Anda di halaman 1dari 29

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN DESEMBER 2019


UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

PERDARAHAN SUBKONJUNGTIVA

OLEH :

RIQAH NEFIYANTI PUTRI WARDANA


111 2018 2049

PEMBIMBING :

dr. Muliasnaeny, Sp.M

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2019

1
BAB I

PENDAHULUAN

Mata merupakan salah satu organ penting bagi manusia. Organ mata

merupakan salah satu alat komunikasi manusia terhadap dunia luar. Fungsi mata

sebagai salah satu panca indera menerima rangsang sensoris cahaya yang kemudian

akan divisualisasikan oleh otak kita sehingga kita dapat memahami keadaan di sekitar

kita. Mata merupakan panca indera yang halus yang memerlukan perlindungan

terhadap faktor – faktor luar yang berbahaya.1

Begitu banyak kelainan pada mata, hal yang paling sering dilihat adalah mata

merah. Mulai dari iritasi ringan sampai perdarahan karena trauma akan memberikan

tampilan klinis mata merah. Perdarahan subkonjungtiva secara klinis memberikan

penampakan mata merah terang hingga gelap pada mata. Secara umum bekuan darah

akibat perdarahan subkonjungtiva dapat hilang dengan sendirinya dikarenakan

diabsorpsi oleh tubuh.1

Namun begitu mata merah juga tidak boleh dianggap sebagai hal yang biasa

karena teriritasi oleh debu atau benda tertentu. Pasien dengan hipertensi diyakini

sebagia faktor resiko tersendiri terjadinya perdarahan pada subkonjungtiva. Pada

keadaan tertentu seperti perdarahan subkonjungtiva yang disertai adanya gangguan

visus, sering kambuh atau bahkan menetap maka harus segera dikonsultasikan ke

dokter spesialis mata. Untuk itu, diperlukan pengetahuan yang cukup untuk mengetahui

bagaimana perdarahan subkonjungtiva beserta faktor resiko dan penanganannya.1

2
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS

Nama : An. A

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 9 Tahun

Alamat :-

Agama : Islam

Etnis / Kewarganegaraan : Makassar / Indonesia

Pekerjaan : Pelajar

Nomor Rekam Medis : 12 – 69 – 81

Tanggal Pemeriksaan : 17 Desember 2019

2.2 ANAMNESIS

1. Keluhan Utama: Mata kiri merah

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien anak berumur 9 tahun datang ke poliklinik Mata RS Ibnu Sina bersama

ibunya dengan keluhan mata kiri merah sejak 1 minggu yang lalu, disertai rasa tidak

nyaman. Mata merah timbul setelah riwayat trauma terbentur pintu di rumahnya,

awalnya berwarna merah seperti bercak darah pada tepi dalam mata dan semakin lama

3
semakin melebar, tetapi tidak mengenai bagian hitam bola mata. Keluhan ini tidak

disertai rasa nyeri, gatal, mata berair, keluar kotoran berlebihan, ataupun penurunan

penglihatan. Pasien juga tidak mengeluhkan adanya batuk, demam, mual muntah

sebelumnya. Tidak ada keluhan sering mimisan atau mudah lebam serta luka yang

sukar sembuh, pasien juga tidak sedang mengkonsumsi obat-obat tertentu.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Mata merah (+)

Riwayat Trauma (+)

Riwayat Kemasukan benda asing (-)

Riwayat memakai kacamata (-)

Riwayat memakai Lensa kontak (-)

4. Riwayat Pengobatan

Tidak ada

5. Riwayat Operasi

Tidak ada

6. Riwayat Keluarga

Tidak ada

4
2.3 PEMERIKSAAN FISIK
OD OS

Margo
OD Edema (-), Visus Edema (-),
OS

Palpebra Hiperemis (-), Hiperemis (-),


1,0 Visus Jauh tanpa Koreksi 1,0
Krusta (-), Krusta (-),
- Koreksi -
Entropion (-), Entropion (-),
- Visus Jauh dengan koreksi -
Ektropion (-) Ektropion (-)
terbaik
Silia - Skuama
Visus(-),
dekat Scuama (-),-

- Sekret (-),
Koreksi Sekret (-),-

- Madarosis
Visus (-)
dekat dengan Madarosis(-)
koreksi -
Apparatus
terbaik
Lacrimal Lakrimasi (-) Lakrimasi (-)
Konjunctiva Papil (-), folikel (-), Papil (-), folikel (-),

Palpebra hiperemis (-) hiperemis (-)


Konjunctiva injeksi konjungtiva injeksi konjungtiva

Bulbi (-), injeksi siliar (-), (-), injeksi siliar (-),

perdarahan perdarahan

subkonjungtiva (-) subkonjungtiva (+)


Kornea Jernih Jernih

Bilik Mata

Depan Normal Normal


Iris Coklat kehitaman, Coklat kehitaman,

Kripte baik Kripte baik


Pupil Bulat, sentral Bulat, sentral

Direct / +/+ +/+

Inderct

Light Reflex
5
RAPD - -

Lens Jernih Jernih


EXAMINATION
OD OS
METHODS

Tekanan Tekanan
Palpasi
normal normal

Tonometri non kontak - -

Nyeri tekan (-) (-)

Tumor/Massa (-) (-)

6
Tidak Tidak
Kelenjar Pre Auriculer
terpalpasi terpalpasi

Foto Klinis

7
2.4 RESUME

Seorang anak berumur 9 tahun dating ke poliklinik Mata RS Ibnu Sina bersama

ibunya dengan keluhan mata kiri merah sejak 1 minggu yang lalu, disertai rasa tidak

nyaman. Mata merah timbul setelah riwayat trauma terbentur pintu di rumahnya. Nyeri

(-), gatal (-), mata berair (-), sekret (-), penurunan penglihatan (-). Tidak ada riwayat

batuk, mual muntah, mimisan, penyakit sistemik dan konsumsi obat tertentu.

Pemeriksaan oftalmologi didapatkan visus ODS 6/6, pada konjungtiva bulbi

sinistra terdapat perdarahan terlokalisir di subkonjungtiva, nyeri tekan (-), kornea

jernih dan intake (+), pupil isokor, tepi regular, reflek cahaya (+).

2.5 DIAGNOSA KERJA

Perdarahan subkonjungtiva oculi sinistra ec trauma oculi non perforans

2.6 DIAGNOSA BANDING

1. Episkleritis

2. Konjungtivitis Hemoragik Akut

3. Konjungtivits Alergi

2.6 PENATALAKSANAAN

Medikamentosa

8
Polydex 4 x 1 tetes OS

Non Medikamentosa (edukasi)


 Hindari pemakaian aspirin, ibuprofen, naproxyn, atau beberapa NSAID lain yang
dapat meningkatkan perdarahan untuk sementara.
 Kondisi ini akan membaik dengan sendirinya, perdarahan subkonjungtiva dapat
diserap dalam satu atau dua minggu. Biasanya, pemulihan terjadi utuh, tanpa
adanya masalah jangka panjang
 Kontrol ke poli setelah 1 minggu atau segera kembali jika perdarahan bertambah
luas (mata bertambah merah).

2.7 PROGNOSIS

Quad Ad Visam : Bonam

Quad Ad Sanam : Bonam

Quad Ad Cosmeticam : Dubia Bonam

Quad Ad Vitam : Bonam

9
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 ANATOMI MATA1,2

Gambar 1. Anatomi Mata.

•Sklera : merupakan lapisan luar mata yang berwarna putih dan relatif kuat.

•Konjungtiva : selaput tipis yang melapisi bagian dalam kelopak mata dan bagian luar

sklera.

•Kornea : struktur transparan yang menyerupai kubah, merupakan pembungkus dari

iris, pupil dan bilik anterior serta membantu memfokuskan cahaya.

•Pupil : daerah hitam di tengah-tengah iris.

•Iris : jaringan berwarna yang berbentuk cincin, menggantung di belakang kornea dan

di depan lensa; berfungsi mengatur jumlah cahaya yang masuk ke mata dengan cara

merubah ukuran pupil.

•Lensa : struktur cembung ganda yang tergantung diantara humor aqueus dan vitreus;

berfungsi membantu memfokuskan cahaya ke retina.

10
•Retina : lapisan jaringan peka cahaya yang terletak di bagian belakang bola mata;

berfungsi mengirimkan pesan visual melalui saraf optikus ke otak.

•Saraf optikus : kumpulan jutaan serat saraf yang membawa pesan visual dari retina ke

otak.

•Humor aqueus : cairan jernih dan encer yang mengalir diantara lensa dan kornea

(mengisi segmen anterior mata), serta merupakan sumber makanan bagi lensa dan

kornea; dihasilkan oleh prosesus siliaris.

•Humor vitreus : gel transparan yang terdapat di belakang lensa dan di depan retina

(mengisi segmen posterior mata).

A. Anatomi Konjungtiva2,3

 Konjungtiva palpebra dimulai dari hubungan mukokutaneus pada tepi kelopak dan

bergabung ke lapis tarsal posterior. Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan

posterior kelopak mata dan melekat erat ke tarsus. Di tepi superior dan inferior

tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (pada forniks superior dan inferior) dan

membungkus jaringan episklera dan menjadi konjungtiva bulbaris.

 Konjungtiva forniks merupakan konjungtiva peralihan konjungtiva palpebra dan

bulbi

 Konjungtiva bulbi yang menutupi sklera anterior dan bersambung dengan epitel

kornea pada limbus. Punggungan limbus yang melingkar membentuk palisade Vogt.

Stroma beralih menjadi kapsula tenon kecuali pada limbus dimana dua lapisan

menyatu. Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbitale di forniks dan

melipat berkali – kali. Pelipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan

11
memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik. Lipatan konjungtiva bulbaris tebal,

mudah bergerak dan lunak (plika semilunaris) terletak di kanthus internus dan

membentuk kelopak mata ketiga pada beberapa binatang. Struktur epidermoid kecil

semacam daging (karunkula) menempel superfisial ke bagian dalam plika

semilunaris dan merupakan zona transisi yang mengandung elemen kulit dan

membran mukosa.

B. Histologi Konjungtiva2,3

Secara histologis, lapisan sel konjungtiva terdiri atas dua hingga lima lapisan sel

epitel silindris bertingkat, superfisial dan basal. Sel-sel epitel superfisial mengandung

sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresi mukus yang diperlukan untuk dispersi air

mata. Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat dibandingkan sel-sel superfisial dan

dapat mengandung pigmen.

Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superfisialis) dan satu

lapisan fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan tidak

12
berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Lapisan fibrosa tersusun dari

jaringan penyambung yang melekat pada lempeng tarsus dan tersusun longgar pada

mata.

C. Perdarahan dan Persarafan 2,3

Arteri konjungtiva berasal dari arteri siliaris anterior dan arteri palpebralis. Kedua arteri ini

beranastomosis bebas dan bersama dengan banyak vena konjungtiva yang umumnya mengikuti pola

arterinya membentuk jaring-jaring vaskuler konjungtiva yang banyak sekali. Pembuluh limfe

konjungtiva tersusun dalam lapisan superfisial dan lapisan profundus dan bersambung dengan

pembuluh limfe kelopak mata hingga membentuk pleksus limfatikus yang kaya. Konjungtiva

menerima persarafan dari percabangan (oftalmik) pertama nervus V. Saraf ini hanya relatif sedikit

mempunyai serat nyeri.

3.2 PERDARAHAN SUBKONJUNGTIVA

A. DEFINISI

Perdarahan subkonjungtiva adalah perdarahan akibat rapuhnya pembuluh darah konjungtiva.

Darah terdapat di antara konjungtiva dan sklera. Sehingga mata akan mendadak terlihat merah dan

biasanya mengkhawatirkan bagi pasien.1,2

Gambar 2. Peradarahan Subkonjungtiva

13
B. EPIDEMIOLOGI

Dari segi usia, perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi di semua kelompok

umur, namun hal ini dapat meningkat kejadiannya sesuai dengan pertambahan umur.

Penelitian epidemiologi di Kongo rata – rata usia yang mengalami perdarahan

subkonjungtiva adalah usia 30 tahun. Perdarahan subkonjungtiva sebagian besar

terjadi unilateral (90%).4,5

Pada perdarahan subkonjungtiva tipe spontan tidak ditemukan hubungan yang

jelas dengan suatu kondisi keadaan tertentu (64.3%). Kondisi hipertensi memiliki

hubungan yang cukup tinggi dengan angka terjadinya perdarahan subkonjungtiva

(14.3%). Kondisi lainnya namun jarang adalah muntah, bersin, malaria, penyakit sickle

cell dan melahirkan.4

Pada kasus melahirkan, telah dilakukan penelitian pada 354 pasien postpartum

dengan perdarahan subkonjungtiva. Bahwa kehamilan dan proses persalinan dapat

mengakibatkan perdarahan subkonjungtiva.5

C. ETIOLOGI

Konjungtiva mengandung banyak pembuluh darah kecil dan rapuh yang mudah

pecah atau rusak. Ketika hal ini terjadi, darah bocor ke dalam ruang antara konjungtiva

dan sklera. Perdarahan subkonjungtiva merupakan akibat dari rupturnya pembuluh

darah konjungtivalis atau episklera. Hematom Subkonjungtiva dapat terjadi pada

keadaan-keadaan:2,6,7

1. Idiopatik, suatu penelitian oleh Parmeggiani F dkk di Universitas Ferara Itali

mengenai kaitan genetik polimorfisme faktor XIII Val34Leu dengan terjadinya

perdarahan subkonjungtiva didapatkan kesimpulan baik homozigot maupun

14
heterozigot faktor XIII Val34Leu merupakan faktor predisposisi dari perdarahan

subkonjungtiva spontan, alel Leu34 diturunkan secara genetik sebagai faktor resiko

perdarahan subkonjungtiva terutama pada kasus yang sering mengalami

kekambuhan. Mutasi pada faktor XIII Val34Leu mungkin sangat berhubungan

dengan peningkatan resiko terjadinya episode perdarahan subkonjungtiva.

2. Manuver Valsalva (seperti batuk, tegang, muntah – muntah, bersin)

3. Traumatik (terpisah atau berhubungan dengan perdarahan retrobulbar atau ruptur

bola mata)

4. Hipertensi

5. Gangguan perdarahan (jika terjadi berulang pada pasien usia muda tanpa adanya

riwayat trauma atau infeksi), termasuk penyakit hati atau hematologik, diabetes,

SLE, parasit dan defisisensi vitamin C.

6. Berbagai antibiotik, obat NSAID, steroid, kontrasepsi dan vitamin A dan D yang

telah mempunyai hubungan dengan terjadinya perdarahan subkonjungtiva,

penggunaan warfarin.

7. Sequele normal pada operasi mata sekalipun tidak terdapat insisi pada konjungtiva.

8. Beberapa infeksi sistemik febril dapat menyebabkan perdarahan subkonjungtiva,

termasuk septikemia meningokok, demam scarlet, demam tifoid, kolera, riketsia,

malaria, dan virus (influenza, smallpox, measles, yellow fever, sandfly fever).

9. Perdarahan subkonjungtiva telah dilaporkan merupakan akibat emboli dari patahan

tulang panjang, kompresi dada, angiografi jantung, operasi bedah jantung.

15
10. Penggunaan lensa kontak, faktor resiko mayor perdarahan subkonjungtiva yang

diinduksi oleh penggunaan lensa kontak adalah konjungtivakhalasis dan

pinguecula.

11. Konjungtivokhalasis merupakan salah satu faktor resiko yang memainkan peranan

penting pada patomekanisme terjadinya perdarahan subkonjungtiva.

D. KLASIFIKASI

Berdasarkan mekanismenya, perdarahan subkonjungtiva dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Perdarahan subkonjungtiva tipe spontan

Sesuai namanya perdarahan subkonjungtiva ini adalah terjadi secara tiba – tiba

(spontan). Perdarahan tipe ini diakibatkan oleh menurunnya fungsi endotel sehingga

pembuluh darah rapuh dan mudah pecah. Keadaan yang dapat menyebabkan

pembuluh darah menjadi rapuh adalah umur, hipertensi, arterosklerosis,

konjungtivitis hemoragik, anemia, pemakaian antikoagulan dan batuk rejan.

Perdarahan subkonjungtiva tipe spontan ini biasanya terjadi unilateral. Namun pada

keadaan tertentu dapat menjadi bilateral atau kambuh kembali; untuk kasus seperti

ini kemungkinan diskrasia darah (gangguan hemolitik) harus disingkirkan terlebih

dahulu.1,2

2. Perdarahan subkonjungtiva tipe traumatik

Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien sebelumnya mengalami trauma di

mata langsung atau tidak langsung yang mengenai daerah orbita. Perdarahan yang

terjadi kadang - kadang menutupi perforasi jaringan bola mata. Pada fraktur basis

kranii akan terlihat hematoma kaca mata karena berbentuk kacamata yang berwarna

16
biru pada kedua mata (racoon eyes). Trauma tumpul yang mengenai konjungtiva

dapat menyebabkan dua hal, yaitu :1,4

a. Edema konjungtiva

Jaringan konjungtiva yang bersifat selaput lendir dapat menjadi kemotik

pada setiap kelainannya, demikian pula akibat trauma tumpul. Bila kelopak

terpajan ke dunia luar dan konjungtiva secara langsung kena angin tanpa dapat

mengedip, maka keadaan ini telah dapat mengakibatkan edema konjungtiva.5

Kemosis adalah nama yang diberikan untuk edema atau pembengkakan

pada konjungtiva. Pembuluh darah konjungtiva membesar karena kompresi

venaorbital dan dalam kasus yang parah konjungtiva dapat menjadi edema

sehingga terbentuk sebuah kantong berisi cairan menggantung di bawah kelopak

mata. Hal ini terjadi terutama dengan peradangan tetapi juga dapat terjadi secara

terpisah, misalnya karena abnormalitas aliran orbita atau obat-obatan tertentu.

Selain itu kemosis konjungtiva mungkin terjadi karena alergi, meskipun agen

penyebabnya seringkali tidak dapat ditemukan. Pengeringan (xerosis)

darikonjungtiva ditandai oleh permukaan konjungtiva yang tumpul yang sedikit

bersinar atau tidak sama sekali. Selanjutnya keratinisasi dari sel epitel dapat

terjadi. Xerosis biasanya berkembang sebagai akibat dari paparan jangka panjang

(lagoftalmos) atau defisisensi air mata mayor. Kekurangan vitamin A jarang

terjadi, tetapi biasanya khas untuk xerosis, yang sering ditekankan diregio fisura

palpebra atau Bitot’s spot.5,6,8

Kemotik konjungtiva yang berat dapat mengakibatkan palpebra tidak

menutup sehingga bertambah rangsangan terhadap konjungtiva. Pada

17
edemakonjungtiva dapat diberikan dekongestan untuk mencegah pembendungan

cairan di dalam selaput lendir konjungtiva. Sedangkan jika telah terjadikemotik

konjungtiva berat dapat dilakukan diinsisi sehingga cairan konjungtiva kemotik

keluar melalui insisi tersebut. Selain karena trauma tumpul kemosis konjungtiva

juga dapat diakibatkan oleh konjungtivitis alergika. Penyebab kemosis

konjungtiva adalah sebagai berikut:1,5

1) Gangguan infeksi: Mukormikosis, rhinocerebral/phycomyco's, gonokok

ataumeningokok dan terutama konjungtivitis adenovirus

2) Peradangan: iritasi, benda asing

3) Alergi, gangguan autoimun: conjunctival contact allergy,

skleritis/episkleritis,konjungtivitis alergi, konjungtivitis vernal

4) Gangguan vaskuler dan vena, arteriosklerosis: trombosis sinus

kavernosus,angioedema

5) Gangguan vegetatif, autonomik, endokrin: peningkatan tekanan

intrakranial,oftalmopati tirotoksis

6) Trauma: trauma kimia, trauma tumpul

Obat-obatan: antibiotik, ACE inhibitor, analgetik

b. Hematoma subkonjungtiva

Bila perdarahan ini timbul sebagai akibat trauma tumpul maka perlu

dipastikan bahwa tidak terdapat robekan di bawah jaringan konjungtiva atau

sklera. Kadang-kadang hematoma subkonjungtiva menutupi keadaan mata yang

lebih buruk seperti perforasi bola mata. Pemeriksaan funduskopi perlu pada

setiap penderita dengan perdarahan subkonjungtiva akibat trauma. Apabila

18
tekanan bola mata rendah dengan pupil lonjong disertai tajam penglihatan

menurun dan hematoma subkonjungtiva maka sebaiknya dilakukan eksplorasi

bola mata untuk mencari kemungkinan adanya ruptur bulbus okuli.5

E. PATOGENESIS

Konjungtiva adalah selaput tipis transparan yang melapisi bagian putih dari bola

mata (sklera) dan bagian dalam kelopak mata. Konjungtiva merupakan lapisan

pelindung terluar dari bola mata. Konjungtiva mengandung serabut saraf dan sejumlah

besar pembuluh darah yang halus. Pembuluh-pembuluh darah ini umumnya tidak

terlihat secara kasat mata kecuali bila mata mengalami peradangan. Pembuluh-

pembuluh darah di konjungtiva cukup rapuh dan dindingnya mudah pecah sehingga

mengakibatkan  terjadinya  perdarahan  subkonjungtiva.1,4

Perdarahan subkonjungtiva tampak berupa bercak berwarna merah terang di

sklera. Karena struktur konjungtiva yang halus, sedikit darah dapat menyebar secara

difus di jaringan ikat subkonjungtiva dan menyebabkan eritema difus, yang biasanya

memiliki intensitas yang sama dan menyembunyikan pembuluh darah. Konjungtiva

yang lebih rendah lebih sering terkena daripada bagian atas. Pendarahan berkembang

secara akut, dan biasanya menyebabkan kekhawatiran, meskipun sebenarnya

tidak berbahaya. Apabila tidak ada kondisi trauma mata terkait, ketajaman visual

tidak berubah karena perdarahan terjadi murni secara ekstraokulaer, dan tidak disertai

rasa sakit. Secara klinis, perdarahan subkonjungtiva tampak sebagai perdarahan yang

datar, berwarna merah, di bawah konjungtiva dan dapat menjadi cukup berat sehingga

menyebabkan kemotik kantung darah yang berat dan menonjol di atas tepi

19
kelopak mata. Perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi secara spontan, akibat trauma

ataupun infeksi. Perdarahan dapat berasal dari pembuluh darah konjungtiva atau

episklera yang bermuara ke ruang subkonjungtiva.4,8

F. MANIFESTASI KLINIK

Sebagian besar tidak ada gejala simptomatis yang berhubungan dengan perdarahan

subkonjungtiva selain terlihat darah pada bagian sklera.8

1. Sangat jarang mengalami nyeri ketika terjadi perdarahan subkonjungtiva pada

permulaan. Ketika perdarahan terjadi pertama kali, akan terasa tidak nyaman,

terasa ada yang mengganjal dan penuh di mata.

2. Tampak adanya perdarahan di sklera dengan warna merah terang (tipis) atau

merah tua (tebal).

3. Tidak ada tanda peradangan, kalaupun adanya biasanya peradangan yang ringan.

Perdarahan akan terlihat meluas dalam 24 jam pertama setelah itu kemudian akan

berkurang perlahan ukurannya karena diabsorpsi.

G. PENEGAKAN DIAGNOSIS

Diagnosis dibuat secara klinis dan anamnesis tentang riwayat dapat membantu

penegakan diagnosis dan terapi lebih lanjut. Ketika ditemukan adanya trauma, trauma

dari bola mata atau orbita harus disingkirkan. Apabila perdarahan subkonjungtiva

idiopatik terjadi untuk pertama kalinya, langkah-langkah diagnostik lebih lanjut biasanya

tidak diperlukan. Dalam kejadian kekambuhan, hipertensi arteri dan kelainan koagulasi

harus disingkirkan.7,8

20
Pemeriksaan fisik bisa dilakukan dengan memberi tetes mata proparacaine

(topikal anestesi) jika pasien tidak dapat membuka mata karena sakit; dan curiga etiologi

lain jika nyeri terasa berat atau terdapat fotofobia.7

Memeriksa ketajaman visual juga diperlukan, terutama pada perdarahan

subkonjungtiva traumatik. Salah satu studi mengenai perdarahan subkonjungtiva

traumatik dan hubungannya dengan luka / injuri lainnya oleh Lima dan Morales di rumah

sakit Juarez Meksiko tahun 1996 – 2000 menyimpulkan bahwa sejumlah pasien dengan

perdarahan subkonjungtiva disertai dengan trauma lainnya (selain pada konjungtiva),

ketajaman visus < 6/6 meningkat dengan adanya kerusakan pada selain konjungtiva.

Maka dari itu pemeriksaan ketajaman visus merupakan hal yang wajib pada setiap

trauma di mata sekalipun hanya didapat perdarahan subkonjungtiva tanpa ada trauma

organ mata lainnya.7,8

Selanjutnya, periksa reaktivitas pupil dan mencari apakah ada defek pupil, bila

perlu, lakukan pemeriksaan dengan slit lamp. Curigai ruptur bola mata jika perdarahan

subkonjungtiva terjadi penuh pada 360°. Jika pasien memiliki riwayat perdarahan

subkonjungtiva berulang, pertimbangkan untuk memeriksa waktu pendarahan, waktu

prothrombin, parsial tromboplastin, dan hitung darah lengkap dengan jumlah trombosit.8,9

21
H. DIAGNOSIS BANDING

1. Episkleritis

Episkleritis merupakan reaksi radang jaringan ikat vaskular yang terletak antara

konjungtiva dan permukaan sklera. Radang episklera dan sklera mungkin

disebabkan reaksi hipersensitivitas terhadap penyakit sistemik seperti tuberkulosis,

reumatoid artritis, lues, SLE, dan lainnya. Merupakan suatu reaksi toksik, alergi atau

merupakan bagian daripada infeksi. Dapat saja kelainan ini terjadi secara spontan

dan idiopatik.1,2

Episkleritis umumnya mengenai satu mata dan terutama perempuan usia

pertengahan dengan penyakit bawaan rematik. Keluhan pasien dengan episkleritis

berupa mata terasa kering, dengan rasa sakit yang ringan, mengganjal, dengan

konjungtiva yang kemotik. Terlihat mata merah satu sektor yang disebabkan

melebarnya pembuluh darah dibawah konjungtiva.1

22
2. Konjungtivitis Hemoragik Akut

Konjungtivitis Hemoragik Akut merupakan konjungtivitis disertai timbulnya

perdarahan konjungtiva, disebabkan infeksi virus pikorna atau enterovirus 70. Masa

inkubasi 24-48 jam, dengan tanda mata iritatif, seperti kelilipan, dan sakit periorbita.

Edema kelopak, kemosis konjungtiva, sekret seromukous, fotofobia disertai

lakrimasi.1

Penyakit ini dapat sembuh sendiri sehingga pengobatan asimptomatik. Pengobatan

antibiotic spectrum luas, sulfasetamis, dapat digunakan untuk mencegah infeksi

sekunder.1

3. Konjungtivitis Alergi

Konjungtivitis adalah bentuk radang konjungtiva akibat reaksi alergi terhadap

noninfeksi, dapat berupa reaksi cepat seperti alergi biasa dan reaksi terlambat

sesudah beberapa hari kontak seperti pada reaksi terhadap obat, bakteri, dan toksik.

Merupakan reaksi antibodi humoral terhadap alergen. Biasanya dengan riwayat

23
atopi. Semua gejala pada konjungtiva akibat konjungtiva bersifat rentan terhadap

benda asing.1,2

Gejala utama penyakit alergi ini adalah radang (merah, sakit, bengkak, dan

panas), gatal, silau berulang dan menahun. Tanda karakteristik lainnya adalah

terhadap papil besar pada konjungtiva, datang bermusim, yang dapat mengganggu

penglihatan. Walaupun penyakit alergi konjungtiva sering sembuh sendiri akan

tetapi dapat memberikan keluhan yang memerlukan pengobatan.1,2

I. PENATALAKSANAAN

Perdarahan subkonjungtiva biasanya tidak memerlukan pengobatan. Pengobatan

dini pada perdarahan subkonjungtiva ialah dengan kompres dingin. Perdarahan

subkonjungtiva akan hilang atau diabsorpsi dalam 1- 2 minggu tanpa diobati.10,11

Pada bentuk-bentuk berat yang menyebabkan kelainan dari kornea, dapat

dilakukan sayatan dari konjungtiva untuk drainase dari perdarahan. Pemberian air mata

buatan juga dapat membantu pada pasien yang simtomatis. Dari anamnesis dan

pemeriksaan fisik, dicari penyebab utamanya, kemudian terapi dilakukan sesuai dengan

penyebabnya. Tetapi untuk mencegah perdarahan yang semakin meluas beberapa dokter

memberikan vasacon (vasokonstriktor) dan multivitamin. Air mata buatan untuk iritasi

ringan dan mengobati faktor risikonya untuk mencegah risiko perdarahan berulang.5

Perdarahan subkonjungtiva harus segera dirujuk ke spesialis mata jika ditemukan

kondisi berikut ini :9,10

1. Nyeri yang berhubungan dengan perdarahan.

2. Terdapat perubahan penglihatan (pandangan kabur, ganda atau kesulitan untuk

melihat)

24
3. Terdapat riwayat gangguan perdarahan

4. Riwayat hipertensi

5. Riwayat trauma pada mata.

J. PROGNOSIS

Secara umum prognosis dari perdarahan subkonjungtiva adalah baik. Karena

sifatnya yang dapat diabsorpsi sendiri oleh tubuh. Namun untuk keadaan tertentu seperti

sering mengalami kekambuhan, persisten atau disertai gangguan pandangan maka

dianjurkan untuk dievaluasi lebih lanjut lagi.11

K. KOMPLIKASI

Perdarahan subkonjungtiva akan diabsorpsi sendiri oleh tubuh dalam waktu 1 – 2

minggu, sehingga tidak ada komplikasi serius yang terjadi. Namun adanya perdarahan

subkonjungtiva harus segera dirujuk ke dokter spesialis mata apabila ditemui berbagai hal

seperti yang telah disebutkan diatas. Pada perdarahan subkonjungtiva yang sifatnya

menetap atau berulang (kambuhan) harus dipikirkan keadaan lain. Penelitian yang

dilakukan oleh Hicks D dan Mick A mengenai perdarahan subkonjungtiva yang menetap

atau mengalami kekambuhan didapatkan kesimpulan bahwa perdarahan subkonjungtiva

yang menetap merupakan gejala awal dari limfoma adneksa okuler.2,10

25
BAB IV

PEMBAHASAN

Seorang anak berumur 9 tahun datang ke poliklinik Mata RS Ibnu Sina bersama

ibunya dengan keluhan mata kiri merah sejak 1 minggu yang lalu, disertai rasa tidak

nyaman. Mata merah timbul setelah riwayat trauma terbentur pintu di rumahnya. Nyeri

(-), gatal (-), mata berair (-), sekret (-), penurunan penglihatan (-). Tidak ada riwayat

batuk, mual muntah, mimisan, penyakit sistemik dan konsumsi obat tertentu.

Pemeriksaan oftalmologi didapatkan visus ODS 6/6, pada konjungtiva bulbi

sinistra terdapat perdarahan terlokalisir di subkonjungtiva, nyeri tekan (-), kornea

jernih dan intake (+), pupil isokor, tepi regular, refleks cahaya (+).

Diagnosis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan

fisik, yang mana keluhan dan hasil dari beberapa pemeriksaan fisik mengarah pada

perdarahan subkonjungtiva, antara lain : merah pada mata kiri, pada awalnya pasien

merasa tidak nyaman seperti ada yang mengganjal di mata, tidak ada keluhan nyeri,

kotoran yang berlebihan dan keluarnya air mata yang banyak, tidak ada keluhan sering

mimisan atau mudah lebam serta luka yang sukar sembuh, pasien juga tidak sedang

mengkonsumsi obat-obat tertentu, riwayat trauma ada terbentur pintu di rumah.

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik kemungkinan penyebab

timbulnya perdarahan subkonjungtiva pada pasien ini adalah trauma, karena pada

pasien ini memiliki riwayat trauma sebelum timbul gejala. Pasien ini tidak

mengeluhkan adanya batuk, flu, mual muntah sebelumnya. Tidak ada keluhan sering

mimisan atau mudah lebam serta luka yang sukar sembuh, pasien juga tidak sedang

mengkonsumsi obat-obat tertentu.

26
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari pemeriksaan oftalmologi didapatkan

hal-hal yang mendukung diagnosis perdarahan subkonjungtiva pada okuli sinistra,

yaitu terdapat konjungtiva bulbi okuli sinistra hiperemi, kornea tampak jernih dan

intak, pupil isokor, reflek cahaya normal, lensa juga tampak jernih. Temuan yang

mengarah pada diagnosis banding lain seperti konjungtivitis dan skleritis adalah

hiperemis.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas HS, Yuliyanti SR. Ilmu penyakit mata. Edisi 4. Jakatra : Balai penerbit

FKUI; 2008.

2. Vaughan, Asbury. 2012. Oftalmogi umum. Edisi 17. Penerbit Buku Kedokteran

EGC.

3. American Academy. 2009. Subconjunctival Haemorrhages. Amerika

st
4. Graham, R. K. Subconjuntival Hemorrhage. 1 Edition. 2009. Medscape’s

Continually Updated Clinical Reference. Diakses tanggal 18 Desember 2019

dari http://emedicine.medscape.com/article/1192122-overview

5. Kaimbo D, Kaimbo Wa. Epidemiology of traumatic and spontaneous

subconjunctival haemorrhages in Congo. Congo. 2008. Diakses pada tanggal 18

Desember 2019, dari http//pubmed.com/ Epidemiology of traumatic and

spontaneous subconjunctival haemorrhages in Congo/943iure

6. K Lang, Gerhard. Ophthalmology A Short Textbook.2000. Thieme Stuttgart. New

York

7. Bickley LS. 2003. Bates buku ajar pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan.

Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

8. Graber MA, Toth PP, Herting RL. 2000. Buku saku dokter keluarga University of

Lowa. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

9. Friedman N, Kaiser P. Essentials of Ophthalmology. Saunders Elsevier; 2007.

10. Incorvaia C et all. Recurrent episodes of spontaneous subconjunctival

hemorrhage in patients with factor XIII Val34Leu mutation. Ferrara, Itali. 2012.

28
Diakses pada tanggal 18 Desember 2019, dari http//pubmed.com/ac12/ Recurrent

episodes of spontaneous subconjunctival hemorrhage in patients with factor XIII

Val34Leu mutation/9372

11. Parmeggiani F et all. Prevalence of factor XIII Val34Leu polymorphism in patients

affected by spontaneous subconjunctival hemorrhage. Ferrara, Itali. 2012. Diakses

pada tanggal 19 Desember 2019, dari http//pubmed.com/Prevalence of factor XIII

Val34Leu polymorphism in patients affected by spontaneous subconjunctival

hemorrhage/42u3-upr2

29

Anda mungkin juga menyukai