Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KASUS

VARICELLA

Disusun oleh :

dr. Nazla Anissa Kamil

Pendamping :

dr. Rita Ernawati

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA

PERIODE AGUSTUS 2022 – FEBRUARI 2023

UPTD PUSKESMAS SUMBERLAWANG

KABUPATEN SRAGEN

JAWA TENGAH

2022
BAB I
PENDAHULUAN

Varicella atau yang sering disebut “chickenpox” adalah penyakit


menular akut yang disebabkan oleh varicella zoster virus (VZV). Infeksi
berulang dapat mengakibatkan terjadinya herpes zoster, dimana telah dikenal
sejak lama. Infeksi varicella primer (cacar air) susah dibedakan dengan cacar
sampai akhir abad ke-19. Pada tahun 1875, Steiner menunjukkan bahwa cacar
air disebabkan oleh cairan vesikula yang berasal dari pasien dengan akut
varicella. Observasi klinis mengenai hubungan antara varicella dan herpes
zoster dibuat pada tahun 1888 oleh Von Bokay ketika anak-anak yang tidak
terbukti memiliki kekebalan terhadap varicella setelah kontak dengan
herpes zoster. VZV diisolasi dari kedua cairan vesikular yang berasal dari
cacar air dan lesi zoster dalam kultur sel oleh Thomas Weller pada tahun
1954. Penelitian laboratorium virus itu selanjutnya menyebabkan
pengembangan vaksin varicella hidup yang dilemahkan di Jepang pada 1970-
an. Vaksin ini berlisensi untuk digunakan di Amerika Serikat pada Maret
1995. Vaksin pertama untuk mengurangi risiko herpes zoster ini dilisensikan
pada Mei 2006.1
Varicella zoster virus (VZV) merupakan famili human (alpha) herpes
virus. Virus terdiri atas genome DNA double-stranded, tertutup inti yang
mengandung protein dan dibungkus oleh glikoprotein. Virus ini dapat
menyebabkan dua jenis penyakit yaitu varicella (chickenpox) dan herpes
zoster (shingles). VZV memiliki kapasitas untuk bertahan dalam tubuh
setelah infeksi (pertama) primer sebagai infeksi laten. VZV tetap dalam
ganglia saraf sensorik. Infeksi primer menyebabkan terjadinya varicella
(cacar air), sementara herpes zoster (shingles) adalah akibat dari infeksi
berulang. Virus ini diyakini memiliki waktu kelangsungan hidup singkat di
lingkungan. 1-2
Di Indonesia dan negara tropis lainnya, morbiditas varisela masih
tinggi, terutama pada masa anak dan dewasa muda (pubertas). Varisela tidak
menyebabkan kematian. Sejak lama disepakati bahwa varisela dapat sembuh
sendiri (swasirna). Namun, varisela termasuk penyakit yang kontagius
(menular) dan penularan terjadi dengan cepat secara airborn infection,
terutama pada orang serumah dan pada orang dengan imunokompremais.
Pada orang dengan imunokompremais (misalnya pasien dengan Human
Imunodeficiency Virus) dan kelompok tertentu (ibu hamil, neonatus) biasanya
gejala lebih berat dan mudah mengalami komplikasi.3
Berbagai jenis obat antivirus berguna menghambat replikasi Varicella
Zoster Virus (VZV), misalnya asiklovir, valasiklovir, famsiklovir, dan
foskarnet. Obat antivirus bermanfaat bila diberikan dalam waktu 24 jam
setelah muncul erupsi kulit. Imunisasi vaksin varisela di Indonesia tidak
termasuk imunisasi yang diharuskan.3
Berdasarkan standart kompetensi dokter Indonesia yang dibuat oleh
Divisi Standart Pendidikan Kolegium Dokter Indonesia, dokter umum
diharapkan dapat menegakkan diagnosis Varicella Zooster berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik serta pengobatan
BAB II
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN :
Nama : An. N
Usia : 7 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : -
Alamat : Sumberlawang
Pekerjaan : -
Suku : Jawa
Bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Tanggal pemeriksaan : 14 September 2022

ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara Alloanamnesis dengan ibu Pasien pada tanggal 14
september 2022 di Poli Umum Puskesmas Sumberlawang
Alloanamnesa
Keluhan utama :
Lenting-lenting kecil kemerahan di badan sejak ± 2 hari yang lalu dan disertai
demam. Keluhan disertai dengan rasa lemas dan tidak napsu makan.

Riwayat penyakit sekarang :


Lenting-lenting kecil kemerahan di badan dialami sejak ± 2 hari yang lalu.
Awalnya timbul bentol-bentol kemerahan pada daerah dada yang kemudian menyebar
ke leher, wajah, punggung, perut dan lengan. Bentol-bentol merah kemudian berubah
menjadi lepuh dan berisi cairan. Penderita juga mengeluh ada rasa gatal pada daerah
yang terdapat lepuh, rasa nyeri disangkal penderita.
Demam dialami pasien sejak ± 3 hari yang lalu, dan disertai dengan rasa
lemah badan, sakit kepala dan batuk. Menurut keterangan ibu pasien, Kakak kandung
pasien menderita hal seperti ini sejak 3 hari yang lalu. Pasien belum pernah berobat
ke dokter ataupun mendapat pengobatan. Pasien kemudian datang ke Poli Umum
Puskesmas Sumberlawang untuk melakukan pemeriksaan.
Riwayat penyakit dahulu:
Pasien belum pernah mendapat sakit seperti ini.

Riwayat penyakit keluarga :


Kakak kandung Pasien menderita sakit seperti ini sejak 3 hari yang lalu.
Riwayat alergi :
Makanan : Disangkal
Obat : Disangkal

Riwayat atopi :
Bersin pagi hari ataupun karena debu disangkal
Riwayat asma disangkal

Riwayat kebiasaan:
Pasien mandi 2 kali sehari, memakai sabun cair, handuk dipakai sendiri, air
yang digunakan berasal dari air sumur dan pakaian dalam diganti 2 kali sehari.

Riwayat sosial:
Rumah permanen, lantai dan dinding beton, atap genteng, dihuni oleh 4 orang
dengan jumlah kamar 3. Kamar mandi dan WC berada di dalam rumah dan terpisah.
Sumber air sumur dan sumber listrik PLN.
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Fisik (St. Generalis)

Keadaan Umum   : Tampak sakit ringan 


Kesadaran            : Compos mentis
Respiration Rate  : 20 x/menit
Nadi                     : 84 x/menit, kuat angkat, reguler
Suhu                     : 37 °C

Status gizi          
Berat Badan         : 25 kg
Tinggi Badan        : 130 cm
BMI                      : 19,23

Kepala  
Bentuk : Normochepal
Wajah               :Terdapat lenting berisi cairan berwarna hitam dan
tertutup skuama tersebar di seluruh wajah pasien 
Rambut : Hitam, distribusi rata, tidak mudah dicabut

Mata
Lagoftalmos (-/-), udem palpebra (-/-),kunjungtiva anemis (-/-), sclera
ikterik (-/-), refelks cahaya (+/+), mata cekung (-/-), pupil isokor

Hidung
Septum deviasi (-), sekret (-/-), darah (-/-),pernapasan cuping hidung (-/-),
edema mukosa (-/-), hiperemis mukosa (-/-)

Mulut 
Bibir kering (-), lidah kotor (-), stomatitis (-), gusi  berdarah (-)

Telinga
Normotia, serumen (-/-), MT sulit dinilai.

Leher
Pembesaran KGB (-), pembesaran kel tiroid (-) terdapat lenting berukuran
0,3-0,5 cm x 0,3-0,5 cm berwarna hitam dan tertutup skuama tersebar di
leher pasien

Thorax
Inspeksi : Simetris pada saat statis dan dinamis, retraksi iga
(-) ,pernapasan abdominotorakal,  laserasi (-), benjolan(-)
terdapat lenting kecil berwarna hitam dan tertutup skuama
tersebar di dada depan dan punggung pasien
Palpasi : Vocal premitus kanan kiri sama, krepitasi
Perkusi  : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi (-/-), 
BJ I dan II reguller,   tidak ada bunyitambahan

Abdomen
Inspeksi : Retraksi epigastrium (-), permukaan cembung,spider nevi (-),
caput medusa (-), distensi (-) terdapat lenting berukuran 0,3-0,5
cm x 0,3-0,5 cm berwarna hitam dan tertutup skuama tersebar
di perut depan
Auskultasi: Bising usus (+) meningkat, metallic sound (-), bruit (-)
Palpasi : Supel, hepar tidak teraba, lien tidak teraba
Perkusi : Timpani pada seluruh lapang abdomen, pekak menunjukkan
batas hepar 1 jari dibawah arcus costa kanan

Ekstremitas
Atas : Akral hangat, CRT < 2 detik, oedema (-/-), ptekie(-/-)(-)
terdapat lenting berukuran 0,3-0,5 cm x 0,3-0,5 cm berwarna
hitam dan tertutup skuama tersebar tangan kanan dan kiri
Bawah : Akral hangat, CRT < 2 detik, oedema (-/-), ptekie(-/-)(-)
terdapat lenting berukuran 0,3-0,5 cm x 0,3-0,5 cm berwarna
hitam dan tertutup skuama tersebar di kaki kanan dan kiri

DIAGNOSIS KERJA
Varicella

DIAGNOSIS BANDING
Herpes Zoster

PENTALAKSANAAN
1. Non-medikamentosa
a. Istirahat yang cukup.
b. Makan makanan yang bergizi
c. Menjaga kebersihan diri dengan tetap mandi walaupun masih banyak terlihat
bintik-bintik.
d. Tidak menggaruk dan memecahkan lepuh-lepuh tersebut karena dapat
menimbulkan bekas luka garukan dikulit.

2. Medikamentosa
Antivirus : Asiklovir 4 x 20 mg/kgBB/hari selama 7 hari

Analgesik/antipiretik : Parasetamol 3 x 10 mg/kgBB/hari, bila panas

Topikal : Asiklovir salp 2 x aplikasi pada lesi

MONITORING DAN EVALUASI

Pasien diminta untuk kontrol ke puskesmas 3 hari kedepan untuk memantau


perkembangan penyakit.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI
Varicella adalah penyakit menular akut yang disebabkan oleh varicella
zoster virus (VZV). Infeksi berulang dapat mengakibatkan terjadinya herpes
zoster. Infeksi akut primer oleh virus varicella zoster yang menyerang
kulit dan mukosa, klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit polimorf,
terutama berlokasi di bagian sentral tubuh.5

EPIDEMIOLOGI
Varicella terdapat diseluruh dunia dan tidak ada perbedaan ras maupun jenis
kelamin.
A. Usia
Pada orang yang belum mendapat vaksinasi, 90% kasus
terjadi pada anak-anak dibawah 10 tahun terbanyak umur
5-9 tahun, 5% terjadi pada orang yang berusia lebih dari 15
tahun. Sementara pada pasien yang mendapat imunisasi,
insiden terjadinya varicella secara nyata menurun.5
B. Insiden
Sejak diperkenalkan adanya vaksin varicella pada tahun
1995, insiden terjadinya varicella terbukti menurun.
Dimana sebelum tahun 1995, terbukti di Amerika terdapat
3-4 juta kasus varicella setiap tahunnya.5
C. Transmisi
Transmisi penyakit ini secara aerogen maupun kontak langsung.
Kontak tidak langsung jarang sekali menyebabkan varicella. Penderita
yang dapat menularkan varicella yaitu beberapa hari sebelum erupsi
muncul dan sampai vesikula yang terakhir. Tetapi bentuk erupsi kulit
yang berupa krusta tidak menularkan virus. 5

ETIOLOGI
Varicella disebabkan oleh Varicella Zooster Virus (VZV) yang
termasuk kelompok Herpes Virus dengan diameter kira-kira 150 – 200 nm.
Inti virus disebut capsid yang berbentuk icosahedral, terdiri dari protein dan
DNA yang mempunyai rantai ganda yaitu rantai pendek (S) dan rantai
panjang (L) dan merupakan suatu garis dengan berat molekul 100 juta dan
disusun dari 162 capsomer. Lapisan ini bersifat infeksius. 1
Seperti herpes
virus lainnya, VZV terus bertahan di dalam tubuh setelah infeksi pertama
sebagai infeksi laten. VZV bertahan pada nervus saraf ganglia.
Varicella Zoster Virus dapat menyebabkan varicella dan herpes zoster.
Kontak pertama dengan virus ini akan menyebabkan varicella, oleh karena itu
varicella dikatakan infeksi akut primer, sedangkan bila penderita varicella
sembuh atau dalam bentuk laten dan kemudian terjadi serangan kembali maka
yang akan muncul adalah Herpes Zoster. 6

PATOGENESIS
Masa inkubasi varicella 10 - 21 hari pada anak imunokompeten (rata-
rata 14-17 hari) dan pada anak yang imunokompromais biasanya lebih
singkat yaitu kurang dari 14 hari. VZV masuk ke dalam tubuh manusia
dengan cara inhalasi dari sekresi pernafasan (droplet infection) ataupun
kontak langsung dengan lesi kulit. Droplet infection dapat terjadi 2 hari
sebelum hingga 5 hari setelah timbul lesi dikulit.
VZV masuk ke dalam tubuh manusia melalui mukosa saluran
pernafasan bagian atas, orofaring ataupun conjungtiva. Siklus replikasi virus
pertama terjadi pada hari ke 2-4 yang berlokasi pada lymph nodes regional
kemudian diikuti penyebaran virus dalam jumlah sedikit melalui darah dan
kelenjar limfe, yang mengakibatkan terjadinya viremia primer (biasanya
terjadi pada hari ke 4-6 setelah infeksi pertama). Pada sebagian besar
penderita yang terinfeksi, replikasi virus tersebut dapat mengalahkan
mekanisme pertahanan tubuh yang belum matang sehingga akan berlanjut
dengan siklus replikasi virus ke dua yang terjadi di hepar dan limpa, yang
mengakibatkan terjadinya viremia sekunder. Pada fase ini, partikel virus
akan menyebar ke seluruh tubuh dan mencapai epidermis pada hari ke 14-
16, yang mengakibatkan timbulnya lesi dikulit yang khas. 2,5,7,8

Seorang anak yang menderita varicella akan dapat menularkan


kepada yang lain yaitu 2 hari sebelum hingga 5 hari setelah timbulnya lesi
dikulit.

VZV

Saluran nafas, orofaring, ataupun konjungtiva

Replikasi virus perama (lymph node regional)

Pembulu darah Limfe (viremia pertama)

Retikulo endotel

Menyebar melalui pembulu darah (viremia kedua)

Gejala klinis

Patogenesis varicella zooster


GEJALA KLINIS
A. Stadium Prodormal
Varicella pada anak yang lebih besar (pubertas) dan orang dewasa
biasanya didahului dengan gejala prodormal yaitu demam, malaise,
nyeri kepala, mual dan anoreksia, yang terjadi 1-2 hari sebelum
timbulnya lesi dikulit sedangkan pada anak kecil (usia lebih muda) yang
imunokompeten, gejala prodormal jarang dijumpai hanya demam dan
malaise ringan dan timbul bersamaan dengan munculnya lesi dikulit. 2,5
Gejala-gejala ini khas untuk infeksi virus. Pada kasus yang lebih berat,
bisa didapatkan nyeri sendi, sakit kepala dan pusing. 2
B. Stadium Erupsi
Pada varicella, diawali pada daerah wajah dan scalp, kemudian
meluas ke dada (penyebaran secara centripetal) dan kemudian dapat
meluas ke ekstremitas. Lesi juga dapat dijumpai pada mukosa mulut dan
genital. Lesi pada varicella biasanya sangat gatal dan mempunyai
gambaran yang khas yaitu terdapatnya semua stadium lesi secara
bersamaan pada satu saat.2,1,8
Pada awalnya timbul makula kecil yang eritematosa pada daerah
wajah dan dada, dan kemudian berubah dengan cepat dalam waktu 8-12
jam menjadi papul dan kemudian berkembang menjadi vesikel yang
mengandung cairan yang jernih dengan dasar eritematosa. Vesikel
yang terbentuk dengan dasar yang eritematous mempunyai gambaran
klasik yaitu letaknya superfisial dan mempunyai dinding yang tipis
sehingga terlihat seperti kumpulan tetesan air diatas kulit (tear drop),
berdiameter 2-3 mm, berbentuk elips, dengan aksis panjangnya sejajar
dengan lipatan kulit atau tampak vesikel seperti titik-titik embun diatas
daun bunga mawar (dew drop on a rose petal). Cairan vesikel cepat
menjadi keruh disebabkan masuknya sel radang sehingga pada hari ke 2
akan berubah menjadi pustula. Lesi kemudian akan mengering yang
diawali pada bagian tengah sehingga terbentuk umbilikasi (delle) dan
akhirnya akan menjadi krusta dalam waktu yang bervariasi antara 2-12
hari, kemudian krusta ini akan lepas dalam waktu 1-3 minggu. Pada fase
penyembuhan varicella jarang terbentuk parut (scar), apabila tidak disertai
dengan infeksi sekunder bakterial.2,5,8,9

Varicela Zooster

Infeksi VZV rekuren bermanifestasi sebagai herpes zoster (shingles),


sebuah penyakit yang biasanya terlihat pada orang dewasa dengan usia
lebih dari 50 tahun. Data menunukkan perbedaan rasial dalam resiko
timbulnya zoster, dengan orang tua kulit putih lebih sering berada dalam
resiko dibandingkan dengan orang tua berkulit hitam. Zoster juga dapat
timbul jarang pada anak-anak. Zoster pada pasien imunnocompromise
dapat menjadi lebih berat. 10

DIAGNOSA
A. ANAMNESA
Diagnosis varisela ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala prodromal,
rasa gatal, dan manifestasi klinis sesuai tempat predileksi dan morfologi
yang khas varisela.3

B. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk pemeriksaanvirus varicella zoster (VZV) dapat
dilakukan beberapa test yaitu :
1. Tzanck smear
 Preparat diambil dari discraping dasar vesikel yang masih baru,
kemudian diwarnai dengan pewarnaan yaitu hematoxylin-eosin,
Giemsa’s, Wright’s, toluidine blue ataupun Papanicolaou’s.
Dengan menggunakan mikroskop cahaya akan dijumpai
multinucleated giant cells.
 Pemeriksaan ini sensitifitasnya sekitar 84%.
 Test ini tidak dapat membedakan antara virus varicella zoster
dengan herpes simpleks virus.

2. Direct fluorescent assay (DFA)


 Preparat diambil dari scraping dasar vesikel tetapi apabila sudah
berbentuk krusta pemeriksaan dengan DFA kurang sensitif.
 Hasil pemeriksaan cepat.
 Membutuhkan mikroskop fluorescence.
 Test ini dapat menemukan antigen virus varicella zoster.
 Pemeriksaan ini dapat membedakan antara VZV dengan herpes
simpleks virus.
3. Polymerase chain reaction (PCR)
 Pemeriksaan dengan metode ini sangat cepat dan sangat sensitif.
 Dengan metode ini dapat digunakan berbagai jenis preparat
seperti scraping dasar vesikel dan apabila sudah berbentuk
krusta dapat juga digunakan sebagai preparat, dan CSF.
 Sensitifitasnya berkisar 97 - 100%.
 Test ini dapat menemukan nucleic acid dari virus varicella
zoster.
4. Biopsi kulit
Hasil pemeriksaan histopatologis : tampak vesikel intraepidermal
dengan degenerasi sel epidermal dan acantholysis. Pada dermis
bagian atas dijumpai adanya lymphocytic infiltrate. 2,1,13,7

DIAGNOSA BANDING
Differensial diagnosis dari infeksi varicella sendiri termasuk infeksi yang
dapat menimbulkan vesikular exanthema, seperti infeksi herpes secara umum,
hand-foot-mouth infection dan exanthema enteroviral lainnya. Dahulu, variola
dan vaccinia merupakan differensial diagnosis yang penting namun infeksi ini
sudah sangat jarang ditemukan. Herpes simpleks dapat dibedakan dari
pengelompokan vesikelnya, lokasi, dan tes immunoflorescent atau kultur, jika
perlu. Tes Tzanck dapat membantu membedakan varicella dengan enteroviral
penyebab exanthem lainnya dengan memperlihatkan multinucleated giant cell
pada infeksi Herpes zoster. 14

KOMPLIKASI
Pada anak yang imunokompeten, biasanya dijumpai varicella yang ringan
sehingga jarang dijumpai komplikasi. Komplikasi yang dapat dijumpai pada
varicella yaitu :
A. Infeksi sekunder pada kulit yang disebabkan oleh bakteri
Sering dijumpai infeksi pada kulit dan timbul pada anak-anak yang
berkisar antara 5-10%. Lesi pada kulit tersebut dapat menimbulkan
impetigo, furunkel, cellulitis, dan erysepelas. Organisme infeksius yang
sering menjadi penyebabnya adalah streptococcus grup A dan
staphylococcus aureus.

B. Scar
Timbulnya scar yang berhubungan dengan infeksi staphylococcus atau
streptococcus yang berasal dari garukan.
C. Pneumonia
Dapat timbul pada anak - anak yang lebih tua dan pada orang dewasa,
yang dapat menimbulkan keadaan fatal. Pada orang dewasa insiden
varicella pneumonia sekitar 1 : 400 kasus.
D. Neurologik
1. Acute postinfeksius cerebellar ataxia
 Ataxia sering muncul tiba-tiba, selalu terjadi 2-3 minggu setelah
timbulnya varicella. Keadaan ini dapat menetap selama 2 bulan.
 Manisfestasinya berupa tidak dapat mempertahankan posisi
berdiri
hingga tidak mampu untuk berdiri dan tidak adanya koordinasi
dan dysarthria.
 Insiden berkisar 1 : 4000 kasus varicella.
2. Encephalitis
 Gejala ini sering timbul selama terjadinya akut varicella yaitu
beberapa hari setelah timbulnya ruam. Lethargy, drowsiness dan
confusion adalah gejala yang sering dijumpai.
 Beberapa anak mengalami seizure dan perkembangan
encephalitis yang cepat dapat menimbulkan koma yang dalam.
 Merupakan komplikasi yang serius dimana angka kematian
berkisar 5-20 %.
 Insiden berkisar 1,7 / 100.000 penderita.

3. Herpes zoster
Komplikasi yang lambat dari varicella yaitu timbulnya herpes zoster,
timbul beberapa bulan hingga tahun setelah terjadinya infeksi primer.
Varicella zoster virus menetap pada ganglion sensoris.
4. Reye syndrome
Ditandai dengan fatty liver dengan encephalophaty. Keadaan ini
berhubungan dengan penggunaan aspirin, tetapi setelah digunakan
acetaminophen (antipiretik) secara luas, kasus reye sindrom mulai
jarang ditemukan. 2,5,7,9,15

PENATALAKSANAAN
Obat antivirus
 Pemberian antivirus dapat mengurangi lama sakit, keparahan dan
waktu penyembuhan akan lebih singkat.
 Pemberian antivirus sebaiknya dalam jangka waktu kurang dari 48 -
72 jam setelah erupsi dikulit muncul.
 Golongan antivirus yang dapat diberikan yaitu asiklovir, valasiklovir
dan famasiklovir.
o Dosis anti virus (oral) untuk pengobatan varicella dan herpes zoster :
Neonatus :
Asiklovir 500 mg / m2 IV setiap 8 jam selama 10 hari.
Anak ( 2 -12 tahun) :
Asiklovir 4 x 20 mg / kg BB / hari / oral selama 5 hari.
Pubertas dan dewasa :
 Asiklovir 5 x 800 mg / hari / oral selama 7 hari.
 Valasiklovir 3 x 1 gr / hari / oral selama 7 hari.
 Famasiklovir 3 x 500 mg / hari / oral selama 7 hari. 2,5,7,8,16

Pada anak imunokompeten, biasanya tidak diperlukan pengobatan yang


spesifik dan pengobatan yang diberikan bersifat simtomatis yaitu :
 Lesi masih berbentuk vesikel, dapat diberikan bedak agar tidak mudah
pecah.
 Vesikel yang sudah pecah atau sudah terbentuk krusta, dapat
diberikan salap antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder.
 Dapat diberikan antipiretik dan analgetik.
PENCEGAHAN
Pada anak imunokompeten yang telah menderita varicella tidak
diperlukan tindakan pencegahan, tetapi tindakan pencegahan ditujukan pada
kelompok yang beresiko tinggi untuk menderita varicella yang fatal seperti
neonatus, pubertas ataupun orang dewasa, dengan tujuan mencegah ataupun
mengurangi gejala varicella.
Tindakan pencegahan yang dapat diberikan yaitu :
A. Imunisasi pasif
1. Menggunakan VZIG (Varicella zoster immunoglobulin).
2. Pemberiannya dalam waktu 3 hari (kurang dari 96 jam) setelah
terpajan VZV, pada anak-anak imunokompeten terbukti mencegah
varicellla sedangkan pada anak imunokompromais pemberian VZIG
dapat meringankan gejala varicella.
3. VZIG dapat diberikan pada yaitu :
 Anak-anak yang berusia < 15 tahun yang belum pernah
menderita varicella atau herpes zoster.
 Usia pubertas > 15 tahun yang belum pernah menderita
 varicella atau herpes zoster dan tidak mempunyai antibodi
terhadap VZV.
 Bayi yang baru lahir, dimana ibunya menderita varicella dalam
kurun waktu 5 hari sebelum atau 48 jam setelah melahirkan.
 Bayi premature dan bayi usia ≤ 14 hari yang ibunya belum
pernah menderita varicella atau herpes zoster.
 Anak-anak yang menderita leukaemia atau lymphoma yang
belum pernah menderita varicella.
- Dosis : 125 U / 10 kg BB.
- Dosis minimum : 125 U dan dosis maximal : 625 U.
 Pemberian secara IM tidak diberikan IV
 Perlindungan yang didapat bersifat sementara1,7,13
B. Imunisasi aktif
1. Vaksinasinya menggunakan vaksin varicella virus (Oka strain) dan
kekebalan yang didapat dapat bertahan hingga 10 tahun. Digunakan di
Amerika sejak tahun 1995.
2. Daya proteksi melawan varicella berkisar antara 71-100%.
3. Vaksin efektif jika diberikan pada umur ≥ 1 tahun dan
direkomendasikan diberikan pada usia 12-18 bulan.
4. Anak yang berusia ≤ 13 tahun yang tidak menderita varicella
direkomendasikan diberikan dosis tunggal dan anak lebih tua
diberikan dalam 2 dosis (masing-masing 0,5 ml) dengan jarak 4-8
minggu.
5. Pemberian secara subcutan.
6. Efek samping : Kadang - kadang dapat timbul demam ataupun reaksi
lokal seperti ruam makulopapular atau vesikel, terjadi pada 3-5%
anak - anak dan timbul 10-21 hari setelah pemberian pada lokasi
penyuntikan.
7. Vaksin varicella : Varivax.
8. Tidak boleh diberikan pada wanita hamil oleh karena dapat
Menyebabkan terjadinya kongenital varicella. 8,13,15
9. Pengurus pusat ikatan dokter anak indonesia (PP-IDAI) sampai saat
ini masi merekomendasikan vaksinasi pada anak di atas 5 tahun , satu
kali pemberian.1

PROGNOSIS
1. Dengan perawatan teliti dan memperhatikan higiene akan memberikan
prognosis yang baik dan jaringan parut yang timbul akan menjadi sedikit.
2. Pada neonatus dan anak yang menderita leukimia, immunodefisiensi,
sering menimbulkan komplikasi dan angka kematian yang meningkat.
3. Angka kematian pada penderita yang mendapatkan pengobatan
immunosupresif tanpa mendapatkan vaksinasi dan pengobatan antivirus
antar 7 – 27% dan sebagian besar penyebab kematian adalah akibat
komplikasi pneumonitis dan ensefalitis. 12

DAFTAR PUSTAKA
1. Lichenstein R. Pediatrics, Chicken Pox or Varicella , October 21, 2002.
www.emedicine. com.
2. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku ajar Infeksi & pediatri Tropis. Edisi Ke
Dua. Bagian Ilmu Kesehatan anak FKUI. Jakarta, 2012 : 134-141
3. Aisah S, Handoko RP, 2015, Varisela dalam Sri L, Kusmarinah B, Wresti I,
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Ketujuh, Jakarta : Balai Penerbit FKUI,
Hal 129-31.
4. Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Keempat. Bab Varisela.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta : 2007
5. Wolff, Klaus. Johnson, Richard Allen. Fitzpatrick’s Color Atlas and
Sypnosis of Clinical Dermatology sixth edition, 2009, page 831-835
6. Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Keempat. Bab Varisela.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta : 2007
7. Mc Cary M L.Varicella zoster virus. American Academy of Dermatology, Inc.
1999.
8. Sugito TL. Infeksi Virus Varicella -Zoster pada bayi dan anak. Dalam :
Boediardja SA editor. Infeksi Kulit Pada Bayi & Anak, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta, 2003 : 17-33.
9. Hurwitz S. Herpes zoster. In : Clinical Pediatric Dermatologiy A Texbook of
skin Disease of Childhood and Adolescence, 2 nd edition, Philadelphia ; W.B
Saunders Company, 1993 : 324 -27
10. Schachner, Lawrence. Pediatric Dermatology Third Edition. Mosby. 2003
11. Rampengan, T.H. Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta : 2005
12. Dewi M. Cacar Air (Varicella). Diambil dari Medicastore.com
http://www.medicastore.com/med/detail_pyk.php?
id=&iddtl=38&idktg=&idobat=&UID=20071115181404219.83.83.58.
13. Harper J.Varicella (chicken pox) In : Textbook of Pediatric Dermatology,
volume 1, Blackwell Science, 2000 : 336-39.
14. Rampengan, T.H. Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta : 2005
15. Frieden I J, Penney N S. Varicella -Zoster Infection. In : Schchner L A, Hansen
R C editor. Pediatric Dermatology, second edition, vol 2, Churchill
Livingstone, NewYork, 1995 : 1272 - 75.
16. Oxman N M, Alani R. Varicella and Harpes Zoster. In Fitzpatrick T B, Eisen A
Z editor. Dermatology in General Medicine, 4 th edition, vol 2, McGraw-Hill,
Inc, 1993 : 2543 - 67

Anda mungkin juga menyukai