Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN POST TREPANASI + VENTILATOR

OLEH
I KOMANG LEO TRIANDANA ARIZONA
NIM. 131523143073

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2016

ASUHAN KEPERATAWATAN PADA KLIEN POST TREPANASI + VENTILATOR


A.

Definisi
Trepanasi atau Craniotomy adalah Operasi untuk membuka tengkorak (tempurung
kepala) dengan maksud untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan otak. Trepanasi/
kraniotomi adalah suatu tindakan membuka tulang kepala yang bertujuan mencapai otak
untuk tindakan pembedahan definitif.

B.

Indikasi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

C.

Pengangkatan jaringan abnormal


Mengurangi tekanan intracranial
Mengevaluasi bekuan darah
Mengontrol bekuan darah
Pembenahan organ-organ intracranial
Tumor otak
Perdarahan
Peradangan dalam otak
Trauma pada tengkorak

Teknik Operasi

1. Positioning
Letakkan kepala pada tepi meja untuk memudahkan operator. Headup kurang
lebih 15 derajat (pasang donat kecil dibawah kepala). Letakkan kepala miring
kontralateral lokasi lesi/ hematoma. Ganjal bahu satu sisi saja (pada sisi lesi) misalnya
kepala miring ke kanan maka ganjal bantal di bahu kiri dan sebaliknya.
2. Washing
Cuci lapangan operasi dengan savlon. Tujuan savlon: desinfektan,
menghilangkan lemak yang ada di kulit kepala sehingga pori-pori terbuka, penetrasi
betadine lebih baik. Keringkan dengan doek steril. Pasang doek steril di bawah kepala
untuk membatasi kontak dengan meja operasi.
3. Markering
Setelah markering periksa kembali apakah lokasi hematomnya sudah benar
dengan melihat CT scan. Saat markering perhatikan: garis rambut untuk kosmetik,
sinus untuk menghindari perdarahan, sutura untuk mengetahui lokasi, zygoma
sebagai batas basis cranii, jalannya N VII ( kurang lebih 1/3 depan antara tragus
sampai dengan canthus lateralis orbita).
4. Desinfeksi
Desinfeksi lapangan operasi dengan betadine. Suntikkan Adrenalin 1:200.000
yang mengandung lidocain 0,5%. Tutup lapangan operasi dengan doek steril.
5. Operasi
a. Incisi lapis demi lapis sedalam galea (setiap 5cm) mulai dari ujung.
b. Pasang haak tajam 2 buah (oleh asisten), tarik ke atas sekitar 60 derajat.

c. Buka flap secara tajam pada loose


connective tissue. Kompres dengan
kasa basah. Di bawahnya diganjal
dengan

kasa

steril

supaya

pembuluh darah tidak tertekuk


(bahaya

nekrosis

pada

kulit

kepala). Klem pada pangkal flap


dan fiksasi pada doek.
d. Buka pericranium dengan diatermi. Kelupas secara hati-hati dengan rasparatorium
pada daerah yang akan di burrhole dan gergaji kemudian dan rawat perdarahan.
e. Penentuan
idealnya

lokasi
pada

burrhole

setiap

tepi

hematom sesuai gambar CT scan.


f. Lakukan

burrhole

pertama

dengan mata bor tajam (Hudsons


Brace) kemudian dengan mata

bor

yang melingkar (Conical boor)

bila

sudah menembus tabula interna.


g. Boorhole minimal pada 4 tempat
sesuai dengan merkering.
h. Perdarahan dari tulang dapat dihentikan dengan bone wax. Tutup lubang boorhole
dengan kapas basah/ wetjes.
i. Buka tulang dengan gigli. Bebaskan dura dari cranium dengan menggunakan
sonde. Masukan penuntun gigli pada lubang boorhole. Pasang gigli kemudian
masukkan penuntun gigli sampai menembus lubang boorhole di sebelahnya.
Lakukan pemotongan dengan gergaji dan asisten memfixir kepala penderita.
j. Patahkan tulang kepala dengan flap ke atas menjauhi otak dengan cara tulang
dipegang dengan knabel tang dan bagian bawah dilindungi dengan elevator
kemudian miringkan posisi elevator pada saat mematahkan tulang.
k. Setelah nampak hematom epidural, bersihkan tepi-tepi tulang dengan spoeling dan
suctioning sedikit demi sedikit. Pedarahan dari tulang dapat dihentikan dengan
bone wax.
l. Gantung dura (hitch stitch) dengan benang silk 3.0 sedikitnya 4 buah.

m. Evakuasi hematoma dengan spoeling dan suctioning secara gentle. Evaluasi dura,
perdarahan dari dura dihentikan dengan diatermi. Bila ada perdarahan dari tepi
bawah tulang yang merembes tambahkan hitch stitch pada daerah tersebut kalau
perlu tambahkan spongostan di bawah tulang. Bila perdarahan profus dari bawah
tulang (berasal dari arteri) tulang boleh di-knabel untuk mencari sumber
perdarahan kecuali dicurigai berasal dari sinus.
n. Bila ada dura yang robek jahit dura dengan silk 3.0 atau vicryl 3.0 secara simpul
dengan jarak kurang dari 5mm. Pastikan sudah tidak ada lagi perdarahan dengan
spoeling berulang-ulang.
o. Pada subdural hematoma setelah dilakukan kraniektomi langkah salanjutnya
adalah membuka duramater.
p. Sayatan pembukaan dura seyogianya berbentuk tapal kuda (bentuk U) berlawanan
dengan sayatan kulit. Duramater dikait dengan pengait dura, kemudian bagian
yang terangkat disayat dengan pisau sampai terlihat lapisan mengkilat dari
arakhnoid. (Bila sampai keluar cairan otak, berarti arachnoid sudah turut tersayat).
Masukkan kapas berbuntut melalui lubang sayatan ke bawah duramater di dalam
ruang subdural, dan sefanjutnya dengan kapas ini sebagai pelindung terhadap
kemungkinan trauma pada lapisan tersebut.
q. Perdarahan dihentikan dengan koagulasi atau pemakaian klip khusus. Koagulasi
yang dipakai dengan kekuatan lebih rendah dibandingkan untuk pembuluh darah
kulit atau subkutan.
r. Reseksi jaringan otak didahului dengan koagulasi permukaan otak dengan
pembuluh-pembuluh darahnya baik arteri maupun vena.
s. Semua pembuluh darah baik arteri maupun vena berada di permukaan di ruang
subarahnoidal, sehingga bila ditutup maka pada jaringan otak dibawahnya tak ada
darah lagi.
t. Perlengketan jaringan otak dilepaskan dengan koagulasi. Tepi bagian otak yang
direseksi harus dikoagulasi untuk menjamin jaringan otak bebas dari perlengketan.
Untuk membakar permukaan otak, idealnya dipergunakan kauter bipolar. Bila
dipergunakan kauter monopolar, untuk memegang jaringan otak gunakan pinset
anatomis halus sebagai alat bantu kauterisasi.
u. Pengembalian tulang. Perlu dipertimbangkan dikembalikan/tidaknya tulang
dengan evaluasi klinis pre operasi dan ketegangan dura. Bila tidak dikembalikan
lapangan operasi dapat ditutup lapis demi lapis dengan cara sebagai berikut:

1) Teugel dura di tengah lapangan operasi dengan silk 3.0 menembus keluar
2)
3)
4)
5)
6)
7)

kulit.
Periost dan fascia otot dijahit dengan vicryl 2.0.
Pasang drain subgaleal.
Jahit galea dengan vicryl 2.0.
Jahit kulit dengan silk 3.0.
Hubungkan drain dengan vaum drain (Redon drain).
Operasi selesai.

v. Bila tulang dikembalikan, buat lubang untuk fiksasi tulang, pertama pada tulang
yang tidak diangkat (3-4 buah). Tegel dura ditengah tulang yang akan
dikembalikan untuk menghindari dead space. Buat lubang pada tulang yang akan
dikembalikan sesuai dengan lokasi yang akan di fiksasi (3-4 buah ditepi dan 2
lubang ditengah berdekatan untuk teugel dura). Lakukan fiksasi tulang dengan
dengan silk 2.0, selanjutnya tutup lapis demi lapis seperti diatas.
D.

Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik lokal (akibat kompresi tumor pada bagian yang spesifik dari otak) :
1. Perubahan penglihatan, misalnya: hemianopsia, nystagmus, diplopia, kebutaan,
2.
3.
4.
5.
6.
7.

tanda-tanda papil edema.


Perubahan bicara, msalnya: aphasia
Perubahan sensorik, misalnya: hilangnya sensasi nyeri, halusinasi sensorik.
Perubahan motorik, misalnya: ataksia, jatuh, kelemahan, dan paralisis.
Perubahan bowel atau bladder, misalnya: inkontinensia, retensia urin, dan konstipasi.
Perubahan dalam pendengaran, misalnya : tinnitus, deafness.
Perubahan dalam seksual

Manifestasi klinik umum (akibat dari peningkatan TIK, obstruksi dari CSF).
1. Sakit kepala
2. Nausea atau muntah proyektil
3. Pusing
4. Perubahan mental
5. Kejang
E.

Pemeriksaan Penunjang
Untuk membantu menentukan lokasi tumor yang tepat, sebuah deretan pengujian
dilakukan.
1. CT-Scan memberikan info spesifik menyangkut jumlah, ukuran, dan kepadatan jejas
tumor, serta meluasnya edema serebral sekunder.
2. MRI membantu mendiagnosis tumor otak. Ini dilakukan untuk mendeteksi jejas tumor
yang kecil, alat ini juga membantu mendeteksi jejas yang kecil dan tumor-tumor
didalam batang otak dan daerah hipofisis.

3. Biopsy stereotaktik bantuan computer (3 dimensi) dapat digunakan untuk


mendiagnosis kedudukan tumor yang dalam dan untuk memberikan dasar-dasar
pengobatan dan informasi prognosis.
4. Angiografi serebral menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran
jaringan otak akibat edema, perdarahan trauma, memberikan gambaran tentang
pembuluh darah serebral dan letak tumor serebral.
5. Electroencephalogram (EEG) dapat mendeteksi gelombang otak abnormal pada
daerah yang ditempati tumor dan dapat memungkinkan untuk mengevaluasi lobus
temporal pada waktu kejang.
6. Brain Auditory Evoked Respon (BAER) : menentukan fungsi korteks dan batang otak
7. Positron Emission Tomography (PET) : menunjukkan perubahan aktivitas
metabolisme pada otak
8. Fungsi lumbal, CSS : dapat menduga kemungkinan adanya perdarahan subarakhnoid
9. Gas Darah Artery (GDA) : mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi yang
akan dapat meningkatkan TIK
10. Kimia/elektrolit darah : mengetahui ketidakseimbangan yang berperan dalam
meningkatkan TIK/perubahan mental
11. Pemeriksaan toksikologi : mendeteksi obat yang mungkin bertanggung jawab
terhadap penurunan kesadaran
12. Kadar antikonvulsan darah : dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat terapi yang
cukup efektif untuk mengatasi kejang.

F.

Komplikasi Post Operasi


1.
2.
3.
4.
5.
6.

Edema cerebral.
Perdarahan subdural, epidural, dan intracerebral.
Hypovolemik syok.
Hydrocephalus.
Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit (SIADH atau Diabetes Insipidus).
Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.
a. Tromboplebitis postoperasi biasanya timbul 7 14 hari setelah operasi.
b. Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding
pembuluh darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru, hati,dan

otak. Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi, ambulatif dini
7. Infeksi
Infeksi luka sering muncul pada 36 46 jam setelah operasi. Organisme yang paling
sering menimbulkan infeksi adalah stapilokokus aurens, organisme; gram positif.
Stapilokokus mengakibatkan pernanahan. Untuk menghindari infeksi luka yang
paling penting adalah perawatan luka dengan memperhatikan aseptik dan antiseptik.

G.

Penatalaksanaan
1.
2.
3.
4.
5.

H.

Mengurangi komplikasi akibat pembedahan.


Mempercepat penyembuhan.
Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelum operasi.
Mempertahankan konsep diri pasien.
Mempersiapkan pasien pulang.
Perawatan Pasca Pembedahan

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Monitor kesadaran, tanda-tanda vital, CVP, intake dan output


Observasi dan catat sifat darai drain (warna, jumlah) drainage.
Dalam mengatur dan menggerakan posisi pasien harus hati-hati,
jangan sampai drain tercabut.
Perawatan luka operasi secara steril.
Makanan
Pada pasien pasca pembedahan biasanya tidak diperkenankan menelan makanan
sesudah pembedahan. Makanan yang dianjurkan pada pasien post operasi adalah
makanan tinggi protein dan vitamin C. Protein sangat diperlukan pada proses
penyembuhan luka, sedangkan vitamin C yang mengandung antioksidan membantu
meningkatkan daya tahan tubuh untuk pencegahan infeksi. Pembatasan diit yang

dilakukan adalah NPO (nothing peroral). Biasanya makanan baru diberikan jika:
a.
Perut tidak kembung
b.
Peristaltik usus normal
c.
Flatus positif
d.
Bowel movement positif
7.
Mobilisasi
Pasien diposisikan untuk berbaring ditempat tidur agar keadaanya stabil. Posisi
awal adalah terlentang, tapi juga harus tetap dilakukan perubahan posisi agar tidak
terjadi dekubitus. Pasien yang menjalani pembedahan abdomen dianjurkan untuk
8.

melakukan ambulasi dini.


Pemenuhan kebutuhan eliminasi
a. Kontrol volunter fungsi perkemihan kembali setelah 6 8 jam post anesthesia

inhalasi, IV, spinal.


b. Anesthesia, infus IV, manipulasi operasi retensio urine.
Pencegahan : Inspeksi, Palpasi, Perkusia abdomen bawah (distensi bulibuli).
Dower catheter : kaji warna, jumlah urine, out put urine < 30 ml / jam a
9.
Sistem Gastrointestinal :
a.
Mual muntah a 40 % klien dengan GA selama 24 jam pertama dapat
menyebabkan stress dan iritasi luka GI dan dapat meningkatkan TIK pada bedah
kepala dan leher serta TIO meningkat.
b.
Kaji fungsi gastro intestinal dengan auskultasi suara usus.
c.
Kaji paralitic ileus a suara usus (-), distensi abdomen, tidak flatus.
d.
Jumlah, warna, konsistensi isi lambung tiap 6 8 jam.

e.
f.
g.
h.
i.
j.

I.

Insersi NG tube intra operatif mencegah komplikasi post operatif


dengan decompresi dan drainase lambung.
Meningkatkan istirahat.
Memberi kesempatan penyembuhan pada GI trac bawah.
Memonitor perdarahan.
Mencegah obstruksi usus.
Irigasi atau pemberian obat.

Kriteria Evaluasi
1.
2.

Tidak timbul nyeri luka selama penyembuhan.


Luka insisi normal tanpa infeksi.
a. Fase pertama
Berlangsung sampai hari ke 3. Batang lekosit banyak yang rusak / rapuh. Sel-sel
darah baru berkembang menjadi penyembuh dimana serabut-serabut bening
digunakan sebagai kerangka.
b. Fase kedua
Dari hari ke 3 sampai hari ke 14. Pengisian oleh kolagen, seluruh pinggiran sel
epitel timbul sempurna dalam 1 minggu. Jaringan baru tumbuh dengan kuat dan
kemerahan.
c. Fase ketiga
Sekitar 2 sampai 10 minggu. Kolagen terus-menerus ditimbun, timbul jaringanjaringan baru dan otot dapat digunakan kembali.
d. Fase keempat
Fase terakhir. Penyembuhan akan menyusut dan mengkerut.

3.
4.
5.
6.
7.

Upaya untuk mempercepat penyembuhan luka :


a. Meningkatkan intake makanan tinggi protein dan vitamin C.
b. Menghindari obat-obat anti radang seperti steroid.
c. Pencegahan infeksi.
d. Pengembalian Fungsi fisik.
Tidak timbul komplikasi.
Pola eliminasi lancar.
Pasien tetap dalam tingkat optimal tanpa cacat.
Kehilangan berat badan minimal atau tetap normal.
Sebelum pulang, pasien mengetahui tentang :
a.
Pengobatan lanjutan.
b.
Jenis obat yang diberikan.
c.
Diet.
d.
Batas kegiatan dan rencana kegiatan di rumah

KONSEP VENTILATOR
A.

Definisi
Ventilator adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu sebagian atau
seluruh proses ventilasi untuk mempertahankan oksigenasi.
Ventilasi mekanis adalah alat pernapasan bertekanan negatif atau positif yang
dapat mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen dengan jangka waktu yang
lama.

B.

Tujuan
1. Memberikan kekuatan mekanis paru untuk mempertahankan pertukaran O2 dan CO2
yang fisiologis
2. Mengambil alih (manipulasi) tekanan jalan napas dan pola pernapasan untuk
memperbaiki pertukaran O2 dan CO2 secara efisien dan oksigenasi yang kuat
3. Mengurangi kerja otot jantung dengan jalan mengurangi kerja paru

C.

Indikasi
1. Pasien dengan respiratory failure (gagal napas)
2. Pasien dengan operasi tekhik hemodilusi.
3. Post Trepanasi dengan black out.
4. Respiratory Arrest.
Indikasi lain pemasangan ventilator yakni:
1. Gangguan ventilasi
a. Disfungsi otot-otot pernapasan, kelelahan otot napas
b. Kelainan dinding thorax
c. Penyakit neuromuskuler yang menyebabkan kelumpuhan otot napas
d. Kekuatan ventilasi yang menurun atau tidal volume rendah
e. Peningkatan resistensi atau obstruksi jalan napas
2.

Gangguan Oksigenasi
a. Hipoksemia yang sukar diatasi, misalnya : edema paru atau penyakit paru yang

lain
b. Kerja napas yang berlebihan (frek. Nafas lebih dari 35 x / menit)
3. Lain-lain
a. Keadaan yang memerlukan sedasi dan pelumpuh otot
b. Untuk menurunkan konsumsi oksigen otot jantung dan sistemik
c. Untuk stabilisasi hemodinamik pasca operasi besar
d. Untuk mengontrol tekanan supracranial
e. Untuk mencegah otelektasis
f. Keadaan lain yang menyebabkan Pa O2 < 60 dan Pa CO2 > 60.
D.

Kriteria pemasangan ventilator


Menurut Pontopidan seseorang perlu mendapat bantuan ventilasi mekanik
(ventilator) bila:

1.
2.
3.
4.
5.
E.

Frekuensi napas lebih dari 35 kali per menit.


Hasil analisa gas darah dengan O2 masker PaO2 kurang dari 70 mmHg.
PaCO2 lebih dari 60 mmHg
AaDO2 dengan O2 100 % hasilnya lebih dari 350 mmHg.
Vital capasity kurang dari 15 ml / kg BB.

Macam-macam ventilator
Menurut sifatnya ventilator dibagi tiga type yaitu:
1. Volume Cycled Ventilator.
Perinsip dasar ventilator ini adalah cyclusnya berdasarkan volume. Mesin berhenti
bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah mencapai volume yang ditentukan.
Keuntungan volume cycled ventilator adalah perubahan pada komplain paru pasien
tetap memberikan volume tidal yang konsisten.
2. Pressure Cycled Ventilator
Perinsip dasar ventilator type ini adalah siklusnya menggunakan tekanan. Mesin
berhenti bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah mencapai tekanan yang telah
ditentukan. Pada titik tekanan ini, katup inspirasi tertutup dan ekspirasi terjadi
dengan pasif. Kerugian pada type ini bila ada perubahan komplain paru, maka
volume udara yang diberikan juga berubah. Sehingga pada pasien yang setatus
parunya tidak stabil, penggunaan ventilator tipe ini tidak dianjurkan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan perawat:
a. penderita dengan tahanan jalan napas dapat timbul ekspirasi premature.
Kebocoran dapat membuat inspirasi berkepanjangan tanpa menghasilkan tidal
volume yang diinginkan
b. Karena besarnya tidak volume tergantung dari komplian paru, maka
pengembangan paru harus diperhatikan dengan teliti dan besarnya tidak volume
yang dihasilkan ventilator harus selalu dilihat monitor ventilator
c. Perlu pemantauan ketat keadaan umum penderita karena berpotensi terjadinya
low tidal volume.
3. Time Cycled Ventilator
Prinsip kerja dari ventilator type ini adalah cyclusnya berdasarkan wamtu ekspirasi
atau waktu inspirasi yang telah ditentukan. Waktu inspirasi ditentukan oleh waktu
dan kecepatan inspirasi (jumlah napas permenit). Normal ratio I : E (inspirasi :
ekspirasi ) 1 : 2

F.

Mode-mode ventilator
Pasien yang mendapatkan bantuan ventilasi mekanik dengan menggunakan
ventilator tidak selalu dibantu sepenuhnya oleh mesin ventilator, tetapi tergantung dari
mode yang kita setting. Mode mode tersebut adalah sebagai berikut:

1. Mode Control.
Pada mode kontrol mesin secara terus menerus membantu pernafasan pasien. Ini
diberikan pada pasien yang pernafasannya masih sangat jelek, lemah sekali atau
bahkan apnea. Pada mode ini ventilator mengontrol pasien, pernafasan diberikan ke
pasien pada frekwensi dan volume yang telah ditentukan pada ventilator, tanpa
menghiraukan upaya pasien untuk mengawali inspirasi. Bila pasien sadar, mode ini
dapat menimbulkan ansietas tinggi dan ketidaknyamanan dan bila pasien berusaha
nafas sendiri bisa terjadi fighting (tabrakan antara udara inspirasi dan ekspirasi),
tekanan dalam paru meningkat dan bisa berakibat alveoli pecah dan terjadi
pneumothorax. Contoh mode control ini adalah: CR (Controlled Respiration), CMV
(Controlled Mandatory Ventilation), IPPV (Intermitten Positive Pressure Ventilation)
2. Mode IMV / SIMV: Intermitten Mandatory Ventilation/Sincronized Intermitten
Mandatory Ventilation.
Pada mode ini ventilator memberikan bantuan nafas secara selang seling dengan
nafas pasien itu sendiri. Pada mode IMV pernafasan mandatory diberikan pada
frekwensi yang di set tanpa menghiraukan apakah pasien pada saat inspirasi atau
ekspirasi sehingga bisa terjadi fighting dengan segala akibatnya. Oleh karena itu
pada ventilator generasi terakhir mode IMVnya disinkronisasi (SIMV). Sehingga
pernafasan mandatory diberikan sinkron dengan picuan pasien. Mode IMV/SIMV
diberikan pada pasien yang sudah bisa nafas spontan tetapi belum normal sehingga
masih memerlukan bantuan.
3. Mode ASB / PS: (Assisted Spontaneus Breathing / Pressure Suport
Mode ini diberikan pada pasien yang sudah bisa nafas spontan atau pasien yang
masih bisa bernafas tetapi tidal volumnenya tidak cukup karena nafasnya dangkal.
Pada mode ini pasien harus mempunyai kendali untuk bernafas. Bila pasien tidak
mampu untuk memicu trigger maka udara pernafasan tidak diberikan.
4. CPAP: Continous Positive Air Pressure.
Pada mode ini mesin hanya memberikan tekanan positif dan diberikan pada pasien
yang sudah bisa bernafas dengan adekuat. Tujuan pemberian mode ini adalah untuk
mencegah atelektasis dan melatih otot-otot pernafasan sebelum pasien dilepas dari
ventilator.
G.

Komplikasi ventilator
Ventilator adalah alat untuk membantu pernafasan pasien, tapi bila perawatannya
tidak tepat bisa, menimbulkan komplikasi seperti:
1. Pada paru
a. Baro trauma: tension pneumothorax, empisema sub cutis, emboli udara vaskuler.

b. Atelektasis/kolaps alveoli diffuse


c. Infeksi paru
d. Keracunan oksigen
e. Jalan nafas buatan: king-king (tertekuk), terekstubasi, tersumbat.
f. Aspirasi cairan lambung
g. Tidak berfungsinya penggunaan ventilator
h. Kerusakan jalan nafas bagian atas
2. Pada sistem kardiovaskuler
Hipotensi, menurunya cardiac output dikarenakan menurunnya aliran balik vena
akibat meningkatnya tekanan intra thorax pada pemberian ventilasi mekanik dengan
tekanan tinggi.
3. Pada sistem saraf pusat
a. Vasokonstriksi cerebral. Terjadi karena penurunan tekanan CO2 arteri (PaCO2)
dibawah normal akibat dari hiperventilasi.
b. Oedema cerebral. Terjadi karena peningkatan tekanan CO2 arteri diatas normal
akibat dari hipoventilasi.
c. Peningkatan tekanan intra kranial
d. Gangguan kesadaran
e. Gangguan tidur.
4. Pada sistem gastrointestinal
a. Distensi lambung, illeus
b. Perdarahan lambung.
5. Gangguan psikologi
H.

Prosedur pemberian ventilator


Sebelum memasang ventilator pada pasien. Lakukan tes paru pada ventilator
untuk memastikan pengesetan sesuai pedoman standar. Sedangkan pengesetan awal
adalah sebagai berikut:
1. Fraksi oksigen inspirasi (FiO2) 100%
2. Volume Tidal: 4-5 ml/kg BB
3. Frekwensi pernafasan: 10-15 kali/menit
4. Aliran inspirasi: 40-60 liter/detik
5. PEEP (Possitive End Expiratory Pressure) atau tekanan positif akhir ekspirasi: 0-5
Cm, ini diberikan pada pasien yang mengalami oedema paru dan untuk mencegah
atelektasis. Pengesetan untuk pasien ditentukan oleh tujuan terapi dan perubahan
pengesetan ditentukan oleh respon pasien yang ditujunkan oleh hasil analisa gas
darah (Blood Gas).

I.

Penyapihan ventilator
Pasien yang mendapat bantuan ventilasi mekanik dapat dilakukan penyapihan
bila memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Kapasitas vital 10-15 ml/kg BB
2. Volume tidal 4-5 ml/kg BB

3. Kekuatan inspirasi 20 cm H2O atau lebih besar


4. Frekwensi pernafasan kurang dari 20 kali/menit.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN POST TREPANASI


1.

Pengkajian
Primary Survey
1. Airway
a. Periksa jalan nafas dari sumbatan benda asing (padat, cair) setelah dilakukan
pembedahan akibat pemberian anestesi.
b. Patency jalan nafas, dengan meletakan tangan di atas mulut atau hidung.
c. Auscultasi paru, keadekuatan expansi paru, kesimetrisan.
2. Breathing
a. Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung,
sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun
iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas berbunyi,
stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana karena aspirasi), cenderung terjadi
peningkatan produksi sputum pada jalan napas.
b. Perubahan pernafasan (rata-rata, pola, dan kedalaman). RR < 10 X / menit
depresi narcotic, respirasi cepat, dangkal gangguan cardiovasculair atau rata-rata
metabolisme yang meningkat.
c. Inspeksi: Pergerakan dinding dada, penggunaan otot bantu pernafasan diafragma,
retraksi sternal efek anathesi yang berlebihan, obstruksi.
3. Circulating:
a. Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi. Tekanan
pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan parasimpatik ke
jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda
peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung (bradikardia,
takikardia yang diselingi dengan bradikardia, disritmia).
b. Inspeksi membran mukosa : warna dan kelembaban, turgor kulit, balutan.
4. Disability : berfokus pada status neurologi
a. Kaji tingkat kesadaran pasien, tanda-tanda respon mata, respon motorik dan tandatanda vital.
b. Inspeksi respon terhadap rangsang, masalah bicara, kesulitan menelan, kelemahan
atau paralisis ekstremitas, perubahan visual dan gelisah.
5. Exposure
Kaji balutan bedah pasien terhadap adanya perdarahan.
Secondary Survey : Pemeriksaan fisik
1. Abdomen.
Inspeksi tidak ada asites, palpasi hati teraba 2 jari bawah iga,dan limpa tidak
membesar, perkusi bunyi redup, bising usus 14 X/menit.

Distensi abdominal dan peristaltic usus adalah pengkajian yang harus dilakukan pada
gastrointestinal.
2. Ekstremitas
Mampu mengangkat tangan dan kaki. Kekuatan otot ekstremitas atas 4-4 dan
ekstremitas bawah 4-4., akral dingin dan pucat.
3. Integumen.
Kulit keriput, pucat. Turgor sedang
4. Pemeriksaan neurologis
Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada
nervus cranialis, maka dapat terjadi :
a. Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi,
pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori).
b. Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan
sebagian lapang pandang, foto fobia.
c. Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata.
d. Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.
e. Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus vagus
menyebabkan kompresi spasmodik diafragma.
f. Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah satu sisi,
disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.
Tersiery Survey
1.
Kardiovaskuler
Klien nampak lemah, kulit dan kunjungtiva pucat dan akral hangat. Tekanan darah
120/70 mmhg, nadi 120x/menit, kapiler refill 2 detik.
Pemeriksaan laboratorium: HB = 9,9 gr%, HCT= 32 dan PLT = 235.
2.
Brain
Klien dalam keadaan sadar, GCS: 4-5-6 (total = 15), klien nampak lemah, refleks
dalam batas normal.
3.

Blader
Klien terpasang doewer chateter urine meliputi jumlah dan warna

2.

Diagnosa Keperawatan
1.

Perubahan

perfusi jaringan serebral

berhubungan

dengan hemoragi/

hematoma; edema cerebral


2.

Nyeri berhubungan dengan luka insisi.

3.

Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka insisi.

4.

Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan higiene luka yang buruk.

5.

Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan pendarahan.

6.

Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan post operasi.

7.

Pola nafas inefektif berhubungan dengan efek anastesi.

8.

Bersihan jalan napas inefektif berhubungan dengan penumpukan secret.

9.

Perubahan pola eliminasi urin berhubungan dengan efek anastesi.

10.

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah.

3.

Intervensi Keperawatan
1.

Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan


hemoragi/ hematoma; edema cerebral.
Tujuan: Mempertahankan tingkat kesadaran, kognisi, dan fungsi motorik/sensorik.
Kriteria hasil:
a. Tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK
b. Tingkat kesadaran membaik

Intervensi
Pantau /catat status neurologis secara

Rasional
Mengkaji tingkat kesadaran dan potensial

teratur dan bandingkan dengan nilai

peningkatan

standar GCS.

menentukan

TIK

dan

lokasi,

bermanfaat

dalam

perluasan

dan

perkembangan kerusakan SSP.


Evaluasi keadaan pupil, ukuran,

Reaksi

pupil

diatur

oleh

saraf

cranial

kesamaan antara kiri dan kanan, reaksi

okulomotor (III) berguna untuk menentukan

terhadap cahaya.

apakah batang otak masih baik. Ukuran/


kesamaan ditentukan oleh keseimbangan antara
persarafan simpatis dan parasimpatis. Respon
terhadap cahaya mencerminkan fungsi yang
terkombinasi dari saraf kranial optikus (II) dan
okulomotor (III).

Pantau tanda-tanda vital: TD, nadi,

Peningkatan TD sistemik yang diikuti oleh

frekuensi nafas, suhu.

penurunan TD diastolik (nadi yang membesar)


merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK,
jika

diikuti

oleh

penurunan

kesadaran.

Hipovolemia/hipertensi dapat mengakibatkan


kerusakan/iskhemia cerebral. Demam dapat
mencerminkan kerusakan pada hipotalamus.

Peningkatan

kebutuhan

metabolisme

dan

konsumsi oksigen terjadi (terutama saat demam


dan menggigil) yang selanjutnya menyebabkan
peningkatan TIK.
Pantau intake dan output, turgor kulit

Bermanfaat sebagai indikator dari cairan total

dan membran mukosa.

tubuh

yang

jaringan.

terintegrasi

Iskemia/trauma

dengan

perfusi

serebral

dapat

mengakibatkan diabetes insipidus. Gangguan


ini

dapat

mengarahkan

pada

masalah

hipotermia atau pelebaran pembuluh darah


yang

akhirnya

akan berpengaruh negatif

terhadap tekanan serebral.


Turunkan

stimulasi

eksternal

dan Memberikan efek ketenangan, menurunkan

berikan kenyamanan, seperti lingkungan reaksi fisiologis tubuh dan meningkatkan


yang tenang.

istirahat

untuk

mempertahankan

atau

menurunkan TIK.

Bantu

pasien

untuk

menghindari Aktivitas ini akan meningkatkan tekanan

/membatasi batuk, muntah, mengejan.

intrathorak dan intraabdomen yang dapat


meningkatkan TIK.

Tinggikan kepala pasien 15-45 derajat.

Meningkatkan aliran balik vena dari kepala


sehingga

akan

mengurangi

kongesti

dan

oedema atau resiko terjadinya peningkatan


TIK.
Batasi pemberian cairan sesuai indikasi.

Pembatasan

cairan

diperlukan

untuk

menurunkan edema serebral, meminimalkan


fluktuasi aliran vaskuler TD dan TIK.
Berikan

oksigen

tambahan

sesuai Menurunkan hipoksemia, yang mana dapat

indikasi.

meningkatkan vasodilatasi dan volume darah


serebral yang meningkatkan TIK.

Berikan obat:

2.

Manitol digunakan untuk menurunkan air dari

Toradol 3 x 30 mg iv

sel otak, menurunkan edema otak dan TIK.

Phenitoin 3 x 1 amp iv

Analgesik untuk menghilangkan nyeri . Sedatif

Cedantron 3 x 4 mg iv

Manitol 6 x 100 cc/drip

digunakan untuk mengendalikan kegelisahan,


agitasi.

Nyeri berhubungan dengan luka insisi.


Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan rasa nyeri dapat teratasi atau
tertangani dengan baik.
Kriteria hasil:
a. Melaporkan rasa nyeri hilang atau terkontrol.
b. Mengungkapkan metode pemberian menghilang rasa nyeri.
c. Mendemonstrasikan penggunaan teknik relaksasi dan aktivitas hiburan sebagi
penghilang rasa nyeri.

Intervensi
Rasional
Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, skala Berguna dalam pengawasan keefektifan
(0-10). Selidiki dan laporkan perubahan obat, kemajuan penyembuhan. perubahan
nyeri dengan tepat.

pada

Pertahankan posisi istirahat semi fowler.

terjadinya abses.
Mengurangi tegangan

Dorong ambulasi dini

bertambah dengan posisi telentang.


Meningkatkan normalisasi fungsi organ,
contoh

karakteristik

flatus,

peristaltic
dan

yang

dan

menurunkan

ketidaknyamanan abdomen.
Menghilangkan dan mengurangi

nyeri

melelui

ujung

saraf.

kompres

panas

penghilangan

catatan:jangan
karena
Berikan analesik sesuai indikasi.

menunjukkan

abdomen

merangsang

kelancaran
Berikan kantong es pada abdomen

nyeri

dapat

lakukan

menyebabkan

kongesti

jaringan
Menghilangkan nyeri mempermudah kerja

sama dengan intervensi terapi lain.


3.

Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka insisi.


Tujuan:
Setelah diberikan tindakan pasien tidak mengalami gangguan integritas kulit.
Kriteria hasil:
a. Menunjukkan penyembuhan luka tepat waktu. pasien menukjukkan
b. Pasien menunjukkan perilaku untuk meningkatkan penyembuhan dan mencegah
komplikasi.
Intervensi
Rasional
Kaji dan catat ukuran, warna, keadaan Mengidentifikasi terjadinya komplikasi
luka, dan kondisi sekitar luka.
lakukan kompres basah dan sejuk atau merupakan tindakan protektif yang dapat
terapi rendaman.
mengurangi nyeri.
lakukan perawatan luka dan hygiene Memungkinkan pasien

lebih

bebas

sesudah mandi, lalu keringkan kulit bergerak dan meningkatkan kenyamanan


dengan hati hati.
4.

pasien

Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan higiene luka yang buruk


Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien diharapkan tidak mengalami infeksi.
Kriteria hasil:
a. Tidak menunjukkan adanya tanda infeksi.
b. Tidak terjadi infeksi.
awasi
demam,

Intervensi
tanda-tanda vital,
menggigil,

Rasional
perhatikan Deteksi dini adanya infeksi.

berkeringat

dan

perubahan mental dan peningkatan nyeri


abdomen.
Lihat lika insisi dan balutan. catat Memberikan deteksi dini terjadinya proses
karakteristik, drainase luka.
infeksi.
Lakukan cuci tangan yang baik dan Menurunkan penyebaran bakteri
lakukan perawatan luka aseptik.
Berikan antibiotik sesuai indikasi.

diberikan

secara

profilaktif

untuk

menurunkan jumlah organisme, dan untuk

menurunkan

penyebaran

dan

pertumbuhannya
5.

Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan pendarahan.


Tujuan:
Setelah dilakukan perawatan tidak terjadi gangguan perfusi jaringan.
Kriteria hasil:
a.

Tanda-tanda vital stabil.

b. Kulit klien hangat dan kering


c.

Nadi perifer ada dan kuat.

d. Masukan atau haluaran seimbang

Intervensi
ekstermitas

Observasi

Rasional
terhadap Tirah baring lama dapat mencetuskan

pembengkakan, dan eritema.


Evaluasi

status

mental.

statis

venadan

meningkatkan

resiko

pembentukan trombosis.
perhatikan Indikasi yang menunjukkan embolisasi

terjadinya hemaparalis, afasia, kejang, sistemik pada otak.


muntah dan peningkatan TD
6.

Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan post operasi


Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien menunjukkan keseimbangan cairan
yang adekuat.
Kriteria Hasil:
a.

Tanda-tanda vital stabil.

b. Mukosa lembab
c.

Turgor kulit/ pengisian kapiler baik.

d. Haluaran urine baik


Intervensi
Observasi intake dan out put cairan.

memberikan

Rasional
informasi

tentang

penggantian kebutuhan dan fungsi organ


Awasi TTV, kaji membrane mukosa, indicator keadekuatan volume sirkulasi/

turgor kulit, membrane mukosa, nadi perfusi


perifer dan pengisian kapile
Observasi
hasil
pemeriksaan Memberikan informasi tentang volume
laboratorium

sirkulasi,

keseimbangan

cairan

dan

elektrolit
Berikan cairan IV atau produk darah Mempertahankan volume sirkulasi
sesuai indikasi

DAFTAR PUSTAKA
Brunner and suddart. 2005. Textbook of Medical Surgical Nursing. Ed 8th. Jakarta: EGC
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
Hudak C.M.,Gallo B.M. 2004. Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik. Edisi VI, Volume I.
Jakarta: EGC
Mansjoer, Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 1. Jakarta: Media
Aesculapius.
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah edisi 3 volume 8.
Jakarta: EGC.
Sylvia A. Price. 2006. Patofosiologi Konsep Penyakit. Jakarta: EGC

WOC
Pembedahan
Trepanasi/Craniotomy

Prosedur operasi invasif

Luka insisi

Trauma jaringan

Mengaktivasi
reseptor nyeri

Penurunan
kelembaban luka

Mengaktivasi
reseptor nyeri

Infeksi bakteri

Melalui sistem
saraf ascenden
Merangsang
thalamus dan
korteks serebri
Muncul sensasi
nyeri
Nyeri

Resiko infeksi

Perdarahan Otak

Kerusakan
neuromuskular

Paralisis
Kelemahan
pergerakan
sendi
Kontraktur
Gangguan
mobilitas fisik

Prosedur Anestesi

Penekanan pada susunan


saraf pusat (SSP)

Penurunan aliran
darah ke otak

Penurunan tonus otot


sensori
Perubahan persepsi
sensori

Penurunan suplay O2
ke otak

Penekanan pusat
pernapasan

Gangguan
metabolisme

Hipoksia
jaringan

Peningkatan
asam laktat

Penurunan RR

Penurunan kerja
organ
pernapasan

Penurunan
cardiac output

Penurunan
ekspansi paru

Suplai darah
berkurang

Edema otak
Gangguan
perfusi
jaringan otak

Penekanan pada
sistem
kardiovaskuler

Ketidakadekuatan
suplai O2
Pola napas tidak
efektif

Penurunan aliran
darah
Gangguan
perfusi jaringan

Anda mungkin juga menyukai