OLEH
I KOMANG LEO TRIANDANA ARIZONA
NIM. 131523143073
Definisi
Trepanasi atau Craniotomy adalah Operasi untuk membuka tengkorak (tempurung
kepala) dengan maksud untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan otak. Trepanasi/
kraniotomi adalah suatu tindakan membuka tulang kepala yang bertujuan mencapai otak
untuk tindakan pembedahan definitif.
B.
Indikasi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
C.
Teknik Operasi
1. Positioning
Letakkan kepala pada tepi meja untuk memudahkan operator. Headup kurang
lebih 15 derajat (pasang donat kecil dibawah kepala). Letakkan kepala miring
kontralateral lokasi lesi/ hematoma. Ganjal bahu satu sisi saja (pada sisi lesi) misalnya
kepala miring ke kanan maka ganjal bantal di bahu kiri dan sebaliknya.
2. Washing
Cuci lapangan operasi dengan savlon. Tujuan savlon: desinfektan,
menghilangkan lemak yang ada di kulit kepala sehingga pori-pori terbuka, penetrasi
betadine lebih baik. Keringkan dengan doek steril. Pasang doek steril di bawah kepala
untuk membatasi kontak dengan meja operasi.
3. Markering
Setelah markering periksa kembali apakah lokasi hematomnya sudah benar
dengan melihat CT scan. Saat markering perhatikan: garis rambut untuk kosmetik,
sinus untuk menghindari perdarahan, sutura untuk mengetahui lokasi, zygoma
sebagai batas basis cranii, jalannya N VII ( kurang lebih 1/3 depan antara tragus
sampai dengan canthus lateralis orbita).
4. Desinfeksi
Desinfeksi lapangan operasi dengan betadine. Suntikkan Adrenalin 1:200.000
yang mengandung lidocain 0,5%. Tutup lapangan operasi dengan doek steril.
5. Operasi
a. Incisi lapis demi lapis sedalam galea (setiap 5cm) mulai dari ujung.
b. Pasang haak tajam 2 buah (oleh asisten), tarik ke atas sekitar 60 derajat.
kasa
steril
supaya
nekrosis
pada
kulit
lokasi
pada
burrhole
setiap
tepi
burrhole
pertama
bor
bila
m. Evakuasi hematoma dengan spoeling dan suctioning secara gentle. Evaluasi dura,
perdarahan dari dura dihentikan dengan diatermi. Bila ada perdarahan dari tepi
bawah tulang yang merembes tambahkan hitch stitch pada daerah tersebut kalau
perlu tambahkan spongostan di bawah tulang. Bila perdarahan profus dari bawah
tulang (berasal dari arteri) tulang boleh di-knabel untuk mencari sumber
perdarahan kecuali dicurigai berasal dari sinus.
n. Bila ada dura yang robek jahit dura dengan silk 3.0 atau vicryl 3.0 secara simpul
dengan jarak kurang dari 5mm. Pastikan sudah tidak ada lagi perdarahan dengan
spoeling berulang-ulang.
o. Pada subdural hematoma setelah dilakukan kraniektomi langkah salanjutnya
adalah membuka duramater.
p. Sayatan pembukaan dura seyogianya berbentuk tapal kuda (bentuk U) berlawanan
dengan sayatan kulit. Duramater dikait dengan pengait dura, kemudian bagian
yang terangkat disayat dengan pisau sampai terlihat lapisan mengkilat dari
arakhnoid. (Bila sampai keluar cairan otak, berarti arachnoid sudah turut tersayat).
Masukkan kapas berbuntut melalui lubang sayatan ke bawah duramater di dalam
ruang subdural, dan sefanjutnya dengan kapas ini sebagai pelindung terhadap
kemungkinan trauma pada lapisan tersebut.
q. Perdarahan dihentikan dengan koagulasi atau pemakaian klip khusus. Koagulasi
yang dipakai dengan kekuatan lebih rendah dibandingkan untuk pembuluh darah
kulit atau subkutan.
r. Reseksi jaringan otak didahului dengan koagulasi permukaan otak dengan
pembuluh-pembuluh darahnya baik arteri maupun vena.
s. Semua pembuluh darah baik arteri maupun vena berada di permukaan di ruang
subarahnoidal, sehingga bila ditutup maka pada jaringan otak dibawahnya tak ada
darah lagi.
t. Perlengketan jaringan otak dilepaskan dengan koagulasi. Tepi bagian otak yang
direseksi harus dikoagulasi untuk menjamin jaringan otak bebas dari perlengketan.
Untuk membakar permukaan otak, idealnya dipergunakan kauter bipolar. Bila
dipergunakan kauter monopolar, untuk memegang jaringan otak gunakan pinset
anatomis halus sebagai alat bantu kauterisasi.
u. Pengembalian tulang. Perlu dipertimbangkan dikembalikan/tidaknya tulang
dengan evaluasi klinis pre operasi dan ketegangan dura. Bila tidak dikembalikan
lapangan operasi dapat ditutup lapis demi lapis dengan cara sebagai berikut:
1) Teugel dura di tengah lapangan operasi dengan silk 3.0 menembus keluar
2)
3)
4)
5)
6)
7)
kulit.
Periost dan fascia otot dijahit dengan vicryl 2.0.
Pasang drain subgaleal.
Jahit galea dengan vicryl 2.0.
Jahit kulit dengan silk 3.0.
Hubungkan drain dengan vaum drain (Redon drain).
Operasi selesai.
v. Bila tulang dikembalikan, buat lubang untuk fiksasi tulang, pertama pada tulang
yang tidak diangkat (3-4 buah). Tegel dura ditengah tulang yang akan
dikembalikan untuk menghindari dead space. Buat lubang pada tulang yang akan
dikembalikan sesuai dengan lokasi yang akan di fiksasi (3-4 buah ditepi dan 2
lubang ditengah berdekatan untuk teugel dura). Lakukan fiksasi tulang dengan
dengan silk 2.0, selanjutnya tutup lapis demi lapis seperti diatas.
D.
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik lokal (akibat kompresi tumor pada bagian yang spesifik dari otak) :
1. Perubahan penglihatan, misalnya: hemianopsia, nystagmus, diplopia, kebutaan,
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Manifestasi klinik umum (akibat dari peningkatan TIK, obstruksi dari CSF).
1. Sakit kepala
2. Nausea atau muntah proyektil
3. Pusing
4. Perubahan mental
5. Kejang
E.
Pemeriksaan Penunjang
Untuk membantu menentukan lokasi tumor yang tepat, sebuah deretan pengujian
dilakukan.
1. CT-Scan memberikan info spesifik menyangkut jumlah, ukuran, dan kepadatan jejas
tumor, serta meluasnya edema serebral sekunder.
2. MRI membantu mendiagnosis tumor otak. Ini dilakukan untuk mendeteksi jejas tumor
yang kecil, alat ini juga membantu mendeteksi jejas yang kecil dan tumor-tumor
didalam batang otak dan daerah hipofisis.
F.
Edema cerebral.
Perdarahan subdural, epidural, dan intracerebral.
Hypovolemik syok.
Hydrocephalus.
Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit (SIADH atau Diabetes Insipidus).
Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.
a. Tromboplebitis postoperasi biasanya timbul 7 14 hari setelah operasi.
b. Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding
pembuluh darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru, hati,dan
otak. Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi, ambulatif dini
7. Infeksi
Infeksi luka sering muncul pada 36 46 jam setelah operasi. Organisme yang paling
sering menimbulkan infeksi adalah stapilokokus aurens, organisme; gram positif.
Stapilokokus mengakibatkan pernanahan. Untuk menghindari infeksi luka yang
paling penting adalah perawatan luka dengan memperhatikan aseptik dan antiseptik.
G.
Penatalaksanaan
1.
2.
3.
4.
5.
H.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
dilakukan adalah NPO (nothing peroral). Biasanya makanan baru diberikan jika:
a.
Perut tidak kembung
b.
Peristaltik usus normal
c.
Flatus positif
d.
Bowel movement positif
7.
Mobilisasi
Pasien diposisikan untuk berbaring ditempat tidur agar keadaanya stabil. Posisi
awal adalah terlentang, tapi juga harus tetap dilakukan perubahan posisi agar tidak
terjadi dekubitus. Pasien yang menjalani pembedahan abdomen dianjurkan untuk
8.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
I.
Kriteria Evaluasi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
KONSEP VENTILATOR
A.
Definisi
Ventilator adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu sebagian atau
seluruh proses ventilasi untuk mempertahankan oksigenasi.
Ventilasi mekanis adalah alat pernapasan bertekanan negatif atau positif yang
dapat mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen dengan jangka waktu yang
lama.
B.
Tujuan
1. Memberikan kekuatan mekanis paru untuk mempertahankan pertukaran O2 dan CO2
yang fisiologis
2. Mengambil alih (manipulasi) tekanan jalan napas dan pola pernapasan untuk
memperbaiki pertukaran O2 dan CO2 secara efisien dan oksigenasi yang kuat
3. Mengurangi kerja otot jantung dengan jalan mengurangi kerja paru
C.
Indikasi
1. Pasien dengan respiratory failure (gagal napas)
2. Pasien dengan operasi tekhik hemodilusi.
3. Post Trepanasi dengan black out.
4. Respiratory Arrest.
Indikasi lain pemasangan ventilator yakni:
1. Gangguan ventilasi
a. Disfungsi otot-otot pernapasan, kelelahan otot napas
b. Kelainan dinding thorax
c. Penyakit neuromuskuler yang menyebabkan kelumpuhan otot napas
d. Kekuatan ventilasi yang menurun atau tidal volume rendah
e. Peningkatan resistensi atau obstruksi jalan napas
2.
Gangguan Oksigenasi
a. Hipoksemia yang sukar diatasi, misalnya : edema paru atau penyakit paru yang
lain
b. Kerja napas yang berlebihan (frek. Nafas lebih dari 35 x / menit)
3. Lain-lain
a. Keadaan yang memerlukan sedasi dan pelumpuh otot
b. Untuk menurunkan konsumsi oksigen otot jantung dan sistemik
c. Untuk stabilisasi hemodinamik pasca operasi besar
d. Untuk mengontrol tekanan supracranial
e. Untuk mencegah otelektasis
f. Keadaan lain yang menyebabkan Pa O2 < 60 dan Pa CO2 > 60.
D.
1.
2.
3.
4.
5.
E.
Macam-macam ventilator
Menurut sifatnya ventilator dibagi tiga type yaitu:
1. Volume Cycled Ventilator.
Perinsip dasar ventilator ini adalah cyclusnya berdasarkan volume. Mesin berhenti
bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah mencapai volume yang ditentukan.
Keuntungan volume cycled ventilator adalah perubahan pada komplain paru pasien
tetap memberikan volume tidal yang konsisten.
2. Pressure Cycled Ventilator
Perinsip dasar ventilator type ini adalah siklusnya menggunakan tekanan. Mesin
berhenti bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah mencapai tekanan yang telah
ditentukan. Pada titik tekanan ini, katup inspirasi tertutup dan ekspirasi terjadi
dengan pasif. Kerugian pada type ini bila ada perubahan komplain paru, maka
volume udara yang diberikan juga berubah. Sehingga pada pasien yang setatus
parunya tidak stabil, penggunaan ventilator tipe ini tidak dianjurkan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan perawat:
a. penderita dengan tahanan jalan napas dapat timbul ekspirasi premature.
Kebocoran dapat membuat inspirasi berkepanjangan tanpa menghasilkan tidal
volume yang diinginkan
b. Karena besarnya tidak volume tergantung dari komplian paru, maka
pengembangan paru harus diperhatikan dengan teliti dan besarnya tidak volume
yang dihasilkan ventilator harus selalu dilihat monitor ventilator
c. Perlu pemantauan ketat keadaan umum penderita karena berpotensi terjadinya
low tidal volume.
3. Time Cycled Ventilator
Prinsip kerja dari ventilator type ini adalah cyclusnya berdasarkan wamtu ekspirasi
atau waktu inspirasi yang telah ditentukan. Waktu inspirasi ditentukan oleh waktu
dan kecepatan inspirasi (jumlah napas permenit). Normal ratio I : E (inspirasi :
ekspirasi ) 1 : 2
F.
Mode-mode ventilator
Pasien yang mendapatkan bantuan ventilasi mekanik dengan menggunakan
ventilator tidak selalu dibantu sepenuhnya oleh mesin ventilator, tetapi tergantung dari
mode yang kita setting. Mode mode tersebut adalah sebagai berikut:
1. Mode Control.
Pada mode kontrol mesin secara terus menerus membantu pernafasan pasien. Ini
diberikan pada pasien yang pernafasannya masih sangat jelek, lemah sekali atau
bahkan apnea. Pada mode ini ventilator mengontrol pasien, pernafasan diberikan ke
pasien pada frekwensi dan volume yang telah ditentukan pada ventilator, tanpa
menghiraukan upaya pasien untuk mengawali inspirasi. Bila pasien sadar, mode ini
dapat menimbulkan ansietas tinggi dan ketidaknyamanan dan bila pasien berusaha
nafas sendiri bisa terjadi fighting (tabrakan antara udara inspirasi dan ekspirasi),
tekanan dalam paru meningkat dan bisa berakibat alveoli pecah dan terjadi
pneumothorax. Contoh mode control ini adalah: CR (Controlled Respiration), CMV
(Controlled Mandatory Ventilation), IPPV (Intermitten Positive Pressure Ventilation)
2. Mode IMV / SIMV: Intermitten Mandatory Ventilation/Sincronized Intermitten
Mandatory Ventilation.
Pada mode ini ventilator memberikan bantuan nafas secara selang seling dengan
nafas pasien itu sendiri. Pada mode IMV pernafasan mandatory diberikan pada
frekwensi yang di set tanpa menghiraukan apakah pasien pada saat inspirasi atau
ekspirasi sehingga bisa terjadi fighting dengan segala akibatnya. Oleh karena itu
pada ventilator generasi terakhir mode IMVnya disinkronisasi (SIMV). Sehingga
pernafasan mandatory diberikan sinkron dengan picuan pasien. Mode IMV/SIMV
diberikan pada pasien yang sudah bisa nafas spontan tetapi belum normal sehingga
masih memerlukan bantuan.
3. Mode ASB / PS: (Assisted Spontaneus Breathing / Pressure Suport
Mode ini diberikan pada pasien yang sudah bisa nafas spontan atau pasien yang
masih bisa bernafas tetapi tidal volumnenya tidak cukup karena nafasnya dangkal.
Pada mode ini pasien harus mempunyai kendali untuk bernafas. Bila pasien tidak
mampu untuk memicu trigger maka udara pernafasan tidak diberikan.
4. CPAP: Continous Positive Air Pressure.
Pada mode ini mesin hanya memberikan tekanan positif dan diberikan pada pasien
yang sudah bisa bernafas dengan adekuat. Tujuan pemberian mode ini adalah untuk
mencegah atelektasis dan melatih otot-otot pernafasan sebelum pasien dilepas dari
ventilator.
G.
Komplikasi ventilator
Ventilator adalah alat untuk membantu pernafasan pasien, tapi bila perawatannya
tidak tepat bisa, menimbulkan komplikasi seperti:
1. Pada paru
a. Baro trauma: tension pneumothorax, empisema sub cutis, emboli udara vaskuler.
I.
Penyapihan ventilator
Pasien yang mendapat bantuan ventilasi mekanik dapat dilakukan penyapihan
bila memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Kapasitas vital 10-15 ml/kg BB
2. Volume tidal 4-5 ml/kg BB
Pengkajian
Primary Survey
1. Airway
a. Periksa jalan nafas dari sumbatan benda asing (padat, cair) setelah dilakukan
pembedahan akibat pemberian anestesi.
b. Patency jalan nafas, dengan meletakan tangan di atas mulut atau hidung.
c. Auscultasi paru, keadekuatan expansi paru, kesimetrisan.
2. Breathing
a. Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung,
sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun
iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas berbunyi,
stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana karena aspirasi), cenderung terjadi
peningkatan produksi sputum pada jalan napas.
b. Perubahan pernafasan (rata-rata, pola, dan kedalaman). RR < 10 X / menit
depresi narcotic, respirasi cepat, dangkal gangguan cardiovasculair atau rata-rata
metabolisme yang meningkat.
c. Inspeksi: Pergerakan dinding dada, penggunaan otot bantu pernafasan diafragma,
retraksi sternal efek anathesi yang berlebihan, obstruksi.
3. Circulating:
a. Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi. Tekanan
pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan parasimpatik ke
jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda
peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung (bradikardia,
takikardia yang diselingi dengan bradikardia, disritmia).
b. Inspeksi membran mukosa : warna dan kelembaban, turgor kulit, balutan.
4. Disability : berfokus pada status neurologi
a. Kaji tingkat kesadaran pasien, tanda-tanda respon mata, respon motorik dan tandatanda vital.
b. Inspeksi respon terhadap rangsang, masalah bicara, kesulitan menelan, kelemahan
atau paralisis ekstremitas, perubahan visual dan gelisah.
5. Exposure
Kaji balutan bedah pasien terhadap adanya perdarahan.
Secondary Survey : Pemeriksaan fisik
1. Abdomen.
Inspeksi tidak ada asites, palpasi hati teraba 2 jari bawah iga,dan limpa tidak
membesar, perkusi bunyi redup, bising usus 14 X/menit.
Distensi abdominal dan peristaltic usus adalah pengkajian yang harus dilakukan pada
gastrointestinal.
2. Ekstremitas
Mampu mengangkat tangan dan kaki. Kekuatan otot ekstremitas atas 4-4 dan
ekstremitas bawah 4-4., akral dingin dan pucat.
3. Integumen.
Kulit keriput, pucat. Turgor sedang
4. Pemeriksaan neurologis
Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada
nervus cranialis, maka dapat terjadi :
a. Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi,
pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori).
b. Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan
sebagian lapang pandang, foto fobia.
c. Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata.
d. Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.
e. Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus vagus
menyebabkan kompresi spasmodik diafragma.
f. Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah satu sisi,
disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.
Tersiery Survey
1.
Kardiovaskuler
Klien nampak lemah, kulit dan kunjungtiva pucat dan akral hangat. Tekanan darah
120/70 mmhg, nadi 120x/menit, kapiler refill 2 detik.
Pemeriksaan laboratorium: HB = 9,9 gr%, HCT= 32 dan PLT = 235.
2.
Brain
Klien dalam keadaan sadar, GCS: 4-5-6 (total = 15), klien nampak lemah, refleks
dalam batas normal.
3.
Blader
Klien terpasang doewer chateter urine meliputi jumlah dan warna
2.
Diagnosa Keperawatan
1.
Perubahan
berhubungan
dengan hemoragi/
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
3.
Intervensi Keperawatan
1.
Intervensi
Pantau /catat status neurologis secara
Rasional
Mengkaji tingkat kesadaran dan potensial
peningkatan
standar GCS.
menentukan
TIK
dan
lokasi,
bermanfaat
dalam
perluasan
dan
Reaksi
pupil
diatur
oleh
saraf
cranial
terhadap cahaya.
diikuti
oleh
penurunan
kesadaran.
Peningkatan
kebutuhan
metabolisme
dan
tubuh
yang
jaringan.
terintegrasi
Iskemia/trauma
dengan
perfusi
serebral
dapat
dapat
mengarahkan
pada
masalah
akhirnya
stimulasi
eksternal
istirahat
untuk
mempertahankan
atau
menurunkan TIK.
Bantu
pasien
untuk
akan
mengurangi
kongesti
dan
Pembatasan
cairan
diperlukan
untuk
oksigen
tambahan
indikasi.
Berikan obat:
2.
Toradol 3 x 30 mg iv
Phenitoin 3 x 1 amp iv
Cedantron 3 x 4 mg iv
Intervensi
Rasional
Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, skala Berguna dalam pengawasan keefektifan
(0-10). Selidiki dan laporkan perubahan obat, kemajuan penyembuhan. perubahan
nyeri dengan tepat.
pada
terjadinya abses.
Mengurangi tegangan
karakteristik
flatus,
peristaltic
dan
yang
dan
menurunkan
ketidaknyamanan abdomen.
Menghilangkan dan mengurangi
nyeri
melelui
ujung
saraf.
kompres
panas
penghilangan
catatan:jangan
karena
Berikan analesik sesuai indikasi.
menunjukkan
abdomen
merangsang
kelancaran
Berikan kantong es pada abdomen
nyeri
dapat
lakukan
menyebabkan
kongesti
jaringan
Menghilangkan nyeri mempermudah kerja
lebih
bebas
pasien
Intervensi
tanda-tanda vital,
menggigil,
Rasional
perhatikan Deteksi dini adanya infeksi.
berkeringat
dan
diberikan
secara
profilaktif
untuk
menurunkan
penyebaran
dan
pertumbuhannya
5.
Intervensi
ekstermitas
Observasi
Rasional
terhadap Tirah baring lama dapat mencetuskan
status
mental.
statis
venadan
meningkatkan
resiko
pembentukan trombosis.
perhatikan Indikasi yang menunjukkan embolisasi
b. Mukosa lembab
c.
memberikan
Rasional
informasi
tentang
sirkulasi,
keseimbangan
cairan
dan
elektrolit
Berikan cairan IV atau produk darah Mempertahankan volume sirkulasi
sesuai indikasi
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and suddart. 2005. Textbook of Medical Surgical Nursing. Ed 8th. Jakarta: EGC
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
Hudak C.M.,Gallo B.M. 2004. Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik. Edisi VI, Volume I.
Jakarta: EGC
Mansjoer, Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 1. Jakarta: Media
Aesculapius.
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah edisi 3 volume 8.
Jakarta: EGC.
Sylvia A. Price. 2006. Patofosiologi Konsep Penyakit. Jakarta: EGC
WOC
Pembedahan
Trepanasi/Craniotomy
Luka insisi
Trauma jaringan
Mengaktivasi
reseptor nyeri
Penurunan
kelembaban luka
Mengaktivasi
reseptor nyeri
Infeksi bakteri
Melalui sistem
saraf ascenden
Merangsang
thalamus dan
korteks serebri
Muncul sensasi
nyeri
Nyeri
Resiko infeksi
Perdarahan Otak
Kerusakan
neuromuskular
Paralisis
Kelemahan
pergerakan
sendi
Kontraktur
Gangguan
mobilitas fisik
Prosedur Anestesi
Penurunan aliran
darah ke otak
Penurunan suplay O2
ke otak
Penekanan pusat
pernapasan
Gangguan
metabolisme
Hipoksia
jaringan
Peningkatan
asam laktat
Penurunan RR
Penurunan kerja
organ
pernapasan
Penurunan
cardiac output
Penurunan
ekspansi paru
Suplai darah
berkurang
Edema otak
Gangguan
perfusi
jaringan otak
Penekanan pada
sistem
kardiovaskuler
Ketidakadekuatan
suplai O2
Pola napas tidak
efektif
Penurunan aliran
darah
Gangguan
perfusi jaringan