Anda di halaman 1dari 14

TUGAS PROMOSI KESEHATAN

TENTANG TEORI PROSES BELAJAR DALAM PROMOSI KESAHATAN

OLEH
KELOMPOK 4

1. DEWI DAYA RASYID


2. EWALDO A. ERSAD
3. FATMA WATI UMARELA
4. FARHAN ANDRI PALISOA
5. FITRIDA HANE
6. JIHAN FITRI HELUTH
7. JOVINO MAHULETTE

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


STIKES MALUKU HUSADA
TAHUN PRODI
2019

TEORI PROSES BELAJAR DALAM PROMOSI KESEHATAN


A. Arti dan Lingkup Belajar
1. Arti Belajar
a. Menurut konsep Eropa :
Belajar adalah penyempurnaan potensi atau kemampuan pada
organisme biologis dan psikis yang diperlukan dalam hubungan manusia
dengan dunia luar dan hidup bermasyarakat.
b. Menurut konsep Amerika :
Belajar adalah menghafal, mengingat, dan memproduksi sesuatu
yang dipelajari. Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa belajar
adalah suatu usaha untuk menguasai segala sesuatu yang berguna untuk
hidup.
2. Proses Belajar
a. Latihan
Latihan adalah penyempurnaan potensi tenaga-tenaga yang ada
dengan mengulang-mengulang aktivitas tertentu sebagai suatu perbuatan
pokok dalam kegiatan belajar.
b. Menambah/memperoleh tingkah laku
Belajar merupakan suatu usaha memperoleh sesuatu yang baru
dalam tingkah (pengetahuan, kecakapan, keterampilan, dan nilai-nilai)
yang dahulu belum ada, sekarang diketahui, yang dahulu belum mengerti,
sekarang dimengerti dengan aktivitas kejiwaan sendiri.
3. Ciri-ciri kegiatan Belajar
a. Belajar adalah kegiatan yang menghasilkan perubahan pada diri individu
yang sedang belajar, baik aktual maupun potensial.
b. Perubahan tersebut pada pokoknya didapatkan karena kemampuan baru
yang berlaku untuk waktu yang relatif lama.
c. Perubahan-perubahan itu terjadi karena usaha, bukan karena proses
kematangan.
Pendapat ini didukung oleh Hilgard, yang disarikan oleh Pasaribu, dan
Simanjutak, yang menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan
kegiatan dan reaksi terhadap lingkungan. Perubahan tersebut tidak dapat
disebut belajar apabila disebabkan oleh pertumbuhan atau keadaan sementara,
misalnya kelelahan atau karena obat-obatan.
B. Beberapa Teori Proses Belajar
1. Teori Belajar Gestalt (Teori Belajar Psikologi)
Di dalam peristiwa belajar, keseluruhan situasi beljr amat penting
karena belajar merupakan interaksi antara subjek belajar dengan
lingkungannya.
Ahli psikologi Gestalt menyimpulkan bahwa seseorang dikatakan
belajar apabila ia memperoleh pemahaman (insight) dalam situasi yang
problematis ditandai dengan adanya :
a. Suatu perubahan yang tiba-tiba dari keadaan yang tak berdaya menjadi
keadaan yang mampu menguasai atau memecahkan masalah atau
problema.
b. Adanya retensi yang baik.
c. Adanya peristiwa transfer. Pemahaman yang diperoleh dari situasi,
dibawa dan dimanfaatkan atau ditransfer ke dalam situasi lain yang
mempunyai pola atau struktur yang sama atau hampir sama secara
keseluruhan.
Untuk memperoleh pemahaman itu kita harus berhadapan dengan
problem solving.
2. Teori Belajar Menghafal dan Mental Disiplin
a. Teori menghafal
Belajar adalah menghafal. Menghafal adalah usaha mengumpulkan
pengetahuan dan digunakan bilamana diperlukan. Di dalam proses belajar,
subjek belajar adalah manusia yang dapat berfikir dan mempunyai tujuan,
yakni terjadi hal-hal baru yang bermanfaat pada dirinya.
b. Teori mental disiplin
Teori ini belajar adalah mendisiplinkan mental. Disiplin mental ini
dapat diperoleh melalui latihan terus-menerus secra kontinu, berencana
dan teratur. Dengan latihan-latihan itu daya pikir sudah dibiasakan dan
diarahkan untuk mencari pemecahan persoalan yang tepat. Dalam melatih
daya pikir ada dua faktor penting, yakni :
1) Faktor asah otak
Latihan daya pikir dalam berbagai bidang studi bukan hanya untuk
menguasai bidang itu saja, tetapi daya yang sudah terlatih itu dapat
diperunakan untuk memecahkan masalah apa saja yang ditemukan
dalam segala bidang kehidupan.
2) Faktor transfer
Ketika kita mempelajari sesuatu yang baru, akan dipermudah dengan
pengetahuan-pengetahuan yang sebelumnya sudah dimiliki. Karena
itu pengetahuan dan keterampilan yang diberikan kepada subjek
belajar hendaknya dapat ditransferkan dalm kehidupan/pekerjaan
sehari-hari
3. Teori Asosiasi
Teori ini berasal dari hasil ilmu jiwa asosiasi yang dirintis oleh John
Lock dan Herbart. Menurut teori ini belajar adalah mengambil tanggapan-
tanggapan dengan jalan mengulang di dalam mengasosiasikan tanggapan-
tanggapan, memproduksikan gabungan tanggapan dengan cepat dan dapat
dipercaya.
C. Teori-teori Belajar Sosial (Sosial Learning)
Untuk melangsungkan kehidupanya, manusia perlu belajar. Dalam hal ini
ada dua macam belajar, yaitu belajar secara fisik misalnya menari, olahraga,
mengendarai mobil, dan sebagainya dan belajar psikis. Dalam belajar psikis ini
termasuk juga belajar sosial (sosial learning) yakni seseorang mempelajari
peranannya dan peran–peran orang lain dalam kontak sosial.
1. Teori belajar sosial dan tiruan dari NE Miller dan J. Dollard
Mereka berpendapat bahwa tingkah laku manusia merupakan hasil
belajar. Oleh karena itu untuk memehami tigkah laku sosial dan proses belajar
sosial, kita harus mengetahui prinsip – prinsip psikologi belajar. Prinsip –
prinsip belajar ini terdiri dari 4, yakni :
a. Dorongan
Dorongan adalah rangsangan yang sangat kuat terhadap organisme
(manusia) untuk bertingkah laku. Stimulasi – stimulasi yang cukup kuat
pada umumnya bersifat biologis seperti lapar, haus, seks dan lain-lainya.
Simulus-stimulus ini disebut dorongan primer yang menjadi dasar utama
untuk motivasi.
b. Isyarat
Isyarat adalah rangsangan yang menentukan bila dan dimana suatu
respon akan timbul dan terjadi. Isyarat ini dapat disamakan dengan
rangsangan diskriminasi. Didalam belajar sosial,isyarat yang terpenting
adalah tingkah laku orang lain,baik yang langsung ditujukan kepada orang
tertentu maupun yang tidak,misalnya: ditujukan kepala merupakan isyarat
untuk setuju,uluran tangan merupakan isyrat untuk berjabat tangan.
c. Tingkah laku (respon)
Pada saat manusia di hadapkan untuk pertama kali kepada suatu
rangsang tertentu, maka respons ( tingkah laku balas ) yang timbul
berdasarkan pada hierarki bawaan tersebut. Setelah beberapa kali terjadi
ganjaran dan hukuman, maka timbul tingkah laku balas yang sesuai
dengan faktor – faktor penguat tersebut. Dalam tingkah laku sosial,
belajar coba ralat dikurangi dengan belajar tiruan, seseorang tinggal
meniru tingkah laku orang lain untuk dapat memberikan respons yang
tepat.
d. Ganjaran (reward)
Rangsangan yang menetapkan apakah tingkah laku balas diulang
atau tidak dalam kesempatan yang lain. Menurut Miller dan Dollard, ada
dua reward atau ganjaran, yakni ganjaran primer yang memenuhi
dorongan primer. Lebih lanjut mereka membedakan adanya 3 macam
mekanisme tingkah laku tiruan.

1) Tingkah laku sama (Same behaviour)


Terjadi apabila dua orang yang bertingkah laku balas ( berespons )
sama terhadap rangsagan atau isyarat yang sama.
2) Tingkah laku tergantung (Matched depend behavior)
Timbul dalam interaksi antara dua pihak. Salah satu pihak mempunyai
kelebihan ( lebih pandai, lebih mampu dan sebagainya ) dari pihak
yang lain. Dalam hal ini, pihak yang lain atau pihak yang kurang
tersebut akan menyesuaikan tingkah laku (match) dan akan tergantung
(depent) pada pihak yang lebih. Misalnya, kakak adik yang sedang
menunggu ibunya dari pasar. Biasanya ibu mereka membawa coklat.
Mendengar ibunya pulang, si kakak segera menjemput ibunya,
kemudian diikuti oleh si adik. Ternyata mereka mendapatkan coklat
(ganjaran). Adik yang semula hanya meniru tingkah laku kakaknya, di
lain waktu meskipun kakaknya tidak ada, ia akan lari menjemput
ibunya yang baru pulang dari pasar.
3) Tingkah laku salinan (Copying behavior)
Seperti tingkah laku tergantung, pada tingkah laku salinan, peniru
bertingkah laku atas dasar isyarat yang berupa tingkah laku yang
diberikan oleh modeal. Hal ini berarti perkiraan tentang langkah laku
model dalam kurn waktu yang relatif panjang ini akan dijadkan
patokan oleh si peniru untuk memperbaiki tingkah lakunya sendiri
dimasa yang akan datang,sehingga lebih mendekati tingkah laku
model.
2. Teori belajar sosial dari A. Bandura dan RH Walter
Teori belajar sosial yang dikemukakan oleh Bandura dan Walter dsebut
teori proses pengganti. Teori ini menyatakan bahwa tingkah laku tiruan
adalah suatu bentuk asosiasi dari rangsang dengan ransang lainnya. Penguat
(reinforcoment), memang memeperkat tingkah laku balas (response), tetapi
dalam proses belajar sosial hal tidak terlalu penting. Aplikasi teori ini adalah
bahwa apabila seseorang melihat suatu rangsangan dan ia melihat model
bereaksi secara tertentu terhadap rangsang, maka dalam khayalan atau
imajinasi orang tersebut terjadi rangkaian simbol-simbol yang
menggambarkan rangsang dari tingkah laku tersebut. Selain itu didalam
proses ini tidak ada cara coba dan ralat (trial and eror) yang berupa tingkah
laku nyata, karena semuanya belangsung secara tersembunyi dalam diri
individu. Hal yang penting disini adalah pengaruh tingkah laku pada tingkah
laku pada tingkah laku peniru. Menurut A.Bandura dan R.H Walter, pengaruh
tingkah laku model terhadap tingkah laku peniru ini dibedakan menjadi
tingkah lakku menjadi 3 macam:
a. Efek modeling (modeling effect)
Yaitu peniru melakukan tingkah laku baru melalui asosiasi
sehingga sesuai dengan tingkah laku model.
b. Efek penghambat (inhibitor) dan penghapus hambatan (disinhibition)
Yaitu tingkah laku–tingkah laku yang tidak sesuai dengan tingkah
laku model dihambat timbulnya, sedangkan tingkah laku-tingkah laku
yang sesuai dengan tingkah laku model dihapuskan hambatanya sehingga
timbul tingkah laku yang dapat menjadi nyata.
c. Efek kemudahan (facilitation effects)
Yaitu tingkah laku–tingkah laku yang sudah pernah dipelajari oleh
peniru, lebih mudah muncul kembali dengan mengamati tingkah laku
model.
Akhirnya A.Bandura dan R.H. Walter menyatakan bahwa teori
proses pengganti ini dapat pula menerangkan gejala timbulnya emosi pada
peniru dengan emosi yang ada pada model. Contoh seseorang yang
mendengar atau melihat gambar tentang kecelakan yang mengerikan,
maka ia mendesis, menyerengai, bahkan sampai menangis karena ikut
merasakan penderitaan tersebut.
D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Belajar
Di dalam kegiatan belajar terdapat tiga persoalan pokok, antara lain :
1. Masukan (input)
Persoalan masukan menyangkut subyek/sasaran belajar dari berbagai
latar belakang.
2. Proses
Mekanisme/proses terjadinya perubahan kemapuan pada dari subyek
belajar. Pengaruh timbal balik antara berbagai faktor, antara lain subyek
belajar, pengajar atau fasilitator belajar. Metode yang di gunakan, alat bantu
belajar, dan materi atau bahan yang dipelajari.
3. Keluaran (output)
Merupakan hasil dari belajar, yang terdiri dari kemampuan baru atau
perubahan baru pada diri subjek belajar.
Beberapa ahli pendidikan , antara lain J. Guilbert, mengelompokkan
faktor-faktor yang memepengaruhi proses belajar yakni :
1. Faktor materi
Materi atau hal yang dipelajari, ikut menentukan proses dan hasil
belajar. Misalnya belajar pengetahuan dan belajar sikap atau keterampilan,
akan mnenentukan perbedaan belajar.
2. Faktor lingkungan
a. Fisik : suhu, kelembaban udara, dan kondisi tempat belajar.
b. Sosial : manusia dengan segala interaksinya serta respresentasinya seperti
keramaian atau kegaduhan, lalu lintas, pasar, dan sebagainya.
3. Faktor Instrumental
a. Hadware : perlengkapan belajar dan alat–alat peraga dan sebagainya.
b. Software : kurikulum (dalam pendidikan formal), pengajar atau fasilitator
serta metode belajar mengajar.
4. Faktor individual subjek belajar
a. Fisiologis : kekurangan gizi, dan kondisi panca indra (terutama
pendengaran dan penglihatan).
b. Psikologis : integelensi, pengamatan, daya tangkap, ingatan motivasi dan
lainnya.
E. Proses Belajar pada Orang Dewasa
Pendidikan kesehatan masyarakat merupakan salah satu bentuk pendidikan
orang dewasa (adult education). Menurut UNESCO, yang di kutip oleh Lunardi,
pendidikan orang dewasa apapun isi, tingkatan, dan metodenya, baik formal
maupun tidak, merupakan lanjutan atau pengganti pendidikan di sekolah ataupun
universitas.
Subjek belajar di dalam pendidikan orang dewasa sudah jelas, yaitu orang
dewasa atau anggota masyarakat umum yang ingin mngembangkan pengetahuan,
keterampilan, perilaku, dan kemampuan-kemampuan lainnya.
Hasil pendidikan orang dewasa adalah perubahan, kemampuan
,penampilan atau perilakunya. Selanjutnya perubahan perilaku di dasari adanya
perubahan atau penambahan pengetahuan, sikap, atau keterampilan. Namun
demikian,perubahan pengetahuan dan sikap ini belum merupakan jaminan
terjadinya perubahan perilaku, sebab perilaku baru tersebut kadang-kadang
memerlukan uang untuk dapat mengelola dan memberikan makanan yang bergizi
kepada anakanya.
Perubahan perilaku di dalam proses pendidikan orang dewasa (andragogi)
pada umumnya lebih sulit daaripda perubahan perilku di dalam pendidikan anak
(pedagogi). Ihwal ini dapat dipahami karena orang dewasa sudah mempunyai
pengetahuan, sikap dan keterampilan tertentu yang mungkin sudah mereka miliki
bertahun-tahun. Jadi pengetahauan, sikap dan perilaku baru yang belum meereka
yakini tersebut menjadi sulit diterima. Untuk itu diperlukan usaha-usaha tersendiri
agar subjek belajar meyakini pentingnya pengetahuan, sikap dan perilaku tersebut
bagi kehidupan mereka. Dengan kata lain, pendidikan orang dewasa dapat efektif
menghasilkan perubahan perilaku apabila isi dan cara atau metode belajar
mengajarnya sesuai dengan perubahan yang dirasakan oleh subjek belajar.
Salah satu upaya agar pesan-pesan pendidikan tersebut dapat dipahami
oleh orang dewasa dan dapat memberikan dmapak perubahan perilaku adalah
dengan memilihkan metode belajar mengajar yang tepat. Diskusi kelompok, studi
kasus, dan simulasi tampaknya merupakan metode yang sangat cocok untuk
pendidikan orang dewasa. Akan tetapi sering terjadi bahwa masyarakat atau
subjek belajar tidak selalu dapat merasakan kebutuhan mereka sendiri. Untuk itu
diperlukan upaya awal guna menumbuhkan rasa membutuhkan tersebut.
A.Maslow, seorang ahli psikologi dari amerika ,mengemukakan bahwa
kebutuhan manusia terdiri dari 5 tingkat, yaitu kebutuhan fisik, keamanan,
pengakuan dari orang lain, harga diri, dan perwujudan diri. selanjutnya maslow
menyatakan bahwa kebutuhan manusia yang paling dasar harus terpenuhi terlebih
dahulu sebelum ia mampu mencapai kebutuhan yang lebih tinggi tingkatnya.
apabila kebutuhan yang paling dasar, yakni kebutuhan fisik berupa pangan dan
perumahan belum terpenuhi, maka orang akan sulit untuk mencapai kebutuhan
harga diri.
Pendidikan bagi orang dewasa yang menyangkut masalah harga diri tidak
akan berarti dalam proses belajar apabila kebutuhan fisik (makanan) untuk
mempertahankn hidupnya saja belum terpenuhi. sebaliknya pendidikan untuk
orang dewasa tentang cara mencapai kebutuhan fisik tidak akan diperhatikan
apabila sasaran pendidikan tersebut telah berkecukupan dalam kebutuhan fisiknya
(makanan, pakaian dan perubahan), keamanan milik serta dirinya, bahkan telah
mencapai tingkat pengakuan sebagai anggota masyarakat yang terhormat. pada
tingkatan ini yang dibutuhkan oleh mereka adalah pengetahuan yang lebih luas
dan sikap yang lebih mantap untuk meningkatkan harga dirinya dalam pergaulan
yang lebih luas.
Dengan mengetahui kebutuhan kelompok sebagai subyek pendidikan
orang dewasa, maaka dapat ditentukan strategi dan susunan belajar mengajar yang
tepat. strategi belajar yang tepat mencakup isi atau materi belajar yang releven,
metode, dan tehnik belajar mengajar yang sesuai dengan kondisi subjek belajar
tersebut. di dalam pendidikan orang dewasa terutama didalam pendidikan
nonformal, yang terpenting adalah apa yang dipelajari subjek belajar, bukan apa
yang diajarkan oleh pengajar.
Ungkapan ini mengandung maksud, hasil akhir yang dinilai dalam
pendidikan orang dewasa adalah apa yang diperoleh sasaran belajar, bukan apa
yang dilakukan oleh pelatih atau fasilitator belajar.
Sehubungan dengan kondisi fisik subjek belajar, verner dan Davison yang
dikutip oleh Lunardi mengidentifikasikan adanya 6 faktor yang dapat
menghambat proses belajar pada orang dewasa, yakni:
1. Dengan bertambahnya usia,titik dekat penglihatan atau titik terdekat yang
dapat dilihat secara jelas, mulai bergerak makin jauh. pada usia 20 tahun,
seseorang dapat melihat jelas suatu benda pada jarak 10cm dari matanya,
tetapi pada usia 40 tahun titik dekat penglihatannya sudah sampai 23 cm.
2. Dengan bertambahnya usia, titik jauh penglihatan atau titik terjauh yang dapat
dilihat secara jelas mulai berkurang (makin pendek).
3. Makin bertambahnya usia, makin besar pula jumlah penerangan yang
diperlukan dalam suatu situasi belajar.
4. Makin bertambah usia, persepsi kontras warna cenderung ke arah merah dari
pada sepektrum. hal ini disebabkan menguningnya kornea atau lensa mata
sehingga cahaya masuk agak tersaring. akibatnya ialah kemampuan untuk
membedakan warna-warna lembut menjadi berkurang.
5. Makin bertambah usia, kemampuan menerima suara makin menurun. mulai
usia 20 tahun pendengaran orang berkurang hanya lebih kurang 11%, tetapi
pada usia 70 tahun, pendengaran orang berkurang lebih kurang 51%.
6. Makin bertambah usia, kemampuan untuk membedakan bunyi makin
berkurang. dengan demikian pembicaraan orang lain yang terlalu cepat sukar
ditangkap.
F. Prinsip-prinsip Belajar
1. Prinsip 1
Belajar adalah suatu pengalaman yang terjadi didalam diri si pelajar
yang diaktifkan oleh individu itu sendiri.
Proses belajar dikontrol oleh si pelajar sendiri dan bukan oleh si
pengajar. Perubahan persepsi pengetahuan, sikap dan perilaku adalah suatu
produk manusia itu sendiri, bukan kekuatan yang dipaksakan kapada
individu. Belajar bukan berarti melakukan apa yang dikatakan atau yang
diperbuat oleh pengajar saja tetapi suatu proses perubahan yang unik didalam
diri si pelajar sendiri. Oleh karena itu mengajar bukan berarti memaksakan
sesuatu terhadap si pelajar, tetapi menciptakan iklim atau suasana, sehingga si
pelajar mau melakukan dengan kemampuan sendiri yang dikehendaki oleh si
pengajar.

2. Prinsip 2
Belajar adalah penemuan diri sendiri. hal ini berarti bahwa belajar
adalah proses penggalian ide-ide yang berhubungan dengan diri sendiri atau
masyarakat sehingga pelajar dapat menentukan kebutuhan dan tujuan yang
akan dicapai. untuk itu apa yang releven bagi pelajar harus ditemukan oleh
pelajar itu sendiri.
Implikasi prinsip ini adalah bahwa proses pendidikan kesehatan ini
akan lebih baik apabila yang disediakan rangsangan-rangsangan saja,
sehingga masyarakat/individu akan berproses untuk menemukan
kebutuhannya sendiri. dengan demikian individu/masyarakat akan
dimungkinkan menemukan pribadinya.
3. Prinsip 3
Belajar adalah suatu konsekuensi dari pengalaman. seseorang menjadi
bertanggung jawab ketika ia diserahi tanggung jawab. ia menjadi atau dapat
berdiri sendiri bila ia mempunyai pengalaman dan pernah berdiri sendiri.
orang tidak akan mengubah perilakunya hanya seseorang mengatakan
kepadanya untuk mengubahnya. untuk belajar yang efektif tidak cukupjika
hanya dengan memberikan informasi saja, tetapi kepada pelajar tersebut perlu
diberikan pengalaman. Kita tidak cukup hanya dengan mengatakan bahwa
imunisasi bagi anak itu penting. tetapi juga dengan memberikan imunisasi
kepada anak sehingga orang tua akan memperoleh pengalaman.
4. Prinsip 4
Belajar adalah proses kerja sama dan kolaborasi. kerja sama akan
memperkuat proses belajar. orang pada hakikatnya senang saling bergantung
dan saling membantu. dengan kerja sama, saling berinteraksi, dan berdiskusi,
di samping memperoleh pengalaman dari orang lain juga dapat
mengembangkan pemikiran-pemikiran dan daya kreasi individu.
Implikasi prinsip ini di dalam pendidikan kesehatan adalah dengan
pembentukan kelompok dan diskusi kelompok akan sangat mempermudah
proses belajar.

5. Prinsip 5
Belajar adalah proses evolusi, bukan proses revolusikarena perubahan
perilaku memerlukan waktu dan kesabaran.
Perubahan perilaku adalah suatu proses yang lama, karena memerlukan
pemikiran-pemikiran dan pertimbangan orang lain, contoh dan mungkin
pengalaman sebelum menerima atau berperilaku baru. bagaimanapun
menguntungkan bagi dirinya, belajar akan selalu dirasakan sebagai sesuatu
yang tidak mengenakkan dan sangat menggangu. untuk itu dalam melakukan
pendidikan kesehatan hasilnya tidak dapat kita peroleh dengan segera, dan
tidak boleh tergesa-gesa, tetapi memerlukan kesabaran dan ketekunan.
6. Prinsip 6
Belajar kadang-kadang merupakan suatu proses yang menyakitkan
karena menghendaki perubahan kebiasaan yang sangat menyenangkan dan
sangt berhrga bagi dirinya dan mungkin harus melepaskan sesuatu yang
menjadi jalan hidup atau pegangan hidupnya. maka dalam mengintroduksikan
hal-hal baru yang menghendaki mereka untuk berperilaku baru, sebaiknya
dilakukantidak secara drastis dan radikal. harus hati-hati dan sedikit demi
sedikit, sehingga individu/masyarakat mau meninggalkan perilaku lama
dengan senang hati, tidak menyakitkan hati, dan tidak menimbulkan frustasi.
7. Prinsip 7
Belajar adalah proses emosional dan intelektual. belajar dipengaruhi
oleh keadaan individu atau si pelajar secara keseluruhan. belajar bukan hanya
proses intelektual, tetapi emosi juga turut menentukan. oleh karena itu hasil
belajar sangat ditentukan oleh situasi psikologis individu pada saat belajar.
bila seseorang sedang dalam keadaan kalut, murung, frustasi, konflik, dan
tidak puas, maka jangan dibawa kedalam suatu proses belajar.
Demikian juga iklim proses belajar harus diciptakan sedemikian rupa
sehingga terasa tidak tegang, kaku dan mati. harus diciptakan situasi yang
hidup, gembira dan tidak terlalu formal.

8. Prinsip 8
Belajar bersifat individual da unik. setiap orang mempunyai gaya
belajar dan keunikan sendiri dalam belajar. untuk itu kita harus menyediakan
media belajar yang bermacam-macam sehingga tiap individu dapat
memperoleh pengalaman belajar sesuai dengan keunikan dan gaya masing-
masing.
Seluruh prinsip-prinsip belajar di atas, mencakup situasi proses belajar
yang menguntungkan, mempunyai ciri-ciri komunikasi yang bebas dan
terbuka, konfrontasi, penerimaan. respek, diakuinya hak untuk salah, kerja
sama kolaborasi, saling mengevaluasi, keterlibatan tiap individu, aktif,
kepercayaan, dan sebagainya.

Anda mungkin juga menyukai