Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

Katarak berasal dari bahsa Yunani (Katarrhakies), Inggris (Cataract), dan


Latin (Cataracta) yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut
bular dimana penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh.
Katarak ialah setiap kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan lensa), denaturasi protein lensa atau akibat keduaduanya (Ilyas, 2010).
Katarak kerap disebut sebagai penyebab kebutaan nomor satu di
Indonesia. Bahkan mengacu pada data World Health Organization (WHO),
katarak menyumbang sekitar 48% kasus kebutaan di seluruh dunia (Ilham,
2009).
Menurut WHO, di negara berkembang 1-3 % penduduk mengalami
kebutaan dan 50 % penyebabnya adalah katarak. Sedangkan untuk negara
maju sekitar 1,2 % penyebab kebutaan adalah katarak. Menurut survey
Depkes RI tahun 1982 pada delapan provinsi prevalensi kebutaan bilateral
adalah 1,2 % darin seluruh penduduk, sedangkan prevalensi kebutaan
unilateral adalah 2,1 % dari seluruh penduduk (Ilham, 2009).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

MATA NORMAL
1. Anatomi dan Fisiologi Mata
Bola mata memiliki 3 lapisan. Bola mata memiliki 3 lapisan. Dari
permukaan luar, terdapat lapisan fibrosa, yang terdiri dari sklera di
belakang dan kornea di bagian depan. Lapisan kedua yaitu lapisan
berpigmen dan vaskular, yang terdiri dari koroid, korpus siliaris, dan
iris. Lapisan ketiga yaitu lapisan neural yang dikenal sebagai retina.
Bola mata orang dewasa normal hampir mendekati bulat, dengan
diameter anteroposterior sekitar 24, 5 mm.

Gambar 1 lapisan mata

a. Konjungtiva
Merupakan membran mukosa yang transparan dan tipis yang
membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva
palpebris/tarsal) dan permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbi).
Perdarahan konjungtiva berasal dari arteri siliaris anterior dan arteri
palpebralis.

b. Sklera
Merupakan pembungkus fibrosa pelindung mata di bagian luar.
Jaringan bersifat padat dan berwarna putih, serta bersambungan
dengan kornea di sebelah anterior, dan durameter nervus optikus di
posterior. Permukaan luar sklera anterior dibungkus oleh sebuah
lapisan tipis dari jaringan elastik halus yang mengandung banyak
pembuluh darah yang memasuk sklera, yang disebut sebagai
episklera.
c. Kornea
Merupakan jaringan transparan yang memiliki tebal 0,54 mm
ditengah, dan 0,65 mm di tepi, serta berdiameter sekitar 11,5 mm.
Sumber nutrisi kornea berasal dari pembuluh darah limbus, humor
aqueous, dan air mata. Dalam axis penglihatan, kornea berperan
sebagai jendela paling depan dari mata dimana sinar masuk dan
difokuskan ke dalam pupil . Bentuk kornea cembung dengan sifat
yang transparan dimana kekuatan pembiasan sinar yang masuk 80
% atau 40 dioptri ,dengan indeks bias 1, 38 .
d. Uvea
Uvea terdiri atas iris, korpus siliaris, dan koroid. Bagian ini adalah
lapisan vaskular tengah mata dan dilindungi oleh kornea dan sklera.
e. Iris
Merupakan perpanjangan korpus siliaris ke anterior. Iris terletak
bersambungan dengan anterior lensa, yang memisahkan bilik
anterior dan blik posterior mata. Di dalam stroma iris terdapat otot
sfingter dan dilator pupil. Iris juga merupakan bagian yang memberi
warna pada mata. Dalam axis penglihatan, iris berfungsi mengatur

jumlah sinar yang masuk kedalam bola mata dengan mengatur besar
pupil menggunakan otot sfingter dan dilator pupil.
f. Pupil
Pupil berwarna hitam pekat yang mengatur jumlah sinar masuk
kedalam bola mata. Pada pupil terdapat m.sfinger pupil yang bila
berkontraksi akan mengakibatkan mengecilnya pupil (miosis) dan
m.dilatator pupil yang bila berkontriksi akan mengakibatkan
membesarnya pupil (midriasis)
g. Corpus siliaris
Membentang ke depan dari ujung anterior koroid ke pangkal iris.
Corpus silliaris berperan untuk akomodasi dan menghasilkan humor
aquaeus
h. Lensa
Merupakan struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna, dan
transparan. Memiliki tebal sekitar 4mm dan diameter 9mm. Terletak
di

belakang

iris.

Lensa

digantung

oleh

zonula

yang

menghubungkannya dengan korpus siliaris. Dalam axis penglihatan,


lensa berperan untuk berakomodasi dan memfokuskan cahaya ke
retina.
i. Retina
Merupakan selembar tipis jaringan saraf yang semi transparan yang
melapisi dua per tiga bagian dalam posterior dinding bola mata.
Dalam aksis penglihatan, retina berfungsi untuk menangkap
rangsangan jatuhnya cahaya dan akan diteruskan berupa bayangan
benda sebagai impuls elektrik ke otak untuk membentuk gambaran
yang dilihat. Pada retina terdapat sel batang sebagai sel pengenal
sinar dan sel kerucut yang mengenal frekuensi sinar.

j. Nervus Optikus
Saraf penglihatan yang meneruskan rangsangan listrik dari mata ke
korteks visual untuk dikenali bayangannya.

Gambar 2 nervus mata

2. Anatomi dan Histologi Lensa


Lensa merupakan struktur yang transparan, bikonveks, dan kristalin
terletak di antara iris dan badan kaca. Lensa memiliki ukuran diameter 910 mm dengan ketebalan 3,5 mm 5 mm. Di belakang iris, lensa
terfiksasi pada serat zonula yang berasal dari badan siliar. Serat zonula
tersebut menempel dan menyatu dengan lensa pada bagian anterior dan
posterior dari kapsul lensa. Kapsul merupakan membran dasar yang
melindungi nukleus, korteks, dan epitel lensa. Permukaan anterior dan
posterior lensa memiliki beda kelengkungan, dimana permukaan anterior
lensa

lebih

melengkung

dibandingkan

bagian

posterior. Kedua

permukaan ini bertemu di bagian ekuator. Sebagai media refraksi, lensa


memiliki indeks refraksi sebesar 1,39, dan memilki kekuatan hingga 1516 dioptri. Dengan bertambahnya usia, kemampuan akomodasi lensa
akan berkurang, sehingga kekuatan lensa pun akan menurun.

Struktur lensa dapat diurai menjadi :


1. Kapsul lensa
Kapsul lensa merupakan membran dasar yang transparan. Kapsul
lensa tersusun dari kolagen tipe-IV yang berasal dari sel-sel epitel
lensa. Kapsul berfungsi untuk mempertahankan bentuk lensa saat
akomodasi. Kapsul lensa paling tebal pada bagian anterior dan
posterior zona preekuator (14 um,) dan paling tipis pada bagian tengah
kutub posterior (3um).
2. Epitel anterior
Epitel anterior lensa dapat ditemukan tepat dibelakang kapsul anterior.
Merupakan selapis sel kuboid yang berfungsi untuk memenuhi
kebutuhan lensa dan regenerasi serat lensa. Pada bagian ekuator, sel
ini berproliferasi dengan aktif untuk membentuk serat lensa baru.
3. Serat lensa
Serat lensa merupakan hasil dari proliferasi epitel anterior. Serat lensa
yang matur adalah serat lensa yang telah keihlangan nucleus, dan
membentuk korteks dari lensa. Serat-serat yang sudah tua akan
terdesak oleh serat lensa yang baru dibentuk ke tengah lensa.
4. Ligamentum suspensorium (Zonulla zinnii)
Secara

kasar,

ligamentun

suspensorium

merupakan

tempat

tergantungnya lensa, sehingga lensa terfiksasi di dalam mata.


Ligamentum suspensorium menempel pada lensa di bagian anterior
dan posterior kapsul lensa. Ligamentum suspensorium merupakan
panjangan dari corpus silliaris.

Gambar 3 lapisan lensa


3. Fisiologi Lensa
1. Transparansi lensa
Lensa tidak memiliki pembuluh darah maupun sistem saraf. Untuk
mempertahankan kejernihannya, lensa harus menggunakan aqueous
humour sebagai penyedia nutrisi dan sebagai tempat pembuangan
produknya. Namun hanya sisi anterior lensa saja yang terkena aqueous
humour. Oleh karena itu, sel-sel yang berada ditengah lensa
membangun jalur komunikasi terhadap lingkungan luar lensa dengan
membangun low resistance gap junction antar sel.
2. Akomodasi lensa
Akomodasi lensa merupakan mekanisme yang dilakukan oleh mata
untuk mengubah fokus dari benda jauh ke benda dekat yang bertujuan
untuk menempatkan bayangan yang terbentuk tepat jatuh di retina.
Akomodasi terjadi akubat perubahan lensa oleh badan silluar terhadap
serat zonula. Saat m. cilliaris berkontraksi, serat zonular akan
mengalami relaksasi sehingga lensa menjadi lebih cembung dan
mengakibatkan daya akomodasi semakin kuat. Terjadinya akomodasi
dipersarafi ole saraf simpatik cabang nervus III. Pada penuaan,
kemampuan akomodasi akan berkurang secara klinis oleh karena
terjadinya kekakuan pada nukelus.

Perubahan yang terjadi pada saat akomodasi sebagai berikut:

Gambar 4 akomodasi pada mata normal

KATARAK
1. Definisi
Katarak merupakan abnormalitas pada lensa mata berupa kekeruhan
lensa yang menyebabkan tajam penglihatan penderita berkurang. Katarak
lebih sering dijumpai pada orang tua, dan merupakan penyebab kebutaan
nomor 1 di seluruh dunia. Kata katarak berasal dari Yunani
katarraktes yang berarti air terjun. Katarak sendiri sebenarnya
merupakan kekeruhan pada lensa akibat hidrasi atau denaturasi protein
sehingga memberikan gambaran area berawan atau putih.
2. Epidimiologi
Lebih dari 90% kejadian katarak merupakan katarak senilis. 20-40%
orang usia 60 tahun ke atas mengalami penurunan ketajaman penglihatan
akibat kekeruhan lensa. Sedangkan pada usia 80 tahun ketas insidensinya
mencapai 60-80%. Prevalensi katarak congenital pada negara maju
berkisar 2-4 setiap 10000 kelahiran. Frekuensi katarak laki-laki dan
perempuan sama besar. Di seluruh dunia, 20 juta orang mengalami
kebutaan akibat katarak.

3. Etiologi dan Faktor Risiko


Penyebab tersering dari katarak adalah proses degenerasi, yang
menyebabkan lensa mata menjadi keras dan keruh. Pengeruhan lensa
dapat dipercepat oleh faktor risiko seperti merokok, paparan sinar UV
yang tinggi, alkohol, defisiensi vit E, radang menahun dalam bola mata,
dan polusi asap motor/pabrik yang mengandung timbal.
Cedera pada mata seperti pukulan keras, tusukan benda, panas yang
tinggi, dan trauma kimia dapat merusak lensa sehingga menimbulkan
gejala seperti katarak.
Katarak juga dapat terjadi pada bayi dan anak-anak, disebut sebagai
katarak

congenital.

Katarak

congenital

terjadi

akibat

adanya

peradangan/infeksi ketika hamil, atau penyebab lainnya. Katarak juga


dapat terjadi sebagai komplikasi penyakit infeksi dan metabolic lainnya
seperti diabetes mellitus.
4. Patofisiologi
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan
hilangnya transparansi. Perubahan dalam serabut halus
multipel (zonula) yang memaenjang dari badan silier ke
sekitar daerah di luar lensa.

Perubahan kimia dalam

protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga


mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya
cahaya

ke

retina.

Salah

satu

teori

menyebutkan

terputusnya protein lensa normal disertai influks air ke


dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang
tegang dan mengganggu transmisi sinar.

Teori lain

mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam


melindungi lensa dari degenerasi.

Jumlah enzim akan

menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada


kebanyakan pasien yang menderita katarak.

5. Klasifikasi
Morfologi

Maturitas

Onset

Kapsular

Insipien

Kongenital

Subkapsular

Intumesen

Infantile

Kortikal

Immatur

Juvenile

Supranuklear

Matur

Presenile

Nuklear

Hipermatur

Senile

Polar

Morgagni

KATARAK SENILIS
1. Definisi dan Epidimiologi
Katarak senilis merupakan tipe katarak didapat yang timbul karena
proses degeneratif dan umum terjadi pada pasien di atas 50 tahun. Pada
usia 70 tahun, lebih dair 90% individu mengalami katarak senilis.
Umumnya mengenai kedua mata dengan salah satu mata terkena lebih
dulu.
Faktor-faktor yang mempengaruhi onset, tipe, dan maturasi katarak
senilis antara lain:
a. Herediter
b. Radiasi sinar UV
c. Faktor makanan
d. Krisis dehidrasional
e. Merokok
2.

Etiologi
Peyebabnya sampai sekarang tidak diketahui secara pasti. Namun,
diduga katarak senilis terjadi karena:
a.

Proses pada nukleus

10

Oleh karena serabut-serabut lensa yang terbentuk lebih dahulu


selalu terdorong ke arah tengah maka serabut-serabut lensa bagian
tengah akan menjadi lebih padat (nukleus), mengalami dehidrasi,
penimbunan ion kalsium (Ca) dan sklerosis. Pada nukleus ini
kemudian terjadi\ penimbunan pigmen. Pada keadaan ini lensa
menjadi kurang hipermetropi.
b. Proses pada korteks
Timbul celah-celah diantara serabut serat lensa, yang berisi air
dan penimbunan ion Ca sehingga lensa menjadi lebih tebal, lebih
cembung dan membengkak menjadi lebih miopi.
3. Patofisiologi
Komposisi lensa sebagian besar berupa air dan protein yaitu kristalin.
Kristalin dan adalah chaperon, yang merupakan heat shock protein.
Heat shock protein berguna untuk menjaga keadaan normal dan
mempertahankan molekul protein agar tetap inaktif sehingga lensa tetap
jernih. Lensa orang dewasa tidak dapat lagi mensintesis kristalin untuk
menggantikan kristalin yang rusak, sehingga dapat menyebabkan
terjadinya kekeruhan lensa.
Mekanisme terjadi kekeruhan lensa pada katarak senilis yaitu:
1. Katarak senilis kortikal
Terjadi proses dimana jumlah protein total berkurang, diikuti dengan
penurunan asam amino dan kalium,
yang mengakibatkan kadar natrium
meningkat. Hal ini menyebabkan
lensa memasuki keadaan hidrasi
yang diikuti oleh koagulasi protein.
Pada katarak senilis kortikal terjadi
derajat maturasi sebagai berikut:
- Derajat separasi lamelar

11

Terjadi demarkasi dari serat kortikal akibat hidrasi. Tahap ini hanya
dapat diperhatikan menggunakan slitlamp dan masih bersifat
reversibel.
- Katarak insipien
Merupakan tahap dimana kekeruhan lensa dapat terdeteksi dengan
adanya area yang jernih diantaranya. Kekeruhan dapat dimulai dari
ekuator ke arah sentral (kuneiform) atau dapat dimulai dari sentral
(kupuliform).
- Katarak imatur
Kekeruhan pada katarak imatur belum mengenai seluruh bagian
lensa. Volume lensa dapat bertambah akibat meningkatnya tekanan
osmotik, bahan lensa yang degeneratif, dan dapat terjadi glaukoma
sekunder.
- Katarak matur
Kekeruhan pada katarak matur sudah mengenai seluruh bagian
lensa. Deposisi ion Ca dapat menyebabkan kekeruhan menyeluruh
pada derajat maturasi ini. Bila terus berlanjut, dapat menyebabkan
kalsifikasi lensa.
- Katarak hipermatur
Pada stadium ini protein-protein di bagian korteks lensa sudah
mencair. Cairan keluar dari kapsul dan menyebabkan lensa menjadi
mengerut.
- Katarak Morgagni
Merupakan kelanjutan dari katarak hipermatur, di mana nukleus
lensa menggenang bebas di dalam kantung kapsul. Pengeretuan
dapat berjalan terus dan menyebabkan hubungan dengan zonula
Zinii menjadi longgar.
2. Katarak senilis nuklear
Terjadi proses sklerotik dari nukleus lensa. hal ini menyebabkan lensa
menjadi keras dan kehilangan daya akomodasi.

12

Maturasi pada katarak senilis nuklear terjadi melalui proses sklerotik,


dimana

lensa

kehilangan

daya

elastisitas

dan

keras,

yang

mengakibatkan menurunnya kemampuan akomodasi lensa, dan terjadi


obtruksi sinar cahaya yang melewati lensa mata. Maturasi dimulai dari
sentral menuju perifer. Perubahan warna terjadi akibat adanya deposit
pigmen. Sering terlihat gambaran nukleus berwarna coklat (katarak
brunesens) atau hitam (katarak nigra) akibat deposit pigmen dan
jarang berwarna merah (katarak rubra).

Gambar 5 gambaran katarak nuklear


4.

Klasifikasi
Berdasarkan lokasi terjadinya kekeruhan pada lensa, katarak
dikelompokkan menjadi tiga tipe, yaitu :
a.

Katarak nuklear
Katarak nuklear merupakan kekeruhan terutama pada nukleus
dibagian sentral lensa. Kekeruhan ini terjadi akibat sklerosis nuklear
dan penguningan lensa yang berlebihan. Beberapa derajat sklerosis
nuklear dan penguningan pada umumnya merupakan proses
kondensasi nukleus lensa yang umumnya normal pada pasien diatas
usia pertengahan. Kondisi ini hanya sedikit mempengaruhi fungsi
visual. Katarak nuklear cenderung berkembang secara perlahan dan
biasanya bilateral, meskipun bisa asimetri. Katarak nuklear biasanya
menyebabkan gangguan yang lebih besar pada penglihatan jauh
daripada penglihatan dekat. Pada tahap awal, pengerasan yang

13

progresif dari nukleus lensa menyebabkan peningkatan indeks


refraksi lensa dan terjadi perpindahan myopik (myopic shift) pada
refraksinya, dikenal sebagai miopia lentikularis. Pada beberapa kasus
perubahan myopik sementara menyebabkan individu dengan
presbiopia dapat membaca tanpa kacamata, suatu kondisi yang
disebut dengan penglihatan kedua (second sight). Gejala yang lain
dapat berupa diplopia monokular dan gangguan diskriminasi warna.
Katarak jenis ini dapat terjadi pada pasien diabetes melitus dan
miopia tinggi. Tajam penglihatan sering lebih baik daripada dugaan
sebelumnya dan biasanyaditemukan pada pasien 65 tahun keatas
yang belum memperlihatkan adanya katarak kortikal posterior.
b.

Katarak kortikal
Katarak kortikal adalah kekeruhan pada korteks lensa. Katarak
ini cenderung bilateral tetapi seringkali asimetris. Efeknya terhadap
fungsi penglihatan bervariasi, tergantung dari jarak kekeruhan
terhadap aksial penglihatan. Gejala katarak kortikal adalah fotofobia
dari sumber cahaya fokal yang terus-menerus dan diplopia
monokular. Katarak kortikal bervariasi kecepatan perkembangannya.
Beberapa kekeruhan kortikal tetap tidak berubah untuk periode yang
lama, sementara yang lainnya berkembang dengan cepat.

c.

Katarak subkapsular posterior


Katarak subkapsular posterior atau katarak cupuliformis,
terdapat pada korteks di dekat kapsul posterior bagian sentral dan
biasanya di aksial. Pada awal perkembangannya, katarak ini
cenderung menimbulkan gangguan penglihatan karena adanya
keterlibatan sumbu penglihatan. Gejala yang timbul adalah fotofobia
dan penglihatan buruk dibawah kondisi cahaya terang, akomodasi,
atau miotikum. Ketajaman penglihatan dekat menjadi lebih
berkurang daripada penglihatan jauh. Beberapa pasien mengalami
diplopia monokular Katarak subkapsular posterior sering terlihat
pada pasien yang lebih muda dibandingkan dengan pasien yang
menderita katarak nuklear atau kortikal. Selain itu sering ditemukan

14

pada pasien diabetes mellitus, miopia tinggi dan retinitis pigmentosa


serta dapat juga terjadi akibat trauma, penggunaan kortikosteroid
sistemik atau topikal, inflamasi, dan paparan radiasi ion.
Ketiga tipe katarak tersebut dilakukan pemeriksaan slitlamp dengan
menggunakan kriteria Lens Opacity Classification System (LOCS) III
untuk mengetahui derajat keparahan katarak dan menentukan rencana
terapi pembedahan katarak sehingga dapat memperkecil kemungkinan
terjadinya komplikasi. Katarak nuklear dilakukan penilaian nuclear
opalescense (NO) dan intensitas kekeruhannya, nuclear color (NC).
Katarak kortikal (C) dinilai dengan membandingkan kumpulan cortical
spoking pada pasien dengan standar fotografi.
Katarak subkapsular posterior (P) juga ditentukan dengan
membandingkan
Pemeriksaan

kekeruhan

derajat

dari

tersebut

dengan

masingmasing

tipe

standar
diperoleh

fotografi.
dengan

membandingkan lokasi kekeruhan lensa pasien dengan skala yang


terdapat pada standar fototgrafi. Kriteria LOCS III terdiri dari 4 skala
desimal untuk masing-masing NO, NC, C dan P. NC dan NO
dikelompokkan dengan skala desimal dari 0,1 sampai 6,9. Derajat C dan
P dikelompokkan dengan skala desimal dari 0,1 sampai 5,9.

Gambar 6 Standar fotografi LOCS III berukuran 8.5 x 11 inci pada color
transparency yang digunakan pada pemeriksaan slitlamp

15

5. Manifestasi Klinis
Manifestasi dari gejala yang dirasakan oleh pasien penderita katarak
terjadi secara progresif dan merupakan proses yang kronis. Gangguan
penglihatan bervariasi, tergantung pada jenis dari katarak yang diderita
pasien.
Gejala pada penderita katarak adalah sebagai berikut:
1. Penurunan visus
2. Silau
3. Perubahan miopik
4. Diplopia monocular
5. Halo bewarna
6. Bintik hitam di depan mata
Tanda pada penderita katarak adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan visus berkisar antara 6/9 sampai hanya persepsi cahaya
2. Pemeriksaan iluminasi oblik
3. Shadow test
4. Oftalmoskopi direk
5. Pemeriksaan sit lamp
Derajat kekerasan nukleus dapat dilihat pada slit lamp sebagai berikut.

6. Stadium
Berdasarkan kekeruhan pada lensa, maka katarak senilis
dibedakan
menjadi 4 stadium, yaitu:

16

a.

Katarak insipien
Pada stadium ini mulai timbul kekeruhan akibat proses
degenerasi lensa. Kekeruhan lensa berupa bercak-bercak tak teratur
seperti baji dengan dasar di perifer dan daerah jernih diantaranya.
Kekeruhan biasanya terletak di korteks anterior atau posterior.
Kekeruhan ini mula-mula hanya dapat tampak apabila pupil
dilebarkan sedangkan pada stadium lanjut puncak baji dapat tampak
pada pupil normal.1 Pada stadium ini proses degenerasi belum
menyerap cairan mata ke dalam lensa sehingga akan terlihat bilik
mata depan normal, iris dalam posisi normal disertai dengan
kekeruhan ringan pada lensa. Tajam penglihatan pasien belum
terganggu.20 Kekeruhan ini dapat menimbulkan poliopia oleh karena
indeks refraksi yang tidak sama pada semua bagian lensa. Stadium
ini kadang menetap untuk waktu yang lama.

b.

Katarak imatur
Kekeruhan belum mengenai seluruh lapisan lensa sehingga
masih ditemukan bagian-bagian yang jernih. Pada stadium ini dapat
terjadi hidrasi korteks. Lensa yang degeneratif mulai meningkat
tekanan osmotiknya dan menyerap cairan mata sehingga lensa akan
mencembung (katarak intumesen). Pencembungan lensa ini akan
menyebabkan bilik depan mata dangkal, sudut bilik mata menyempit
dan daya biasnya bertambah, menyebabkan miopisasi. Penglihatan
mulai berkurang karena media refrakta tertutup kekeruhan lensa
yang menebal.

c.

Katarak matur
Pada katarak matur kekeruhan telah mengenai seluruh masa
lensa. Kekeruhan ini terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh.
Tekanan cairan di dalam lensa sudah dalam keadaan seimbang
dengan cairan dalam mata. Oleh karena itu, pada katarak imatur atau
intumesen yang tidak dikeluarkan, cairan lensa akan keluar sehingga
lensa kembali pada ukuran yang normal. Akan terjadi kekeruhan

17

seluruh lensa yang bila lama akan mengakibatkan kalsifikasi lensa.


Bilik mata depan normal kembali, sudut bilik mata depan terbuka
normal dan uji bayangan iris negatif. Tajam penglihatan sangat
menurun dan dapat hanya tinggal proyeksi sinar positif.
d.

Katarak hipermatur
Katarak yang mengalami proses degenerasi lebih lanjut, dapat
menjadi keras atau lembek dan mencair. Pada stadium ini terjadi
degenerasi kapsul lensa dan mencairnya korteks lensa sehingga masa
korteks ini dapat keluar melalui kapsul dan masuk ke dalam bilik
mata depan.20 Hal ini menyebabkan lensa menjadi lebih kecil,
berwarna kuning dan kering. Bila proses katarak berjalan lanjut
disertai dengan kapsul yang tebal maka korteks yang berdegenerasi
dan cair tidak dapat keluar. Korteks akan memperlihatkan bentuk
seperti kantong susu disertai dengan nukleus yang terbenam didalam
korteks lensa karena lebih berat. Keadaan ini disebut sebagai katarak
Morgagni.
Insipien
Kekeruhan
Ringan
Cairan lensa Normal

Imatur
Sebagian
Bertambah

Matur
Seluruh
Normal

(air masuk)

Hipermatur
Masif
Berkurang
(air+masa lensa

Terdorong
Dangkal

Normal
Normal

keluar)
Tremulans
Dalam

depan
Sudut bilik Normal

Sempit

Normal

Terbuka

mata
Shadow test
Penyulit

Positif
Glaukoma

Negatif
-

Pseudopositif
Uveitis

Iris
Bilik

Normal
mata Normal

Negatif
-

+ glaukoma

7.

Diagnosa

18

Diagnosa katarak senilis dapat dibuat dari hasil anamnesis dan


pemeriksaan fisik. Pemeriksaan laboratorium preoperasi dilakukan
untuk mendeteksi adanya penyakit-penyakit yang menyertai, seperti
DM, hipertensi, dan kelainan jantung.
Pada pasien katarak sebaiknya dilakukan pemeriksaan visus untuk
mengetahui kemampuan melihat pasien. Visus pasien dengan katarak
subcapsuler

posterior

dapat

membaik

dengan

dilatasi

pupil.

Pemeriksaan adneksa okuler dan struktur intraokuler dapat memberikan


petunjuk terhadap penyakit pasien dan prognosis penglihatannya.
Pemeriksaan slit lamp tidak hanya difokuskan untuk evaluasi
opasitas lensa tetapi dapat juga struktur okuler lain, misalnya
konjungtiva, kornea, iris, bilik mata depan. Ketebalan kornea harus
diperiksa dengan hati-hati, gambaran lensa harus dicatat dengan teliti
sebelum dan sesudah pemberian dilator pupil, posisi lensa dan
intergritas dari serat zonular juga dapat diperiksa sebab subluksasi lensa
dapat mengidentifikasi adanya trauma mata sebelumnya, kelainan
metabolik, atau katarak hipermatur. Pemeriksaan shadow test dilakukan
untuk menentukan stadium pada katarak senilis. Selain itu, pemeriksaan
ofthalmoskopi direk dan indirek dalam evaluasi dari intergritas bagian
belakang harus dinilai.
8.

Tatalaksana
Penatalaksanaan definitif untuk katarak senilis adalah ekstraksi lensa.
Bergantung pada integritas kapsul lensa posterior, ada 2 tipe bedah lensa
yaitu intra capsuler cataract ekstraksi (ICCE) dan ekstra capsuler cataract
ekstraksi (ECCE). Berikut ini akan dideskripsikan secara umum tentang
tiga prosedur operasi pada ekstraksi katarak yang sering digunakan yaitu
ICCE, ECCE, dan phacoemulsifikasi.
a.

Intra Capsular Cataract Extraction (ICCE)

19

Tindakan pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama


kapsul. Seluruh lensa dibekukan di dalam kapsulnya

dengan

cryophake dan depindahkan dari mata melalui incisi korneal superior


yang lebar. Sekarang metode ini hanya dilakukan hanya pada keadaan
lensa subluksatio dan dislokasi. Pada ICCE tidak akan terjadi katarak
sekunder dan merupakan tindakan pembedahan yang sangat lama
populer.ICCE tidak boleh dilakukan atau kontraindikasi pada pasien
berusia kurang dari 40 tahun yang masih mempunyai ligamen
hialoidea kapsular. Penyulit yang dapat terjadi pada pembedahan ini
astigmatisme, glukoma, uveitis, endoftalmitis, dan perdarahan.
b.

Extra Capsular Cataract Extraction ( ECCE )


Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan
pengeluaran isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa
anterior sehingga massa lensa dan kortek lensa dapat keluar melalui
robekan. Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak muda, pasien
dengan kelainan endotel, implantasi lensa intra ocular posterior,
perencanaan implantasi sekunder lensa intra ocular, kemungkinan
akan dilakukan bedah glukoma, mata dengan prediposisi untuk
terjadinya prolaps badan kaca, mata sebelahnya telah mengalami
prolap badan kaca, ada riwayat mengalami ablasi retina, mata dengan
sitoid macular edema, pasca bedah ablasi, untuk mencegah penyulit
pada saat melakukan pembedahan katarak seperti prolaps badan kaca.
Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapat
terjadinya katarak sekunder.

c.

Phacoemulsification

20

Phakoemulsifikasi (phaco) adalah teknik


untuk

membongkar

dan

memindahkan

kristal lensa. Pada teknik ini diperlukan


irisan yang sangat kecil (sekitar 2-3mm) di
kornea. Getaran ultrasonic akan digunakan
untuk menghancurkan katarak, selanjutnya
mesin PHACO akan menyedot massa
katarak yang telah hancur sampai bersih.
Sebuah lensa Intra Okular yang dapat dilipat
dimasukkan melalui irisan tersebut. Karena incisi yang kecil maka
tidak diperlukan jahitan, akan pulih dengan sendirinya, yang
memungkinkan pasien dapat dengan cepat kembali melakukan
aktivitas sehari-hari.Tehnik ini bermanfaat pada katarak kongenital,
traumatik, dan kebanyakan katarak senilis.
9.

Komplikasi
Apabila dibiarkan katarak akan menimbulkan gangguan
penglihatan dan komplikasi seperti glaukoma, uveitis dan kerusakan
retina.

10.

Prognosis
Apabila pada proses pematangan katarak dilakukan penanganan
yang tepat sehingga tidak menimbulkan komplikasi serta dilakukan
tindakan pembedahan pada saat yang tepat maka prognosis pada
katarak senilis umumnya baik.

BAB III

21

KESIMPULAN

Katarak senilis adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu
usia di atas 50 tahun. Umumnya mengenai kedua mata dengan salah satu mata terkena
lebih dulu. Faktor-faktor yang mempengaruhi onset, tipe dan maturasi katarak senilis
antara lain herediter, radiasi sinar UV, faktor makanan, krisis dehidrasional, dan merokok.
Katarak senilis secara klinis dikenal dalam empat stadium, yaitu stadium insipiens,
imatur, matur dan hipermatur. Manifestasi klinis dari gejala yang dirasakan oleh pasien
penderita katarak terjadi secara progresif dan merupakan proses yang kronis. Gangguan
pnglihatan bervariasi tergantung pada jenis katarak yang diderita pasien.
Pengobatan pada katarak adalah pembedahan. Untuk menentukan kapan kapan
katarak dapat dibedah ditentukan oleh keadaan tajam penglihatan. Tajam penglihatan
dikaitkan dengan tugas sehari-hari penderita. Apabila dibiarkan katarak akan
menimbulkan gangguan penglihatan dan komplikasi seperti glaukoma, uveitis dan
kerusakan retina.
Apabila pada proses pematangan katarak dilakukan penanganan yang tepat sehingga
tidak menimbulkan komplikasi serta dilakukan tindakan pembedahan pada saat yang
tepat maka prognosis pada katarak senilis umumnya baik.

22

Anda mungkin juga menyukai