Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH KEPERAWATAN INTEGUMEN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN TOPIK


GANGGUAN PIGMENTASI KULIT : ALBINISME, VITILIGO
DAN MELASMA
Fasilitator : Ni Ketut Alit, S.Kp., M.Kes
Kelompok 1 B17 / AJ2
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Belinda Haseptiana Putri


Hendra Wahyu Setiono
Abdul Fauzi
Endang Trihastuti
Maslakah
Fatimah Zahra
Zaky Mubarak

: 131411123002
: 131411123004
: 131411123006
: 131411123008
: 131411123010
: 131411123012
: 131411123013

Program Studi Pendidikan Ners


Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga
Surabaya
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Albinisme merupakan suatu kelainan genetik yang disebabkan oleh
terganggunya jalur-jalur enzim normal yang berperan dalam produksi melanin.
Sebagian besar bentuk diturunkan sebagai ciri autosomal resesif (Robin
Graham, 2010). Pada albinisme terjadi kecacatan produksi melanin yang
menghasilkan warna sedikit atau tidak ada pigmen di kulit, rambut, dan mata
(Medline Plus, 2012).
Jumlah penderita albino di seluruh dunia beragam. Penderita albinisme
terbanyak di dunia berada di Tanzania, Afrika Timur sebanyak 200.000 jiwa.
Disebagian besar negara, penderita albino hanya sekitar 1 orang per 20.000
penduduk. Sedangkan

di Denmark, sekitar 1 orang penderita per 60.000

penduduk mengalami albino, dan di Afrika terdapat 1 orang penderita albino


per 5000 penduduk.
Vitiligo atau hipomelanosis idiopatik merupakan salah satu di antara
penyakit-penyakit yang menyebabkan hilangnya pigmentasi kulit (Robin
Graham, 2010).
Vitiligo pada umumnya dimulai pada masa anak-anak atau usia dewasa
muda dengan puncak onsetnya pada usia 10-30 tahun. Dapat mengenai pria
maupun wanita dengan frekuensi yang sama, tetapi kelainan ini dapat terjadi
pada semua usia. Prevalensi penderita vitiligo yang terjadi di seluruh dunia
sekitar 0,1-0,2%. Di Amerika Serikat diperkirakan insiden vitiligo sebesar 1%
sedangkan di Indonesia diperkirakan berkisar 1,8%.
Melasma merupakan masalah kulit yang banyak dijumpai, dapat
mengganggu penampilan kulit wajah dan mengurangi keyakinan terhadap
penampilan seseorang. Melasma adalah suatu peningkatan pigmentasi yang
biasanya dijumpai pada daerah dahi dan pipi, bibir atas, serta dagu. Melasma
dapat menimbulkan lesi berupa makula berwarna cokelat muda ataupun
cokelat tua, berbatas tegas dan tipe tidak teratur (Robin Graham, 2010).
Insiden pasti melasma masih belum diketahui. Dari data rekam medis
pasien yang datang berobat ke Poliklinik Sub Bagian Kosmetik Departemen
Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP H. Adam Malik Medan periode
Januari sampai Desember 2009, didapati 22 orang (0,41%) pasien melasma.
Melasma paling sering diderita wanita usia reproduksi, sedangkan pria 10%
dari keseluruhan kasus.

1.2 Tujuan
1.2.1 Mahasiswa
manifestasi
1.2.2

dapat

menjelaskan

klinis,

pengertian,

patofisiologi,

etiologi,

pemeriksaan

klasifikasi,
penunjang,

penatalaksanaan dan konsep asuhan keperawatan pada kasus albinisme


Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian, etiologi, klasifikasi,
manifestasi klinis, patofisiologi, pemeriksaan penunjang, prognosis,

1.2.3

penatalaksanaan dan konsep asuhan keperawatan pada kasus vitiligo


Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian, epidemiologi, etiologi,
klasifikasi, manifestasi klinis, patofisiologi, pemeriksaan penunjang,
penatalaksanaan dan konsep asuhan keperawatan pada kasus melasma

1.3 Rumusan Masalah


1.3.1 Bagaimana pengertian,

etiologi,

klasifikasi,

manifestasi

klinis,

patofisiologi, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan dan konsep


1.3.2

asuhan keperawatan pada kasus albinisme?


Bagaimana pengertian, etiologi, klasifikasi,

manifestasi

klinis,

patofisiologi, pemeriksaan penunjang, prognosis, penatalaksanaan dan


1.3.3

konsep asuhan keperawatan pada kasus vitiligo?


Bagaimana pengertian, epidemiologi, etiologi, klasifikasi, manifestasi
klinis, patofisiologi, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan dan
konsep asuhan keperawatan pada kasus melasma?

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Albinisme
2.1.1 Pengertian
Albinisme adalah kelainan genetik yang disebabkan oleh
terganggunya jalur-jalur enzim normal yang berperan dalam produksi
melanin. Sebagian besar bentuk diturunkan sebagai ciri autosomal
resesif (Robin Graham, 2010). Albinisme merupakan suatu penyakit

keturunan yang jarang ditemukan dimana tubuh tidak dapat membentuk


melanin.
Albinisme adalah cacat produksi melanin yang menghasilkan
warna sedikit atau tidak ada pigmen di kulit, rambut, dan mata (Medline
Plus, 2012).
Dapat disimpulkan albinisme adalah gangguan pigmentasi kulit
karena kelainan genetik yang disebabkan oleh terganggunya jalur enzim
normal sehingga tidak ada pigmen di kulit, rambut dan mata.
2.1.2 Etiologi
Albinisme terjadi jika tubuh tidak mampu menghasilkan atau
menyebarluaskan melanin karena beberapa penyebab. Secara khusus,
kelainan metabolisme tirosin menyebabkan kegagalan pembentukan
melanin sehingga terjadi albinisme. Albinisme bisa diturunkan melalui
beberapa pola, yaitu resesif autosom, dominan autosom, atau X-linked
(Robin Graham, 2010).
Penyakit lainnya yang berhubungan dengan albinisme parsial
atau albinisme terlokalisir (hilangnya pigmen hanya pada daerah
tertentu):
a. Sindroma Waardenberg (rambut di dahi berwarna putih atau salah
satu maupun kedua iris tidak memiliki pigmen)
b. Sindroma Chediak-Higashi (pigmentasi kulit berkurang secara
difus tetapi tidak total)
c. Sklerosis tuberosa (terdapat bintik putih yang kecil dan terlokalisir)
d. Sindroma Hermansky-Pudlak (albinisme menyeluruh disertai
kelainan perdarahan).
2.1.3 Klasifikasi
Pasien dapat dikelompokkan menjadi mereka yang tidak
memiliki enzim tersebut, tetapi enzim kurang berfungsi. Sebagian besar
bentuk diturunkan sebagai ciri autosomal resesif.
a. Albinisme negatif-tirosinase
Kulit berwarna merah muda dan tetap pucat seumur hidup. Mata
sangat terpengaruh, dengan pigmen sama sekali tidak ada dan
nistagmus yang mencolok. Kanker kulit sangat lazim pada pasien
yang tinggal di daerah tropis.
b. Albinisme positif-tirosinase

Tidak terlalu pucat, rambut berwarna kuning dan mata mungkin


memperlihatkan sedikit pigmentasi, sedangkan kulit, rambut, dan
mata secara perlahan semakin gelap seiring dengan usia. Namun
nistagmus dan gangguan mata tetap sering terjadi, dan kanker kulit
terjadi lebih sering dibandingkan dengan orang normal yang
memiliki latar belakang etnis sama (Robin Graham, 2010).
2.1.4 Manifestasi Klinis
Beberapa gejala dari penyakit albino menurut Medline Plus
tahun 2012 adalah sebagai berikut:
1. Tidak adanya warna di kulit, rambut, atau iris mata
2. Patchy, warna kulit hilang
3. Kulit terlalu sensitif pada cahaya matahari, sehingga mudah
terbakar
4. Nystagmus, yaitu pergerakan bola mata yang irregular dan rapid
dalam pola melingkar
5. Strabismus (crossed eyes or lazy eye)
6. Kesalahan dalam refraksi yaitu seperti miopi, hipertropi, dan
astigmatisma
7. Fotofobia, hipersensitivitas terhadap cahaya
8. Hipoplasi foveal, yaitu kurang berkembang nya fovea (bagian
tengah dari retina)
9. Hipoplasi nervus optikus, yaitu kurang berkembangnya nervus
optikus
10. Abnormal decussation (crossing) dari fiber nervus optikus pada
chiasma optikus
11. Ambliopia, penurunan akuisitas dari satu atau kedua mata karena
buruknya transmisi ke otak, sering karena kondisi lain seperti
strabismus

Gambar 2.1 Albinisme (Sumber : visio.org, 2014)


2.1.5 Patofisiologi
Abinisme adalah kelainan yang disebabkan karena tubuh tidak
mampu membentuk enzim yang diperlukan untuk mengubah asam
amino tirosin menjadi beta 3,4-dihidroksiphenylalanin untuk
selanjutnya diubah menjadi melanin. Pembentukan enzim yang
mengubah tirosin menjadi melanin ditentukan oleh gen dominan A
sehingga orang normal dapat mempunyai genotype AA atau Aa.
Kelainan albino ini dapat dijumpai pada laki-laki maupun perempuan
karena gen penyebab albinisme ini terletaak dalam autosom 1.

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang


Ada dua tes yang tersedia yang dapat mengidentifikasi hanya
dua jenis kondisi. Baru-baru ini, tes darah telah dikembangkan yang
dapat mengidentifikasi pembawa gen untuk beberapa jenis albinisme;
tes serupa selama amniosentesis dapat mendiagnosa beberapa jenis
albinisme pada janin. Sebuah contoh tes chorionic villus pada minggu
kelima kehamilan juga dapat mengungkapkan beberapa jenis albinisme.
Jenis spesifik albinisme seseorang telah dapat ditentukan dengan

mengambil riwayat keluarga yang baik dan memeriksa pasien dan


kerabat dekat beberapa.
The
"hairbulb

pigmentasi

test"

digunakan

untuk

mengidentifikasi operator dengan menginkubasi potongan rambut orang


tersebut dalam larutan tirosin, zat dalam makanan yang digunakan
tubuh untuk membuat melanin. Jika rambut ternyata gelap, berarti
rambut yang membuat melanin ("positif" test); rambut cahaya berarti
ada melanin tidak. Tes ini adalah sumber dari nama dua jenis albinisme:
"Ty-neg" dan "ty-pos".
Tes tirosinase lebih tepat daripada tes pigmentasi hairbulb.
Mengukur tingkat di mana rambut mengubah tirosin menjadi lain kimia
(dopa), yang kemudian dibuat menjadi pigmen. Rambut mengubah
tirosin dengan bantuan zat yang disebut "tirosinase." Pada beberapa
jenis albinisme, tirosinase tidak melakukan tugasnya, dan produksi
melanin rusak (Farlex, 2012).
2.1.7 Penatalaksanaan
Tujuan

pengobatan

adalah

untuk

meringankan

gejala.

Pengobatan tergantung pada beratnya gangguan tersebut.


a. Perlindungan sinar matahari
Penderita albino diharuskan menggunakan sunscreen ketika terkena
cahaya matahari untuk melindungi kulit prematur atau kanker kulit.
Baju penahan atau pelindung kulit dari cahaya matahari yang
berlebihan.
b. Bantuan daya lihat
Beberapa penderita albino sangat cocok menggunakan bifocals
(dengan lensa yang kuat untuk membaca), sementara yang lain lebih
cocok menggunakan kacamata baca. Penderita pun dapat memakai
lensa kontak berwarna untuk menghalangi tranmisi cahaya melalui
iris. Beberapa menggunakan bioptik, kacamata yang mempunyai
teleskop kecil di atas atau belakang lensa biasa, sehingga mereka
lebih dapat melihat sekeliling dibandingkan menggunakan lensa
biasa atau teleskop.
c. Pembedahan pada mata

Pembedahan

mungkin

untuk

otot

mata

untuk

menurunkan

nystagmus, strabis mus, dan kesalahan refraksi seperti astigmatisma.


Pembedahan strabismus mungkin mengubah penampilan mata.
Pembedahan nistagmus mungkin dapat mengurangi perputaran bola
mata yang berlebihan. Efektifitas dari semua prosedur ini bervariasi
masing-masing individu. Namun harus diketahui, pembedahan tidak
akan

mengembalikan

fovea

ke

kondisi

normal

dan

tidak

memperbaiki daya lihat binocu lar. Dalam kasus esotropia (bentuk


crossed eyes dari strabismus), pembedahan mungkin membantu
daya lihat dengan memperbesar lapang pandang (area yang
tertangkap oleh mata ketika mata melihat hanya pada satu titik).

2.1.8 Web of Causation


Genetik

Gangguan pembentukan melamin

Tidak ada pigmen

Rambut putih

Masalah
keperawatan :
harga diri rendah

mata

Juling, tajam penglihatan ,


photopobia, kebutaan
fungsional

Pigmen kulit tidak ada

Mudah terbakar

Tergaggunya fungsi visual

Masalah keperawatan :
gangguan integritas kulit

Masalah keperawatan :
resiko tinggi cedera

2.2 Vitiligo
2.2.1 Pengertian
Vitiligo adalah yang terpenting diantara penyakit-penyakit yang
menyebabkan hilangnya pigmentasi kulit (Robin Graham, 2010).
Vitiligo adalah hipomelanosis idiopatik didapat ditandai dengan adanya
makula putih yang dapat meluas. Dapat mengenai seluruh bagian tubuh
yang mengandung sel melanosit, misalnya rambut dan mata (FKUI,
1987).
Vitiligo adalah suatu kondisi di mana kulit Anda kehilangan
melanin, pigmen yang menentukkan warna pada kulit, rambut, dan
mata Anda. Hal ini terjadi akibat sel-sel yang memproduksi melanin
mati. Akibatnya, pigmen kulit Anda memudar dan muncul bercak putih
dalam bentuk yang tidak teratur yang semakin lama ukurannya dapat
membesar.
2.2.2 Etiologi

Penyebab belum diketahui, berbagai faktor pencetus sering


dilaporkan, misalnya krisis emosi dan trauma fisis terutama cedera
kepala dan cenderung timbul bersamaan dengan penyakit tertentu,
seperti :
a.
b.
c.
d.

penyakit Addison
diabetes
anemia pernisiosa
penyakit tiroid
Penyakit vitiligo dapat terjadi ketika sel-sel yang memproduksi

melanin mati. Akibatnya, kulit kehilangan melanin yang menentukkan


pigmen pada kulit, mata, dan rambut Anda dan muncullah bercakbercak berwarna putih susu yang tidak teratur pada kulit Anda. Namun,
para dokter dan ilmuwan juga memiliki teori sendiri yang menyatakan
bahwa vitiligo terjadi ketika tubuh mengalami gangguan pada sistem
kekebalan.

2.2.3 Klasifikasi
Ada 2 bentuk vitiligo:
a. Lokalisata
Fokal: satu atau lebih makula pada satu area, tetapi tidak segmental
Segmental: satu atau lebih makula pada satu area, dengan distribusi
menurut dematom, misalnya satu tangkai
Mucosal: hanya terdapat pada membrane mukosa
Jarang penderita vitiligo lokalisata yang berubah
generalisata

menjadi

Gambar 2.2 Vitiligo Lokalisata (Sumber : parameola.com, 2009)


b. Generalisata
Akrofasial: depigmentasi hanya terjadi di bagian distal ekstremitas
dan muka, merupakan stadium mula vitiligo yang generalisata
Vulgaris: macula tanpa pola tertentu dibanyak tempat
Campuran: depigmentasi terjadi menyeluruh atau hampir
menyeluruh merupakan vitiligo total

Gambar 2.3 Vitiligo Generalisata (Sumber : parameola.com, 2009)


2.2.4 Manifestasi Klinis
a. Makula berwarna putih dengan diameter beberapa milimeter sampai
beberapa sentimeter
b. Bulat atau lonjong dengan batas tegas, tanpa perubahan epidermis
yang lain. Kadang-kadang terlihat makula hipomelanotik selain
makula apigmentasi.
c. Didalam makula vitiligo dapat ditemukan makula dengan pigmentasi
normal atau hiperpigmentasi disebut repigmentasi perifolikular
d. Kadang-kadang ditemukan tepi lesi yang meninggi, eritema dan
gatal, disebut inflamator
e. Daerah yang sering terkena adalah bagian ekstensor tulang terutama
di atas jari, periorifisial sekiatar mata, mulut dan hidung, tibialis
anterior, dan pergelangan tangan bagian fleksor. Mukosa jarang
terkena, kadang-kadang mengenai genital eksterna, puting susu,
bibir, dan ginggiva
f. Lesi bilateral dapat simetris atau asimetris
2.2.5 Patofisiologi

Ada beberapa hipotesis yang menerangkan patogenesis atau


patofisiologi vitiligo:
1. Immune hypothesis : proses aberration of immune surveillance
menyebabkan terjadinya disfungsi atau destruksi melanocyte.
2. Neural hypothesis : suatu mediator neurochemical merusak
melanocytes atau menghambat produksi melanin.
3. Self-destruction hypothesis : produk metabolik atau intermediate
dari sintesis melanin menyebabkan kerusakan melanocyte.
4. Genetic

hypothesis

melanosit

memiliki

ketidaknormalan

(abnormality) yang sudah menjadi sifatnya atau sudah melekat


(inherent) yang mengganggu pertumbuhan dan differentiation pada
kondisi yang mendukung (mensupport) melanosit normal.
5. Terpapar bahan kimiawi Depigmentasi kulit dapat terjadi karena
terpapar Mono Benzil Eter Hidrokinon dalam sarung tangan atau
detergen yang mengandung fenol.
Karena tidak ada teori tunggal yang memuaskan, beberapa ahli
mengusulkan hipotesis gabungan (composite).
2.2.6 Pemeriksaan Penunjang
a. Evaluasi klinis
Ditanyakan pada penderita :
1. Awitan penyakit
2. Riwayat keluarga tentang timbulnya lesi dan uban yang timbul dini
3. Riwayat penyakit kelainan tiroid, alopesia areata, diabetes mellitus,
dan anemia pernisoisa.
4. Kemungkinan faktor pencetus, misalnya stres, emosi, terbakar
surya, dan pajanan bahan kimiawi.
5. Riwayat inflamasi, iritasi, atau ruam kulit sebelum bercak putih.
b. Pemeriksaan histopatologi
Dengan perwarnaan hematoksilin eosin (HE) tampaknya normal
kecuali tidak ditemukan melanosit, kadang-kadang ditemukan

limfosit pada tepi makula. Reaksi dopa untuk melanosit negatif pada
daerah

apigmentasi,

tetapi

meningkat

pada

tepi

yang

hiperpigmentasi.
c. Pemeriksaan biokimia
Pemeriksaan histokimia pada kulit yang diinkubasi dengan dopa
menunjukkan tidak adanya tirosinase. Kadar tirosin plasma dan kulit
normal (FKUI, 1987).
2.2.7 Penatalaksanaan
a. Pasien dinasihati untuk menghindari sinar matahari. Bercak vitiligo
mudah terbakar matahari dan memerlukan proteksi tambahan. Terapi
lini pertama biasanya kortikosteroid topikal poten, terapi inhibitor
kalsineurin, takrolimus, kini semakin banyak digunakan (Robin
Graham, 2010).
b. Penderita dianjurkan untukmenggunakan kamuflase agar kelainan
tersebut tertutup dengan cover mask. Pengobatan sistemik adalah
dengan trimetilpsoralen atau metoksi/soralen dengan gabungan sinar
matahari yang mengandung ultraviolet A
c. Tindakan bedah yang dapat dilakukan adalah autologous skin graft,
yakni memindahkan kulit normal (2-4mm) ke ruam vitiligo. Efek
samping yang mungkin timbul antara lain parut, repigmentasi yang
tidak teratur, dan infeksi.
d. Terapi medis dengan terapi kortikosteroid topikal, imunodulator
topikal, Psoralen topikal ditambah Ultraviolet A (PUVA) dan
depigmentasi.
2.2.8 Prognosis
Dapat mengenai semua ras dan kelamin. Awitan terbanyak
sebelum umur 20 tahun. Ada pengaruh faktor genetik. Pada penderita
vitiligo, 5% akan mempunyai anak dengan vitiligo. Riwayat keluarga
vitiligo bervariasi anatara 20-40% (FKUI, 1987).

2.2.9 Web of Causation


Faktor pencetus :
krisis emosi, trauma

Iridol (radikal bebas)

Oksidasi tiroksin

Sel melanosit

Melamin turun

Rambut putih

Retina

Makula

Lokalisata
(fokal,
segmental,
mucosal)

Generalisata
(akrofasial,
vulgaris,
campuran)

Fotofobia

resiko tinggi cidera

Harga diri rendah

Gangguan
integritas kulit

2.3 Melasma
2.3.1 Pengertian

Kurang
pengetahuan

Resiko
ketidakefektifan
penatalaksanaan
program
terapeutik

Melasma adalah peningkatan pigmentasi biasanya dijumpai di


dahi dan pipi, bibir atas, serta dagu ( Robin Graham, 2010).
Melasma atau lebih dikenal dengan flek-flek pada wajah adalah
gangguan pigmen yang sangat sering dijumpai, berupa perubahan
warna menjadi kecoklatan atau berwarna coklat kehitaman di kulit pada
bagian tubuh yang terpapar sinar matahari, yang biasanya terdapat di
wajah ( di daerah pipi dan dahi, kadang-kadang bibir atas), dengan
distribusi menyerupai masker. Melasma sering timbul selama
kehamilan, akibat kontrasepsi suntik, akibat pemakaian kosmetika dan
sinar matahari. Melasma secara klinis seringkali ditemukan simetris
bilateral.
2.3.2 Epidemiologi
Melasma dapat mengenai semua ras terutama penduduk yang
tinggal di daerah tropis. Melasma terutama di jumpai pada wanita,
meskipun pada pria dapat pula di temukan (10%). Di Indonesia
perbandingan kasus wanita dan pria adalah 24:1. Terutama tampak pada
wanita usia subur dengan riwayat langsung terkena pajanan sinar
matahari. Insiden terbanyak tampak pada usia 30-40 tahun. Melasma
paling sering mengenai wanita usia reproduktif dan jarang mengenai
usia sebelum pubertas.
Terutama mengenai wanita, dengan faktor penyebab eksaserbasi
antara lain paparan sinar matahari, pengaruh hormonal seperti
kehamilan dan penggunaan kontrasepsi oral, predisposisi etnis
(Hispanik, Asia, Afrika, Amerika),herediter dan pemakai kosmetikn
serta pemakai obat lainnya.
2.3.3

Etiologi
a. Sinar UV. Spektrum sinar matahari ini merusak gugus sulfhidril di
epidermis yang merupakan penghambat enzim tirosinase dengan
cara mengikat ion Cu dari enzim tersebut. Sinar UV menyebabkan
enzim tirosianse tidak dihambat lagi sehingga memacu proses
melanogenesis.
b. Hormon. Misalnya esterogen, progesteron, dan MSH (Melanin
Stimulating Hormone) berperan pada terjadinya melasma. Pada

kehamilan, melasma biasanya meluas pada trimester ke 3. Pada


pemakai pil kontrasepsi, melasma tampak dalam 1 bulan sampai 2
tahun setelah dimulai pemakaian pil tersebut.
c. Obat. Misalnya difenil hidantoin, mesantoin, klorpromasin,
sitostatik, dan minosiklin dapat menyebabkan timbulnya melasma.
Obat ini ditimbun di lapisan dermis bagian atas dan secara
kumulatif dapat merangsang melanogenesis.
d. Genetik. Dilaporkan adanya kasus keluarga sekitar 20-70%.
e. Ras. Melasma banyak dijumpai pada golongan Hispanik dan
golongan kulit berwarna gelap.
f. Kosmetika. Pemakaian kosmetika yang mengandung parfum, zat
pewarna,

atau

fotosensitivitas

bahan-bahan
yang

tertentu

dapat

dapat

menyebabkan

mengakibatkan

timbulnya

hiperpigmentasi pada wajah, jika terpajan sinar matahari.


g. Idiopatik (FKUI, 1987).
2.3.4 Klasifikasi
a. Berdasarkan gambaran klinis:
-

Bentuk sentro-fasial meliputi daerah dahi, hidung, pipi bagian


medial, bawah hidung serta dagu (63%)

Bentuk malar meliputi hidung dan pipi bagian lateral (21%)

Bentuk madibular meliputi daerah mandibular (16%)

b. Berdasarkan pemeriksaan dengan sinar wood


-

Tipe epidermal, melasma tampak lebih jelas dengan sinar wood


dibandingkan sinar biasa

Tipe dermal, dengan sinar wood tak tampak warna kontras


dibandingkan dengan sinar biasa

Tipe campuran, tampak beberapa lokasi lebih jelas, sedang yang


lainnya tidak

Tipe sukar dinilai karena warna kulit yang gelap, dengan sinar
wood lesi menjadi tidak jelas, sedangkan dengan sinr biasa jelas
terlihat. Perbedaan tipe-tipe ini sangat berarti pada pemberian
terapi, tipe dermal ebih sult diobati disbanding tipe epidermal.

c. Berdasarkan pemeriksaan hispatologis

Melasma tipe epidermal, umumnya berwarna coklat, melanin


terutama terdapat pada lapisan basa dan supra basal, kadangkadang diseluruh korneum dan stratum spinosum.

Melasma tipe dermal, berwarna coklat kebiruan, terdapat


makrofak bermalanin disekitar pembuluh darah dermis bagian
atas dan bawah yang terdapat focus-fokus infiltrate.

2.3.5

Manifestasi Klinis
a. Lesi melasma berupa makula (kelainan kulit berbatas tegas,hanya
berupa perubahan warna semata) berwarna coklat muda atau
coklat tua berbatas tegas dengan tepi tidak teratur, sering pada pipi
dan hidung yang di sebut pola malar.
b. Pola mandibular terdapat pada dagu, sedangkan
c. Pola sentrofasial di pelipis, dahi, alis dan bibir atas.
d. Warna keabu-abuan atau kebiru-biruan terutama pada tipe dermal.

Gambar 2.4 Melasma (sumber : uptownderm.com, 2012)


2.3.6 Patofisiologi
Proses terjadinya melasma masih belum diketahui secara pasti
namun saat ini banyak faktor yang terlibat dalam patogenesis melasma.
Faktor-faktor yang dimaksud, yang paling penting adalah predisposisi
genetik dan pancaran sinar ultraviolet, selain itu ada juga penggunaan
kontrasepsi oral, kehamilan dan kosmetik. Pasien yang telah
menyelesaikan pengobatan mereka sering mengalami kekambuhan

kembali setelah terpapar sinar matahari lagi. Penelitian terbaru


menunjukkan tingginya kadar Alfa- MSH pada lesi keratinosit melasma
memainkan peranan penting dalam hiperpigmentasi kulit melasma.
Kemungkinan ada faktor genetik yang membuat seseorang
memiliki kecenderungan untuk menderita melasma. Selain dari fakta
bahwa penyakit ini menjadi lebih sering muncul pada beberapa
kelompok ras tertentu, terdapat banyak kasus melasma yang diturunkan
dalam sebuah keluarga namun melasma bukan penyakit keturunan.
2.3.7 Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis melasma ditegakkan hanya dengan pemeriksaan
klinis. Untuk menentukan tipe melasma dilakukan pemeriksaan
histopatologik hanya dilakukan pada kasus-kasus tertentu (FKUI,
1987).
a. Terdapat 2 tipe pemeriksaan hispatologik yaitu:
-

Tipe epidermal:
Melanin terdapat di lapisan basal dan suprabasal, kadang-kadang
diseluruh stratum spinosum hingga stratum korneum. Sel-sel yang
padat mengandung melanin adalah melanosit, sel-sel lapisan basal
dan suprabasal juga terdapat pada keratinosit dan sel-sel stratum
korneum.

Tipe dermal:
Terdapat makrofag bermelanin disekitar pembuluh darah dalam
dermis bagian atas dan bawah, dimana pada dermis bagian atas
terdapat focus-fokus infiltrate.

b. Pemeriksaan mikroskop electron


Gambaran ultrastruktur melanosit dalam lapisan basal memberi
kesan aktivitas melanosit meningkat.
c. Pemeriksaan dengan sinar wood
-

Tipe epidermal: warna lesi tampak lebih kontras

Tipe dermal: warna lesi tidak bertambah kontras

Tipe campuran: lesi ada yang bertambah kontras ada yang tidak

Tipe tidak jelas: dengan sinar wood lesi menjadi tidak jelas,
sedangkan dengan sinar biasa jelas terlihat.

2.3.8 Penatalaksanaan
a. Pencegahan
-

Pencegahan terhadap timbulnya atau bertambah berat serta


kambuhnya melasma adalah dengan perlindungan terhadap sinar
matahari.

Menghilangkan faktor yang merupakan penyebab melasma


misalnya menghentikan pemakaian pil kontrasepsi, hentikan
pemakaian kosmetik yang berwarna atau mengandung parfum,
mencegah obat contohnya: hidantoin, sitostatika, obat anti malaria
dan minosiklin.

b. Pengobatan melasma memerlukan waktu yang cukup lama, kontrol


yang teratur serta kerjasama yang baik antara penderita dan dokter
yang menanganinya. Kebanyakan penderita berobat untuk alasan
kosmetik. Pengobatan dan perawatan kulit harus dilakukan secara
teratur dan sempurna karena melasma bersifat kronis residif.
Pengobatan yang sempurna adalah pengobatan yang kausal, maka
penting dicari etiologinya (FKUI, 1987).
1) Pengobatan topical
-

Hidrokinon
Dipakai dengan konsentrasi 2-5% pada malam hari disertai
pemakaian tabir surya pada siang hari. Tampak perbaikan dalam
6-8 minggu dan dilanjutkan sampai 6 bulan. Efek samping
adalah dermatitis kontak iritan atau alergik, adanya kekambuhan
setelah penghentian penggunaan.

Asam retinoat (retinoic acid/tretinoin)


Asam retinoat 0,1% digunakan sebagai terapi tambahan atau
terapi kombinasi, dipakai pada malam hari karena pemakaian
pada siang hari dapat terjadi fotodegradasi. Efek sampingnya
adalah eritema, deskuamasi, dan fotosensitasi.

Asam Azeleat (Azeleic acid)

Pengobatan dengan asam azeleat 20% selama 6 bulan


memberikan hasil yang baik. Efek samping adalah rasa panas
dan gatal.
2) Pengobatan Sistemik
-

Asam askorbat/vitamin C
Vitamin C mempunyai efek merubah melanin bentuk oksidasi
menjadi melanin bentuk reduksi yang berwarna lebih cerah dan
mencegah pembentukan melanin dengan merubah DOPA kinon
menjadi DOPA.

Glutation
Glutation bentuk reduksi adalah senyawa sulfhidril (SH) yang
berpotensi menghambat pembentukan melanin dengan jalan
bergabung dengan cuprum dari tirosinase.

3) Tindakan khusus
-

Pengelupasan kimiawi
Pengelupasan kimiawi dilakukan dengan mengoleskan asam
glikolat 50 70% selama 4 6 menit dilakukan setiap 3 minggu
selama 6 kali. Sebelum dilakukan pengelupasan kimiawi
diberikan krim asam glikolat 10% selama 14 hari.

Bedah laser
Bedah laser dengan menggunakan laser Q Switched Ruby dan
laser Argon, kekambuhan dapat juga terjadi.

2.3.9 Web of Causation


Kosmetik

Paparan sinar
matahari

Hormone : estrogen,
progesterone, MSH

Obat

Ras, genetik

Sinar UV
Penghambatan mallpighion
cell turn over
Produksi melanosom
meningkat

Hiperpigmentasi

Sentro fasial : dahi, hidung,


bawah hidug, pipi medial,
dagu, bawah dagu

Gangguan integritas kulit

Malar : hidung pipi


bagian lateral

Harga diri rendah

Kurang
pengetahuan

Resiko ketidakefektifan
penatalaksanaan terapi

BAB 3
KONSEP DAN ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Konsep Asuhan Keperawatan pada Albinisme
3.1.1 Pengkajian
1. Identitas pasien
Meliputi nama, usia, jenis kelamin, alamat.
2. Keluhan Utama

Keluhan

utama

yang

ditimbulkan

adalah

adanya

bercak

hipopigmentasi di seluruh tubuh.


3. Riwayat Penyakit Sekarang
Albinisme dapat terjadi karena tubuh tidak mampu membentuk
melanin. Penderita memiliki rambut dan iris putih, mata pink dan
kulit yang pucat. Penderita dapat mengalami fotopobia.
4. Riwayat penyakit keluarga
Ada riwayat keluarga yang mempunyai kelainan pigmentasi karena
pembentukan pigmen melanin di pengaruhi oleh enzim-enzim di
bawah pengaruh genetik. Albinisme merupakan kelainan herediter.
5. Riwayat Psikososial
Dapat menimbulkan keprihatinan yang lebih besar pada orang yang
mengalami albinisme karena warna kulit tersebut lebih mudah
terlihat.
6. Pemeriksaan Fisik
a. Warna kulit Hipopigmentasi di seluruh tubuh
b. Tidak ada warna pada rambut dan iris mata
c. Strabismus (juling)
d. Fotopobia (sensitivitas cahaya)
e. Nystagmus (gerakan mata yang cepat)
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan histokimia
Pada albinisme, TPOCA dan TNOCA untuk membedakan
dengan tes hair builb.
Pada TPOCA : pada inkubasi in vitro dengan tiroxin dan dopa,
rambut cepat menjadi gelap.
Pada TNOCA : tidak mampu menjadi gelap
b. Ultrastruktur
Pada TPOCA : ada melanisasi dan pada inkubasi dengan DOPA
dan tirosin terjadi melanisasi penuh.
Pada TNOCA tidak ada melanisasi dan hanya ada melanosom
stadium I dan II
8. Terapi
a. Photo protektif
b. Kulit dan mata harus dilindungi dari sinar matahari
c. Kacamata anti UV bisa meeringankan fotopobia
d. Memakai tabir surya
3.1.2 Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan konsep diri (harga diri rendah) berhubungan dengan
penampilan dan respon orang lain.

2. Gangguan integritas kulit berhubunnan dengan perubahan fungsi barier


kulit.
3. Resiko tinggi cidera berhubungan dengan penurunan tajam penglihatan
3.1.3 Intervensi Keperawatan
1. Gangguan konsep diri (harga diri rendah) berhubungan dengan
penampilan dan respon orang lain.
Tujuan : individu mampu beradaptasi dengan kondisinya
Kriteria hasil :
a. Mengembangkan peningkatan kemauan untuk
b.
c.
d.
e.
f.

menrima

keadaan diri
Turut berpartisipasi dalam tindakan perawatan diri
Melaporkan perasaan dalam pengendalian situasi
Menguatkan kembali dukungan positif dari diri sendiri
Mengutaran perhatian terhadap diri sendiri yang lebih sehat
Menggunakan teknik penyembunyian kekurangan dan

menekankan teknik untuk meningkatkan penampilan.


Intervensi :
a. Kaji adanya gangguan konsep diri (menghindari kontak mata,
ucapan merendahkan diri sendiri).
R/ gangguan konsep diri menyertai setiap penyakit atau keadaan
yang tampak nyata bagi klien.
b. Berikan kesempatan pengungkapan perasaan
R/ klien membutuhkan pengalaman di dengarkan dan dipahami.
Nilai rasa keprihatinan dan ketakutan klien, bantu klien yang
cemas
c. Mengembangkan kemampuan untuk menilai diri dan mengenali
masalahnya
R/ memberikan kesempatan pada petugas untuk menetralkan
kecemasan yang tidak perlu terjadi dan memuihkan realitas situasi,
ketakutan merusak adaptasi klien.
d. Dukung upaya klien untuk mmeperbaiki citra diri seperti merias,
merapikan
R/ membantu meningktakan penerimaan diri dan sosialisasi
e. Mendorong sosialisasi dengan orang lain
R/ Membantu meningktkan penerimaan diri dan sosialisasi
2. Gangguan integritas kulit berhubunnan dengan perubahan fungsi
barier kulit.
Tujuan : mampu mempertahankan integritas kulit
Kriteria hasil:
a. Tidak ada maserasi
b. Tidak ada tanda-tanda cidera termal
c. Tidak ada infeksi

Intervensi :
a. Lindungi kulit dari kemungkinan maserasi ketika memasang
balutan
R/ maserasi kulit yang sehat dapat menyabbakan pecahnya kulit
dan perluasan kelainan primer
b. Hilangkan kelembaban dari kulit dengan penutupan dan
menghindari infeksi
R/ friksi dan maserai memainkan peranan yang penting dalam
proses terjadinya penyakit kulit
c. Jaga agar terhindar dari cidera termal akibat penggunaan kompres
hangat dengan suhu terlalu tinggi dan akibat cidera panan yang
tidak terasa
R/ penderita dermatosis dapat mengalami penurunan sensitivitas
terhadap panas
d. Nasehati klien untuk mengggunakan payung atau topi
R/ untuk melindungi paparan langsung dari sinar matahari
3. Resiko tinggi cidera berhubungan dengan penurunan tajam
penglihatan
Tujuan : tidak terjadi injuri
Kriteria hasil:
a. Tidak terdapat faktor resiko internal maupun eksternal yang dapat
menyebabkan terjadinya injury
b. Menunjukkan sikap dapat menghindari rangsanagn lingkungan
yang dapat menyebbakan terjadinya injury
Intervensi
a. Identifikasi faktor yang mempengaruhi kebutuhan keamanan
R/ untuk menentukan tindakan pencegahan agar tidak terjadi cidera
b. Identifikasi faktor lingkungan yang memungkinkan resiko jatuh
R/ dengan teridentifikasinya hal yang dapat menyebabkan cidera
maka dapat dilakukan pencegahan dan modifikasi lingkungan
c. Berikan health education tentang strategi dan tindakan untuk
mencegah cidera
R/ diharapkan klien dan keluarga memahami tindakan pencegahan
cidera sejak awal

3.2 Konsep Asuhan Keperawatan pada Vitiligo


3.2.1 Pengkajian
1. Identitas Pasien

Vitiligo dapat mengenai semua jenis kelamin dan ras. Pada penelitian
epidemiologi sering terjadi pada wanita karena pengaruh pemakaian
kosmetik. Yang terkena vitiligo hampir 50% timbul pada usia sebelum
20 tahun.
2. Keluhan Utama
Keluhan utama

yang

ditimbulkan

adalah

adanya

bercak

hipopigmentasi
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Lesi pada vitiligo bersifat unilateral, tidak melewati garis meridian,
biasnya pertama kali didaptkan lesi macula yang hipomelanotik di
daerah terbuka, misalnya muka, punggung tangan, macula melanosit
pada daerah hiperpigmentasi, misalnya axial, inguinal, aerola dan
genitalia, daerah yang sering terkena gesekan seperti : punggung
tangan, kaki, siku lutut, tumit, juga banyak. Macula mempunyai
susunan konvek dan bertambah secara tertaur.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Ada
riwayat
DM,
polineuritits
diabetic,

sirinomieli,

neurofibromatosis, anemiperiniosa, penyakit adrenal, penyakit tiroid,


insufisiensi adrenal melanoma, halo nevus, sindroma vogt-koyanagiharada(uveitis dan vitiligo).
5. Riwayat penyakit keluarga
Ada riwayat keluarga yang mempunyai kelainan pigmentasi karena
pembentukan pigmen melanin di pengaruhi oleh enzim-enzim di
bawah pengaruh genetic. Pada vitiligo 30-40% mempunyai riwayat
keluarga.
6. Riwayat Psikososial
Perubahan warna kulit pada orang yang berkulit gelap dapat diketahui
dan biasanya menimbulkan distress pada klien. Sebagai contoh
hipopigmentasi (kehilangan atau berkurangnya warna kulit) yang
dapat disebabkan oleh vitiligo (suatu keadan yang ditandai oleh
penghancuran melanosit pada daerah yang terbats atau luas). Dapat
menimbulkan keprihatinan yang lebih besar pada orang yang berkulit
gelap Karena lesi tersebut lebih mudah terlihat.
7. Pemeriksaan Fisik
a. Pada mata ada uveitis (pada vitiligo), epitel pigmentasi pada retina

b. Pada ekstremitas terdapat bercak putih biasanya pada daerah diatas


jari, periorifisial sekitar mata, mulut dan hidung, tibialis anterior,
dan pergelangan tangan bagia fleksor.
8. Pemeriksaan Penunjang
Tes diagnostic : dilakukan untuk membedakan dengan penyait yang
menyerupainya misalnya limfoma kutan sel-T, LED/LES, lepra, dll.
9. Terapi
a. Pemberian kortikosteroid topikal poten
Digunakan dalam bentuk topical, misalnya betason valerat 0,1%
maupun suntikan intradermal. Penggunaan kortikosteroid dilakukan
dengan prosedur Drake dkk :
Krim kortikosteroid dioleskan pada lesi sekitar 3-4 bulan
Setipa minggu dilakukan evaluasi dengan menggunakan lampu

wood
Pengobatan diteruskan apabila ada repigmentasi, namuan harus
segera dihentikan apabila tidak ada respons dalam waktu 3

bulan.
Fotografi dapat membnatu mengevaluasi kemajuan
Kemungkinan adanya efek samping adalah berupa atropi, strie,

dll.
b. Terapi inhibitor kalsineurin, takrolimus
c. Pengobatan sistemik dengan trimetilpsoralen atau metoksi-psoralen
dengan gabungan sinar matahari yang mengandung ultraviolet
3.2.2 Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan konsep diri (harga diri rendah) berhubungan dengan
penampilan dan respon orang lain.
2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi barier
kulit.
3. Resiko tinggi cidera berhubungan dengan sensitivitas terhadap cahaya.
4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi yang
didapat tentang penyakit.
5. Resiko ketidakefektifan penatlakasanaan program terapeutik yang
berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi (penyebab
perjalanan penyakit) pencegahan, pengobatan dan perawtan kulit.
3.2.3 Intervensi Keperawatan
1. Gangguan konsep diri (harga diri rendah) berhubungan dengan
penampilan dan respon orang lain.
Tujuan : individu mampu beradaptasi dengan kondisinya

Kriteria hasil :
a. Mengembangkan peningkatan kemauan untuk menrima keadaan
b.
c.
d.
e.
f.

diri
Mengikuti dan turut berpartisipasi dalam tindakan perawatan diri
Melaporkan perasaan dalam pengendalian situasi
Menguatkan kembali dukungan positif dari diri sendiri
Mengutaran perhatian terhadap diri sendiri yang lebih sehat
Menggunkan teknik penyembunyian kekurangan dan menekankan

teknik nuntuk meningkatkan penampilan.


Intervensi :
a. Kaji adanya gangguan konsep diri (menghindari kontak mata,
ucapan merendahkan diri sendiri).
R/ gangguan konsep diri menyertai setiap penyakit atau keadaan
yang tampak nyata bagi klien.
b. Identifikasi stadium psikososial terhadap perkembangan
R/ terdapat hubungan antara stadium perkembangan, citra diri dan
reaksi serta pemahamna klien terhadap kondisi kulitnya.
c. Berikan kesempatan pengungkapan perasaan
R/ klien membutuhkan pengalaman di dengarkan dan dipahami.
Nilai rasa keprihatinan dan ketakutan klien, bantu klien yang cemas
d. Mengembangkan kemampuan untuk menilai diri dan mengenali
masalahnya
R/ membrikan kesempatan pada petugas untuk menetralkan
kecemasan yang tidak perlu terjadi dan memuihkan realitas situasi,
ketkutan merusak adaptasi klien.
e. Dukung upaya klien untuk mmeperbaiki citra diri seperti merias,
merapikan
R/ mmembantu meningktakan penerimaan diri dan sosialisasi
f. Mendorong sosialisasi dengan orang lain
R/ Membantu meningktkan penerimaan diri dan sosialisasi
2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi
barier kulit.
Tujuan : mampu mempertahankan integritas kulit
Kriteria hasil:
a. Tidak ada maserasi
b. Tidak ada tanda-tanda cidera termal
c. Tidak ada infeksi
Intervensi :
a. Lindungi kulit dari kemungkinan maserasi ketika memasang
balutan
R/ maserasi kulit yang sehat dapat menyabbakan pecahnya kulit
dan perluasan kelainan primer

b. Hilangkan

kelembaban

dari

kulit

dengan

penutupan

dan

menghindari infeksi
R/ friksi dan maserai memainkan peranan yang penting dalam
proses terjadinya penyakit kulit
c. Jaga agar terhindar dari cidera termal akibat penggunaan kompres
hangat dengan suhu terlalu tinggi dan akibat cidera panas
R/ penderita dermatosis dapat mengalami penurunan sensitivitas
terhadap pans
d. Nasehati klien untuk mengggunakan payung atau topi
R/ untuk melindungi paparan langsung dari sinar matahari
3. Resiko tinggi cidera berhubungan dengan sensitivitas terhadap
cahaya.
Tujuan : tidak terjadi injuri
Kriteria hasil:
a. Tidak terdapat faktor resiko internal maupun eksternal yang dapat
menyebabkan terjadinya injury
b. Menunjukkan sikap dapat menghindari rangsanagn lingkungan
yang dapat menyebbakan terjadinya injury
Intervensi
a. Identifikasi faktor yang mempengaruhi kebutuhan keamanan
R/ untuk menentukan tindakan pencegahan agar tidak terjadi
cidera
b. Identifikasi faktor lingkungan yang memungkinkan resiko jatuh
R/ dengan teridentifikasinya hal yang dapat menyebabkan cidera
maka dapat dilakukan pencegahan dan modifikasi lingkungan
c. Berikan health education tentang strategi dan tindakan untuk
mencegah cidera
R/ diharapkan klien

dan

keluarga

memahami

tindakan

pencegahan cidera sejak awal


4. Resiko ketidakefektifan penatlakasanaan program terapeutik
yang berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi
(penyebab perjalanan penyakit) pencegahan, pengobatan dan
perawatan kulit.
Tujuan : individu mengungkapkan maksud untuk melakukan perilaku
kesehatan yang diperlukan dari penyakit.
Kriteria hasil:
a. Memiliki pemahaman terhadap perawatan kulit
b. Mengikuti terapi dan dapat menjelaskan alas an terapi
c. Menggunakan obat topical dengan tepat
d. Memahami pentingnya nutrisi untuk kesehatan kulit.

Intervensi :
a. Kaji apakah klien memahami dan salah mengerti tentang
penyakitnya
R/ untuk mengetahui sejauh mana pemahaman klien tentang
penyakitnya
b. Jaga agar klien mendapatkan informasi yang benar, memperbaiki
kesalahan konsepsi/informasi
R/ dengan informasi yang benar maka klien bisa menghindari hal
yang dapat menyebabkan komplikasi
c. Nasehati klien agar kulit tetap lembab dan fleksibel dengan
tindakan hidrasi dan pengolesan krim serta lotion kulit
R/ dengan hidrasi kulit lembab sehingga klien bisa merasa lebih
nyaman
d. Bantu klien untuk mendapatkan nutrisi yang sehat
R/ nutrisi yang sehat akan mendukung proses penyembuhan
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
yang didapat tentang penyakit.
Tujuan : klien dapat memahami tentang penyakitnya
Kriteria Hasil
a. Klien mengetahui apa tentang penyakitnya
b. Klien memahami hal yang harus dihindari dan dilakukan
Intervensi
a. Kaji pengetahuan klien tentang penyakitnya
R/ untuk megetahui sejauh mana pemahaman klien tentang
penyakitnya
b. Berikan healt education tentang penyakitnya meliputi proses
terjadi, hal yang perlu dihindari dan pengobatan
R/ diharapkan klien medapatkan informasi yang benar
c. Minta klien mengekspresikan hal yang kurang dipahami klien ke
petugas kesehatan
R/ agar klien tidak bingung dan memperoleh informasi yang benar
3.3 Konsep Asuhan Keperawatan pada Melasma
3.3.1

Pengkajian
1. Identitas Pasien
Melasma atau kloasma dapat terjadi pada pria atau wanita, akan
tetapi kejadian lebih banyak pada wanita (hamil, pemakai

kontrasepsi, kosmetik). Atau pekerjaan yang sering terpapar oleh


sinar matahari.
2. Keluhan Utama
Keluhan utama

yang

ditimbulkan

adalah

adanya

bercak

hiperpigmentasi.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Melasma yaitu adanya bercak hiperpigmentasi yang sering timbul
pada daerah muka yaitu kedua pipi, dahi, bibir atas dan dapat
meluas samapi leher, warna kecoklatan sampai kehitaman, lesi
biasanya

simetris

terutama

menyerupai topeng.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Ada riwayat pemakaian

mengenai

kontarasepsi

pipi,

penyebarannya

hormone

(estrogen,

progresteron)
5. Riwayat penyakit keluarga
Ada riwayat keluarga yang mempunyai kelainan pigmentasi karena
pembentukan pigmen melanin di pengaruhi oleh enzim-enzim di
bawah pengaruh genetic. Pada melasma adanya kasus keluarga
sekitar 20-70%.
6. Riwayat Psikososial
Perubahan warna kulit pada orang yang berkulit sawo matang dapat
diketahui dan biasanya menimbulkan distress pada klien. Dapat
menimbulkan keprihatinan yang lebih besar pada orang yang
berkulit sawo matang Karena lesi tersebut lebih mudah terlihat.
7. Pemeriksaan Fisik
Adanya bercak hiperpigmentasi yang sering pada daerahmuka,
yaitu kedua pipi, dahi, dagu, bibir ats, dapat meluas sampai leher,
warna mulai kecoklatan sampai kehitaman, lesi biasanya simetris
terutama mengenai pipi, penyebarannya menyerupai topeng.
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Mikroskop Elektron
menunjukkan peningkatan melanosit
b. Pemeriksaan Dengan Sinar Wood
- Tipe epidermal: warna lesi tampak lebih jelas
- Tipe dermal: warna lesi tidak bertambah kontras
- Tipe campuran: lesi ada yang bertambah kontras dan ada yang
tidak
- Tipe tidak jelas: lesi menjadi tidak jelas, sedangkan dengan sinar
biasa jelas terlihat.

9. Terapi
a. Topical
Dengan pemutih misalnya hidrokuinon 2 sampai 5%. Beberapa
peneliti memberikannya dalam bentuk kombinasi baik dengan
asam retinoat 0,05% - 0,1%, kortikosteroid atau kombinadi
dengan trikhlor asam asetat 35%. Tretinoin memp[engaruhi
system pigmen. Steroid bersifat sitotoksik dan sitolitik pada sel
epidermis hingga mengurangi turn-over time epidermis dan
melanosom. Asam azelik merupakan preparat baru yang semula
ditujukan untuk pengobatan acne namun ternyata bahan ini
mempunyai efek hipopigmentasi secara selektif
b. Sistemik
Secara oral sering digunakan vitamin C dalam dosis tinggi (1000
1500 mg) serta glutation 3x100mg/hari, lama pengobatan 4-6
minggu.

Vitamin

dopakuinon,

diduga

sedangkan

dapat

gutation

menghalangi
suatu

oksidasi

tripeptida

yang

mempunyai gugus SH yang dapat bergabung denganion kupri


dari enzim tirosinase sehingg pembentukan melanin terganggu.
3.3.2

Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan konsep diri (harga diri rendah) berhubungan dengan
penampilan dan respon orang lain.
2. Gangguan kerusakan integritas

kulit

berhubungan

dengan

perubahan fungsi barier kulit.


3. Resiko ketidakefektifan regimen pengobatan yang berhubungan
dengan kurang pengetahuan tentang kondisi (penyebab perjalanan
penyakit) pencegahan, pengobatan dan perawtan kulit.
3.3.3 Intervensi Keperawatan
1. Gangguan konsep diri (harga diri rendah) berhubungan
dengan penampilan dan respon orang lain.
Tujuan : individu mampu beradaptasi dengan kondisinya
Kriteria hasil :
a. Mengembangkan peningkatan kemauan untuk menrima
keadaan diri
b. Mengikuti dan turut berpartisipasi dalam tindakan perawatan
diri
c. Melaporkan perasaan dalam pengendalian situasi

d. Menguatkan kembali dukungan positif dari diri sendiri


e. Mengutaran perhatian terhadap diri sendiri yang lebih sehat
f. Menggunkan teknik penyembunyian kekurangan dan
menekankan teknik nuntuk meningkatkan penampilan.
Intervensi :
a. Kaji adanya gangguan konsep diri (menghindari kontak mata,
ucapan merendahkan diri sendiri).
R/ gangguan konsep diri menyertai setiap penyakit atau
keadaan yang tampak nyata bagi klien.
b. Identifikasi stadium psikososial terhadap perkembangan
R/ terdapat hubungan antara stadium perkembangan, citra diri
dan reaksi serta pemahamna klien terhadap kondisi kulitnya.
c. Berikan kesempatan pengungkapan perasaan
R/ klien membutuhkan pengalaman di dengarkan dan dipahami.
Nilai rasa keprihatinan dan ketakutan klien, bantu klien yang
cemas
d. Mengembangkan kemampuan untuk menilai diri dan mengenali
masalahnya
R/ membrikan kesempatan pada petugas untuk menetralkan
kecemasan yang tidak perlu terjadi dan memuihkan realitas
situasi, ketkutan merusak adaptasi klien.
e. Dukung upaya klien untuk mmeperbaiki citra diri seperti
merias, merapikan
R/ mmembantu meningktakan penerimaan diri dan sosialisasi
f. Mendorong sosialisasi dengan orang lain
R/ Membantu meningktkan penerimaan diri dan sosialisasi
2. Gangguan kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
perubahan fungsi barier kulit.
Tujuan : mampu mempertahankan integritas kulit
Kriteria hasil:
a. Tidak ada maserasi
b. Tidak ada tanda-tanda cidera termal
c. Tidak ada infeksi
Intervensi :
a. Lindungi kulit dari kemungkinan maserasi ketika memasang
balutan
R/ maserasi kulit yang sehat dapat menyabbakan pecahnya kulit
dan perluasan kelainan primer
b. Hilangkan kelembaban dari kulit dengan penutupan dan
menghindari infeksi

R/ friksi dan maserai memainkan peranan yang penting dalam


proses terjadinya penyakit kulit
c. Jaga agar terhindar dari cidera termal akibat penggunaan
kompres hangat dengan suhu terlalu tinggi dan akibat cidera
panas yang tidak terasa
R/ penderita dermatosis

dapat

mengalami

penurunan

sensitivitas terhadap panas


d. Nasehati klien untuk mengggunakan payung atau topi
R/ untuk melindungi paparan langsung dari sinar matahari
3. Resiko
ketidakefektifan
regimen
pengobatan
yang
berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi
(penyebab perjalanan penyakit) pencegahan, pengobatan dan
perawatan kulit.
Tujuan : individu mengungkapkan maksud untuk melakukan
perilaku kesehatan yang diperlukan dari penyakit.
Kriteria hasil:
a. Memiliki pemahaman terhadap perawatan kulit
b. Mengikuti terapi dan dapat menjelaskan alas an terapi
c. Menggunakan obat topical dengan tepat
d. Memahami pentingnya nutrisi untuk kesehatan kulit.
Intervensi :
a. Kaji apakah klien memahami dan salah mengerti tentang
penyakitnya
R/ untuk mengetahui sejauh mana pemahaman klien tentang
penyakitnya
b. Jaga agar klien

mendapatkan

informasi

yang

benar,

memperbaiki kesalahan konsepsi/informasi


R/ dengan informasi yang benar maka klien bisa menghindari
hal yang dapat menyebabkan komplikasi
c. Nasehati klien agar kulit tetap lembab dan fleksibel dengan
tindakan hidrasi dan pengolesan krim serta lotion kulit
R/ dengan hidrasi kulit lembab sehingga klien bisa merasa lebih
nyaman
d. Bantu klien untuk mendapatkan nutrisi yang sehat
R/ nutrisi yang sehat akan mendukung proses penyembuhan

Kasus Semu

Nn. D usia 19 tahun menderita albino sejak lahir merupakan anak ke 4 dari 4
bersaudara. Ke 3 kakak dan orang tuanya tidak menderita albino. Nn. D memiliki
warna putih pada seluruh tubuh, hanya memiliki sedikit teman, malu untuk keluar
rumah karena penampilannya berbeda dengan yang lainnya dan merasa silau
karena cahaya yang terang pada siang hari. Nn. D mengatakan tidak bias dibawah
sinar matahari karena kulitnya akan terasa panas.
Pengkajian
1. Identitas pasien
Nama
: Nn. D
Usia
: 19 tahun
Alamat
: Surabaya
2. Keluhan Utama
Keluhan utama adalah adanya warna putih di seluruh tubuh.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Nn. D memiliki warna putih pada seluruh tubuh, hanya memiliki sedikit
teman, malu untuk keluar rumah karena penampilannya berbeda dengan
yang lainnya dan merasa silau karena cahaya yang terang pada siang hari.
4. Riwayat penyakit keluarga
Nn. D usia 19 tahun menderita albino sejak lahir merupakan anak ke 4 dari
4 bersaudara. Ke 3 kakak dan orang tuanya tidak menderita albino.
5. Riwayat Psikososial
Dapat menimbulkan keprihatinan yang lebih besar pada orang yang
mengalami albinisme karena warna kulit tersebut lebih mudah terlihat.
6. Pemeriksaan Fisik
a. Warna kulit Hipopigmentasi di seluruh tubuh
b. Tidak ada warna pada rambut dan iris mata
c. Strabismus (juling)
d. Fotopobia (sensitivitas cahaya)
e. Nystagmus (gerakan mata yang cepat)
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan histokimia
Pada albinisme, TPOCA dan TNOCA untuk membedakan dengan tes
hair builb.
Pada TPOCA : pada inkubasi in vitro dengan tiroxin dan dopa, rambut
cepat menjadi gelap.
b. Ultrastruktur
Pada TPOCA : ada melanisasi dan pada inkubasi dengan DOPA dan
tirosin terjadi melanisasi penuh.
c. Terapi
1) Photo protektif
2) Kulit dan mata harus dilindungi dari sinar matahari

3) Kacamata anti UV bisa meeringankan fotopobia


4) Memakai tabir surya
Analisa Data
No
1.

2.

3.

Data
DS : Nn. D mengatakan hanya
punya sedikit teman dan di
keluarganya hanya dia yang
berbeda
DO : warna kulit putih
menyeluruh
Rambut, alis, bulu mata
berwarna putih
DS : Nn. D mengatakan tidak
bias dibawah sinar matahari
karena kulitnya akan terasa
panas
DO : warna kulit putih
DS : Nn. D mengatakan matanya
sakit saat terkena cahaya yang
terang
DO : iris berwarna putih

Problem
Gangguan konsep
diri (harga diri
rendah)

Etiologi
Penampilan diri
dan respon orang
lain

Gangguan
integritas kulit

Penurunan fungsi
barier kulit

Resiko tinggi
cidera

Penurunan tajam
penglihatan

Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan konsep diri (harga diri rendah) berhubungan dengan
penampilan dan respon orang lain.
2. Gangguan integritas kulit berhubunnan dengan perubahan fungsi barier
kulit.
3. Resiko tinggi cidera berhubungan dengan penurunan tajam penglihatan
Intervensi Keperawatan
1. Gangguan konsep diri (harga diri rendah) berhubungan dengan
penampilan dan respon orang lain.
Tujuan : individu mampu beradaptasi dengan kondisinya
Kriteria hasil :
a. Mengembangkan peningkatan kemauan untuk menrima keadaan
b.
c.
d.
e.
f.

diri
Turut berpartisipasi dalam tindakan perawatan diri
Melaporkan perasaan dalam pengendalian situasi
Menguatkan kembali dukungan positif dari diri sendiri
Mengutaran perhatian terhadap diri sendiri yang lebih sehat
Menggunakan teknik penyembunyian kekurangan dan menekankan
teknik untuk meningkatkan penampilan.

Intervensi :
a. Kaji adanya gangguan konsep diri (menghindari kontak mata,
ucapan merendahkan diri sendiri).
R/ gangguan konsep diri menyertai setiap penyakit atau keadaan
yang tampak nyata bagi klien.
b. Berikan kesempatan pengungkapan perasaan
R/ klien membutuhkan pengalaman di dengarkan dan dipahami.
Nilai rasa keprihatinan dan ketakutan klien, bantu klien yang
cemas
c. Mengembangkan kemampuan untuk menilai diri dan mengenali
masalahnya
R/ memberikan kesempatan pada petugas untuk menetralkan
kecemasan yang tidak perlu terjadi dan memuihkan realitas situasi,
ketakutan merusak adaptasi klien.
d. Dukung upaya klien untuk mmeperbaiki citra diri seperti merias,
merapikan
R/ membantu meningktakan penerimaan diri dan sosialisasi
e. Mendorong sosialisasi dengan orang lain
R/ Membantu meningktkan penerimaan diri dan sosialisasi
2. Gangguan integritas kulit berhubunnan dengan perubahan fungsi
barier kulit.
Tujuan : mampu mempertahankan integritas kulit
Kriteria hasil:
a. Tidak ada maserasi
b. Tidak ada tanda-tanda cidera termal
c. Tidak ada infeksi
Intervensi :
a. Lindungi kulit dari kemungkinan maserasi ketika memasang balutan
R/ maserasi kulit yang sehat dapat menyabbakan pecahnya kulit dan
perluasan kelainan primer
b. Hilangkan kelembaban dari kulit dengan penutupan dan menghindari
infeksi
R/ friksi dan maserai memainkan peranan yang penting dalam proses
terjadinya penyakit kulit
c. Jaga agar terhindar dari cidera termal akibat penggunaan kompres
hangat dengan suhu terlalu tinggi dan akibat cidera panan yang tidak
terasa
R/ penderita dermatosis dapat mengalami penurunan sensitivitas
terhadap panas
d. Nasehati klien untuk mengggunakan payung atau topi

R/ untuk melindungi paparan langsung dari sinar matahari


3. Resiko tinggi cidera berhubungan dengan penurunan tajam
penglihatan
Tujuan : tidak terjadi injuri
Kriteria hasil:
a. Tidak terdapat faktor resiko internal maupun eksternal yang dapat
menyebabkan terjadinya injury
b. Menunjukkan sikap dapat menghindari rangsanagn lingkungan yang
dapat menyebabkan terjadinya injury
Intervensi
a. Identifikasi faktor yang mempengaruhi kebutuhan keamanan
R/ untuk menentukan tindakan pencegahan agar tidak terjadi cidera
b. Identifikasi faktor lingkungan yang memungkinkan resiko jatuh
R/ dengan teridentifikasinya hal yang dapat menyebabkan cidera
maka dapat dilakukan pencegahan dan modifikasi lingkungan
c. Berikan health education tentang strategi dan tindakan untuk
mencegah cidera
R/ diharapkan klien dan keluarga memahami tindakan pencegahan
cidera sejak awal

BAB 4
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Albinisme adalah cacat produksi melanin yang menghasilkan warna
sedikit atau tidak ada (pigmen) di kulit, rambut, dan mata. Vitiligo
merupakan hipopigmentasi berupa bercak (makula) berwarna putih, dan
melasma merupakan hiperpigmentasi dengan adanya makula coklat terang
sampai kehitaman.
2. Albinisme terjadi

jika

tubuh

tidak

mampu

menghasilkan

atau

menyebarluaskan melanin karena beberapa penyebab. Penyebab vitiligo


belum diketahui, sedangkan melasma disebabkan karena peningkatan
pigmentasi.
3. Pasien dengan kelainan pigmentasi (albinisme, vitiligo, melasma) dapat
mengakibatkan berbagai masalah keperawatan oleh karena itu diperlukan
asuhan keperawatan yang tepat.
B. Saran
1. Bagi Mahasiswa Keperawatan
Adanya standar khusus dalam format asuhan keperawatan dan memicu
pemikiran yang kritis mahasiswa dalam kasus asuhan keperawatan sistem
integumen.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Pembuatan kasus pembelajaran akademik lebih bervariatif agar memicu
inovasi mahasiswa untuk memecahkan masalah keperawatan yang muncul
pada klien keperawatan sistem integumen.

DAFTAR PUSTAKA
Graham-Brown, Robin. 2010. Dermatologi Dasar: untuk Praktek Klinik. Jakarta :
EGC.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1987. Ilmu Penyakit Kulit Dan
Kelamin edisi 5. Jakarta : Balai penerbit FKUI.
Hayes, Peter. 1997. Buku Saku Diagnosis dan Terapi. Jakarta : EGC
Farlex,
inc.
2012.
Albinism.
Bersumber
dari
:
http://medicaldictionary.thefreedictionary.com/Albinism. [diakses tanggal 25 Maret 2012]
Medicastore. 2012. Albino (Albinisme). Bersumber dari : www.medicastore.com
[diakses tanggal : 13 Maret 2012]
Medline Plus. 2012. Albinism. Bersumber dari : www.nlm.nih.gov. [diakses
tanggal : 25 Maret 2012]

Anda mungkin juga menyukai