Anda di halaman 1dari 9

ALBINISME

M. Ramadhandie Odiesta
Bagian/Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang
2015

PENDAHULUAN
Albinisme merupakan suatu penyakit keturunan yang jarang ditemukan dimana tubuh
tidak dapat membentuk melanin. Penderita albinisme disebut albino.1 Albinisme merupakan
kelainan genetik berupa gangguan sintesis melanin yang terjadi pada berbagai ras manusia
dan merupakan kelainan autosomal resesif.1 Berdasarkan ciri fenotip, albinisme dibagi
menjadi dua kelompok besar, yaitu: Ocular Albinism (OA) dan Oculocutaneous Albinism
(OCA). Ocular Albinism dapat dibagi menjadi 3 tipe, yaitu Ocular Albinism 1 (OA1), Ocular
Albinism 2 (OA2), dan Ocular Albinism 3 (OA3).1,2 Penderita OA memiliki gejala kekurangan
pigmen hanya pada mata, sedangkan pigmen pada rambut dan kulit normal. Oculocutaneous
Albinism (OCA) dapat dibagi menjadi beberapa tipe, yaitu Oculocutaneous Albinism I A
(OCAIA), Oculocutaneous Albinism I B (OCAIB), Oculocutaneous Albinism 2 (OCA2),
Oculocutaneous Albinism 3 (OCA3), dan Oculocutaneous Albinism 4 (OCA4).1-2 Newton dan
kawan-kawan pada tahun 2001 melaporkan bahwa perbandingan penyandang OCA 1/20.000
orang diseluruh dunia.1
Penderita Albinisme juga dijumpai dibeberapa daerah di Indonesia, antara lain di
Muncak Kabau, Sumatra Selatan, Wonosobo, Jawa Tengah, dan Daerah Istimewa Yogyakarta
(DIY) yang berdasar analisis fenotip digolongkan sebagai OCA2 atau OCA4.1-3
Semua kejadian albinisme merupakan suatu manifestasi gangguan diferensiasi dari
melanosit, sangat penting bagi seorang dokter untuk sepenuhnya memahami manifestasi klinis
berupa kekurangan melanin yang diderita oleh penderita albino.2
Referat ini akan membahas tentang definisi, patofisiologi, etiologi, klasifikasi,
diagnosis, pemeriksaan penunjang, dan penatalaksanaan albinisme, diharapkan dokter umum
mampu mendiagnosis dan merujuk.

DEFINISI
Albinisme adalah suatu kelainan pigmentasi kulit bawaan, kelainan ini disebabkan
karena kekurangan atau tidak adanya pigmen melanin di dalam kulit. Kata Albino berasal dari
bahasa Latin albus yang berarti putih, disebut juga hipomelanisme atau hipomelanosis. Ciri
seorang penderita albino adalah mempunyai kulit dan rambut secara abnormal putih susu atau
putih pucat dan memiliki iris merah muda atau biru dengan pupil merah.

1
PATOFISIOLOGI
Albinisme merupakan suatu manifestasi dari disfungsi normal sel pigmentasi
mengakibatkan hilangnya sebagian atau keseluruhan pigmentasi kulit. Beberapa bentuk
albinisme, diantaranya OCA serta beberapa sindrom terkait albinisme dengan manifestasi
klinik berupa gangguan sistemik, merupakan hasil dari suatu kegagalan enzimatik dalam
biosintesis melanin.2
Albinisme disebabkan oleh defisiensi enzim tyrosinase, diturunkan secara genetik dan
dapat juga disebabkan oleh perkawinan silang antara mahkluk hidup yang menghasilkan gen
homozigot resesif. Defisiensi enzim tyrosinase dapat menyebabkan tidak terbentuknya
pigmen pada mahkluk hidup.2
Kelainan bawaan dari pigmentasi biasanya dihasilkan dari mutasi gen penting untuk
pengembangan melanosit selama embriogenesis. Gangguan ini dapat terkait masalah sistemik
karena kebutuhan gen tersebut dalam pengembangan jenis sel selain melanosit. Penjelasan
yang lebih akurat dalam gangguan ini berasal dari gangguan genetik yaitu gangguan
diferensiasi melanosit dan bawaan atau gangguan perkembangan melanosit. Hal ini
menunjukkan suatu fakta bahwa antara albinisme dan sindrom pigmentasi perkembangan,
umumnya bersifat diwarisi tetapi dengan mekanisme terjadi yang berbeda.2 Meskipun
kelainan pigmen terkait dengan jenis albinisme, semua jenis albinisme memiliki gejala
kekurangan dari ketajaman visual dan nistagmus mata, akibat kesalahan dari optik saraf pada
kiasma optik dan hipoplasia foveal.2
Melanin adalah sebuah pigmentasi bersifat photoprotective pada kulit yang menyerap
sinar UV dari matahari, bertugas mencegah kerusakan kulit. Dengan paparan sinar matahari,
kulit menghitam akibat meningkatnya pigmen melanin di kulit. 4 Penderita albino sensitif
terhadap sinar matahari karena kurangnya melanin. Selain kulit, peran melanin penting dalam
tubuh seperti pada mata dan otak, meskipun peran melanin di daerah tersebut saat ini tidak
diketahui.4

KLASIFIKASI
Scott M Steidl dalam buku yang berjudul Clinical Pathways In Vitreoretinal Disease
menjabarkan klasifikasi albinisme dalam 2 tipe, yaitu:
Oculocutaneous albinism (OCA)

2
Albino jenis ini memiliki angka kejadian terbanyak dibanding jenis lainya. Yaitu
dengan gejala utama kehilangan pigmen pada mata, kulit, dan rambut.

a) Oculocutaneous albinism 1
Oculocutaneous albinism 1 adalah gangguan hasil dari mutasi pada gen tirosinase
ditemukan pada kromosom 11. Beberapa jenis mutasi pada gen tirosinase bertanggung
jawab untuk memproduksi 2 jenis OCA 1 (OCA 1A dan OCA 1B). Mutasi dapat
mengakibatkan tidak aktif/tidak tirosin atau dalam produksi enzim tirosin yang kurang
dari normal kegagalan mutasi menghasilkan OCA 1A, sementara hasil mutasi bocor di
OCA 1B. Karakteristik yang membedakan penting dari OCA 1 adalah adanya
hipopigmentasi ditandai pada saat lahir. Kebanyakan individu dengan OCA 1 memiliki
rambut putih, kulit putih susu, dan iris biru saat lahir. Pada iris mata bisa sangat ringan
biru dan tembus, sehingga seluruh iris muncul merah muda atau merah dalam cahaya
ambient atau terang. Namun, dengan usia, iris biasanya menjadi biru gelap dan
mungkin tetap bening atau berpigmen ringan, dengan tembus berkurang.2-7

Gambar 1. Gambaran klinis penderita oculocutaneous albinism 1A dan 1B

b) Oculocutaneous albinism 2
Oculocutaneous albinism 2 adalah jenis paling umum dari albinisme di semua ras.
Gangguan ini bersifat resesif autosomal, dikodekan pada kromosom yang berbeda dari
OCA 1 (pita 15q11-13). Dalam OCA 1, mutasi genetik mempengaruhi gen coding
untuk tirosinase, tetapi mutasi genetik pada OCA 2 mempengaruhi gen coding untuk
protein . Hal ini menyatakan bahwa gen ini menstimulasi protein dalam tubuh manusia
untuk melibatkan protein membran melanosomal dalam transportasi. Spektrum
3
fenotipik OCA 2 bervariasi, mulai dari kehilangan pigmentasi total hingga kehilangan
pigmentasi yang hampir seperti orang normal. Meskipun gen tirosinase normal,
kebanyakan orang albino tipe 2 tidak memiliki pigmen hitam (eumelanin) di kulit,
rambut, atau mata saat lahir. Akibatnya, pigmen hampir tidak ada pada saat lahir,
sehingga kadang-kadang susah dibedakan dari OCA 1 namun, pigmentasi cenderung
berkembang dengan usia. Mekanisme yang tepat dari keterlambatan dalam albinisme
tidak diketahui. Intensitas akumulasi pigmen tergantung pada latar belakang ras
pasien.2-7

Gambar 2. Gambaran klinis penderita oculocutaneous albinism 2

c) Oculocutaneous albinism 3
Oculocutaneous albinism 3 disebabkan oleh mutasi pada gen manusia dalam sistem
pengkodean Tyrosinase-related protein 1 (TRP-1) yang berperan dalam sintesis
melanin. Mutasi pada TRP-1 menyebabkan bulu menjadi coklat daripada hitam.
Pembentukan TRP-1 tidak sepenuhnya dipahami. TRP-1 bertindak sebagai protein

regulator dalam produksi melanin hitam (eumelanin).2-7

4
Gambar 3. Gambaran klinis penderita Oculocutaneous albinism 3

Ocular Albinism (OA)

Ocular albinism memberikan gejala klinis kekurangan pigmentasi hanya pada mata.
Pasien dengan OA memiliki kulit normal, Namun sedikit lebih pucat dari orang normal.
Gejala klinis mata pada penderita OA mirip dengan OCA, dengan penurunan ketajaman
visual, kesalahan bias, hipopigmentasi fundus, tidak ada foveal refleks, strabismus, iris
tembus, dan terkadang disertakan nystagmus.4

Gambar 4. Gambaran klinis penderita ocular albinism.


Karena penyakit ini merupakan X-linked resesif, gejala hanya terjadi pada seorang
penderita laki-laki sedangkan perempuan berperan sebagai pembawa. Oleh karena itu,
fenotipe yang lengkap dapat terlihat pada seorang laki-laki, sementara perempuan hanya dapat
menunjukkan gejala klinis berupa gambaran mud-splattered fundus dengan garis

5
hipopigmentasi pada pinggiran iris yang terlihat transparan.4 karakteristik perbedaan OA dan
OCA dapat dilihat di tabel 1.
Tabel 1. Perbedaan gambaran klinis masing-masing tipe albinisme secara umum.
Karakteristik Perbedaan OA dan OCA
Tipe Gambaran Klinis
Ocular Albinism Kekurangan pigmen hanya pada mata, sedangkan rambut dan
kulit memiliki pigmen normal.
Oculocutaneous Tipe 1A tidak memiliki pigmen sama sekali.
Tipe 1B memiliki pigmen sedikit.
Albinism tipe 1
Oculocutaneous Terlihat beberapa pigmen. Sering memiliki gejala bintik hitam pada
Albinism tipe 2 wajah.
Oculocutaneous Mirip seperti OCA2, namun terlihat gambaran kemerahan pada kulit.
Albinism tipe 3 Bulu menjadi kecokelatan

DIAGNOSIS
Pasien dengan manifestasi klinis berat lebih mudah didiagnosis dibandingkan dengan
pasien albinisme yang halus atau tipe okular. Sehubungan dengan keluhan mata, pasien
biasanya melaporkan penurunan penglihatan sentral dan fotofobia. Gejala kulit termasuk
reaksi fotosensitivitas.4
Diagnosis didasarkan pada riwayat yang cermat mengenai perkembangan pigmen dan
pemeriksaan kulit, rambut dan mata. Satu-satunya jenis albinisme yang memiliki rambut putih
saat lahir adalah OCA1.5

DIAGNOSIS BANDING
Tabel 2. Perbandingan karakteristik diagnosis banding albinisme.
No Diagnosis Gambaran Klinis
1 Sindroma Waardenburg Kelainan kantus pada mata, warna pigmen mata
berbeda (heterokromia) dan gangguan
pendengaran, tetapi pada perkembangan
selanjutnya juga terdapat pada rambut dan kulit.2
2 Sindroma Hermansky-Pudlak Albinisme menyeluruh disertai kelainan
perdarahan.2
3 The Chediak-Higashi syndrome Pigmentasi kulit berkurang secara difus tetapi
tidak total2
4 Vitiligo Bintik–bintik atau makula putih yang makin lama
makin lebar hingga mencapai ukuran lentikular
atau plakat dengan batas tegas tanpa perubahan
epidermis yang lain.8

6
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tes yang dianjurkan dalam menentukan jenis tertentu albinisme adalah tes genetik.
Tes ini hanya berguna bagi keluarga yang berisi individu dengan albinisme, dan tidak dapat
dilakukan secara praktis sebagai tes skrining untuk masyarakat umum. Tak satu pun dari tes
yang tersedia mampu mendeteksi semua mutasi gen yang menyebabkan albinisme dan
bertanggung jawab mutasi tidak dapat dideteksi dalam sejumlah kecil individu dan keluarga
dengan albinisme.5
Menilai aktivitas tirosinase dapat dilakukan dengan memetik sampel berupa akar
rambut. Nilai tes ini masih bisa diperdebatkan karena hasil negatif menunjukkan OCA1A
tetapi hasil positif masih menyisakan kemungkinan OCA1, OCA2, OCA3, atau OA1.5

PENATALAKSANAAN
Albino adalah suatu kondisi yang tidak dapat diobati atau disembuhkan, tetapi ada
beberapa hal kecil yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kualitas hidup. Yang terpenting
adalah memperbaiki daya lihat, melindungi mata dari sinar terang, dan menghindari
kerusakan kulit dari cahaya matahari. Kesuksesan dalam terapi tergantung pada tipe albino
dan seberapa parahnya gejala. Biasanya, orang dengan ocular albinisme lebih mempunyai
pigmen kulit normal, sehingga mereka tidak memerlukan perlakuan khusus pada kulit.
Anak dengan albinisme diharapkan tetap aktif dalam lingkungan kelas seperti anak
normal lainya. Sekolah harus menyediakan perhatian khusus dalam masalah penglihatan yang
dialami penderita albinisme. Evaluasi masa prasekolah memungkinkan orang tua dan guru
untuk membentuk rencana pendidikan individual bagi anak penderita albinisme.
Penderita albino diharuskan menggunakan tabir surya ketika terkena cahaya matahari
untuk melindungi kulit dari nistagmus atau kanker kulit dan baju penahan atau pelindung kulit
dari cahaya matahari yang berlebihan.
Beberapa penderita albino sangat cocok menggunakan lensa bifokal (lensa yang kuat
untuk membaca), sementara yang lain lebih cocok menggunakan kacamata baca. Penderita
pun dapat memakai lensa kontak berwarna untuk menghalangi tranmisi cahaya melalui iris.
Beberapa menggunakan bioptik, kacamata yang mempunyai teleskop kecil di atas atau
belakang lensa biasa, sehingga mereka lebih dapat melihat sekeliling dibandingkan
menggunakan lensa biasa atau teleskop.
Pembedahan mungkin untuk otot mata untuk menurunkan nystagmus, strabismus, dan
kesalahan refraksi seperti astigmatisma. Pembedahan strabismus mungkin mengubah
penampilan mata. Pembedahan nystagmus mungkin dapat mengurangi perputaran bola mata
yang berlebihan. Efektifitas dari semua prosedur ini bervariasi masing-masing individu. Harus

7
diketahui, pembedahan tidak akan mengembalikan fovea ke kondisi normal dan tidak
memperbaiki daya lihat binocular. Dalam kasus esotropia (bentuk “crossed eyes” dari
strabismus), pembedahan mungkin membantu daya lihat dengan memperbesar lapang
pandang (area yang tertangkap oleh mata ketika mata melihat hanya pada satu titik).
Penting untuk mengenali tanda awal cacat pendengaran sehingga pengelolaan
tatalaksana baik, termasuk mengimplementasikan pembangunan sosial dan mental yang tepat
dan sekolah. Konseling genetik dapat membantu individu yang terkena menilai peluang
mereka menularkan penyakit ke keturunan mereka.2

KESIMPULAN
Albinisme adalah suatu kelainan pigmentasi kulit bawaan, dikarenakan kurang atau
tidak adanya pigmen melanin di dalam kulit. Keadaan tersebut bersifat genetik atau
diwariskan. Diketahui bahwa albinism sangat heterogen baik genetik maupun klinisnya. Oleh
karena diagnosis klinik sangat sulit, mengingat variasi fenotip albinisme sangat luas, maka
analisis genetik akan sangat membantu untuk mendapatkan informasi yang lebih akurat
mengenai pengelompokan albinisme. Albinisme tidak dapat diobati, tetapi ada beberapa hal
kecil yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kualitas hidup. Tatalaksana terpenting
albinisme adalah memperbaiki daya lihat, melindungi mata dari sinar terang,. Penderita albino
diharuskan menggunakan tabir surya ketika terkena cahaya matahari untuk melindungi kulit
dari kanker kulit dan baju pelindung kulit dari cahaya matahari yang berlebihan.
Daftar Pustaka

1. Satuti N, Sukmawati F. 2010. Mutasi Missense (P.374PHE/LEU) pada ekson 5 gen MATP
penyebab oculocutaneous albinism tipe 4 (OCA4) diwonosobo Jawa Tengah. Fakultas
Biologi. 2010. Universitas Gadjah Mada. Semarang.
2. Thomas J. Hornyak. Albinism and Other Genetic. in: Disorders of Pigmentation. Goldsmith
LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, ed. Fitzpatrick’s Dermatology in General
Medicine, 8th ed. New York: McGrawHill Medicine, 2012: 804-27.
3. Handayani NSN., Agustin HE., Ramadhani R., and Pratiwi R. Phenotype Analysis of
Oculocutaneus Albinism (OCA) in Indonesian Families. Proceeding of The International
Seminar on Biology 2007: Advanced in Biological Science: Contribution Toward a Better
Human Prosperity. 2007. The Faculty of Biology, Gadjah Mada University.
4. Bashour Mounir. 2014. Albinism, McGill University;
http://emedicine.medscape.com/article/1200472-overview#a0101 diakses tanggal 15 April
2015.

8
5. Marcia MD. Ocular albinism. In: Brown-black Lesions Fine Hyperpigmented Spots. Steidl
Scott M, Mary Elizabeth Hartnett. Clinical Pathways In Vitreoretinal Disease. New York:
Thieme Medical Publisher, 2003: 116-17.
6. Draper R, Knott L. 2013. Albinism. Emis. http://www.patient.co.uk/doctor/albinism diakses
tanggal 22 April 2015.
7. Friedman SJ, et al. Ocultaneous albinism In : disturbance of pigmentation. James DW,
Berger TG, Elston DM. Andrews’s Diseases of The Skin Clinical Dermatology, 11th ed.
United States: ELSEVIER inc, 2011: 859-60.
8. Birlea SA, Spritz AR, Norris DA.Vitiligo. in: Disorders of Melanocytes. Goldsmith LA, Katz
SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, ed. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine, 8 th
ed. New York: McGrawHill Medicine, 2012: 792-97

Anda mungkin juga menyukai