Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TN “L M“ DENGAN ALBINO


DI RUANG BEDAH LAKI RUMAH SAKIT UMUM
DAERAH DR M HAULUSSY AMBON

Sebagai Salah Satu Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah I


Pada Praktek Klinik Keperawatan Semester III
Jurusan Keperawatan Ambon

Disusun Oleh :

NAMA : LENDA LATUWAEL


NIM. P07120117024

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALUKU


JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN AMBON
2018
LEMBARAN PENGESAHAN

MENGETAHUI

PEMBIMBING LAHAN PEMBIMBING INSTITUSI

MAHASISWA

NAMA : LENDA LATUWAEL


NIM. P07120117024
LAPORAN PENDAHULUAN
ALBINO

A. Definisi
Albinisme berasal dari bahasa Latin yaitu albus yang artinya putih.
Albinisme merupakan kelainan bawaan berupa ketiadaan atau kekurangan
pigmen melanin di kulit, rambut ataupun mata. Kegagalan pembentukan melanin
tersebut disebabkan oleh ketiadaan atau kerusakan enzim tirosinase, suatu enzim
yang mengandung tembaga dan terlibat dalam pembentukan melanin. Kegagalan
ini dapat terjadi secara sempurna atau hanya parsial. Seseorang yang tidak
memiliki pigmen melanin sama sekali atau amelanisme dinamakan albino,
sedangkan individu yang mengalami kekurangan melanin dinamakan albinoid.
Albinisme merupakan gangguan pada produksi melanin, tidak
didapatkan enzim tirosinase (tirosinase-negatif), sehingga kulit dan rambut
seluruhnya berwarna putih serta mata berwarna merah (juga terdapat pigmentasi
pada iris). (Robin & Burns, 2005).

B. Etiologi
Albino adalah kelainan genetik, bukan penyakit infeksi dan tidak dapat
ditransmisi melalui kontak, tranfusi darah, dsb. Gen albino menyebabkan tubuh
tidak dapat membuat pigmen melanin. Sebagian besar albinisme terjadi karena
memiliki gen albino dari kedua orang tuanya. Salah satu pengecualiannya ialah
dimana pada satu tipe albinisme ocular, yang diturunkan dari ibu ke anak laki-
lakinya.

C. Manifestasi Klinis
Pada dasarnya albinisme dibagi menjadi dua macam yaitu
1. Albinisme okulonutaneus
Albinisme ini terjadi pada mata, kulit, dan rambut. Kebanyakan penderita
Nampak putih atau sangat pucat karena tidak ada sama sekali melanin yang
memberikan warna pada kulit (hitam, coklat, atau kekuningan). Penderita
albinisme tipe ini memiliki kulit yang rentan terhadap radiasi ultraviolet dan
sinar matahari. Kulit sangat mudah terbakar bila terpapar matahari terlalu
lama karena tidak ada melanin yang bertanggung jawab sebagai pelindung
terhadap radiasi sinar UV.

2. Albinisme okuler
Albinisme yang hanya mengenai mata. Biasanya pasien memiliki
warna mata biru muda. Jika manusia normal dengan mata biru atau coklat,
hal ini sangat berbeda dengan penderita albinisme. Penderita albinisme
okuler, dapat memiliki warna mata merah, merah muda, atau ungu,
bergantung pada kandungan melanin yang ada. Makin sedikit melanin yang
terkandung, maka makin jelas warna merah retina yang terlihat dari lapisan
iris. Kurangnya melanin di mata juga menimbulkan masalah penglihatan,
baik yang terkait maupun yang tidak terkait pada fotosensitivitas.
Secara umum penderita albinisme dapat menjalani hidup dengan
pertumbuhan dan perkembangan seperti halnya orang normal karena
kelainan ini tidak bersifat mematikan. Namun ketiadaan atau kekurangan
pigmen melanin penderita albinisme dapat meningkatkan resiko terjadinya
kanker kulit dan masalah kesehatan lainnya.
Gejala yang timbul akibat albinisme, adalah sebagai berikut.
1. Kulit
Perubahan warna pada kulit menjadi putih susu. Namun, perubahan
pigmentasi ini tidak selalu menjadi putih susu, dapat berkisar dari putih ke
coklat. Orang dengan gangguan albinisme jika sering terkena paparan sinar
matahari, maka dapat timbul bintik-bintik yang menyerupai tahi lalat
berukuran besar pada wajah dan tubuh.
2. Rambut
Warna rambut dapat berubah menjadi putih atau coklat. Pada orang
keturunan Asia dan Afrika yang mengalami albinisme, rambut bisa Nampak
kuning atau coklat kemerahan.
3. Mata
a. Nystagmus, mata selalu bergerak dengan sangat cepat dan tidak dapat
terarah pada titik yang sama.
b. Strabismus dimana mata tidak bisa bergerak serempak atau kedua mata
tidak bisa mengarah pada titik yang sama
c. Gangguan rabun jauh
d. Fotofobia atau gangguan sensitivitas terhadap cahaya
e. Akibat iris kekurangan pigmen, iris terlihat transparan sehingga iris
tidak dapat menghalangi cahaya yang masuk ke dalam mata. Akibatnya,
mata tampak merah bila terkena pencahayaan.

D. Patofisiologi
Albinisme adalah kelainan yang disebabkan karena tubuh tidak mampu
membentuk enzim yang diperlukan untuk mengubah asam amino tirosin menjadi
beta-3,4-dihidroksiphenylalanin untuk selanjutnya dirubah menjadi pigmen
melanin. Pembentukan enzim yang merubah tirosin menjadi melanin ditentukan
oleh gen dominan A sehingga orang normal dapat mempunyai genotip AA atau
Aa. Orang albino tidak memiliki gen dominan A sehingga homozigotik aa.
Kelainan ini dapat dijumpai pada laki-laki maupun perempuan karena gen
penyebab albinisme ini terletak dalam autosom. Terdapat beberapa tipe
albinisme, antara lain Oculocutaneus Albinisme (OCA) dan Ocular Albinisme
(OA). Pada OCA terdapat kekurangan sintesis melanin pada kulit, ambut dan
mata. OCA dibagi menjadi dua tipe yakni tyrosinase-negative type dan tyrosine-
positive type. Dalam kasus dari albino tirosinase positif, enzim tirosinase ada,
namun melanosit (sel pigmen) tidak mampu untuk memproduksi melanin karena
alasan tertentu yang secara tidak langsung melibatkan enzim tirosinase. Dalam
kasus tirosinase negatif, enzim tirosinase tidak diproduksi atau versi
nonfungsional diproduksi. Semua tipe OCA merupakan pewarisan autosomal
resesif. dalam beberapa keluarga, OCA terjadi pada lebih dari satu generasi dan
hal ini merupakan hasil dari pseudodominance. Berbeda dengan OCA, OA
merupakan pewarisan terpaut kromosom X resesif (OA1). Pada OA,
hipopigmentasi terutama terlihat jelas pada mata dibandingkan dengan OCA.
Gen untuk OA1 berlokasi di lengan P kromosom X, lebih tepatnya di Xp22.3-
Xp22.2 di antara markers DXS237 dan DXS143.4. Pada Ocular Albinisme (OA)
biasanya tidak mempengaruhi kulit. OA ditandai dengan perubahan dalam
sistem optik hanya tidak ada perbedaan klinis pada kulit dan warna rambut.
Albinisme Oculocutaneous ( OCA ) adalah kelainan bawaan yang langka
dimana jumlah melanosit normal tetapi produksi melanin jarang atau tidak ada
sama sekali. OCA terjadi pada semua ras di seluruh dunia . Albinisme
Oculocutaneous meliputi pengembangan saluran optik yang
abnormal dimanifestasikan oleh hipoplasia foveal dengan fotoreseptor menurun .
Sebagian besar kasus OCA adalah autosomal resesif , warisan dominan
autosomal jarang. Ada 4 bentuk genetik utama :

1. Tipe I : absen ( OCA1A , 40 % dari semua OCA ) atau dikurangi


(OCA1B ) aktivitas tirosinase , tirosinase mengkatalisis beberapa
langkah dalam sintesis melanin
2. Tipe II : ( 50 % dari semua OCA ) disebabkan oleh mutasi pada gen P.
Fungsi protein P belum diketahui. Aktivitas tirosinase ada.
3. Tipe III hanya terjadi pada orang dengan kulit gelap. Hal ini disebabkan
oleh mutasi pada gen protein 1 - tirosinase terkait yang produknya adalah
penting dalam sintesis eumelanin.
4. Tipe IV adalah bentuk yang sangat langka di mana cacat dalam gen yang
mengkode protein transporter membrane. Tipe IV adalah bentuk paling
umum dari OCA di Jepang.

E. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis pada penderita albinisme ditegakkan berdasarkan gejala dan
hasil pemeriksaan fisik. Untuk memperkuat diagnosis bisa dilakukan
pemeriksaan retina oleh dokter mata. Biasanya pada penderita akan ditemukan
kelainan pada fungsi pandangan berupa nystagmus, strabismus, fotopobia. Bisa
juga dilakukan pemeriksaan Elektroretinogram yaitu suatu pemeriksaan yang
dilakukan untuk menentukan gelombang otak yang dihasilkan oleh cahaya di
dalam mata dan bisa menunjukkan adanya kelainan pada system penglihatan
pada penderita albinisme okuler.

F. Penatalaksanaan
1. Perlindungan sinar matahari
Penderita albino diharuskan menggunakan sunscreen ketika terkena
cahaya matahari untuk melindungi kulit premature atau kanker kulit. Baju
penahan atau pelindung kulit dari cahaya matahari yang berlebihan.
2. Bantuan daya lihat
Beberapa penderita albino sangat cocok menggunakan bifocals
(dengan lensa yang kuat untuk membaca), sementara yang lain lebih cocok
menggunakan kacamata baca. Penderita pun dapat memakai lensa kontak
berwarna untuk menghalangi tranmisi cahaya melalui iris. Beberapa
menggunakan bioptik, kacamata yang mempunyai teleskop kecil di atas atau
belakang lensa biasa, sehingga mereka lebih dapat melihat sekeliling
dibandingkan menggunakan lensa biasa atau teleskop
3. Pembedahan pada mata
Pembedahan dilakukan pada otot mata hal itu bertujuan untuk
menurunkan nystagmus, strabismus, dan kesalahan refraksi seperti
astigmatisma. Pembedahan nistagmus mungkin dapat mengurangi perputaran
bola mata yang berlebihan. Efektifitas dari semua prosedur ini bervariasi
masing-masing individu. Namun harus diketahui, pembedahan tidak akan
mengembalikan fovea ke kondisi normal dan tidak memperbaiki daya lihat
binocular. Dalam kasus esotropia (bentuk “crossed eyes” dari strabismus),
pembedahan berfungsi membantu daya lihat dengan memeperbesar lapang
pandang (area yang tertangkap oleh mata ketika mata melihat hanya pada
satu titik).
G. Komplikasi

1. Resiko kulit terbakar karena sinar matahari


2. Kanker kulit
3. Timbul gangguan citra diri, harga diri rendah, dan stres karena penampakan
kullit yang berbeda
4. Gangguan penglihatan disebabkan karena abnormalitas saraf penghubung
antara otak dengan mata, khususnya retina. Sehingga menimbulkan
nistagimus, astigmatisme dan gangguan jarak pandang dekat maupun jauh

H. Prognosis
Albinisme tidak dapat disembuhkan. Gangguan mata pada albinisme dapat
diobati. Hindari sinar matahari penting untuk mencegah kerusakan pada mata
dan kulit. Penderita albinisme biasanya mengalami penurunan atau gangguan
penglihatan.
ASKEP TEORI

A. Pengkajian
1. Identitas
Pada pengkajian identitas biodata (nama, jenis kelamin, umur, suku
agama, status perkawinan, pekerjaan, pendidikan), tanggal MRS,
No.register, diagnosa medis.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Adanya kehilangan pigmen melanin pada mata, kulit, dan rambut (atau
lebih jarang hanya di mata). Kulit dan rambut secara abnormal putih susu
atau putih pucat dan memiliki iris merah muda atau biru dengan pupil
merah. Kulit yang mudah terbakar ketika terpajan sinar matahari secara
langsung, atau pengeluhkan gangguan pandangan, seperti sering merasa
silau jika terkena sorotan sinar secaea langsung.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umumnya Klien dengan albinisme masih memiliki hubungan
dengan ganggauan endokrin dan metabolic, termasuk gangguan
hormonal.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada umumnya sering ditemukan mengalami penyakit kulit yang
berkaitan dengan mudah terbakar
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pada umumnya dalam satu pohon keluarga, ada salah satu anggota
keluarga yang juga memiliki gen yang sama.
e. Riwayat Psiko, Sosio, Kultural
Pada pasien albino, maka pekerjaannya sangat mempengaruhi tingkat
keparahannya karena orang albino tidak memiliki pigmen melanin
(berfungsi melindungi kulit dari radiasi ultraviolet yang datang dari
matahari) sehingga mereka akan menderita karena sengatan sinar
matahari
3. Pemeriksaan Fisik
Pada umumnya dilakukan pemeriksaan fisik dengan cara head to toe
a. Pemeriksaan pada warna rambut, ditemukan rambut tidak berwaran
atau putih
b. Pemeriksaan alis mata, warna alis mata juga biasanya senada dengan
warna rambut yaitu tidak berwarna, atau putih.
c. Pemeriksaan pada mata dan warna mata, pada umumnya ditemukan
warna iris mata merah dan terjadi penurunan visi mata atau
penurunan ketajaman penglihatan.
d. Pemerikasaan pada konjungtiva, jika tidak disertai dengan adanya
anemia warna konjunctiva merah dan tidak pucat.
e. Pemeriksaan pada kulit, dan warna kulit secara keseluruhan, pada
klien dengan albinisme pada umumnya tidak memiliki warna kulit.
Kaji, apakah klien mengeluhkan kelaianan, ketidaknyamanan, atau
gangguan pada kulitnya, misal seperti bercak-bercak kulit yang
terbakar.
f. Pemeriksaan mulut, rongga mulut, dan mukosa biasanya tidak
ditemukan adanya masalah pada daerah tersebut.
g. Pemeriksaan dada, biasanya tidak ditemukan adanya kelaian. bentuk
dan gerakan dada simetris.
h. Pemeriksaan abdomen, pada umumnya tidak ditemukan adanya
kelainan pada daerah abdomen. Bentuk dan pergerakan abdomen
simetris.
i. Pemeriksaan pada kaki, pada umumnya tidak ditemukan adanya
kelainan pada daerah kaki.
B. Diagnosa Keperawatan
1. HDR b.d rasa malu dengan lingkungan sosial
2. Resiko kerusakan integritas kulit b.d pajanan sinar matahari secara
langsung
3. Resiko cidera b.d penurunan visus
4. Gangguan citra diri b.d kondisi tubuh karena penyakit
Intervensi

Diagnosa Tujuan INTERVENSI


Keperawatan
&

Kriteria Hasil

Harga Diri Rendah Tujuan: 1. Sediakan waktu khusus di


luar perawatan yang tidak
1. Klien mampu terganggu dengan aktivitas
mengungkapkan lain untuk mengajak klien
perasaan yang berkaitan berbicara.
dengan harga diri. 2. Dengarkan klien, berikan
2. Klien mampu bekerja respon dengan penerimaan
sama dalam hal yang tidak menghakimi,
perawatan diri dan proses perhatian yang sungguh-
pengambilan keputusan sungguh, dan ketulusan.
secara bertahap. 3. Kaji status mental klien
3. Klien mulai membuka melalui wawancara dan
diri dan berinteraksi observasi.
dengan orang lain. 4. Kaji resiko bunuh diri dan
4. Klien menunjukkan kemungkinan perilaku
penurunan perasaan mematikan pada klien.
negative tentang dirinya. 5. Berikan tindakan dan
Baik secara verbal, umpan balik postif setiap
maupun perilaku. kali klien menunjukkan
5. Klien mengungkapkan peningkatan harga diri
penerimaan terhadap melalui ungkapn verbal
umpan balik positif maupun perilaku.
maupun negative tanpa
melebih-lebihkan.
Batasan Karakteristik:

1. Pasien menilai diri putus


asa atau tidak dapat
menghadapi peristiwa.
2. Pasien memperlihatkan
kecenderungan tidak
asertif atau pasif.
3. Paseien mengungkapkan
rasa malu atau rasa
bersalah.
4. Pasien mengalami
masalah medis atau
mental kronis seperti
depresi.
5. Pasien kesulitan
mengambil keputusan.

Gangguan Citra Tujuan: 1. Terima persepsi diri klien


Diri Klien menerima perubahan dan berikan jamina bahwa
citra diri. klien mampu melewati
Klien mengkomunikasian krisis ini.
perasaan terhadap 2. Dorong klien untuk
perubahan citra diri. melakukan perawatan diri.
Klien menyatakan perasaan3. Kaji kesiapan klien,
postif terhadap dirinya kemudian libatkan klien
sendiri. dalam pengambilan
Batasan Karakterisitik: keputusan tentang
perawatan bila
1. Respon non verbal
memungkinkan.
terhadap perubahan
4. Berikan kesempatan untuk
actual atau dirasakan klien mengungkapkan
dalam struktur dan perasaan tentang citra
fungsi. tubuhnya.
2. Verbalisasi perasaan dan 5. Dorrong klien untuk
ersepsi yang menuliskan perasaan,
merefleksikan suatu tujuan, keluhan, dan
perubahan pandangan kemajuan yang terjadi pada
terhadap tubuh, dirinya.
penampilan, struktur,
maupun fungsi.

Resiko Kerusakan Tujuan: 1. Inspeksi kulit klien setiap


Integritas Kulit pergantian yugas jag,
1. Klien tidak mengalami
dokumentasikan keadaan
kerusakan kulit.
kulit, dan laporkan setiap
2. Klien mempertahankan
kali ada perubahan.
asupan makanan dan
2. Gunakan alat perawatan
cairan yang adekuat.
kulit preventif sesuai
3. Klien mempertahankan
kebutuhan, seperti dengan
sirkulasi kulit yang
bahan yang hipo-alergenic,
adekuat.
kulit domba, bantal, dsb.
4. Klien mengungkapkan
3. Pertahankan kulit klien
pemahaman tentang
bersih dan kering, gunakan
tindakan pencegahan
lotion atau minyak essential
untuk perawatan kulit.
yang sesuai dengan kondisi
5. Klien, anggota keluarga
kulit klien.
dan/atau pasangan
4. Pertahankan pakaian dan
mampu menghubungkan
linen klien tetap bersih,
factor resiko dan
kering, dan bebas kerutasn
pencegahan.
dan kusut.
5. Pertahankan status nutrisi
Faktor Resiko: klien, bersi asupan air dan
kebutuhan sayur dan buah
1. Factor Eksternal
sesuai dengan kondisi klien.
(lingkungan): tekanan,
gesekaan, pergeseran,
imobilisasi fisik,
kelembapan.
2. Factor internal (somatic):
perubahan status gizi,
dehidrasi, ketergantungan
dengan orang lain dalam
perawatan diri,
perubahan status
metabolic, defisiensi
vitamin.

Resiko Cedera Tujuan: 1. Observasi factor-faktor


yang dapat berkontribusi
1. Klien mampu
terhadap cedera .
mendidentifikasikan
2. Ajarkan klien, keluarga
factor-faktor yang dapat
dan/atau pasangan tentang
meningkatkan
perlunya penerangan yang
kemungkinan cedera.
sesuai dengan kondisi dan
2. Klien membantu
kemampuan.
mengidentifikasi dan
3. Sarankan untuk
menerapkan tindakan
menggunakan perabot
keamanan untuk
rumah tangga dengan
mencega cedera.
warna mencolok (seperti
3. Klien mengoptimalkan
merah, biru, atau hijau) dan
aktivitas hidup sehari-
posisikan dengan aman
hari dengan keterbatasan
yang ada pada dirinya. pada ruangan rumah

Faktor Resiko:

1. Deficit sensori :
penurunan penglihatan

Evaluasi

1. Pasien dapat meningkatkan kepercayaan dirinya


2. Resiko kerusakan integritas kulit dapat dicegah
3. Resiko cidera dapat dicegah
4. Gangguan citra diri dapat teratas
DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, Siti. 2013. Vitiligo. Diakses


dari www.scribd.com/doc/140402668/VITILIGO-doc#scribd pada 29/04/2015.
Diakses pada tanggal 26 April 2015 pukul 20.35
Eagle, Sharon. 2012. Disease in a Flash! An Interactive, Flash-Card
Approach. Philadelphia: F. A Davis Company
Babu, Hanish. 2009. Normal Course and Prognosis of diseases/albinisme-_-
9510001031307. Diakses pada tanggal 26 Maret 2014 pukul 20.35.
Doengoes, E.M., Moorhouse, M, F., & Geissler, A. C. (2002). Nursing care plans:
gidelines for planning and documenting patient care (3rd ed). Jakarta: EGC.
Jain, Anju.,Jyoti Mal.,Vibhu Mehndiratta, et al. Study of Oxidative Stress in Vitiligo.
Ind J Clin Biochem (Jan-Mar 2011). 26(1):78-81. DOI 10.1007/s12291-010-0045-7.
Taylor, C. M., & Ralph, S. S. (2010). Diagnosis Keperawatan Dengan Rencana
Asuhan. Jakarta: EGC.
Williams, Hywel, et al. 2014. Evidence Based Dermatology 3rd Edition. New Jersey:
John Wiley & Sons, Inc
Wolff K, Johnson RA. 2009. Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical
Dermatology. 6th ed. Mcgraw Hill Medical : NewYork.335-341.
Taylor, C. M., & Ralph, S. S. (2010). Diagnosis Keperawatan Dengan Rencana
Asuhan.Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai