Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNIK DASAR RISET BIOMEDIS


ENZYME-LINKED IMMUNOSORBENT ASSAY (ELISA)

RACHMADINA
2310246498

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIS


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2023
A. LANDASAN TEORI
Enzyme-linked immunosorbent assays (ELISA) ditemukan pada tahun 1970an
sebagai teknik yang lebih aman dan praktis dibandingkan radioimmunoassay untuk
mengukur kadar protein dalam serum yang relevan secara klinis. Karena kecepatannya,
selektivitas yang relatif tinggi, protokol yang mudah, dan peralatan yang relatif murah, teknik
ini telah menjadi alat analisis yang umum di berbagai cabang ilmu pengetahuan, industri, dan
jasa. Saat ini ELISA digunakan sebagai metode paling esensial dalam analisis protein,
peptide, antibody, hormon, dan vitamin dengan tujuan diagnosis medis
(Danielak et al., 2020)
.
ELISA dilakukan didalam sumuran plate microtiter, dimana antigen (protein) terikat
pada plastik microplate. Probe yang digunakan terdiri dari Antibody spesifik untuk protein
yang akan diukur. Antibody terikat secara kovalen pada suatu enzim (disebut juga reporter
enzyme, contohnya alkaline phosphatase atau horseradish peroxidase), yang akan
menghasilkan produk berwarna bila terkena substratnya. Munculnya ikatan antibody-antigen
dan jumlah antibody/antigen lalu diukur dengan melakukan pemeriksaan pada aktivitas
reporter enzyme. Jumlah warna yang dihasilkan setelah penambahan substrat akan sebanding
dengan jumlah antibody yang ada dan, secara tidak langsung, dengan jumlah protein dalam
sampel uji (Ferrier, 2017; Kennelly et al., 2023).
Sebagai sebuah metodologi, ELISA didasarkan pada beberapa kemajuan ilmiah
penting, yang utama yaitu diproduksinya antibodi spesifik untuk antigen baik monoklonal
atau poliklonal. Kedua, pengembangan teknik radioimmunoassay merupakan suatu tonggak
sejarah. Dengan teknik ini antibodi pendeteksi dapat diberi label dengan radioisotop yang
akan memberikan metode pengukuran protein secara tidak langsung dengan mengukur
radioaktivitas. Alternatifnya, kuantifikasi tidak langsung dapat dilakukan dengan mengukur
sinyal yang dihasilkan ketika menggunakan substrat yang sesuai, dengan antibodi yang secara
kimia terikat dengan enzim biologis. Demikian pula, teknologi tag fluoresensi (suatu bentuk
pendaran yang juga dikenal sebagai label atau probe) memungkinkan kuantifikasi tidak
langsung dari protein yang terikat secara kimia dengan pewarna fluoresen dengan mengukur
hasil kuantum fluoresensi dan membandingkannya dengan standar. Umumnya ELISA
memiliki sensitivitas yang baik dengan batas deteksi/batas kuantifikasi (LOD/LOQ) hingga
skala nanogram yang lebih rendah (Konstantinou, 2017).
Prosedur pemeriksaan ELISA terdiri dari proses perlekatan (attaching/coating)
antigen dan/atau antibody pada permukaan well di dalam microtiter plate. Kemudian
dilanjutkan dengan langkah blocking yang akan menyebabkan ikatan antigen dan antibody
yang tidak sepsifik akan dikeluarkan. Kemudian setelah dilakukan inkubasi dan pencucian
(washing), microtiter plate diberikan antibody yang telah berikatan dengan enzyme
(detection/probing). Selanjutnya dilakukan pencucian plate ulang dan dilanjutkan dengan
penambahan substrate untuk menghasilkan warna dan nilai optical density (OD atau
Absorbansi) dibaca dengan ELISA reader (signal measurement). Tahap pencucian
merupakan langkah yang penting untuk menghilangkan antibody yang tidak berikatan dengan
antigen (Hidayat & Wulandari, 2021; Konstantinou, 2017).
Ada beberapa macam jenis ELISA yaitu direct, indirect, sandwich dan competitive.
Terdapat dua cara utama dalam melakukan imobilisasi antigen, pertama antigen diencerkan
menggunakan carbonat/bicarbonate buffer dengan pH >9 dan dilekatkan secara langsung
pada permukaan di dalam well microtiter plate dengan cara passive adsorption. Yang kedua
metode perlekatan tidak langsung yaitu antibody yang spesifik terhadap antigen yang telah
diserapkan ke dalam well, akan mengimonilisasi antigen
(Hidayat & Wulandari, 2021; Konstantinou, 2017)
.
Pada pemeriksaan ELISA direct antigen dilekatkan pada dasar plate, kemudian
antigen akan dideteksi melalui antibody yang berikatan dengan enzyme. Pada ELISA indirect
antigen dilekatkan pada dasar plate, lalu antibody prime yang belum berlabel enzim
ditambahkan. Kemudian ditambahkan kembali antibody sekunder yang sudah dilabeli enzim
yang akan berikatan dengan antibody primer. Pada ELISA sandwich, antibody dilekatkan
pada dasar plate, kemudian sampel yang mengandung antigen yang akan diperiksa
ditambahkan ke dalam well pada plate. Selanjutnya antibody sekunder yang berikatan dengan
enzyme ditambahkan ke dalam plate. Competitive ELISA adalah metode pemeriksaan ELISA
dimana terjadi reaksi kompetitif antara antigen sampel dan antigen yang sudah diketahui yang
dilekatkan pada dasar plate dengan antibody primer. Pada metode ini, non-sample antigen
dilekatkan pada dasar plate, kemudian antigen sampel dan antibody primer ditambahkan ke
dalam well, selanjutnya ditambahkan antibody sekunder yang berikatan dengan enzim
(Hidayat & Wulandari, 2021).
Gambar 1. Berbagai Metode ELISA a. ELISA direct, b. ELISA indirect, c. ELISA sandwich, d. ELISA
competitive dengan antibody berlabel enzim, e. ELISA competitive dengan antigen berlabel enzim
(Konstantinou, 2017)

B. ALAT DAN BAHAN


Alat
1. Mikroplate reader untuk mengukur serapan pada panjang gelombang 450 nm.
2. Pipet mikro dan tipsnya
3. Pipet multichannel
4. Inkubator
5. Tabung mikro untuk pengenceran standar dan sampel
6. Minisentrifuge Spindown
7. Vortex
8. Solution basin reagen reservoir
Bahan
1. Human TGF-beta 1 ELISA kits (RK00055) : terdiri dari
a. Antibody coated plate
b. Standard lyophilized
c. Concentrated biotin conjugate antibody
d. Streptavidin HRP concentrated
e. Standard/sampel diluent
f. Biotin conjugate antibody diluent
g. Streptavidin-HRP diluent
h. Wash buffer
i. TMB substrate
j. Stop solution
k. HCl 1N
l. NaOH 1N/HEPES 1N
m. Plate sealer
2. Deionized atau distilled water
3. Sampel berupa serum/plasma
4. Kertas parafilm
5. Alumunium foil
C. PROSEDUR KERJA
Aktivasi Serum/Plasma
1. Masukkan 40 µL serum sampel ke dalam tabung mikro lalu ditambahkan HCl 1N
sebanyak 10 µL, lakukan vortex dan spindown, biarkan selama 10 menit dalam
temperature ruang.
2. Netralkan larutan sampel dengan menambahkan 10 µL NaOH 1N / HEPES 0,5M.
3. Encerkan sampel yang sudah diaktivasi dengan cara mencapurkan dengan
standar/sampel diluent, yaitu :
Pengenceran 10X = 25 µL serum sampel + 225 µL standar/sampel diluent (beri label
tabung mikro S10X)
Pengenceran 20X = 12,5 µL serum sampel + 237,5 µL standar/sampel diluent (beri
label tabung mikro S20X)
Pengenceran 30X = 8,3 µL serum sampel + 241,7 µL standar/sampel diluent (beri
label tabung mikro S30X)
Pengenceran 40X = 6,25 µL serum sampel + 243,75 µL standar/sampel diluent (beri
label tabung mikro S40X)
ELISA
1. Semua reagen dan sampel berada pada suhu ruang sebelum digunakan;
2. Membuat larutan standard dengan serial dilusi (2000pg/mL, 1000pg/mL, 500pg/mL,
250pg/mL, 125pg/mL, 62,5pg/mL, 31,2pg/mL, 0pg/mL).
Stock standard lyophilized berupa serbuk dengan kadar 2000pg dilarutkan dengan
menggunakan standar/sampel diluent sebanyak 1mL, dimasukkan sebanyak 500 µL
ke dalam tabung mikro diberi label SD1.
Siapkan 7 tabung mikro dan beri label SD2-SD8 (SD8 merupakan blanko hanya berisi
standard/sampel diluent), kemudian pada masing-masing tabung dimasukkan
sebanyak 250 µL standard/sampel diluent, lalu dilakukan serial dilusi sesuai dengan
gambar dibawah ini :
Gambar 2. Serial Dilusi Larutan Standar
3. Membuat wash buffer (perbandingan 1:20) yaitu dengan cara mencampurkan 7.5mL
wash buffer + 142.5mL aquabidest, wash buffer diletakkan di dalam solution basin
reagen reservoir.
4. Siapkan plate, masing-masing kelompok praktikan menggunakan 24 well. Buat peta
plate yaitu :
1 2 3
A SD1 (2000pg/mL) SD1 (2000pg/mL) S10X
B SD2 (1000pg/mL) SD2 (1000pg/mL) S10X
C SD3 (500pg/mL) SD3 (500pg/mL) S20X
D SD4 (250pg/mL) SD4 (250pg/mL) S20X
E SD5 (125pg/mL) SD5 (125pg/mL) S30X
F SD6 (62,5pg/mL) SD6 (62,5pg/mL) S30X
G SD7 (31,2pg/mL) SD7 (31,2pg/mL) S40X
H SD8/Blanko (0pg/mL) SD8/Blanko (0pg/mL) S40X

5. Tambahkan 250 µL wash buffer/well (menggunakan pipet multichannel), diamkan 1-


2 menit, lalu buang dan keringkan well dengan cara ditelungkupkan di atas tissue,
ulangi proses ini hingga 3x.
6. Tambahkan 100 µL blanko, berbagai konsentrasi standard dan sample pada well
sesuai dengan peta. Tutup dengan kertas parafilm. Inkubasi selama 2 jam pada suhu
37oC.
7. Siapkan concentrate biotin conjugate antibody 15 menit sebelum digunakan. Encerkan
concentrate biotin conjugate antibody (1:100) dengan cara menambahkan 25 µL
concentrate biotin conjugate antibody + 2475 µL biotin conjugate antibody diluent.
8. Setelah selesai inkubasi, buang cairan di dalam plate dan keringkan plate dengan cara
ditelungkupkan di atas tissue.
9. Kemudian ulangi tindakan pencucian pada langkah 5.
10. Tambahkan 100 µL biotin conjugate antibody (yang telah diencerkan pada langkah 7)
pada masing-masing well, tutup dengan kertas parafilm yang baru. Inkubasi selama 1
jam pada suhu 37oC.
11. Siapkan Streptavidin-HRP concentrated 15 menit sebelum digunakan. Encerkan
Streptavidin-HRP concentrated (1:100) dengan cara menambahkan 25 µL
Streptavidin-HRP concentrated + 2475 µL streptavidin-HRP diluent.
12. Ulangi tindakan pencucian langkah 8 dan langkah 5.
13. Tambahkan 100 µL Streptavidin-HRP (yang telah diencerkan pada langkah 10) pada
masing-masing well, tutup dengan kertas parafilm yang baru. Inkubasi selama 30
menit pada suhu 37oC.
14. Pada saat inkubasi dilakukan, hidupkan microplate reader 30 menit sebelum
digunakan.
15. Ulangi tindakan pencucian pada langkah 8 dan langkah 5.
16. Tambahkan 100 µL substrate pada masing-masing well, tutup dengan kertas parafilm
yang baru dan dilapisi dengan alumunium foil. Inkubasi 15 menit pada suhu 37 oC
(dilakukan di dalam lemari untuk menghindari cahaya).
17. Tambahkan 50 µL stop solution, lalu dilakukan pengukuran Absorbansi pada
microplate reader dalam 5 menit dengan panjang gelombang 450 nm.
18. Hasil pengukuran dilihat menggunakan aplikasi komputer “SkanIt Software 6.1 RE
for Microplate Readers RE, ver. 6.1.0.51”. Seluruh hasil absorbansi standard dan
sampel, konsentrasi sampel serta kurva standard dapat dilihat dengan aplikasi
tersebut.
D. HASIL
a. Absorbansi Standar dan Kurva Standar
Tabel 1. Absorbansi Standar
No Konsentrasi Standar A1 A2 Rata-rata
.
1. 2000 pg/mL 3,5219 3,6121 3,5670
2. 1000 pg/mL 2,4797 2,5142 2,4970
3. 500 pg/mL 1,5468 1,5233 1,5351
4. 250 pg/mL 0,9269 0,9223 0,9246
5. 125 pg/mL 0,5464 0,0853 0,3159
6. 62,5 pg/mL 0,0827 0,0861 0,0844
7. 31,2 pg/mL 0,0690 0,0733 0,0712
8. 0 pg/mL 0,0654 0,0800 0,0727

Nilai R²: 0.998


Gambar 3. Kurva Standar Praktikum

b. Absorbansi dan Konsentrasi Sampel


Setelah didapatkan kurva standar dan nilai Absorbansi 450 nm masing-masing sampel,
maka dapat dilihat konsentrasi sampel berdasarkan kurva standar. Nilai konsentrasi sampel
pada kurva standar selanjutnya dikalikan sesuai dengan pengenceran sampel (S10X = 10 kali
pengenceran, S20X = 20 kali pengenceran) kemudian dikalikan 1,5 karena pada saat
diaktivasi sampel diencerkan 1,5X (40 µL sampe didalam 60 µL volume total larutan sampel
yang diaktivasi).

Tabel 2. Absorbansi dan Konsentrasi TGF Beta 1


No Sampel A1 A2 Rata-rata Rata-rata Konsentrasi Akhir
. Konsentrasi TGF TGF Beta 1
Beta 1 (pg/mL) (pg/mL)
sesuai kurva standar
1. S10X 1,9153 1,9096 1,91245 660,2 9903
2. S20X 1,1476 1,1003 1,1210 341,8 10254
3. S30X Tidak dapat
0,1991 0,0887 0,1439 ditentukan
4. S40X Tidak dapat
0,1020 0,0953 0,09865 ditentukan
Pada praktikum ini terjadi kesahalan yang dilakukan praktikan, yaitu pada well E3, F3 (berisi
sampel S30X) dan well G3,H3 (berisi sampel S40X) larutan conjugate biotin antibody habis.
Sehingga hasil pengukuran absorbansi dan konsentrasi sampel pada well tersebut tidak dapat
dipakai dan dihitung.

E. PEMBAHASAN
Hubungan konsentrasi – absorbansi dalam ELISA pada dasarnya bersifat nonlinier,
biasanya paling baik jika dilengkapi dengan mode four parameter logistic (4PL) atau five
parameter logistic (5PL) (Danielak et al., 2020) . Pada praktikum ini kurva standar dibuat
dengan four parameter logistic (4PL). Pembuatan kurva dengan metode ini berguna untuk
mengukur respon dosis dan/atau pemeriksaan reseptor-ligan, atau pemeriksaan sejenis
lainnya. Kurva ini memiliki 4 parameter yang harus dihitung untuk membuat kurva. Kurva
yang dihasilkan biasanya akan berbentuk S. 4 parameter yang harus dicari yaitu :
a = nilai minimum yang dapat dihasilkan (yaitu apa yang terjadi pada dosis 0)
d = nilai maksimum yang dapat dihasilkan (yaitu apa yang terjadi jika diberikan dosis tidak
terhingga)
c = titik belok (yaitu titik dimana kurva berbentuk S berada ditengah a dan d)
b = Hill’s slope dari kurva (yaitu berhubungan dengan kecuraman kurva dititik c)
Kurva hanya dapat digunakan untuk menghitung konsentrasi sinyal dalam a dan d. Sampel di
luar rentang a dan d yang ditentukan tidak dapat dihitung (Drummond, n.d.).

Gambar 4. Kurva Kalibrasi 4PL (Ani Sandiya et al., 2019)


Pada praktikum ini kurva standar atau kurva kalibrasi yang dihasilkan tidak memiliki bentuk
S (sigmoid) yang sempurna, hal ini kemungkinan disebabkan karena adanya kesalahan pada
saat praktikum, yaitu larutan conjugate antibody tidak mencukupi untuk mengisi seluruh well
yang berisi standar (well E2, F1, F2, G1, G2, H1, H2), sehingga larutan standar yang
dikerjakan sesuai protokol hanya larutan SD1 (2000 pg/mL), SD2 (1000 pg/mL), SD3 (500
pg/mL), SD4 (250 pg/mL), SD5 (125 pg/mL).
Immunoassays menggambarkan sistem biologis (interaksi antibodi-antigen) dan
dengan demikian immunoassay biasanya tidak mengikuti hubungan dosis-respons linier. Tes
ELISA sering menghasilkan kurva sigmoid seperti yang ditunjukkan pada contoh Gambar 4
dan hanya memiliki rentang konsentrasi linier terbatas (Ani Sandiya et al., 2019) . Pada
praktikum ini nilai regresi R2 = 0,998, nilai ini menggambarkan linearitas hubungan positif
antara konsentrasi dan absorbansi zat.
Pemeriksaan ELISA pada praktikum ini menggunakan teknik quantitative sandwich
ELISA. Dimana pada praktikum ini sebuah antibody monoclonal yang spesifik terhadap
TGF-beta 1 sudah dilapisi (pre-coated) didalam microplate. Standar dan sampel dipipet ke
dalam well dan jika ada TGF-beta 1 didalam larutan tersebut makan akan berikatan dengan
antibody yang sudah diimobilisasi di dalam well. Dengan dilakukan inkubasi, sampel yang
tidak berikatan akan dikeluarkan selama proses pencucian (washing), lalu antibody
pendeteksi yang spesifik terhadap TGF-beta 1 ditambahkan ke dalam well dan akan berikatan
dengan kombinasi capture antibody-TGF-beta 1 dalam sampel. Pencucian yang dilakukan
kembali akan membuang zat-zat yang tidak berikatan, kemudian ditambahkan enzyme
conjugate ke dalam well, diikuti dengan pencucian kembali well dan penambahan substrate.
TMB substrate akan menghasilkan warna sesuai dengan jumlah TGF-beta 1 yang ada di
dalam sampel. Kemudian reaksi ini akan diakhiri dengan penambahan asam dan dilakukan
pengukuran absorbansi
(ABclonal Tech, n.d.; Hidayat & Wulandari, 2021; Konstantinou, 2017)
.
Pada praktikum ini hanya digunakan satu sampel pemeriksaan dengan dilakukan
berbagai pengenceran. Untuk membuktikan bahwa hasil pengerjaan dan prosedur benar
(terutama pipetting) hasil konsentrasi akhir pada masing-masing pengenceran seharusnya
sama atau memiliki selisih angka yang tidak jauh. Pada praktikum ini yang dapat dinilai
hanya konsentrasi TGF β- 1 pada sampel pengenceran 10X dan 20X, jika dilihat hasil nya
tidak jauh berbeda yaitu 9903 pg/mL dan 10254 pg/mL. Transforming growth factor beta-1
(TGF β- 1) adalah salah satu jenis TGF β superfamily yang memediasi beberapa proses
dalam pertumbuhan dan perkembangan dan telah bertahan dalam evolusi mulai dari lalat
buah hingga mammalia. Anggota dari TGF β superfamily memiliki peran regulator yang
penting dalam fungsi selular seperti proliferasi, diferensiasi, chemotaxis, apoptosis, dan
tumor suppression (Dallas et al., 2008).
TGF-β1 mempunyai efek yang luas. Dalam respon imun, TGF-β1 mempengaruhi
produksi antibody khususnya IgA, selain itu juga meregulasi dendritic cell kemotaksis
dengan mengubah ekspresi reseptor kemokin, serta dapat menurunkan respons inflamasi
dengan meredam aktivitas makrofag dan sekresi proinflamasi. Dalam proses penyembuhan
luka, TGF-β1 dihasilkan dari platelet yang teraktivasi dan akan menstimulasi fibroblas, yang
menginduksi sintesis matriks; pada monosit, dimana ia menginduksi mediator proinflamasi
dan sekresi faktor pertumbuhan; dan pada keratinosit, yang dapat mendorong proliferasi
keratinosit dengan menurunkan modulasi jalur sinyalnya sendiri (ABclonal Tech, n.d.).
F. DAFTAR PUSTAKA
ABclonal Tech. (n.d.). Human TGF-beta 1 ELISA Kit Catalog Number:RK00055. ABclonal
Technology. www.abclonal.com.cn
Ani Sandiya, A., Ashon Sa, dan, & Surabaya, A. (2019). MEMBANDINGKAN REGRESI 4PL
DAN LINIER FIT UNTUK VERIFIKASI HORMON 17β-ESTRADIOL MENGGUNAKAN
METODE ELISA. In Journal of Research and Technology (Vol. 5, Issue 1).
Dallas, S. L., Alliston, T., & Bonewald, L. F. (2008). Transforming Growth Fator β. In Principle
of Bone Biology (3rd ed., pp. 1145–1166). Academic Press Inc.
Danielak, D., Banach, G., Walaszczyk, J., Romański, M., Bawiec, M., Paszkowska, J., Zielińska,
M., Sczodrok, J., Wiater, M., Hoc, D., Kołodziej, B., & Garbacz, G. (2020). A novel open
source tool for ELISA result analysis. Journal of Pharmaceutical and Biomedical Analysis,
189. https://doi.org/10.1016/j.jpba.2020.113415
Drummond, J. E. (n.d.). Four Parameter Logistic Regression. Retrieved December 9, 2023, from
https://www.myassays.com/four-parameter-logistic-regression.html
Ferrier, D. R. (2017). Lippincott Illustrated Reviews Biochemistry (7th ed.). Wolters Kluwer.
Hidayat, R., & Wulandari, P. (2021). Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA) Technique
Guideline. Bioscientia Medicina : Journal of Biomedicine and Translational Research, 5(5),
447–453. https://doi.org/10.32539/bsm.v5i5.228
Kennelly, P. J., Botham, K. M., Mc Guinness, O., Rodwell, V. W., & Weil, P. A. (2023).
HARPER’S ILLUSTRATED BIOCHEMISTRY (32nd ed.). Mc Graw Hill.
Konstantinou, G. N. (2017). Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). In Methods in
Molecular Biology (Vol. 1592, pp. 79–94). Humana Press Inc. https://doi.org/10.1007/978-1-
4939-6925-8_7

Anda mungkin juga menyukai