Anda di halaman 1dari 48

LAPORAN PRAKTIKUM LENGKAP

KIMIA KLINIK

Disusun Oleh :

FADILA
NIM : P07172318067

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALUKU
JURUSAN ANALIS KESEHATAN
AMBON
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulilah kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya dengan
rahmat-Nyalah kami akhirnya bisa menyelesaikan laporan kimia klinik yang berjudul
“pemeriksaan makroskopik urine, reduksi urine metode benedict, pemeriksaan protein urin,
pemeriksaan bilirubin urine Urobilinogen urone metode erlich, Pemeriksaan benda keton,
pemeriksaan mikroskopis urine, pemeriksaan makroskopis dan mikroskopis feses dan kimia
darah” ini dengan baik.
Laporan ini kami buat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kimia klinik. Tidak
lupa kami menyampaikan rasa terima kasih kepada dosen pengajar karena telah memberikan
tugas ini kepada kami,sehingga kami bisa mendapatkan wawasan tentang pemeriksaan urine.
Meskipun kami sudah mengumpulkan beberapa referensi untuk menunjang penyusunan
laporan ini, namun kami menyadari bahwa di dalam laporan yang telah kami susun ini masih
terdapat banyak kesalahan serta kekurangan.
Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran positif yang membangun dari para
pembaca, sehingga kedepannya laporan ini menjadi lebih baik lagi.Demikian, semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Kami mengucapkan terima kasih.

Ambon, January 2020

penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..........................................................................................................


KATA PENGANTAR .......................................................................................................
DAFTAR ISI ....................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................


A. latar belakang ......................................................................................................
B. rumusan masalah ................................................................................................
C. tujuan masalah ....................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................................


A. Pemeriksaaan urine.............................................................................................
a. Tujuan pemeriksaan urine .............................................................................
b. Jenis sampel urine .........................................................................................
c. Wadah specimen ...........................................................................................
d. Pengawet urin................................................................................................
B. Praktikum I mikroskopis urine ..............................................................................
C. Praktikum II media cerik celup .............................................................................
D. Praktikum III reduksi urine metode benedict ........................................................
E. Praktikum IV protein urin .....................................................................................
F. Praktikum V bilirubin urine ...................................................................................
G. Praktikum VI urobilinogen urine metode erlich .....................................................
H. Praktikum VII Pemeriksaan mikroskopis urine .....................................................
I. Praktikum VIII Pemeriksaan makroskopis feses ..................................................
J. Praktikum IX pemeriksaan mikroskopis feses ......................................................

BAB III PENUTUP ...........................................................................................................


A. Kesimpulan .........................................................................................................
B. Saran ..................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELANAG
System urinaria adalah suatu system tempat terjadinya proses penyaringan darah
sehingga dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang
masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang dipergunakan oleh tubuh larutan dalam air
dan dikeluarkan berupa urine (air kemih).
Pemeriksaan mikroskopis urin berupa pemeriksaan jumlah urin dan pemeriksaan
makroskopis urin yang terdiri dari

a. Pemeriksaan warna urine


b. Pemeriksaan bau urine
c. Pemeriksaan kejernihan urin
d. Derajat keasaman

Reduksi urin metode benedict pemeriksaanya terhadap adanya glukosa dalam urin
termasuk pemeriksaan penyaringan. Cara yang tidak spesifik menggunakan sifat
glukosa sebagai zat pereduksi, terdapat suatu zat dalam reagen yeng berubah sifat dan
warnanya bila direduksi dengan glukosa
Pemeriksaan terhadap protein urin kebanyakan dengan menyatakan adanya protein
didalam urin berdasarkan timbulnya kekeruhan.penentuan protein urin dengan
menggunakan asam sulfosalycil tidak bersifat spesifik meskipun metode ini di anggap
peka terhadap adanya protein didalam urin meskipun konsentrasi protein tersebut
0,002%. Kalau hasil negatife, maka tidak perlu lagi memikirkan kemungkinan adanya
proteuneria. Oleh karena itu harus dilakukan reaksi pembanding. Bahan urin harus jernih
dan beraksi asam bila perludi saring dahulu.
Dalam keadaan patologi dapat dinyatakan adanya bilirubin dalam urin. Jika urin
dibiarkan sebagian kecil dari pada bilirubin itu berubah menjadi biliverdin oleh oksidasi,
perubahan itu dipercepat oleh sinar matahari. Tes untuk menytakan adanya bilirubin
yaitu dapat menggunakan metode cincin yodium. Dan urin biasanya berwarna coklat
dan buih berwarna kuning bila mengandung bilirubin.
Empedu, yang sebagian besar di bentuk dari bilirubin terkonjugasi mencapai
area duodenum, tempat bakteri usus mengubah bilirubin menjadi urobilinogen. sejumlah
besar urobilinogen berkurang di feses, sejumlah besar kembali ke hati melalui lairan
darah disini urobilinogen diproses ulang menjadi empedu, dan kira-kira sejumlah 1% di
ekskresikan oleh ginjal ke dalam urine.
Pemeriksaaaan mikroskopik urine yaitu pemeriksaan sedimen urine. ini penting
untuk mengetahui adanya kelainan pada ginjal dan saluran kemih serta berat ringanya
penyakit. urine yang dipakai ialah urin sewaktu yang segar atau urine yang dikumpulkan
dengan pengawet formalin. pemeriksaan sedimen dilakukan dengan memakai lensa
objektif kecil (10x) yang dianamakn lapangan penglihatan kecil atau LPK.
Pemeriksaan feses dibagi menjadi 2 macam yaitu pemeriksaan makroskopis
feces dan mikroskopis feces. pemeriksaan makroskopis terdiri dari jumlah, warna, bau,
konsistensi, lendir, darah, dan parasit. pemriksaan mikroskopis terdiri dari protozoa,
telur, cacing, leukosit eritrosit, epitel kristal, makrofag, sel ragi, dan jamur.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana warna pemeriksaan urin ???
2. Bagaimana pemeriksaaan bau urin ???
3. Bagaimana hasil dari pemeriksaan kejernihan urin dan derajat keasaman ???
4. Gimana hasil nilai normal dan warna urin ???
5. Gimana warna hasil pada cincin larutan yodium ???
6. Bagaimana hasil dari pemeriksaan metode erlich???
7. Apakah nilai normal urine apa tidak ???
8. bagaimana hasil dari pemeriksaan makroskopis dan mikroskopis feces ???

C. TUJUAN MASALAH
1. Menetuka jumlah urin
2. Melihat keadaan urin secara makroskopis
3. untuk menetukan ada tidaknya gula (glukosa) di dalam urin
4. untuk mengetahui ada tidaknya protein yang terkandung didalam urin
5. untuk mengetahui ada tidaknya bilirubin dalam urin.
6. untuk mengetahui ekskresi urobilinogen
7. untuk mengetahui adanya kelainan pada ginjal dan berat ringanya penyakit.
8. untuk mengetahui jumlah feces dan ada tidaknya protozoa dan lain-lain.
BAB II
PEMBAHASAN

A. PEMERIKSAAN URINE
Urine adalah hasil metabolisme tubuh yang dikeluarkan melalui ginjal. Dan 1200ml
adalah darah yang melalui glomeruli per menit akan terbentuk fitrat 120ml per menit.fitrat
tersebut akan mengalami reabsorbsi, difusi, dan ekskresi oleh tubuli ginjal yang akhirnya
terbentuk satu mili liter urin per menit. Komposisi urine adalah air, ureum, kreatinin,
fosfat dal sulfat. Materi yang terkandung di dalam urin dapat di ketahui melalui urinalisis.
Urea yang dikandung oleh urin dapat menjadi sumber nitrogen yang bauk untuk
tumbuhan dan dapat digunakan untuk mempercepat pembentukan kompas.
Fungsi utama urine adalah untuk membuang zat sisa seperti racun atau obat-
obatan dari dalam tubuh. Anggapan umum menganggap urin sebagai zat yang “kotor”.
Hal ini berkaitan dengan kemungkinan urin tersebut berasal dari ginjal atau saluran
kencing yang terinfeksi, sehingga urinya pun akan mengandung bekteri.

a. Tujuan pemeriksaan urine


Gangguan fungsi ginjal dapat terjadi tanpa gejala dari baru dapat diketahui
secara nyata setelah memberat. Tujuan pemeriksaan fungsi ginjal adalah untuk
mendeteksi dini adanya gangguan. Fungsi ginjal sewaktu masih tahap awal dan
menentukan beberapa gangguan.
Biasanya pemeriksaa urine di lakukan untuk :
1. Pemeriksaan skrining kesehatan, keadaan patologik maupun sebelum
operasi
2. Menentukan infeksi saluran kemih
3. Menentukan kemungkinan gangguan metabolis Menentukan berbagai
jenis penyakit ginjal
b. Jenis sampel urine
1. Urin sewaktu/ urin acak (random)
Yaitu urin yang dikeluarkan pada suatu waktu yang tak ditentukan secara
khusus, urin ini dapat digunakan untuk berbagai macam pemeriksaan rutin.
2. Urin pagi
Yaitu urin yang dikeluarkan pagi hari setelah bangun tidur, urin pagi lebih
pekat sehingga cocok untuk pemeriksaan sedimen, berat jenis, protein dan
pemeriksaan kehamilan berdasarkan adanya hormone human chorionic
gonadotrophin (HCG) di dalam urin.
3. Urin postprandial
Yaitu urin yang pertama kali dilepaskan 1,5,-3 jam setelah makan. Urin ini
berguna untuk pemeriksaan glukosuria (adanya glukosa didalam urin)
4. Urin 24 jam
Yaitu urin yang dikumpulkan selama 24 jam,dengan cara : siapkan botol
besar bersih bertutup (minimal 1,5 L) umumnya dilengkapi pengawet. Jam 7 pagi
urin dibuang. Urin selanjutnya (termasuk jam 7 hari) ditampung dan dicampur.
Urin 24 jam diperlukan untuk pemeriksaan kuantitatif.
5. Urin 3 gelas dan urin 2 gelas
Urin 3gelas adalah urin yang ditampung sejumlah 3 gelas yang dasarnya
menyempit tanpa menghentikanya aliranya dengan volume gelas pertama 20-
30ml, sedangkan urin 2 gelas hanya menggunakan 2 gelas yang gelas
pertamanya ditampung 50-70ml urin. Urin ini digunakan untuk menentukan letak
radang atau lesi yang menghasilkan darah atau nanah pada urin seorang pria.

c. Wadah specimen
Wadah menampung specimen urin sebaiknya terbuat dari bahan plastic, tidak
mudah pecah, bermulut lebar dapat menampung 10-50ml urine dan dapat ditutup
dengan rapat. Selain itu juga harus bersih, kering, dan tidak mengandung bahan
yang dapat mengubah komposisi zat-zat yang terdapat dalam urine.

d. Pengawet urine
1. Toluena
Pengawet dipakai untuk urine 24 jam, baik untuk pemeriksaan glukosa,
aseton asam asetat, dalam urine. Banyak dipakai dan hampir dapat dipakai
untuk semua jenis pemeriksaan.
Carapemeriksaan : masukan 2-5 ml toluene kedalam wadah dan setiap
ditambahkan urin harus dikocok bolak balik.
2. Thymol
Daya pengawet serupa dengan toluene, cukup satu butir thymol untuk urin
24 jam. Bila jumlah thymol berlebihan dapat terjadi positif palsu pada
pemeriksaan protein dengan metode pemanasan dengan asetat.
3. Formaldehida
Folmaldehida dapat juga dipakai untuk pengawet urin 24 jam, pada
pemeriksaan sediment. Bila berlebihan dapat memberikan efek positif palsu pada
pemeriksaan reduksi dengan benedict karena mereduksi reagens benedict.
4. Asam sulfat pekat
Digunakan untuk pemeriksaan kalsium, nitrogen, dan asam organic lain.
Fungsi :untuk menjaga agar PH urin tidak kurang dari 4,5.
5. Natrium karbonat (Na2CO3)
Digunakan untuk pemeriksaan ekskresi urobilinogen. Takaran : 5gr untuk urin
24 jam

PRAKTIKUM I
PEMERIKSAAN URINE PENDAHULUAN DAN PEMERIKSAAN MAKROSKOPIK URIN
A. TUJUAN
 Menentukan jumblah urin
 Melihat keadaan urin secara makroskopik

B. DASAR TEORI
Pemeriksaan urin pendahuluan merupakan beberapa macam pemeriksaan yang
dianggap sebagai dasar dari pemeriksaan selanjutnya. Pemeriksaan ini meliputi
pemeriksaan jumblah urin dan makroskopik urin.
1. Pemeriksaan jumlah urin
Mengatur jumblah urin bermanfaat untuk ikut menentukan adanya gangguan faal
ginjal, kelainan dalam keseimbangan cairan badan dan berguna untuk menafsirkan hasil
pemeriksaan semi kuantitatif dengan menggunakan urin sebagai sampel. Adapun
mengukur jumblah urin dapat dilakukan dengan menggunakan sampel urin 24 jam, urin
12 jam dan urin sewaktu.
2. Pemeriksaan urin
a. Pemeriksaan warna urine
Pada umumnya warna urine ditentukan oleh besarnya dieresis, mmakin besar
dieresis maka makin mudah urin itu biasanya wwarna normal urin berkisar antara
kuning muda sampai kuning tua. Warna ini disebabkan oleh beberapa macam zat
warna terutama urobilin.
Beberapa faktor yang menyebabkan urine berubah warna

 Faktor hidrasi
Salah satu faktor yang dapat membedakan warna urin adalah faktor
hidrasi, yaitu jumbalh asupan cairan yang dikomsumsi dalam satu hari.
Orang-orang yang memiliki kebiasaan baik mengomsumsi cairan secara
cukup setiap harinya tentu memiliki warna urine yang lebih jernih. Sementara
mereka yang memiliki kebiasaan kurang minum air tentu warna urine yang
dihasilkan akan lebih pekat, misalnya kuning atau kuning pekat.
Urine berwarna kuning pekat juga sering dijadikan pertanda bahwa
tubuh anda sedang kekurangan hidrasi atau cairan. Maka dari itu, jika
memiliki urine dengan warna yang kuning pekat, ada baiknya mulai
membiasakan diri untuk memperbanyak asupan cairan ditubuh. Hal inin juga
akan baik untuk kesehatan jangka panjang anda.
 Faktor makanan dan minuman yan g dikomsumsi
Faktor perbedaan warna urin berikutnya adalah jenis makanan dan
minuman yang dikomsumsi baru-baru ini. Seperti yang diketahui bersama,
warna makanan itu bermacam-macam, baik yang menggunakan pewarna
alami maupun pewarna buatan. Makanan dan minuman memiliki pigmen
warna tersendiri yang bisa jadi ntidak bisa diserap tubuh sehingga perlu untuk
dikeluarkan.
Demikian pula dengan orang-orang yang baru mengomsumsi makanan
dengan pigmen biru atau hijau yang kuat. Jika zat warna tidak diserap tubuh
dan dianggap sebagai limbah, maka zat warna akan dikeluarkan oleh ginjal
dalam bentu urin berwarn hijau.
 Faktor obat-obatan yang dikomsumsi
Faktor perbedaan warna urine lainnya adalah jika seseorang baru saja
mengomsumsi obat-obatan tertentu yang mempengaruhi warna urin berubah.
Obat sama halnya dengan makanan. Obat yang dikosumsi memang sedikit
banyak akan berpengaruh terhadap metabolisme tubuh sehingga bisa jadi
mempengaruhi warna urin.
Obat antibiotik rifampin, beberapa jenis obat pencahar, serta pyridium
bisa mempengaruhin urine menjadi warna merah atau oranye, selain itu
beberapa jenis obat kemoterapi dan anti-inflamasi juga bisa mengubah warna
urine menjadi oranye. Dan masih ada obat lainnya yang bisa mempengaruhi
warna urine menjadi cokelat atau hijau.
 Faktor aktivitas dan fisik
Salah satu faktr yang menyebabkan urine berubah warna adalah aktifitas
dan kondisi fisik seseorang. Orang yang melakukan olahraga secara
berlebihan bisa jadi memiliki warna urine yang menjadi merah. Hal serupa
bisa juga terjadi kepada orang yang cedera atau baru saja dipukuli. Warna
urine bisa berubah menjadi merah. Kondisi ini disebut dalam dunia medis
sebagai mioglobinuria.

b. Pemeriksaan bau urin


Untuk menilai bau urin dipakai urin segar, yang perlu diperhatikan adalah bau
yang abnormal. Bau urin normal disebabkan oleh asam organik yang mudah
menguap. Bau yang berlainan dapat disebabkan oleh makanan seperti jengkol, petai,
obat-obatan seperti mentol, bau buah-buahan seperti pada ketonuria. Bau amoniak
disebabkan perombakan ureum oleh balteri dan biasanya terjadi pada urine yang
dibiarkan tanpa pengawet. Adanya urine yang berbau busuk dari semula dapat
berasal dari perombakan protein dalam saluran kemih umpamanya pada karsinoma
saluran kemih umpamanya pada karsinoma saluran kemih.
c. Pemeriksaan kejernihan
Pemeriksaan kejernihan dan kekeruhan dapat mengidentifikasi kemungkinan
adanya infeksi, dehidrasi, darah di urine (hematuria).
d. Pemeriksaan PH (derajat keasaman)
Penetapan di perlukan pada gangguan keseimbangan asam basa, karena dapat
memberi kesan tentang keadaan dalam badan. PH urin normal berkisar antar 4,5-8,0.
Selain itu penetapan PH pada infeksi saluran kemih dapat memberi petunjuk ke arah
etiologi. Pada infeksi oleh escherichia coli biasanya urin bereaksi asam, sedangkan
pada infeksi dengan kuman proteus yang dapat merombak ureum menjadi atnoniak
akan menyebabkan urin bersifat basa. Dalam pengobatan batu karbonat atau kalsium
fosfat urin dipertahankan asam sedangkan untuk mencegah terbentuknya batu urat
atau oksalat PH urin sebaiknya dipertahankan basa.
C. PRA ANALITIK
Alat:
 Wadah penampungan urin
 Gelas ukur
 Kertas Ph
Bahan:
 Urine

D. ANALITIK
Prosedur kerja
1. Pemeriksaan jumlah urine
 Siapkan alat dan bahan yang akan di gunakan
 Tuang urin dari wadah urin kedalam gelas ukur
 Catat volume urine dengan menggunakan miniskus bawah
NB : Nilai Normal Urine : 800-1500 ml
2. Pemeriksaan makroskopis urin
a. Pemeriksaan warna urine
 Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan
 Isi tabung dengan 2/3 bagian
 Perhatikan urine tersebut ditempat terang dan catat hasil
Interpretasi Normia : kuning muda-kuning tua
b. Pemeriksaaan bau urine
 Catat hasil pengamatan bau khas atau bau amoniak
Interpretasi Normal : bau khas/bau amoniak
c. Pemeriksaan kejernihan urin
 Siapkan alat dan bahan yang akan di gunakan
 Isi tabung dengan 2/3 bagian
 Perhatikan urine tersebut ditempat dan catat hasil
Interprestasi Normal : urin jernih
d. Derajat keasaman
 Celupkan 1 kertas PH kedalam urin, tunggu 1 menit
 Amati perubahan warnanya
 Bandingkan warna kertas Ph dengan standar warna Ph, interprestasi normal.
Interprestasi Normal : 4,6-8,5

E. PASCA ANALITK
Hasil :
a. Jumlah urine : 1000ml
b. Warna urine : Kuning Tua
c. Bau urine : Normal (bau amoniak)
d. Kejernihan urine : Jernih
e. Derajat keasaman (pH) :6

Kesimpulan
pada probandus yang urinya ditampung sewaktu memiliki warna urin yang
kuning berbau amoniak ph 6, nifrit (-), leukosit (-).

PRAKTIKUM II
PEMERIKSAAN CARIK CELUP
A. TUJUAN
Untuk mengetahui cara pemeriksaan urin dengan metode carik celup hasil
pemeriksaan dengan parameter yang tersedia berdasarkan perubahan warna pada
stik urin carik celup

B. PRINSIP
Perubahan warna karena reaksi kimia

C. DASAR TEORI
Banyak jenis pemeriksaan penyaring sekarang dilakukan dengan menggunakan
metode carik celup. Sebuah carik celup atau dipstick merupakan alat diagnostic
daerah yang digunakan untuk penentukan perubahan patologis dalam urin pada
urinalisis standar. Carik celup berupa carik plastic tipis kaku yang pada sebelah
sisinya dilekati dengan satu sampai sembilang kertas isap atau bahan penyerap lain
yang masing-masing mengandung reagen spesifik, skala warna yang menyertai
carik celup yang memungkinkan penilaian semi kuantitatif.

D. PRA ANALITIK
Alat:
- Tabung reaksi
- Rak tabung
- Perbandingan carik celup
Bahan:
- Urin abnormal
- Carik celup
- tissue

E. ANALITIK
Prosedur kerja
1. Disipkan alat dan bahan
2. Dimasukan urin kedalam tabung reaksi
3. Dicelupkan carik sekejap dalam urin, reagen harus mengenai seluruh masuk
kedalam urin
4. Dihilangkan kelebihan urin yang melekat pada carik dengan menggunkan tissue
5. Dibaca hasil dengan membandingkan carik celup dan kolom berwarna pada
botol carik celup

F. PASCA ANALITIK
Nilai normal
 Leukosit : 125 ++ lauko/ml
 Nitrit :-
 Urobilinogen : 0,2(3,5) mg/dl
 Protein : (0,15) ± mg/dl
 pH : 7,5
 Bilirubin : 1(17+)mg/dl
 Berat jenis : 1.020
 Keton : (0,5)±mg/dl
 Glukosa :-
 Warna : kuning mudah
 Kejernihan : agak keruh
 Volume : 5ml

Hasil
(+) positif Warna hijau (glukosa 0,5-1,0 gr%)

PRAKTIKUM III
PENENTUAN REDUKSI URINE METODE BENEDITCH
A. TUJUAN
Untuk menentukan ada tidaknya gula (glukosa) di dalam urine

B. PRINSIP :
Glukosa dalam urine akan mereduksi garam kompleks dari reagen (ion cupri
direduksi cupro) dan mengendap dalam bentuk CuO dan Cu2O berwarna kuning
hingga merah bata.

C. DASAR TEORI
Pemeriksaan terhadap adanya glukosa dalam urine termasuk pemeriksaan
penyaring. Menyatakan adanya glukosa dapat dilakukan dengan cara berbeda-beda.
Cara yang tidak spesifik menggunakan sifat glukosa sebagai zar pereduksi, pad test-
test semacam itu terdapat suatu zat dalam reagen yang berubah sifat dan warnanya
bila direduksi dengan glukosa
Di antara banyak reagen yang digunakan untuk menyatakan adanya reduksi
yang mengandung garam cuprilah yang banyak digunakan diantara reagen yang
mengandung garam cuprih untuk menyatakan reduksi, reage benedictlah yang
terbaik. Walaupun begitu sifat reduksi suatu zat tidak selalu berarti glukosa, juga
monosakarida lain seperti galaktosa, fruktosa dan pentose, disakarida seperti
laktosa dan beberapa zat bukan gula, seperti asam homogentisat dan alkapton
dapat mengadakan reduksi. Metode benedict banyak digunakan di lab klinik karena
hanya menggunakan 1 jenis larutan saja, lebih sensitive dapat dipakai untuk
menafsirkan kadar gula secara kasar dan pemakaian bahan urine yang sedikit sekali

D. PRA ANALITIK
Alat :
 Tabung reaksi
 Rak tabung
 Penjepit tabung
 Pipet 5 ml
 Lampu spirtus
 reagen benedict
bahan:
 Urine

E. ANALITIK
Prosedur kerja :
 Di pipet 2,5 ml reagen benidict dan di masukkan dalam tabung reaksi
 Di tambahkan pada tabung reaksi tersebut 4 tetes urine dan dikocok hingga
merata
 Didihkan tabung tersebut hingga mendidih antara 1-2 menit
 Di diamkan selama 5 menit kemudian dibaca hasilnya

F. PASCA ANALITIK
Nilai normal
 (-) : Biru
 (+) : Hijau (glukosa 0,5-1,0 gr%)
 (++) : Kuning (glukosa 1,0-1,5 gr%)
 (+++) : Oranye (glukosa 2-3,5 gr%)
 (++++) : Merah bata (glukosa 3,5-4,0 gr%)
Hasil:
hasilnya positif (hijau), glukosa 0,5-1,0 gr%
kesimpulan
urine tidak ditemukan glukosanya sehingga hasilnya positif (hijau)
PRAKTIKUM IV
PEMERIKSAAN PROTEIN URINE
A. TUJUAN
Untuk mengetahui ada tidaknya protein yang terkandung didalam urine

B. DASAR TEORI
Pemeriksaan terhadap protein urine kebanyakan dengan menyatakan adanya
protein didalam urine berdasarkan timbulnya kekeruhan, penentuan protein urine
dengan menggunakan asam sulfosalycil tidak bersifat spesifik meskipun metode ini
dianggap sangat peka terhadap adanya protein didalam urine meskipun konstentrasi
protein tersebut 0.002% .
Kalau hasil tes yang dilaksanakan negative, maka tidak perlu lagi memikirkan
kemungkinan adanya proteiuneria . oleh karena itu harus dilakukan reaksi
pembanding.Bahan urine harus jernih dan bereaksi asam bila perlu disaring dahulu .

C. PRA ANALITIK
Alat :
 Tabung reaksi
 Rak tabung
 Penjepit tabung
 Pipet 5ml
 Reagan asam sulfosalycil
Bahan:
 urine

D. ANALITIK
Prosedur kerja
 Isi 2 tabung reaksi masing-masing dengan 2 ml urine
 Tambahkan 8 tetes larutan asam sulfosalycil pada tabung ke 2
 Bandingkan tabung pertama dengan tabung isi ke2
 Tabung yang paling keruh dipanaskan diatas nyala api sampai mendidih
kemudian didinginkan
 Jika kekeruhan tetap ada berarti sampel tersebut positif dan jika kekeruhan
hilang pada pemanasan dan muncul lagi setelah didinginkan maka
diperlukan tes lebih lanjut.
 Apabila setelah penambahan asam sulfosalycil pada urine dan tidak terjadi
kekeruhan maka hasil yang didapatkan adalah negative

E. PASCA ANALITIK
Hasil:
protein urine : negative (-) tidak terjadi kekeruhan sedikit pun

Kesimpulan
tidak ditemukan kekeruhan pada tabung A yang telah ditetesi atau dilarutkan dengan
asam sulfosalycil

PRAKTIKUM V
PEMERIKSAAN BILIRUBIN URINE
A. TUJUAN
Untuk mengetahui ada tidaknya bilirubin dalam urin

B. DASAR TEORI
Dalam keadaan patologi dapat dinyatakan adanya bilirubin dalam urin. jika urin
dibiarkan sebagian kecil dari pada bilirubin itu berubah menjadi biliferdin oleh
oksidasi, perubahan itu dipercepat oleh sinar matahari. test untuk menyatakan
adanya bilirubin yaitu dapat menggunakan metode faucet dan metode cincin yodium
Pada metode fauchet, bilirubin yang ada dalam urin dipekatkan diatas kertas
saring dengan jalan mempersempitkan fosfat-fosfat yang ada dalam urin, memakai
barium klorida dan bilirubin melekat pada presifitat itu. bilirubin yang telah
dikumpulkan itu dioksidasi menjadi biliverdin yang hijau dengan reagen fauchet.
reaksi fauchet lebih sensitive dengan reaksi cincin yodium, urin biasanya berwarna
coklat dan buih berwarna kuning bila mengandung bilirubin. percobaan ini sangat
sederhada dan memberi petunjuk saja.
C. PRA ANALITIK
Alat:
1. metode cincin yodium
 tabung reaksi
 gelas ukur
 rak tabung

2. metode fauchet
 tabung reaksi
 corong gelas kecil
 kertas saring
 pipet 5 ml untuk reagen
 rak tabung
 pipet tetes
Bahan:
1. urin
2. reagen cincin yodium
larutan yodium
3. reagen fauchet
 larutan BaCL2
 larutan jenuh Na2HPO4
 larutan fauchet

D. ANALITIK
Prosedur kerja
1. metode cincin yodium
a. diisi tabung reaksi dengan 5ml urin bahan
b. dengan melalui dinding tabung reaksi tambahkan 5 tetes larutan yodium
c. diamkan hingga larutan yodium berbentuk cincin
d. diamati warna pada cincin larutan yodium tersebut dan catat hasilnya
2. metode fauchet
a. diisi tabung reaksi dengan 5ml urin
b. tambahkan larutan Barium Chlorida 10% (BaCL) sebanyak 2ml
c. tambahkan 2 tetes Ammonium Sulfat kemudian didiamkan selama 5 menit
d. kemudian saring urin tersebut dengan menggunakan kertas saring
e. endapan yang terdapat diatas kertas saring ditambahkan 2-4 tetes larutan
fauchet
f. amati perubahan warna yang terjadi
g. positif bila terjadi perubahan warna hijau atau biru

E. PASCA ANALITIK
Hasil:
hasilnya negative karena tidak terdapat cincin (metode cincin yodium)

Kesimpulan
hasilnya negative dikarenakan yodium yang mengoksidasi bilirubin menjadi senyawa
biliferdin yang berwarna hijau tidak ditemukan

PRAKTIKUM VI
UROBILINOGEN URINE METODE ERLICH
A. TUJUAN
Untuk mengetahui ekskresi urobilinogen

B. DASAR TEORI
Empedu, yang sebagian besar di bentuk dari bilirubin terkonjugasi mencapai
area duodenum, tempat bakteri usus mengubah bilirubin menjadi urobilinogen. sejumlah
besar urobilinogen berkurang di feses, sejumlah besar kembali ke hati melalui lairan
darah disini urobilinogen diproses ulang menjadi empedu, dan kira-kira sejumlah 1% di
ekskresikan oleh ginjal ke dalam urine.
ekskresi urobilinogen ke dalam urine kira-kira 1-4 mg/24 jam. ekskresi mencapai
kadar puncak antara jam 14.00-16.00 karena itu dianjurkan pengambilan sampel
dilakukan pada jam-jam tersbut.

C. PRA ANALITIK
Alat:
 Tabung reaksi
 Pipet tetes
 Pipet ukuran 5 ml
 Rak tabung reaksi
Bahan:
 Urine
 Reagen ehrilch

D. ANALITIK
Prosedur kerja:
1. Masukan 5 ml urine kedalam tabung reaksi
2. Tambahkan 1 ml reagen ehrilch, homogenkan biarkan selama 5 menit
3. Baca hasil, dilihat dari atas tabung dengan sikap vertical dan dasar tabung di alasi
dengan kertas putih
 Jika terbentuk warna merah : positif
 Jika tidak terbentuk warna merah : negative

E. PASCA ANALITIK
Hasil
Diamati perubahan warna urine menjadi warna merah ketika di tambahkan reagen erlich
dan diamkan selama 5 menit.

Kesimpilan
berdasarkan pemeriksaan ini hasil yang diperoleh hasilnya positive urobilinogen sampel
berubah warna menjadi warna mewah setelah di tambahakan reagen erlich dan
diamkan selama 5 menit

PRAKTIKUM VII
MIKROSKOPIS URINE
A. TUJUAN
Untuk mengetahui adanya kelainan pada ginjal dan saluran kemih serta berat ringanya
penyakit.
B. DASAR TEORI
Pemeriksaaaan mikroskopik urine yaitu pemeriksaan sedimen urine. ini penting
untuk mengetahui adanya kelainan pada ginjal dan saluran kemih serta berat ringanya
penyakit. urine yang dipakai ialah urin sewaktu yang segar atau urine yang dikumpulkan
dengan pengawet formalin. pemeriksaan sedimen dilakukan dengan memakai lensa
objektif kecil (10x) yang dianamakn lapangan penglihatan kecil atau LPK. selain itu
dipkai lensa objektif besar (40x) yang dinamakn lapangan penglihatan besar atau LPB.
jumlah unsur sedimen bermakna dilaporkan secara kuantitatif, yaitu jumlah rata-rata
LPK untuk silinder dan per LPB untuk eritrosit dan leukosit.

C. PRA ANALITIK
Alat:
 Centrifuge
 Tabung censtrifuge
 pipet tetes
 objek glass
 deck glass
Bahan:
 urine

D. ANALITIK
Prosedur kerja
1. Sampel urine di homogenkan dulu kemudian di pindahkan ke dalam tabung
centrifuge sebnayak 3 ml
2. selanjutnya dipusingkan dengan kecepatan relatif rendah (sekitar 1500-2000 rpm)
selama 5 menit
3. tabung dibalik dengan cepat (decanting) untuk membuat supernatan sehingga
tersisa endapan kira-kira 0,2-0,5 ml
4. endapan diteteskan ke gelass objek dan ditutup dengan cover glass, jika hendak
dicat dengan pewarna stenheimer-malbin, tetesi endapan dengan 1-2 tetes cat
tersebut, kemudian dikocok dan dituang ke objek glass dan di tutup dengan cover
glass, siap untuk diperiksa
5. endapan pertama kali di periksa di bawah mikroskop dengan pembesaran rendah
menggunakan lensa objektif 10x, disebut lapang pandang lemah (LPL) atau
lowpower field (LPF) untuk mengidentifikasi benda-benda seperti silinder dan kertas.
6. selanjutya pemeriksaan dilakukan dengan kekuatan tinggi menggunakan lensa
objektif 40x disebut lapang pandang kuat (LPK) atau high power field untuk
mengidentifikasi sel.
E. PASCA ANALITIK
Hasil:
Dilaporkan Normal + ++ +++ ++++
Eritrosit/LPK 0,3 4-8 8-30 Lebih dari penuh
30
Leukosit/LPK 0,4 5-20 20-50 Lebih dari Penuh
50
Silinder/kristal/LPL 0,1 1-5 5-10 10-30 Lebih dari
30

Kesimpulan
Khusus untuk kristal Ca-oxallate :+ masih dinyatakan normal : ++ dan +++ sudah
dinyatakan abnormal.

PRAKTIKUM VIII
PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS FECES
A. TUJUAN
Untuk mengetahui ada tidaknya protozoa,telur cacing,leukosit,eritrosit,sel
epitel,kristal dan dan sisa makanan di dalam feses secara mikroskopis

B. DASAR TEORI
a. Protozoa
Biasanya didapat dalam bentuk kista,bila konsistensi tinja cair baru didapatkan
bentuk trofozoit
b. Telur cacing
Telur cacing yang mungkin didapat yaitu Ascaris lumbricoides,Necator
americanus,Enterobius vermicularis,Trichuris trichiura,Strongyloides stercoralis dan
sebagainya
c. Leukosit
Dalam keadaan normal dapat terlihat beberapa leukosit dalam seluruh sediaan
pada disentri basiler,kolitis ulserosa dan peradangan didapatkan peningkatan jumlah
leukosit.Eosinofil mungkin ditemukan pada bagian tinja yang berlendir pada
penderita dengan alergi saluran pencernaan
d. Eritrosit
Eritrosit hanya terlihat bila terdapat lesi dalam kolon,rektum atau anus
sedangkan bila lokalisasi lebih proksimal eritrosit telah hancur.Adanya eritrosit dalam
tinja selalu berarti abnormal
e. Epitel
Dalam keadaan normal dapat ditemukan beberapa sel epitel yaitu yang berasal
dari dinding usus bagian distal sel epitelnya berasal dari bagian proksiml yang jarang
terlihat karena sel ini biasanya telah rusak.Jumlah sel epitel bertambah banyak kalau
ada perangsangan atau peradangan dinding usus bagian distal
f. Kristal
Kristal dalam tinja tidak banyak artinya.Dalam tinja normal mungkin terlihat kristal
tripel fosfat,Kristal tripel fosfat dan kalsium oksalat didapatkan setelah memakan
bayam atau stawberi,seangkan kristal asam lemak didapatkan setelah memakan
banyak makan lemak.Sebagian kelainan mungkin dijumpai kristal Charcoat Leyden
Tinja LUGOL Butir-butir amilum dan kristal hematoidin.
g. Sisa makanan
Hampir selalu dapat ditemukan juga pada keadaan normal,tetapi dalam keadaan
tertentu jumlahnya meningkat dihubungkan dengan keadaan abnormal.Sisa
makanan sebagian berasal dari makanan daun-daunan dan sebagian lagi berasal
dari hewan seperti serat otot,serat elastisdan.

C. PRA ANALITIK
Alat:
 Wadah penampung feces
 Kaca objek
 Lidi bersih
Bahan:
 Feses
 Larutan eosin atau lugol
 Asam asetat 10%

D. ANALITIK
Prosedur kerja
1. Pemeriksaan mikroskopis feses dengan menggunakan eosin atau lugol
 Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
 Tetes 1-2 tetes larutan lugol atau eosin diatas kaca objek
 Ambil sedikit feces letakkan diatas kaca objek tag telah ditetesi larutan eosin
atau lugol,kemudian homogenkan
 Amati dibawah mikroskop dengan pembesaran 10x
 Catat hasil
2. pemeriksaan mikroskopis feces dengan larutan asam acetat 10%
 Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
 Tetesi 1-2 tetes larutan asam acetat 10% diatas kaca objek
 Ambil sedikit feces letakkan diatas kaca objek yang telah ditetesi larutan
asam acetat 10%,kemudian homogenkan
 Amati dibawah mikroskop dengan pembesaran 10x
 Catat hasil

F. PASCA ANALITIK
Hasil:

PRATIKUM IX
PEMERIKSAAN MAKROSKOPIS FECES

A. TUJUAN PRAKTIKUM
 Untuk mengetahui jumlah feces
 Melihat keadan dan morfologi feces secara mikroskopis

B. DASAR TEORI
a. Jumlah
Dalam keadaan normal jumlah tinja berkisar antara 100-250gram per
hari.Banyaknya tinja dipengaruhi jenis makanan bila banyak makan sayur jumlah
tinja meningkat
b. Konsistensi
Tinja normal mempunyai konsistensi agak lunak dan bentuk.pada diare
konsistensi menjadi sangat lunak atau cair,sadangkan sebaliknya tinja yang keras
atau skibal didapatkan pada konstipasi.Peragian karbohidrat dalam usus
menghasilkan tinja yang lunak bercampur gas
c. Warna
Tinja normal kuning coklat dan warna ini dapat berubah menjadi lebih tua
dengan terbentuknya urobilin lebih banyak.Selain urobilin warna tinja dipengaruhi
oleh berbagai jenis makanan,kelainan dalam saluran pencernaan dan obat yang
dimakan.Warna kuning dapat disebabkan karena susu,jagung,lemak dan obat
santonin.Tinja berwarna hijau dapat disebabkan oleh sayuran yang mengandung
khlorofil atau pada bayi yang baru lahir disebabkan oleh bilverdin dan prophyrin
dalam mekonium.Tinja yang berwarna merah mudah dapat disebabkan oleh
perdarahan yang segar dibagian distal,mungkin pula oleh makanan seperti bit atau
tomat.Warna coklat mungkin disebabkan adanya perdarahan dibagian proksimal
saluran pencernaan atau karena makanan seperti coklat,kopi dll.Warna coklat tua
disebabkan oleh urobilin yang berlebihan seperti pada anemia hemolitik.Sedangkan
warna hitam dapat disebabkan obat yang mengandung besi,arang atau bismuth dan
mungkin juga oleh melena
d. Bau
Indol.skatol dan asam butirat menyebabkan bau norma pada tinja.Bau busuk
didapatkan jika dalam usus terjadi pembusukn protein yang tidak dicerna dan
dirombak oleh kuman.Tinja yang berbau tengik atau asam disebabkan oleh peragian
gula yang tidak dicerna seperti pada diare
e. Darah
Adanya darah dalam tinja dapat berwarna merah muda,coklat atau hitam.Darah
terdapat diluar tinja atau bercampur dengan tinja.Pada perdarahan proksimal saluran
pencernaan darah akan bercampur dengan tinja dan warna menjadi
hitam.Sedangkan pada perdarahan dibagian dital saluran pencernaan darah
terdapat dibagian luar tinja yang berwarna merah muda yang dijumpai pada
hermoroid atau karsinoma rektum
f. Lendir
Dalam keadaan normal didapatkan sedikit sekali lendir dalam tinja.Terdapatnya
lendir yang banyak berarti ada rangsangan atau radang pada dinding usus.Kalau
lendir hanya dapat dibagian luar tinja lokalisasi iritasi itu mungkin terletak pada usus
besar sedangkan bila lendir bercampur baur dengan tinja mungkin sekali iritasi
terjadi pada usus halus.pada disentri,intususepsi dan ileokolitis bisa didapatkan
lendir saja tanpa tinja
g. Parasit
Diperiksa pula adanya cacing ascaris,anylostoma dll yang mungkin didapatkan
dalam tinja

C. PRA ANALITIK
Alat:
 Wadah penampung
 Timbangan
 Cawan petri
Bahan:
 Feses

D. ANALITIK
Prosedur kerja
1. Pemeriksaan jumlah fesces
 Disiapkan alat dan bahan yang digunakan
 Letakkan feces kedalam cawan petri
 Kemudian timbang feces
 Catat jumlah feces
 Nilai normal feces : 100-250 gram
2. Pemeriksaan makroskopis feces
a. Pemeriksaan warna feces
 Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan
 Letakkan feces kedalam cawan petri
 Perhatikan warna feces
 Catat hasilnya
 Warna Normal Feces : kuning sampai kecoklatan
b. Pemeriksaan bau feces
Catat hasilnya
 Bau Normal feces : Bau khas
c. Pemeriksaan konsistensi feces
 Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan
 Letakkan feces kedalam cawan petri
 Perhatikan konsistensi feces
 Catat hasilnya
 konsistensi feces normal : lunak dan berbentuk seperti buah
pisang
d. Pemeriksaan darah pada feces
 Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan
 Letakkan feces kedalam cawan petri
 Perhatikan darah pada feces
 Catat hasilnya
e. Pemeriksaan lendir pada feces
 Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan
 Letakkan feces kedalam cawan petri
 Perhatikan lendir pada feces
 Catat hasilnya
f. Pemeriksaan parasit pada feces
 Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan
 Letakkan feces kedalam cawan petri
 Perhatikan parasit pada feces
 Catat hasilnya

E. PASCA ANALITIK
Hasil:
1. Jumla feces Nilai Normal : 100-259 gram
2. volume feces : Normal
3. Warna normal feces : Kuning sampai Kecoklatan
4. Bau Normal : Bau Khas
5. Konsistensi feces : Lunak
6. Darah : tidak ada
7. Lendir : tidak ada
8. Parasit : tidak di temukan

Kesimpulan:
Pada pengamatan makroskopis di dapatkan feses tidak berbau busuk atau
asam, konsistensi agak lunak, tidak berlendir, dan tidak ditemukan adanya campuran
darah atau parasit
KIMIA DARAH

PRAKTIKUM I
PEMERIKSAAN CHOLESTEROL
Tujuan Praktikum :
Test in vitro untuk penentuan secara kuantitatif cholesterol dalam
serum dan plasma manusia. Hasil harus selalu di interpretasikan
dengan gambaran klinis
Metode : Metode trinder (CHOD – PAP)
Prinsip Pemeriksaan :
Cholesterol ester dihidrolisa oleh cholesterol esterase menjadi
cholesterol bebas dan asam lemak. Cholesterol bebas akan dioxidasi
oleh cholesterol oxidase menjadi cholest-4-en-3-one dan hidrogen
peroksida. Hidrogen peroksida yang terbentuk dengan adanya
peroksidase bereaksi dengan hydrosibenzoat (HBA daan 4-
aminophenazone) membentuk warna merah. Intensitas warna yang
terbentuk diukur dan proporsioanl dengan konsentrasi cholesterol dalam
sampel.
Dasar Teori :
Kolesterol adalah gemuk Berwarna kekuningan berbentuk seperti
lilin yang disiapkan oleh tubuh manusia, Terutama di dalam tuas (hati).
Kolesterolter bentuk secara alamiah. Dari segi empat ilmu kimia,
kolesterol merupakan senyawa gemuk kompleks yang dihasilkan oleh
tubuh dengan bermacam-macam fungsi, antara berbaring untuk
membuat hormon seks,hormon korteks adrenal, vitamin D, dan untuk
membuat garam empedu yang membantu usus untuk menyerap gemuk.
Jadi kapan takarannya pas atau normal, kolesterol adalah gemuk yang
menghadiri penting dalam tubuh. Namun,jika terlalu banyak, kolesterol
dalam AlIran darah sebenarnya berbahaya bagitubuh (Nilawati, 2008).
Kolesterol merupakan satu-satunya steroid yang ada dalam
konsentrasi yang bisa dinilai di seluruh tubuh, kolesterol sebagian
disintesis secara endogen dari asetil Ko-A melalui ß-hidroksi, ß metil
glutamil Ko-A, dan sebagian besar diproduksi oleh hepar. Mengonsumsi
makanan yang mengandung kolesterol tinggi berisiko meningkatkan
kadar kolesterol darah atau hiperkolesterolemia. Kenaikan kolesterol
darah sangat berhubungan dengan terjadinya penyakit jantung.
Pemeriksaan kadar kolesterol total menggunakan serum darah
seringkali mendapatkan kesulitan karena volume darah yang tidak
mencukupi atau kondisi serum yang lisis akibat pengambilan yang
kurang tepat. Kondisi sampel yang tidak baik tentu akan mempengaruhi
hasil pemeriksaan, oleh karena itu apabila hal itu terjadi, pemeriksaan
kolesterol dapat menggunakan sampel plasma EDTA. Penggunaan
plasma biasanya digunakan dalam pemeriksaan karena menghemat
waktu yaitu sampel plasma dapat disentrifuge langsung tanpa
menunggu sampel menggumpal dan tidak seperti serum, perlu
menunggu sampai koagulasi selesai dengan volume minimal darah lebih
sedikit dan yang diperlukan untuk pembuatan plasma, akan tetapi
penambahan antikoagulan yang dapat mengganggu beberapa analitis
yaitu dapat mempengaruhi hasil.
Kolesterol darah salah satu faktor penting yang memberikan
tanda – tanda paling jelas akan timbulnya penyakit jantung. Semakin
tinggi kadar kolesterol dalam darah, semakin besar pula resiko kematian
sebagai akibat pengerasan pembuluh darah coroner. Kadar kolesterol
yang diinginkan adalah < 200 mg/dl, resiko sedang 200 – 240 mg/dl dan
resiko tinggi 240 mg/dl. kolesterol dihubungkan dengan metabolisme
lipid dan merupakan sumber untuk sintesa hormon steroid. Kolesterol
diserap dari usus dan masuk ke dalam aliran darah dalam bentuk
kilomikron. Setelah kilomikron melepaskan trigliserida, sisa kilomikron
akan membawa kolesterol menuju hati. Hati sendiri juga memproduksi
kolesterol. Sebagian kolesterol diekskresikan ke dalam empedu sebagai
asam kolat atau asam kenodeosikolat (asam empedu) atau sering
disebut kolesterol yang tak berubah.
Pemeriksaan kolesterol total dapat digunakan plasma atau
serum pasien. Plasma adalah cairan kekuningan yang masih
mengandung fibrinogen, faktor pembekuan dan protrombin karena
adanya penambahan antikoagulan sedangkan serum adalah bagian
darah yang tersisa setelah darah membeku.Pembekuan mengubah
semua fibrinogen menjadi fibrin dengan menghabiskan faktor VIII, V dan
protrombin. Faktor pembekuan lain dan protein yang tidak ada
hubungannya dengan hemostasis tetap ada dalam serum dengan kadar
sama seperti dalam plasma. Bila proses pembekuan tidak normal serum
mungkin masih mengandung sisa fibrinogen, produk perombakan
fibrinogen atau protrombin yang tidak diubah.
Pra analitik :
- Persiapan pasien : tidak ada persiapan khusus
- Persiapan sampel : darah vena
Alat :
 Sentrifus
 Spektofotometer
 Tabung reaksi
 Mikropipet
 Tip kuning
 Tip biru
 Tabung vakum (tutp merah)
 Jarum vakum
 Holder
Bahan:
 Serum
 Reagaen Cholesterol
 Standart Cholesterol

Analitik :
- Lakukan pengambilan darah vena dengan menggunakan jarum
vakum, holder dan tabung vakum
- Kemudian darah yang telah masuk ke dalam tabung vakum di
sentrifus selama 5 menit, sentrifus bertujuan untuk memisahkan
serum dan darah
- Pipet kedalam kuvet dengan volume berikut :

Pasca Analitik :
Hasil : 124 mg/dl

Kesimpulan :
Jadi dari pemeriksaan cholesterol didapatkan hasil yaitu 124
mg/dl sehingga dapat disimpulkan kadar cholesterol pasien masih dalam
keadaan batas normal (>200)

PRAKTIKUM II
PEERIKSAAN URID ACID
Tujuan Praktikum :
Test in vitro untuk penentuan secara kuantitatif uric acid dalam
serum dan plasma manusia. Hasil harus selalu di intrepretasikan
dengan gambaran klinis.
Metode : Enzimatik
Prinsip Pemeriksaan :
Uric acid dikonversikan oleh uricase menjadi allantoin dan
peroksidase, yang mana dibawah pengaruh katalitik peroksidase (POD),
senyawa oxidator, bereaksi dengan 4-aminophenazone dan 3,5-
dichlorophenol-sulphonate membentuk senyawa berwarna merah.
Intensitas warna yang terbentuk diukur dan proporsional dengan
konsentrasi uric acid dalam sampel.
Dasar Teori :
Asam urat adalah produk akhir atau produk buangan yang
dihasilkan dari metabolisme/pemecahan purin. Asam urat sebenarnya
merupakan antioksidan dari manusia dan hewan, tetapi bila dalam
jumlah berlebihan dalam darah akan mengalami pengkristalan dan
dapat menimbulkan gout. Asam urat mempunyai peran sebagai
antioksidan bila kadarnya tidak berlebihan dalam darah, namun
bila kadarnya berlebih asam urat akan berperan sebagai prooksidan.
Kadar asam urat dapat diketahui melalui hasil pemeriksaan darah dan
urin.
Walaupun asam urat di filtrasi oleh glomerulus dan disekresikan
oleh tubulus distal ke dalam urin, sebagian besar asam urat direabsorpsi
di tubulus proksimal. Pada kadar yang tinggi, asam urat akan disimpan
pada persendian dan jaringan, sehingga menyebabkan inflamasi.
Protein yang berasal dari diet atau kerusakan jaringan dipecah menjadi
adenosin dan guanin untuk selanjutnya akan dikonversi menjadi asam
urat di dalam hati.
Asam urat diangkut dalam plasma dari hati ke ginjal. Di dalam
ginjal, asam urat akan di filtrasi oleh glomerulus. Sekitar 98-100% asam
urat direabsorpsi di tubulus proksimal setelah melewati filtrasi
glomerulus. Sebagian kecil asam urat akan disekresikan oleh tubulus
distalis ke dalam urin. Eliminasi asam urat sekitar 70% dilakukan oleh
ginjal, selebihnya akan didegradasi oleh bakteri di dalam traktus
gastrointestinal. Asam urat akan dioksidasi menjadi allantoin.
Peningkatan kadar asam urat plasma ditemukan pada pasien
dengan kemoterapi yang menderita penyakit proliferatif seperti
leukemia, limfoma, multiple myeloma, dan polycythemia. Pemantauan
kadar asam urat pada pasien ini penting untuk mencegah
nefrotoksisitas. Obat allopurinol digunakan sebagai terapi karena dapat
menghambat enzim xanthine oxidase yang berperan dalam sintesis
asam urat.
Pemeriksaan asam urat tidak spesifik sebagai indikator fungsi
ginjal karena banyak faktor yang mempengaruhinya. Pasien dengan
anemia hemolitik atau megaloblastik juga mengalami peningkatan asam
urat. Keadaan hiperurisemia biasa dijumpai pada preeklampsi dan
asidosis laktat. Keadaan hipourisemia lebih sedikit dibandingkan dengan
hiperurisemia.
Salah satu metode pemeriksaan yang dipergunakan untuk
memeriksa asam urat adalah metode caraway. Metode ini
menggunakan reaksi oksidasi asam urat yang dilanjutkan reduksi asam
fosfotungstat pada suasana alkali menjadi tungsten blue. Metode yang
menggunakan enzim uricase yang mengkatalisis oksidasi asam urat
menjadi allantoin. Perbedaan absorbansi sebelum dan sesudah inkubasi
dengan enzim uricase sebanding dengan kadar asam urat.
Bahan pemeriksaan untuk asam urat berupa heparin plasma,
serum, dan urin. Diet akan mempengaruhi kadar asam urat. Bahan
pemeriksaan yang lipemik, ikterik, hemolisis dapat menghambat kerja
enzim, sehingga menurunkan kadar asam urat pada pemeriksaan kadar
asam urat yang menggunakan enzim. Obat-obatan seperti salisilat dan
thiazide akan meningkatkan kadar asam urat karena menghambat
ekskresi dan meningkatkan reabsorpsi asam urat di tubulus proksimal
ginjal.
Pra analitik :
- Persiapan pasien : tidak ada persiapan khusus
- Persiapan sampel : darah vena
Alat :
 Sentrifus
 Spektofotometer
 Tabung reaksi
 Mikropipet
 Tip kuning
 Tip biru
 Tabung vakum (tutp merah)
 Jarum vakum
 Holder
Bahan:
 Reagaen Cholesterol
 Standart Cholesterol
 Serum

Analitik
- Lakukan pengambilan darah vena dengan menggunakan jarum
vakum, holder dan tabung vakum
- Kemudian darah yang telah masuk ke dalam tabung vakum di
sentrifus selama 5 menit, sentrifus bertujuan untuk memisahkan
serum dan darah
- Pipet kedalam kuvet dengan volume berikut :
Pasca Analitik
Hasil : 3,9 mg/dl
Kesimpulan :
Jadi dari pemeriksaan uric acid didapatkan hasil yaitu 3,9 mg/dl
sehingga dapat disimpulkan kadar uric acid pasien masih dalam
keadaan batas normal (u/perempuan 2,4 – 5,7 mg/dl)
PRAKTIKUM III
PEMERIKSAAN UREA
Tujuan Praktikum :
Test in vitro untuk penentuan secara kuantitatif urea dalam serum
dan plasma manusia. Hasil harus selalu di intrepretasikan dengan
gambaran klinis.
Metode : Enzymatic (Urease) UV
Prinsip Pemeriksaan :
Dengan adanya urease, urea dihidrolisa menjadi ion ammonium
dan carbon dioxida. Dengan adanya Glutamat-dehidrogenase (GLDH),
amonium yang diproduksi bereaksi dengan αketoglutarat dan NADH
membentuk glutamat dan NAD. Konsumsi NADH pada waktu tertentu,
diukur pada 340 nm proporsional dengan konsentrasi urea dalam
sampel.
Dasar Teori :
Ureum merupakan hasil akhir metabolisme protein. Berasal dari
asam amino yang telah dipindah amonianya di dalam hati dan mencapai
ginjal, dan diekskresikan rata-rata 30 gram sehari. Kadar ureum darah
yang normal adalah 30 mg setiap 100 cc darah, tetapi hal ini tergantung
dari jumlah normal protein yang dimakan dan fungsi hati dalam
pembentukan ureum.
Pemeriksaan ureum merupakan pemeriksaan fungsi ginjal
dengan test urea secara kinetika enzimatis dan menginterpresentasikan
hasil pemeriksaan yang diperoleh. Ureum dapat dijadikan salah satu
parameter kerusakan ginjal karena merupakan hasil akhir metabolisme
protein didalam hati, dimana ammonia bereaksi dengan karbon dioksida
(CO2) hasil respirasi sel dalam tubuh akan menghasilkan ureum yang
mencapai ginjal dan dieksresi rata-rata 30 gram sehari.
Ureum dapat diukur dari bahan pemeriksaan plasma, serum,
ataupun urin. Jika bahan plasma harus menghindari penggunaan
antikoagulan natrium citrate dan natrium uoride, hal ini disebabkan
karena citrate dan uoride menghambat urease. Ureum urin dapat
dengan mudah terkontaminasi bakteri. Hal ini dapat diatasi dengan
menyimpan sampel di dalam refrigerator sebelum diperiksa.
Peningkatan ureum dalam darah disebut azotemia. Kondisi gagal ginjal
yang ditandai dengan kadar ureum plasma sangat tinggi dikenal dengan
istilah uremia. Keadaan ini dapat berbahaya dan memerlukan
hemodialisis atau tranplantasi ginjal.
Pada pemeriksaan ureum metode yang sering digunakan oleh
laboratorium klinik adalah metode berdasarkan reaksi enzimatik. Suatu
reaksi enzimatik dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pH atau
keasaman, konsentrasi enzim, substrat dan kofaktor, inhibitor enzim.
Pada reagen kerja terdapat substrat. Dimana lama penyimpanan akan
mempengaruhi bentuk substrat, sehingga pada proses pencampuran
antara reagen kerja dan sampel serum tidak terjadi pengikatan yang
sempurna antara substrat dan enzim. Ketidaksempurnaan reaksi antara
reagen dan serum berakibat Kemudian amonia bebeaksi dengan alkali
hipoklorit dan sodium salisIlat dengan adanya sodium nitropusid
membentuk warna kompleks berwarna hijau, intensitas warna yang
terbentuk sebanding dengan kadar ureum dalam sampel, dan dibaca
pada s`ektrofotometer 5010 dengan panjang gelombang 546 nm.
Pra analitik :
- Persiapan pasien : tidak ada persiapan khusus
- Persiapan sampel : darah vena
Alat:
 Sentrifus
 Spektofotometer
 Tabung reaksi
 Mikropipet
 Tip kuning
 Tip biru
 Tabung vakum (tutp merah)
 Jarum vakum
 Holder
Bahan:
 Reagaen urea
 Standart urea
Analitik
- Lakukan pengambilan darah vena dengan menggunakan jarum
vakum, holder dan tabung vakum
- Kemudian darah yang telah masuk ke dalam tabung vakum di
sentrifus selama 5 menit, sentrifus bertujuan untuk memisahkan
serum dan darah
- Pipet kedalam kuvet dengan volume berikut :

Pasca Analitik :
Hasil : 92 mg/dl
Kesimpulan :
Jadi dari hasil pemeriksaan ureum pasien didapatkan hasil yaitu
92mg/dl sehingga dapat disimpulkan bahwa kadar ureum pasien
tersebut melebihi batas normal (10-50 mg/dl), hal yang mempengaruhi
pemeriksaan kadar ureum yaitu cara pemipetan, suhu ruangan, waktu
inkubasi, kondisi sampel (lipemik, ikterik, hemolisis) serta yang
mempengaruhi peningkatan kadar ureum yaitu : Penyebab Prerenal :
katabolisme Protein menungkat, Renal : Gagal Ginjal akut, Pasca
Renal : Penyumbatan saluran ureter dan faktor-faktor yang
mepengaruhi temuan laboratorium untuk pemeriksaan ureum yaitu :
Status dehidrasi dari penderita harus diketahui, Diet rendah Protein,
dan Pengaruh obat.

PRAKTIKUM IV
PEMERIKSAAN CREATININ
Tujuan Praktikum :
Test in vitro untuk penentuan secara kuantitatif Creatinine
dalam serum dan plasma manusia. Hasil harus selalu di intrepretasikan
dengan gambaran klinis.
Metode : Colorimetrik
Prinsip Pemeriksaan :
Jaffe adalah yang pertama kali menerangkan reaksi antara
creatinine dengan larutan alkaline pikrat, dengan terbentuknya senyawa
berwarna. Kemudian metode yang digunakan ini telah dimodifikasi dan
modifikasi spesifisitasnya. Creatinine bereaksi dengan alkaline pikrat,
membentuk warna yang diukur pada 500 – 520 nm. Perubuahan warna
proporsional dengan konsentrasi Creatinin.
Dasar Teori :
Kreatinin merupakan hasil pemecahan kreatin fosfat otot,
diproduksi oleh tubuh secara konstan tergantung massa otot. Kadar
kreatinin berhubungan dengan massa otot, menggambarkan perubahan
kreatinin dan fungsi ginjal. Kadar kreatinin relatif stabil karena tidak
dipengaruhi oleh protein dari diet. Ekskresi kreatinin dalam urin dapat
diukur dengan menggunakan bahan urin yang dikumpulkan selama 24
jam.
The National Kidney Disease Education Program merekomendasi
kan penggunaan serum kreatinin untuk mengukur kemampuan filtrasi
glomerulus, digunakan untuk memantau perjalanan penyakit ginjal.
Diagnosis gagal ginjal dapat ditegakkan saat nilai kreatinin serum
meningkat di atas nilai rujukan normal. Pada keadaan gagal ginjal dan
uremia, ekskresi kreatinin oleh glomerulus dan tubulus ginjal menurun.
Kadar kreatinin tidak hanya tergantung pada massa otot, tetapi
juga dipengaruhi oleh aktivitas otot, diet, dan status kesehatan.
Penurunan kadar kreatinin terjadi pada keadaan glomerulonefritis,
nekrosis tubuler akut, polycystic kidney disease akibat gangguan fungsi
sekresi kreatinin. Penurunan kadar kreatinin juga dapat terjadi pada
gagal jantung kongestif, syok, dan dehidrasi, pada keadaan tersebut
terjadi penurunan perfusi darah ke ginjal sehingga makin sedikit pula
kadar kreatinin yang dapat di filtrasi ginjal.
Kadar kreatinin serum sudah banyak digunakan untuk mengukur
fungsi ginjal melalui pengukuran glomerulus filtration rate (GFR).
Rehbeg menyatakan peningkatan kadar kreatinin serum antara 1,2–2,5
mg/dL berkorelasi positif terhadap tingkat kematian pasien yang diteliti
selama 96 bulan. Pada beberapa penelitian mengevaluasi adanya
hubungan positif antara penyakit kardiovaskuler dengan peningkatan
kadar kreatinin serum. Pasien dengan nilai kreatinin 1,5 mg/dL atau
memiliki faktor risiko dua kali lebih besar dibandingkan pasien dengan
nilai kreatinin kurang dari 1,5 mg/dL untuk mengalami gangguan
kardiovaskuler.
Kadar kreatinin berada dalam keadaan relatif konstan, sehingga
menjadikannya sebagai penanda filtrasi ginjal yang baik. Kadar
kreatinin yang dipergunakan dalam persamaan perhitungan memberikan
pengukuran fungsi ginjal yang lebih baik, karena pengukuran klirens
kreatinin memberikan informasi mengenai GFR. Kreatinin merupakan
zat yang ideal untuk mengukur fungsi ginjal karena merupakan produk
hasil metabolisme tubuh yang diproduksi secara konstan, di filtrasi oleh
ginjal, tidak direabsorbsi, dan disekresikan oleh tubulus proksimal.
Kreatinin serum laki-laki lebih tinggi daripada perempuan karena massa
otot yang lebih besar pada laki-laki.
Kreatinin dapat diukur dari plasma, serum, atau urin. Bahan
pemeriksaan yang hemolisis dan ikterik harus dihindari jika
menggunakan metode Jaffe. Bahan pemeriksaan yang lipemik dapat
mengganggu perubahan warna yang terjadi saat reaksi berlangsung.
Tidak diperlukan puasa untuk pemeriksaan kreatinin karena tidak
dipengaruhi oleh diet protein. Asam askorbat, glukosa, α-ketoacid, dan
asam urat meningkatkan kadar kreatinin jika menggunakan metode
Jaffe karena perubahan warna yang dihasilkan semakin tua. Bilirubin
menurunkan kadar kreatinin pada pemeriksaan metode jaffe ataupun
enzimatik. Asam askorbat juga dapat mengganggu metode enzimatik
yang menggunakan enzim peroksidase. Pada pasien yang meminum
antibiotik sefalosporin dapat menyebabkan pe-ningkatan kadar kreatinin
palsu pada metode Jaffe. Dopamine juga memberikan peningkatan
palsu kadar kreatinin baik pada metode Jaffe ataupun enzimatik.
Pra Analitik
- Persiapan pasien : tidak ada persiapan khusus
- Persiapan sampel : darah vena
Alat:
 Sentrifus
 Spektofotoeter
 Tabung reaksi
 Mikropipet
 Tip kuning
 Tip biru
 Tabung vakum (tutp merah)
 Jarum vakum
 Holder
Bahan:
 Reagaen kreatini
 Standart kreatini
 Serum
Analitik
- Lakukan pengambilan darah vena dengan menggunakan jarum
vakum, holder dan tabung vakum
- Kemudian darah yang telah masuk ke dalam tabung vakum di
sentrifus selama 5 menit, sentrifus bertujuan untuk memisahkan
serum dan darah
- Pipet kedalam kuvet dengan volume berikut :

Pasca Analitik :
Hasil : 5,4 mg/dl

Kesimpulan :
Jadi dari hasil pemeriksaan kreatinin pasien didapatkan hasil
yaitu 5,4 mg/dl sehingga dapat disimpulkan bahwa kadar kreatinin
pasien tersebut tinggi melebihi batas normal (0,8 - 1,4 mg/dl), hal yang
mempengaruhi pemeriksaan kadar kreatinin yaitu cara pemipetan,
suhu ruangan, waktu inkubasi, kondisi sampel (lipemik, ikterik,
hemolisis) serta yang mempengaruhi kadar kreatinin dalam darah,
diantaranya : Perubahan massa otot, Diet kaya daging meningkatkan
kadar kreatinin sampai beberapa jam setelah makan, Aktifitas fisik
yang berlebihan dapat meningkatkan kadar kreatinin dalam darah,
Obat – obatan seperti sefalosporin, aldacton, aspirin, dan co-
trimexazole dapat mengganggu sekresi kreatinin sehingga
meninggikan kadar kreatinin dalam darah, Kenaikan sekresi tubulus
dan dekstruksi kreatinin internal dan Usia dan jenis kelamin. Serta
Pada orang tua kadar kreatinin lebih tinggi dari pada orang muda, serta
pada laki-laki kadar kreatinin lebih tinggi daripada pada wanita.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Urinalisis perlu untuk mengetahui kondisi klinis melalui sifat fisisk, visual, dan zat
yang tarkandung dalam urine, sampel urine yang telah dianalisis termasuk dalam urine
normal, dengan didukung oleh data hasil uji fisik dan uji kualitatif menunjukan bahwa
sampel urine tidak mengandung protein dan glukosa akan tetapi mengandung keton
yang ditunjukan hasil positive pada uji rothera, uji fisik urine sampel juga dalam kisaran
urine normal, sehingga menunjukan bahwa probandus tidak menderita kelainan atau
penyakit (terutama pada ginjal )

B. SARAN
Agar praktikum bisa berjalan dengan lancar kita harus melakukan dengan baik
dengan cara mengikuti syarat-syarat yaitu memakai APD lengkap, mengikuti aturan
yang didalam laboratorium.
DOKUMENTASI

1. Pemeriksaan urin

2. Penentuan Reduksi Urin Dengan Metode Benedict

3. Pemeriksaan protein urin

4. Pemeriksaan bilirubin urin


5. Pemeriksaan urine urobilinogen metode erlich dan urine mikroskopis

6. pemeriksaan feses makroskopis dan mikroskopis

7. pemeriksaan urid acid


8. Pemeriksaan urea

9. Pemeriksaan creatinin

Anda mungkin juga menyukai