Anda di halaman 1dari 16

Case Report Session

Endoftalmitis

Oleh :

Defi Septiana Putri 1310312074

Handyka Milfiadi 1210313101

Rahmi Zalia Putri 1310312024

Preseptor:

dr. Hj. Kemala Sayuti, Sp.M (K)

dr. M. Sauqie, Sp. M

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA


RSUP DR.M.DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNVERSITAS ANDALAS
2017
BAB 1

PENDAHULUAN

Endoftalmitis adalah suatu inflamasi yang terjadi pada kamera okuli anterior

dan kamera okuli posterior dan vitreous yang terjadi akibat infeksi bakteri atau

infeksi jamur.1 Sebagian besar kasus endoftalmitis terjadi akibat infeksi bakteri dan

bersifat akut, dan merupakan salah satu kasus yang tergolong gawat di bidang

oftalmologi. Berdasarkan cara penularan infeksinya, endoftalmitis dibedakan menjadi

endoftalmitis endogen dan endoftalmitis eksogen.2


Endoftalmitis endogen terjadi akibat penyebaran infeksi secara hematogen

yang berasal dari bagian tubuh lainnya. Edoftalmitis endogen dapat terjadi pada

keadaan imunosupresi, penggunaan obat-obatan intravena, infeksi akibat penggunaan

kateter dalam waktu lama, dan lainnya. Sedangkan endoftalmitis eksogen terjadi

akibat infeksi intraokular yang berasal dari organisme patogen yang berasal dari

lingkungan luar. Endoftalmitis eksogen dapat terjadi akibat trauma (endoftalmitis

traumatik) atau operasi (endoftalmitis post operatif atau injeksi intravitreous).3


Sebagian besar kasus endoftalmitis berasal dari faktor eksogen yang terjadi

akibat dari operasi intraocular (62%), akibat trauma (20%, dan komplikasi dari

operasi antiglaukoma (10%), serta dalam jumlah kecil akibat operasi lainnya

(keratoplasti, vitrektomi, implantasi lensa sekunder). Sedangkan untuk kasus

endoftalmitis endogen hanya terjadi pada 2%-8% kasus.2

Gambaran klinis dari endoftalmitis tergantung pada tingkat virulensi organisme

penyebabnya, status imun individu, dan kecepatan dalam pemberian terapi.

Karakteristik yang dapat ditemukan dalam endoftalmitis post-traumatik adalah nyeri,

1
ciliary hyperemia, hipopion, dan gambaran keruh pada vitreous humor.2 Endoftalmitis

dapat menyebabkan hilangnya penglihatan secara permanen bahkan dapat

menyebabkan hilangnya mata apabila tidak ditatalaksana dengan cepat dan tepat. 3

Oleh karena itu diperlukan suatu penegakkan diagnosis yang cepat dan tepat dalam

penatalaksanaan kasus endoftalmitis ini.

2
BAB 2

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien

- Nama : Tn. A
- Jenis Kelamin : Laki-laki
- Usia : 34 tahun
- Pekerjaan : Wiraswasta
- Agama : Islam
- Alamat : Mandiangin, Baso

2.2 Anamnesa

Seorang pasien laki-aki berusia 34 tahun datang ke Poliklinik Mata RSUP Dr M

Djamil Padang pada tanggal 26 Desember 2017 dengan:

Keluhan Utama:

Penglihatan mata kiri kabur dan nyeri sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit

Riwayat Penyakit Sekarang:

- Penglihatan mata kiri kabur dan nyeri sejak 1 hari sebeum masuk rumah sakit.
- Dua hari sebelumnya, mata pasien terkena lentingan serpihan tembok beton

saat sedang memaku di tembok rumah.


- Pasien sebelumnya telah berobat ke RS swasta dan mendapat obat tetes mata,

kemudian dianjurkan dirujuk ke RSUP Dr. M. Djamil Padang untuk

tatalaksana selanjutnya, namun karena tidak ada biaya, pasien menolak.

Karena nyeri semakin meningkat dan pandangan semanik kabur, pasien

kembali berobat dan mendapat tetes mata floxa, polydex, metilprednisolon

dan asam mefenamat


- Mata merah (+)

3
- Pandangan berkabut (-)
- Penglihatan silau (-)
- Mata berair (-)

Riwayat Penyakit Dahulu:

- Riwayat penyakit mata sebelumnya tidak ada

- Riwayat DM tidak ada


- Riwayat hipertensi tidak ada
- Riwayat trauma pada mata tidak ada.
- Riwayat operasi pada mata tidak ada.
- Riwayat memakai kaca mata tidak ada.

Riwayat Penyakit Keluarga:

Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan seperti pasien

Riwayat Kebiasaan dan Sosioekonomi

- Pasien seorang buruh bangunan


- Kebiasaan merokok (+), konsumsi alcohol (-)

2.3 Pemeriksaan Fisik :

Vital Sign

- Keadaan Umum : Sakit sedang


- Kesadaran : Komposmentis
- Tekanan darah : 110/80 mmhg
- Frekuensi Nadi : 80x/menit
- Frekuensi Nafas : 20x/menit
- Suhu : afebris

Kulit : teraba hangat, turgor baik

Kelenjar Getah Bening : tidak ada pembesaran KGB

Kepala : normocephal

Mata : Status oftalmologis

4
Telinga : tidak ada kelainan

Hidung : tidak ada kelainan

Tenggorokan : tidak ada kelainan

Gigi dan Mulut : caries dentis (-)

Leher : JVP 5-2 cmH2O

Toraks : cor dan pulmo dalam batas normal

Abdomen : dalam batas normal

Punggung : dalam batas normal

Genitalia : tidak diperiksa

Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik

Status Oftalmikus

STATUS OD OS
OFTALMIKUS
Visus tanpa koreksi 20/20 1/~ P. Benar
Visus dengan koreksi - -
Silia / supersilia Trikiasis (-) Trikiasis (-)
Madarosis (-) Madarosis (-)
Palpebra superior Edema (-) Edema (+)

Palpebra inferior Edema (-) Edema (-)


Margo Palpebra Entropion (-) Entropion (-)
Ektropion (-) Ektropion (-)
Sikatrik (-) Sikatrik (-)
Aparat lakrimalis Dalam batas normal Dalam batas normal
Konjungtiva Tarsalis Hiperemis (-), Papil (-), Hiperemis (-), Papil (-),
folikel (-), sikatrik (-) folikel (-), sikatrik (-),
injeksi konjungtiva (+),

5
Injeksi siliar (+)
Konjungtiva Forniks Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Konjungtiva Bulbi Injeksi konjungtiva (-) Injeksi siliar (+)
Injeksi siliar (-) Injeksi konjungtiva (+)
Sklera Putih Putih
Kornea Bening Tampak ruptur kornea
di sentral dengan
ukuran 3 mm,
epitelisasi (+), seidel
test (-)
Kamera Okuli Anterior Cukup dalam Hipopion (+) ± 2 mm,
membran (+)
Iris Coklat, rugae (+) Coklat
Pupil Bulat, RF +/+, diameter 3 Membayang bulat,
mm membran (+)
Lensa Bening Tidak dapat dinilai
Korpus vitreum Bening Tidak dapat dinilai
Fundus :
- Media Bening Keruh
- Papil optikus Bulat, batas tegas, c/d = 0,3- Tidak dapat dinilai
0,4
- Retina Perdarahan (-) , hard exudate Tidak dapat dinilai
(-), dot blot(-)
- aa/vv retina 2:3 Tidak dapat dinilai
- Makula Refleks fovea (+) Tidak dapat dinilai

Tekanan bulbus okuli Normal (Palpasi) Normal +1


Posisi bulbus okuli Ortho Ortho
Gerakan bulbus okuli Bebas ke segala arah Bebas ke segala arah

6
Gambar

Gambar tanggal 26-12-2017

Gambar tanggal 31-12-2017

7
Gambar per tanggal 2 januari 2018

2.4 Pemeriksaan mata khusus : Anjuran USG Mata

2.5 Pemeriksaan Laboratorium :-

2.6 Diagnosis Kerja : Susp Endoftalmitis eksogen OS

Ruptur kornea OS dengan epitelisasi

2.7 Diagnosis banding :-

2.8 Terapi : Ceftriaxone iv 2x1 gr

Levofloxacin ed tiap jam OS

Sulfas Atropin ed 3x1 ed OS

Timol 0,5% ed 2x1 OS

Asam mefenamat tab 3x500 mg

Metilprednisolon tab 2x8 mg

2.9 Prognosis: Quo ad vitam : bonam

Quo ad fungsionam : Dubia ad malam

Quo ad Sanationam : Dubia ad bonam

8
BAB 3

DISKUSI

Seorang laki-laki berusia 34 tahun datang ke RSUP Dr. M Djamil Padang

tanggal 26 Desember 2017 dengan diagnosis susp endoftalmitis OS dan ruptur kornea

OS dengan epitelisasi. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan

fisik pada mata, serta pemeriksaan penunjang.

Berdasarkan anamnesis, didapatkan keluhan utama pasien berupa penglihatan

mata kiri yang dirasakan kabur dan mata merah serta terasa nyeri. Penglihatan kabur

dirasakan sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Dari keluhan utama pasien ini

dapat diketahui bahwa kelainan pada pasien termasuk dalam kelompok penyakit mata

merah dengan penurunan visus. Berdasarkan onset terjadinya keluhan penglihatan

kabur pada pasien ini yang terjadi secara mendadak. Mata merah dengan penurunan

penglihatan mendadak dapat disebabkan oleh berbagai kelainan seperti keratitis,

ulkus kornea, glaukoma akut, uveitis, endoftalmitis dan panoftalmitis.4

Dua hari sebelumnya, mata pasien terkena lentingan serpihan tembok beton saat

sedang memaku di tembok rumah. Hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya trauma

pada mata yang merupakan salah satu faktor risiko terjadinya infeksi eksogen pada

mata. 4
Nyeri mata akut, kemerahan pada mata, pembengkakan dan penurunan visus

merupakan gejala klinis infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Infeksi jamur akan

menimbulkan gejala selama beberapa hari sampai minggu dan sering terdapat riwayat

trauma tembus dengan tanaman atau benda asing yang terkontaminasi tanah, sehingga

etiologi jamur pada pasien ini dapat disingkirkan. 4,5

9
Endoftalmitis merupakan suatu kondisi peradangan yang berat pada

intraokular (yaitu, aqueous humor dan/atau vitreous humor) yang biasanya

disebabkan oleh infeksi bakteri atau jamur. Kejadian ini paling sering terjadi setelah

operasi intraokular, tetapi dapat juga terjadi sebagai komplikasi dari trauma tembus

mata atau dari jaringan periokular yang berdekatan.6

Terdapat dua jenis endoftalmitis yaitu endoftalmitis endogen dan eksogen.

Endoftalmitis endogen terjadi akibat dari penyebaran hematogen organisme dari

sumber infeksi. Endoftalmitis eksogen terjadi akibat inokulasi langsung dari suatu

mikroorganisme yang berasal dari luar sebagai suatu komplikasi dari operasi mata,

benda asing, trauma tumpul atau trauma penetrasi okular.7

Pada pemeriksaan oftamologis mata kiri didapatkan edema palpebra superior,

konjungtiva tarsal dan konjungtiva bulbi terdapat injeksi konjungtiva dan injeksi

siliar (mata merah), tampak ruptur pada kornea di sentral dengan ukuran 3 mm,

hipopion. Berdasarkan penelitian dari Endophthalmitis Viterctomy Study (EVS),

sebagian besar pasien dengan endoftalmitis pasca operasi akan mengeluhkan

kehilangan penglihatan (94,3%), mata merah (82,1%), mata nyeri (74,3%), edema

palpebra (34,5%), hipopion (75)%.12,13

Pada pasien ini belum dapat dilakukan pemeriksaan USG mata. Pemeriksaan

USG dilakukan untuk dapat mengetahui adanya kekeruhan pada humor vitreus yang

disebabkan oleh infeksi dari agen infeksius penyebab. Pemeriksaan USG mata

dilakukan untuk menilai ada tidaknya benda asing di dalam mata, keadaan humor

vitreus dan keadaan retina. Kultur atau pewarnaan agen infeksius ini perlu dilakukan

10
untuk memilih pengobatan yang sesuai dengan agen infeksius penyebab. Hanya saja

pada pasien ini belum dilakukan kultur atau pewarnaan agen infeksius.11

Pasien ini didiagnosis dengan endoftalmitis eksogen post traumatik. Pada

endoftalmitis eksogen, gejala predominan meliputi penurunan tajam penglihatan dan

nyeri, sementara refleks fundus maupun pemeriksaan fundus yang sulit dinilai,

pupillary fibrin membrane dan hipopion merupakan tanda yang sering ditemui. 15

Endoftalmitis dapat ditegakkan berdasarkan klinis, yaitu edema palpebra, kemosis

konjungtiva, edema korena, hipopion pada kamera okuli anterior, dan eksudat putih

kekuningan pada vitreus dibelakang lensa yang dapat terlihat melalui pupil. Iris dapat

edema dan muddy, pada pupil dapat terlihat yellow reflex yang menunjukkan eksudasi

purulent pada viterus, eksudasi vitreus, serta peningkatan atau penurunan tekanan

intraokuler.16

Hal-hal yang mendukung diagnosis endoftalmitis eksogen post traumatika

pada pasien ini diantaranya penurunan tajam penglihatan, rasa nyeri pada mata,

kongesti konjungtiva yaitu injeksi konjungtiva dan injeksi siliar, reflex fundus mata

kanan (-) dan funduskopi yang sulit dinilai, serta kekeruhan vitreus yang ditemukan

melalui USG orbita. Pergerakan bulbus okuli yang bebas ke segala arah

mengindikasikan bahwa belum ada keterlibatan infeksi terhadap otot ekstraokuler.

Riwayat trauma sebelumnya mengindikasikan terjadinya endoftalmitis eksogen, yang

pada pasien ini dapat berasal dari trauma penetrasi oleh benda asing.16

Endoftalmitis muncul pada 3-10% kasus setelah trauma penetrasi pada mata,

walaupun pembedahan segera dan antibiotik profilaksis sistemik dapat menirunkan

11
insiden menjadi <1%. Faktor risiko terjadinya endoftalmitis meningkat pada trauma

logam dibandingkan kaca atau trauma tumpul, benda asing intraokuler yang tertahan,

gangguan lensa dan keterlambatan penanganan awal.14

Endoftalmitis paling sering muncul setelah pembedahan intraokuler tetapi

dapat juga muncul sebagai komplikasi dari trauma penetrasi okuler atau dari jaringan

periokuler terdekat. Endoftalmitis merupakan komplikasi penting dari open globe

injury (trauma terbuka bola mata). Risiko perkembangan endoftalmitis setelah open

globe injury diestimasikan sebesar 7%. Faktor risiko meningkat jika terdapat luka

kotor, rupture kapsul lensa, usia tua, muncul lebih awal dengan penundaan lebih dari

24 jam dan adanya benda asing intraokuler. Bergantung pada virulensi

mikroorganisme penginfeksi, endoftalmitis posttraumatika dapat muncul beberapa

jam setelah trauma atau sampai beberapa minggu setelah trauma. 6

Untuk membantu menegakkan diagnosis ada pasien seharusnya

dilakukan pemeriksaan USG untuk memastikan keterlibatan vitreus. Secara teoritis,

temuan ekografi pada endoftalmitis meliputi dense vitreus opacities, vitreus

membranes, penebalan koroid, choroidal detachment dan adanya retinal detachment

yang mengindikasikan prognosis buruk.17 Pada pasien ini belum dilakukan

pemeriksaan USG karena ketebatasan alat. Anjuran pemeriksaan lainnya yaitu

pengambilan sampel akuos dan vitreus untuk pemeriksaan laboratorium mikrobiologi

bertujuan untuk mengetahui mikroorganisme penyebab.

Jika telah didiagnosis atau diduga kuat endoftalmitis, pasien harus dirujuk segera

ke spesialis mata untuk evaluasi lebih lanjut. Penanganan untuk endoftalmitis adalah

12
dengan terapi medikamentosa dan terapi operatif. Pada endoftalmitis bakteri

diberikan antibiotik sistemik dan topikal. Terapi antibiotik harus segera diberikan

untuk hasil pengobatan yang baik.

Sebelum kuman spesifik diidentifikasi, diberikan antibiotik empirik spektrum

luas, yang dapat digunakan adalah vankomisin dan aminoglikosida atau sefalosporin

generasi tiga. Pemberian antibiotik intravena adalah pilihan untuk tatalaksana

endoftalmitis eksogen. namun, kebanyakan antibiotik sistemik, tidak mencapai

konsentrasi yang efektif untuk terapi infeksi berat pada mata seperti endoftalmitis.

Untuk meningkatkan konsentrasi antibiotik pada daerah yang mengalami infeksi

dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik intravitreal. Antibiotik subkonjuntiva

dapat bermanfaat untuk infeksi pada segmen anterior mata. Pemberian fluorokuinolon

generasi ketiga dan keempat topikal seperti levofloxacin dan moxifloxacin dapat

mengatasi sebagian besar bakteri yang sering menyebabkan endoftalmitis. dan dapat

berpenetrasi dengan baik pada mata, sehingga pemberian antibiotik topikal dapat

membantu. Pada pasien diberikan antibiotik ceftriaxone intravena 2x1 gr dan

levofloxacin eye drop tiap jam OS. Pasien juga telah mendapat antibiotik injeksi

vancomycine dan ceftazidime intravitreal dan subkonjuntiva OS. 6,8

Pasien juga diberikan kortikosteroid oral yaitu metilprednisolon tab 2x8 mg.

Beberapa kerusakan berhubungan dengan mediator inflamasi. Kortikosteroid

biasanya digunakan sebagai terapi tambahan untuk memodulasi respon inflamasi

terhadap infeksi sehingga dapat mengurangi kerusakan sekunder seperti glaukoma

dan sinekia. Pasien juga diberikan sikloplegik berupa Sulfas Atropin ed 3x1 ed OS,

Asam mefenamat tab 3x500 mg untuk mengurangi keluhan nyeri mata, dan timol

13
0,5% ed OS 2x1 untuk menurunkan tekanan intraokuler. Intervensi bedah disarankan

terutama untuk pasien yang terinfeksi organisme virulen, visus 20/400 atau kurang,

atau keterlibatan vitreus berat.6

Komplikasi akibat injeksi intravitreal sebagai penatalaksanaan endoftalmitis

antara lain: opasifikasi kornea dan kerusakan retina, serta infark makula ec

gentamisin. Prognosis endoftalmitis bervariasi tergantung pada tingkat keparahan

infeksi, organisme yang terlibat dan jumlah kerusakan mata menopang dari

peradangan dan jaringan parut. Kasus ringan endoftalmitis dapat memiliki hasil visual

yang sangat baik. Kasus yang parah dapat menyebabkan tidak hanya dalam

kehilangan penglihatan, tapi akhirnya hilang seluruh mata. Faktor prognosis

terpenting adalah visus pada saat diagnosis dan agen penyebab. Prognosis

endoftalmitis endogen secara umum lebih buruk dari eksogen karena jenis organisme

yang menyebabkan endoftalmitis endogen biasanya lebih virulen.6,9,10

14
DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Ophthalmology. Endophthalmitis. Dalam Intraocular


Inflammation and Uveitis Section 9. 2011. hlm. 267-73.
2. Veselinovic D dan Aleksandar V. Endoftalmitis. Acta Medica Medianae. 2009;
48 (1): 56-62.
3. Ojaimi E dan Wong DT. Endophthalmitis, prevention, and treatment. 2013.
University of Toronto: Canada.
4. Ilyas S. Ilmu Peyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit. 2007; 175-
76
5. Sadiq MA. Endogenous Endophthalmitis: Diagnosis, Management, and
Prognosis. Journal of Ophtalmic Inflammation and Infection. 2015:5(32);
1-11.
6. Kent M. dan Kampik A. Endophtalmitis: Pathogenesis, Clinical Presentation,
Management, and Perpectives. Clinical Ophtamology. 2010:4; 121-135.
7. Durand ML. Endphtalmitis. Clinical Microbial and Infection. 2013:19(3);
227-234.
8. Flynn HW. Recognition, Treatment and Prevention of Endophthalmitis. Miller
School of Medicine, University of Miami. 2015.
9. Packer M, dkk. Prevention, Diagnosis, and Management of Acute
Postoperative Bacterial Endophthalmitis. J Cataract Refract Surg. 2011:37;
1699-1714.
10. Jackson TL, Eykyn SJ, Graham EM, Stanford MR. Endogenous bacterial
endophthalmitis: a 17-year prospective series and review of 267 reported
cases. Survey of ophthalmology. 2003;48(4):403-23.
11. Theelen T. dan Tilanus MAD. Chapter 6: Treatment of Acute Bacterial
Endophtalmitis After Cataract Surgery Without Vitrectomy. 2015; 69-83.
12. Ojaimi E. dan Wong DT. Endophtalmitis, Prevention and Treatment in
Cataract Surgery. St Michael’s Hospital, University of Toronto, Canada. 2013;
265-284.
13. Hanscom TA. Postoperative Endophtalmitis. Clinical Infectious Disease,
Oxford Journal. 2004:38; 542-546.
14. Durand ML. Endophthalmitis. Clinical Microbiology Infection. 2013; 9: 227-
34.
15. Safneck JR. 2012. Endophtalmitis: A review of recent trends. Saudi Journal
of Ophtalmology. vol 26: 181-189. Elsevier.
16. Khurana AK. 2007. Diseases of the uveal tract, dalam Comprehensive
Ophtalmology, 4th Edition Chapter 7. New Age International Limited, New
Delhi: India.
17. Ramadhas K, Chandrasekaran S. 2016. Ultrasonographic evaluation of eyes
with opaque media. IOSR Journal of Dental and Medical Sciences, Vol 15 (4):
24-31.

15

Anda mungkin juga menyukai