Ada 2 mekanisme kematian sel, yaitu secara apoptosis dan nekrosis. Kedua mekanisme
ini sesungguhnya merupakan fenomena morfologik. Kedua fenomena ini bisa disebabkan
oleh stres oksidatif sebagai pemicu awalnya, tapi proses kematian selanjutnya sangat
berbeda. Apoptosis kadang-kadang disebut juga sebagai programmed cell death kematian sel yang sudah terprogram dalam gen secara alami. Istilah apoptosis
sesungguhnya berasal dari bahasa Yunani kuno yang berarti the falling off of leaves
from trees or petals from flowers. Secara alamiah daun-daun akan berguguran dari
pohonnya; demikian pula halnya dengan daun bunga akan berguguran dari tangkainya,
apabila sudah tiba takdirnya. Pembelahan sel selalu akan diimbangi oleh apoptosis, untuk
menjaga jumlah populasi sel-sel dalam jaringan tertentu senantiasa konstan.
menyebabkan akumulasi asam laktat dan fosfat anorganik, sehingga pH intrasel pun
menurun.
LESI ISKEMIA
Deplesi ATP
di Mitokondria
Glikolisis Anerobik
Asam Laktat
Sequestered Ca
Asidosis
Cytosolic Ca
H+
Posfolipase
dependen Ca
Degradasi posfolipid
(membran sel)
Disfungsi kanal
Lesi
Membran &
Organel Sel
Seperti telah kita ketahui bahwa sel mempunyai tekanan koloid osmotik intrasel
yang lebih tinggi dibandingkan dengan ektrasel, karena konsentrasi protein intrasel
lebih tinggi. Tapi keadaan ini diimbangi oleh konsentrasi ion Na+ ekstrasel yang lebih
tinggi, karena peranan kanal NaK-ATP-ase pada membran sel (energy dependent sodium
pump channel). Sementara itu ion K+ lebih tinggi di bagian intrasel. Dalam keadaan
normal, kanal NaK-ATP-ase sel-sel miokard dan endotel berada dalam keadaan
tertutup. Apabila ATP dan ATP-ase berkurang karena episode iskemia, maka terjadilah
disfungsi kanal ion NaK-ATP-ase itu sehingga terbuka dan ion K+ pun keluar dari sel
(efluks K+) dan ion Na+ justru masuk ke dalam sel (influks Na+). Masuknya ion Na+
selalu disertai oleh H2O dan sel pun mengalami odem - retikulum endoplasmik,
mitokondria dan sistem intrasel yang lain meng-alami dilatasi, dengan fungsi yang
makin menurun. Sintesis protein dan enzim-enzim intrasel pun menurun. Kanal ion
Ca2+ juga meng-alami gangguan, sehingga ion Ca2+ meningkat masuk ke dalam
sitoplasma (influks Ca2+). Odem sel sesungguhnya masih reversibel, apabila episode
iskemia segera diikuti oleh episode reperfusi, sehingga pembentukan ATP pun normal
kembali.
Tetapi apabila secara morfologik, sel sudah mengalami defek pada membran sel,
vakuolisasi mitokondria, ruptur lisosom, piknosis nukleus, kariolisis, karioreksis dan
sebagainya, biasanya perubahan yang terjadi sudah bersifat ireversibel. Komponenkomponen sel lainnya meng-alami degradasi yang berkelanjutan, seperti protein-protein
sitoskeleton sel, enzim-enzim, ribonukleoprotein, deoksiribonukleoprotein, dan
sebagainya. Maka pH pun menurun dan asidotik, karena meningkatnya glikolisis,
akumulasi asam laktat dan pemecahan fosfat ester, disertai dengan perubahan
komposisi ion di dalam sel. Dan berbagai komponen molekuler pun lepas keluar sel.
Ireversibelitas sel sangat tergantung dari lamanya episode iskemia berlangsung dan
tingginya daya tahan masing-masing sel. Episode iskemia yang berkepanjangan dapat
menyebabkan terjadinya nekrosis sel. Sel hati misalnya, akan mengalami nekrosis
setelah iskemia berlangsung 1-2 jam; demikian pula halnya sel-sel otot jantung, cu-kup
tahan terhadap episode iskemia. Tapi sel-sel otak ternyata sa-ngat peka dan tidak begitu
mampu bertahan terhadap episode iskemia - sel-sel otak akan segera mengalami
nekrosis hanya dalam waktu 3-5 menit kemudian setelah iskemia.
Fase Reperfusi
Iskemia-reperfusi pada sel miokard merupakan sebuah fenomena, dimana episode
iskemia yang biasanya bersifat sementara, segera diikuti oleh episode reperfusi.
Reperfusi sesungguhnya bertujuan untuk revitalisasi sel, dimana sistem fosforilasi
oksidatif bisa aktif kembali untuk sintesis ATP sebagai sumber energi. Tapi oksigen
yang berlebih-an masuk ke dalam sel pada saat reperfusi, ternyata justru memberikan
efek samping yang serius, yaitu terbentuknya berbagai radikal bebas oksigen sebagai
produk-antara dalam sistem metabolisme intrasel, dengan katalisasi enzim-enzim
oksidatif yang ada dalam mitokondria, sitosol, lisosom, peroksisom, membran plasma,
dan sebagainya (Gambar 3).
Jika pada episode iskemia terjadi deplesi ATP menjadi adenosin dan hipoxantin,
maka pada episode berikutnya - yaitu episode reperfusi - terjadilah oksidasi hipoxantin
menjadi xantin (dan selanjutnya menjadi asam urat), serta terbentuknya radikal bebas
superoksid, melalui katalisasi enzim xantin oksidase. Itulah sebabnya, produksi asam
urat erat hubungannya dengan produksi radikal bebas okigen. Pada binatang, asam urat
akan didegradasi menjadi alantoin lebih dahulu oleh enzim urat oksidase (urikase) di
hepar, sebelum diekskresi melalui urin. Tetapi pada manusia, asam urat akan
dikeluarkan langsung melalui urin, karena manusia tidak mempunyai enzim urat
oksidase (urikase) itu. Kadar asam urat dalam serum yang normal berada di bawah 7
mg%. Di samping karena fenomena iskemia-reperfusi, peningkatan konsentrasi asam
urat dalam serum juga disebabkan oleh metabolisme purin yang berlebihan dan
menurunnya daya ekskresi glomerulus ginjal.
Gambar 3. Fenomena Iskemia-Reperfusi. Reperfusi sebagai mekanisme kompensasi terhadap iskemia harus
seimbang, agar tidak sampai terbentuk radikal bebas oksigen.
Menurunnya kadar asam urat dianggap sebagai marka adanya trapping terhadap
radikal bebas oksigen; dan sebaliknya, apabila kadar asam urat meningkat dianggap
sebagai marka meningkatnya produksi radikal bebas oksigen yang dikatalisasi oleh
xantin oksidase. Radikal bebas superoksid itu sendiri kemudian dapat terlibat dalam
rangkai-an reaksi lainnya, membentuk radikal hidrogen peroksid (H2O2) dan radikal
hidroksil (.OH-) yang sangat reaktif. Apabila tidak dinetralisir oleh antioksidan, radikal
hidroksil dapat menyebabkan reaksi peroksidasi lipid pada membran sel, atau bereaksi
dengan biomolekul intrasel lainnya.
Produksi radikal bebas superoksid ternyata bisa dihambat dengan pemberian
alupurinol, karena alupurinol dapat menginhibisi enzim xantin oksidase dan
mengaktivasi kembali enzim dehidrogenase, se-hingga xantin berubah kembali menjadi
hipoxantin dan selanjutnya menjadi adenosin - sebagai bahan dalam sintesis ATP itu
kembali. Adenosin sendiri sesungguhnya merupakan sinyal vasodilatasi - dan mungkin
pula berperanan sebagai mekanisme kompensasi - dengan mengaktivasi nitrik oksid
sintase dalam pembentukan nitrik oksid dari arginin menjadi sitrulin. Peningkatan
nitrik oksid akan menyebabkan vasodilatasi dan terjadinya episode reperfusi kembali,
untuk mengimbangi episode vasokontriksi koroner sebelumnya yang menyebabkan
episode iskemia itu.
Apabila mekanisme kompensasi ini gagal (dan itu berarti episode iskemia tetap
berlanjut), atau mekanisme kompensasi berupa vasodilatasi dan reperfusi ini amat
berlebihan (dan itu berarti meningkatnya oksigen dan radikal bebas oksigen), maka
akan terjadi luka pada sel endotel dan sel miokard - terjadilah programmed cell death
(apoptosis).
Aspek Klinis :
Adaptasi Sel dan Kematian Sel
Dari aspek klinis, gangguan pada aliran darah koroner menyebabkan sel-sel miokard
tidak jarang mengalami iskemia, kekurangan oksigen. Hampir selalu fenomena iskemia
pada akhirnya diikuti oleh fenomena reperfusi, baik secara spontan, maupun dengan
sengaja dilakukan tindakan reperfusi langsung dengan trombolitik, angioplasti koroner,
atau pun operasi bedah pintas koroner. Itulah sebabnya, mengapa fenomena ini lebih
tepat disebut sebagai fenomena iskemia-reperfusi (Gambar 4). Fenomena iskemia-reperfusi
bisa berlangsung sesaat dan bersifat akut, bisa pula berkepanjangan dan kronik. Sel-sel
endotel dan miokard senantiasa akan merespons episode iskemia-reperfusi itu secara
imunologik untuk mengembalikan keseimbangan hemodinamik dan hemostasis
internal itu seperti semula.
Yang patut diingat adalah, bahwa tidak selamanya episode reperfusi akan selalu
berhasil sepenuhnya memperbaiki episode iskemia sebelumnya itu. Mungkin saja
episode reperfusi tidak begitu optimal efeknya, bahkan sebaliknya bisa pula justru
reperfusi terjadi secara berlebihan dan menyebabkan terjadinya nekrosis sel. Apabila
episode reperfusi paska iskemia berlangsung tidak optimal - dan itu berarti episode
iskemia tetap berlangsung berkepanjangan - maka sel-sel miokard akan mengalami
mekanisme defensif tertentu yang bersifat adaptif kronik, yang kini dikenal sebagai
hybernating myocardium.
Ischemia-Reperfusion Phenomen
Severe
Necrosis
Ischemia Episode
Mild/Moderate
Reperfusion Episode
Severe
Mild/Moderate
Acute
Necrosis
Chronic
Gambar 4. Fenomena Iskemia Reperfusi dan Mekanisme Sel Miokard dalam Mempertahankan Diri:
Hybernating, Stunning, dan Preconditioning.
Tetapi apabila episode reperfusi paska iskemia berlangsung berlebih-an, maka sel-sel
miokard akan mengalami mekanisme defensif tertentu yang justru bersifat akut, yang
disebut sebagai stunning myocardium. Dan stunning myocardium yang berlangsung secara
berulang, ter-nyata dapat meningkatkan daya tahan miokard terhadap episode iskemiareperfusi yang lebih berat berikutnya - dan fenomena inilah yang dikenal sebagai
preconditioning.
Hybernating myocardium yang bersifat kronik dan stunning myocardium yang bersifat
akut, semula merupakan istilah klinis untuk res-pons disfungsi sel-sel miokard paska
episode iskemia-reperfusi - dimana kontraktilitas miokard sangat menurun - karena
berkurangnya ATP sebagai sumber energi bagi aktivitas kanal-kanal ion, filamenfilamen kontraktil, dan berbagai sistem metabolisme intrasel yang lainnya.
Secara klinis, hybernating dan stunning myocardium adalah menurunnya kontraktilitas
ventrikel kiri karena episode iskemia-reperfusi, walau pun tidak ada kelainan filamenfilamen kontraktil yang ireversibel. Dan preconditoning adalah peristiwa stunning
myocardium yang terjadi secara berulang (repetitive stunning), yang menyebabkan sel-sel
otot jantung menjadi lebih tahan terhadap episode iskemia-reperfusi berikutnya yang
lebih berat di kemudian hari.
Kesimpulan
Sel-sel otot jantung senantiasa mempunyai kemampuan adaptasi yang tinggi
terhadap stres apa pun yang dialaminya, yang disebut sebagai programmed cell survival.
Stres oksidatif yang disebabkan oleh faktor apapun, merupakan risiko yang paling
utama bagi sel-sel otot jantung dan dapat menyebabkan kematian sel berupa nekrosis
atau pun apoptosis. Secara morfologik dan molekuler, mekanisme nekrosis dan
apoptosis sel memang berbeda.
Daftar Pustaka
Alberts B, Bray D, Johnson A, Lewis J, Raff M, Roberts K, et al. Essential Cell Biology. An Introduction to
the Molecular Biology of the Cell. Garland Publishing, New York, 1998.
Austyn JM and Wood KJ. Principles of Cellular and Molecular Immunology. Oxford University Press, New
York, 1995
Baraas F. Kardiologi Molekuler. Radikal Bebas, Disfungsi Endotel, Aterosklerosis, Antioksidan, Latihan Fisik
dan Rehabilitasi Jantung. Kardia Iqratama, Jakarta, 2006.
Cotran RS, Kumar V, Robbins SL. Robbins Pathologic Basis of Disease, 4th ed. WB Saunders Company,
Philadelphia, 1989.
Depre C, Taegtmeyer H. Metabolic Aspects of Programmed Cell Survival and Cell Death in the Heart.
Cardiovasc Res 2000; 45: 538-48.
Dispersyn GD, Borgers M, Flameng W. Apoptosis in Chronic Hybernating Myocardium: Sleeping to Death?
Cardiovasc Res 2000; 45: 696-703.
Gelehrter TD, Collins FS, Ginsburg D. Principles of Medical Genetics, 2nd ed. Williams & Wilkins, Baltimore,
1998.
Halliwell B and Gutteridge JMC. Free Radicals in Biology and Medicine, 3rd ed. Oxford University Press,
New York, 1999.
Haunstetter A and Izumo S. Toward Antiapoptosis as a New Treatment Modality. Circ Res 2000; 86: 371376.
Kang PM and Izumo S. Apoptosis and Heart Failure: A Critical Review of the Literature. Circ Res 2000; 86:
1107-1113.
Kockx MM, Herman AG. Apoptosis in Atherosclerosis: beneficial or Detrimental? Cardiovasc Res 2000; 45:
736-46.
Lodish H, Berk A, Zipursky SL, Matsudaira P, Baltimore D, Darnell J. Molecular Cell Biology, 4th ed. WH
Freeman and Company, New York, 2000.
Mallat Z and Tedgui A. Current Perspective on the Role of Apoptosis in Atherothrombotic Disease. Cir Res
2001; 88: 998-1003
Reed JC. Mechanisms of Apoptosis. Am J Pathol 2000; 157: 1415-1430.
Roberts R (ed). Molecular Basis of Cardiology. Blackwell Scientific Publications, Boston, 1993.
Saikumar P, Dong Z, Mikhailov V, Denton M, Weinberg JM, Venkatachalam MA. Apoptosis: Definition,
Mechanisms and Relevance to Disease. Am J Med 1999; 107: 489-506.
Saraste A, Pulkki K. Morphologic and Biochemical Hallmarks of Apoptosis. Cardiovasc Res 2000; 45: 52837.
Swynghedauw B. Molecular Cardiology for the Cardiologist, Second Edition.Kluwer Academic Publishers,
Norwell, Massachusetts, 1998.
Wolfe SL. Molecular and Cellular Biology. Wadsworth Publishing Company, Belmont, California, 1993.
***