertimbangan

ini yang sebaiknya melakukan tindakan, adalah dokter yang telah melalui

pendidikan tambahan dalam bidang reumatologi.

29
1. Steroid: ( triamsinolone hexacetonide dan methyl prednisolone )

Hanya diberikan jika ada satu atau dua sendi yang mengalami nyeri dan

inflamasi yang kurang terhadap pemberian NSAIDs, tak dapat mentolerir NSAIDs

atau ada komorbiditas yang merupakan kontra indikasi terhadap pemberian

NSAIDs. Teknik penyuntikan harus tepat dan benar untuk menghindari penyulit

yang timbul. Sebagian besar tidak menganjurkan dilakukan penyuntikan lebih dari

sekali dalam kurun 3 bulan atau setahun 3 kali terutama untuk sendi besar

penyangga tubuh.

Dosis untuk sendi besar seperti lutut 40-50 mg/injeksi, sedangkan untuk

sendi-sendi kecil biasanya digunakan dosis 10 mg.

2. Hyaluronan : high molecular weight dan low molecular weight

Di Indonesia terdapat 3 sediaan injeksi Hyaluronan. Penyuntikan intra

artikular biasanya untuk sendi lutut (paling sering), sendi bahu dan koksa.

Diberikan berturut-turut 5 sampai 6 kali dengan interval satu minggu masing-

masing 2 sampai 2,5 ml Hyaluronan. Teknik penyuntikan harus tepat dan benar.

Kalau tidak, dapat timbul berbagai penyulit seperti nekrosis jaringan dan abses

steril. Perlu diperhatikan alergi terhadap bahan dasar hyaluronan harus dicari

riwayat alergi terhadap telur. ada 3 sediaan di Indonesia diantaranya adalah

Hyalgan, dan Osflex.

30
D. Pembedahan

Sebelum diputuskan untuk terapi pembedahan, harus dipertimbangkan

terlebih dahulu risiko dan keuntungannya. Pertimbangan dilakukan tindakan

operatif bila :

1. Deformitas menimbulkan gangguan mobilisasi

2. Nyeri yang tidak dapat teratasi dengan penanganan medikamentosa dan

rehabilitasi.

Ada 2 tipe terapi pembedahan : Realignment osteotomi dan replacement

joint.

1. Realignment osteotomi

Permukaan sendi direposisikan dengan cara memotong tulang dan

merubah sudut dari weightbearing. Tujuan : Membuat kartilago sendi yang sehat

menopang sebagian besar berat tubuh. Dapat pula dikombinasikan dengan

ligamen atau meniscus repair.

2. Arthroplasty

Permukaan sendi yang arthritis dipindahkan, dan permukaan sendi yang

baru ditanam. Permukaan penunjang biasanya terbuat dari logam yang berada

dalam high-density polyethylene. Macam-macam operasi sendi lutut untuk

osteoarthritis :

a) Partial replacement/unicompartemental

b) High tibial osteotomy : orang muda

31
c) Patella & condyle resurfacing

d) Minimally constrained total replacement : stabilitas sendi dilakukan sebagian

oleh ligament asli dan sebagian oleh sendi buatan.

e) Cinstrained joint : fixed hinges : dipakai bila ada tulang hilang & severe

instability.9

Indikasi dilakukan total knee replacement apabila didapatkan nyeri,

deformitas, instability akibat dari Rheumatoid atau osteoarthritis. Sedangkan

kontraindikasi meliputi non fungsi otot ektensor, adanya neuromuscular

dysfunction, Infeksi, Neuropathic Joint, Prior Surgical fusion9

32
BAB III
METODE

3.1 Rancangan Kegiatan

Sebelum kegiatan senam lansia dan demonstrasi menu makanan seimbang, semua

lansia di anamnesa dan dilakukan pemeriksaan fisik kemudian dicatat hasilnya. Setelah

kegiatan dilakukan secara berkala semua lansia di anamnesa dan dilakukan pemeriksaan fisik

kembali dan dicatat hasilnya kemudian evaluasi hasil kegiatan.

3.2 Lokasi dan Waktu Kegiatan

Waktu : November 2016 sampai dengan Maret 2017

Lokasi : Posyandu Lansia di Desa Sidomukti Sekampung

3.3 Populasi Kegiatan

Populasi kegiatan ini adalah seluruh peserta Posyandu Lansia di Desa Sidomukti

Sekampung.

3.4 Subjek Kegiatan

Subjek kegiatan ini adalah seluruh peserta yang hadir pada Posyandu Lansia di Desa

Sidomukti Sekampung.

33
BAB IV
HASIL

4.1 Data Geografis dan Demografis

Desa / Kelurahan : Sidomukti

Nomor Kode : 2002

Kecamatan : Sekampung

Kota Administratif : Sukadana

Kabupaten : Lampung Timur

Provinsi : Lampung

Luas Wilayah : 450 Ha.

Batas Wilayah

2. Sebelah Utara : Desa Sidomulyo

3. Sebelah Selatan : Desa Karya Mukti

4. Sebelah Barat : Desa Balekencono

5. Sebelah Timur : Desa Sidomulyo

4.2 Sumber Daya Kesehatan

Jumlah Dokter Umum : Tidak Ada

Jumlah Dokter Gigi : Tidak Ada

Jumlah Bidan : 1 (Satu) Orang

Jumlah Perawat : Tidak Ada

Jumlah Tenaga Farmasi : Tidak Ada

Jumlah Tenaga Sanitasi : Tidak Ada

Jumlah Tenaga Teknisi Medis : Tidak Ada

34
4.3 Sarana Pelayanan Kesehatan

Jumlah RSU : 1 (Satu)

Jumlah Apotek : Tidak Ada

Sarkes yang Memiliki Lab : Tidak Ada

Jumlah Posyandu : Posyandu Lansia 1 (Satu), Posyandu Balita 3 (Tiga)

4.4 Hasil Pemeriksaan

Peserta Senam Lansia dan Demonstrasi Menu Makanan Seimbang di Posyandu Lansia

Desa Sidomukti terdiri dari 50 orang yang hadir dalam Posyandu Lansia. Berikut adalah

hasil pemeriksaan sebelum dan sesudah kegiatan dilakukan.

No Sebelum Sesudah
(Desember) (Jan-Feb-Mar)
Nama / Usia Keluhan Tanda BB TD Keluhan Tanda BB TD
Nyeri Radang (Kg) (mmhg) Nyeri Radang (Kg) (mmhg)
Sendi Pada Sendi Sendi Pada
Sendi
1 Tn. D / 66 x 56 190/90 x 56 170/70

2 Ny. S / 47 56 120/70 x 56 120/70

3 Ny. P / 68 x 38 130/80 x 39 140/80

4 Ny. S / 50 x 71 150/80 x 73 150/80

5 Ny. B / 69 x 60 170/90 x x 62 170/90

6 Ny. S / 64 x 60 170/100 x 65 170/90

7 Ny. M / 48 x 50 140/80 x x 55 140/80

8 Tn. S / 42 65 130/80 65 120/80

9 Ny. S / 56 x 48 110/70 x x 49 110/70

10 Ny. R / 54 x 70 120/70 x 72 120/70

35
11 Ny. K / 65 44 130/80 x 44 130/70

12 Ny. W / 57 x 57 160/80 x 56 150/80

13 Tn. L / 75 50 180/100 x 50 170/80

14 Ny. S / 57 x 41 170/80 x 44 160/90

15 Ny. S / 51 x 62 140/80 x x 64 130/70

16 Ny. S / 55 x 49 120/70 x x 48 130/70

17 Ny. K / 71 x 48 170/80 x x 46 160/80

18 Ny. K / 65 44 140/80 44 130/70

19 Tn. K / 71 45 130/80 x x 46 120/80

20 Ny. S / 47 x 56 140/70 x 57 140/80

21 Ny. K / 54 49 110/70 x 49 110/70

22 Ny. S / 51 x 58 130/80 x 60 120/90

23 Ny. S / 65 x 41 110/70 x x 42 120/80

24 Ny. M / 70 x 50 200/110 x 51 190/100

25 Ny. S / 68 x 55 140/80 x x 56 140/80

26 Ny. L / 55 x 55 130/80 x x 57 130/80

27 Ny. A / 71 x 42 140/90 x 44 120/70

28 Ny. S / 67 42 120/70 x 44 110/70

29 Ny. K / 51 x 30 140/80 x 30 110/80

30 Ny. K / 54 49 110/70 x 46 100/70

31 Ny. K / 60 x 48 130/70 x 48 130/70

32 Ny. S / 61 44 140/70 x 45 140/70

33 Ny. S / 46 x 57 110/70 x x 59 120/80

36
34 Ny. M / 45 59 130/70 x 59 120/80

35 Ny. S / 58 x 69 170/80 x x 65 160/90

36 Ny. K / 59 x 51 130/70 x 51 120/70

37 Tn. W / 71 46 130/80 x 46 110/70

38 Ny. D / 54 x 48 140/80 x x 49 100/80

39 Ny. S / 46 x 61 120/70 x 60 130/80

40 Ny. R / 47 x 59 100/70 x x 57 90/70

37
BAB V
DISKUSI

Selama kegiatan senam lansia dan demonstrasi menu makanan seimbang yang

dilakukan secara berkala, seluruh peserta tampak sangat antusias dalam mengikuti kegiatan.

Berdasarkan data tabel hasil kegiatan, sebanyak 40 peserta telah megnikuti kegiatan senam

lansia dan demonstrasi menu makanan seimbang secara berkala. Dari data yang didapatkan

sebanyak 7 peserta yang mengalami penurunan berat badan selama kegiatan, 22 peserta justru

mengalami pelonjakan berat badan tetapi tidak signifikan, dan sisanya mampu

mempertahankan berat badan.

Dalam pengukuran tekanan darah sebagian besar peserta, sebanyak 30 orang mampu

mengontrol tekanan darah normal, hanya 10 peserta yang memiliki riwayat hipertensi yang

tidak dapat menurunkan tekanan darah yang tinggi.

Sebanyak 40 peserta yang aktif dalam kegiatan senam lansia dan demonstrasi menu

makanan seimbang secara rutin ada 10 peserta yang mengalami tanda radang pada

persendiannya. Misalnya, di daerah interphalangeal digiti manus, interphalangeal digiti

plantar dan lutut. Sendi-sendi tampak bengkak, kemerahan, hingga terasa hangat jika

dipalpasi. Tanda radang tersebut tidak kunjung hilang secara permanen. Dan hampir sebagian

peserta yang mengeluh nyeri pada sendi-sendi, nyeri berkurang selama mengikuti kegiatan

dan menerapkan menu makanan seimbang.

Sehingga selama kegiatan berlangsung para peserta yang mengikuti kegiatan senam

lansia dengan sungguh-sungguh dan patuh menjalani menu makanan seimbang akan dapat

mengontrol dan mengurangi resiko penyakit Osteoarthritis. Walaupun tidak sedikit lansia

yang tidak rutin mengikuti posyandu lansia dan kebanyakan para lansia tidak patuh untuk

menjalani menu makanan seimbang.

38
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Dari uraian hasil pada bab sebelumnya dapat ditarik kesimpulan bahwa kegiatan

senam lansia dan demonstrasi menu makanan seimbang dapat mengontrol keluhan nyeri

sendi dan mengurangi resiko penyakit osteoarthritis pada lansia.

6.2 Saran

1. Bagi Puskesmas

Puskesmas diharapkan dapat memberikan pengarahan mengenai kegiatan / program

posyandu lansia untuk penanganan penyakit Osteoarthritis dan meningkatkan derajat

kesehatan lansia di desa sidomukti.

2. Bagi Posyandu Lansia

Para kader diharapkan lebih banyak memberikan edukasi kepada lansia, agar lansia

dapat mengikuti kegiatan / program di posyandu lansia secara rutin.

3. Bagi Penulis

Penulis diharapkan lebih cermat dan teliti dalam melakukan kegiatan / program

posyandu lansia supaya hasil yang diperoleh lebih akurat dan tujuan bisa tercapai.

39
DAFTAR PUSTAKA

1. Fauci, Anthony S, et al. 2012. Osteoarthritis. Dalam : Harrisons Principles Of

Internal Medicine Eighteenth Edition. The McGraw-Hill Companies.

2. Lawrence RC, Felson DT, Helmick CG, et al. 2008. Estimates of the prevalence of

arthritis and other rheumatic conditions in the United States. Part II. Arthritis

Rheum. 58(1):26-35.

3. Christine G, 1922, Bones and Joint. A Guide for student, second edition, Tokyo,

Churchill Livingstone.

4. Dillon CF, Rasch EK, et al. 2006. Prevalence of knee ostheoarthritis in the United

States: arthritis data from the Third National Health and Nutrion Examination

Survey 1991-1994. J Rheumatol. 33(11):2271-2279.

5. David, T. 2006. Ostheoarthritis of the knee. The New England Journal of

Medicine.

6. Lozada, Carlos J. 2009. Ostheoarthritis. http://emedicine.medscape.com Diakses

tanggal 15 Maret 2013.

7. Iannone F. Lapadula G. 2003. The pathophysiology of osteoarthritis. Aging Clin

Exp Res. 15(5):364-372.

8. Tjokroprawiro, Askandar, 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya:

Airlangga University Press.

9. Jacobson, JA, et al. 2008. Radiographic Evaluation of Arthritis : Degenerative Joint

Disease and Variation. Radiology, 248(3):737-747.

10. LS, Daniel, Deborah Hellinger. 2001. Radiographic Assessment of Osteoarthritis,

American Family Physician. 64(2):279-286.

11. Kasmir, Yoga. 2009. Penatalaksanaan Osteoarthtritis. Sub-bagian Reumatologi,

Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI / RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta.

40
41

Anda mungkin juga menyukai