Anda di halaman 1dari 19

Laporan Praktikum

PEMERIKSAAN URINE TERHADAP PROTEIN

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Biokimia


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga laporan praktikum
yang berjudul “PEMERIKSAAN URINE TERHADAP PROTEIN” dapat
tersusun dengan baik dan dapat disajikan dengan baik.

Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan maupun pengkajiannya masih


banyak kekurangan dan kelemahannya. Oleh karena itu, kritik dan saran dari
berbagai pihak yang sifat-sifatnya membangun sangat penulis harapkan demi
untuk perbaikan di masa yang akan datang.

Demi kelancarannya mengerjakan tugas ini kami ucapkan terima kasih kepada
kedua orang tua kami yang telah memberikan motivasi dan semua teman – teman
yang ikut membantu dalam penyusunan makalah ini.

Semoga Allah Swt senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada


kita semua, dan mudah-mudahan laporan ini dapat bermanfaat bagi penyusun
khususnya dan para pembaca.

Pare, 30 Desember 2018

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................... i

KATA PENGANTAR......................................................................... ii

DAFTAR ISI........................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.......................................................................... 1

1.2 Tujuan....................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Urin........................................................................................... 3

2.2 Protein Urin............................................................................... 5

BAB III METODE PENGAMATAN

3.1 Waktu dan Tempat.................................................................... 11

3.2 Alat............................................................................................ 11

3.3 Bahan......................................................................................... 11

3.4 Prosedur Kerja........................................................................... 12

BAB 1V HASIL dan PEMBAHASAN

4.1 Hasil.......................................................................................... 13

4.2 Pembahasan............................................................................... 13

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan............................................................................... 15

5.2 Saran.......................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA

Lampiran

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Urine merupakan salah satu bentuk ekskresi limbah metabolisme
yang terjadi dalam tubuh. Limbah metabolisme ini harus dikeluarkan dari
tubuh, karena beberapa diantaranya bersifat racun dan membahayakan
bagi tubuh.Karena media angkut atau transportasi yang ada didalam tubuh
adalah darah, maka limbah metabolismepun diangkut dari berbagai
jaringan ke alat ekskresi oleh darah, tercampur dengan senyawa lain yang
bukan limbah metabolisme. Oleh karenanya sebelum dikeluarkan dari
tubuh tentunya harus diseleksi dulu mana yang limbah metabolisme dan
mana yang bukan.
Organ utama dalam tubuh yang berperan dalam menyeleksi limbah
metabolisme dari senyawa yang masih bermanfaat bagi tubuh adalah
ginjal. Darah yang masuk kedalam ginjal pertama kali akan disaring dulu
agar molekul yang besar dan bermanfaat bagi tubuh seperti protein, dan
sel-sel darah tidak ikut keluar. Kemudian cairan filtrat yang telah
menerobos lewat saringan diseleksi lagi. Senyawa-senyawa yang masih
berguna bagi tubuh seperti glukosa mineral diserap kembali kedalam
darah, sisanya betul-betul limbah metabolisme dibuang bersama cairan
filtrat tadi menjadi urine.
Dengan demikian pemeriksaan urine akan memberi arti yang
penting, karena disamping mengetahui keadaan metabolisme dalam tubuh,
dalam pemeriksaan kadar limbah metabolisme juga dapat untuk
mengetahui fungsi ginjal sebagi penyaring darah serta sebagai penyeleksi.
Misalnya jika didapatkan kebocoran saringan akan ada molekul besar yang
ikut keluar bersama urine, misalnya albumin. Bila ada kenaikan urobilin
berarti ada kelainan dalam metabolisme hemoglobin dan sebagianya.
Dengan demikian pemeriksaan urine mempunyai arti yang amat penting
dalam menentukan ada atau tidaknya kelainan tubuh. Tentu saja

1
pemeriksaan urine bukan satu-satunya pemeriksaan lain yang perlu
dilakukan tergantung dari jenis penyakit yang dicurigai.
1.2 Tujuan Praktikum

1.2.1 Tujuan Umum

1. Memahami arti / pentingnya pemeriksaan urine


2. Memahami cara pemeriksaan urine

1.2.2 Tujuan Khusus

Membedakan hasil pemeriksaan urine normal dengan urine


yang tidak normal

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Urin
Mikturisi (berkemih) merupakan reflex yang dapat dikendaliakan
dan dapat ditahan oleh pusat persarafan yang lebih tinggi dari manusia.
Gerakannya oleh kontraksi otot abdominal yang menambah tekananan di
dalam rongga dan berbagi organ yang menekan kandung kemih membantu
mengosongkannya. Rata-rata dalam satu hari 1-2 liter, tetapi berbeda
sesuai dengan jumlah cairan yang masuk. Warnanya bening orange, pucat
tanpa endapan, baunya tajam, reaksinya sedikit asam terhadap lakmus
dengan pH rata-rata 6 (Drs.H.Syaifuddin,AMK;2006).

2.1.1 System perkemihan


System urinaria adalah suatu system tempat terjadinya proses
penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak
dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan
oleh tubuh. Zat-zat yang dipergunakan oleh tubuh larut dalam air dan
dikeluarkan berupa urin atau air kemih (Lidia Widia,2015).

2.1.2 Mekanisme pemebentukan urine


Setiap hari kira-kira 160 liter darah masuk ke dalam ginjal melalui arteri
renalis. Nefron membersihkan plasma dari zat yang tidak diperlukan, yaitu
zat hasil akhir metabolisme misalnya urea, kreatinin, asam urat dan ion
natrium, kalium dan hidrogen yang cenderung bertumpuk dalam jumlah
berlebihan dan perlu dikeluarkan oleh ginjal.
Ada 4 tahap pembentukan urine :
a. filtrasi
proses ini terjadi di glomerulus. Cairan yang tersaring ditampung oleh
simpai bowman. Cairan tersebut tersusun oleh urea, glukosa, air, ion-

3
ion anorganik seperti natrium, kalium, kalsium, dan klor. Darah dan
protein tetap tinggal di dalam kalpiler darah karena tidak dapat
menembus pori-pori glomerulus. Cairan yang tertampung di simpai
bowman disebut urine primer. Selama 24 jam darah yang tersaring
dapat mencapai 170 liter. Penyarinagn di glomerulus atau urine primer,
mengandung asam amino, glukosa, natrium, kalium, dan garam-garam
lainnya.
b. Reabsorbsi
Proses reabsorbsi ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar
glukosa, natrium, klorida, fosfat, dan ion bikarbonat. Prosenya terjadi
secara pasif yang dikenal dengan obligator reabsorbsi terjadi pada
tubulus atas. Sedangkan pada tubulus ginjal bagian bawah terjadi
kembali penyerapan natrium dan ion bikarbonat. Bila diperlukan akan
diserap kembali ke dalam tubulus bagian bawah. Penyerapannya
terjadi secara aktif dikenal dengan reabsorbsi fakultatif dan sisanya
dialirkan pada papila renalis.
c. Sekresi
Sisanya peyerapan urine kembali yang pada tubulus dan diteruskan ke
piala ginjal selanjutnya diteruskan ke ureter masuk vesika urinaria.
d. Augmentasi
Adalah proses penambahan zat sisa dan urea yang mulai terajdi di
tubulus kontortus distal. Urine yang telah terbentuk (urine sekunder),
dari tubulus kontortus distal akan turun menuju saluran pengumpul
(duktus kolektivus), selanjutnya urin dibawa ke pelvis renalis. Dari
pelvis renalis, urin mengalir melalui ureter menuju vesiak urinaria
(kantong kemih) yang merupakan tempat penyimapanan sementra bagi
urin. Jika kantong kemih telah penuh terisi urin, dinding kantong
kemih akan tetekan sehingga timbul rasa ingin buang air kecil. Urin
akan keluar melalui uretra. Komposisi urin yang dikeluarkan meliputi
air, garam, urea, dan sisa substansi lainnya seperti pigmen empedu
yang berfungsi memberi warna dan abu pada urine. Warna urin setiap
orang berbeda dan biasanya dipengaruhi oleh jenis makanan yang

4
dikonsumsi, aktivitas yang dilakukan, ataupun penyakit. Warna normal
urine adalah bening hingga kuning pucat (Rachmawati Novi,2013).
2.1.3 Pemeriksaan Urin
Pemeriksaan urin rutin terdiri dari pengukuran jumlah urin, warna
urin, kejernihan urin, berat jenis urin, pH urin, sedimen urin, protein urin,
glukosa (gula) urin, keton urin, bilirubin urin (Carolina Salim, 2006).

2.2 Protein Urine

2.2.1 Definisi
Protein urine adalah suatu kondisi dimana terlalu banyak protein
dalam urine dari adanya kerusakan ginjal. Ekskresi protein urine normal
hingga 150 mg/hari. Oleh Karen itu, jika jumlah protein dalam urine
menjadi abnormal, maka dianggap sebagai tanda awal penyakit ginjal atau
penyakit sistemik yang signifikan. Jika kadar gula darah tinggi selama
beberapa tahun kerusakan ginjal, maka kemungkinan akan terlalu banyak
albumin akan hilang dari darah. Proteinuria merupakan tanda bahwa ginjal
telah menjadi rusak (Bandiyah, 2009).

2.2.2 Mekanisme Protein Urine


Dinding pembuluh darah dan struktur jaringan yang ada
disekitarnya berperan penting sebagai barrier terhadap melintasnya
makromolekuler seperti globulin dan albumin. Hal ini terjadi karena peran
sel endotel pada kapiler, membran berasal dari glomerulus dan epitel
visceral. Makromolekuler yang melintasi dinding kapiler berbanding
terbalik dengan ukurannya. Hal ini akibat heparin sulfat proteoglikans
yang terdapat pada dinding kapiler glomerulus menyebabkan pengaruh
hambatan negative pada makromolekuler seperti albumin. Adanya proses
peradangan pada glomerulus berakibat perubahan ukuran barrier dan
hilangnya hambatan anionic sehingga terjadilah protein urine.
Mikroglobulin, α mikroglobulin, vasopressin, insulin dan hormon
paratiroid secara bebas melalui filter glomerulus dan selanjutnya

5
diabsorbsi serta dikatabolisme pada tubulus kontortus proksimalis.
Kerusakan pada epitel tubulus proksimalis menyebabkan kegagalan untuk
merabsorbsi protein dengan berat molekul rendah yang selanjutnya keluar
melalui urine (Jeanida, 2010).

2.2.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Protein Urine


a. Kerusakan Ginjal
Protein dalam urin dihasilkan dari kerusakan ginjal. Ketika ginjal
bekerja dengan benar, mereka menyaring produk limbah keluar dari
darah akan tetapi tetap menyimpan unsur penting termasuk albumin.
Albumin adalah protein yang membantu dalam mencegah air bocor
keluar dari darah ke jaringan lain. Protein plasma adalah komponen
penting dari setiap mahkluk hidup. Ginjal berperan sangat penting
dalam retensi protein plasma dengan tubulus ginjal yang berfungsi
mereabsorpsi protein melewati penghalang filtrasi glomerulus
(Bandiyah, 2009).
b. Stress
Sesorang yang stress juga bisa memicu terjadinya hipertensi. Hal
tersebut dikarenakan kinerja kreatinin sebagai pengatur kadar protein
urine akan tidak stabil, sehingga mengakibatkan fungsi ginjal
kesusahan untuk menetralkan protein urine. Untuk menghindari stress
bias dilakukan dengan berbagi masalah kepada sahabat atau orang-
orang terdekat (Bandiyah, 2009).
c. Preeklampsia
Suatu kondisi yang dapat mempengaruhi wanita hamil, termasuk
tekanan darah yang sangat tinggi dan merupakan salah satu penyebab
potensial dari
protein dalam urine.
d. Hipertensi
Hipertensi pada kehamilan adalah suatu penyakit yang sering
dijumpai pada wanita hamil, di situ ditemukan adanya kelainan berupa
peningkatan tekanan darah pada pemeriksaan ibu hamil. Pengukuran

6
tekanan darah sistolik dan diastole berada diatas 140/90 mmHg,
pengukuran sekurang-kurangnya dilakukan dua kali dengan selang
waktu pengukuran 4 jam. Kejadian hipertensi dLm kehamilan cukup
tinggi ialah 5-15%, merupakan satu diantara tiga penyebab mortalitas
(kematian) dan morbiditas (kejadian) ibu bersalin selain infeksi dan
pendarahan. Hal itu dikarenakan angka kejadian yang tinggi dan
penyakit ini mengenai semua lapisan masyarakat. Termasuk, beberapa
waktu terakhir terjadi pada seseorang figure public yang cukup
familiar dan saying sekali nyawanya tidak tertolong.
e. Obat-obatan
Obat-obatan yang dapat mengganggu fungsi ginjal seperti
toksisitas obat aminoglikosida dan toksisitas bahan kimia. stabil,
sehingga mengakibatkan fungsi ginjal kesusahan untuk menetralkan
protein urine. Untuk menghindari stress bias dilakukan dengan
berbagi masalah kepada sahabat atau orang-orang terdekat (Bandiyah,
2009).

2.2.4 Penyebab Protein Urine


a. Penyakit glomerulus: glumerulonefritis, glumeruloskerosis
(diabetes dan hipertensi), deposit amyloid glomerulus.
b. Penyakit tubulus (akibat gangguan reabsorbsi atau protein yang
disaring): nefritis interstisialis kronis, fase poliurik pada nekrosis
tubulus akut, sindrom, fanconi, toksin tubulus.
c. Penyakit non ginjal: demam, olahraga berat, gagal jantung,
proteinuria ortostatik, suatu keadaan yang tidak berbahaya pada
2% remaja dimana terjadi proteinuria dalam posisi tegak namun
tidak saat berbaring.
d. Penyakit saluran kemih: infeksi, tumor, kalkuli.
e. Peningkatan produksi protein yang bias disaring: rantai panjang
immunoglobulin (Protein Bence Jones) pada mieloma,
mioglobinuria, hemoglobinuria.

7
f. Trombosis vena renalis adalah sebab sekaligus akibat dari
proteinuria (Rubenstein, 2007).

2.2.5 Patofisiologi Protein Urine


a. Perubahan permeabilitas glomerulus yang mengikuti peningkatan
filtrasi dari protein plasma normal terutama albumin.
b. Kegagalan tubulus mengabsorbsi sejumlah kecil protein yang
normal difiltrasi.
c. Filtrasi glomerulus dari sirkulasi abnormal, Low Molecular Weight
Protein (LMWP) dalam jumlah melebihi kapasitas reabsorbsi
tubulus.
d. Sekresi yang meningkat dari makuloprotein uroepitel dan sekresi
IgA (Imunoglobulin A) dalam respon untuk inflamasi (Bawazier,
2009). Derajat proteinuria dan komposisi protein pada urine
tergantung mekanisme jejas pada ginjal yang berakibat hilangnya
protein. Sejumlah besar protein secara normal melewati kapiler
glomerulus tetapi tidak memasuki urine. Muatan dan selektivitas
dinding glomerulus mencegah transportasi albumin, globulin dan
protein dengan berat molekul besar lainnya untuk menembus
dinding glomerulus. Jika sawar ini rusak, terdapat kebocoran
protein plasma dalam urine (protein glomerulus). Protein yang
lebih kecil (<20kDal) secara bebas disaring tetapi diabsorbsi
kembali oleh tubulus proksimal. Pada individu normal ekskresi
kurang dari 150 mg/hari dari protein total dan albumin hanya
sekitar 30 mg/hari, sisa protein pada urine akan diekskresi oleh
tubulus (Tamm Horsfall, Imunoglobulin A dan Urokinase) atau
sejumlah kecil β-2 mikroglobulin, apoprotein, enzim dan hormon
peptide (Bawazier, 2009).

2.2.6 Mekanisme Pemeriksaan


Pemeriksaan terhadap protein urin termasuk pemeriksan kimiawi
yang merupakan sebagian dari pemeriksaan urin rutin. Pada pemriksaan

8
urin kebanyakan cara rutin. Pemeriksaan protein kebanyakan cara rutin
untuk menyatakan adanya protein dalam urin berdasarkan pada timbulnya
kekeruhan karena padatnya atau kasarnya kekeruhan menjadi satu ukuran
untuk jumlah protein yang ada.
Pemeriksaan protein urin dapat dilakuakn dengan 2 cara :
1. Semi kuantitatif
a. Metode asam sulfosalisilat
Metode asam sulfosalisialt memiliki sensitifitas pemeriksaan 5-10
mg/dl.

Positif palsu apabila :

1. Kekeruahn yang timbul hilang dengan pemanansan,


kemumgkinan ada urat / karbon.
2. Kekeruhan karena obat-obatan yang ada dalm urin

Kelebihan pada metode asam sulfosalisialt pemeriksaan ini snagat


peka karena adanya protein dalam konsentrasi 0,002% dapat
dinyatakn, apabila hasil ets negtaif tidak perlu lagi memikirkan
kemungkinan adanya protein urine. Kekurangannya pada
pemriksaan ini membutukan waktu yang relative lama.

b. Metode rebus dengan asam asetat 6%


Metode rebus dengan asam asetat 6% memiliki sensitifitas
pemeriksan 5-10 mg/dl. Pemeriksaan ini lebih sensitive jika untuk
memeriksa albumin, pepton, dan protein bence jones. Pemeriksan
protein dengan metode rebus dengan asam asetat 6% mempunyai
kelebihan yaitu cukup sensitive karena protein sebanyak 0,004%
protein dinyatakn menggunakn metode ini, namu terdapat
kekurangan yaitu apabila urin encer yang mempunyai berat jenis
rendah tidak dapat diperiksa menggunakan metode ini karena
menyebabkan hasil negative palsu (Gandasoebrata R, 2007)
2. Kuantitaif
a. Metode esbach

9
b. Metode esbach modifikasi tsuchiyah

Cara esbach berbeda sedikit dari modifikasi tsuchiyah dimana pada cara
esbacch tidak menggunakn serbuk batu apung dan hasil pennetapan boleh
dibaca setelah 12-24 jam. Sedamgakn modofikasi suchiyah menggunakn
serbuk batu apung hasil penetapan dibaca setelah 1 jam (Gandasoebrata
R,2007).
Pemeiksaan protein urine secara kualitatif tidak ada gunanya jika urin
hanya mengandung protein sedikit, yaitu kurang dari 0,05% atau terlihat
dari hasil tes kualitatif yang hanya 1+ saja. Cara esbach sebagi penentapan
kuantitaif protein dalam urin sudah amat dan sebbenarnya tidak sesuai
dengan kemajuan laboratorium klinik masa kini. Baik ketelitian maupun
ketepatannya sangat rendah, sehingga hasilnya hanay merupakan
pendekatan saja (Kiswari Rukman, 2014).

10
BAB III

METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Hari/Tanggal : Jumat / 21 Desember


Waktu : 09.00 – selesai
Tempat : Laboratorium Mikrobiologi

3.2 Bahan

 Urine
 Asam sulfosalisilat 20 %
 Asam cuka encer

3.3 Alat

 Bunsen
 Tabung reaksi
 Spet suntikan 5 ml

11
3.4 Prosedur Kerja

Memasukkan sampel urin masing-masing 1 ml ke dalam tabung reaksi

Menambahkan 2 tetes larutan asam sulfosalisilat ke tabung reaksi 1dan 2


tetes asam cuka encer ke tabung reaksi 2

Memanaskan tabung reaksi yang berisi urin dan larutan asam cuka
encer

Mengamati masing-masing tabung

12
BAB IV

HASIL dan PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

No. Jenis Uji Hasil Gambar

Asam Tidak ada


1.
sulfosalisilat cincin/kekeruhan

Asam cuka Tidak ada


2.
encer cincin/kekeruhan

4.2 Pembahasan

Proses metabolisme protein di dalam sistem pencernaan akan


menghasilkan asam amino yang kemudian ikut dalam peredaran darah. Di

13
dalam sel akan disintesa dan sebagai hasil akhir adalah asam urat. Asam
urat merupakan suatu zat racun jika ada di dalam tubuh maka hepar akan
dirombak sedikit demi sedikit menjadi urea dan dikeluarkan ginjal. Jika
urine mengandung protein biasanya berupa asam amino. Keadaan
demikian merupakan kelainan pada hepar ginjal.

Urine yang terdapat atau ditemukan protein disebut proteinuria.


Proteinuria ini ditandai dengan adanya kekeruhan setelah diuji dengan
suatu metode. Proteinuria ditentukan dengan berbagai cara yaitu: asam
sulfosalisilat, pemanasan dengan asam asetat, carik celup (hanya sensitif
terhadap albumin).

Pada praktikum ini kita melakukan dengan metode pemanasan


asama asetat dan menggunakan larutan asam sulfosalisilat. Pada metode
pemanasan dengan asam asetat dan penggunaan asam sulfosalisilat ini
terbentuknya protein disebabkan sifat asam atau suasana asam. Setelah
diuji didapat hasil negatif yaitu dengan melihat ada atau tidak adanya
kekeruhan. Berarti fungsi renal bekerja dengan baik dan tidak ada indikasi
kelainan.

Prinsip uji sulfosalisilat adalah adanya reaksi antara sulfosalisilat


dengan protein globulin pada urin, sehingga terbentukya perubahan warna
(Chenari et al. 2012). Hasil pengujian menunjukan bahwa urin
menghasilkan uji negatif pada uji sulfosalisilat, hal ini tidak mengindikasi
adanya globulin urin tersebut. Pemeriksaan semi kuantitatif protein urine
dengan metode asam cuka dan pemanasan yang bertujuan untuk
mendenaturasi protein urine sehingga terbentuk presipitan. Pemanasan
akan membuat protein sampel terdenaturasi sehingga kemampuan
mengikat air menurun. Hal ini terjadi karena energi panas akan
mengakibatkan terputusnya interaksi non-kovalen yang ada pada struktur
alami protein tapi tidak memutuskan ikatan non-kovalennya yang berupa
ikatan peptida (Baron, 1990).

14
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :

Pada metode pemanasan dengan asam asetat dan penggunaan asam


sulfosalisilat ini terbentuknya protein disebabkan sifat asam atau suasana
asam. Setelah diuji didapat hasil negatif yaitu dengan melihat ada atau
tidak adanya kekeruhan atau tidak adanya cincin. Berarti fungsi renal
bekerja dengan baik dan tidak ada indikasi kelainan.

5.2 Saran

Sebaiknya alat dan bahan yang akan digunakan untukpraktikum telah


disiapkan terlebih dahulu agar praktikum dapatberjalan dengan lancar

15
Daftar Pustaka

Kurniawan, F. B. 2015. Kimia Klinik : Praktikum Analis Kesehatan. Jakarta :


EGC.

Poedjiadi, A. 2013. Dasar-Dasar Biokimia. Bandung : UI Press.

Yazid, E dan Nursanti, L. 2014. Biokimia : Praktikum Analis Kesehatan. Jakarta :


EGC.

Ethel, S. 2003. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Pemula. EGC Penerbit Buku


Kedokteran.Jakarta.

Toha, 2001, Biokimia, Metabolisme Biomolekul, Bandung, Alfabeta

16

Anda mungkin juga menyukai