Anda di halaman 1dari 24

REFLEKSI KASUS

OS KERATITIS SUPERFICIAL et.causa LAGOFTALMUS

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Salah Satu Syarat


Dalam Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter
Bagian Ilmu Penyakit Mata RS dr. Loekmono Hadi Kudus

Disusun Oleh:
Neva Wulandari
30101700127

Pembimbing:
dr. Kasihana Hismanita Sopha, Sp. M

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
2021

1
LEMBAR PENGESAHAN

“OS KERATITIS SUPERFICIAL et.causa LAGOFTALMUS”

Diajukan untuk memenuhi syarat Ujian Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Penyakit Mata RS dr. Loekmono Hadi Kudus

Telah disetujui dan dipresentasikan


pada 24 Agustus 2021

Disusun oleh:
Neva Wulandari
30101700127

Dosen Pembimbing,

dr. Kasihana Hismanita Sopha, Sp.M

2
BAB I
LAPORAN KASUS

1.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Tn. N
Jenis Kelamin : Laki - laki
Umur : 32 tahun
Agama : Islam
Alamat : Wates Rt 02/ Rw 02, Undaan, Kudus
Status Perkawinan : Sudah menikah
Pekerjaan : Swasta
No. RM : 828xxx
Tanggal periksa : 19 Agustus 2021

1.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama
Mata merah dan buram pada mata kiru.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poliklinik Mata RSUD dr. LOEKMONO HADI pada
hari Senin 19 Agustus 2021 dengan keluhan mata kiri tidak bisa melihat 2 bulan
terakhir, mata kiri terasa nyeri, mata kiri menonjol, mata kiri merah dan keluar
secret warna putih kehijauan, pasien juga merasakan mual, muntah 4 hari
2x/hari, demam 3 hari .

Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat keluhan sakit serupa : disangkal
 Riwayat trauma pada mata : disangkal
 Riwayat DM : disangkal
 Riwayat Hipertensi : disangkal
 Riwayat operasi mata : disangkal

3
Riwayat Penyakit Keluarga
 Riwayat keluhan sakit serupa : disangkal
 Riwayat trauma pada mata : disangkal
 Riwayat DM : disangkal
 Riwayat Hipertensi : disangkal
 Riwayat operasi mata : disangkal
Riwayat Sosial dan Ekonomi
Kesan ekonomi cukup, biaya pengobatan ditanggung BPJS

1.3 PEMERIKSAAN FISIK


KU : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Kooperatif : Kooperatif
Status gizi : Baik
Tanda Vital
- Tekanan Darah: 140/100 mmhg
- Nadi : 119 x/menit
- RR : 24x/menit
- Suhu : 37,8° C
- Spo2 : 97
- GDS : 142 mg/dl

1.4 STATUS GENERAL


Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Komposmentis
TTV : dbn

1.5 STATUS OPTHALMICUS


OD Pemeriksaan OS
6/15 Visus 1/300
11 TIO 13

4
Madarosis (-), trikiasis (-) Silia Madarosis (-), trikiasis (-)

Edema (-), hiperemi (-), Palpebra Edema (-), hiperemi (-),


entropion (-), ektropion (-) entropion (-), ektropion (-)
Gerak bola mata simetris, Bulbus Okuli Gerak bola mata tidak
Enoftalmus (-), eksoftalmus
simetris, Enoftalmus (-),
(-), strabismus (-)
eksoftalmus (-), strabismus
(-)
Mixed Injeksi (-) Mixed injeksi (+)
Sekret (-) Sekret (-)
Perdarahan konjungtiva (-) Perdarahan konjungtiva (-)
Konjungtiva
Bangunan Patologis (-) Bangunan Patologis (-)
Simblefaron (-) Simblefaron (-)
Jaringan fibrovaskuler (-) Jaringan fibrovaskuler (-)
Putih, Hiperemis (-), Putih, Hiperemis (-),
Sklera
kemosis (-) kemosis (-)
Jernih Kornea Jernih
Edema (-), Edema (-),
Keratik presipitat (-), Keratik presipitat (-),
Infiltrat (-) Infiltrat (+)
Sikatriks (-), Sikatriks (-),
Jaringan nekrotik (-) Jaringan nekrotik (-)
Kedalaman cukup, hipopion COA Kedalaman cukup, hipopion
(-), hifema (-) (-), hifema (-)
Coklat, kripta (-), sinekia (-), Iris/Pupil Coklat, kripta (-), sinekia (-),
bulat, reguler bulat, reguler
Positif Refleks Pupil Positif
Jernih Lensa Jernih
Tidak dilakukan Segmen Posterior Tidak dilakukan

1.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Tes Fluoresin (+)

1.7 DIAGNOSIS KERJA


OS Keratitis ec lagoftalmus
1.8 PENATALAKSANAAN

5
Medikamentosa

• Timol 0,5% 2x1 tetes OS


• Optiflox 6x1 tetes OS
• Cloramphenicol OS
• Cindolyteers 4x1 tetes OS

Non Medikamentosa

• Pasien dianjurkan menggunakan pelindung mata untuk melindungi diri dari


exposure dari luar seperti debu dan sinar ultraviolet.
• Mata yang sakit jangan dibebat
• Mata sering dibersihkan jika ada kotoran

1.9 EDUKASI
 Hindari trauma dan menggosok mata
 Minum obat hanya yang diresepkan dokter secara teratur dan habiskan
 Kontrol ke poli mata teratur evaluasi penyembuhan lesi kornea dan visus.
 Edukasi mengenai pemberian obat sehingga tidak diberikan pada OS
yang sehat

1.11 RUJUKAN
Dalam kasus ini tidak dilakukan rujukan ke Disiplin Ilmu Kedokteran
lainnya karena dari pemeriksaan klinis tidak ditemukan kelainan yang berkaitan
dengan Disiplin Ilmu Kedokteran lainnya.

1.12 PROGNOSIS
Prognosis Oculus Dexter Oculus Sinister
Quo ad vitam Ad bonam Ad bonam
Quo ad functionam Ad bonam Dubia ad bonam
Quo ad sanationam Ad bonam Dubia ad bonam
Quo ad komestikan Ad Bonam Ad bonam

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI KORNEA

Kornea (latinCornum = seperti tanduk) adalah selaput bening mata,


bagian mata yang tembus cahaya.Kornea merupakan jaringan yang avaskular,
bersifat transparan, berukuran 11-12 mm horizontal dan 10-11 mm vertikal,
serta memiliki indeks refraksi 1,37. Korneamemberikan kontribusi 74 % atau
setara dengan 43,25 dioptri (D) dari total 58,60kekuatan dioptri mata manusia.
Dalam nutrisinya, kornea bergantung pada difusiglukosa dari aqueus humor
dan oksigen yang berdifusi melalui lapisan air mata.Sebagaitambahan, kornea
perifer disuplai oksigen dari sirkulasi limbus. Kornea adalah salah satuorgan
tubuh yang memiliki densitas ujung-ujung saraf terbanyak dan
sensitifitasnyaadalah 100 kali jika dibandingkan dengan konjungtiva ( AAO,
2008). Kornea dewasarata-rata mempunyai tebal 550 μm, diameter
horizontalnya sekitar 11,75 mm danvertikalnya 10,6 mm ( Riordan-Eva,
2010).

2.2 HISTOLOGI KORNEA

Kornea terdiri dari 5 lapisan dari luar kedalam:1

1. Epitel

Terdiri dari sel epitel squamos yang bertingkat, terdiri atas 5 lapis sel epitel
tidak bertanduk yang saling tumpang tindih; sel poligonal dan sel gepeng. Tebal
lapisan epitel kira-kira 5% (0,05 mm) dari total seluruh lapisan kornea. Epitel dan
film air mata merupakan lapisan permukaan dari media penglihatan.Pada sel basal
sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong kedepan menjadi lapisan sel
sayap dan semakin maju kedepan menjadi sel gepeng.

7
Sel basal berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan sel
poligonal disampingnya melalui desmosom dan makula okluden.Ikatan ini
menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa melalui barier. Bila
terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren. Epitel memiliki daya
regenerasi.

2. Membran Bowman

Membran Bowman adalah membranyang jernih dan aseluler yang


terletak dibawah membran basal dari epitel. Merupakan lapisan kolagen
yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari epitel bagian
depan stroma. Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi.

3. Stroma

Lapisan ini mencakup sekitar 90% dari ketebalan


kornea.Merupakan lapisan tengah kornea. Bagian ini terdiri atas lamel
fibril-fibril kolagen dengan lebar sekitar 1 µm yang saling menjalin yang
hamper mencakup seluruh diameter kornea. Pada permukaan terlihat
anyaman yang teratur sedangkan dibagian perifer serta kolagen terlihat

bercabang.Terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama, dan


kadang-kadang sampai 15 bulan.

4. Membran Descement

Merupakan membrane aseluler dan merupakan batas belakang


stroma kornea yang dihasilkan oleh endotel.Bersifat sangat elastic dan
jernih yang tampak amorf pada pemeriksaan mikroskop electron,
membrane ini berkembang terus menerus seumur hidup dan mempunyai
tebal sekitar 40 µm.

8
5. Endotel

Berasal dari mesotelium, terdiri atas satu lapis sel berbentuk


heksagonal, tebal antara 20-40 µm melekat erat pada membran
Descement.Endotel dari kornea dibasahi oleh aqueous humor.Lapisan
endotel berbeda dengan lapisan epitel karena tidak mempunyai daya
regenerasi, sebaliknya endotel mengkompensasi sel-sel yang mati dengan
mengurangi kepadatan seluruh endotel dan memberikan dampak pada
regulasi cairan, jika endotel tidak lagi dapat menjaga keseimbangan cairan
yang tepat akibat gangguan sistem pompa endotel, stroma bengkak karena
kelebihan cairan (edema kornea) dan kemudian hilangnya transparansi
(kekeruhan) akan terjadi. Permeabilitas dari kornea ditentukan oleh epitel
dan endotel yang merupakan membrane semipermiabel, kedua lapisan ini
mempertahankan kejernihan daripada kornea, jika terdapat kerusakan pada
lapisan ini maka akan terjadi edema kornea dan kekeruhan pada kornea.

A B

Gambar 1. (A) Anatomi mata (B). Lapisan Kornea

9
2.3 PERDARAHAN DAN PERSARAFAN KORNEA

Kornea dipersarafi oleh saraf sensoris yang terutama berasal dari n.


siliaris longus, cabang dari n. nasosiliaris. Kornea tidak mengandung
pembuluh darah oleh karena sebagai media refrakta, akan tetapi di limbus
kornea terdapat arteri ciliaris anterior yang membawa nutrisi untuk kornea.
Nutrisi yang lain didapat dari humor aqueous di camera oculi anterior dengan
cara difusi dari endotel.

2.4 FISIOLOGI KORNEA

Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan “jendela” yang


dilaluiberkas cahaya menuju retina.Sifat tembus cahayanya disebabkan oleh
strukturnyayang uniform, avaskuler dan deturgesensi.Deturgesensi atau
keadaan dehidrasirelatif jaringan kornea, dipertahankan oleh “pompa”
bikarbonat aktif pada endoteldan oleh fungsi sawar epitel dan endotel.Dalam
mekanisme dehidrasi ini, endoteljauh lebih penting daripada epitel.Kerusakan
kimiawi atau fisis pada endotelberdampak jauh lebih parah daripada kerusakan
pada epitel.Kerusakan sel-selendotel menyebabkan edema kornea dan
hilangnya sifat transparan. Sebaliknya,kerusakan pada epitel hanya
menyebabkan edema stroma kornea lokal sesaat yangakan menghilang bila
sel-sel epitel telah beregenerasi. Penguapan air dari lapisanair mata prekorneal
menghasilkan hipertonisitas ringan pada lapisan air matatersebut. Hal ini
mungkin merupakan faktor lain dalam menarik air dari stromakornea
superfisial dan membantu mempertahankan keadaan dehidrasi.

Penetrasi kornea utuh oleh obat bersifat bifasik.Substansi larut-


lemakdapat melalui epitel utuh dan substansi larut-air dapat melalui stroma
yang utuh.Agar dapat melalui kornea, obat harus larut-lemak dan larut-air
sekaligus.
Epitel adalah sawar yang efisien terhadap masuknya
mikroorganismekedalam kornea.Namun sekali kornea ini cedera, stroma yang
avaskular danmembran Bowman mudah terkena infeksi oleh berbagai macam
organisme,seperti bakteri, virus, amuba, dan jamur (Biswell, 2010).
10
2.5 DEFINISI KERATITIS

Keratitis adalah kelainan akibat terjadinya infiltrasi sel radang pada


kornea yang akan mengakibatkan kornea menjadi keruh. Keratitis dapat terjadi
pada anak-anak maupun dewasa.Bakteri umumnya tidak dapat menyerang
kornea yang sehat, namun ada beberapa kondisi yang dapat menyebabkan
kornea terinfeksi.Mata yang sangat kering juga dapat menurunkan mekanisme
pertahanan kornea.

2.6 ETIOLOGI

Keratitis dapat disebabkan oleh banyak faktor (Ilyas, 2004),


diantaranya:
1. Virus (Herpes simpleks, Herpes zoster, Adenovirus)

2. Bakteri (Diplococcus pneumonia, Streptococcus hemoliticus,


Pseudomonas aerogenosa, Moraxella liquefaciens, Klebsiela pneumonia)
3. Jamur (Candida, Aspergilus)
4. Paparan sinar ultraviolet seperti sinar matahari

5. Iritasi dari penggunaan berlebihan lensa kontak


6. Mata kering yang disebabkan oleh kelopak mata robek atau tidak
cukupnya pembentukan air mata
7. Adanya benda asing di mata
8. Defisiensi vitamin A
9. Reaksi terhadap obat seperti neomisin, tobramisin, polusi, atau partikel
udara seperti debu, serbuk sari (Wijaya, 2012).
2.7 KLASIFIKASI

Menurut lapisan kornea yang terkena, keratitis dapat dibagi menjadi


keratitis superfisialis apabila mengenai lapisan epitel atau membrane Bowman
dan keratitis profunda atau interstisialis (atau disebut juga keratitis
parenkimatosa) apabila mengenai lapisan stroma.2

11
Keratitis Bakteri

Keratitis Jamur

Keratitis Virus

Keratokonjungtivitis
epidemi

Keratitis Infeksi
Penyebab (Etiologi) Herpes Zoster
Keratitis
Herpetik Keratitis
Keratitis Dendritik
Infeksi
Herpes Keratitis
Simplek Disiformis
Keratokonjungti
vitis
Tukak atau ulkus
fliktenular
Keratitis Alergi
Keratitis
fasikularis
Keratokonjungtivi
tis vernal

12
2.7.1 Keratitis Superfisial

1. Keratitis Epithelial, tes fluoresin (+), diantaranya adalah:

a. Keratitis Pungtata

Keratitis yang terkumpul didaerah membrane Bowman


dengan infiltrate berbentuk bercak-bercak halus. Keratitis pungtata
disebabkan oleh hal yang tidak spesifik dan dapat terjadi pada
moluskum kontagiosum, acne rosasea, herpes simpleks, herpes
zoster, blefaritis, keratitis neuroparalitik, infeksi virus, vaksinia,
trakoma dan trauma radiasi, dry eyes, trauma, lagoftalmus,
keracunan obat seperti neomisin, tobramisin dan bahan pengawet
lain.

Pada keratitis pungtata superficial memberikan gambaran


seperti infiltrate halus berbintik-bintik pada permukaan kornea
terutama daerah pupil. Pasien akan mengeluhkan terasa nyeri,

berair, merah, rasa kelilipan, peka terhadap cahaya (fotofobia) dan


penglihatan menjadi sedikit kabur.2

b. Keratitis Herpetik
Keratitis herpetic disebabkan oleh herpes simpleks dan herpes
zoster.Yang disebabkan herpes simpleks dibagi dalam 2 bentuk yaitu
epithelial dan stroma.Hal yang murni epithelial adalah dendritik dan
stromal adalah disiformis.Biasanya infeksi herpes simpleks ini berupa
campuran epitel dan stroma.Perbedaan ini akibat mekanisme
kerusakannya berbeda.

Pada yang epitelialkerusakan yang terjadi akibat


pembelahan virus didalam sel epitel yang akan mengakibatkan
kerusakan sel dan membentuk ulcus kornea superficial. Stromal
diakibatkan reaksi imunologik tubuh pasien sendiri terhadap virus
yang menyerang.

13
Antigen dan antibody bereaksi didalam stroma kornea dan
menarik sel leukosit dan sel radang lainnya. Sel ini juga
mengeluarkan bahan proteolitik untuk merusak antigen yang juga
akan merusak jaringan stromal disekitarnya. Hal ini sangat
berkaitan dengan pengobatan dimana pada yang epithelial
dilakukan terhadap virus dan pembelahan dirinya sedang pada
keratitis stromal dilakukan pengobatan menyerang virus dan reaksi
radangnya. Pasien akan mengeluhkan gejala ringan seperti
fotofobia, kelilipan, tajam penglihatan menurun, konjungtiva
hyperemia disertai dengan sensibilitas kornea yang hipestesia.

c. Infeksi Herpes Zoster

Virus herpes zoster dapat memberikan infeksi pada


ganglion gaseri saraf trigeminus.Bila yang terkena ganglion cabang
oftalmik maka akan terlihat gejala-gejala herpes zoster pada mata.
Gejala ini tidak melampaui garis median kepala.

Gejala yang terlihat pada mata adalah rasa sakit pada


daerah yang terkena dan badan terasa hangat.Penglihatan
berkurang dan merah.

Pada kelopak mata akan terlihat vesikel dan infiltrate pada


kornea. Vesikel tersebar sesuai dengan dermatom yang dipersarafi
saraf trigeminus yang dapat progresif dengan terbentuknya
jaringan parut. Bila telah terdapat vesikel diujung hidung, berarti n.
nasosiliaris terkena, maka biasanya akan timbul kelainan dikornea,
dimana sensibilitasnya menurun tetapi penderita menderita sakit.
Keadaan ini disebut anesthesia dolorosa.Pada kornea tampak
infiltrate yang bulat, letak subepitel, disertai injeksi perikornea.
Infiltrate ini dapat mengalami ulserasi yang sukar sembuh.
Kadang-kadang infiltrate ini dapat bersatu membentuk keratitis
disiformis. Kadang juga tampak edema kornea disertai lipatan-
lipatan dari membrane Descement.2

14
2. Keratitis Subepitelial, tes fluoresin (-), diantaranya adalah:

a. Keratitis Numularis (Keratitis Dimmer)

Keratitis numularis bentuk keratitis dengan infiltrate yang


bundar berkelompok dan tepinya berbatas tegas sehingga
memberikan gambaran halo. Keratitis ini berjalan lambat sering
terdapat unilateral pada petani sawah. Kelainan yang ditemukan
pada keratitis Dimmer sama dengan pada keratitis nummular.

3. Keratitis Stromal, tes flouresin (+), diantaranya adalah:

a. Keratitis Neuroparalitik

Keratitis neuroparalitik merupakan keratitis akibat kelainan


saraf trigeminus, sehingga terdapat kekeruhan kornea yang tidak
sensitive disertai kekeringan kornea. Gangguan N. V dapat terjadi
akibat herpes zoster, tumor fosa posterior cranium, peradangan atau
keadaan lain sehingga kornea menjadi anestetis.

Pada keadaan anestetis dan tanpa persarafan, kornea


kehilangan daya pertahanannya terhadap iritasi dari luar, diduga
terjadi juga kemunduran metabolism kornea yang memudahkan
terjadinya peradangan kornea.Kornea mudah terjadi infeksi yang
mengakibatkan terbentuknya tukak kornea.

Pasien akan mengeluhkan tajam penglihatan menurun, silau


dan tidak nyeri. Mata akan memberikan gejala jarang berkedip,
karena hilangnya refleks mengedip, injeksi siliar, permukaan
kornea keruh, infiltrate dan vesikel pada kornea. Dapat terlihat
terbentuknya deskuamasi epitel seluruh permukaan kornea yang

dimulai pada bagian tengah dan meninggalkan sedikit


lapisan epitel kornea yang sehat didekat limbus

15
b. Keratitis Lagoftalmus

Keratitis yang terjadi akibat adanya lagoftalmus dimana


kelopak tidak dapat menutup sempurna sehingga terdapat
kekeringan kornea. Lagoftalmus akan mengakibatkan mata
terpapar sehingga terjadi trauma pada konjungtiva dan kornea
menjadi kering dan terjadi infeksi. Infeksi ini dapat dalam bentuk
konjungtivitis atau keratitis.

2.7.2 Keratitis Profunda, tes fluoresin (-), diantaranya adalah:

1. Keratitis Interstisial

Keratitis yang ditemukan pada jaringan kornea yang lebih


dalam. Pada keratitis interstisial akibat lues congenital didapatkan
neovaskularisasi dalam, yang terlihat pada usia 5-20 tahun pada 80%
pasien lues. Keratitis interstisial dapat terjadi akibat alergi atau infeksi
spiroket kedalam stroma kornea dan akibat tuberculosis.
Keratitis interstisial merupakan keratitis nonsupuratif profunda
disertai dengan neovaskularisasi.Keratitis ini juga disebut sebagai keratitis
parenkimatosa. Biasanya akan memberikan keluhan fotofobia, lakrimasi
dan menurunnya visus. Pada keratitis interstisial maka keluhan bertahan
seumur hidup.
Seluruh kornea keruh sehingga iris sukar dilihat.Permukaan kornea
seperti permukaan kaca. Terdapat injeksi siliar disertai dengan serbukan
pembuluh ke dalam sehingga memberikan gambaran merah kusam atau
disebut “salmon patch”. Seluruh kornea dapat berwarna merah
cerah.Kelainan ini biasanya bilateral.Pada keadaan yang disebabkan
tuberculosis biasanya bilateral.

2. Keratitis Sklerotikans

Merupakan penyulit dari skleritis yang letaknya biasanya


dibagian temporal, berwarna merah sedikit menonjol disertai nyeri
tekan. Keluhan dari keratitis ini: mata sakit, fotofobia dan dimata
timbul skleritis. Dikornea kemudian timbul infiltrate berbentuk

16
segitiga distroma bagian dalam yang berhubungan dengan benjolan
yang terdapat disklera.
3. Keratitis Disiformis

Keratitis membentuk kekeruhan infiltrate yang bulat atau


lonjong didalam jaringan kornea. Biasanya merupakan keratitis
profunda superficial, terjadi akibat infeksi virus simpleks.Sering
diduga keratitis disiformis merupakan reaksi alergi ataupun
imunologik terhadap infeksi virus herpes simpleks pada permukaan
kornea.

Klasifikasi keratitis berdasarkan mikroorganisme penyebabnya dibagiatas:

1. Keratitis Bakterialis

Setiap bakteri seperti Staphylococcus, streptococcus,


pseudomonas, dan enterobacteriacea dapat mengakibatkan keratitis
bacterial.Dengan faktor predisposisi; pemakaian kontak lens, trauma,
kontaminasi obat tetes.

2. Keratitis Jamur

Keratitis jamur lebih jarang dibandingkan keratitis


bakterialis.Dimana dengan suhu trauma pada kornea oleh ranting pohon,
daun dan bagian tumbuh-tumbuhan.Kebanyakan jamur disebabkan oleh
candida, fusarium, aspergillus, dan curvularia.Sulit membedakan cirri khas
jamur ini.Pada masa sekarang infeksi jamur bertambah dengan pesat dan
dianggap sebagai akibat sampingan pemakaian antibiotic dan
kortikosteroid yang tidak cepat.

Keluhan baru timbul setelah 5 hari rudapaksa atau 3 minggu


kemudian. Pasien akan mengeluhkan sakit mata yang hebat, berair dan
silau. Pada mata akan terlihat infiltrate kelabu, disertai hipopion,
peradangan, ulserasi superficial dan satelit bila terletak didalam stroma.
Biasanya disertai dengan cincin endotel dengan plaque tampak bercabang-
cabang, dengan endothelium plaque, gambaran satelit pada kornea dan
lipatan Descement.

17
3. Keratitis Virus

Keratitis ini memberikan gambaran seperti infiltrate halus bertitik-


titik pada dataran depan kornea yang dapat terjadi pada penyakit seperti
herpes simpleks, herpes zoster, infeksi virus, vaksinia dan trakoma.
Keratitis yang terkumpul didaerah membrane Bowman.Pada keratitis ini
biasanya terdapat bilateral dan berjalan kronis tanpa terlihatnya gejala
kelainan konjungtiva, ataupun tanda akut.

2.8 PATOFISIOLOGI

Permukaan mata secara regular terpajan lingkungan luar dan mudah


mengalami trauma, infesi, dan reaksi alergi yang merupakan sebagian besar
penyakit pada jaringan ini.Kelainan kornea sering menjadi penyebab
timbyulnya gejala pada mata. Keratitis merupakan kelainan akibat terjadinya
infiltrate sel radang pada kornea yang akan mengakibatkan kornea menjadi
keruh.

Kornea disarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf
siliar longus. Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan
mengakibatkan system pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi
endotel dan terjadi edema kornea. Kornea merupakan bagian mata yang
tembus cahaya dan menutup bola mata disebelah depan. Karena kornea
avaskular, maka pertahanan sewaktu peradangan tak dapat segera dating.
Maka badan kornea, sel-sel yang terdapat didalam stroma segera nekerja
sebagai makrofag baru kemudian disusul oleh pembuluh darah yang terdapat

dilimbus dan tampak sebagai injeksi perikornea. Sesudahnya beru terjadi


infiltrate, yang tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh, dan permukaan
yang licin. Kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbul ulkus kornea
yang dapat menyebar ke permukaan dalam stroma.

Pada peradangan yang hebat, toksin dari kornea dapat menyebar ke iris
dan badan siliar dengan melalui membrane descement dan endotel
kornea.Dengan demikian iris dan badan siliar meradang dan timbullah
kekeruhan di cairan COA, disusul dengan terbentuknya hipopion.Bila
18
peradangan terus mendalam, tetapi tidak mengenai membrane Descement
dapat timbul tonjolan membrane Descement yang disebut
descementocele.Peradangan dipermukaan dapat berlangsung sembuh tanpa
pembentukan jaringan parut.Pada peradangan dilapisan dalam
penyembuhannya berakhir dengan terbentuknya jaringan parut yang dapat
berupa nebula, macula, atau leukoma.Bila ulkusnya lebih mendalam lagi dapat
timbul perforasi yang dapat mengakibatkan endoftalmitis.

2.9 KERATITIS PUNGTATA SUPERFISIAL

Keratitis pungtata superficial adalah penyakit bilateral recurens


menahun yang jarang ditemukan, tanpa pandang jenis kelamin maupun
umur.Penyakit ini ditandai kekerutan epitel yang meninggi berbentuk lonjong
dan jelas, yang menampakkan bintik-bintik pada pemulasan dengan fluresin,
terutama didaerah pupil. Kekeruhan ini tidak tampak dengan mata telanjang,
namun mudah dilihat dengan slit-lamp atau kaca pembesar.1,4

2.9.1 Gejala Klinik

Pasien dengan keratitis pungtata superficial biasanya datang


dengan keluhan iritasi ringan, adanya sensasi benda asing, mata berair,
penglihatan yang sedikit kabur, dan silau (fotofobia).Lesi pungtata pada
kornea dapat dimana saja tapi biasanya pada daerah sentral.Daerah lesi
biasanya meninggi dan berisi titik-titik abu-abu yang kecil.Keratitis
epithelial sekunder terhadap blefarokonjungtivitis stafilococcus dapat
dibedakan dari keratitis pungtata superficial karena mengenai sepertiga
kornea bagian bawah.Keratitis epithelial pada trakoma dapat disingkirkan
karena lokasinya dibagian sepertiga kornea bagian atas dan ada pannus.
Banyak diantara keratitis yang mengenai kornea bagian superficial bersifat
unilateral atau dapat disingkirkan berdasarkan riwayatnya.1

Penderita akan mengeluhkan sakit pada mata karena kornea


memiliki banyak serabut saraf nyeri, sehingga amat sensitive. Kebanyakan
lesi kornea superfisialis maupun profunda menimbulkan rasa sakit dan
fotofobia.Rasa sakit diperberat oleh kuman kornea bergesekan dengan

19
palpebra. Karena kornea berfungsi sebagai media untuk refraksi sinar dan
merupakan media pembiasan terhadap sinar yang masuk ke mata maka lesi
pada kornea umumnya akan mengaburkan penglihatan terutama apabila
lesi terletak sentral pada kornea.

Fotofobia yang terjadi biasanya terutama disebabkan oleh kontraksi iris


yang meradang.Dilatasi pembuluh darah iris adalah fenomena refleks
yang disebabkan iritasi pada ujung serabut saraf pada kornea.Pasien
biasanya juga mengeluhkan mata berair namun tidak disertai dengan
pembentukan kotoran mata yang banyak kecuali pada ulkus kornea yang
purulen. KPS ini juga akan memberikan gejala mata merah, silau, merasa
kelilipan dan penglihatan kabur.

2.9.2 Diagnosis

Subjektif : Anamnesis
Dari anamnesis biasanya didapatkan gejala seperti:

 Mata merah yang sakit  injeksi perkorneal

 Fotofobia

 Blefarospasme  karena rasa sakit yang diperhebat oleh gesekan


palpebra superior

 Penglihatan menurun karena kornea keruh akibat infiltrasi sel


radang dan mengganggu penglihatan apabila terletak disentral

 Mengganjal / terasa ada benda asing  dikornea banyak saraf sensible

 Reflek air mata meningkat akibat rangsangan nyeri


Gejala spesifik antara lain:
 Pada keratitis karena bakteri biasanya keluar eksudat purulent.
Sedangkan pada keratitis karena virus keluar eksudat serous.

 Keratitis pungtata superficial: letak infiltrate di superficial sentral atau


para sentral

 Keratitis bakteri: erosi kecil-kecil terutama pada sepertiga bawah


kornea.
20
Gejala : mata merah (injeksi siliar), fotofobia, mata berair, gangguan
penglihatan

Tanda :

 Vesikulosa, bentuk awal dan sering sulit ditemukan

 Laminaris, bentuk seperti benang

 Dendritik, pola percabangan linier dengan tepian kabur

 Geografik, lesi dendritik lebih lebar

 Disiformis

Pemeriksaan Oftalmologi
a. Pemeriksaan dengan Slit Lamp

b. Tes Placido

Yang diperhatikan adalah gambaran sirkuler yang direfleksikan pada


permukaan kornea penderita.Bila bayangan dikornea gambaran
sirkulernya teratur, disebut Placido (-), pertanda permukaan kornea

baik.Kalau gambaran sirkulernya tidak teratur, placid (+) berarti


permukaan kornea tidak baik, mungkin ada infiltrat.

c. Tes Fluresence

Untuk melihat lebar dan dalamnya ulkus pada kornea, yaitu dengan
memasukkan kertas yang mengandung fluoresin steril kedalam sakus
konjungtiva inferior setelah terlebih dahulu diberi anestesi local,
kemudian penderita disuruh mengedip beberapa waktu dan kertas
fluresinnya dicabut.Pemeriksaan ini dapat juga menggunakan fluoresin
tetes. Pada infiltrate akan tampak berwarna hijau.

d. Pemeriksaan Visus

e. Pemeriksaan Laboraturium

Harus dilakukan pemeriksaan hapusan langsung, pembiakan, dan tes


resistensi.Dari pemeriksaan hapusan langsung dapat diketahui jenis
21
kuman penyebabnya.Bila monosit meningkat diduga akibat virus, bila
leukosit meningkat diduga akibat bakteri, bila eosinofil meningkat
menunjukkan radang akibat alergi, dan bila limfosit meningkat
terdapat radang yang kronis.

2.9.3 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada ketratitis pungtata superfisial pada prinsipnyaadalah


diberikan sesuai dengan etiologi.Untuk virus dapat diberikan
idoxuridin,trifluridin atau asiklovir. Untuk bakteri gram positif pilihan
pertama adalahcafazolin, penisilin G atau vancomisin dan bakteri gram
negatif dapat diberikantobramisin, gentamisin atau polimixin B.
Pemberian antibiotik juga diindikasikanjika terdapat sekret mukopurulen
yang menunjukkan adanya infeksi campurandengan bakteri. Untuk jamur
pilihan terapi yaitu natamisin, amfoterisin ataufluconazol.
Selain terapi berdasarkan etiologi, pada keratitis pungtata
superfisial inisebaiknya juga diberikan terapi simptomatisnya agar dapat
memberikan rasanyaman seperti air mata buatan, sikloplegik dan
kortikosteroid (Ilyas, 2003).
2.9.4 Komplikasi

Komplikasi yang paling ditakuti adalah perforasi kornea yang


dapat mengakibatkan endoftalmitis dan hilangnya penglihatan.

2.9.5 Prognosis

Prognosis bergantung pada virulensi organisme, lokasi dan


perluasan perforasi kornea, vaskularisasi dan deposit kolagen, diagnosis
awal dan terapi tepat dapat membantu mengurangi
komplikasi.Penyembuhan keratitis pungtata superficial biasanya
berlangsung baik meskipun tanpa pengobatan.Imunitas tubuh merupakan
hal yang penting dalam kasus ini karena reaksi imunologis tubuh pasien
yang memberikan respon terhadap virus ataupun bakteri.

22
DAFTAR  PUSTAKA

1. Shceidler V, Scott IU, Flun HW. Culture-proven endogenous endoftalmitis: Clinical


features and visual acuity outcomes. Am J Ophtalmol 2004; 137:4.
2. Widjana Nana. Refraksi. Dalam : Widjana Nana, editor. Ilmu penyakit mata.
Cetakan ke-6; Hal 245-275.
3. American Academy Of Ophtalmology, clinical optics, in Basic Clinical Science
Course Section 3, 2005-2006, pp 3-88.
4. Ilyas sidarta. Penuntun ilmu penyakit mata. Jakarta. Balai penerbit fakultas
kedokteran universitas indonesia. 2005. Hal 10-17.
5. Riordan-Eva P, White OW. Optik dan Refraksi. Dalam : Vaughn DG, Asbury T,
Riordan-Eva P. Editor.Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta : Penerbit Widya
Medika;2000.p.402-406.
6. Kalloniatis M, Luu C. Psychophysics of Vision-Visual Acuity. In : Kolb H,
Fernandez E, Nelson R. editors. Webvision The Organization of the Retina and
Visual System. University of Utah. 2005.
7. Ilyas S. Kelainan Refraksi dan Kacamata. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2005.
8. Ilyas S. Daasar teknik pemeriksaan dalam ilmu penyakit mata. Jakarta. Balai
penerbit fakultas kedokteran universitas indonesia: hal 40-47.
9. Visual Acuity. Wikipedia, The Free Encyclopedia.

23
24

Anda mungkin juga menyukai