Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA KLINIS 1

“Pemeriksaan Urin”

Disusun oleh :

KELOMPOK 2C FARMASI 2017

Ade Nurhikmah (11171020000003)


Ghina Syarifah (11171020000056)
Hasna Dzakiyah Martha (11171020000059)
Rahmah Dinda Purnama (11171020000060)
Fatimah Nur Fauziyah (11171020000062)
Nadya Shafira (11171020000063)
Aliya Zahra (11171020000065)
Luna Septie Pramudita (11171020000066)
Wulan Sari (11171020000069)
Dili Ridho Amali Ikhsan (11171020000072)
Listiani Oktaviana (11171020000075)

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
SEPTEMBER / 2019

1
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 3


1.1 Latar Belakang .......................................................................................................... 3
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................................... 3
1.3 Tujuan Praktikum...................................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 5
2.1 Urine ......................................................................................................................... 5
2.2 Uji Benedict .............................................................................................................. 6
2.3 Uji Heller .................................................................................................................. 7
2.5 Uji Indikan (Obermeyer)........................................................................................... 7
BAB III METODE PRAKTIKUM ...................................................................... 9
3.1 Alat dan Bahan .................................................................................................... 9
3.2 Prosedur Kerja ......................................................................................................... 9
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 10
4.1 Hasil ........................................................................................................................ 10
4.1 Pembahasan............................................................................................................. 10
BAB V PENUTUP ............................................................................................... 13
5.1 Kesimpulan ....................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………...14

2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Urine merupakan cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal yang
kemudian dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinisasi. Ekskresi
urine diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang
disaring oleh ginjal atau membuang zat sisa seperti racun atau obat-obatan
untuk menjaga homeostasis cairan tubuh. Pemeriksaan urine adalah
pemeriksaan yang dilakukan dengan menggunakan bahan atau spesimen
dari urine dimana pemeriksaan urine dapat menentukan atau mendiagnosa
suatu penyakit. Pemeriksaan urine terbagi menjadi dua jenis yaitu
pemeriksaan kimiawi dan pemeriksaan sedimen. Pemeriksaan kimiawi
urine dapat meliputi pemeriksaan bobot jenis, warna, bau, pH, mikroskopik
dan pemeriksaan zat organik didalam urine seperti glukosa,indikan, keton,
protein dan analisis pigmen empedu. Maka ini mendasari dalam melakukan
praktikum pemeriksaan urine. Analisis secara mikroskopik, sampel urin
secara langsung diamati di bawah mikroskop sehingga akan diketahui zat-
zat apa saja yang terkandung di dalam urin tersebut, misalnya kalsium
phospat, serat t a n a m a n , b a h k a n b a k t e r i ( Le h n i n g e r , 1 9 8 2 ) . Tetapi
dalam praktikum ini hanya dilakukan uji indikan, uji benedict, uji benda
keton (Rothera) dan uji protein (uji Heller dan uji koagulasi).
Banyak penyakit dan gangguan metabolisme dapat diketahui dari
perubahan yang terjadi di dalam urine. Bahan urine yang biasa di periksa di
laboratorium dibedakan berdasarkan pengumpulannya yaitu urine sewaktu,
urine pagi, urine puasa, urine postprandial (urine setelah makan) dan urine
24 jam (untuk dihitung volumenya). Tiap-tiap jenis sampel urine
mempunyai kelebihan masing-masing untuk pemeriksaan yang berbeda
misalnya urine pagi sangat baik untuk memeriksa sedimen (endapan) urine
dan urine postprandial baik untuk pemeriksaan glukosa urine (Djojodibroto,
2001).

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana cara menentukan kadar glkosa urine secara semikuantitatif?
2. Bagaimana mengetahui adanya indikan dalam urine?

3
3. Bagaimana mengetahui adanya zat keton dalam urine?
4. Bagaimana mengetahui keberadaan protein dalam urine (kualitatif)

1.3 Tujuan Praktikum

1. Menentukan kadar glkosa urine secara semikuantitatif


2. Untuk mengetahui adanya indikan dalam urine
3. Untuk mengetahui adanya zat keton dalam urine
4. Mengetahui keberadaan protein dalam urine (kualitatif)

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Urine
Dalam keadaan normal pada orang dewasa akan dibentuk 1200 – 1500 ml
urin dalam satu hari. Secara fisiologis dan patologis volume urin dapat bervariasi.
Pembentukan urin dipengaruhi oleh cairan yang masuk dan jenis makanan. Diet
tinggi protein akan meningkatkan pembentukan urin sebab urea yang terbentuk
pada proses metabolisme protein mempunyai efek diuretik. Pada suhu lingkungan
tinggi, volume urin berkurang. Volume urin yang diperlukan untuk mengekskresi
produk metabolisme tubuh adalah 500 ml. Poliurea (volume urin meningkat)
ditemukan pada berbagai keadaan. Pada diabetes insipidus, akibat tidak adanya
hormon anti diuretik, volume urin tiap hari dapat mencapai 10-20 liter. Pada
diabetes melitus, volume urin dapat mencapai 5-6 liter dalam 1 hari. Oligouria
(volume urin berkurang) ditemukan pada keadaan demam, nefritis akut,
glomerulonefritis kronis, diare dan gagal jantung. Anuri (tidak terbentuk urin) pada
suatu periode tertentu dapat terjadi pada keadaan syok, nefritis akut, keracunan air
raksa atau batu ginjal. Rasio antara urin siang hari (pukul 08.00 – 20.00) dan urin
malam hari (pukul 20.00 – 08.00) adalah 2:1, kadang-kadang 3:1. Pada kelainan
ginjal rasio ini dapat berubah atau bahkan terbalik.
Pada keadaan normal, urin yang dibentuk berwarna kuning muda dan jernih
dengan bau yang khas dan juga dipengaruhi oleh jenis makanan. Berat jenis urin 24
jam adalah 1,003 – 1,030. pH bersifat asam (pH 6,0) dan sangat bervariasi antara
4,9-8,0 bila agak lama berbau seperti amoniak (Basoeki, 2000). Urine bersifat asam
karena makanan yang mengandung banyak protein akan menurunkan pH urine.
Sedangkan makanan yang banyak mengandung sayuran menaikkan pH urine.
Unsur-unsur normal pada urin yaitu urea, amonia, kreatinin dan kreatin, asam urat,
asam-asam amino, allantoin, khlorida, sulfat, fosfat, oksalat, mineral (Harper et al.,
1979). Urine juga mengandung zat warna empedu yang
memberikan warna kuning pada urine dan zat yang berlebihan dikomsumsi,
misalnya vitamin C, dan obat-obatan serta juga kelebihan zat yang yang
diproduksi sendiri oleh tubuh misalnya hormon (Sloane, 2003). Zat terlarut dalam
urin asli terutama mencakup garam anorganik, glukosa, urea dan sejumlah kecil

5
albumin, kemudian ketika urin asli pergi melalui tubulus ginjal, zat yang berguna
bagi tubuh manusia, seperti semua glukosa dan albumin, sebagian besar air dan
garam anorganik diserap dan kemudian urin terbentuk (Chen et al., 2016).
Pada keadaan abnormal dapat ditemukan protein, glukosa, gula lain seperti
fruktosuria, galaktosuria, pentosuria, benda-benda keton, bilirubin, darah, dan
porifirin yang dapat digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis penyakit
tertentu (Harper et al., 1979). Kandungan tidak normal dalam urine (misalnya
darah, albumin, glukosa, aseton, mikroba) dapat menyebabkan penyakit seperti
diabetes mellitus, diabetes insipidus, tubular nefritis. Protein tidak boleh lebih dari
200 mg/hari. Ekskresi naik berarti terjadi proteinuria, darah dalam urine berarti
hematuria sedangkan glukosa bila dengan benedict positif berarti glikosuria
(Winarno, 2002).
Urine disaring di dalam ginjal, dibawa melalui ureter menuju kandung kemih
dan dibuang keluar tubuh melalui uretra. Proses pembentukan urine di dalam ginjal
melalui tiga tahapan yaitu filtrasi, reabsorpsi, dan augmentasi. Pada filtrasi terjadi
terjadi di glomerulus dan hasil proses filtrasi berupa urine primer yang
komposisinya tidak mengandung protein. Di dalam urine primer dapat ditemukan
asam amino, glukosa, natrium, kalium, ion-ion, dan garam-garam lainnya. Proses
reabsorpsi terjadi di tubulus proksimal. Bahan-bahan yang diserap dalam proses
reabsorpsi ini adalah bahan-bahan yang masih berguna, antara lain glukosa, asam
amino, dan sejumlah besar ion-ion anorganik. Selain itu, air yang terdapat dalam
urine primer juga mengalami reabsorpsi melalui proses osmosis, sedangkan
reabsorpsi bahan-bahan lainnya berlangsung secara transpor aktif. Hasil proses
reabsorpsi adalah urine sekunder. Pada augmentasi, terjadi proses urine sekunder
masuk ke tubulus kontortus distal dan saluran pengumpul.

2.2 Uji Benedict


Uji benedict adalah uji kimia untuk mengetahui kandungan gula pereduksi.
Gula pereduksi meliputi semua jenis monosakarida dan beberapa disakarida
seperti laktosa dan maltosa. Pada uji Benedict, pereaksi ini akan bereaksi
dengan gugus aldehid, kecuali aldehid dalam gugus aromatik, dan alpha
hidroksi keton. Oleh karena itu, meskipun fruktosa bukanlah gula pereduksi,
namun karena memiliki gugus alpha hidroksi keton, maka fruktosa akan berubah

6
menjadi glukosa dan mannosa dalam suasana basa dan memberikan hasil positif
dengan pereaksi benedict. Uji Benedict dapat dilakukan pada urine untuk
mengetahui kandungan glukosa dan dapat menjadi tanda adanya penyakit
diabetes. Jika urine diketahui mengandung gula pereduksi, pengujian lebih jauh
harus dilakukan untuk memastikan jenis gula pereduksi apa yang terdapat dalam
urine. Prinsip uji benedict adalah glukosa yang memiliki gugus aldehid/ keton
bebas mereduksi ion kupri dalam suasana alkalis membentuk kuprooksida yang
tidak larut dan berwarna merah bata. Banyaknya endapan merah bata sebanding
dengan jumlah glukosa yang terdapat di dalam urine. Adanya glukosa dalam
urin dapat dinyatakan berdasarkan sifat glukosa yang dapat mereduksi ion-ion
logam tertentu dalam larutan alkalis.

2.3 Uji Heller


Uji heller digunakan untuk melihat ada tidaknya protein dalam urin.
Kehadiran protein ditunjukkan dengan adanya cincin putih dipersimpangan solusi
dan asam nitrat pekat. Uji protein ini dapatdigunakan untuk mengevaluasi dan
memantau fungsi ginjal, mendeteksi, dan mendiagnosis kerusakan ginjal.
Protein yang berlebih pada urin atau yang biasa disebut proteinuria.
2.4 Uji Benda Keton (Rothera)
Benda keton (asam β hidroksibutirat,asam asetoasetat dan aseton) tidak
ditemukan dalam urin normal. Pada penderita diabetes mellitus, pada alkoholisme
dan yang menderita kelaparan yang berkepanjangan terjadi gangguan metabolism
karbohidrat yang disertai peningkatan metabolism lipid. Pada keadaan ini terjadi
peningkatan produksi benda keton dalam hati yang selanjutnya akan diekskresikan
ke dalam urin. Adanya badanketon didalam urin ini disebut ketonuria. Identifikasi
melalui uji Rothera, yaitu urin ditambahkan kristal ammonium sulfat sampai jenuh
dan larutan Na nitroprusid 5% serta larutan ammonium hidroksida pekat 2. H a s i l
p o s i t i f p a d a u j i i n i d i t a n d a i dengan terbentuknya warna ungu.

2.5 Uji Indikan (Obermeyer)


Bahan makanan akan diserap dari usus halus dan sisa makanan yang tidak
diserap akan terus ke usus besar. Dalam usus besar terjadi penyerapan air sehingga
isi usus akan menjadi lebih padat. Dalam usus besar terjadi proses fermentasi dan
pembusukan terhadap sisa bahan makanan oleh pengaruh enzim-enzim bakteri

7
usus. Pada proses ini akan dihasilkan gas seperti CO2, metan, hidrogen, nitrogen,
H2S, asam asetat, asam laktat dan asam butirat. Dalam usus besar asam amino akan
mengalami dekarboksilasi oleh enzim bakteri usus menghasilkan amin toksik
(=ptomain). Asam amino triptofan akan membentuk indol dan skatol. Indol dan
skatol akan diserap oleh usus, selanjutnya dalam hati akan dioksidasi menjadi
indoksil. Indoksil akan berkombinasi dengan sulfat (proses konjugasi) membentuk
indikan (indoksil sulfat). Indikan akan diekskresi ke dalam urin dan merupakan
salah satu sulfat etereal dalam urin. Indikan dalam urin berasal dari proses
pembusukan asam amino triptofan dalam usus, bukan berasal dari katabolisme
protein dalam tubuh. Pada keadaan normal, dalam sehari diekskresi 10-20 mg.
Makanan tinggi protein akan meningkatkan ekskresi indikan dalam urin dan
sebaliknya pada makanan tinggi karbohidrat. Peningkatan indikan dalam urin juga
dapat ditemukan bila ada dekomposisi protein dalam tubuh oleh bakteri, seperti
pada gangren. Pereaksi Obermeyer yang mengandung FeCl3 dalam HCl pekat akan
mengoksidasi gugus indoksil membentuk biru indigo yang larut dalam kloroform.

Dalam uji indikan (Obermeyer) ini, urin ditambahkan pereaksi Obermeyer


dan ditambahkan kloroform. Setelah penambahan kloroform, terbentuk dua lapisan
dan akan terbentuk warna biru indigo yang larut dalam kloroform, yang
menandakan bahwa di dalam urin terkandung indikan (indoksil sulfat). Terjadinya
perubahan warna biru indigo ini diakibatkan karena Pereaksi Obermeyer yang
mengandung FeCl3dalam HCI pekat mengoksidasi gugus indoksil membentuk biru
indigo.

Triptofan

8
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


 Alat
1. Pipet filler
 Bahan
1. Urin
2. Standar glukosa
3. Pereaksi benedict

3.2 Prosedur Kerja


Cara kerja:
Buatlah komposisi bahan sebagai berikut:

1. Uji indikan
Bahan sampel: urin dan aquades
Pereaksi ober mayer
Kloroform
Cara kerja:
Buatlah komposisi bahan sebagai berikut:

2. Uji keton ( rothera atau nitroprusida )


Bahan: sapel urin, larutan aseton 1% akuades
Kristal amonium hidroksida pekat
Natrium nitroprusida 5%
Amonium hidroksida pekat
Cara kerja:
Buatlah komposisi bahan sebagai berikut:

9
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

1. Uji bennedict
Biru jernih: negatif (-)
2. Uji indikan
Tabung 1: kuning kecoklatan (terbentik 3 fase) => negatif (-)
Tabung 2: putih bening
3. Uji zat keton
Tabung 1(urin): kuning coklat pucat, ada endapan => negatif(-)
Tabung 2 (urin patologis): kuning coklat
Tabung 3 (aquadest): kuning bening
4. Tes heller
Tabung 1 (urin): ada gelembung, warna orange
Tabung 2 (urin patologis): cicin putih diantara kedua cairan
Tabung 3 (aquadest): kuning pada tabung bagian bawah, putih bening
bagian atas

4.1 Pembahasan

Dalam mendeteksi kadar glukosa dalam urin, salah satunya bisa dilakukan
dengan menggunakan metode benedict. Pengujian benedict adalah pengujian kimia
untuk mengetahui kandungan gula (karbohidrat) pereduksi. Gula pereduksi
meliputi semua jenis monosakarida dan beberapa disakarida seperti laktosa dan
maltosa. Pengujian benedict digunakan untuk menunjukkan adanya monosakarida
dan gula pereduksi dalam urin. Apabila urin diuji dengan 5 uji benedict
menunjukkan hasil positif dapat menjadi pertanda adanya kelainan yang biasa
disebut diabetes mellitus. Jika warna urin berubah menjadi warna hijau hingga
coklat maka urin tersebut mengandung glukosa. Pada uji benedict, larutan urin dan
pereaksi benedict dipanaskan. Hal ini bertujuan untuk melihat perubahan warna

10
yang terjadi sehingga bisa terlihat konsentrasi gula yang terdapat dalam urin
seseorang. Pada kelompok kami, urin menghasilkan warna biru jernih sehingga urin
hanya mengandung 0 % glukosa.

Uji kedua yaitu uji indikan. Bahan makanan akan diserap dari usus halus
dan sisa makanan yang tidak diserap akan terus ke usus besar. Dalam usus besar
terjadi penyerapan air sehingga gradual isi usus akan menjadi lebih padat. Dalam
usus besar terjadi proses fermentasi dan pembusukan terhadap sisa bahan makanan
oleh pengaruh enzim-enzim bakteri usus. Pada proses ini akan dihasilkan gas
seperti CO2, metan, hidrogen, nitrogen, H2S, asam asetat, asam laktat dan asam
butirat. Dalam usus besar asam amino akan mengalami dekarboksilasi oleh enzim
bakteri usus menghasilkan amin toksik (=ptomain). Asam amino triptofan akan
membentuk indol dan skatol. Indol dan skatol akan diserap oleh usus, selanjutnya
dalam hati akan dioksidasi menjadi indoksil. Indoksil akan berkombinasi dengan
sulfat (proses konjugasi) membentuk indikan (indoksil sulfat). Indikan akan
diekskresi ke dalam urin dan merupakan salah satu sulfat etereal dalam urin.
Indikan dalam urin berasal dari proses pembusukan asam amino triptofan dalam
usus, bukan berasal dari katabolisme protein dalam tubuh. Ekskresi indikan ke
dalam urin memberi gambaran proses pembusukan dalam usus. Pada keadaan
normal, dalam sehari diekskresi 10 – 20 mg. Variasi ekskresi terutama ditentukan
oleh jenis makanan. Makanan tinggi protein akan meningkatkan ekskresi indikan
dalam urin dan sebaliknya pada makanan tinggi karbohidrat. Bila terjadi
peningkatan proses pembusukan dalam usus atau bila ada stagnasi isi usus juga
akan terjadi peningkatan ekskresi indikan dalam urin. Peningkatan indikan dalam
urin juga dapat ditemukan bila ada dekomposisi protein dalam tubuh oleh bakteri.
Gugus indoksil dari indikan dioksidasi oleh pereaksi Obermeyer yang mengandung
FeCl3 dalam HCl pekat membentuk warna biru indigo yang larut dalam kloroform.
Pada kelompok kami, urin yang di uji menunjukkan hasil negatif dengan perubahan
warna menjadi kuning kecoklatan dan membentuk 3 fase.

Uji ketiga yaitu uji keton. Benda keton (asam β-hidroksibutirat, asam
asetoasetat dan aseton) tidak ditemukan dalam urin normal. Pada penderita diabetes
melitus, pada alkoholisme dan pada kelaparan yang berkepanjangan terjadi
gangguan metabolisme karbohidrat yang disertai peningkatan metabolisme lipid.

11
Pada tabung yang berisi urin, menghasilkan warna kuning coklat pucat dan ada
endapan yang terbentuk berarti hasil negatif.

Uji keempat yaitu uji Heller. Uji heller digunakan untuk mengetahui adanya
kandungan protein dalam bahan uji dengan cara mendenaturasikan menggunakan
pH asam. Perubahan pH yang terjadi karena penambahan asam mineral atau
penambahan basa pada protein dapat merusak ikatan garam yang terdapat pada
protein tersebut. Penambahan asam berarti penambahan ion H+ akan mengubah -
COO- menjadi COOH dan mengakibatkan gaya tarik menarik hilang atau
kerusakan ikatan garam dalam molekul protein. Penambahan basa yang berarti
penambahan ion OH- akan mengubah -NH3- menjadi -NH3- dan air yang
mengakibatkan hilangnya gaya tarik menarik atau rusaknya ikatan garam pada
protein tersebut. Penambahan ini juga dapat memutus ikatan-ikatan peptida yang
terdapat dalam molekul protein. Pada uji heller, bahan uji akan dicampurkan dengan
HNO3 pekat supaya protein pada bahan uji akan terdenaturasi dan membentuk
presipitasi putih. Jika berlangsung lama, denaturasi akan terus berlangsung hingga
presipitasi tersebut hilang. Pada kelompok kami hasil yang didapatkan yaitu
terdapat gelembung dan berubah warna menjadi jingga sehingga hasilnya negatif.

12
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Pengujian benedict adalah pengujian kimia untuk mengetahui kandungan
gula (karbohidrat) pereduksi. Gula pereduksi meliputi semua jenis monosakarida
dan beberapa disakarida seperti laktosa dan maltosa. Pengujian benedict digunakan
untuk menunjukkan adanya monosakarida dan gula pereduksi dalam urin. Pada uji
benedict, larutan urin dan pereaksi benedict dipanaskan. Hal ini bertujuan untuk
melihat perubahan warna yang terjadi sehingga bisa terlihat konsentrasi gula yang
terdapat dalam urin seseorang. Uji kedua yaitu uji indikan. Ekskresi indikan ke
dalam urin memberi gambaran proses pembusukan dalam usus. Pada keadaan
normal, dalam sehari diekskresi 10 – 20 mg. Variasi ekskresi terutama ditentukan
oleh jenis makanan. Makanan tinggi protein akan meningkatkan ekskresi indikan
dalam urin dan sebaliknya pada makanan tinggi karbohidrat. Bila terjadi
peningkatan proses pembusukan dalam usus atau bila ada stagnasi isi usus juga
akan terjadi peningkatan ekskresi indikan dalam urin. Peningkatan indikan dalam
urin juga dapat ditemukan bila ada dekomposisi protein dalam tubuh oleh bakteri.
Uji ketiga yaitu uji keton. Pada penderita diabetes melitus, pada alkoholisme dan
pada kelaparan yang berkepanjangan terjadi gangguan metabolisme karbohidrat
yang disertai peningkatan metabolisme lipid. Uji keempat yaitu uji Heller
digunakan untuk mengetahui adanya kandungan protein dalam bahan uji dengan
cara mendenaturasikan menggunakan pH asam.

13
DAFTAR PUSTAKA
Basuki B. Purnomo. 2000. Dasar-dasar Urologi. Jakarta : CV Sagung Seto.
Chen, Yuzhi., et al. 2016. Fiber optic Urine Spesific Gravity Sensor Based on
Surface Plasmon Resonance. Sensors and Actuators B : Chemical
Djojodibroto, D. R. 2001. Seluk Beluk Pemeriksaan Kesehatan. Jakarta : Pustaka
populer Obor
FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO.
PANDUAN PRAKTIKUM BIOMEDIK 2, SEMARANG.
http://dinus.ac.id/repository/docs/ajar/MODUL_PRAKTIKUM_BIOMEDIK_2.p
df. Diakses pada tanggal 9 Oktober 2019 Pukul 17.00 WIB.
Harper, H., V.M. Rodwell, & P.A. Mayes. 1979. Biokimia. Terjemahan dari:
Harper’s Biochemistry. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Lehninger, A. L., 1982, Dasar-dasar Biokimia, Jlilid 1, Alih bahasa, Maggi
Thenawijaya, Erlangga, Jakarta.
Sloane E. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC.
Winarno, FG. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia. Jakarta.
Tim Penyusun, Panduan Praktikum Biomedik 2, Semarang : Universitas Dian Nuswantoro

Tim Dosen Praktikum Biokimia Klinis. 2019. Penuntun Praktikum Biokimia Klinis. Jakarta :
UIN Jakarta

14

Anda mungkin juga menyukai