Anda di halaman 1dari 22

ASKEP PADA PASIEN KERACUNAN SIANIDA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan palliative


menjelang azal

Disusun Oleh : Kelompok VI

1. JESISKA YOLANDA
2. LILI AULIA
3. NENI TRIASTUTI
4. NUR LATIFAH PRATIWI
5. TIOMSA

Dosen Mata Kuliah: Iskandar Markus Sembiring S.kep,Ns,M.kep

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN (S1) FAKULTAS


KEPERAWATAN DAN FISIOTERAPI INSTITUT
KESEHATAN MEDISTRA UBUKPAKAM
T.A.2019/2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Tuhan yang Maha Pengasih lagi Maha


Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini, dengan tema yang kami ambil yaitu “askep pada
pasien keracunan sianida”.
 Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah
ini.Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya.Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah ini dapat memberikan
manfaat maupun inpirasi terhadap pembacanya.

Lubuk Pakam, jumat 06 september 06-09-2019


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..........................................................................................


DAFTAR ISI . ......................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 latar belakang ..................................................................................................
1.2 rumusan masalah ............................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
2.1 pengertian paliatif care ...................................................................................
2.2 tujuan dan sasaran kebijakan ..........................................................................
2.3 tahap – tahap kematian....................................................................................
2.4 prinsip dari perawatan paliatife care................................................................
2.5 tahap – tahap menjelang kematian..................................................................
BAB III KERACUNAN ZAT KIMIA (SIANIDA)
3.1 keracunan akut sianida ...................................................................................
3.2 etiologi keracunan sianida...............................................................................
3.3 patofiologi keracunan sianida..........................................................................
3.4 cara masuk sianida kedalam tubuh manusia....................................................
3.5 manisfestasi klinis...........................................................................................
3.6 penatalaksanaan keracunan sianida.................................................................
BAB IV ASKEP TENTANG KERACUNAN SIANIDA
BAB V PENUTUP
5.1 kesimpulan.......................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Secara tradisonal sianida dikenal sebagai racun. Selama ini sianida telah
digunakan sebagai alat untuk pembunuhan massal, upaya bunuh diri, dan sebagai
senjata perang. Pada tahun 1978, minuman rasa buah (Kool-Aid) yang
mengandung potassium sianida menjadi agen penyebab bunuh diri massal para
anggota People’s Temple di Jonestown, Guyana. Selama Perang Dunia II, para
Nazi juga menggunakan sianida sebagai agen genosida dalam kamar gas. Laporan
tahunan National Poison Data System dari American Association of Poison
Control Centers, selama tahun 2007 terdapat 247 kasus paparan kimia sianida di
Amerika Serikat. Jumlah kasus yang dilaporkan tersebut relatif masih kecil karena
masih banyak kematian yang sering tidak dilaporkan. Meskipun demikian, jumlah
kasus yang kecil ini tidak mengurangi dampak buruk yang ditimbulkan,
kebutuhan untuk mengenali, dan memberikan intervensi secara cepat pada kasus
keracunan sianida.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apa pengertian dari paliatif care
2. Apa yang dimaksud sianida
3. Bagaiman askep pasien keracunan sianida
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Paliatif Care


Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan memperbaiki kualitas
hidup pasien dan keluarga yang menghadapi masalah yang berhubungan dengan
penyakit yang dapat mengancam jiwa, melalui pencegahan dan peniadaan melalui
identifikasi dini dan penilaian yang tertib serta penanganan nyeri dan masalah-
masalah lain, fisik, psikososial dan spiritual (KEPMENKES RI NOMOR: 812,
2007).
Menurut KEPMENKES RI NOMOR: 812, 2007 kualitas hidup pasien adalah
keadaan pasien yang dipersepsikan terhadap keadaan pasien sesuai konteks
budaya dan sistem nilai yang dianutnya, termasuk tujuan hidup, harapan, dan
niatnya. Dimensi dari kualitas hidup. Dimensi dari kualitas hidup yaitu Gejala
fisik, Kemampuan fungsional (aktivitas), Kesejahteraan keluarga, Spiritual,
Fungsi sosial, Kepuasan terhadap pengobatan (termasuk masalah keuangan),
Orientasi masa depan, Kehidupan seksual, termasuk gambaran terhadap diri
sendiri, Fungsi dalam bekerja.

2.2 TUJUAN DAN SASARAN KEBIJAKAN


Tujuan umum kebijakan palliative sebagai payung hukum dan arahan bagi
perawatan paliatif di Indonesia. Sedangkan tujuan khususnya adalah terlaksananya
perawatan paliatif yang bermutu sesuai standar yang berlaku di seluruh Indonesia,
tersusunnya pedoman-pedoman pelaksanaan/juklak perawatan paliatif,
tersedianya tenaga medis dan non medis yang terlatih, tersedianya sarana dan
prasarana yang diperlukan.

Sasaran kebijakan pelayanan paliatif adalah seluruh pasien (dewasa


dan anak) dan anggota keluarga, lingkungan yang memerlukan perawatan paliatif
di mana pun pasien berada di seluruh Indonesia. Untuk pelaksana perawatan
paliatif : dokter, perawat, tenaga kesehatan lainnya dan tenaga terkait lainnya.
Sedangkan Institusi-institusi terkait, misalnya Dinas kesehatan propinsi dan dinas
kesehatan kabupaten/kota, Rumah Sakit pemerintah dan swasta, Puskesmas,
Rumah perawatan/hospis, Fasilitas kesehatan pemerintah dan swasta lain.
(KEMENKES RI NOMOR: 812, 2007).

2.3 TAHAP-TAHAP KEMATIAN ” KUBLER-ROSS’S ( KUBLER-


ROSS’S DYING)
Menurut Yosep iyus (2007, 175) tahap- tahap kematian dapat dibagi menjadi 5 :

1. Denial and isolation (menolak dan mengisolasi diri),


2. Anger ( marah),
3. Bargaining ( tawar –menawar ),
4. Depression ( depresi ),
5. Acceptance ( penerimaan/menerima kematian )

2.4 PRINSIP DARI PERAWATAN PALLIATIVE CARE


Menghormati atau menghargai martabat dan harga diri dari pasient dan
keluarga pasien, Dukungan untuk caregiver, Palliateve care merupakan accses
yang competent dan compassionet, Mengembangkan professional dan social
support untuk pediatric palliative care, Melanjutkan serta mengembangkan
pediatrik palliative care melalui penelitian dan pendidikan (Ferrell, & Coyle,
2007: 52)

2.5 Tahap-tahap Menjelang Kematian menurut Elisabeth Kübler-Ross

Elisabeth Kübler-Ross seorang dokter dan ahli tentang kematian yang lahir
di Swiss pada tahun 1926 telah melakukan penelitian yang luas menyangkut latar
belakang usia, agama, asal-usul, warna kulit dan mendalam tentang proses
menjelang kematian. Ia melakukan wawancara dengan lebih dari dua ratus orang
yang mengalami terminal illness untuk mengetahui pengalaman menjelang
kematian. Dalam buku On Death and Dying, Elisabeth Kübler-Ross menyebutkan
ada lima tahap tanggapan manusia pada saat menjelang kematian, dan terjadinya
berurutan dari tahap satu ke tahap berikutnya mulai dari sikap penyangkalan,
isolasi, kemarahan, tawar menawar, depresi hingga penerimaan.

Berikut beberapa tahap-tahap menjelang kematian terbagi 5 tahap:


1. Tahap Penyangkalan dan Isolasi
Tanggapan pertama ketika memperoleh informasi tentang penyakitnya yang
tidak tersembuhkan adalah penyangkalan diri. Pasien menolak berita buruk
mengenai
kesehatannya, meragukan keakuratan hasil laboratorium, pemeriksaan dokter dan
pemahaman atas data-data tentang dirinya.

2. Tahap Kemarahan
Bila pada tahap pertama yang berupa penyangkalan tidak dapat mengubah apaapa
lagi, maka muncullah perasaan marah. Pada tahap kemarahan ini, pasien berubah
menjadi tidak bersahabat dengan orang-orang di sekitarnya, termasuk kepada
dokter, perawat, keluarga dan sahabat-sahabatnya.
3. Tahap Tawar Menawar
Menurut Elisabeth Kbüler-Ross, tawar-menawar merupakan suatu usaha untuk
menunda kematian. Bila pasien sudah menyadari tidak mampu lagi menghindari
kenyataan yang sangat menyedihkan dan sikap marah tidak bisa mengubah
keadaan, ia akan mengupayakan jalan damai dengan membuat suatu perjanjian
yang dapat menunda
kematiannya dan berupaya untuk memperpanjang hidupnya.
4. Tahap Depresi
Elisabeth Kübler-Ross menyebutkan setelah tahap kemarahan akan muncul dua
jenis depresi yaitu depresi reaktif dan depresi preparatory (persiapan). Pada jenis
depresi reaktif, pasien sudah mengalami peristiwa kehilangan, misalnya
pekerjaan,
penghasilan dan harta benda yang harus digunakan untuk biaya perawatan,
demikian
juga organ tubuh yang diangkat, sehingga merasa menjadi manusia yang tidak
sempurna.
5. Tahap Penerimaan
Hasil penelitian Elisabeth Kübler-Ross menunjukkan bahwa pada tahap
penerimaan terjadi kelelahan sehingga membutuhkan waktu tidur yang lebih
banyak.Seseorang yang berada pada tahap ini akan merenungkan akhir hidupnya
dengan pengharapan tertentu, ia enggan diajak berbicara
BAB III
KERACUNAN ZAT KIMIA (sianida)

3.1 Keracunan Akut Sianida


Struktur Kimia Sianida
Sianida adalah senyawa kimia dari kelompok Siano, yang terdiri dari 3
buah atom karbon yang berikatan dengan nitrogen (C=N), dan dikombinasi
dengan unsur-unsur lain seperti kalium atau hidrogen. Secara spesifik, sianida
adalah anion CN-. Senyawa ini ada dalam bentuk gas, liquid (cairan) dan solid
(garam). Kata “sianida” berasal dari bahasa Yunani yang berarti “biru” yang
mengacu pada hidrogen sianida yang disebut Blausäure ("blue acid") di Jerman.
Sianida dapat terbentuk secara alami maupun dibuat oleh manusia dan memiliki
sifat racun yang sangat kuat dan bekerja dengan cepat. (Wicaksana, Jurnal
Lingkungan & Pembangunan, Juni 2017)

3.2 Etiologi Keracunan Sianida


Sianida secara alami terdapat dalam alam, bahan industri, dan rumah
tangga. Inhalasi asap dari hasil kebakaran merupakan penyebab paling umum dari
keracunan sianida di negara barat. Bahan-bahan seperti wol, sutra, dan polimer
sintetik mengandung karbon dan nitrogen juga dapat menghasilkan gas sianida
bila terpapar pada suhu tinggi.
Sianida banyak digunakan dalam proses industri yang membutuhkan
electroplating dan polishing logam. Garam sianida seperti sianida merkuri,
tembaga sianida, sianida emas, dan sianida perak menghasilkan gas hidrogen
sianida bila dikombinasikan dengan asam, sehingga memungkinkan terjadinya
kecelakaan pada industri atau paparan yang berbahaya. Sianida juga ditemukan
pada insektisida yang digunakan untuk pengasapan/desinfeksi massal.

3.3 Patofisiologi Keracunan Sianida


Sianida bersifat sangat letal karena dapat berdifusi dengan cepat pada
jaringan dan berikatan dengan organ target dalam beberapa detik. Sianida dapat
berikatan dan menginaktifkan beberapa enzim, terutama yang mengandung besi
dalam bentuk Ferri (Fe3+) dan kobalt. Kombinasi kimia yang dihasilkan
mengakibatkan hilangnya integritas struktural dan efektivitas enzim.
Sianida dapat menyebabkan terjadinya hipoksia intraseluler melalui ikatan
yang bersifat ireversibel dengan cytochrome oxidase a3 di dalam mitokondria.
Cytochrome oxidase a3 berperan penting dalam mereduksi oksigen menjadi air
melalui proses oksidasi.

3.4 CARA MASUK SIANIDA KEDALAM TUBUH MANUSIA


Sianida atau bahan kimia umumnya masuk ke dalam tubuh melalui beberapa cara
antara lain:
a. Melalui mulut karena tertelan (ingesti)
Sebagian keracunan terjadi melalui jalur ini. Anak-anak sering menelan
racun secara tidak sengaja dan orang dewasa terkadang bunuh diri dengan
menelanracun. Saat racun tertelan dan mulai mencapai lambung, racun dapat
melewati dinding usus dan masuk kedalam pembuluh darah, semakin lama racun
tinggal di dalam usus maka jumlah yang masuk ke pembuluh darah juga semakin
besar dan keracunan yan terjadi semakin parah.

b. Melalui paru-paru karena terhirup melalui mulut atau hidung (inhalasi)


Racun yang berbentuk gas, uap, debu, asap atau spray dapat terhirup
melalui mulut dan hidung dan masuk ke paru-paru. Hanya partikel-partikel yang
sangat kecil yang dapat melewati paru-paru. Partikel-partikel yang lebih besar
akan tertahan dimulut, tenggorokan dan hidung dan mungkin dapat tertelan.

c. Melalui kulit yang terkena cairan atau spray


Orang yang bekerja dengan zat-zat kimia seperti pestisida dapat teracuni
jika zat kimia tersemprot atau terpercik ke kulit mereka atau jika pakaian yang
mereka pakai terkena pestisida. Kulit merupakan barier yang melindungi tubuh
dari racun, meskipun beberapa racun dapat masuk melalui kulit.
3.5 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari keracunan sianida yang sebagian besar merupakan
gambaran dari hipoksia intraseluler. Terjadinya tanda-tanda dan gejala ini
biasanya kurang dari 1 menit setelah menghirup dan dalam beberapa menit setelah
konsumsi. Awal manifestasi neurologis termasuk kecemasan, sakit kepala, dan
pusing. Pasien kemungkinan tidak bisa memfokuskan mata dan terjadi midriasis
yang dapat disebabkan oleh hipoksia. Hipoksia yang terus berlanjut akan
berkembang menjadi penurunan tingkat kesadaran, kejang, dan koma.
Pada kasus keracunan sianida akut, pasien kemungkinan memiliki kulit
normal atau penampilan sedikit ashen meskipun jaringan hipoksia, dan saturasi
oksigen arteri juga mungkin normal. Tanda-tanda awal keracunan sianida pada
sistem respirasi antara lain pernapasan yang cepat dan dalam. Perubahan pada
sistem respirasi ini disebabkan oleh adanya stimulasi pada kemoreseptor perifer
dan sentral dalam batang otak, dalam upaya mengatasi hipoksia jaringan.
Sianida juga memiliki efek pada sistem kardiovaskular, dimana pada
awalnya pasen akan mengalami gejala berupa palpitasi, diaphoresis, pusing, atau
kemerahan. Mereka juga akan megalami peningkatan curah jantung dan tekanan
darah yang disebabkan oleh adanya pengeluaran katekolamin. Di samping juga
terjadi vasodilasi pembuluh darah, hipotensi, dan penurunan kemampuan
inotropik jantung, sianida juga menekan nodus sinoatrial (SA node) dan
menyebabkan terjadinya aritmia serta mengurangi kekuatan kontraksi jantung.
Dengan demikian, selama terjadinya keracunan sianida, status hemodinamik
pasien menjadi tidak stabil, karena adanya aritmia ventrikel, bradikardia, blok
jantung, henti jantung, dan kematian.
3.6 Penatalaksanaan Keracunan Sianida
Penanganan pasien keracunan sianida membutuhkan penegakan diagnosis
yang cepat dan tepat, selain itu diperlukan keputusan klinis yang cepat untuk
mengurangi risiko morbiditas dan mortilitas pada pasien. Tingkat risiko pasien
sangat dipengaruhi oleh dosis dan durasi paparan sianida pada pasien. Pada
prinsipnya manajemen terapi keracunan sianida bisa mengikuti langkah-langkah
berikut:
a) Dekontaminasi
Dekontaminasi disesuaikan dengan jalur paparan, secara umum bisa
dikategorikan sebagai berikut:
1. Inhalasi: pindahkan pasien ke lokasi yang bebas dari asap paparan dan
tanggalkan pakaian pasien.
2. Mata dan kulit: tanggalkan pakaian yang terkontaminasi, cuci kulit yang
terpapar dengan sabun dan atau air, irigasi mata yang terpapar dengan air
atau salin, lepaskan lensa kontak.
3. Saluran pencernaan: jangan menginduksi emesis, arang aktif bisa
diberikan bila pasien dalam keadaan sadar dan masih dalam waktu 1 jam
sejak terpapar sianida. Isolat emesis bisa diberikan untuk membantu
pengeluaran hidrogen sianida.

b) Bantuan hidup dasar dan bantuan pertama pada penyakit jantung (Basic
Life Support (BLS)/Advanced Cardiac Life Support (ACLS).
Menurut American Hearth Association Guidelines tahun 2005, tindakan BLS
ini dapat disingkat dengan teknik ABC yaitu airway (membebaskan jalan nafas),
breathing (memberikan nafas buatan), dan circulation (pijat jantung pada kondisi
syok). Namun, pada tahun 2010 tindakan BLS diubah menjadi CAB (circulation,
breathing, airway). Tujuan utama dari BLS adalah untuk melindungi otak dari
kerusakan yang ireversibel akibat hipoksia, karena peredaran darah akan berhenti
selama 3-4 menit.
Pada kasus keracunan sianida di mana terjadi penurunan utilisasi,
pemberian oksigen 100% pada pasien dengan masker nonrebreather atau tube
endotrakeal bisa membantu. Hal ini bisa membantu efektifitas penggunaan antidot
dengan mekanisme kompetisi dengan sianida ke sisi ikatan sitokrom oksidase.

c) Terapi pendukung
Terapi pendukung yang bisa dilakukan pada pasien adalah dengan:
1. Memonitor fungsi jantung, pernafasan dan kardiovaskuler pasien di ruang
ICU
2. Melakukan uji laboratorium untuk memonitor kadar gas dalam darah
arteri, kadar laktat dalam serum, tes darah lengkap, kadar gula darah, kadar
sianida dalam darah dan kadar elektrolit.
3. Monitoring dan terapi aritmia.
4. Maonitoring dan terapi efek samping penggunaan antidot.
BAB VI
ASKEP TENTANG KERACUNAN SIANIDA

4.1 Kasus Keracuan


Nyonya S dibawa ke rumah sakit oleh ibunya setelah minum kopi
americano. Ibu klien mengatakan setelah minum kopi dengan selang waktu 15
menit pasien tiba-tiba muntah-muntah sakit di bagian perut dan kepala, kejang
sebelum terjadi penurunan kesadaran ( somnolen ). Hasil pengkajian sementara di
dapatkan TD :100/60 mmHg, Nadi 65x/i, RR : 32x/i, T : 37 C. Ibu klien
mengatakan klien tidak pernah mengalami kejadian seperti ini.

1.Pengkajian
1. Pengumpulan data
a. IDENTITAS klien
Nama : ny. S
Umur : 22 tahun
Jenis kelamin : perempuan
Status perkawinan : belum menikah
Pekerjaan : desainer grafis
Pendidikan terakhir : S1 desiner
Agama : islam
Alamat : jakarta selatan, Perumahan indah no 28

b. Identitas penanggung jawab


Nama Ibu : ny. A
Umur : 28 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan Ibu: wiraswasta
Pendidikan terakhir : S1 manajemen
Agama : Islam
Alamat : jakarta selatan, Perumahan indah no 28
Hubungan dengan klien : Ibu Kandung
c. Riwayat kesehatan
Ibu klien mengatakan setelah minum kopi dengan selang waktu 15 menit
pasien tiba-tiba muntah-muntah sakit di bagian perut, dada dan kepala,
kemudian kejang
1) Riwayat kesehatan sekarang
a) Keluhan utama saat masuk rumah sakit
Klien mengalami mual muntah sakit di bagian perut, dan
penurunan kesadaran (somnolen)
b) Keluhan utama saat dikaji
Klien tampak sesak dan penurunan kesadaran
2) Riwayat kesehatan dahulu
Ibu mengatakan bahwa klien tidak pernah mengalami kejadian seperti
ini
3) Riwayat kesehatan keluarga
Ibu klien mengatakan keluarga tidak pernah mengalami penyakit yang
seperti ini

d. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum klien :
Kesadaran : somnolen
Tanda-tanda vital :
Td : 100/60 mmhg
HR : 65 x/menit
RR : 32 x/menit
T : 37,0 ͦ c

2. Kulit : kuning langsat


Warna kulit : kemerahan
3. Kepala dan rambut
 Kepala
Bentuk : bulat, simestris
 Rambut
Distribusi : merata
Warna : hitam
Kebersihan : bersih
4. Wajah dan leher
 Wajah :
Bentuk : simetris
Warna : kemerahan
Lesi : tidak ada
Bekas trauma : tidak ada
 Leher :
Ada benjolan : tidak ada
5. Mata
Bentuk : simetris
Konjungtiva : baik
Pupil : mengecil
Sklera : warna putih
6. Telinga
Bentuk : simetris
Kebersihan : bersih

e. Data spiritual
Pelaksanaan ibadah : selama dirawat klien tidak bisa melakukan ibadah

1) Terafi medis
Cairan infus Dextros 25 g 30 gtt/i
Obat :
 epineprin (untuk alergi yang sangat serius )
 lorazepam (untuk kejang)
 amilnitrit ( untuk dihirup )
 atrofin sulfat ( menghambat efek akumulasi pada tempat
penumpukan)
2. ANALISA DATA

NO DATA Penyebab Masalah


1 Ds : klien mengeluh - Proses  Tidak efektifan
sakit dibagian dada, terjadinya pola nafas
dan kepala keracunan

Do : klien tampak - Defresi


sesak napas d/d RR 32 pernafasan
x/menit, HR : 65 akibat efek
x/menit langsung dari
racun sianida
2. Ds : klien tampak - Defresi sistem  Penurunan
kejang saraf pusat kesadaran

Do : warna kulit - oksigen


merah seperti buah terperangkap
cery dalam darah dan
tidak bisa
masuk ke sel
tubuh
3. Ds : klien mual - Reaksi  Resiko gangguan
muntah lambung keseimbangan
terhadap cairan Tubuh
racun

Do : peningkatan - Outpu yang


haluaran cairan dari berlebihan
membran mukosa
(mulut)

3. Diagnosa
Diagnosa keperawatan
1. Tidak efektifan pola napas b/d Defresi pernafasan
akibat efek langsung dari racun sianida

2. Penurunan kesadaran b/d Defresi sistem saraf pusat

3. Resiko gangguan keseimbangan cairan Tubuh b/d output


yang berlebihan

4. Intervensi ( perencanaan )
Diagnosa Intervensi
keperawatan Tujuan kriteria intervensi Rasional
hasil
1) Tidak Setelah 1. Pantau 1. Efek sianida
efektifan dilakukan tingkat mendepresi SSP yg
pola napas tindakan irama dapat
b/d Defresi keperawatan pernafasan, mengakibatkan
pernafasan diharapkan suara nafas hilangnya
akibat efek pola nafas serta pola kepatenan aliran
langsung menjadi efektif pernafasan. udara atau depresi
dari racun RR dalam pernafasan.
sianida batas normal,
jalan nafas
bersih tidak 2. Tinggikan 2. Menurunkan
ada sekret Kepala kemungkinan
tempat tidur aspirasi diafragma
bagian bawah utk
meningkatkan
infasi paru.

3. Dorong 3. Memudahkan
untuk batuk / ekspansi paru,
nafas dalam mobilisasi sekresi,
mengurangi resiko
pneumonia
4. Berikan O2 4. Hipoksia mungkin
jika terjadi akibat
dibutuhkan depresi pernafasan
2) Penurunan Setelah 1. Monitoring 1. Bila ada perubahan
kesadaran dilakukan TTV yg bermakna
b/d Defresi perawatan merupakan indikasi
sistem diharapkan dari penurunan
saraf pusat tingkat kesadaran
kesadaran
klien dapat
dipertahankan 2. Observasi 2. Penurunan
Dengan tingkat kesadaran sebagai
kriteria hasil kesadaran indikasi penurunan
Kesadaran pasien aliran darah ke otak
Composmentis
TTV dalam 3. Kaji adanya 3. Gejala tersebut
batas normal tanda distres merupakan
pernafasan, manifestasi dari
nadi cepat, perubahan pada
sianosis dan otak, jantung dan
kolapsnya paru
pembuluh
darah
( Bila perlu )
3) Resiko Setelah 1. Monitor 1. Mengetahui
gangguan dilakukan intake dan inteke dan
keseimban tindakan output output cairan
gan cairan keperawatan cairan
Tubuh b/d diharapkan 2. Observasi 2. Mual muntah
output kekurangan adanya mual dapat
yang cairan tidak muntah menyebabkan
berlebihan terjadi dengan kekurangan
kriteria hasil cairan
TTV normal, 3. Pantau TTV 3. Hipotensi,
output cairan takikardi
normal peningkatan
pernafasa meng
indikasikan
kekurangan
cairan(dehidrasi
/Hipopolemia

5.implementasi
No Tgl dan Diagnosa Tindakan
jam ke
1 Kamis DP 1 1. Pantau tingkat irama pernafasan,
27-06- suara nafas serta pola pernafasan.
2015 2. Tinggikan Kepala tempat tidur
/18.00 3. Dorong untuk batuk / nafas dalam
wib 4. Berikan O2 jika dibutuhkan
2 Jumat 28- DP 2 1. Monitoring TTV
06-2015 2. Observasi tingkat kesadaran pasien
/10.00 3. Kaji adanya tanda distres pernafasan,
wib nadi cepat, sianosis dan kolapsnya
pembuluh darah
( Bila perlu )
3 Sabtu DP 3 1. Monitor intake dan output cairan
29-06- 2. Observasi adanya mual muntah
2015 / 3. Pantau TTV
14.00 wib
6.Evaluasi
No Hari / tgl Diagnosa Perkembangan
1 Kamis 27- DP 1 - pola nafas efektif
06-2015 - RR dalam batas normal
/18.00 wib - jalan nafas bersih
- tidak ada sekret
2 Jumat 28-06- DP 2 - TTV dalam batas normal
2015 - tingkat kesadaran klien dapat
/10.00 wib dipertahankan Dengan Kesadaran
Composmentis
3 Sabtu DP 3 - Intake dan output cairan dalam
29-06-2015 / batas normal
14.00 wib - mual muntah teratasi
- TTV normal

BAB V
PENUTUP

5.1 KESIMPULAN
Perawatan paliatif merupakan pendekatan yang bertujuan memperbaiki
kualitas hidup pasien dan keluarga yang menghadapi masalah yang berhubungan
dengan penyakit yang dapat mengancam jiwa, melalui pencegahan dan peniadaan
melalui identifikasi dini dan penilaian yang tertib serta penanganan nyeri dan
masalah-masalah lain, fisik, psikososial dan spiritual.
Penyakit terminal merupakan penyakit progresif yaitu penyakit yang menuju ke
arah kematian yang membutuhkan pendekatan dengan perawatan Palliative
sehingga menambah kualitas hidup seseoran. Sasaran kebijakan pelayanan paliatif
Seluruh pasien (dewasa dan anak) dan anggota keluarga, lingkungan yang
memerlukan perawatan paliatif di mana pun pasien berada di seluruh
Indonesia.Pelaksana perawatan paliatif : dokter, perawat, tenaga kesehatan lainnya
dan tenaga terkait serta Institusi-institusi terkait. Prinsip perawatan palliative
adalah menghormati atau menghargai martabat dan harga diri dari pasient dan
keluarga pasien,dukungan untuk caregiver, Palliative care merupakan accses yang
competent dan compassionet, mengembangkan profes-sional dan social support
untuk pediatric palliative care
DAFTAR PUSTAKA

CN Fitria . 2010. Palliative Care Pada Penderita Penyakit Terminal.Gaster: jurnal


kesehatan Vol. 7 No. 1
PDF Jurnal stikes-aisyiyah.ac.id
PN Cahyawati.2017. keracunan Akut sianida.wicaksana: jurnal lingkungan dan
pembangunan Vol.1 No. 1 : 80-87
PDF ejournal warmadewa.ac.id

Anda mungkin juga menyukai